1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Desi Sofiana BAB I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diare merupakan keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada

  bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi tinja encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja (Ngastiah,2005). Diare dapat dipahami sebagai penyakit yang berbahaya dimasyarakat, sehingga penanganan diare dimasyarakat sudah cukup baik, antara lain perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), jamban keluarga, pemberian oralit, pemenuhan cairan segera, pemenuhan makanan yang bergizi, melanjutkan pemberian ASI lebih sering, pengobatan dipuskesmas dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Menurut WHO 2005, penatalaksanaan diare berdasarkan MTBS ditambahkan dengan pemberian tablet Zinc untuk semua penderita diare (balita) selama 10 hari (DEPKES RI, 2008).

  Penyakit diare merupakan masalah kesehatan masyarakat dinegara berkembang seperti Indonesia (Kemenkes RI, 2011). Program pemerintah tentang pemberian tablet Zinc berdasarkan lima langkah atasi diare yaitu oralit, Zinc 10 hari, teruskan ASI-makan, antibiotik atas indikasi dan Nasihat (Depkes RI 2011). Penyakit diare merupakan penyakit yang paling banyak dimana-mana. Periode prevalen diare terakhir adalah 3,5% lebih kecil dibanding Riskesdas 2007 (9,0%). Penurunan periode yang lebih tinggi ini dimungkinkan karena waktu pengambilan sampel yang tidak sama antara 2007 dan 2013. Riskesdas terakhir ini sampel diambil dalam rentang waktu yang lebih singkat. Insiden diare pada balita ini berjumlah (6,7%), Jawa

  

1 Tengah sebesar (6,5%). Pada tahun 2012, diare merupakan salah satu kasus dari kejadian luar biasa di wilayah Provinsi Jawa Tengah terjadi pada 24 desa /kelurahan yang berada di 21 kecamatan, jumlah penderita 330 balita (Dinkes Jateng, 2012).

  Evaluasi kinerja Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2010-2012, cakupan penemuan dan penanganan penderita diare sebesar 38,7 % (Dinkes Jateng, 2012).

  Berdasarkan Studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Kalibagor Kabupaten Banyumas, data tentang penyakit diare dari bulan Mei-November 2014 sejumlah 60 kejadian diare pada balita (data primer Peskesmas Kalibagor, 2014).

  Berdasarkan kategori umur, masa balita adalah usia 0-5 tahun (Depkes RI, 2009). Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) mengumpulkan data beberapa penyakit infeksi utama pada anak umur dibawah lima tahun (balita), seperti infeksi saluran pernafasan atas (ISPA), pnemonia, diare, dan gejala demam. Menurut WHO di negara berkembang diperkirakan 1,87 juta anak balita meninggal karena diare, 8 dari 10 kematian tersebut pada umur kurang dari 2 tahun. Rata-rata anak usia kurang dari 3 tahun di negara berkembang mengalami diare 3 kali dalam setahun (Kemenkes RI, 2011).

  Penyebab kematian bayi (usia 29 hari- 11 bulan) yang terbanyak adalah diare (31,4%) dan pnemonia (23,8%). Demikian pula penyebab kematian balita (usia 12-59 bulan), terbanyak adalah diare (25,2%) dan pnemonia (15,5%) lebih kecil dibanding dengan diare. Pada tahun 2010 berdasarkan hasil survey Morbiditas angka kesakitan diare 411 per 1000 penduduk.

  (Kementrian Kesehatan RI, 2011). Berdasarkan studi pendahuluan di

  Puskesmas Banyumas angka kejadian diare pada balita diwilayah Puskesmas Banyumas cenderung tinggi sebesar 715 kasus ditahun 2014. Diare menempati urutan ke 2 setelah ISPA. Hasil peneitian yang sudah dilakukan di Puskesmas Kedungmundu Kota Semarang tentang hubungan pemberian tablet Zinc dengan kejadian diare berulang pada balita, menunjukan pemberian Zinc sebagian salah sebanyak 74,0%, kejadian diare sebagian besar adalah sebanyak 72,0%. Kesimpulannya ada hubungan pemberian tablet Zinc dengan kejadian diare pada balita (Pvalue=0,000) (Hastuti, 2013).

  Zinc merupakan salah satu micronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc diberikan pada balita 10-20 mg perhari dan tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti. Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya (Kemenkes RI, 2011). American Academy of Pediatric (AAP) dan WHO merekomendasikan cairan rehidrasi oral (Oral Rehidration Solution/ORS) sebagai tindakan pertama untuk mengatasi dehidrasi ringan (Maria U., 2010). Namun cairan rehidrasi oral tidak signifikan dalam menurunkan defekasi dan durasi diare, oleh karena itu tahun 2004 WHO dan

  United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF) kembali merekomendasikan kebijakan terbaru mengenai penatalaksanaan diare pada anak yaitu dengan menambahkan suplementasi Zinc (Zn) pada terapi rehidrasi oral tersebut.

  Tablet Zinc diberikan untuk semua penderita diare sesuai dosis dan waktu yang telah ditentukan kecuali bayi muda, hal ini sudah direkomendasikan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun

  2008 pada buku bagan MTBS sesuai rekomendasi WHO 2005, Kebijakan Lintas Program Terkait dan Protokol Unit Kerja Koordinasi (UKK) IDAI Tahun 2008. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No 2500/MENKES/SK/XII/2011 tentang Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) tahun 2011, tablet Zinc telah diusulkan untuk masuk dalam DOEN karena penggunaan pada program pengendalian penyakit diare untuk balita dan anak oleh pemerintah.

  Suksesnya program pemerintah perlu di dukung oleh tingkat informasi mengenai pemberian tablet Zinc dan pengetahuan ibu dalam menerima informasi tersebut yang diperoleh ketika menerima tablet Zinc dari petugas kesehatan. Sehingga dapat diketahui tingkat kepatuhan seorang ibu dalam pemberian tablet Zinc setelah diberikan ajuran dan nasehat oleh tenaga kesehatan.

  Kepatuhan (adherence) adalah suatu bentuk perilaku yang timbul akibat adanya interaksi antara petugas kesehatan dan pasien sehingga pasien mengerti rencana dan segala konsekwensinya dan menyetujui rencana tersebut serta melaksanakannya (Kemenkes RI., 2011). Kepatuhan ibu dalam pemberian tablet Zinc diperoleh dari petugas kesehatan yaitu cara pemberian oralit, Zinc, ASI/makanan dan tanda-tanda untuk segera membawa anakanya kepetugas kesehatan (Depkes RI, 2011). Berdasarkan penelitan yang sudah dilakukan bahwa pemberian tablet Zinc efektif dalam mengatasi diare akut pada balita disalah satu Puskesmas di Kalimantan Barat, dengan cara mengurangi frekuensi defekasi dan memperpendek durasi diare (Maria U, 2010).

  Berdasarkan permasalahan diatas penulis ingin mengetahui gambaran tingkat kepatuhan ibu dalam pemberian tablet Zinc pada balita diare.

  B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan identifikasi masalah yang terjadi, diare merupakan penyebab kematian balita tertinggi dan WHO merekomendasikan Zinc sebagai penatalaksanaan diare pada anak karena Zinc terbukti mampu menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bukan berikutnya.

  Maka peneliti ingin mengetahui bagaimana gambaran tingkat kepatuhan ibu dalam pemberian tablet Zinc pada balita diare?

  C. Tujuan Penelitian

  1. Tujuan umum

  Mengetahui gambaran tingkat kepatuhan ibu dalam pemberian tablet Zinc pada balita diare.

  2. Tujuan Khusus a. Mengetahui gambaran karakteristik responden.

b. Mengetahui gambaran kepatuhan pemberian tablet Zinc.

D. Manfaat Peneltian

1. Bagi peneliti

  Penelitian ini dapat menambah wawasan pengetahuan dan pengalaman dalam melaksanakan penelitian yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan ibu dalam pemberian tablet Zinc pada balita diare.

  2. Bagi tempat penelitian Mampu memberikan informasi yang signifikan baik dalam membantu meningkatkan kepatuhan ibu dalam pemberian tablet Zinc pada balita diare.

  3. Bagi institusi pendidikan Penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dalam membimbing dan menambahkan pengetahuan mahasiswi kebidanan tentang pemberian tablet Zinc.

E. Keaslian Penelitian

  Berdasarkan penelusuran perpustakaan penulis menemukan penelitian yang sejenis dengan penelitian yang akan penulis lakukan yaitu sebagai berikut :

Tabel 1.1 keaslian Penelitian

  No Peneliti Judul Metode Hasil

  1 Maria Ulfa, Akper Pemerintah Kota Tegal tahun 2010

  Zinc Efektif Mengatasi Diare Akut pada Balita

  Penelitian telah dilakukan dengan kuasi eksperimental secara nonequivalent kontrol group, after only design. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara non probability sampling dengan metode consecutive sampling. Pemilihan sampel didasarkan pada

  Hasil penelitian ini menunjukan adanya perbedaaan yang signifikan pada frekuensi defekasi dan durasi diare pada kedua kelompok (p=0,000;a=0,05). Jadi dapat disimpulkan bahwa Zinc efektif dalam mengatasi diare akut pada balita disalah satu Puskesmas di Kalimantan Barat, dengan cara mengurangi frekuensi defekasi dan memperpendek durasi diare. pertimbangan kriteria inklusi dan eksklusi yang dibuat oleh peneliti.

  2 Diah Hastuti, Universitas Muhammadiyah Malang, skripsi tahun 2013

  Hubungan Pemberian Zinc dengan Kejadian Diare Berulang pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu Kota Semarang.

  Jenis penelitian ini adalah deskriptif kolerasi dengan pendekatan menggunakan cross sectional. Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai balita umur 6-12 bulan sebanyak

  50 orang.

  Pemberian Zinc sebagian besar salah sebanyak 74,0%. Kejadian diare sebagian besar adalah sebanyak 72,0%. Ada hubungan pemberian Zinc dengan kejadian diare pada balita (Pvalue=0,000).

  3 Tri Wulandari, STIKES kusuma Husada, Surakarta, KTI 2013

  Tingkat Pengetahuan Ibu yang Mempunyai Anak Balita tentang Penanganan Diare di Posyandu Sari Mulyo

  VI Pringanom Masaran Saren Tahun 2013

  Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif. Teknik sampel yang digunakan adalah total sampling instrumen yang digunakan adalah instrumen tertutup dan variabel yang digunakan adalah variabel tunggal. Analisis data yang digunakan adalah univariat.

  Tingkat pengetahuan ibu yang mempunyai anak balita 1-5 tahun tentang penanganan diare dalam tingkat baik ada 8 responden (16,33%). Tingkat cukup ada

  31 responden (63,24%), tingkat kurang ada 10 responden (20,31%)