MAKALAH Ketimpangan Perlindungan Hak Asa

MAKALAH
Ketimpangan Perlindungan Hak Asasi Manusia dalam Proses
Peradilan di Indonesia

Disusun Oleh :
Adiguna Bagas Waskito Aji

/ 8111416092

Muhamad Mierzha Um’bara W / 8111416346

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017

Kata Pengantar
Puji Syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas karuniaNya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan selesai pada
waktu yang telah ditentukan. guna memenuhi tugas Hukum dan HAM di
semester III ini. Dengan Judul “Ketimpangan Perlindungan Hak Asasi Manusia
dalam Proses Peradilan di Indonesia”
Rasa terima kasih yang tulus penulis ucapkan kepada berbagai pihak yang

turut berperan untuk terselesaikannya makalah ini. Penulis menyadari bahwa
masih terdapat banyak kekurangan, sehingga masih jauh dari kesempurnaan,
dengan

sikap

terbuka

penulis

mengharapkan

kritik

dan

saran

yang


membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat dan literature pengetahuan kita tentang keadilan sosial
dalam penegakan hukum lingkungan di Indonesia.

Semarang, 7 Oktober 2017

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................2
DAFTAR TABEL/ GAMBAR..................................................................4
BAB I................................................................................................................6
PENDAHULUAN.................................................................................................6
BAB II...............................................................................................................8
PEMBAHASAN...................................................................................................8
BAB III...........................................................................................................18
KESIMPULAN...................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA........................................................................... 19


Daftar Tabel/Gambar

Gambar 1.1.
17

Kasus Marsinah

………….……………………………………….……

Gambar 1.2.
17

Kasus Marsinah

………………….……….……………………………

Gambar 1.3.
17

Kasus Marsinah


………….……………………….……………………

DAFTAR PUTUSAN/KASUS
1.1 Putusan Kasus Marsinah
17

.......................................

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Negara Indonesia adalah negara berdasarkan atas hukum (rechstaat) bukan
atas kekuasaan belaka (machstaat).1Prinsip-prinsip yang lain yang berkaitan
dengan prinsip pokok diatas dan salah satu yang penting adalah bahwa dalam
negara hukum, semua orang sama dihadapan hukum tanpa perbedaan yang
didasarkan pada ras, agama, kedudukan sosial dan kekayaan. 2Dengan
demikian, untuk mengatur hubungan antar warga negaranya agar tidak terjadi
bentrok antar kepentingan, maka diperlukan suatu aturan atau hukum yang

berlaku di Indonesia untuk menjamin adanya kepastian hukum bagi setiap
warga negara Indonesia.Negara Indonesia sebagai pilar negara hukum,
ternyata tidak serta-merta memberikan perlindungan dan jaminan akan
kepastian hukum bagi setiap warga negaranya.Menurut pendapat Prof. Satjipto
Rahardjo, bahwa bangsa Indonesia sejak lama dan sampai kinipun selalu
mengaku sebagai negara hukum dan supremasi hukum, tetapi penegakan
hukum

yang

berlangsung

selama

ini

sungguh-sungguh

mengecewakan3.Penegakan Hak Asasi Manusia merupakan salah satu isu
penting dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Namun masih banyak

pelanggaran HAM di Indonesia yang belum terselesaikan dengan baik, banyak
1Muchammad Ikhsan, 2009, Hukum Perlindungan Saksi Dalam Sistem Peradilan Pidana
Indonesia, Surakarta: Buku PanduanKuliah Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah
Surakarta, hal.1

2Mochtar Kusumaatmadja & Arif Sidharta, 2000, Pengantar Ilmu Hukum, Bandung:Alumni, hal.
135

3Satjipto Rahardjo, 2002, Indonesia Inginkan Penegakan Hukum Progresif, di kutip oleh
Natangsa Surbakti,2004, Dari Penegakan Hukum Konvensional ke Penegakan Hukum Progresif,
Surakarta : Jurnal Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, hal 159

pihak yang masih ragu-ragu akan penegakan hak asasi manusia di Indonesia.
Banyak faktor yang mempengaruhi penegakan HAM di Indonesia, dan faktor
penyebab kurang ditegakannya HAM di Indonesia. Masih banyak ketimpanganketimpangan yang dijumpai dalam kaitanya dengan masalah perlindungan dan
jaminan kepastian hukum, dimana masih banyak hak-hak masyarakat yang
terpasung dan salah satunya Hak Asasi Manusia dalam proses peradilan
pidana.

Indonesia


sebagai

negara

berkembang

terus

berupaya

untuk

mewujudkan masyarakat adil dan makmur baik spiritual maupun materiil
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka
bangsa

Indonesia

perlu


melaksanakan

pembangunan

disegala

bidang

khususnya bidang hukum yang meliputi penertiban badan penegak hukum
sesuai dengan fungsi dan wewenangnya dan meningkatkan kinerja serta
kewibawaan aparat penegak hukum demi terciptanya ketertiban dan kepastian
hukum.Permasalahan Hak Asasi Manusia merupakan permasalahan dan bahan
perbincangan yang sangat menonjol dalam dekade saat ini. Oleh karena itu,
permasalahan Hak Asasi Manusia memerlukan perhatian yang sangat sungguhsungguh, karena berpengaruh sangat besar baik dalam kehidupan nasional
maupun internasional. Semakin meningkatnya perkembangan zaman di
eraglobal yang menunjukan kemajuan teknologi dan transportasi, membuat
setiap negara dituntut untuk mengkaji masalah tersebut secara intensif.
Adanya jaminan tersebut proses peradilan pidana dapat berjalan sesuai
dengan fungsi dan tujuanya yaitu untuk mencari kebenaran materiil. Dengan

tercapainya kebenaran materiil, maka akan tercapai pula tujuan akhir hukum
acara pidana yaitu, untuk mencapai suatu ketertiban, ketentraman, keadilan
dan kesejahteraan dalam masyarakat.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis berkeinginan untuk memenuhi
tugas Hukum dan HAM dengan judul “Ketimpangan Perlindungan Hak Asasi
Manusia dalam Proses Peradilan di Indonesia”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah yang akan dibahas
sebagai berikut:
1. Apa pengertian dan ruang lingkup Hak Asasi Manusia ?
2. Bagaimana Hak Asasi Manusia di Indonesia ?

3. Apa landasan yang mengatur tentang penegakan HAM di Indonesia?
4. Bagaimana upaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM?

C. Metode Penulisan
Dalam usaha mencari data-data sebagai bahan penelitian dan penulisan
makalah ini, saya mengunakan Metode Referensi,yaitu dengan mengunakan
buku-buku tentang hukum dan HAM seperti Bahan Hukum Primer mengenai

pokok yang mengikat sesuai dengan bahasan yang diangkat mulai dari UUD
1945 yang tinggi hingga undang-undang yang rendah dan bahan Hukum
Sekunder memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku,
karya dari kalangan hukum.

BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian dan Ruang Lingkup Hank Asasi Manusia
Diskursus mengenai hak asasi manusia ditandai dengan perdebatan yang
sangat intensif dalam tiga periode sejarah ketatanegaraan, yaitu mulai dari
tahun 1945, sebagai periode awal perdebatan hak asasi manusia, diikuti
dengan periode Konstituante (tahun 1957-1959) dan periode awal bangkitnya
Orde Baru (tahun 1966-1968)4.
Nilai-nilai HAM merupakan nilai-nilai yang tidak secara spesifik terdapat
dalam lingkup kebudayaan atau agama-agama tertentu, tetapi merupakan
nilai-nilai yang ada di seluruhkebudayaan dan agama di dunia. Hampir seluruh
nilai-nilai yang ada di dunia mengagungkan penghormatan pada kehidupan
dan martabat manusia5. Meski demikian, perjuangan untuk mengakui dan
menerima HAM merupakan perjuangan panjang, yang seringkali menjadibagian
4T. Mulya Lubis, In Search of Human Rights: Legal-Political Dilemmas of Indonesia’s New Order,

1966-1990,Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 1993, khususnya bab 2.
5 Manfred Nowak, “Pengantar Pada Rezim HAM Internasional”, Pustaka Hak Asasi Manusia
Raoul Wallenberg
Institute, 2003.

dari sejarah sosial politik bangsa-bangsa di dunia dan terus mengalami
perkembangan6.
Hak asasi manusia (HAM) secara tegas di atur dalam Undang Undang No.
39 tahun 1999 pasal 2 tentang asas-asas dasar yang menyatakan “Negara
Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan
kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan
tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan
ditegakkan

demi

peningkatan

martabat

kemanusiaan,

kesejahteraan,

kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan.”
Pada tahun 1999, terbentuk UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, yang juga menjamin berbagai hak-hak asasi warga negara. Setelah
reformasi,

berbagai

UU

terbentukdan

semakin

memperkuat

jaminan

perlindungan HAM di Indonesia, termasuk melakukanratifikasi/aksesi sejumlah
instrumen HAM internasional, diantaranya “the International Covenant on Civil
and Political Rights” (ICCPR) dan “the International Covenant onEconomic,
Social and Cultural Rights” (ICESCR).
Berhubung hak asasi manusia merupakan hak-hak dasar yang dibawa
manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, maka perlu
dipahami bahwa hak asasi manusia tersebut tidaklah bersumber dari Negara
dan hukum,tetapi semata-mata bersumber dari Tuhan sebagai pencipta alam
semesta beserta isinya, sehingga hak asasi manusia itu tidak bisa dikurangi
(non derogable rights)7. Hak asasi tidak dapat dicabut oleh suatu kekuasaan
atau oleh sebab-sebab lainnya, karena jika hal itu terjadi maka manusia
kehilangan martabat yang sebenarnya menjadi inti nilai kemanusiaan.Hak
asasi mencangkup hak hidup,hak kemerdekaan/kebebasan dan hak memiliki
sesuatu. Ditinjau dari berbagai bidang, HAM meliputi :
a. Hak asasi pribadi (Personal Rights)
Contoh : hak kemerdekaan, hak menyatakan pendapat, hak memeluk
agama.
6Soetandyo Wignjosoebroto, “Hak Asasi Manusia, Konsep Dasar dan Perkembangan
pengertiannya dari Masa
ke Masa”, Seri Bahan Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara XVI tahun 2007, Lembaga Studi dan
Advokasi
Masyarakat (ELSAM).
7Rozali Abdullah. Perkembangan HAM dan keberadaan Peradilan HAM di Indonesia. Ghalia
Indonesia. Jakarta. 2001. hal10

b. Hak asasi politik (Political Rights) yaitu hak untuk diakui sebagai warga
negara
Misalnya : memilih dan dipilih, hak berserikat dan hak berkumpul.
c. Hak asasi ekonomi (Property Rights)
Misalnya : hak memiliki sesuatu, hak mengarahkan perjanjian, hak bekerja
dan
mendapatkan hidup yang layak.
d. Hak asasi sosial dan kebuadayaan (Sosial & Cultural Rights).
Misalnya : mendapatkan pendidikan, hak mendapatkan santunan, hak
pensiun,
hak mengembangkan kebudayaan dan hak berkspresi.
e. Hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan
Pemerintah
(Rights Of Legal Equality)
UUD 1945 menjamin perlindungan HAM, misalnya pengakuan dan
jaminan hak ataspersamaan hukum, jaminan hak untuk bebas dari tindakan
diskriminasi dalam berbagai bentuknya, hak untuk bebas dari penyiksaan, dan
lain sebagainya. UU No. 39 tahun 1999, selain mengatur tentang berbagai hak
yang dijamin, juga menjelaskan tentang tanggung jawab pemerintah dalam
penghormatan, perlindungan dan pemenuhan HAM, serta mengatur tentang
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Hak Asasi Manusia pada dasarnya bersifat umum atau universal karena
diyakini bahwa beberapa hak yang dimiliki manusia tidak memiliki perbedaan
atas bangsa, ras, atau jenis kelamin.
Berdasarkan beberapa rumusan HAM di atas, dapat ditarik kesimpulan
tentang ciri pokok hakikat HAM, yaitu sebagai berikut :
a. HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. HAM merupakan bagian
dari manusia secara otomatis
b. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras,
agama, etnis, pandangan politik , atau asal usul social dan bangsanya
c. HAM tidak bisa dilanggar. Tidak seorangpun mempunyai hak untuk
melanggar dan membatasi orang lain
Tujuan Hak Asasi Manusia,yaitu sebagai berikut:
a. HAM adalah alat untuk melindungi orang dari kekerasan dan kesewenang
wenangan.
b. HAM mengenmbangkan saling menghargai antar manusia
c. HAM mendorong tindakan yang dilandasi kesadaran dan tanggung jawab
untuk
menjamin bahwa hak-hak orang lain tidak dilanggar

2. HAM Di Indonesia
Setelah 15 tahun dari Reformasi 1998, jaminan hak asasi manusia (HAM) di
Indonesia dalam tataran normatif semakin maju. Amandemen Kedua UUD
1945, telah memperkuat perlindungan HAM di Indonesia yang memastikan
bahwa sejumlah hak-hak asasi yang diatur merupakan hak konstitusional. 8
Sebelumnya, Indonesia telah menyusun kebijakan HAM yang dituangkan dalam
Ketetapan MPR No. XVII tahun 1998 tentang Hak asasi Manusia.9
Perkembangan HAM di Indonesia dilandasi pada pemikiran tentang hak-hak
manusia yang bersifat kodrati, inheren dan tidak dapat dicabut. Pemikiran ini,
yang juga dilandasi dengan dukungan berbagai ajaran dan teori tersebut, telah
mendorong revolusi Perancis dan revolusi Amerika, yang tercermin kemudian
dalam dokumen-dokumen HAM saat itu. Sejalan dengan itu, muncul prinsipprinsip demokrasi sebagai bentuk kebebasan politik yang memastikan adanya
kebebasan warga negara untuk berpartisipasi aktif, atau mengambil bagian
dalam proses pembuatan keputusan politik.
Begitu reformasi total digulirkan pada tahun 1998, Indonesia tengah
mengalami masa transisi dari rezim yang otoriter menuju rezim demokratis.
Sebagaimana dengan pengalaman negara-negara lain yang mengalami masa
transisi, Indonesia juga menghadapi persoalan yang berhubungan dengan
pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), yang terjadi di masa lampau yang tidak
pernah diselesaikan secara adil dan manusiawi. Selama pemerintahan Orde
Lama sampai dengan Orde Baru, kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)
terjadi di mana yang termasuk dalam kategori berat dan berlangsung secara
sistematis. Tidak sedikit kalangan masyarakat telah menjadi korban dan
menderita dalam ketidakadilan, tanpa harapan akan adanya penyelesaian
secara adil.
Penegakan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia (HAM) di
Indonesia mencapai kemajuan ketika pada tanggal 6 November 2000
disahkannya Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan kemudian diundangkan
tanggal 23 November 2000. Undang-undang ini merupakan undang-undang
8 Makalah Pelatihan HAM bagi Panitia RANHAM Prov. Sumatera Barat, Padang, 13 Juni
2013.
9Deputi Direktur Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Jakarta.

yang secara tegas menyatakan sebagai undang-undang yang mendasari
adanya pengadilan HAM di Indonesia yang akan berwenang untuk mengadili
para pelaku pelanggaran HAM berat. Undang-undang ini juga mengatur
tentang adanya pengadilan HAM yang akan berwenang untuk mengadili
pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa lalu.
Pendekatan pembangunan yang mengutamakan "Security Approach"
selama lebih kurang 32 tahun orde baru berkuasa "Security Approach"
sebagai kunci

menjaga

stabilitas

dalam

rangka

menjaga

kelangsungan

pembangunan demi pertumbuhan ekonomi nasional. Pola pendekatan semacam
ini, sangat berpeluang menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia oleh
pemerintah,

karena

stabilitas ditegakan

dengan

cara-cara

represif

oleh

pemegang kekuasaan.
Sentralisasi kekuasaan yang dilakukan oleh orde baru selama lebih
kurang 32 tahun, dengan pemusatan kekuasaan pada Pemerintah Pusat nota
bene pada figure seorang Presiden, telah mengakibatkan hilangnya kedaulatan
rakyat atas negara sebagai akibat dari penguasaan para pemimpin negara
terhadap rakyat.
Pembalikan

teori

kedaulatan

rakyat

ini

mengakibatkan

timbulnya

peluang pelanggaran hak asasi manusia oleh negara dan pemimpin negara
dalam bentuk pengekangan yang berakibat mematikan kreativitas warga dan
pengekangan hak politik warga selaku pemilik kedaulatan, hal ini dilakukan oleh
pemegang kekuasaan

dalam

rangka

melestarikan

kekuasaannya.

Konflik Horizontal dan Konflik Vertikal telah melahirkan berbagai tindakan k
ekerasan yang melanggar hak asasi manusia baik oleh sesama kelompok
masyarakat, perorangan, maupun oleh aparat. Pelanggaran terhadap hak asasi
kaum perempuan masih sering terjadi, walaupun Perserikatan Bangsa-Bangsa
telah mendeklarasikan hak asasi manusia yang pada intinya menegaskan bahwa
setiap orang dilahirkan dengan mempunyai hak akan kebebasan dan martabat
yang setara tanpa membedakan ras, warna kulit, keyakinan agama dan politik,
bahasa, dan jenis kelamin. Namun faktanya adalah bahwa instrumen tentang
hak asasi manusia belum mampu melindungi perempuan.
Program

penegakan

hukum

dan

hak

asasi

manusia

bertujuan

untuk melakukan tindakan preventif dan korektif terhadap penyimpangan norma
hukum, norma sosial dan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di dalam

proses penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
dalam kurun waktu lima tahun kedepan, penegakan hukum dan hak asasi
manusia menjadi tumpuan penegakan hukum dan hak asasi manusia dalam
rangka merebut kembali kepercayaan masyarakat terhadap hukum, dengan
mwngutamakan tiga agenda penegakan hukum dan hak asasi manusia yaitu:
pemberantasan

korupsi,

penyalahgunaan narkoba.

Untuk

anti-terorisme,
itu

penegakan

dan
hukum

pembasmian
dan

hak

asasi

manusia harus dilakukan secara tegas, tidak diskriminatif, serta konsisten.
Kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan meliputi:
a)

Partisipasi aktif daerah dalam penguatan upaya-upaya pemberantasan
korupsimelalui pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi
2004-2009,Penguatan pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia
2004-2009,Rencana

Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial

Anak;Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk
untukAnak, dan Program Nasional Bagi Anak Indonesia (PNBAI) 2015.
b)

Dukungan aktif daerah dalam Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Hak
Asasi Manusia (RANHAM) 2004-2009 sebagai gerakan nasional.

Dalam perkembangan dan penyempurnaan nilai-nilai HAM, setidaknya
terdapat 3(tiga) generasi yang mencakup perkembangan hak-hak sipil dan
politik, hak-hak ekonomi sosial dan budaya dan hak-hak solidaritas/kolektif.
Perkembangan tersebut sejalan dengan perkembangan paham liberalisme,
sosialisme dan pemikiran tentang demokrasi Pada akhir perang dingin dan
pengaruh globalisasi kemudian mendorong pengembangan ide universalime
HAM, yang sebelumnya secara de facto HAM hanya bermakna bagi sekelompok
kecil saja. Kemudian, sejarah kolonialisme dan imperialimemenjadikan adanya
gerakan untuk mendorong adanya hak-hak kolektif masyarakat, yangsalah
satunya adalah perjuangan hak untuk menentukan nasib sendiri.
Berdasarkan pada instrumen internasional HAM, saat ini ada lebih dari 50
kategori hak yang dilindungi10, yang mencakup; hak-hak sipil dan politik, yang
menjamin

hak-hak

individual

dihadapan

hukum

dan

jaminan

untuk

berpartisipasi aktif dalam kehidupan sipil, politik dan ekonomi. Hak-hak sipil
10Indicators for Human Rights Based Approaches to Development in UNDP Programming: A
Users’
Guide, March, 2006.

termasuk hak untuk hidup, kebebasan, keamanan individu, hak persamaan di
muka hukum, hak perlindungan dari penangkapan sewenang-wenang, hak
untuk diadili secara adil, hak untuk kebebasan beragama atau berkeyakinan,
hak untukterlibat dalam masalah-masalah publik, hak untuk berpendapat dan
berekspresi, hak untukberkumpul dan berasosiasi, dan juga hak untuk memilih
dan partisipasi politik.

3. Landasan Penegakan HAM Di Indonesia

Dalam peraturan perundang undangan RI paling tidak terdapat empat
bentuk hukum tertulis yang memuat aturan tentang HAM. Pertama, dalam
konstitusi (Undang-undang Dasar Negara). Kedua, dalam ketetapan MPR (TAP
MPR). Ketiga, dalam Undang-undang. Keempat, dalam peraturan pelaksanaan
perundang-undangan seperti peraturan pemerintah, keputusan presiden dan
peraturan pelaksanaan lainnya.
Kelebihan pengaturan HAM dalam konstitusi memberikan jaminan yang
sangat kuat, karena perubahan dan atau penghapusan satu pasal dalam
konstitusi seperti dalam ketatanegaraan di Indonesia mengalami proses yang
sangat berat dan panjang antara lain melalui amandemen dan referendum.
Sedangkan kelemahannya karena yang diatur dalam konstitusi hanya memuat
aturan yang masih global seperti ketentuan tentang HAM dalam konstitusi RI
yang masih bersifat global. Sementara itu bila pengaturan HAM melalui TAP
MPR, kelemahannya tidak dapat memberikan sangsi hokum bagi pelanggarnya.
Sedangkan pengaturan HAM dalam bentuk Undang-Undang dan peraturan
pelaksanaannya kelemahannya pada kemungkinan seringnya mengalami
perubahan.
Dalam Penegakan Hukum ham juga ada landasan-landasan atau dasar yang
mengaturnya, yaitu sebagai berikut:
a. Pancasila
Dalam sila pancasila terdapat jelas perlindungan HAM. Dalam sila pertama
misalnya, pancasila memberikan jaminan kebebasan bagi warga Negara untuk
memeluk agama. Sila kedua menghendaki agar manusia diperlakukan secara
pantas. Sila ketiga memberikan pedoman kepada warga Negara dalam

melaksanakan hak asasi agar mengutamakan kepentingan bangsa dan Negara.
Sila keempat pancasila menjamin hak warga Negara untuk berkumpul,
berpendapat, serta ikut serta dalam pemerintahan. Sedangkan sila kelima,
Pancasila memberi jaminan adanya perimbangan hak milik dengan fungsi
sosial, ini berarti tiap-tiap orang berhak hidup layak dan memperoleh
kesempatan yang sama untuk mendapatkan pekerjaan.
b. Pembukaan UUD 1945
Dalam pembukaan UUD 1945 jaminan HAM termuat secara jelas dalam alinea
ke-1 dan ke-4. Alinea pertama terungkap bahwa setiap bangsa memiliki hak
merdeka dan penjajahan tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan keadilan.
Sedangkan dalam alinea ke-4 terungkap bahwa Negara hendak melindungi
segenap rakyat Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut serta memelihara perdamaiaan dunia.
c. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 (BAB XA, Pasal 28 A s/d J,
Perubahan ke-2 Undang-Undang Dasar republik Indonesia 1945);
d. TAP MPR Republik Indonesia Nomor : II/MPR/1993 tentang GBHN;
e. TAP MPR Republik Indonesia Nomor : XVII/MPR1998 tentang Hak Asasi
Manusia;
f. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1998 tentang
Pengesahan Konvensi menentang

penyiksaan

dan perlakuan atau

penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan
martabat manusia;
g. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 1998 tentang
Rencana Aksi Nasional Hak-Hak Asasi Manusia (RANHAM) yang telah
diperbaharui dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61
tahun 2003 tentang Rencana Aksi Nasional Hak-hak Asasi Manusia
(RANHAM);
h. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 181 tahun 1998 tentang
Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan;
i. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 126 tahun 1998 tentang
menghentikan penggunaan istilah Pribumi dan Non Pribumi dalam semua
perumusan

dan

penyelenggaraan,

perencanaan

program

ataupun

pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan;
j. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, tanggal 10 Desember 1945;

k. Deklarasi dan Program Aksi Wina tahun 1993
Menurut UU no 26 Tahun 2000 pasal 1 tentang pengadilan HAM , Dalam
Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1.

Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh
negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan
sertaperlindungan harkat dan martabat manusia.

2.

Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat adalah pelanggaran hak asasi
Manusia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini.

3.

Pengadilan Hak Asasi Manusia yang selanjutnya disebut Pengadilan HAM
adalah pengadilan khusus terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat

4. Setiap orang adalah orang perseorangan, kelompok orang, baik sipil,
militer,maupun polisi yang bertanggung jawab secara individual.
5. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan
Menemukan ada tidaknya suatu peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran
hak asasi manusia yang berat guna ditindaklanjuti dengan penyidikan sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini.

4. Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM
Ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Indonesia yang
berkaitan dengan pelanggaran HAM yang berat jugamengatur tentang jenis
kejahatan

yang

berupa

pembunuhan,

perampasankemerdekaan,

penyiksaan/penganiayaan,dan perkosaan. Jenis kejahatan yang diatur dalam
KUHP tersebut adalah jenis kejahatan yang sifatnya biasa (ordinarycrimes)
yang jika dibandingkan dengan pelanggaran HAM yang berat harus memenuhi
beberapa unsur atau karakteristik tertentu yang sesuai dengan Statuta Roma
1999

untuk

bisadiklasifikasikan

sebagai

pelanggaran

HAM

yang

berat.

Pelanggaran HAM berat itu sendiri merupakan extra-ordinary crimes yang
mempunyai perumusan dan sebab timbulnya kejahatan yang berbeda dengan
kejahatan atau tindak pidana umum. Dengan perumusan yang berbeda ini

tidak mungkin menyamakan perlakukan dalammenyelesaikan masalahnya,
artinya

KUHP tidak

pelanggaran

HAM

dapat
yang

untuk

berat.

menjerat
Disamping

secara
itu

efektif

sesuai

para

pelaku

dengan

prinsip

International Criminal Court, khususnya prinsip universal yang tidak mungkin
memperlakukan pelanggaran HAM berat sebagai ordinary crimes dan adanya
kualifikasi

universal

tentang

crimes

against

humanity

masyarakat

mengharuskan didaya gunakannya pengadilan HAM yang bersifat khusus, yang
mengandung pula acara pidana yang bersifat khusus11.
Pengertian tentang perlunya peradilan yang secara khusus dengan
aturan yang bersifat khusus pula inilah yang menjadi landasan pemikiran untuk
adanya pengadilan khusus yang dikenal dengan pengadilan HAM. Alasan
yuridis lainnya yang bisa menjadi landasan berdirinya pengadilan nasional
adalah bahwa pengadilan nasional merupakan “the primary forum” untuk
mengadili para pelanggar HAM berat.12
Pendekatan

Security

yang

terjadi

di

era

orde

baru

dengan

mengedepankan upaya represif menghasilkan stabilitas keamanan semu dan
berpeluang besar menimbulkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia tidak
boleh terulang kembali, untuk itu supremasi hukum dan demokrasi harus
ditegakkan, pendekatan hukum dan dialogis harus dikemukakan dalam rangka
melibatkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sentralisasi

kekuasaan

yang

terjadi

selama

ini

terbukti

tidak

memuaskan masyarakat, bahkan berdampak terhadap timbulnya berbagai
pelanggaran hak asasi manusia, untuk itu desentralisasi melalui otonomi daerah
dengan penyerahan berbagai kewenangan dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah perlu dilanjutkan, otonomi daerah sebagai jawaban untuk
mengatasi ketidakadilan tidak boleh berhenti, melainkan harus ditindaklanjutkan
dan dilakukan pembenahan atas segala kekurangan yang terjadi.
Reformasi aparat pemerintah dengan merubah paradigma penguasa
menjadi

pelayan masyarakat dengan

cara mengadakan

reformasi

di bidang struktural, infromental, dan kultular mutlak dilakukan dalam rangka

11 .Muladi, Pengadilan Pidana bagi Pelanggar HAM Berat di Era Demokrasi, 2000,
Jurnal Demokrasi dan HAM, Jakarta, hlm. 54.
12 Muladi, Mekanisme Domestik untuk Mengadili Pelanggaran HAM Berat melalui
SistemPengadilan atas Dasar UU No. 26 Tahun 2000, Makalah dalam Diskusi Panel 4
bulanPengadilan Tanjung Priok, Elsam, 20 Januari 2004.

meningkatkan kualitapelayanan public untuk mencegah terjadinya berbagai
bentuk pelanggaran hak asasi manusia oleh pemerintah.
Perlu penyelesaian terhadap berbagai Konflik Horizontal dan Konflik
Vertikal di tanah air yang telah melahirkan berbagai tindakan kekerasan yang
melanggar hak asasi manusia baik oleh sesama kelompok masyarakat
dengan acara menyelesaikan akar permasalahan secara terencana dan adil.
Kaum perempuan berhak untuk menikmati dan mendapatkan perlindungan
yang sama bagi semu Hak Asasi Manusia dibidang politik, ekonomi, social,
budaya,

dan

bidang

lainnya,termasuk hak untuk hidup, persamaan, kebebasan

dan

keamanan

pribadi, perlindungan yang sama menurut hukum, bebas dari diskriminasi,
kondisi kerja yang adil. Untuk itu badan-badan penegak hokum tidak boleh
melakukan diskriminasi terhadap perempuan, lebih konsekuen dalam mematuhi
Konvensi Perempuan sebagaimana telah diratifikasi dalam Undang undang No.7
Tahun 1984, mengartikan fungsi Komnas anti Kekerasan Terhadap Perempuan
harus

dibuat

perlindungan

perundang-undangan
hak

asasi

perempuan

yang

memadai

dengan

yang menjamin

mencantumkan

sanksi

yang memadai terhadap semua jenis pelanggarannya.

1.1 Kasus Marsinah (1993)
Kasus tersebut berawal dari unjuk rasa buruh yang dipicu surat edaran
gubernur setempat mengenai penaikan UMR. Namun PT. CPS, perusahaan
tempat Marsinah bekerja memilih bergeming. Kondisi ini memicu geram para
buruh..
Senin 3 Mei 1993, sebagian besar karyawan PT. CPS berunjuk rasa
dengan mogok kerja hingga esok hari. Ternyata menjelang selasa siang,
manajemen perusahaan dan pekerja berdialog dan menyepakati perjanjian.
Intinya mengenai pengabulan permintaan karyawan dengan membayar upah
sesuai UMR. Sampai di sini sepertinya permasalahan antara perusahaan dan
pekerja telah beres.
Namun esoknya 13 buruh yang dianggap menghasut unjuk rasa digiring
ke Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo untuk diminta mengundurkan diri

dari CPS. Marsinah marah dan tidak terima, ia berjanji akan menyelesaikan
persoalan

tersebut

ke

pengadilan.

Beberapa

hari

kemudian,

Marsinah

dikabarkan tewas secara tidak wajar. Mayat Marsinah ditemukan di gubuk
petani dekat hutan Wilangan, Nganjuk tanggal 9 Mei 1993. Posisi mayat
ditemukan tergeletak dalam posisi melintang dengan kondisi sekujur tubuh
penuh luka memar bekas pukulan benda keras, kedua pergelangannya lecetlecet, tulang panggul hancur karena pukulan benda keras berkali-kali, pada
sela-sela paha terdapat bercak-bercak darah, diduga karena penganiayaan
dengan benda tumpul dan pada bagian yang sama menempel kain putih yang
berlumuran darah.
Secara resmi, Tim Terpadu telah menangkap dan memeriksa 10 orang
yang diduga terlibat pembunuhan terhadap Marsinah. Salah seorang dari 10
orang yang diduga terlibat pembunuhan tersebut adalah Anggota TNI. Hasil
penyidikan polisi ketika menyebutkan, Suprapto (pekerja di bagian ontrol CPS)
menjemput Marsinah dengan motornya di dekat rumah kos Marsinah. Dia
dibawa ke pabrik, lalu dibawa lagi dengan Suzuki Carry putih ke rumah Yudi
Susanto di Jalan Puspita, Surabaya. Setelah tiga hari Marsinah disekap, Suwono
(satpam CPS) mengeksekusinya.
Di pengadilan, Yudi Susanto divonis 17 tahun penjara, sedangkan
sejumlah stafnya yang lain itu dihukum berkisar empat hingga 12 tahun,
namun mereka naik banding ke Pengadilan Tinggi dan Yudi Susanto dinyatakan
bebas. Dalam proses selanjutnya pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung
Republik Indonesia membebaskan para terdakwa dari segala dakwaan (bebas
murni). Putusan Mahkamah Agung RI tersebut, setidaknya telah menimbulkan
ketidakpuasan sejumlah pihak sehingga muncul tuduhan bahwa penyelidikan
kasus ini adalah “direkayasa”.
Kasus kematian Marsinah menjadi misteri selama bertahun-tahun hingga
akhirnya kasusnya kadaluarsa tepat tahun ini, tahun 2014. Mereka yang
tertuduh dan dijadikan kambing hitam dalam kasus ini pun akhirnya
dibebaskan oleh Mahkamah Agung. Di zaman Orde Baru, atas nama stabilitas
keamanan dan politik, Negara telah berubah wujud menjadi sosok yang
menyeramkan, siap menculik, mengintimidasi dan bahkan menghilangkan
secara paksa siapa saja yang berani berteriak atas nama kebebasan
menyuarakan aspirasi.
Gambar 1.1

Gambar 1.2

Gambar 1.3

BAB III
KESIMPULAN
Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan penyelenggaraan kehidupan berbangsa
dan bernegara atau pergumulan politik dan etika yang erat hubungannya
dengan harkat dan martabat manusia, tidak saja sebagai fenomena filosofis
sosial tetapi juga fenomena yuridis konstitusional. Tuntutan untuk menegakan

hak asasi manusia sudah sedemikian kuat, baik di dalam negeri maupun
melalui tekanan dunia internasional, namun masih banyak tantangan yang
dihadapi untuk itu perlu adanya dukungan dari semua pihak. Agar penegakan
hak asasi manusia bergerak ke arah positif.
Diperlukan niat dan kemauan yang serius dari pemerintah, aparat
penegak hukum, dan elit politik agar penegakan hak asasi manusia berjalan
sesuai dengan apa yang dicita-citakan. Sudah menjadi kewajiban bersama
segenap komponen bangsa untuk mencegah agar pelanggaran hak asasi
manusia dimasa lalu tidak terulang kembali di masa sekarang dan masa yang
akan datang.
Penegakan HAM selalu mempunyai hubungan yang positif dengan
tegaknya hukum di negara hukum seperti Indonesia, sehingga dengan
dibentuknya KOMNAS HAM dan pengadiklan HAM akan sangat berperan
penting dalam penegakan hukum di Indonesia. Atas dasar undang-undang
yang mengatur HAM yaitu UU No. 39 Tahun 1999, UU No. 26 Tahun 2000 dan
HAM Ad Hoc akan membantu bangsa Indonesia untuk menegakan hukum
dalam HAM. Dengan itu berarti bangsa indonesia berhak menikmati kebenaran,
kesejahteraan, dan keadilan hukum di Indonesia. Dengan adanya hukum yang
benar maka dengan sendirinya kehidupan bernegapun akan berjalan dengan
baik.

DAFTAR PUSTAKA

Ikhsan, Muchammad, 2009, Hukum Perlindungan Saksi Dalam Sistem Peradilan
Pidana Indonesia, Surakarta: Buku Panduan Kuliah Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Kusumaatmadja, Mochtar& Sidharta,Arif, 2000, Pengantar Ilmu Hukum,
Bandung:Alumni.
Surbakti, Natangsa,2004, Dari Penegakan Hukum Konvensional ke Penegakan
Hukum Progresif, Surakarta : Jurnal Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Lubis, T. Mulya, In Search of Human Rights: Legal-Political Dilemmas of
Indonesia’s New Order, 1966-1990,Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 1993.
Manfred, “Pengantar Pada Rezim HAM Internasional”, Pustaka Hak Asasi
Manusia Raoul WallenbergInstitute, 2003.
Wignjosoebroto,Soetandyo, “Hak Asasi Manusia, Konsep Dasar dan
Perkembangan pengertiannya dari Masake Masa”, Seri Bahan Bacaan Kursus
HAM untuk Pengacara XVI tahun 2007, Lembaga Studi dan AdvokasiMasyarakat
(ELSAM).
Abdullah, Rozali. Perkembangan HAM dan keberadaan Peradilan HAM di
Indonesia. Ghalia Indonesia. Jakarta. 2001.
Makalah Pelatihan HAM bagi Panitia RANHAM Prov. Sumatera Barat, Padang, 13
Juni2013.
Deputi Direktur Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Jakarta.
Indicators for Human Rights Based Approaches to Development in UNDP
Programming: A Users’Guide, March, 2006.
Muladi, Pengadilan Pidana bagi Pelanggar HAM Berat di Era Demokrasi,
2000,Jurnal Demokrasi dan HAM, Jakarta.
Muladi, Mekanisme Domestik untuk Mengadili Pelanggaran HAM Berat melalui
SistemPengadilan atas Dasar UU No. 26 Tahun 2000, Makalah dalam Diskusi
Panel 4 bulanPengadilan Tanjung Priok, Elsam, 20 Januari 2004.
Pranoto Iskandar, “Tindak Penyiksaan dan Hukum Internasional”. Volume 6. Nomor 2, Pandecta
2011.
Jawahir Thontowi, “HAM
di Negara-Negara Muslim dan Realitas Perang
Melawan Teroris di Indonesia”. Volume 8. Nomor 2, Pandecta 2013.
Bambang Heri Supriyanto, “Penegakan Hukum Mengenai Hak Asasi Manusia
(HAM) Menurut Hukum Positif di Indonesia”.Vol . 2, No. 3, Jurnal Al-Azhar
Indonesia Seri Pranata Sosial 2014.
Gillespie, John, “Human Rights as a Larger Loyalty: The Evolution of Religious Freedom in
Vietnam”. Volume 27 Nomor 4, Hardvard Human Rights Journal 2014