Pengembangan Alat Ukur Coping Stress Untuk Pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) - Repository UNTAR

PENGEMBANGAN ALAT UKUR COPING STRESS
UNTUK PELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)
SKRIPSI

Untuk Memenuhi Prasyarat Kelulusan Program Strata 1 (S1)

Dosen Pembimbing:
P. Tommy Y. S. Suyasa, M. Si., Psi.

Disusun oleh:
Debi Susanti Suhendra (705050020)

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
JAKARTA
2009

i

KATA PENGANTAR


Pertama dan terutama, peneliti mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan
Yesus Kristus atas segala anugerah dan penyertaan-Nya dari awal kuliah hingga
peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Pengembangan
Alat Ukur Coping Stress untuk Pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) ini. Tanpa
hikmat dan kemurahan-Nya, peneliti tidak dapat menyelesaikan skripsi ini. Tuhan
Yesus

Kristuslah

yang

memakai

pihak-pihak

yang

membantu

dalam


penyelesaian skripsi ini. Tuhan Yesus Kristus juga menjadi inspirasi peneliti.
Skripsi ini peneliti dedikasikan secara khusus kepada Tuhan Yesus Kristus.
Judul yang peneliti angkat dalam penyusunan skripsi ini didasarkan pada
fenomena yang peneliti amati di lapangan. Masa remaja merupakan masa
pencarian jati diri yang disertai dengan adanya masalah-masalah, khususnya
masalah yang berhubungan dengan area sekolah. Oleh karena itu, peneliti
berharap dengan adanya pengembangan alat ukur coping stress ini, para
remaja, khususnya pelajar SMA dapat mengidentifikasi stres yang dialaminya
dan juga coping stress yang mereka gunakan saat ini.
Dengan adanya identifikasi tersebut, pelajar SMA dapat mengetahui
keefektifan strategi coping stress yang mereka lakukan selama ini. Selain itu,
dengan adanya pengembangan alat ukur coping stress ini, dapat dilakukan studi
lanjut yang dapat memberikan informasi kepada para praktisi pendidikan, siswa,
maupun orang tua, sehubungan dengan akibat-akibat stres yang ada.
Pengembangan alat ukur coping stress untuk pelajar SMA ini berlandaskan atas
berbagai teori yang telah dikembangkan sebelumnya. Namun, tentunya peneliti
melakukan parafrase sesuai dengan gaya bahasa peneliti.

Pengembangan alat ukur untuk pelajar SMA ini tidak akan terlaksana dengan

baik tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak. Peneliti mengucapkan terima
kasih kepada dosen pembimbing peneliti yaitu Bapak P. Tommy Y. S. Suyasa,
M. Si., Psi. Terima kasih atas bimbingan, pengertian, dan kesabarannya
sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Peneliti juga mendapat
berbagai pengetahuan baru mengenai psikologi dan pengukuran.
Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Ibu Henny E. Wirawan, M. Hum,
Psi., Ibu Prof. Dr. Sjamsunuwijati Mar’at, Bapak Sandy Kartasasmita, M. Psi., Ibu
Dr. Fransisca Iriani, dan Bapak Agoes Dariyo, M. Si., Psi. atas kesediaannya
untuk menjadi reviewer alat ukur ini. Peneliti juga mengucapkan terima kasih
kepada Bapak Yadi karena beliau telah membantu dalam proses pembuatan
surat ijin untuk pengambilan data ke sekolah-sekolah.
Peneliti berterima kasih kepada Ibu Kepala SMA Strada St. Thomas Aquino,
Bapak Kepala SMA Perguruan Budhi, Bapak Kepala SMA Dharma Putra, dan
Bapak Kepala SMA Kristen Kanaan atas kesediaan dan ijinnya untuk
pengambilan data di sekolah-sekolah mereka. Peneliti juga berterima kasih
kepada Ibu guru bidang studi Bimbingan Konseling (BK) SMA Dharma Putra,
Bapak Wakil Kepala SMA Strada St. Thomas Aquino, dan Bapak guru bidang
studi Bimbingan Konseling (BK) SMA Perguruan Budhi, dan Ibu guru bidang
studi Bimbingan Konseling (BK) SMA Kristen Kanaan atas bantuannya dalam
proses pengambilan data.

Tak lupa peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua peneliti
yang tak henti-hentinya mendukung peneliti, baik secara materiil, maupun moril
dalam penyusunan skripsi ini. Untuk papa, terima kasih atas kesediaan dan
kesabarannya untuk mengantar dan menunggu peneliti saat pengambilan data

ke sekolah-sekolah. Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada kekasih
peneliti yang telah memberikan dukungan dan bantuan dengan selalu
memberikan

kata-kata

positif

agar

peneliti

selalu

bersemangat


dalam

penyusunan skripsi ini. Beliau selalu menguatkan peneliti saat peneliti patah
semangat. Peneliti juga berterima kasih kepada pihak-pihak lain yang terlibat
dalam penyusunan skripsi ini.
Peneliti menyadari bahwa hasil skripsi ini jauh dari sempurna. Namun,
kiranya pembaca memaklumi hal ini karena tak ada manusia yang tak luput dari
kesalahan, seperti kata pepatah, “Tak ada gading yang tak retak.” Oleh karena
itu, saran dan kritik yang membangun sangatlah peneliti butuhkan. Besar
harapan peneliti, skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca, khususnya pelajar
SMA dan para praktisi pendidikan.

Tangerang, 5 Juni 2009

Peneliti

DAFTAR ISI

Lembar Judul..................................................................................................... i

Lembar Pengesahan.......................................................................................... ii
Kata Pengantar…...............................................................................................iii
Daftar Isi............................................................................................................. vi
Daftar Tabel....................................................................................................... x
Daftar Lampiran................................................................................................. xi
Abstrak…........................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Permasalahan........................................................ 1
1.2 Pertanyaan Penelitian...................................................................... 13
1.3 Tujuan Penelitian….......................................................................... 13
1.4 Manfaat Pengembangan Alat Ukur Coping Stress………………… 13
1.5 Sistematika Berpikir..........................................................................14

BAB II KERANGKA TEORITIS
2.1 Coping Stress................................................................................... 16
2.1.1 Pengertian Coping Stress....................................................... 16
2.1.2 Jenis Strategi Coping Stress................................................... 17
2.1.3 Problem-focused Coping………………………………………. 21
2.1.4 Emotional-focused Coping…………………………………….. 22
2.1.5 Maladaptive Coping................................................................. 25

2.1.6 Faktor-faktor yang Memengaruhi Pemilihan Strategi............. 30

vi

Coping Stress
2.1.7 Pengaruh Coping Stress terhadap Kondisi Psikologis.............33
Individu
2.2 Stres…..............................................................................................34
2.2.1 Beberapa Pendekatan Terhadap Stres………………………. 34
2.2.2 Pengertian Stres...................................................................... 39
2.2.3 Pengaruh Stres terhadap Kondisi Psikologis Individu............. 41
2.2.4 Tahap-tahap Stres................................................................... 42
2.3 Remaja............................................................................................. 44
2.3.1 Pengertian Remaja................................................................. 44
2.3.2 Tugas Perkembangan Remaja............................................... 47
2.3.3 Aspek Psikologis Remaja ....................................................... 49
2.3.3.1 Aspek Psikososial……………………………………… 49
2.3.3.2 Aspek Kognitif………………………………………….. 49
2.3.3.4 Aspek Emosional……………………………………….. 52
2.3.4 Permasalahan pada Individu Remaja…………………………. 54

2.4 Pengukuran...................................................................................... 55
2.4.1 Pengertian Pengukuran………………………………………… 55
2.4.2 Pengujian Validitas……………………………………………… 57
2.4.3 Pengujian Reliabilitas…………………………………………… 63
2.4.4 Analisis Faktor………………………………………………….. 64
2.4.4.1 Pengertian Analisis Faktor……………………………. 64
2.4.4.2 Tujuan Analisis Faktor………………………………… 65
2.4.4.3 Jenis-jenis Analisis Faktor……………………………. 65

vii

2.4.5 Norma…………………………………………………………… 66
2.5 Stres pada Remaja ........................................................................ 69
2.6 Kerangka Berpikir............................................................................. 75

BAB III METODE PENYUSUNAN ALAT UKUR
3.1 Partisipan Alat Ukur Coping Stress................................................ 78
3.1.1 Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin……………… 79
3.1.2 Gambaran Subjek Berdasarkan Usia…………………………. 79
3.1.3 Gambaran Subjek Berdasarkan Kelas……………………….. 79

3.1.4 Gambaran Subjek Berdasarkan Jurusan…………………….. 80
3.1.5 Gambaran Subjek Berdasarkan Agama……………………… 81
3.1.6 Gambaran Subjek Berdasarkan Status Tempat Tinggal…….. 81
3.2 Administrasi Alat Ukur Coping Stress.............................................. 82
3.2.1 Setting Lokasi…………………………………………………… 82
3.2.2 Waktu…………………………………………………………….. 84
3.2.3 Perlengkapan dan Peralatan…………………………………… 84
3.2.4 Instruksi………………………………………………………….. 85
3.3 Prosedur Penyusunan Alat Ukur Coping Stress.............................. 86

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
4.1 Rancangan Alat Ukur Coping Stress................................................ 93
4.2 Gambaran Stressor Pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA)......... 106
4.3 Gambaran Stres Pelajar SMA......................................................... 107
4.4 Gambaran Studi Reliabilitas Alat Ukur Coping Stress..................... 107

viii

4.5 Gambaran Studi Validitas Alat Ukur Coping Stress......................... 109
4.5.1 Hasil Uji Validasi Isi (Content Validity).................................... 109

4.5.2 Hasil Uji Validasi Tampilan (Face Validity)..............................109
4.5.3 Hasil Uji Validasi Konstruk (Construct Validation Study)……. 110
4.5.4 Hasil Uji Validasi Kriteria (Criterion Validation Study)……….. 112
4.6 Gambaran Norma Alat Ukur Coping Stress………………………… 113
4.7 Analisis Tambahan……………………………………………………..117

BAB V SIMPULAN, DISKUSI dan SARAN
5.1 Simpulan.......................................................................................... 118
5.2 Diskusi..............................................................................................119
5.3 Saran................................................................................................122
5.3.1 Saran untuk penelitian selanjutnya ........................................ 122
Abstract……………………………………………………………………………..

124

Daftar Pustaka……………………………………………………………………… P-1
Lampiran……………………………………………………………………………. L-1

ix


DAFTAR TABEL

Tabel 1 Daftar Alat Ukur Coping Stress yang Pernah Dikembangkan………… 6
Tabel 2 Contoh butir Alat Ukur Coping Inventory for Adolescents (CIA).......... 11
Tabel 3 Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin.................................... 79
Tabel 4 Gambaran Subjek Berdasarkan Kelas.................................................. 80
Tabel 5 Gambaran Subjek Berdasarkan Jurusan………………………………. 80
Tabel 6 Gambaran Subjek Berdasarkan Agama………………………………… 81
Tabel 7 Gambaran Subjek Berdasarkan Status Tempat Tinggal………………. 82
Tabel 8 Keterangan Pengambilan Data di SMA Strada St. Thomas Aquino…. 90
Tabel 9 Keterangan Pengambilan Data di SMA Perguruan Budhi…………….. 90
Tabel 10 Butir Alat Ukur Coping Stress………………………………………….. 94
Tabel 11 Gambaran Test-retest Alat Ukur Coping Stress……………………… 108
Tabel 12 Gambaran Construct Validity Berdasarkan Convergent Evidence…. 110
Tabel 13 Gambaran Construct Validity Berdasarkan Discriminant Evidence… 111
Tabel 14 Gambaran Criterion Validity…………………………………………….. 112
Tabel 15 Norma Coping Stress Problem-Focused Coping (N = 383;
Usia: 15 – 19 tahun; Siswa SMU)………………………………………. 114
Tabel 16 Norma Coping Stress Problem Emotional-Focused Coping (N = 383;
Usia: 15 – 19 tahun; Siswa SMU)………………………………………. 115
Tabel 17 Norma Coping Stress Emotional-Focused Coping (N = 383;
Usia: 15 – 19 tahun; Siswa SMU)………………………………………. 115
Tabel 18 Norma Coping Stress Emotional Physical-Focused Coping (N = 383;
Usia: 15 – 19 tahun; Siswa SMU)………………………………………. 116
Tabel 19 Norma Coping Stress Maladaptive Coping (N = 383;
Usia: 15 – 19 tahun; Siswa SMU)………………………………………. 116
x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1A Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin………………… L-1
Lampiran 1B Gambaran Subjek Berdasarkan Usia.......................................... L-1
Lampiran 1C Gambaran Subjek Berdasarkan Kelas........................................ L-1
Lampiran 1D Gambaran Subjek Berdasarkan Jurusan………………………… L-2
Lampiran 1E Gambaran Subjek Berdasarkan Agama………………………… L-2
Lampiran 1F Gambaran Subjek Berdasarkan Status Tempat Tinggal……….. L-3
Lampiran 2 Gambaran Stressor Pelajar SMA………………………………….. L-3
Lampiran 3A Gambaran Stres Pelajar SMA (Emosional)……………………… L-12
Lampiran 3B Gambaran Stres Pelajar SMA (Behavioral)……………………… L-13
Lampiran 3C Gambaran Stres Pelajar SMA (Fisik).......................................... L-13
Lampiran 4 Reliabilitas Test-Retest Strategi Supporting Activities…………

L-14

Lampiran 5 Reliabilitas Test-Retest Strategi Suppression of Competing
Activities………………………………………………………………. L-14
Lampiran 6 Reliabilitas Test-Retest Strategi Planning………………………… L-15
Lampiran 7 Reliabilitas Test-Retest Strategi Seeking Social Support (peer)...L-15
Lampiran 8 Reliabilitas Test-Retest Strategi Seeking Social Support
(parents)………………………………………………………………. L-15
Lampiran 9 Reliabilitas Test-Retest Strategi Seeking Social Support
(teacher)………………………………………………………………. L-16
Lampiran 10 Reliabilitas Test-Retest Strategi Turning to Religion…………… L-16
Lampiran 11 Reliabilitas Test-Retest Strategi Positive Appraisal…………… L-16
Lampiran 12 Reliabilitas Test-Retest Strategi Menikmati Media…………….. L-17
Lampiran 13 Reliabilitas Test-Retest Strategi Tidur…………………………... L-17
xi

Lampiran 14 Reliabilitas Test-Retest Strategi Makan…………………………. L-17
Lampiran 15 Reliabilitas Test-Retest Strategi Body Massage………………... L-18
Lampiran 16 Reliabilitas Test-Retest Strategi Body Relaxation…………........ L-18
Lampiran 17 Reliabilitas Test-Retest Strategi Pengkonsumsian Penambah
Stamina Tubuh……………………………………………………… L-18
Lampiran 18 Reliabilitas Test-Retest Strategi Pengkonsumsian Zat
Adiktif………….............................................................................L-19
Lampiran 19 Reliabilitas Test-Retest Strategi Displacement…………............ L-19
Lampiran 20 Construct Validity Berdasarkan Convergent Evidence…………..L-19
Lampiran 21 Construct Validity Berdasarkan Discriminant Evidence……..

L-21

Lampiran 22 Criterion Validity…………………………………………………….. L-21
Lampiran 23 Kuesioner……………………………………………………………. L-23
Lampiran 24 Analisis Tambahan…………………………………………………. L-40
Lampiran 25 Surat Pernyataan Pakar

xii

ABSTRAK
Debi Susanti Suhendra
Pengembangan Alat Ukur Coping Stress untuk Pelajar Sekolah Menengah Atas
(SMA). (P. Tommy Y. S. Suyasa, M. Si., Psi.); Strata 1, Fakultas Psikologi,
Universitas Tarumanagara; 124 H, P1-P7, L1-L40)
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan alat ukur coping stress untuk
pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA). Subjek dalam penelitian ini berjumlah
383 orang. Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan menggunakan
kuesioner dan data tersebut diproses dengan menggunakan progam SPSS versi
13.0. Alat ukur coping stress ini terdiri dari 85 pasang pernyataan. Format butir
yang digunakan ialah method of paired comparison. Alat ukur coping stress ini
sudah reliabel secara consistency cross-time reliability (test-retest). Alat ukur
coping stress ini sudah valid secara face validity, content validity, construct
validity (convergent evidence dan discriminant evidence), dan criterion validity.
Alat ukur coping stress ini memiliki lima norma. Norma tersebut ialah norma
problem-focused coping, norma problem emotional-focused coping, norma
emotional-focused coping, norma emotional physical-focused coping, dan norma
maladaptive coping.

Kata Kunci: Coping Stress, Pelajar SMA

xiii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Permasalahan
Para pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) mengalami banyak kegiatan,
antara lain: (a) mempersiapkan Ujian Nasional (UN) (“UN Makin Dekat,” 2008);
(b) mempersiapkan saringan masuk ke jurusan (Ilmu Pengetahuan Alam [IPA],
Ilmu Pengetahuan Sosial [IPS], atau bahasa) (Teviningrum, 2007); (c)
mempersiapkan jenjang universitas (Rahayu, 2008); dan (d) mereka juga
mengambil banyak les atau kursus (Wisudo, 2003). Kegiatan-kegiatan tersebut
merupakan tuntutan-tuntutan yang harus mereka hadapi.
Dengan banyaknya tuntutan tersebut, hal ini dapat menjadi stressor bagi para
pelajar (Nasution, 2007). Menurut Slemon (dalam Baldwin, 2002), remaja
mengalami stres dalam menghadapi pelajaran yang berat di sekolah, terutama
bagi remaja high school. Fanshawe dan Burnett (1991) juga mengatakan bahwa

1

2

faktor penyebab utama timbulnya stres bagi para remaja ialah berhubungan
dengan area sekolah. Stressor merupakan faktor atau stimulus yang memicu
reaksi stres (Reivich & Shatte, 2002).
Pernyataan Nasution (2007) dapat dibenarkan karena para pelajar Sekolah
Menengah Atas (SMA) yang tergolong dalam tahap perkembangan remaja juga
memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus mereka hadapi. Masa remaja
ditandai oleh perubahan yang besar di antaranya kebutuhan untuk beradaptasi
dengan perubahan fisik dan psikologis, pencarian identitas, dan membentuk
hubungan baru termasuk mengekspresikan perasaan seksual (Santrock, 1998).
Hall (1991; Santrock, 1999 dikutip oleh Dariyo, 2004) memandang periode ini
sebagai periode topan badai dan stres (storm & stress). Periode topan badai dan
stres ini merupakan periode saat ketegangan emosi meningkat sebagai akibat
dari perubahan fisik dan kelenjar (Papalia, Olds, & Feldman; 1998).
Menurut Havighurst (dalam Helms & Turner, 1995; Suardiman, 1987;
Thornburg, 1982; dikutip oleh Dariyo, 2004), tugas-tugas perkembangan yang
akan dihadapi oleh para remaja, yaitu sebagai berikut: (a) menyesuaikan diri
dengan perubahan fisiologis-psikologis; (b) belajar bersosialisasi sebagai
seorang laki-laki maupun perempuan; (c) memperoleh kebebasan secara
emosional dari orang tua dan orang dewasa lain; (d) remaja bertugas untuk
menjadi warga negara yang bertanggung jawab; dan (e) memperoleh
kemandirian dan kepastian secara ekonomis. Hal-hal tersebut dapat menjadi
tuntutan-tuntutan yang dihadapi oleh para pelajar Sekolah Menengah Atas
(SMA), sehingga tugas-tugas perkembangan tersebut juga dapat menjadi
stressor bagi mereka.

3

Selain itu, stressor yang dialami oleh para pelajar tidak hanya berasal dari
area sekolah dan tugas-tugas perkembangan mereka saja, tetapi juga dapat
berasal dari kejadian-kejadian tak terduga dalam kehidupan sehari-hari. Stres
yang disebabkan oleh kejadian-kejadian yang tak terduga dalam kehidupan
sehari-hari disebut daily hassles (DiMatteo & Martin, 2002). Contoh-contoh daily
hassles yang terjadi dalam kehidupan pelajar, yaitu: (a) keadaan di kelas yang
terlalu bising; (b) perpustakaan yang terlalu bising; (c) hanya memiliki sedikit
waktu; (d) hanya memiliki sedikit uang; dan (e) tidak memiliki banyak teman
dekat (Sarafino, 2002). Hal-hal tersebut juga dapat menjadi pemicu stres bagi
para pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA).
Sarafino (2002) mengatakan bahwa stres merupakan keadaan psikologis
yang timbul jika ada ketidakseimbangan antara persepsi individu mengenai
tuntutan yang harus dihadapi dan dengan kemampuan mereka untuk mengatasi
tuntutan tersebut. Stressor dapat menyebabkan pelajar menjadi stres dengan
disertai respons dari pelajar tersebut. Respons dari stressor ini bermacammacam, misalnya: (a) respons secara psikologis; (b) fisiologis; (c) kognitif; (d)
tingkah laku; dan (e) respons dalam hubungan dengan masyarakat.
Sarwono (1994) mengatakan bahwa kondisi stres dapat menurunkan prestasi
belajar. Pada pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA), turunnya prestasi belajar
disebabkan karena turunnya motivasi belajar mereka. Hal ini merupakan contoh
umum dari dampak respons stres yang pelajar SMA alami. Contoh-contoh
lainnya ialah emosi menjadi tidak stabil dan sampai pada kondisi melarikan diri
ke pergaulan yang kurang baik.
Berdasarkan fenomena dan dampaknya bagi para pelajar Sekolah Menengah
Atas (SMA), maka perlu adanya antisipasi. Antisipasi tersebut dapat dilakukan

4

dengan cara mengontrol stressor dan juga perlu adanya keterampilan dari
seorang pelajar SMA dalam mengatasi stresnya (coping stress). Seperti yang
telah dinyatakan oleh Sarafino (2002), bahwa dalam menghadapi stressor-nya,
seorang individu perlu memiliki respons yang baik. Respons dari setiap individu
berbeda, tergantung pada kepribadian dan strategi coping stress masing-masing
individu.
Berdasarkan perlunya coping stress pada masing-masing individu, maka
langkah awal yang perlu dilakukan, agar para pelajar Sekolah Menengah Atas
(SMA)

memiliki

keterampilan

dalam

mengatasi

stresnya,

ialah

mengidentifikasinya dengan menggunakan alat ukur coping stress. Menurut
Sarafino (2002), coping stress adalah suatu proses saat individu berusaha untuk
mengatasi situasi stres yang dinilai menimbulkan ketidaksesuaian antara
tuntutan dan sumber daya yang dimilikinya. Individu melakukan perilaku coping
stress sebagai usaha untuk menetralisir atau mengurangi stres. Menurut
Santrock (1998), coping stress dapat dilakukan dengan mengatur beban
lingkungan, memperluas usaha untuk memecahkan masalah hidup dan mencari
penyebab utama dari kondisi stres.
Lazarus dan Folkman (1984; dalam Lazarus, 2000) memandang coping
stress sebagai kemampuan melakukan perubahan kognitif atau perilaku secara
konstan untuk mengatur tuntutan yang bersifat internal maupun eksternal yang
dinilai sebagai beban yang melebihi daya seseorang. Dengan demikian, coping
stress merupakan kemampuan individu untuk merespons stressor dalam rangka
mengurangi dampak dari stressor tersebut agar terjadi keseimbangan di dalam
dirinya. Individu yang memiliki kemampuan coping stress yang efektif akan

5

menghasilkan suatu pola pikir dan perilaku yang efektif pula, demikian pula
sebaliknya (Santrock, 1998).
Dalam rangka mengidentifikasi kemampuan coping stress yang dimiliki oleh
individu, para peneliti memerlukan suatu alat ukur sebagai sarananya. Sebagai
sarana untuk mengidentifikasi kemampuan coping stress para pelajar Sekolah
Menengah Atas (SMA), maka diperlukan suatu alat ukur coping stress. Alat ukur
coping stress merupakan sarana pengumpulan data untuk mengidentifikasi
atribut coping stress seseorang. Peneliti akan mengembangkan alat ukur coping
stress untuk pelajar SMA berupa kuesioner, seperti yang telah dikembangkan
oleh peneliti sebelumnya.
Peneliti lebih memilih untuk mengembangkan alat ukur coping stress
daripada mengembangkan alat ukur stress. Hal ini disebabkan oleh banyaknya
alat ukur stress yang telah diadaptasi di Indonesia (Wijono, 2006; Maifrisco,
2008). Contoh-contoh alat ukur stress yang telah diadaptasi di Indonesia adalah
Inventory of College Students Recent Life Experiences (ICSRLE) yang mengukur
tingkat stres yang berdasarkan stressor khusus yang biasanya muncul pada
mahasiswa dan Symptom Stress Table (SST) yang mengukur tingkat stres
berdasarkan munculnya gejala fisik dan psikologis. Alat-alat ukur coping stress
yang pernah dikembangkan oleh peneliti sebelumnya akan dilampirkan pada
tabel 1 sebagai berikut.

6

Tabel 1
Daftar Alat Ukur Coping Stress yang Pernah Dikembangkan
Nama Alat Ukur
Coping Stress

Nama
Tokoh

Kelebihan

1970

Ways of Coping Checklist (WCC)

Lazarus et al.

-

1981

The Billing and Moos Coping Measures Billing & Moos

-

1984

Broad Range Coping Responses
for Different Cognitive

-

Tahun

McCrae

Kekurangan
Tidak ada bukti empiris,
seperti confirmatory
factor analysis
(Schwarzer & Schwarzer,
1996)
Kurang memuaskan
dalam internal
consistencies, tidak
ada informasi
mengenai validitas
dan reliabilitas
(Schwarzer & Schwarzer,
1996)
Tidak memuaskan dalam
internal consistencies,
tidak ada informasi
mengenai validitas dan
(Tabel 1 bersambung...)

7

(Sambungan tabel 1...)
Tahun

Nama Alat Ukur
Coping Stress

Nama
Tokoh

Kelebihan

1984

The Measure of Daily Coping

Stone & Neale

-

1987

The Miller Behavioral Style Scale
(MBSS)

Miller

-

1987

Coping Response Inventory

Elwood

-

1987

Adolescent Coping Orientation for

Patterson &

Memiliki validitas konstruk

Kekurangan

reliabilitasnya
(Schwarzer
& Schwarzer, 1996)
Tidak memperhatikan
validitas dan reliabilitas
(Schwarzer & Schwarzer,
1996)
Tidak ada informasi
mengenai validitas dan
reliabilitas (Schwarzer &
Schwarzer, 1996)
Tidak ada informasi
mengenai validitas dan
reliabilitas (Fanshawe &
Burnett, 1991)
Tidak ada internal
(Tabel 1 bersambung...)

8

(Sambungan tabel 1...)
Tahun

Nama Alat Ukur
Coping Stress

Nama
Tokoh

Kelebihan

Kekurangan
consistency, penjelasan
mengenai reliabilitas
tidak lengkap (Fanshawe
& Burnett, 1991;
Schwarzer & Schwarzer,
1996)
Tidak ada informasi
mengenai validitas
(Schwarzer &
Schwarzer, 1996)
Tidak ada informasi
mengenai validitas
dan reliabilitas
(Schwarzer &
Schwarzer, 1996)
Tidak ada penjelasan
lebih lanjut mengenai

Problem Experiences (A-COPE)

McCubbin

(convergent evidence dan
distinct group evidence)

1988

The Life Events and Coping Inventory
(LECI)

Dise-Lewis

Sampel homogen, memiliki
test-retest reliability

1989

The Life Situation Inventory (LSI)

Feifel & Strack

1989

COPE Scale

Carver et al.

-

Memiliki evidence of
validity, memiliki exploratory

(Tabel 1 bersambung...)

9

(Sambungan tabel 1...)
Tahun

Nama Alat Ukur
Coping Stress

Nama
Tokoh

Kelebihan

factor analysis
1990

The Coping Strategy Indicator (CSI)

Amirkhan

1990

The Coping Inventory for Stressful
Situations (CISS)

Endler & Parker

1991

Coping Inventory for Adolescents
(CIA)

-

Kekurangan

kelebihan-kelebihannya
itu (Schwarzer &
Schwarzer, 1996)
Tidak memuaskan dalam
confirmatory factor
analysis, tidak ada
informasi mengenai
validitas dan reliabilitas
(Schwarzer & Schwarzer,
1996)
Tidak ada informasi
mengenai reliabilitas
(Schwarzer &
Schwarzer, 1996)

Memiliki validitas konstruk
(memiliki korelasi dengan
the Ways of Coping
Questionnaire dan memiliki
korelasi dengan kepribadian)
Fanshawe & Burnett Memiliki validitas (face validity Tidak memiliki content
dan construct validiy) dan
validity (Fanshawe &

(Tabel 1 bersambung...)

10

(Sambungan tabel 1...)
Tahun

1993

Nama Alat Ukur
Coping Stress

The Mainz Coping Inventory

Nama
Tokoh

Krohne

Kelebihan
memiliki internal consistency
reliability
Sampel homogen

Kekurangan
Burnett, 1991)
Tidak ada informasi
mengenai validitas dan
reliabilitas (Schwarzer &
Schwarzer, 1996)

11

Berdasarkan penelitian Fanshawe & Burnett, 1991; Herwina, 2006;
Koesandari, 2007; & Munawarah, 2008, alat ukur coping stress yang populer dan
sering digunakan ialah COPE Scale dan Coping Inventory for Adolescents (CIA).
Alat-alat ukur yang telah tersebut pada tabel 1, validitas dan reliabilitasnya
kurang diperhatikan. Memang untuk Adolescent Coping Orientation for Problem
Experiences (A-COPE), COPE Scale, dan CIA sudah memiliki construct validity,
face validity, dan reliabilitas. Namun, tidak hanya terbatas pada construct dan
face validity saja, tetapi juga content validity dan criterion validity juga harus
diperhatikan. Selain itu, reliabilitas untuk alat-alat ukur tersebut di atas kurang
terperinci informasinya.
Peneliti melampirkan contoh butir-butir yang ada pada salah satu alat ukur
yang populer dan yang sering digunakan, yaitu Coping Inventory for Adolescents
(CIA). CIA merupakan salah satu alat ukur yang mengidentifikasi cara yang
dilakukan para remaja dalam menghadapi stressor-nya. Pertanyaan yang
diajukan dalam CIA ialah ”Apa yang Anda lakukan jika Anda sedang mengalami
stres dalam menghadapi tuntutan-tuntutan di dalam kehidupan Anda seharihari?” Contoh butir pada alat ukur Coping Inventory for Adolescents (CIA) akan
dilampirkan pada tabel 2 sebagai berikut.
Tabel 2
Contoh butir Alat Ukur Coping Inventory for Adolescents (CIA)
No.

Pernyataan

STS

TS

KK

S

SS

1. Merokok
2. Minum alkohol
3. Menggunakan obat-obatan
terlarang
4. Berkeliling menggunakan mobil
(Tabel 2 bersambung...)

12

(Sambungan Tabel 2...)
No.

Pernyataan

STS

TS

KK

S

SS

5. Mencoba untuk keluar dari rumah
sebanyak mungkin
Catatan. STS = Sangat Tidak Setuju, TS = Tidak Setuju, KK = Kadang-kadang,
S = Setuju, SS = Sangat Setuju.

Peneliti memandang bahwa alat-alat ukur coping stress yang ada (tabel 1)
belum cukup mengukur kemampuan coping stress pelajar SMA, khususnya pada
setting pelajar SMA di Tangerang. Selain itu, tahun pengkonstruksian alat-alat
ukur yang tersebut di atas sudah terbilang sangat lama, sehingga ada
kemungkinan alat ukur tersebut perlu direvisi ulang dengan menyusun alat ukur
coping stress baru sebagai pembaharuan dari alat-alat ukur yang sudah ada
sebelumnya.
Dalam penelitian ini, peneliti akan membuat alat ukur coping stress bagi
pelajar SMA berdasarkan butir-butir yang valid (sesuai definisi dan karakteristik
teori coping stress). Oleh karena alat ukur yang akan dibuat diperuntukkan bagi
pelajar SMA, maka peneliti akan menggunakan sampel yang homogen yang
dapat mewakili seluruh pelajar SMA. Peneliti juga menguji reliabilitas alat ukur
coping stress yang baru dan menguji validitas hasil pengukuran alat ukur coping
stress berdasarkan face, content, criterion, dan construct validity. Setelah itu,
peneliti juga akan menyusun norma alat ukur coping stress yang baru pada suatu
kelompok partisipan sesuai dengan fenomena di atas. Dengan demikian,
kemampuan coping stress para pelajar SMA dapat diidentifikasi guna
mengantisipasi akibat-akibat yang ditimbulkan dari stres yang mereka hadapi.

13

1.2 Pertanyaan Penelitian
1.2.1 Bagaimana gambaran rancangan alat ukur coping stress?
1.2.2 Bagaimana hasil studi reliabilitas (test-retest reliability) alat ukur coping
stress?
1.2.3 Bagaimana hasil studi validitas (face, content, criterion dengan variabel
tingkat stres, dan construct validity) alat ukur coping stress?
1.2.4 Bagaimana gambaran norma alat ukur coping stress pelajar SMA?

1.3 Tujuan Penelitian
Peneliti ingin mengembangkan alat ukur coping stress untuk pelajar SMA
yang reliabel dan valid, serta memiliki norma alat ukurnya.

1.4 Manfaat Pengembangan Alat Ukur Coping Stress
Banyak manfaat yang dapat diperoleh dari pengembangan alat ukur ini, baik
secara teoretis maupun praktis. Bagi peneliti, pengembangan alat ukur ini
memberikan manfaat untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan mengenai
teori stres dan coping stress remaja. Peneliti juga dapat mengetahui gambaran
kemampuan coping stress pelajar SMA.
Alat ukur ini dapat menjadi sarana bagi praktisi pendidikan yang akan melihat
coping stress yang dilakukan oleh pelajar SMA. Dengan kata lain, alat ukur ini
dapat menjadi sarana identifikasi kemampuan coping stress para pelajar SMA.
Hasil dari pengukuran tersebut dapat menjadi acuan bagi para praktisi
pendidikan (termasuk psikolog pendidikan, guru-guru, konselor pendidikan, &
pemerhati pendidikan) maupun pemerintah dalam pemberlakuan kurikulum yang
ada saat ini. Jika hasilnya menandakan bahwa para pelajar SMA kurang memiliki

14

kemampuan coping stress yang efektif, maka para praktisi pendidikan dapat
membantu anak didiknya dalam mengembangkan kemampuan coping stress
yang efektif bagi mereka.
Demikian juga bagi para pelajar SMA, dengan adanya alat ukur coping stress
yang dikembangkan ini, para pelajar SMA dapat mengetahui keefektifan strategi
coping stress yang mereka lakukan selama ini. Selain itu, dengan adanya
pengembangan alat ukur coping stress ini, dapat dilakukan studi lanjut yang
dapat memberikan informasi kepada para praktisi pendidikan, siswa, maupun
orang tua, sehubungan dengan akibat-akibat stres yang ada.
Pengembangan alat ukur ini juga dapat menjadi sarana bagi penerapan dan
pembuktian teori-teori coping stress yang sudah ada sebelumnya. Lebih lanjut,
diharapkan pengembangan alat ukur ini akan dapat menjadi sarana bagi
munculnya teori-teori baru yang dilakukan dengan cara mengkaitkan variabel
coping stress dengan variabel psikologis lainnya.

1.5 Sistematika Berpikir
Pada Bab I, peneliti menjabarkan mengenai latar belakang peneliti
mengambil topik pengembangan alat ukur coping stress untuk pelajar SMA.
Awalnya, peneliti menjabarkan mengenai fenomena-fenomena yang terjadi di
kalangan pelajar SMA. Setelah melihat fenomena-fenomena tersebut peneliti
melihat dampak dan akibat yang ditimbulkan dari adanya tuntutan-tuntutan yang
dihadapi oleh pelajar SMA. Setelah itu, peneliti mencari cara mengantisipasi
dampak yang ditimbulkan yang salah satu caranya ialah mengidentifikasi
kemampuan coping stress-nya. Sebagai suatu langkah untuk mengidentifikasi

15

kemampuan coping stress pelajar SMA, maka peneliti mengembangkan alat ukur
coping stress.
Pada Bab II, peneliti menjabarkan mengenai landasan-landasan teori
mengenai stressor, stres, coping stress, perkembangan remaja, dan pengukuran
sebagai dasar bagi penyusunan alat ukur coping stress ini. Pada Bab III, peneliti
menjabarkan mengenai partisipan yang dipakai sebagai sampel dalam
pengembangan alat ukur coping stress. Selain itu, peneliti juga menjabarkan
mengenai metode penelitian yang dipakai sebagai sarana pengumpulan data.
Dalam Bab III, peneliti juga menjabarkan mengenai prosedur penyusunan alat
ukur ini dari langkah awal yang dilakukan oleh peneliti yaitu pengumpulan
literatur sampai dengan penyusunan norma alat ukur coping stress untuk pelajar
SMA ini.
Pada Bab IV, peneliti menjabarkan mengenai hasil analisis data yang telah
terkumpul pada penyusunan alat ukur coping stress. Hasil analisis data dimulai
dari gambaran stressor pelajar SMA, gambaran stres pelajar SMA, gambaran
studi reliabilitas alat ukur coping stress, gambaran studi validitas alat ukur coping
stress, dan sampai pada pembuatan norma alat ukur coping stress. Terakhir
pada Bab V, peneliti menarik kesimpulan dari hasil pengembangan alat ukur
coping stress untuk pelajar SMA ini. Peneliti juga menjabarkan mengenai
kelebihan dan kekurangan alat coping stress ini. Selain itu, peneliti memberikan
saran bagi peneliti selanjutnya yang akan mengembangkan alat ukur coping
stress.

9

1

BAB II
KERANGKA TEORETIS
2.1 Coping Stress
2.1.1 Pengertian Coping Stress
Hal-hal yang dilakukan individu untuk mengatasi keadaan atau situasi yang
tidak menyenangkan, menantang, menekan, ataupun mengancam disebut
sebagai coping (Lazarus, 1976). Coping stress adalah suatu proses saat individu
berusaha

untuk

mengatasi

situasi

stres

yang

dinilai

menimbulkan

ketidaksesuaian antara tuntutan dan sumber daya yang dimilikinya. Lazarus dan
Folkman (1984; dalam Lazarus, 2000) memandang bahwa coping stress
merupakan suatu respons terhadap stres. Coping stress juga didefinisikan
sebagai suatu usaha dalam bentuk kognitif dan perilaku untuk mengatasi
tuntutan eksternal dan atau internal yang dinilai melebihi sumber daya
penyesuaian yang dimiliki orang tersebut (Lazarus, 2000).

16

17

Cohen dan Lazarus (dalam Holahan & Moos, 1987) mendefinisikan coping
stress secara umum sebagai segala usaha yang digunakan untuk mengatasi
stres. Keadaan yang sangat stres, dapat berkurang ketika seseorang dapat
dengan sukses menyelesaikan masalah tersebut. Coping stress melibatkan
pengaturan keadaan yang sulit, melakukan usaha untuk menyelesaikan masalah
kehidupan, dengan menemukan cara untuk mereduksi dan menguasai stres
(Santrock, 2003). Coping stress memiliki hubungan dengan health-risk behaviors
(Schwarzer & Schwarzer, 1996).
Sebagian ahli mengatakan bahwa perilaku coping stress diarahkan untuk
memperbaiki atau menguasai masalah, namun perilaku ini juga dapat hanya
sekadar

membantu

individu

tersebut

mengubah

persepsinya

terhadap

ketidaksesuaian, mentolerir atau menerima kerugian, melarikan diri, atau
menghindari situasi (Lazarus & Folkman; Moos & Schaefer, dalam Sarafino,
2002).
Berdasarkan beberapa definisi coping di atas, dapat disimpulkan bahwa
coping stress merupakan suatu usaha kognitif maupun perilaku nyata yang
dilakukan individu untuk mengatasi tuntutan dari dalam atau luar dirinya. Hal ini
disebabkan karena adanya situasi yang dirasa menekan, mengancam, dan
membebani sumber daya yang dimilikinya.

2.1.2 Jenis Strategi Coping Stress
Keadaan stres mendorong individu, termasuk para pelajar Sekolah
Menengah Atas (SMA), untuk melakukan suatu upaya mengurangi tekanan yang
dialaminya. Untuk jangka waktu pendek, strategi yang lebih berguna adalah
strategi adaptasi. Strategi ini memungkinkan individu untuk melanjutkan hidup

18

mereka tanpa menghadapi penyebab tekanan. Strategi adaptasi tersebut berupa
upaya untuk mengenali masalah dan menerima stres lebih berguna untuk jangka
waktu yang panjang (Santrock, 1990).
Secara umum, ada dua macam coping, yaitu (a) problem-focused coping,
saat coping diarahkan pada masalah yang dihadapi; dan (b) emotional-focused
coping, saat coping diarahkan pada perasaan dan reaksi emosional (Lazarus &
Folkman, 1984; dalam Santrock, 1990). Namun, seiring dengan makin
banyaknya penelitian, maka teori mengenai coping pun semakin bervariasi.
Variasi-variasi ini tetap berdasarkan pada dua jenis coping stress utama yang
dikembangkan oleh Lazarus dan Folkman.
Menurut Wortman (1999; dalam Thomas, 2008), ada dua jenis pendekatan
dalam melakukan coping, yaitu problem-directed dan emotional-directed.
Problem-directed

merupakan

cara

menyelesaikan

stres

dengan

cara

menghadapi stres tersebut secara langsung. Emotional-directed dilakukan
dengan cara mengubah aspek-aspek emosional dalam diri agar dapat
mengurangi tekanan yang dialaminya. Teknik problem-directed coping memiliki
tiga jenis cara, antara lain: (a) confrontational; (b) seeking social support; dan (c)
planful problem solving. Teknik emotional-directed coping memiliki lima jenis
cara,

antara

lain:

(a)

reappraisal;

(b)

distancing;

(c)

self-control;

(d)

escape/avoidance; dan (e) accept responsibility.
Confrontational dilakukan dengan cara yang keras, yaitu menolak perubahan
secara langsung dan menolak untuk mengubah cara berpikirnya, melainkan
berusaha untuk mengubah cara berpikir orang lain. Seeking social support
dilakukan dengan meminta orang lain untuk memberikan semangat atau
dukungan. Planful problem solving, dilakukan dengan cara mencari langkah-

19

langkah yang efektif dan mempertimbangkannya berulang kali sebelum akhirnya
memutuskan suatu tingkah laku (Thomas, 2008).
Self-control dilakukan dengan cara mengontrol diri agar emosi tidak
menguasai pikiran dan tingkah laku. Distancing dilakukan dengan cara
melakukan aktivitas lain untuk menghindari hal yang menyebabkan stres
tersebut. Reappraisal dilakukan dengan cara berusaha melihat kejadian yang
menyebabkan stres dari perspektif yang berbeda. Accept responsibility dilakukan
dengan cara melakukan introspeksi, berusaha menyadari kesalahan apa yang
telah diperbuat yang kemudian digunakan sebagai suatu pelajaran agar lain kali
tidak melakukan kesalahan yang sama. Escape/avoidance dilakukan dengan
cara tidak mau menerima kenyataan dan berusaha selalu lari dari situasi yang
menyebabkan stres tersebut. Teknik ini adalah teknik yang buruk dan dapat
menyebabkan seseorang kecanduan obat-obatan (Thomas, 2008).
Menurut Santrock (2003), dalam melakukan coping stress, ada enam strategi
yang dapat dilakukan, antara lain: (a) problem-focused coping; (b) social support;
(c) religion; (d) pikiran optimis; (e) perilaku asertif; dan (f) program manajemen
stres. Dalam penggunaan strategi coping stress yang beragam, akan lebih efektif
dibanding menggunakan strategi tunggal. Dengan mengkombinasikan strategi
coping, seseorang dapat lebih cepat dalam mengurangi tingkat stresnya.
Problem-focused coping adalah strategi kognitif yang secara langsung
menghadapi masalah tersebut dan menyelesaikannya. Social support adalah
informasi dan tanggapan dari seseorang yang disayangi dan peduli padanya.
Religion adalah kepercayaan yang dianut seseorang dalam hidup (Santrock,
2003).

20

Optimism dan positive thinking adalah suatu pemikiran yang beranggapan
bahwa seseorang akan mencapai apa saja yang ia inginkan. Perilaku asertif
adalah perilaku yang dapat mengekspresikan perasaannya, meminta apa saja
yang mereka inginkan. Program manajemen stres ialah cara yang mengajarkan
individu mengenai penilaian kejadian-kejadian stres, untuk mengembangkan
coping, dan menempatkan kemampuan tersebut untuk digunakan dalam
kehidupan sehari-hari (Santrock, 2003). Program manajemen stres juga dapat
dilakukan dengan teknik relaksasi (Charlesworth & Nathan, 2006).
Menurut Fanshawe dan Burnett (1991), terdapat empat strategi coping
stress, yaitu: (a) negative avoidance, meliputi penghindaran terhadap stressorstressor dengan merokok, minum alkohol, dan menggunakan obat-obatan
terlarang; (b) marah, dilakukan dengan mengalihkan kemarahannya itu kepada
orang lain; (c) positive avoidance, dengan melakukan suatu kegiatan positif yang
tidak berhubungan dengan pemecahan masalah dan yang dapat mengurangi
stressor; dan (d) komunikasi dengan keluarga, dilakukan dengan mendiskusikan
masalah, pemecahan masalah, dan pengurangan stressor dengan anggota
keluarga.
Peneliti memakai teori Carver, Scheir, dan Weintraub (1989, dalam
Schwarzer & Schwarzer, 1996) untuk penyusunan rancangan alat ukur coping
stress untuk pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA). Dalam penelitian mengenai
pengukuran strategi coping, Carver et al. mengajukan beberapa dimensi coping
stress yang merupakan variasi atau kombinasi dari kedua jenis coping tersebut.
Dalam penelitiannya, mereka membagi 13 strategi coping stress menjadi tiga
kategori besar, antara lain: (a) problem-focused coping; (b) emotional-focused
coping; dan (c) maladaptive coping.

21

2.1.3 Problem-focused Coping
Menurut Lazarus dan Folkman (dalam Carver et al., 1989), problem-focused
coping merupakan usaha melakukan suatu tindakan langsung pada sumber stres
dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah atau mengurangi stres. Hal ini
dilakukan jika individu merasa bahwa sesuatu yang konstruktif dapat dilakukan
terhadap situasi tersebut, atau individu tersebut yakin bahwa sumber daya yang
dimilikinya dapat mengubah situasi (Folkman & Lazarus, dalam Taylor, 1995).
Lima strategi coping yang termasuk dalam problem-focused coping, yaitu: (a)
active coping; (b) planning; (c) suppression of competing activities; (d) restraint
coping; dan (e) seeking social support for instrumental reason.
Active coping. Active coping adalah proses pengambilan langkah-langkah
aktif yang berusaha untuk memindahkan stressor atau memperbaiki efeknya.
Strategi ini meliputi: (a) inisiatif untuk bertindak langsung (initiating direct action);
(b) meningkatkan usaha yang dilakukan (increasing one’s effort); dan (c)
mencoba untuk melakukan usaha coping dalam langkah-langkah yang bijaksana
(trying to execute a coping attempt in stepwise fashion) (Carver et al., 1989).
Planning. Planning adalah proses memikirkan usaha atau cara untuk
mengatasi stressor. Strategi ini meliputi strategi pada tindakan yang akan
dilakukan, memikirkan langkah-langkah yang akan diambil dan seberapa baik
langkah tersebut dapat mengatasi masalah (Carver et al., 1989).
Suppression of competing activities. Suppression of competing activities
adalah usaha keras untuk tidak terlibat dalam aktivitas lain atau mencoba untuk
tidak memikirkan hal-hal lain dengan tujuan untuk konsentrasi penuh pada
tantangan atau ancaman yang sedang dihadapinya. Usaha ini, antara lain: (a)
mengesampingkan hal-hal lain; (b) mencoba menghindari datangnya gangguan

22

yang disebabkan oleh kejadian-kejadian lain, bahkan (c) membiarkan hal-hal lain
berlalu begitu saja dengan tujuan untuk mengatasi stressor (Carver et al., 1989).
Restraint coping (penundaan tindakan mengatasi stres). Dalam coping
ini, individu menunggu sampai ada kesempatan yang tepat untuk bertindak,
menahan diri agar tidak bertindak terlalu cepat. Dengan demikian, coping ini
memerlukan kontrol atau kendali diri yang cukup baik dari individu. Coping ini
dipandang sebagai strategi coping yang aktif karena individu dengan aktif
mengarahkan tindakannya untuk menghadapi stres secara efektif. Dari sisi lain,
coping ini dapat juga dipandang sebagai strategi coping yang pasif karena dalam
hal ini individu menahan diri berusaha untuk tidak melakukan sesuatu, sehingga
terlihat seperti tidak melakukan apapun (Carver et al., 1989).
Seeking social support for instrumental reason. Strategi ini merupakan
usaha mencari dukungan sosial dari teman atau keluarga, berupa nasihat,
informasi, atau bantuan lain sebagai cara individu untuk mengatasi masalah atau
sumber stres yang dihadapinya (Carver et al., 1989).

2.1.4 Emotional-focused Coping
Menurut Lazarus dan Folkman (dalam Carver et al., 1989), emotionalfocused coping bertujuan untuk mengurangi atau mengatur distress emosional
atau emosi negatif yang ditimbulkan oleh situasi yang stressful. Emotionalfocused coping cenderung ada ketika individu merasa bahwa stressor adalah
sesuatu yang harus diterima dengan sabar. Hal ini terjadi ketika individu merasa
tidak dapat mengubah situasi yang menekan dan hanya dapat menerima situasi
tersebut. Hal ini disebabkan karena sumber daya yang dimilikinya tidak adekuat
untuk menghadapi tuntutan situasi dan sumber stres yang dihadapinya akan

23

berlangsung cukup lama (Folkman & Lazarus, dalam Taylor, 1995). Menurut
Lazarus (dalam Santrock, 1998), emotional-focused coping juga melibatkan
penggunaan defense mechanisms.
Dalam emotional-focused coping, remaja menghindari sesuatu, melakukan
rasionalisasi atas apa yang telah terjadi, mengingkari bahwa hal tersebut terjadi
atau justru mentertawakan hal tersebut. Menurut Nietzel, Bernstein, dan Millich
(1991), tidak ada perbedaan penggunaan emotional-focused coping pada lakilaki dan perempuan. Lima strategi coping yang termasuk dalam emotionalfocused coping, yaitu: (a) seeking social support for emotional reason; (b)
positive reinterpretation and growth (positive appraisal); (c) denial; (d)
acceptance; dan (e) turning to religion.
Seeking social support for emotional reason. Individu yang merasa tidak
aman karena situasi yang stressful dapat merasa tenang kembali dengan
memperoleh dukungan dari orang lain. Dukungan sosial yang dicari, misalnya
berupa dukungan moral, simpati, pengertian, atau sikap orang lain yang
memahami masalahnya. Pengertian tersebut berfungsi sebagai sarana untuk
berbagi perasaan ketika ia menceritakan masalahnya kepada orang lain. Strategi
ini bermanfaat ganda, yaitu selain memberi keyakinan atau rasa aman, juga
membuat individu dapat mengarahkan diri pada usaha coping yang terarah pada
pemecahan masalah (Carver et al., 1989).
Positive reinterpretation and growth (positive appraisal). Lazarus dan
Folkman (dalam Carver et al., 1989) memperkenalkan kecenderungan respons
ini dengan istilah positive appraisal saat individu tidak mengatasi stressor secara
langsung. Namun, individu berusaha mengatasi emosi negatif yang dialaminya
dengan

cara

mencoba

untuk

mencari

sisi

positif

atau

hikmah

dari

24

pengalamannya. Setelah emosi teratasi, lalu individu dapat secara aktif
melakukan tindakan yang lebih terfokus untuk menyelesaikan masalah (Carver et
al., 1989).
Denial. Individu melakukan coping ini mengingkari atau menolak untuk
percaya bahwa stressor itu nyata ada. Denial kadang-kadang berguna
meminimalkan distress sehingga individu dapat melakukan coping dengan lebih
baik. Namun demikian, apabila hal ini dilakukan terus-menerus dan pada
kenyataannya stressor tidak dapat diabaikan, maka akan membuat masalah
menjadi lebih parah dan akhirnya mempersulit coping (Carver et al., 1989).
Acceptance. Merupakan respons coping yang fungsional saat individu
menerima kenyataan dari suatu situasi yang stressful bagi dirinya dan ia
berusaha untuk mengatasi situasi tersebut. Acceptance yang terjadi pada tahap
primary appraising adalah menerima stressor sebagai kenyataan yang tidak
dapat dihindari, sedangkan acceptance yang terjadi pada tahap secondary
appraising berupa penerimaan bahwa tidak ada strategi coping aktif yang dapat
dilakukan (Carver et al., 1989).
Turning to religion. Dengan coping ini, individu mencari pegangan pada
agama saat individu tersebut menghadapi masalah. McCrae dan Costa (dalam
Carver et al., 1989) menyatakan