BAB II LANDASAN TEORI - Maulana Bayu Isnarofik BAB II

BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori

1. Rasa Ingin Tahu

  Kuriositas (Rasa Ingin Tahu) adalah emosi yang dihubungkan dengan perilaku mengorek secara alamiah seperti eksplorasi, investigasi, dan belajar. Rasa ingin tahu terdapat pada pengalaman manusia dan binatang. Istilah itu juga dapat digunakan untuk menunjukan perilaku itu sendiri yang disebabkan oleh emosi ingin tahu. Emosi ini mewakili kehendak untuk mengetahui hal-hal baru, rasa ingin tahu bisa diibaratkan “bensin” atas “kendaraan” ilmu dan disiplin lain dalam studi yang dilakukan oleh manusia (Mustari 2011:103).

  Rasa ingin tahu ini juga merupakan kemampuan bawaan makhluk hidup, ia tidak bisa dikategorikan sebagai naluri karena ia tidak merupakan pola tindakan yang fixed. Ia lebih merupakan emosi dasar bawaan karena ingin tahu itu dapat diekspresikan dalam banyak cara, sementara ekspresi instink itu lebihfixed dan kurang feksibel. Rasa ingin tahu itu umumnya terjadi pada manusia dari sejak bayi sampe orang tua, walupun dapat juga dilihat pada spesies binatang. Ini termasuk monyet, kucing, ikan, repstil, dan serangga. Dan lain-lain.

  Rasa ingin tahu yang kuat merupakan motivasi utama kaum ilmuwan, dalam sifatnya yang bersifat heran dan kagum, rasa ingin tahu telah membuat manusia ingin menjadi ahli dalam suatu bidang pengetahuan,

  8 walaupun manusia itu seringkali bersifat ingin tahu, namun tetap saja ada yang terlewati dari perhatian mereka, apa yang dapat dicatat adalah rasa ingin tahu manusia tentang rasa ingin tahu itu sendiri (dibalik rasa ingin tahu), digabungkan dengan kemampuan untuk berpikir abstrak, membawa pada peniruan (mimesis), fentasi dan imajinasi- yang akhirnya membawa pada cara manusia berpikir (menalar), yaitu abstrak, sadar diri atau secara sadar (Mustari 2011:105).

  Sejarah Ingin Tahu Rasa ingin tahu makhluk lain selain manusia lebih didasarkan oleh naluri (instinct). Naluri ini didasarkan pada upaya mempertahankan kelestarian hidup dan sifatnya tetap sepanjang zaman. Manusia juga mempunyai naluri seperti tumbuhan dan hewan tetapi ia mempunyai akal budi yang terus berkembang serta rasa ingin tahu yang tidak terpuaskan.

  Panca indra akan memberikan tanggapan terhadapa semua rangsangan dimana tanggapan itu menjadi suatu pengalaman. Pengalaman yang diperoleh terakumulasi oleh karena adanya kuriositas manusia. Pengalaman merupakan salah satu cara terbentuknya pengetahuan, yakni kumpulan fakta-fakta. Pengalaman akan bertambah terus seiring berkembangnya manusia dan hal itu diwariskan kepada generasi-generasi berikutnya. Pada dasarnya, pertambahan pengetahuan didorong oleh : 1) Hasrat untuk memuaskan diri, yang bersifat non praktis atau teoritis guna memenuhi kuriositas dan memahami hakekat alam dan isinya.

  Dorongan ini melahirkan Ilmu Pengetahuan Murni (pure Science) 2) Dorongan praktis yang memanfaatkan pengetahuan itu untuk meningkatkan taraf hidup yang lebih tinggi. Dorongan kedua ini menimbulkan Ilmu Pengetahuan Terapan (Applied Science)(Mustari 2011:108-109).

  Pendidikan Rasa Ingin Tahu Nasoetion (Hadi dan Permata, 2010:3) berpendapat rasa ingin tahu adalah suatu dorongan atau hasrat untuk lebih mengerti suatu hal yang sebelumnya kurang atau tidak kita ketahui. Rasa ingin tahu biasanya berkembang apabila melihat keadaan diri sendiri atau keadaan sekeliling yang menarik. Dari pengertian ini, berarti untuk memiliki rasa ingin tahu yang besar, syaratnya seseorang harus tertarik pada suatu hal yang belum diketahui. Keterkaitan itu ditandai dengan adanya proses yang berpikir akti, yakni digunakannya semua panca indera yang kita miliki secara maksimal.

  Pengaktifan bisa diawali dengan pengamatan melalui mata atau mendengar informasi dari orang lain. Saat mendapatkan data dari berbagai sumber, maka kaitkan data tersebut satu sama lain sehingga menimbulkan suatu fenomena, yakni sembarang objek yang memiliki karakteristik yang dapat diamati.

  Kegiatan belajar merupakan kegiatan bebas untuk memuaskan rasa ingin tahu, tidak heran jika setiap anak mempunyai pengetahuan dan kemampuan yang berbeda. No two kids ever take the same path,Few are remotely similar. Each child is so unique, so exceptional.

  Tidak ada dua anak yang menjalani jalan yang sama. Adalah sedikit yang hampir sama.

  Setiap anak itu begitu unik, begitu berbeda (Mustari 2011:110).

2. Prestasi Belajar

  a. Pengertian Prestasi Belajar Kata prestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie. Kemudian menjadi bahasa Indonesia menjadi prestasi yang berarti hasil usaha istilah prestasi belajar (achievement) berbeda dengan prestasi belajar (learning

  outcome

  ). Prestasi belajar pada umumnya berkenaan dengan aspek pengetahuan, sedangkan prestasi belajar meliputi aspek pembentukan watak peserta didik. Kata prestasi banyak digunakan dalam berbagai bidang dan kegiatan antara lain dalam kesenian, olah raga, dan pendidikan khususnya pembelajaran (Arifin, 2013:12).

  Slameto (2010:2) mengatakan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Belajar juga dapat didefinisikan sebagai perubahan yang terjadi dalam diri seseorang baik sifat maupun jenisnya karena itu tidak setiap perubahan dalam diri setiap orang merupakan perubahan dalam arti belajar.Perubahan tingkah laku seseorang yang dalam keadaan mabuk, perubahan-perubahan yang terjadi dalam aspek-aspek kematangan, pertumbuhan, dan perkembangan tidak termasuk perubahan dalam pengertian belajar.

  Tujuan utama prestasi belajar, baik formatif maupun sumatif, adalah membantu mereka dalam belajar haruslah dapat dikomunikasikan kepada para siswa.Bila para siswa telah dapat memandang sebagai sarana yang mendorong mereka, disamping sebagai dasar pemberian angka atau nilai raport, maka fungsi tes sebagai motivator dan pengarah dalam belajar telah tercapai.

  b. Faktor –faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa sebagaimana yang diharapkan, maka perlu diperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, Slameto (2010:54) menyebutkan :

  1) Faktor Intern Faktor intern adalah faktor yang timbul dari dalam diri individu itu sendiri, adapunyang dapat digolongkan ke dalam faktor intern yaitu :

  a) Faktor Jasmaniah (1) Faktor kesehatan

  Proses belajar seorang akan terganggu jika kesehatan seseorang terganggu, selain itu juga akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing. (2) Cacat Tubuh

  Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mangenai tubuh/badan. b) Faktor Psikologis (1) (Intelegensi)Intelegensi adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif.

  (2) Perhatian Perhatian merupakan keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itu pun semata-mata tertuju pada suatu objek (benda/hal atau sekumpulan objek.

  (3) Minat Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan.

  (4) Bakat Bakat adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu baru akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar dan berlatih.

  (5) Motif Motif erat sekali hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai. Dalam menentukan tujuan itu dapat disadari atau tidak, akan tetapi untuk mencapai tujuan itu perlu berbuat sedangkan yang menjadi penyebab berbuat adalah motif itu sendiri.

  (6) Kematangan Kematangan adalah suatu tingkat/fase dalam pertumbuhan seseorang, di mana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melakukan kecakapan baru. (7) Kesiapan

  Kesiapan merupakan kesediaan untuk memberikan respon atau bereaksi.Kesediaan itu timbul dari dalam diri seseorang juga berhubungan dengan kematangan.

  c) Faktor kelelahan Kelelahan jasmani terlihat dengan lunglainya tubuh dan timbul kecenderungan untuk merebahkan tubuh.Kelelahan jasmani terjadi ketika terjadi kekacauan substansi sisa pembakaran dalam tubuh.

  2) Faktor Ekstern Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap belajar, dapat dikelompokan menjadi tiga faktor, yaitu faktor keluarga, faktor sekolah dan masyarakat.

  a) Faktor keluarga Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa : cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga.

  b) Faktor sekolah Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah.

  c) Faktor masyarakat Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap belajar siswapengaruh itu terjadi karena keberadaan siswa dalam masyarakat.

  c. Fungsi prestasi belajar Menurut Arifin (2013:12) prestasi belajar merupakan suatu masalah yang bersifat perenial dalam sejarah kehidupan manusia, karena sepanjang rentang kehidupannya manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuan masing-masing. Prestasi belajar mempunyai beberapa fungsi utama, antara lain : 1) Prestasi belajar sebagai lambang pemusatan hasrat ingin tahu.

  2) Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan.

  3) Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari institusi pendidikan.

  4) Prestasi belajar dijadikan indikator daya serap (kecerdasan) peserta didik.

  Jadi dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah pengukuran dari penilaian kognitif seseorang sebagai hasil proses belajar yang mengakibatkan perubahan diri yang dinyatakan dalam bentuk prestasi belajar. Untuk mengukur prestasi belajar digunakan tes prestasi, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, diantaranya adalah faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern yaitu : faktor jasmaniah, faktor psikologis, faktor kelelahan dan faktor ekstern yaitu : faktor keluarga, faktor sekolah, faktor masyarakat.

3. Hakekat Pembelajaran Kooperatif

  Pada model kooperatif siswa diberi kesempatan untuk berkomunikasi dan berinteraksi sosial dengan temannya untuk mencapai tujuan pembelajaran, sementara guru bertindak sebagai motivator dan fasilitator aktifitas siswa.Artinya dalam pembelajaran ini aktif dengan pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa dan mereka bertanggung jawab atas hasil pembelajarannya.

  Menurut Isjoni (2010:5) secara sederhana kata “cooperative” berarti mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama yang lainnya sebagai satu tim, jadi kooperatif dapat diartikan belajar bersama-sama, saling membantu antara satu dengan yang lain dalam belajar dan memastikan bahwa setiap orang dalam kelompok mencapai tujuan atau tugas yang telah ditentukan sebelumnya,dengan demikian dapat dipahami bahwa kooperatif menyangkut teknik pengelompokan yang didalamnya sistem bekerja terarah pada tujuan belajar bersama dalam kelompok kecil yang umumnya terdiri dari 4-6 orang.

  Tujuan utama dalam penerapan model Kooperatif adalah agar peserta didik dapat belajar secara berkelompok bersama teman-temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara berkelompok. Kooperatif menyediakan banyak contoh yang perlu dilakukan para peserta didik.Pertama, siswa terlibat dalam tingkah laku mendefinisikan, menyaring dan memperkuat sikap-sikap, kemampuan, dan tingkah laku- tingkah laku partisipasi social. Kedua, memperlakukan orang lain dengan penuh pertimbangan kemanusiaan, dan memberikan semangat penggunaan pemikiran rasional ketika mereka bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Ketiga, berpartisipasi dalam tindakan-tindakan kompromi, negosiasi, kerja sama, penataan aturan mayoritas ketika bekerja sama untuk menyelesaikan tugas-tugas mereka, dan membantu meyakinkan bahwa setiap anggota kelompoknya belajar. Mereka ketika berusaha memepelajari isi dan kemampuan yang diharapkan, meraka juga menemukan dan memecahkan konflik, menangani berbagai problem dan membuat pilihan-pilihan yang merefleksikan situasi-situasi pribadi dan sosial yang mungkin mereka temukan dalam perkembangan dunia ini.

  Pembelajaran koorperatif menurut Isjoni (2010:11) adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat untuk siswa.Pemebelajaran Kooperatif pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar.Tujuan pembelajaran Koorperatif adalah terwujudnya efisiensi dan efektivitas kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik.Pihak-pihak yang terlibat dalam pembelajaran adalah pendidik serta peserta didik yang berinteraksi edukatif antara satu dengan yang lainnya.Isi kegiatan adalah langkah-langkah atau tahapan yang dilalaui pendidik dan peserta didikdalam pembelajaran.Koorperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuanya berbada. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam Kooperatif belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.

  Beberapa ahli menyatakan bahwa model ini tidak hanya unggul dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit, tetapi juga sangat berguna untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, bekerja sama, dan membantu teman, dalam koorperatif siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran sehingga memeberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi yang berkualitas, dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya. Pada Koorperatif yang diajarkan adalah keterampilan keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, siswa diberi kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncabakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan.

  Ada banyak alasan Kooperatif mampu memasuki mainstream (kelaziman) praktek pendidikan. Selain bukti-bukti nyata tentang pendekatan ini, pada masa sekarang masyarakat pendidikan semakin menyadari pentingnya para siswa aktif berpikir, memecahkan masalah, serta menggabungkan kemampuan dan keahlian. Walaupun memang pendekatan ini akan berjalan baik di kelas yang kemampuannya merata, namun sebenarnya kelas dengan kemampuan siswa yang bervariasi lebih membutuhkan pendekatan ini, karena dengan mencampurkan para siswa dengan kemampuan yang beragam tersebut, maka siswa yang kurang akan sangat terbantu dan termotivasi siswa yang lebih baik. Demikian juga siswa yang lebih baik akan semakin terasah pemahamannya.

  Pembelajaran kooperatif menyediakan banyak contoh yang perlu dilakukan para siswa antara lain : a. Siswa terlibat di dalam tingkah laku mendefinisikan, menyaring dan memperkuat sikap-sikap, kemampuan dan tingkah laku partisipasi sosial.

  b. Respek pada orang lain, memperlakukan orang lain dengan penuh pertimbangan kemanusiaan, dan memeberikan semangat penggunaan pemikiran rasional ketika mereka bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama.

  c. Berpartisipasi dalam tindakan-tindakan kompromi, negosiasi, kerja sama, konsensus dan penataan aturan mayoritas ketika bekerja sama untuk menyelesaikan tugas-tugas mereka, dan membantu meyakinkan bahwa setiap anggota kelompoknya belajar. Ketika mereka berusaha mempelajari isi dan kemampuan yang diharapkan, mereka juga menemukan diri bagaimana memecahkan konflik, menangani beberapa problem, dan membuat pilihan-pilihan yang merefleksi situasi- situasi pribadi dan sosial yang mungkin mereka temukan dalam situasi dunia.

  Dengan pemebelajaran kooperatif, para siswa dapat membuat kemajuan besar kearah pengembangan sikap, nilai dan tingkah laku yang memungkinkan meraka dapat berpartisipasi dalam komunitas mereka, dengan cara-cara yang sesuai dengan tujuan pendidikan sejarah, karena tujuan utama kooperatif adalah untuk memperoleh pengetahuan dari sesama temannya. Jadi tidak lagi pengetahuan itu diperoleh dari gurunya, dengan belajar kelompok seorang teman haruslah memberikan kesempatan kepada teman yang lain untuk mengemukakan pendapatnya dengan cara menghargai pendapat orang lain, saling mengoreksi kesalahan, dan saling membetulkan satu sama lainnya. Model pembelajaran kooperatif yang sistematis yang mengelompokan siswa untuk tujuan menciptakan pendekatan pembelajaran yang efektif, kooperatif mengintegritas ketrampilan sosial yang bermuatan akademis.

  Pembelajaran Kooperatif menurut Huda (2011:29) adalah pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial diantara kelompok-kelompok pembelajaran yang didalamnya setiap pembelajaran bertanggungjawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain.

  Pembelajaran kooperatif bergantung pada efektifitas kelompok- kelompoksiswa tersebut. Dalam pembelajaran ini, guru diharapkan mampu membentuk kelompok-kelompok Kooperatif dengan berhati-hati agar semua anggotanya dapat bekerja bersama-sama untuk memaksimalkan pembelajarannya sendiri dan pembelajaran teman-teman satu kelompoknya. Masing-masing anggota kelompok bertanggungjawab mempelajari apa yang disajikan dan membantu teman-teman satu anggota untuk mempelajarinya juga.

  Pembelajaran kooperatif mengacu pada metode pembelajaran dimana siswa bekerjasama dalam kelompok kecil dan saling membantu dalam belajar. Pembelajaran kooperatif pada umumnya melibatkan kelompok dengan ukuran yang berbeda-beda. Pembelajaran kooperatif biasanya menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok kecil selama beberapa menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok kecil selama beberapa minggu atau bulan kedepan untuk kemudian diuji secara individual pada hari ujian yang telah ditentukan. kelompok-kelompok siswa ini diberi penjelasan atau pelatihan tentang: a. Bagaimana menjadi pendengar yang baik.

  b. Bagaimana memberi penjelasan yang baik.

  c. Bagaimana mengajukan pertanyaan dengan baik.

  d. Bagaimana saling membantu dan menghargai satu sama lain dengan cara-cara yang baik pula.

  Sejauh ini pembelajaran kooperatif dipercaya sebagai :

  a. Pembelajaran yang efektif bagi semua siswa

  b. Pembelajaran menjadi bagian integrative bagi perubahan paradigma sekolah saat ini.

  c. Pembelajaran yang mendorong terwujudnya interaksi dan kerjasama yang sehat diantara guru-guru yang terbiasa bekerja secara terpisah dari orang lain. Pembelajaran kooperatif dapat menciptakan suasana ruang kelas yang terbuka. Pembelajaran ini mampu membangun keberagaman dan mendorong koneksi antar siswa, jadi pembelajaran ini tidak hanya cocok untuk siswa-siswa yang berkemampuan rendah. Beberapa guru lebih memilih menerapkan pembelajaran kooperatif bagi siswa-siswa yang berkemampuan berbeda-beda, agar pembelajaran kooperatif bisa berjalan sukses, guru yang biasa bekerja secara terpisah (sendiri-sendiri) perlu berkumpul, bertatap muka, dan berkolaborasi untuk menshare pengalaman-pengalamannya. Kolaborasi semacam ini bisa jadi sangat menantang karena mengharuskan para guru untuk saling sharing tentang tanggungjawab masing-masing dan berkomunikasi dengan guru-guru yang lain.

4. Pembelajaran Make a Match

  Dikembangkan pertama kali pada 1994 oleh Lorna Curran, strategi

  Make a Match

  saat ini menjadi salah satu strategi penting dalam ruang kelas. Tujuan dari strategi ini antara lain menurut Huda (2013:251): a. Pendalaman materi

  b. Penggalian materi c. Edutainment.

  Tata laksananya cukup mudah, tetapi guru perlu melakukan beberap persiapan khusus sebelum menerapkan strategi ini. Beberapa persiapannya antara lain :

  a. Membuat beberapa pertanyaan yang sesuai dengan materi yang dipelajari (jumlahnya tergantung tujuan pembelajaran) kemudian menulisnya dalam kartu-kartu pertanyaan.

  b. Membuat kunci jawaban dari pertanyaa-pertanyaan yang telah dibuat dan menulisnya dalam kartu-kartu jawaban. Akan lebih baik jika kartu pertanyaan da kartu jawaban berbeda warna. c. Membuat aturan yang berisi penghargaan bagi siswa berhasil dan sanksi bagi siswa yang gagal (disini, guru dapat membuat aturan ini bersama-sama dengan siswa)

  d. Menyediakan lembaran untuk mencatat pasangan yang berhasil sekaligus untuk penskoran presentasi.

  Strategi Make a Match dapat dilihat pada langkah-langkah kegiatan pembelajaran berikut ini : a. Guru menyampaikan materi atau memberi tugas kepada siswa untuk mempelajari materi dirumah.

  b. Siswa dibagi kedlaam 2 kelompok, misalnya kelompok A dan kelompok B.kedua kelompok diminta untuk berhadap-hadapan.

  c. Guru membagikan kartu pertanyaan kepada kelompok A dan kartu jawaban kepada kelompok B.

  d. Guru menyampaikan kepada siswa bahwa mereka harus mencari kartu yang dipegang dengan kartu kelompok lain. Guru juga perlu menyampaikan batasan maksimum waktu yang ia berikan kepada mereka.

  e. Guru meminta semua anggota kelompok A untuk mencari pasangannya di kelompok B. Jika mereka sudah menemukan pasangannya masing-masing, guru meminta mereka melaporkan diri kepadanya. Guru mencatat mereka pada kertas yangsudah dipersiapkan. f. Jika waktu sudah habis, mereka harus diberitahu bahwa waktu sudah habis. Siswa yang belum menemukan pasangan diminta untuk berkumpul tersendiri.

  g. Guru memanggil satu pasangan untuk presentasi, pasangan lain dan siswa yang tidak mendapat pasangan memperhatikan dan memberikan tanggapan apakah pasangan itu cocok atau tidak.

  h. Terakhir, guru memberikan konfirmasi tentang kebenaran dan kecocokan pertanyaan dan jawaban dari pasangan yang memberikan presentasi. i. Guru memanggil pasangan berikutnya, begitu seterusnya sampai seluruh pasangan melakukan presentasi.

  Kelebihan strategi pemebelajaran Make a Match ini antara lain :

  a. Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik.

  b. Karena ada unsur permainan, metode ini menyenangkan.

  c. Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

  d. Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi.

  e. Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar.

  Adapun kelemahan strategi Make a Match adalah : a. Jika strategi ini tidak dipersiapkan dengan baik, akan banyak waktu yang terbuang.

  b. Pada awal-awal penerapan metode, banyak siswa yang akan malu berpasangan dengan lawan jenisnya.

  c. Jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, akan banyak siswa yang kurang memperhatikan pada saat presentasi pasangan.

  d. Guru harus hati-hati dan bijaksana saat memberi hukuman pada siswa yang tidak dapat mendapat pasangan, karena mereka bisa malu.

  e. Menggunakan metode ini secara terus menerus dan menimbulkan kebosanan.

5. Ilmu Pengetahuan Alam

  a. Pengertian IPA Menurut irianto (2010:41) pembelajaran IPA meliputi alam semesta keseluruhan, benda-benda yang ada di permukaan bumi, oleh karena itu, secara umum IPA dipahami sebagai ilmu yang lahir dan berkembang lewat langkah-langkah observasi, perumusan masalah,penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis melalui eksperimen, tidaklah mudah mendefinisikan apakah IPA itu, IPA merupakan ilmu yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan induksi.(H.W Fowler et-el, 1951).Sedangkan Nokes didalam bukunya Science in

  Education

  menyatakan bahwa IPA adalah pengetahuan teoritis yang diperoleh dengan metode khusus.

  Kedua pendapat diatas sebenarnya tidak berbeda, memang benar bahwa IPA merupakan suatu ilmu teoriti, tetapi teori tersebut didasarkan atas pengamatan, percobaan-percobaan terhadap gejala alam diselidiki dan diuji berulang-ulang melalui percobaan, kemudian berdasarkan hasil eksperimen itulah dirumuskan keterangan ilmiahnya (Eny 2010:18).

  b. Relativitas IPA Fakta sebenarnya mendeskripisikan fenomena-fenomena (gejala), namun kadang fenomena yang sama dapat diberikan dengan cara-cara yang berbeda, tergantung dari sudut pandang .

  c. IPA bersifat dinamis Telah diketahui bahwa pembelajaran IPA berawal dari pengamatan dan pencatatan baik terhadap gejala-gejala alam pada umumnya maupun dalam percobaan yang dilakukan dalam laboratorium, dari hasil pengamatan atau observasi ini manusia berusaha untuk merumuskan konsep-konsep,prinsip, hukum dan teori. Jika dilihat dari arah prosesnya maka dalam hal ini eksperimen mendahului teori.Proses IPA tidak berhenti dan disini tetapi dari hasil IPA yang berupa konsep, konsep, prinsip, hukum dan teori ini masih terbuka kesempatan untuk diuji kebenarannya.Dari teori yang yang telah ada dibuka kemungkinan untuk melakukan eksperimen yang baru.Kemudian dari data yang baru yang diperoleh mungkin masih mendukung berlakunya teori yang lama, tetapi juga kemungkinan tidak lagi cocok sehingga perlu disusun teori yang baru.

  Jadi proses IPA yang dinamis ini karena menggunakan metode keilmuan, dimana peranan teori dan eksperimen saling komplementer dan saling memperkuat, dengan demikian IPA modern lebih menekankan kepada masalah melihat masa depan dan berusaha untuk meramalkan gejala-gejala baru secara ilmiah.

B. Penelitian yang Relevan

  Dalam penelitian yang dilakukan oleh Dewa Gede Suparta, I Wayan Lasmawan (2015) dengan judul pengaruh model pembelajaran kooperatif teknik Make a Match terhadap motivasi belajar dan hasil belajar di kelas V SD Gugus VII Kecamatan Kubu, kabupaten karangasem.

  Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan,data dianalisis dengan menggunakan MANOVA berbantuan SPSS 17.00 for

  windows.

  hasil penelitian menunjukan bahwa motivasi belajar siswa yang belajar dengan pembelajaran kooperatif teknik make a match secara signifikan lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model konvensional (F= 48,923; p< 0,05). Kedua, hasil belajar IPS siswa yang belajar dengan pembelajaran kooperatif teknik make a match secara signifikan lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model konvensional (F= 47,046; p<0,05).

  Penelitian dilakukan oleh I Gede Robet Artawa, I Wayan Suwarta (2012) dengan judul pengaruh model pembelajaran kooperatif tipeMake a

  Match

  terhadap prestasi belajar matematika siswa kelas V SD di Gugus 1 Kecamtan Selat.

  Berdasarkan hasil penelitian data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial (uji-t).

  Hasil penelitian ini menemukan bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar matematika yang signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe make a amtch dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensionalkelas V di gugus I kecamatan selat kabupaten karangasem dengan nilai

  ℎ

  sebesar 8,47 dan = 2,00 maka

  

  lebih besar dari . Dapat disimpulkan dari kedua penelitian diatas bahwa penelitian yang dilakukan oleh Dewa Gede Suparta, I Wayan Lasmawansecara simultan motivasi belajar dan hasil belajar IPS antara siswa yang belajar dengan pembelajaran kooperatif teknik make a match secara signifikan lebih baik dari pada siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh I Gede Robet Artawa, I Wayan Suwartamenunjukan bahwa kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe make a match lebih baik dibandingkan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional sehingga dapat disampaikan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe make a match berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa.

  C. Kerangka Pikir

  Menurut Agus Suprijono (2012:55) konstruktivisme sosial Vygotsky menekankan bahwa pengetahuan dibangun dan dikonstruksi secara mutual.Peserta didik berada dalam konteks sosiohistoris.

  Keterlibatan dengan orang lain membuka kesempatan bagi mereka mengevaluasi dan memperbaiki pemahaman, pemahaman dalam konteks sosial memberikan mekanisme penting untuk perkembangan pemikiran peserta didik.

  Prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh berbagi macam hal baik yang berhubungan dengan siswa maupun di luar siswa, pembenahan harus dilakukan agar prestasi belajar siswa meningkat.Masalah ini terjadi pada siswa kelas V SD N 2 Kotayasa.Masih rendahnya rasa ingin tahu dan prestasi belajar siswa di SD N 2 Kotayasa sehingga dibutuhkan suatu tindakan untuk meningkatkan rasa ingin tahu dan prestasi belajar siswa salah satunya dengan menggunakan metode pembelajaran Make a Match.

  D. Hipotesis Tindakan

  Berdasarkan uraian landasan teori dan kerangka pikir di atas, maka hipotesis tindakan adalah Penerapan model pembelajaran Make a Match pada pembelajaran IPA materi Pembentukan tanah maka dapat meningkatkan rasa ingin tahu dan prestasi belajar siswa kelas V SD Negeri 2 Kotayasa Kecamatan Sumbang, Kabupaten Banyumas.