Hak atas Kesehatan reproduksi perempuan dalam cedaw dan hukum Islam (studi komparaif)

HAK ATAS KESEHATAN REPRODUKSI PEREMPUAN
DALAM CEDAWDAN HUKUM ISLAM
(STUD I KOMPARATIF)

Disusun Oleh

ANAPRAWATI

103045228175

KONSENTRASI SIYASAH SYAR'IYYAH
PROGRAM STUDI JINAYAH DAN SIYASAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA

1429 HI 2008 M

PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul "HAK ATAS KESEHATAN REPRODUKSI PEREMPUAN
DALAM CEDAWDAN HUKUM ISLAM (STUDI KOMPARATIF)" telah diujikan

dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Selasa, 10 Juni 2008. Skripsi ini telah
diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
pada Program Studi Jinayah Siyasah Konsentrasi Siyasah Syar'iyyah.
Jakarta, 10 juni 2008 .

. Muhammad Amin Suma, S.H, M.A, M.M.
NIP. 150 210 422
Panitia Ujian :
1. Ketua

: Asmawi. M.Ag.
NIP. 150 282 394

2. Sekretaris

: Sri Hidayati. M.Ag
NIP. 150 282 403
(


3. Pembimbing I : Dr. Rumadi, MA.
NIP. 150 283 352
4. Pembimbing II : Dr. Enis Nurlaelawati, MA
NIP. 150 277 992
5. Penguji I

: Prof. DR. H. Muhanunad Amin Sum
NIP. 150 210 422

5. Penguji II

: Dr. H. Ahmad Mukri Aji, MA.
NIP. 150 220 544

)

( .....

KATA PENGANTAR
H"-)1 セIi@


.iii;=------!

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia serta segala petunjuk yang telah diberikan-Nya. Shalawat dan salam, semoga
Allah melimpahkan kepada Nabi Muhammad saw., para keluarga, sahabat dan pada
pengikutnya hingga akhir zaman.
Penulis bersyukur telah menyelesaian skripsi yang diajukan sebagai salah satu
syarat dalam menempuh gelar Saijana Hukum Islam di Fakultas Syari'ah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakaiia yang berjudul " HAK ATAS
KESEHATAN REPRODUKSI PEREMPUAN DALAM CEDAW DAN HUKUM
ISLAM (STUDI KOMPARATIF) ".
Dalam setiap tahap penyusunan skripsi ini begitu banyak bantuan, bimbingan,
dorongan serta perhatian yang diberikan oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
ingin mengucapkan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada:
I. Bapak Prof. DR. Drs. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM. selaku
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN SyarifHidayatullah Jakarta.
2. Bapak Asmawi, M.Ag. selaku Ketua Program Studi Jinayah Siyasah.
3. Ibu Sri Hidayati, M.Ag. selaku Sekretaris Program Studi Jinayah Siyasah.

4. Bapak Dr. Rumadi MA. dan Ibu Dr. Enis Nurlaelawati MA. selaku
Pembimbing Skripsi Penulis.

5. Pimpinan

dan

segenap JaJaran

pengurus

Perpustakaan

Utama

dan

Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan fasilitas
kepada penulis untuk mengadakan studi perpustakaan.
6. Keluarga tercinta, Ibu Rumjanah (aim), Engkong H. Salim (aim) dan Nyai Hj.

Asiah Salim. Untuk paman dan bibi terimakasih atas segalanya, telah
mengasuh dan mendidik penulis san1pai saat ini, serta saudarn-saudaraku
Yusi, Rury, Roby, Ade, Ivie, Eggie, dan Imen yang tak pemah lepas dan lupa
dengan segala do' a, kasih sayang dan pengorbanannya sehingga tidak hentihentinya memberikan motivasi material dan spiritualnya. I love you all ...
7. Rekan-rekan Siyasah Syar'iyyah angkatan 2003 senasib dan seperjua11gan,
Iwa, Boncue, kong Nawi, Bajuri, Q-Roy, Oi', B'Dur, Icuy, Nazir, dan Babeh,
Oi, Fadinla. Kompak selalu ... ! ! !
8. Sahabat-sahabatku, Isya, Rieny, Jeane dan kawan-kawan, yang telah
menemani dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini selama di
pondok akkazaman. Maaf sering kali merepotkan kalian, but Thank's for
everythink... Chayoo
Semoga bantuan, bimbingan, dorongan serta perhatian yang diberikan oleh
mereka mendapat balasan yang berlipat dari Allah SWT.
Akhir kata, penulis berharap skiipsi ini dapat bermallfaat khususnya bagi
penulis pribadi dan pembaca pada umumnya. Amiin.
Tangerang, Maret 2008
Penulis

DAFTARISI


KATA PENGANTAR ................................................................. .
DAFTAR ISi ...............................................................................

111

BABI : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

1

B. Pembatasan dan Pernmusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

7

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

8

D. Tinjauan Pustaka . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .....


9

E. Metode Penelitian

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. 11

F. Sistematika Penulisan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. ... 13

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG CEDAW

A. Pengertian CEDAW ............................................................ 15
B. Landasan Pemikiran dan Prinsip-Prinsip Konvensi CEDAW......... ... 17
C. Pokok-Pokok Isi Konvensi CEDAW ........................................ 22
D. Perkembangan CEDA W di Indonesia ....................................... 28

BAB III: CEDAWDAN KESEHATAN PEREMPUAN: HAK REPRODUKSI

A. Pengertian Hak dan Kesehatan Perempuan dalam CEDAW ... . . . . . . . .. 35
B. Bentuk-Bentuk Isu Kesehatan Reproduksi Perempuan:


I. Aborsi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . 40
2. Female Genital Mutilation (FGM) . . . . . . ... . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . .. 61
C. Instrumen Hulmm yang Memberi Perlindungan bagi Kesehatan
Perempuan di Indonesia . . . . . . . . . . . . . . . ... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .....

67

BAB IV : TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK
KESEHATAN PEREMPUAN DALAM CEDAW
A. I-Iak-Hak Kesehatan Reproduksi Perempuan Dalam Pandangan Islam 73
B. Dasar Hukum Islam yang Menguatkan Hak-Hak Kesehatan Perempuan
dalam CEDA W............. .. . . . . . . . . . . . . . . . ... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .... 79
C. Reinterpretasi Terhadap Hukum Islam Mengenai Hak-Hak Kesehatan
Reproduksi Perempuan dalam CEDA W .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..... 84

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ...... ......... ......... ......... ......... .. ................... ...

91


B. Saran ........................................................................... 95

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN - LAMPIRAN

BABI

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Sebagai suatu istilah, Hak Asasi Manusia (HAM) dirasakan penting dan
dapat diterima masyarakat umum sekitar 50 tahun lalu. Tetapi hak asasi
perempuan baru menjadi perhatian nmnm sejak tahun 1970, namun ironisnya hak
asasi perempuan tidak secara otomatis dikenali ketika hak asasi tersebut
diproklamirkan. 1
Pada tahun 1967 Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengeluarkan
deklarasi mengenai penghapusan diskriminasi terhadap wanita. Deklarasi tersebut
memuat hak dan kewajiban wanita berdasarkan persamaan hak dengan pria.
Tahun 1979 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menyetujui isi

konvenan tersebut. 2 Kemudian Pada tanggal 7 Juli 1984 Indonesia telah
meratifikasi Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination
Against Women (CEDAW).

Diskriminasi masih terdapat dalam berbagai bidang kehidupan hingga ke
peraturan hukum. Maka dari

itu Perserikatan Bangsa-Bangsa memberi

kesempatan kepada lembaga swadaya masyarakat di negara anggota PBB untuk
membuat laporan tentang pelaksanaan konvensi tersebut. Hingga sekarang, telah
1

Zumrotin K. susilo, dkk, Pere1npuan Bergerak: Membingkai Gerakan Konsun1en dan
Penegakan Hak-Hak Perempuan, (Makassar: Yayasan Lembaga Konsumen Sulawesi Selatan, 2000),
h.22
2
Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum. Direktorat Hukum Dan Peradilan Mabkamah
Agung RI, Informasi Peraturan Perundang-Undangan Tentang Hak Asasi Manusia, (Jakarta:
Direktorat Hukum Dan Peradilan Mahkamah Agung RI, 2003) h.139


2

dilakukan pembahasan pelaksanaan CEDAW untuk bidang berbeda-beda, sesuai
dengan pasal-pasal menyangkut hak perempuan, seperti diantaranya hak atas
kesehatan (pasal 12 CEDAW). 3
Dalam tatanan masyarakat di dunia, kedudukan wanita seringkali
dianggap lebih rendah dari pria, pandangan yang tidak seimbang atas kedudukan
wanita ini menimbulkan suatu masalah klasik yang telah dihadapi kaum wanita
selama berabad-abad, yaitu ketidakadilan yang disebabkan perbedaan gender.
Masalah ini kemudian berakar kuat dalam masyarakat dan belum pernah ada
penyelesaian yang memuaskan untuk menuntaskan keadaan ini.
Faktor utama penyebab masalah ini adalah masih dianutnya pabam
patriakal di sebagian masyarakat adat di dunia, dimana pria dianggap sebagai
makhluk yang lebih superior dibandingkan wanita. 4
Berbicara mengenai masalah perempuan, luas persoalan yang hams
dibahas, seperti termasuk di dalamnya persoalan kemiskinan, pendidikan,
kesehatan, kekerasan, ekonomi, lingkungan

hidup dan media. Semua

itu

berangkat dari bentuk ketidakadilan yang dialami pihak perempuan sebagai akibat
subordinasi posisi mereka terhadap laki-laki. Persoalan sekarang ini adalah
kekhawatiran dari dampak ketidakadilan itu sendiri, yang tentu akan berimbas
pada perempuan baik secara individu maupun kelompok dan mungkin akan

3

http://www.defathya.multiply.com/reviews/item.html, diakses pada tangggal 23 Desember

2007
4

Sulistyowati Irianto, Peretnpuan dan Hukum: Menuju Hukzun yang Berperspektff
Kesetaraan dan Keadilan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006), h.489

3

berimbas juga pada generasi berikutnya. Tidak mengherankan apabila dewasa ini
isu kesehatan perempuan (sebagian besar mengenai kesehatan reproduksi)
menjadi tema yang paling besar menyita perhatian, sehingga bukan suatu yang
tabu jika reproduksi dikatakan merupakan pokok sekaligus pangkal dari
keseluruhan persoalan perempuan. 5 Lebih banyak perempuan dan anak
perempuan yang mati setiap hari karena berbagai bentuk penyalahgunaan hak
asasi atas diskriminasi jenis kelamin.6
Kondisi

kesehatan

perempuan

yang

demikian

memprihatiukan

sesungguhnya disebabkan oleh ketiadaan jaminan kesehatan bagi masyarakat.
Apalagi kesehatan dalam sistem sekuler7 merupakan barang yang mahal,
ditambah dengan kondisi perekonomian saat ini, layanan kesehatan yang
berkualitas tidak bisa dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. 8 Dengan kondisi
seperti ini bukan hanya perempuan saja yang menjadi tidak sehat tetapi juga
mencakup kaum laki-laki.
Fungsi reproduksi yang melambangkan pembagian kerja antara laki-laki
dan perempuan diperluas dalam sistem patriarki sebagai ciri pemisahan domestik
dan publik. Akibatnya, gender acapkali terkonotasikan dengan ungkapan
"perempuan lebih cocok dirumah". Konstruksi dikotomi jender seperti ini, secara
5

Lies Marcoes-Natsir, Mencoba Mencari Titik Temu Islam dan Hak Reproduksi Perempuan,
dalam Syafiq Hasyim, ed., Menakar Harga Perempuan, (Jakarta: Mizan, 1999), h.19.
6
C. de Rever, To Serve & To Protect: Acuan Universal Penegakan HAM, Penerjemah
Supardan Mansyur, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), h.341.
7
Sistem sekuler yaitu sistem yang didasarkan pada aliran yang menghendaki agar kesusilaan
atau budi pekerti tidak didasarkan pada ajaran agama.
' Ummu Fadhiilah, "Hak-Hak Kesehatan Reproduksi Perempuan Da/am Pandangan Islam"
artikel dalam ィエーZOキNオォ。ッイゥ、_アセョ・ャ@
9, diakses pada 23 Desember 2007.

4

langsung maupun tidak langsung menumbuhkan asimetri antara laki-laki dan
perempuan (laki-laki superior sedangkan perempuan inferior), sehingga istilab
kodrat, hakikat dan martabat seringkali hanya diungkapkan kepada kaum
perempuan. Sebenarnya, perbedaan antara laki-laki dan perempuan hanya terletak
pada kemampuan untuk hamil dan melahirkan. Namun, karena ha! ini secara
langsung maupun tidak langsung membatasi gerak alami perempuan, maka tradisi
ini lalu direkayasa menjadi pembenaran kodrat perempuan yang sekaligus
membatasi gerak perempuan dalam berperan. 9
Di Indonesia berbagai wacana tentang hak-hak kesehatan perempuan atau
hak reproduksi menjadi pembahasan baru dalam kaitan hukum Islam maupun
wacana gender sendiri. Sebelum terkait dengan agama, budaya dan politik, isu
hak reproduksi perempuan (reproductive right) dianggap kurang menarik,
setidaknya bagi kalangan yang baru mendengar istilab ini karena nuansanya yang
terkesan medis. Definisi kesehatan reproduksi sendiri sering dikaitkan dengan
sistem reproduksi, fungsi, maupun proses reproduksi sendiri, namun sebenarnya
maksudnya adalah suatu keadaan yang menyeluruh, meliputi aspek fisik, mental,
dan sosial. 10
Salab satu aspek fundamental kemampuan suatu agama adalab untuk
membebaskan manusia dari berbagai bentuk penindasan. Dalam al-Quran

9

Dadang S, Anshori, dkk., Membincangkan Feminisme: Rejleksi Muslimah Alas Peran Sosial
Kaz11n Wanita, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1997) h. 34
'°http://www.kompas.com/kompas_cetak/03 l l/swara.html, diakses tanggal 23 Desember
2007

5

digambarkan bahwa kedatangan Nabi Mnbammad bertujuan untuk membebaskan
umat dari belenggu penindasan yang menghilangkan integritas kemanusiaan (QS.
Al- A'raaf: 157). Disamping mengajarkan tauhid, al-Quran juga merekam
berbagai kisah penindasan yang terjadi pada masa kenabian Muhammad seperti
perbudakan, subordinasi perempuan dan pihak-pihak lain yang marginal secara
sosial dan budaya.
Ironisnya kitab-kitab fiqih yang dikodifikasikan saat Islam mencapai
puncak peradaban justru telah memasung kaum perempuan pada dinding yang
membatasi akses mereka terhadap pendidikan yang setara dengan laki-laki. Saat
itu, pendidikan yang memadai hanyalah milik laki-laki sedangkan perempuan
Islam yang seharusnya menjadi dinamis, mandiri, mulia, dan terhormat hanya
menjadi perempuan yang rapnb. Stereotip dan subordinasi di atas akibat tidak
tersentuhnya riwayat-riwayat dari hadits Nabi Muhammad secara eksplisit oleh
setiap gerakan pembaharuan pemikiran Islam saat itu. 11
Terdapatnya hak untuk hidup dan hak perlindungan untuk hidup dalam
komposisi hak asasi berkaitan erat dengan keselamatan pribadi manusia dengan
kebebasannya. Hal ini dapat kita analogikan sebagai suatu jaminan kesehatan bagi
setiap manusia, tentunya dengan tidak membedakan jenis kelamin. Perempuan
diakui memiliki beberapa macam hak dasar, yaitu: 12

11

Siti Ruhaini Dzuhayatin, Rekonstruksi Metodologis Wacana Kesetaraan Gender Dalam
Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), h.15
12
http://hidayatullah.com/index.php?option=com content&task=view&ID=26 l O&Itemed=60
diakses pada tanggal 13 Januari 2008

6

1. Hak untuk mendapatkan standar tertinggi kesehatan reproduksi dan seksual.
2. Hak untuk membuat keputusan yang berkenaan dengan kebebasan reproduksi
yang bebas dari paksaan, dan kekerasan.
3. Hak bebas memutuskanjumlah anak danjarak kelahiran anak, serta hak untuk
memperoleh informasi sekaligus sarananya.
4. Hak untuk mendapatkan kepuasan dan keamanan hubungan seks.
Berangkat dari permasalahan yang tertera di atas, dalam skripsi ini penulis
mencoba membahas suatu skripsi denganjudul: "Hak Atas Kesehatan Reproduksi
Perempuan Dalam CEDA W dan Hukum Islam (Studi Komparatif)" dengan
beberapa alasan sebagai berikut:
a. Banyak hak-hak wanita seputar kesehatan reproduksi yang belum terpenuhi
karena berbagai alasan baik dalam lingkup keluarga maupun masyarakat.
b. Ada beberapa sisi menarik yang perlu ditelaah dalam berbagai nonna dan
menurut perspektifhukum dalam menyoroti masalah-masalah seputar hak-hak
reproduksi karena selama ini hak kesehatan reproduksi hanya di identikkan
sebagai bagian dari medis.
c. Isu tentang hak-hak kesehatan reproduksi telah memunculkan efek yang
cenderung

amoral.

Terlebih

bila

diamati

betapa

gencarnya

upaya

penggalangan dukungan untuk mengamandemen UU kesehatan No.23 Tahun
1992, yang mengarah kepada upaya legalisasi aborsi, atas nama hak-hak dan
kesehatan reproduksi perempuan, sehingga terkesan ada muatan politis yang
tersembunyi dibaliknya.

8

1. Bagaimana hak-hak kesehatan perempuan yang terdapat dalam CEDA W?
2. Bagaimana bentuk instrumen hukum yang memberi perlindungan terhadap
kesehatan perempuan?
3. Bagaimana hukum Islam melihat hak-hak kesehatan perempuan yang terdapat
dalam CEDA W?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah:
1. Untuk mengetahui bentuk hak-hak atas perempuan dalam bidang kesehatan
2. Untuk mengetahui jenis perlindungan yang diberikan oleh instrumen hukum
terhadap perempuan dalam memperoleh haknya
3. Untuk mengetahui hak-hak perempuan dalam CEDAW apakah telah sesuai
dengan hukum Islam.
Sedangkan manfaat dari penulisan skripsi ini adalah untuk menambah
pengetahuan tentang CEDA W pada umumnya. Manfaat praktis bagi penulis,
pembaca, serta masyarakat adalah mengetahui apa saja yang masuk kedalam hakhak kesehatan reproduksi perempuan yang terdapat dalam CEDA W dan hukum
Islam. Secara akademis dapat bermanfaat bagi para akademisi Fakultas Syari' ah
dan Hukum pada umumnya dan bagi program studi Siyasah Syar'iyyah
khususnya, sebagai penamba11 referensi tentang studi komparatif mengenai hak
atas kesehatan reproduksi perempuan dalam CEDA W dan Hukum Islam.

9

D. Tinjauan Pustaka
Dalam menjaga keaslian judul yang akan penulis ajukan dalam skripsi ini
perlu kiranya penulis uraikan juga beberapa buku atau karangan yang berkaitan
atau mengkaji isu seperti ini. Berdasarkan buku-buku yang akan dicantumkan
dibawah ini, baik kiranya jika dikelompokan terlebih dahulu menjadi beberapa
bagian sudut pandang.
Dari sudut pandang Hak Asasi Manusia, buku yang digunakan lebih
cenderung global menyangkut hak asasi, diantaranya To Serve To Protect, Acuan

Universal Penegakkan HAM oleh C. de Rover. Dalam buku ini HAM dikaitkan
dengan Hukum Humaniter Internasional dan kemudian menempatkan HAM pada
keadaan operasional dengan melibatkan penegak hukum, polisi dan angkatan
bersenjata. Kemudian terdapat juga buku Informasi Peraturan Perundang-

undangan tentang Hak Asasi Manusia yang diterbitkan oleh Jaringan
Dokumentasi dan Informasi Hukum Direktorat Hukum dan Peradilan Mahkamah
Agung RI 2003. Tujuan dikeluarkannya buku ini sebagai upaya memasyarakatkan
undang-undang dan peraturan terkait tentang HAM, dengan harapan dapat
menambah pengetahuan dan penahanan mengenai beberapa ketentuan tentang
HAM bagi pejabat, petugas peradilan dan kalangan masyarakat.
Buku yang digunakan dalam sudut pandang perempuan, di antaranya

Perempuan Bergerak, Membingkai Gerakan Konsumen dan Penegakan Hak-Hak
Perempuan, ditulis oleh Susilo Zamrotin K., dkk yang berisi tentang penegakkan
hak-hak perempuan oleh instrumen-instrumen hukum internasional dibawah

10

Perserikatan Bangsa-Bangsa. Buku lain adalah Hak Azasi Perempuan Instrumen

Hukum Untuk Mewujudkan Keadilan Gender. Buku ini ditulis oleh kelompok
kerja Convention Watch kerjasama dengan Pusat Kajian Wanita dan Gender
Universitas Indonesia. Ulasan mengenai Hak asasi perempuan, dalam buku ini
menitikberatkan pada penegakkan hukum yang adil sebagai perlindungan dari
bentuk-bentuk diskriminasi terhadap perempuan tem1asuk tindak kekerasan dalam
keluarga dan masyarakat.
Selain itu, buku dengan perspektif perempuan lainnya ialah Perempuan

dan Hukum: Menuju Hukum Yang Berperspektif Kesetaraan dan Keadilan, editor
oleh Sulistyowati Irianto. Buku ini berisi kumpulan artikel mengenai hak-hak
perempuan dalam kehidupan bermasyarakat, sebagaimana yang telah diatur dalan1
DUHAM (Deklarasi universal Hak Asasi Manusia), CEDA W, maupun instrumen
intemasional lainnya. Terdapat juga buku yang merupakan buku ajar, dengan
judul buku Bahan Ajar Tentang Hak Perempuan: UU No. 7 Tahun 1984 Tentang

Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
Terhadap Wanita, oleh Achie Sudiarti Luhulima. Isi buku ini menguraikan hakhak perempuan dalam UU No.7 Tahun 1984, dengan mengedepankan
pembahasan

pada

pasal-pasal

yang

dianggap

banyak

persoalan

dalam

penerapannya.
Buku lain yang pantas disebut adalah buku dengan judul Islam dan

Inspirasi Kesetaraan Gender, oleh Siti Musdah Mulia. Dengan sudut pandang
gender, buku ini menguraikan ketegasan Islam sebagai agama yang mengajarkan

11

penghormatan dan pemuliaan terhadap manusia, tanpa melihat jenis kelamin,
gender, suku, ras, dan ikatan primordial lainnya.
Di antara karya-karya tulis tersebut diatas, tidak terdapat kesamaan judul
yang secara langsung berkaitan dengan masalah yang akan dibahas dalam skripsi
ini. Namun terdapat didalamnya beberapa isu penting yang dapat diuraikan
kembali penjelasannya, karena dalam uraiannya tersebut hanya memunculkan
pandangan dari satu sudut saja, yakni sudut gender ataupun hukum Islam. Dari
sini penulis tertarik mengkaji lebih dalam tentang isu kesehatan reproduksi ini,
dalam mengangkat isu kontroversi yang telah ditentukan maka uraian yang
dituangpun lebih terarah. Perbedaan yang penulis tampilkan disini adalah segi
komparatif permasalahannya. Spesifik pembahasan yaitu hak atas kesehatan
reproduksi perempuan dalam CEDA W dan hukum Islam.
E. Metode Penelitian
Metode merupakan strategi utama dalam pengumpulan data-data yang
diperlukan untuk menjawab persoalan yang dihadapi. 14 Pada dasamya sesuatu
yang dicari dalam penelitian ini tidak lain adalah "pengetahuan" atau lebih
tepatnya "pengetahuan yang benar", dimana pengetahuan yang benar ini nantinya
dapat dipakai untuk menjawab pertanyaan atau ketidaktahuan tertentu. 15

14

Mohammad Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998), Bagian Pengantar,

Cet. Ke-3.

15

h. 27-28.

Bambang Sunggono, Metode penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 1997),

12

Penelitian ini dimaksudkan untuk menggali segala bentuk hak-hak perempuan
dalam bidang kesehatan
I. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
jenis penelitian yang berbentuk studi deskriptif kualitatif yang berusaha
mengkombinasikan pendekatan normatif dan empiris. Sedangkan pendekatan
empiris diharapkan dapat menggali data dan informasi sebanyak dan sedetail
mungkin tentang hak-hak atas kesehatan perempuan dalam CEDA W.
2. Teknik Pengumpulan Data
Dalam rangka menghimpun seluruh data dan fakta yang menunjang
penelitian permasalahan dalam penelitian ini, Penulis menggunakan metode
studi kepustakaan (Library Research) yaitu dengan mengkaji, menelaah, dan
menelusuri literatur yang berkenaan dengan masalah dari beberapa sumber
yang berupa buku, majalah, koran, artikel, dan lain-lain. Dengan metode ini
penulis berusaha mengungkap hak-hak kesehatan reproduksi perempuan, dan
bagaimana Islam memandang hal ini berkenaan dengan hak kesehatan
perempuan yang terdapat dalam CEDA W.
3. Teknik Analisis Data
Dalam menganalisa data, pendekatan dalam penelitian adalah analisis
kualitatif, data kualitatif ini diperoleh dengan sudut pandang gender analysis
sebagai alat dalam menganalisa petmasalahan yang ada. Desain penulisan
adalah deskriptif analisis yaitu sebuah studi untuk menemukan fakta dengan

13

interpretasi yang tepat dan menganilasa lebih dalam tentang hubunganhubungannya. 16
4. Teknik Penulisan
Penulisan skripsi ini mengacu pada buku "Pedoman Penulisan Skripsi
Fakultas Syariah dan Hukum yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Jakarta Tahun 2007".
F. Sistematika Penulisan

Dalam menggambarkan keseluruhan uraian dan untuk keteratuiran isi
penelitian. Skripsi ini di bagi atas bab-bab yang terdiri dari 5 (lima) Bab, yaitu:
BABI

Pendahuluan, terdiri: latar belakang masalah, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka,
metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II

Tinjauan Umum Tentang CEDAW, terdiri: pengertian CEDAW,
landasan pemikiran dan prinsip-prinsip konvensi CEDAW, pokokpokok isi konvensi, perkembangan CEDAW di Indonesia.

BAB III:

CEDAW dan Kesehatan Perempuan: Hak Reproduksi, terdiri:

pengertian hak dan kesehatan perempuan dalam CEDA W, bentukbentuk isu kesehatan reproduksi perempuan, instrument hukum yang
memberi perlindtmgan bagi kesehatan perempuan.di Indonesia

16

M. A. Moleong J. Lexy. Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung: PT Remaja Roda Karya.
2004). h. 6.

14

BAB IV:

Tinjauan Hukum Islam Terhadap Hak-Hak Kesehatan Perempuan
Dalam CEDAW, terdiri: hak-hak kesehatan dalam pandangan Islam,
dasar hukum Islan1 yang menguatkan hak-hak perempuan dalam
CEDA W,

dan reinterpretasi CEDA W terhadap hukum Islam

mengenai hak-hak kesehatan reproduksi perempuan
BABV

Penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran.

BABII
TINJAUAN UMUM TENTANG CEDAW

CEDA W pada mulanya merupakan singkatan dari Committee on the

Elimination of all forms of Discrimination Againts Women, yaitu suatu komite
Perserikatan Bangsa-Bangsa yang bertugas memantau implementasi konvensi
penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan di negara-negara
peserta (negara peratifikasi konvensi) serta mengawasi kepatuhan negara dalam
melaksanakan prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan konvensi. Kini istilah
CEDAW digunakan sebagai nama konvensi (Convention on the Elimination of all

forms of Discrimination Against Women). Untuk menghindari kekeliruan penafsiran
makna, maka digunakanlah istilah Konvensi CEDAW untuk Konvensi Wanita atau
konvensi perempuan dan komite CEDA W untuk Committee on the Elimination of

forms ofDiscrimination Against Women.
A. Pengertian CEDA W

CEDA W atau Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Kekerasan terhadap
Perempuan merupakan satu perangkat hukum hak asasi manusia. Konvensi ini
disahkan oleh Majelis Umum PBB paQ_(!, tahun 1979, dan sering sekali disebutsebut sebagai piagam Hak Asasi Internasional oogi perenipuan. CEDAW memuat

16

definisi semua ha! yang dianggap diskriminasi terhadap perempuan dan
menetapkan agenda untuk aksi nasional dalam mengakhiri diskriminasi tersebut. 17
Untuk mengetahui ketentuan apa saja yang dimuat kedalam CEDAW,
sekiranya dapat di petakan terlebih dahulu menjadi

dua bagian, Konvensi

CEDAW dan Komite CEDAW, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Dilihat

dari bentulmya konvensi CEDA W berarti berupa teks tertulis dari isi CEDA W,
sedangkan komite CEDA W berarti sejumlah orang yang masuk kedalam
kepanitiaan yang berwenang mengawasi penerapan CEDAW. Secara keseluruhan
CEDA W terdiri dari 30 pasal, dalam Pasal 1 sampai 16 mengenai inti konvensi

CEDAW, menyatakan berbagai macam mekanisme untuk memastikan perempuan
mendapat per!akuan yang setara di tengah-tengah masyarakat dan bebas dari
diskriminasi di bidang politik, sosial, ekonomi dan budaya dan isu-su lainnya
termasuk pelabelan (stereotype), praktek budaya, partisipasi politik, perdagangan
manusia (trafficking) kewarganegaraan, pendidikan, perkerjaan, perkawinan,
kesehatan, dan kehidupan perempuan di pedesaan (kawasan rural), Sementara
pasal 17-22 membahas tentang pembentukan dan fungsi Komite CEDAW; pasal
23-30 membahas tentang administrasi Konvensi CEDA W. 18

17

CEDA W, Qanun dan Aceh, artikel dalam www.unifem-eseasia.org, diakses pada tanggal 11

Juni 2008.
18

Juni2008

Kronik Konvensi CEDAW, artikel dalam www.kalyanamitra.or.id/, diakses pada tanggal 11

17

B. Landasan Pemikiran dan Prinsip-Prinsip Konvensi CEDA W
Hak Asasi Perempuan yaitu hak yang dimiliki oleh setiap perempuan, baik
karena ia seorang manusia maupun sebagai perempuan. Dalam khasanah hukum,
hak asasi perempuan dapat ditemui pengaturam1ya dalam berbagai sistem hukum
.
. 19
tentang hak asas1 manusia.
Walaupun DUHAM20 sudah meliputi persamaan hak laki-laki dan
perempuan, namun sejak awal berdirinya PBB pada tahun 1945, disadari
masyarakat dunia bahwa Hak Asasi Perempuan memerlukan aturan khusus,
karena masih ditandai dengan sikap yang menganggap bahwa kedudukan dan
nilai perempuan lebih rendah dibanding laki-laki. Sumbangan perempuan bagi
kehidupan ke!uarga dan masyarakat, maupun di dunia kerja atau dalam
pertumbuhan ekonomi masih sangat kurang diakui dan dihargai. 21 Di sisi lain
tuntutan kaum perempuan terhadap pemenuhan hak asasinya semakin menonjol,
namun belum adanya jaminan atas hak-hak yang mereka perjuangkan ikut
tercantum dalam peraturan-peraturan pemerintah, sehingga secara de facto
membuat hak-hak mereka sulit untuk dilaksanakan dan diterima oleh masyarakat
umumnya.

19

Sri Wiyanti Eddyono, Seri Bahan Bacaan Kursus HAM Untuk Pengacara X: Hak Asasi
Perempuan dan Konvensi CEDAW, (Jakarta: Lembaga Studi Dan Advokasi Masyarakat, 2004)
20
DUHAM atau Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia adalah sebutan lain untuk UDHR
(Universal Declaration of Human Right) merupakan piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa yang isinya
pernyataan internasional alas hak-hak asasi manusia, kemudian digunakan sebagai ala! ukur yang
digunakan untuk mengukur tingkat penghargaan dan pentaatan standar-standar internasional hak asasi
manusia diseluruh dunia
21
Sulistyowati lrianto, Perempuan dan Hukum: Menuju Hukum yang Berperspektif
Kesetaraan dan Keadilan, h.7.

18

Dari uraian di atas, dalam perkembangannya kaum perempuan berupaya
memasukkan perspektif mereka ke dalam konsep Hak Asasi Manusia. Hal ini
didasarkan atas kenyataan bahwa pelanggaran hak asasi perempuan (women's

human right) terjadi karena struktur patriarkis dalam berbagai sendi dan bidang
kehidupan yang dirasakan semakin tidak adil. Secara politik, kaum perempuan
dianggap sekunder dan tidak punya otonomi, ha! ini tercermin dalam kehidupan
berkeluarga, posisi suami sebagai kepala rumah tangga berperan penuh mengurusi
urusan-urusan yang bersifat publik, sedangkan istri tidak lain hanya dianggap
sebagai milik karena telah dinikahi suami. Apabila terjadi kekerasan maupun
pelecehan terhadap istri atau anak perempuan di rumah, ini tidak dianggap
sebagai pelanggaran HAM dan tidakjuga sebagai pelanggaran hukum. 22
Munculnya wacana mengenai gender merupakan luapan perasaan
ketidakadilan yang kuat atas tekanan dari kekuatan hukum yang berlaku. Situasi
kesadaran akan ketidakadilan yang dialami wanita ini selanjutnya telah
diakomodir oleh PBB yang kemudian baru menghasilkan Konvensi Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita pada Tahun 1979 dan diratifikasi
oleh Indonesia dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984
(Konvensi Wanita). 23

22

Mohan1mad Farid, Perisai Peretnpuan: Kesepakatan lnternasional Untuk Perlindungan
Perempuan, (Yogyakarta: Yasasan Galang, 1999), h.3.
23
Luhulima, Bahan Ajar Tentang Hak Perempuan: VU No.7 Tahun 1984 Tentang
Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskrbninasi Terhadap Wanita, h.2.

19

Lahirnya CEDA W merupakan momentum awal pergerakan hak asas1
perempuan yang selanjutnya mewaruai gerakan perempuan dalam forum
internasional dan hukum internasional. Selain itu adanya CEDA W menjadi
puncak dari upaya Internasional perempuan demi memperoleh perlindungan dan
24

demi mempromosikan hak-hak perempuan di seluruh dunia

Didalam CEDA W, arti hak asasi perempuan dikonstruksikan diatas 3
prinsip utama yang saling berhubungan. Prinsip-prinsip ini berfungsi sebagai
perangkat untuk memahami kesetaraan gender dan upaya-upaya pemberdayaan
perempuan. Walaupun setiap prinsip CEDAW sudah merupakan unsur yang jelas,
namun prinsip-prinsip tersebut saling bergantung satu sama lainnya. Jika
digabungkan, prinsip-prinsip tersebut dapat menjadi kerangka kerja yang
menyeluruh (holistik) untuk mencapai pemenuhan hak-hak asasi perempuan dan
menjadi inti CEDA W. Sehingga dapat di pahami bahwa kerangka tujuan,
kewajiban, hak, pengaturan dan akuntabilitas hanya dapat dibangun melalui
konsep-konsep yang terdapat dalam prinsip-prinsip ini. 25
Adapun prinsip-prinsip yang terdapat dalam CEDA W, secara ringkas dapat
diuraikan sebagai berikut:
I. Prinsip persamaan. Secara ringkas prinsip persamaan subtantif yang dianut
konvensi
perempuan
24

wanita adalah:
yang

langkah-langkah

ditujukan

untuk

untuk

mengatasi

merealisasikan
adanya

hak

perbedaan,

Sri Wiyanti Eddyono, Seri Bahan Bacaan Kursus HAM Untuk Pengacara X Materi :
Konvensi CEDA W Hak Asasi Perempuan dan Konvensi CEDA W.
25
CEDAW, Qanun dan Aceh, artikel dalam www.unifem-eseasia.org

20

disparitas/kesenjangan atau keadaan yang merugikan perempuan; Langkahlangkah untuk melakukan perubahan lingkungan, sehingga perempuan
mempunyai akses yang sama dan menikmati kesamaan manfaat dari
kesempatan peluang yang ada; Kebijakan negara yang berpegang pada
prinsip-prinsip sebagai berikut: persamaan kesempatan bagi perempuan dan
laki-laki, kesetaraan dalam mengakses memperoleh kesempatan secara adil,
persamaan

untuk

menikmati

manfaat

dari

hasil-hasil

menggw1akan

kesempatan itu; Hak hukum yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam:
(a) kewarganegaraan; (b) perkawinan dan hubungan keluarga; (c) perwalian
anak; (d) persamaan kedudukan dalam hukum dan perlakuan sama di depan
hukum. 26
2. Prinsip non-diskriminasi. Dalam Pasal I Konvensi Wanita mendefinisikan
"dikriminasi terhadap wanita" sebagai setiap perbedaan, pengucilan atau
pembatasan yang dibuat berdasarkan jenis kelamin yang berakibat atau
bertujuan mengurangi atau meniadakan pengakuan terhadap hak asasi
manusia dan kebebasan kebebasan-kebebasan pokok, dibidang politik,
ekonomi, sosial, budaya, sipil dan bidang-bidang lain terlepas dari status
perkawinan mereka atas dasar persamaan antara pria dan wanita. Pasal I ini
memberikan keterangan secara rinci mengenai arti diskriminasi terhadap
perempuan meliputi perlakuan yang berdampak merugikan perempuan, tetapi

26

Achie Sudiaiti Luhulima, ed., Kejahatan Berbasis Jender Serta Dampak Jender Dari
Peristiwa Pembantaian di Gujarat 2002, (J akarta: Komnas Perempuan, 2005), h.123.

21

untuk jangka pendek atau jangka panjang, maka aturan itu merupakan
diskriminasi terhadap perempuan.
Langkah-tindak atau tindakan khusus sementara atau temporary
special measures (pasal 4 (I) konvensi wanita) 27 yaitu langkah-tindak yang
dilakukan untuk mencapai kesetaraan dalam kesempatan dan perlakuan bagi
perempuan dan laki-laki, dan mempercepat kesetaraan de facto antara lakilaki dan perempuan. Sebaliknya suatu tindakan proaktif, seperti melarang
perempuan melakukan suatu jenis pekerjaan tertentu dianggap sebagai
diskriminasi, karena dalam jangka panjang dapat bertentangan dengan
28
.
k epentmgan perempuan.

3.

Prinsip kewajiban negara.

Dengan meratifikasi konvensi, negara peserta

menerima kewajiban melakukan langkah-langkah aktif untuk menerapkan
prinsip-prinsip persamaan antara laki-laki dan perempuan dalam undangundang dasar mereka dan peraturan perundang-undangan lainnya. Konvensi
ini juga mengharnskan negara peserta memberi perlindungan secara efektif
terhadap hak perempuan untuk mendapatkan pertolongan dan perlindungan
terhadap diskriminasi.29

27

Pasal 4 ayat I Konvensi Wanita berbunyi pernbuatan peraturan-peraturan khusus sernentara
oleh negara-negara peserta yang ditujukan untuk rnernpercepat persarnaan "de facto" antara pria dan
wanita, tidak dianggap diskrirninasi seperti ditegaskan dalarn konvensi yangs ekarang ini, dan sarna
sekali tidak hasrus rnernbawa konsekuensi pemeliharaan norrna-norrna yang tidak sama atau terpisah,
maka peraturan-peraturan ini dihentikan jika tujuan persarnaan kesernpatan dan perlakuan telah
tercapai.
28
Luhulima, Bahan Ajar Tentang Hak Perempuan: UU No.7 Tahun 1984 Tentang
Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita h.137
29
Ibid, h.138.

22

C. Pokok-Pokok Isi Konvensi

Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan
disetujui Majelis Umum PBB pada tahun 1979 dan mulai berlaku sebagai
perjanjian internasional pada tanggal 3 September 1981 setelah 20 negara
meratifikasinya. Diantara perjanjian Hak Asasi Manusia Internasional, Konvensi
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan merupakan yang
paling komprehensif dan sangat penting karena dalam hal ini perempuan sebagai
fokus keprihatinan HAM.
Dalam mukadimah konvensi disebutkan asas dari konvensi wanita

1m

adalah a) Hak-hak asasi manusia berdasarkan atas mertabat dan nilai pribadi
manusia, dan atas persamaan hak antara pria dan wanita; b) Semua manusia
dilahirkan bebas dan sama dalam martabat dan hak; c) Hak asasi manusia
menjamin hak yang sama antara pria dan wanita untuk menikmati semua hak
ekonomi, sosial budaya, sipil dan politik; d) Adanya penghargaan terhadap
martabat manusia; e) Sumbangan besar wanita pada kesejahteraan keluarga dan
pembangunan masyarakat dan peranan wanita dalam memperoleh keturunan
hendaknya jangan menjadi dasar diskriminasi; f) Adanya perubahan pada peranan
tradisional. 30
Konvensi wanita menekankan pada persamaan dan keadilan antara
perempuan dan laki-laki (equality dan equity), yaitu persamaan hak dan

30

Lihat lampiran Undang-Undang Nomor 7 Tahun l 984 tentang Konvensi Penghapusan
segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan.

24

panjang yang merugikan perempuan. Secara konseptual prinsip-prinsip tersebut
terjalin dalam pasal I sampai 16 Konvensi Wanita. 33
Mengenai kesehatan perempuan dibahas lebih lanjut dalam konferensi

ICPD Kairo, sebagai tindak Ianjut dari pelaksanaan CEDA W. Konferensi tersebut
mengkhususkan masalah kesehatan yang terdapat pada pasal 12 Konvensi
Wanita. Isinya menyerukan agar negara wajib membuat aturan yang menjamin
perempuan mendapatkan akses pelayanan kesehatan tanpa diskriminasi. Sebab
masih terdapatnya tradisi yang dapat membahayakan kesehatan perempuan dan
anak, termasuk di dalamnya kebiasaan melarang makanan tertentu bagi
perempuan hamil, dan sunat perempuan 'genital mutilation' .34
Konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan
secara keseluruhan mempunyai struktur sebagai berikut :
I. Pe1iimbangan
2. Pasal-pasal sebanyak 30 pasal dengan pembagian :
Bagian I

Pasal I - pasal 6 mengenai pengutukan segala bentuk
diskriminasi terhadap perempuan dan upaya penegakkan asas
persamaan hak dan kewajiban antara pria dan wanita dalam
UUD45.

Bagian II

: Pasal 7 - pasal 9 mengenai kewajiban negara-negara peserta
membuat

33

peraturan

penghapusan

diskriminasi

terhadap

Saparinah Sadli, Kesehatan Reproduksi Perempuan dan Hak Asasi Manusia, artikel dalam
www.cedawui.net, diakses pada tanggal 15 Mei 2008
34 !bid

25

perempuan

dalam

bidang

politik,

dan

kehidupan

kemasyarakatanan negaranya.
Bagian III

: Pasal 10 - pasal 14 mengenai kewajiban terhadap perempuan
dalam

bidang

politik,

dan

kehidupan

kemasyarakatan

negaranya.
Bagian IV

Pasal 15 - 16 mengenai kewajiban negara-negara peserta
memberikan wanita persamaan hak dan pria di muka hukum,
menghapus diskriminasi yang berhubungan dengan perkawinan
dan hubungan kekeluargaan.

Bagian V

Pasal 17 - 22 menganai pembentukan panitia intemasional
untuk menilai kemajuan implementasi CEDA W, dengan
pangkal pertimbangan distribusi geografis yang tepat dan
unsur-unsur dari berbagai bentuk peradaban manusia sistem
hukum utama. Panitia dipilih untuk masa jabatan 4 tahun.

Bagian VI

Pasal 23 - 30 konvensi tersebut tidak akan mempengaruhi
ketentuan manapun bagi tercapainya kesarnaan antara pria dan
wanita yang mungkin terdapat dalarn perundang-undangan di
suatu negara. Disamping itu konvensi ini tidak bersifat kaku
setiap

negara

berhak

untuk

mengajukan

keberatan-

keberatannya.
Pertimbangan dalarn Konvensi ini berisi dasar pikir mengapa penting
adanya Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan.

26

Dalam pertimbangannya, Konvensi ini mengajak mengingat kembali tentang
pengakuan hak-hak dasar yang telah dimuat dalam :
I. Piagam PBB yang menegaskan keyakinan pada hak-hak asasi manusia yang
fundamental, yang berpatok pada martabat dan nilai kemanusiaan dan hak-hak
yang sama antara laki-laki dan perempuan.
2. Deklarasi Umum mengenai Hak Asasi Manusia yang menegaskan prinsipprinsip tentang anti diskriminasi, dan penekanan bahwa semua manusia
dilahirkan bebas dan memiliki martabat dan hak yang sama, dan bahwa semua
orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang ditetapkan dalam Deklarasi
tersebut tanpa pembedaan termasuk pembedaanjenis kelamin.
3. Kovenan Intemasional tentang Hak Sipil dan Politik dan Kovenan
Intemasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya yang memberikan
kewajiban bagi negara anggota PBB untuk menjamin persamaan hak laki-laki
dan perempuan untuk menikmati semua hak yang berkaitan dengan hak
ekonomi, sosial, budaya, sipil dan politik.
4. Kovensi lainnya yang dibuat oleh berbagai badan di bawah PBB (seperti
Konvensi !LO) yang mengatur dan mempromosikan persamaan hak laki-laki
dan perempuan. Pengingatan kembali terhadap berbagai instrumen semakin
dirasa penting terlebih temyata meskipun sudah ada berbagai instrumen
hukum, diskriminasi terhadap perempuan masih berlangsung. Padahal
diskriminasi terhadap perempuan jelas melanggar prinsip persamaan hak dan
penghormatan terhadap martabat manusia sebagaimana telah tercantum

27

sebelwnnya terhadap berbagai instrumen. Diskriminasi tersebut juga menjadi
hambatan bagi partisipasi perempuan dalam persamaan kedudukan dengan
laki-laki di dalam kehidupan politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan di
lingkungan masyarakat bahkan di wilayah dimana perempuan berada. Hal
tersebut akan berdampak pada penghalangan pertwnbuhan kemakmuran
masyarakat dan keluarga, disamping akan lebih mempersulit pengembangan
potensi perempuan secara penuh agar dapat berkontribusi kepada negara dan
kemanusiaan.
Konvensi ini juga menyatakan bahwa diskriminasi terhadap perempuan
tidak saja terjadi pada situasi normal, tapi terjadi juga pada saat situasi khusus
seperti adanya

kemiskinan. Pada situasi kemiskinan, diskriminasi terhadap

perempuan menyebabkan perempuan menduduki posisi paling kurang memiliki
akses terhadap pangan, kesehatan, pendidikan, pelatihan dan kesempatan dalam
lapangan kerja dan kebutuhan lainnya. Oleh karena itu masyarakat internasional
(melalui persetujuan dengan adanya Konvensi ini) meyakini bahwa terbentuknya
tatanan ekonomi internasional baru berdasarkan persamaan dan keadilan akan
memberikan swnbangan yang berarti pada peningkatan persamaan antara laki-laki
dan perempuan. 35

35

Sri Wiyanti Eddyono, Seri Bahan Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara X, hak asasi
Perempuan dan Konvensi CEDA W:

28

D. Perkembangan CEDAW di Indonesia

Isu mengenai hak reproduksi terangkum secara keseluruhan dalam
Konvensi Perempuan sedunia Ke-IV di Beijing tahun 1995. Isinya memuat
komitmen tentang implementasi konvensi mengenai penghapusan segala bentuk
diskriminasi terhadap perempuan (Convention on the Elimination of All Forms
Discrimination Against Women), untuk dipatuhi bagi setiap negara yang

meratifikasinya.
Setelah Indonesia meratifikasi konvensi Wanita tanggal 24 Juli 1984 dan
di tetapkan menjadi Undang-Undang No.7 Tahun 1984 tentang pengesahan
Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan
(Convention on the Elimination of All form of Discrimination Against Women)

setiap perselisihan mengenai penafsiran atau penerapan konvensi ini antara dua
atau lebih negara peserta yang tidak dapat diselesaikan melalui perundingan,
selanjutnya diajukan melalalui proses arbitrase atau permohonan oleh salah satu
negara di antara negara-negara tersebut. Ketentuan lain jika terjadi perselisihan,
dalam jangka waktu enam bulan sejak tanggal permohonan tidak ada kesepakatan
dari negara-negara pihak mengenai penyelenggaraan arbitrase, maka salah satu
dari pihak-pihak yang berselisih dapat menyerahkan persoalannya ke Mahkamah
Internasional melalui permohonan yang sesuai dengan peraturan mahkamah
(pasal 29 ayat I).
Dengan menggarisbawahi penjelasan pasal I UU No.7 Tahun 1984
Konvensi Wanita tentang penyelesaian perselisihan mengenai penafsiran atau

29

penerapan konvensi wanita ini, dinyatakan bahwa pemerintah Indonesia tidak
bersedia mengikatkan diri dan tidak dapat menerima suatu kewajiban untuk
mengajukan suatu perselisihan internasional, dimana Indonesia tersangkut kepada
Mahkamah Internasional. Untuk lebih memantapkan komitmennya terhadap
CEDAW, Indonesia juga turut rnanandatangani "Optional protocol to CEDA W" di
sidang umum PBB di New York. Optional protocol berisi pasal pilihan yang
memungkinkan setiap individu/kelompok memilih pasal

yang sekiranya

bertentangan dengan hukum negara yang selanjutnya mengajukan langsung
permasalahan kepada pemerintah kernudian ke PBB. 36
Ratifikasi suatu konvensi internasional bermakna perjanjian antar negara
(treaty),

yang

menciptakan

kewajiban

dan

akuntabilitas

negara

yang

meratifikasinya. Pemerintah Indonesia sendiri meratifikasi dengan persetujuan
DPR, sehingga prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan konvensi menjadi hukum
formal dan menjadi bagian hukum nasional, seperti Undang-Undang No.39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Konsekuensinya

adalah

negara

pese1ia

(peratifikasi

konvensi)

memberikan komitmen, mengikatkan diri untuk menjamin melalui peraturan
perundang-undangan, kebijakan, program dan tindakan khusus sementara,
mewujudkan keseteraan dan keadilan antara laki-laki dan perempuan serta

36

Irawati Harsono dan Retno Nasrun, Perlindungan Terhadap Pere1npuan Dan Anak Yang
Menjadi Karban Kekerasan (Bacaan Bagi Awak Pelayanan Khusus-Po/ice Woman Desk), (Jakarta:
Derap-Warapsari, 2003), Edisi ke 2, h.18.

30

terhapusnya segala bentuk diskriminasi terhadap perempnan. 37 Konsekuensi lain
dari ratifikasi tersebut adalah pemerintah juga harus melaksanakan kewajiban
untuk menyampaikan laporan periodik/berkala tentang Pelaksanaan Konvensi

CEDA W di Indonesia setiap 4 tahun sekali dan pemerinta11 turut hadir dalam
Sidang Ko mite CEDA W untuk mempertanggungjawabkan laporannya itu. 38
Selain itu Organisasi-organisasi non pemerintal1 dapat memantau proses
pelaporan danjuga memberikan alternative report ataupun shadow report sebagai
bantuan kepada pemerintah untuk melengkapi infonnasi yang telah disusun dalam
laporan pemerintah. Laporan NGO ini akan menjadi masukan altematif bagi
Komite CEDA W PBB tentang fakta diskriminasi terhadap perempuan yang
terjadi. 39
Implementasi yang dihasilkan menyangkut persoalan hak reproduksi,
meliputi aspek yang berhubungan dengan kehidupan manusia secara holistik,
tidak sekedar sehat secara fisik, termasuk sehat mental dan sosialnya. Hak ya11g
berhubungan dengan reproduksi manusia diantaranya: hak untuk hidup, artinya
ada jaminan untuk mendapatkan keselamatan dari resiko kematian karena
kehamilan. Hak atau kebebasan dan keamanan artinya adanya pengakuan
terhadap putusan setiap individu untuk menikmati dan mengatur kehidupan
reproduksinya. Hak alas kesetaraan dan beban dari segala bentuk diskriminasi.
37

Luhulima, Bahan Ajar Tentang Hak Perempuan: VU No. 7 Tahun 1984 Tentang
Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita, h.134.
38
Press release: Negara Abaikan CEDAW, artikel dalam www.cwgi.wordpress.com, diakses
pada tanggal 11 Juni 2008.
39
Ibid

31

Hak atas kerahasiaan pribadi yaitu adanya perlindungan hidup hak pasien dalam
mendapatkan informasi atas hak reproduksinya. Hak kebebasan berpikir yaitu
mendapatkan akses yang terbebas dari pengarnh agama dan kepercayaan. Hak
untnk mendapatkan informasi dan pendidikan yaitu adanya perlindungan terhadap
perempuan untuk mengakses semua informasi seperti metode pelayanan Keluarga
Berencana (KB). Hak untuk memilih menikah atau tidak dan ber-KB atau tidak.
Hak menentukan keturunan. Hak untuk mendapatkan perawatan dan perlindungan
kesehatan. Hak untuk mendapatkan peningkatan ilmu pengetahuan artinya ada
jaminan untuk mengakses kemajuan teknologi perawatan, kesehatan reproduksi.
Hak berpartisipasi dalam politik dan kebebasan dan berkumpul artinya ada
perlindungan untuk membentuk perkumpulan yang bertujuan mempromosikan
hak kesehatan reproduksi. Hak bebas dari penganiayaan dan kekerasan. 40
Sejak runtuhnya orde baru perlindungan dan penghormatan terhadap hakhak perempuan tidak mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Perempuan
masih di lihat dalam perspektif "alas kaki di waktu malam, alas tidur di waktu
malam", hak-hak mereka masih terpasung di bawah kekuasaan yang patriarki.
Reformasi di bidang legislasi masih jauh dari apa yang diharapkan.41
Namun sejak ratifikasi konvensi oleh pemerintah Indonesia. Ada beberapa
kemampuan didapat seperti dikeluarkannya Undang-Undang nomor 23 tahun

40

Maria Ulfah Anshor, Fikih Aborsi, Wacana Penguatan Hak Reproduksi Perempuan,
(Jakarta: Kompas, 2006), h.4.
41
Laporan HAM, "'Tutup Buku Dengan Transitional Justice" ? Menutup Lembaran Hak
Asasi Manusia tahun !999-2004 dan Menentukan Lembaran Baru 2005, (Jakarta: ELSAM, 2004), h.l

32

2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, Undang-Undang
nomor 39 tahun 2004 tentang perlindungan tenaga kerja perempuan di Juar negeri,
Undang-Undang nomor 12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan. Sehingga
sampai saat ini bersama dengan konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi
terhadap perempuan setelah ratifikasi hanya ada 3 produk legislasi nasional
tentang perlindungan dan pencegahan kejahatan terhadap perempuan.

42

Sebagai contoh kongkrit bahwa membuat aturan atau undang-undang baru
tidak dapat secara otomatis mengubah sikap anggota masyarakat karena mereka
sudah terlebih dahulu berpegangan pada norma dan nilai yang telah menjadi
bagian dari dirinya (diinternalisasi sejak be1tahun-tahun lamanya). Hingga
sekarang sosialisasi isi UU No. 7/1984 belum dilakukan secara intensif dan
programatis oleh pemerintah. Dukungan dan komitmen jelas pemerintah dengan
memberi sanksi pada pihak-pihak yang melanggarnya adalah aspek yang masih
harus diperjuangkan dalam rangka penghapusan diskriminasi terhadap perempuan
agar perempuan dapat menikmati standar kesehatan yang optimal.
Problem-problem kekerasan terhadap perempuan yang muncul dalam
skala yang masif dan meluas di tanah air disebabkan karena lemahnya upayaupaya peningkatan penghormatan dan perlindungan terhadap hak-hak perempuan
yang telah menimbu!kan begitu banyak praktik-praktik penyiksaan dan ill-

treatment terhadap perempuan. Sehingga kejahatan penyiksaan, tindakan tidak
42
Ninuk
M Pambudy "Pemerintah Lambat hapus Diskriminasi" dalam
www.kompas.eo.id/kompas-cetak/0703/05.swara/3360800.html. diakses pada tanggal 24 Desember
2007.

33

manusiawi, merendahkan martabat da