Rima Permata Sari, Amy Nindia Carabelly dan Maharani Laillyza Apriasari

  Vol. 63, No. 1, Januari-April 2013 Hal. 30-35 | |

ISSN 0024-9548

  Jurnal PDGI 61 (3) Hal. 81-87 © 2012

Prevalensi lesi praganas pada mukosa mulut wanita

lanjut usia dengan menginang di kecamatan Lokpaikat

kabupaten Tapin periode Mei - Oktober 2013

  

(Premalignant lesion prevalence in oral mucosa of elderly women with

betel quid chewing habit in sub Lopikat, Tapin district

the period May to October 2013)

  Rima Permata Sari , Amy Nindia Carabelly dan Maharani Laillyza Apriasari Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin - Indonesia

Korespondensi (correspondence) : Rima Permata Sari, Program Studi Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat.

  Jalan Veteran 128 B Banjarmasin, Indonesia. E-mail: [email protected] ABSTRACT

Background: Oral premalignant lesions was associated with early onset of tumor formation and increased to malignancy. Oral

lichen planus, oral submucosa fibrosis and leukoplakia are oral premalignant lesions that could potentially be a malignancy of the

oral cavity in the development of oral squamous cell carcinoma. Chemical studies have shown menginang components are

carcinogenic to humans who later associated with the initial formation of a malignant tumor and improvement. Purpose: The

purpose of this study was to determine the prevalence of oral premalignant lesions in elderly women with betel quid habit in sub

Lokpaikat, Tapin district the period May to October 2013. Methods: This study used a descriptive observational method. Data

taken by purposive sampling of all the elderly women in sub Lokpaikat betel quid habit Tapin district with the inclusion and

exclusion criteria. Patients was done an anamnesis, the clinical examination, and then diagnosed clinically stained using toluidine

blue (colorizing agent) and acetic acid (decolorizing agent). Results: The total of study subjects were 30 sample with betel-quid

habit. From all research, the prevalence of oral linchen planus lesion is 3.3% (1 patient), oral fibrosis submucosa lesions are 10%

(3 patients), there are not find of leukoplakia lesions, the other type of oral premalignant lesion is 3,3% (1 patient) and the

prevalence without oral premalignant lesions are 83.3% (25 patients). Conclusion: The prevalence of oral premalignant mucosa

lesions in ederly woman with betel-quid habit only 16.6%, the research has found 5 oral premalignant, the lesions must give

some therapy to reduce the risk of oral cancer.

  Key words: Prevalance, oral premalignant, betel-quid, ederly PENDAHULUAN 2,3 squamous cell carcinoma . Salah satu penyebab

  Lesi praganas menurut WHO pada tahun 1978 munculnya lesi praganas karena kebiasaan adalah jaringan yang secara morfologi berubah, menginang. Studi kimia telah menunjukkan bahwa lebih mungkin terjadinya kanker. Lesi praganas beberapa komponen menginang yaitu pinang, 4,5 lebih banyak dinyatakan sebagai keadaan umum mengandung 0,15-0,67% alkaloids. Salah satu jenis berkaitan dengan resiko yang signfikan terjadinya alkaloids adalah arecoline yang mengandung 3- 1 6,7 kanker. Lesi ini bisa muncul dalam rongga mulut. (methylnitrosamino) propionitrile. Arecoline jenis 3-

  

Oral lichen planus, oral fibrosis submucosa , dan (methylnitrosamino) propionitrile jika bercampur dengan

leukoplakia merupakan lesi-lesi mukosa praganas kapur (kalsium hidroksida) dalam proses

  yang berpotensi menjadi keganasan pada rongga menginang akan menghasilkan oksigen reaktif (radikal yang karsinogenik. 8-10 Pada tahun 2004, IARC menyimpulkan bahwa menginang bersifat karsinogenik bagi manusia yang kemudian telah dikaitkan dengan onset awal terbentuknya tumor dan peningkatan menjadi keganasan. 6,9,11 Lesi-lesi mukosa praganas ini akan didiagnosis secara klinis dengan diwarnai menggunakan toluidin biru (agent colorizing) dan asam asetat (decolorizing agent). 12 Budaya menginang dengan segala keanekaragaman cara dan nilai yang dikandungnya merupakan salah satu warisan pengetahuan tradisional sebagai nilai-nilai budaya seringkali merupakan ungkapan nyata dari kearifan generasi terdahulu dalam beradaptasi terhadap lingkungan dan menjalankan kehidupan secara lebih sejahtera. 13 Menginang merupakan proses meramu campuran dari unsur-unsur yang telah terpilih yang dibungkus dalam daun sirih. Campuran ini kemudian ditempatkan ke dalam mulut dan dikunyah. Unsur utama dari kebiasaan ini adalah biji buah pinang (Areca catechu), daun sirih (Piper

  betle) , dan kapur (kalsium hidroksid). Bahan lain

  bisa ditambahkan seperti tembakau, gambir, dan rempah-rempah seperti kapulaga atau cengkeh untuk menambahkan rasa sesuai dengan selera individu. 6-8 Menurut penelitian oleh Gupta et al. 7 setidaknya

  10% dari populasi dunia mengunyah sirih. Sejak lama kebiasaan menginang sering dilakukan di daerah benua Asia Selatan, Asia Tenggara, dan Asia Pasifik serta sering juga pada komunitas imigran di Afrika, Eropa, dan Amerika Utara. Kebiasaan menginang diketahui dan dilaporkan dilakukan di negara Pakistan, Sri Lanka, Bangladesh, Thailand, Kamboja, Malaysia, Indonesia, China, Papua New Guinea, beberapa kepulauan di Pasifik, imigran Afrika Selatan, dan Afrika Timur, Amerika Utara serta Australia. Kebiasaan menginang sudah dilakukan oleh masyarakat Indonesia secara luas sejak zaman dahulu, baik di Jawa, Sumatera, Sulawesi, dan Maluku. 13 Menurut WHO, kebiasaan menginang mengunyah lebih sering terjadi padawanita dibandingkan pria, dan lebih umum pada wanita berusia di atas 35 dibandingkan dengan mereka yang di bawah 35 tahun. 6 Berdasarkan data penelitian sebelumnya di Asia bahwa prevalensi menginang pada wanita dengan usia 51 tahun di Indonesia adalah sebesar 79,8%. 2 Kebiasaan ini kebanyakan dilakukan sejak usia 15 dan 20 tahun. 6 Di Kalimantan

  Selatan menginang masih dibudayakan seperti di daerah kabupaten Tapin. 14 Kabupaten Tapin merupakan salah satu daerah di provinsi Kalimantan Selatan dengan jumlah penduduk pada tahun 2012 sebanyak 170.468 penduduk. Kabupaten Tapin memiliki 12 kecamatan yang salah satunya yaitu kecamatan Lokpaikat jumlah penduduk pada tahun 2012 sebanyak 8.246 jiwa dengan jumlah penduduk wanita 4.119 jiwa dan laki-laki 4.127 jiwa. 15 Di kecamatan Lokpaikat masyarakatnya masih banyak dengan baik memegang tradisi kebudayaan, salah satunya adalah kebiasaan menginang, terutama penduduk yang tinggal di daerah pinggiran pedesaan. Kebiasaan menginang di daerah tersebut dianggap sebagai kebutuhan yang setara dengan kebutuhan pangan dan lebih banyak dilakukan oleh para wanita yang sudah berusia lanjut. Menurut data penelitian sebelumnya yang menyatakan di Indonesia secara umum prevalensi lesi mukosa praganas pada wanita usia diatas 50 tahun masih tinggi. Sampai saat ini belum pernah dilakukan penelitian tentang bagaimana gambaran keadaan lesi praganas pada mukosa mulut, khususnya pada wanita lanjut usia di atas 50 tahun dengan kebiasaan menginang yang lebih spesifik di daerah kecamatan Lokpaikat kabupaten Tapin. Hal inilah yang membuat peneliti ingin mengetahui dan menggambarkan keadaan tersebut. Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui angka prevalensi lesi praganas pada mukosa mulut wanita lanjut usia dengan menginang di kecamatan Lokpaikat, kabupaten Tapin periode Mei-Oktober 2013.

  Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif observasional yang diperoleh dari anamnesa dan pemeriksaan klinis pada rongga mulut wanita lanjut usia dengan kebiasaan menginang. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh wanita lanjut usia dengan menginang di kecamatan Lokapaikat, kabupaten Tapin. Sampel pada penelitian ini diambil dengan purposive sampling. Sampel adalah wanita lanjut usia dengan menginang di kecamatan Lokpaikat kabupaten Tapin dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi: pasien wanita berusia ≥50 tahun sesuai dengan yang ditetapkan WHO menggolongkan lanjut usia mulai usia 45-90 tahun, pasien dengan kebiasaan menginang, pasien dengan kebiasaan menginang ≥15 tahun seperti pada penelitian oleh Sujatha et al., dan penelitian Rizduan yang hasil penelitiannya menyatakan kebiasaan menginang ≥15 tahun lebih banyak lesi praganas oral lichen

  Sari dkk: Prevalensi lesi praganas pada mukosa mulut wanita lanjut usia dengan menginang Jurnal PDGI 63 (1) Hal. 30-35 © 2014

BAHAN DAN METODE

  Sari dkk: Prevalensi lesi praganas pada mukosa mulut wanita lanjut usia dengan menginang Jurnal PDGI 63 (1) Hal. 30-35 © 2014

planus, oral fibrosis submucosa , dan leukoplakia yang Tapin selama periode Mei-Oktober 2013 dengan

  muncul, bersedia menjadi responden (kooperatif) jumlah total sampel 30 orang. Jumlah pasien tanpa dan menandatangani informed consent. Kriteria lesi praganas sebanyak 25 orang dan 5 orang eksklusi: tidak mengalami gangguan fungsi terdapat lesi praganas. Dari 5 orang dengan lesi kesadaran, tidak mempunyai riwayat penyakit praganas yang didiagnosa secara klinis, 1 orang sistemik dan penyakit sistemik dari keluarga agar dengan lesi oral lichen planus, 3 orang dengan lesi tidak terjadi kemungkinan salah dalam mendiagnosa oral fibrosis submucosa, 1 orang dengan lesi yang lesi terutama penyakit diabetes melitus yang sangat dicurigai lesi oral squamous carcinoma, dan tidak banyak mempunyai efek terhadap mukosa terdapat jenis lesi leukoplakia. (berdasarkan anamnesa), pasien tidak menggunakan gigi tiruan karena menghindari terjadinya kesalahan diagnosa pada pasien pengguna gigi tiruan sebab iritasi kronis dari pemakaian gigi tiruan juga bisa menyebabkan terjadinya suatu lesi dan pasien yang tidak bersedia menjadi responden (tidak kooperatif).

  Variabel yang diteliti pada penelitian ini adalah lesi praganas pada mukosa mulut wanita lanjut usia dengan kebiasaan menginang. Penelitian ini dilakukan di kecamatan Lokpaikat kabupaten Tapin dengan prosedur rumah wanita lanjut usia dengan kebiasaan menginang didatangi oleh peneliti. Pasien dijelaskan tentang manfaat dan prosedur penelitian Gambar 1 . Lesi praganas yang dicurgai oral fibrosis submucosa. yang akan dilakukan peneliti dan diberikan lembar

  informed consent sebagai tanda persetujuan menjadi

  subyek penelitian. Kemudian dilakukan anamnesa terhadap pasien terkait dengan kebiasaan menginang dan riwayat penyakit serta dilakukan pemeriksaan klinis secara langsung. Apabila pemeriksaan secara klinis terdapat lesi yang dicurigai lesi praganas maka dilakukan pemeriksaan untuk mendiagnosa lebih lanjut dengan cara pasien diinstruksikan untuk berkumur-kumur dengan tujuan dapat membersihkan debris. Kemudian lesi pragans yang dicurigai dioleskan dengan asam asetat (decolorizing agent) diamkan selama 20 detik, lalu diwarnai menggunakan toluidin biru

  (agent colorizing) yang dioleskan dan diamkan selama

  20 detik,selanjutnya diberikan lagi asam asetat Gambar 2 . Lesi praganas yang dicurgai oral lichen planus.

  (decolorizing agent) diamkan selama 20 detik. Lesi

  didiagnosis menjadi lesi praganas apabila lesi berubah warna biru gelap karena menyerap warna biru gelap dari toluidin biru (agent colorizing) dan asam asetat

  (decolorizing agent) , namun jika lesi tidak berubah

  warna menjadi biru gelap setelah pemberian pewarna toluidin biru (agent colorizing) dan asam asetat

  (decolorizing agent) maka lesi tersebut bukan merupakan lesi praganas ataupun suatu keganasan.

  HASIL

  Hasil penelitian prevalensi lesi praganas pada mukosa mulut wanita lanjut usia dengan

  Gambar 3 . Lesi lain yang dicurigai oral squamous cell carcinoma. Dari hasil penelitian, prevalensi lesi praganas wanita lanjut usia pada mukosa mulut dengan menginang sebesar 16,6% yaitu lesi praganas jenis

  oral lichen planus sebesar 3,3%, lesi praganas jenis oral fibrosis submucosa sebesar 10%, lesi praganas

  Daun sirih muda mengandung safrole yang tinggi yang bersifat karsinogenik. Eugenol, sebuah polifenol utama menginang bersifat sitotoksik terhadap fibroblast mukosa bukal dengan menurunkan tingkat ATP selular dan peroksidasi lipid. 11,17

  Tradisi menginang sampai sekarang tetap berkembang di masyarakat kita. Bahan-bahan yang digunakan untuk menginang adalah tembakau, kapur, gambir, dan buah pinang. Bahan-bahan tersebut diramu terlebih dahulu, kemudian selembar sirih dicampur dengan sedikit bahan-bahan tersebut lalu dikunyah. Menginang seperti ini bagi pecandunya merupakan sebuah kebutuhan yang tidak mungkin dihilangkan. Istilah lain menginang antara lain adalah bersugi, bersisik, menyepah, nyusur,dan nginang. 16 Kebiasaan menginang mempunyai prevalensi yang cukup tinggi, telah banyak penelitian yang menyatakan dengan frekuensi menginang ≥ 1-5 kali/hari, lamanya kebiasaan ≥ 15 tahun, dan cara menginang seperti bahan menginang dikunyah di daerah sulkus bukal rahang bawah dan daerah retromolar, serta meletakkan kapur di commissure

  PEMBAHASAN

  mukosa yang etiologinya tidak diketahui dengan pasti. Diduga terbentuknya lesi berhubungan dengan kedaaan autoimun. Peradangan kronis pada mukosa meyebabkan lebih mudah terpapar bahan mutagens karena kebiasaan menginang, yang tidak direspon oleh sistem imun penderita. Lesi yang terbentuk di mukosa mulut dan juga kulit yang hiperkeratotik yang diinduksi oleh berbagai hal, seperti karena trauma mekanik yang terjadi 18 Gambar 4 . Hasil penelitian.

  Oral lichen planus adalah peradangan kronis pada

  merupakan lesi mukosa praganas yang berpotensi menjadi oral squamous cell carcinoma. 2,3,8,9

  planus, oral submucous fibrosa, dan leukoplakia yang

  Senyawa-senyawa tersebut menyebabkan kerusakan DNAdan sistem perbaikan selanjutnya. Kerusakan DNA itu sendiri terjadi karena ketidakseimbangan antara aktivasi dan detoksifikasi karsinogen. 17 Kebiasaan mengonsumsi komponen-komponen menginang dengan progresif dapat meningkatkan resiko munculnya lesi praganas seperti oral linchen

  aromatic hydrocarbons, aldehydes, aromaticamines , dan nitrosaminyang juga bersifat karsinogenik.

  Tembakau yang mengandung senyawa polycyclic

  Kapur yang digunakan untuk menginang dapat meningkatkan pH menjadi 10. Hal tersebut dapat memicu terbentuknya jenis oksigen reaktif (radikal bebas) memicu pertumbuhan sel yang bersifat karsinogenik apabila dikonsumsi bersama komponen menginang lainnya. 8,11,17

  jenis leukoplakia 0% dan lesi lain yang dicurigai sebagai lesi oral squamous carcinoma sebesar 3,3%. Hasil penelitian menyatakan prevalensi tidak ditemukannya lesi praganas wanita lanjut usia pada mukosa mulut dengan menginang sebesar 83,3%. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa jumlah subyek penelitian yang terbanyak adalah subyek tanpa lesi praganas (oral lichen planus,

  jenis 3-(methylnitrosamino) propionitrile jika dikonsumsi bersamaan dengan ekstrak dari kapur dapat menghasilkan radikal reaktif yang dapat menyebabkan kerusakan DNA. 8,11,17

  Nitrosoguvacoline, N-Nitrosoguvacaine, 3-(methylnitrosamino) propionitrile, dan 3-(methylnitrosamino) propionaldehyde. Arecoline

  terjadinya tumor. Arecoline (alkaloids utama) terdiri dari N-

  guvacoline . Arecadine yang bersifat sebagai promotor

  Kandungan pinang salah satunya nitrosamin adalah alkaloids yang merupakan pemicu tumor pada manusia. Alkaloids ada enam jenis, empat jenis diantaranya adalah arecoline, arecadine, guvacine, dan

  mulut saat menginang telah dinyatakan berpengaruh terhadap cepat lambatnya seseorang terkena kelainan rongga mulut pada mukosa mulut seperti kanker rongga mulut. 6,11,12

  oral lichen planus dan lesi jenis lain, serta tidak ditemukan lesi pragans jenis leukoplakia.

  dengan lesi praganas oral fibrosis submucosa lebih banyak dibandingkan dengan subyek dengan lesi

  oral fibrosis submucosa, dan leukoplakia) dan subyek

  Sari dkk: Prevalensi lesi praganas pada mukosa mulut wanita lanjut usia dengan menginang Jurnal PDGI 63 (1) Hal. 30-35 © 2014

  Oral fibrosis submucosa adalah iritasi kronik

  Namun dengan ditemukannya lesi praganas pada wanita lanjut usia dengan menginang menunjukkan kurangnya pengetahuan dan perhatian kesehatan rongga mulut, khususnya jaringan lunak di rongga mulut yang terpapar bahan karsinogenik dari kebiasaan menginang wanita lanjut usia di kecamatan Lokpaikat kabupaten Tapin. Lesi-lesi pada jaringan lunak rongga mulut memang jarang diperhatikan, bahkan data dari puskesmas kecamatan Lokpaikat tidak ada pemeriksaan secara spesifik pada jaringan lunak di rongga mulut. Data penelitian ini hendaknya memotivasi tenaga medis daerah setempat untuk memberikan penyuluhan pada wanita lanjut usia dengan kebiasaan menginang mengenai resiko kebiasaan menginang dan mulai mengurangi kebiasaan tersebut. Hal ini diharapkan dapat menurunkan terjadinya kanker rongga mulut karena kebiasaan menginang.

  Sari dkk: Prevalensi lesi praganas pada mukosa mulut wanita lanjut usia dengan menginang Jurnal PDGI 63 (1) Hal. 30-35 © 2014

  yang menyebabkan imflamasi memicu kondisi praganas yang terutama terkait dengan kebiasaan menginang. Terjadinya oral fibrosis submucosa karena meningkatnya deposisi kolagen dan pembentukan pita-pita fibrosis dalam rongga mulut dan jaringan paraoral. 19 Leukoplakia adalah lesi putih yang tidak dapat dihilangkan dengan dikerok dan tidak dapat didiagnosis sebagai suatu penyakit tertentu. 20 Di duga berhubungan dengan kebisaan mengonsumsi tembakau yang memicu perubahan genetik dan lingkungan mukosa mulut. 26 Berupa bercak-bercak putih sampai merah pada mukosa mulut dengan permukaan rata, licin sampai agak menonjol, dan berbatas jelas. 21 Faktor terjadinya mutasi gen seperti gen 53 juaga dilaporkan menjadi pencetus terjadinya kanker. Gen p53 merupakan salah satu gen penekan tumor yang banyak dihubungan dengan penelitian terjadinya kanker dan bahan karsinogenik pada manusia. 22 Terpaparnya bahan karsinogenik pada orang dengan kebiasaan menginang telah banyak dihubungkan dengan terjadinya mutasi gen p53. 23 Salah satu faktor predisposisi terjadinya suatu keganasan juga sangat erat hubungannya dengan faktor usia. Pada lanjut usia akan terjadi berbagai kemunduran secara fisik pada semua tingkat seluler, organ, dan system. 24,25 Kemunduran fisik ditandai dengan beberapa serangan penyakit seperti gangguan pada sirkulasi darah, persendian, sistem pernafasan, neurologik, metabolik, neoplasma, dan mental serta pada mukosa mulut lebih mudah mengalami iritasi terhadap tekanan ataupun gesekan, yang diperparah dengan berkurangnya aliran saliva. 26 Meningkatnya gangguan penyakit pada lanjut usia dapat menyebabkan perubahan pada kualitas hidup orang lanjut usia. Namun, pada orang dengan lanjut usia dengan proses penuaan dianggap sebagai suatu proses normal dan tidak selalu menyebabkan gangguan fungsi organ atau penyakit. Berbagai faktor seperti faktor genetik, gaya hidup, dan lingkungan lebih besar mengakibatkan gangguan fungsi daripada penambahan usia. 27 Deteksi secara dini lesi praganas menggunakan

DAFTAR PUSTAKA

  1. Rajendran R, Sivapathasundharam B. Shafer’s textbook of oral pathology. 6 th ed. India: Elsevier; 2009. p. 86.

  2. Lee CH, Ko AMS, Yen CF, et al. Betel-quid dependence and oral potentially malignant disorders in six Asian.

  The British Journal of Psychiatry 2012; 10: 1-9.

  sedini mungkin terjadinya keganasan di rongga mulut, khususnya kanker rongga mulut. Untuk megetahui secara pasti diagnosis suatu lesi mengalami keganasan atau tidak, memang harus dilakukan pemeriksaan biopsi untuk dilihat secara histopatologi. 28 Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa prevalensi lesi praganas wanita lanjut usia pada mukosa mulut dengan menginang hanya sebesar 16,6% dan prevalensi tidak ditemukan lesi praganas wanita lanjut usia pada mukosa mulut dengan menginang lebih tinggi yaitu sebesar 83,3%.

  4. Changrani J, Paan GF, Gutka. In the united states: An emerging threat. Journal Immigrant Health 2005; 7: 103–8.

  5. Lord GA, Lim CK, Warnakulasuriya S, et al. Chemical and analytical aspects of areca nut. Addiction Biology 2002; 7: 99–102.

  6. International Agency for Research on Cancer. Betel- quid and areca-nut chewing and some areca-nut-derived nitrosamines. IARC Monographs on The Evaluation of Carcinogenic Risks to Humans 2004; 85: 45-46, 50, 70, 78.

  7. Gupta PC, Ray CS. Epidemiology of betel quid usage.

  Annals Academy of Medicine Singapore 2004; 33: 315-65.

  8. Auluck A, Hislop G, Poh C, et al. Areca nut and betel quid chewing among South Asian immingrants to western countries and its implications for oral cancer screening. The International Electronic Hournal of Rural And

  toluidine blue merupakan salah satu cara mengetahui

  3. Sujatha D, Hebbar PB, Pai A. Prevalence and correlation of oral lesions among tobacco smokers, tobacco chewers, areca nut and alcohol users. Asian Pacific Journal of Cancer Prevention 2012; 13: 1633-7.

  9. Khan MA, Saleem S, Shahid SM, et al. Prevalence of oral squamous cell carcinoma (OSCC) in relation to different chewing habits in Karachi, Pakistan. Pakistan Journal Biochemstry and Molecular Biology 2012; 45(2): 59-63.

  21. Sudiono J. Pemeriksaan patologi untuk diagnosis neoplasma mulut. Jakarta: EGC; 2008. h. 2-6.

  28. Ujaoney S, Motwani MB, Degwekar S. Evaluation of chemiluminescence, toluidine blue and histopathology for detection of high risk oral precancerous lesions: A cross-sectional study. BioMed Central Clinical Pathology 2012; 12(6): 1-7.

  758-62.

  27. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2009. h.

  26. Barnes IE, Angus W. Perawatan gigi terpadu untuk lansia. Jakarta: EGC; 2006. h. 43-53.

  Universa Medicina 2007; 26(4): 188.

  25. Wangsarahardja K, Olly VD, Eddy K. Hubungan status kesehatan mulut dan kualitas hidup pada lanjut usia.

  24. Wijayanti. Hubungan kondisi fisik RTT lansia terhadap kondisi sosial lansia di RW 03 RT 05 Kelurahan Tegalsari Kecamatan Candisari. Jurnal Ilmiah Perancangan Kota dan Pemukiman 2008; 7(1): 38-49.

  Association of betel nut with carcinogenesis: Revisit with a clinical perspective. Public Library of Science ONE 2012; 7(8).

  23. Sharan RN, Mehrotra R, Choudhury Y, Asotra K.

  22. Syaifudin M. Gen penekan tumor p53, kanker dan radiasi pengion. Buletin Alara 2007; 8(3): 119-128.

  Jakarta: EGC; 2003. h. 134.

  10. Lee CH, Lee KW, Fang FM, et al. The neoplastic impact of tobacco-free betel-quid on the histological type and the anatomical site of aerodigestive tract cancers. International Journal of Cancer 2012; 131: 733–43.

  20. Sudiono J, Kurniadhi B, Hendrawan A, dkk. Ilmu patologi.

  19. Auluck A, Rosin MP, Zhang L, et al. Oral submucous fibrosis, a clinically benign but potentially malignant disease: Report of 3 cases and review of the literature. Journal of the Canadian Dental Association 2008; 74(8): 735-40.

  18. Sugerman PB, Savaget NW. Oral lichen planus: Causes, diagnosis and management. Australian Dental Journal 2002; 47(4): 290-7.

  17. Shah G, Chatutvedi P, Vaishampayan. Arecanuts as an emerging etiology of oral cancers in India. Indian Journal of Mediacal and Pediatric Oncology 2012; 33: 71-9.

  16. Moeljanto RD, Mulyono. Khasiat dan manfaat daun sirih: obat mujarab dari masa ke masa, sehat dengan ramuan tradisional. Jakarta: AgroMedia; 2003. h. 1-3.

  15. Dinas Kesehatan Kabupaten Tapin. Laporan Tahunan Puskesmas Lokpaikat. Rantau: Dinas Kesehatan Kabupaten Tapin, Rantau; 2012. h. 4.

  14. Sarifah N. Perbandingan indeks karies gigi pada wanita usia lanjut dengan menginang dan tanpa menginang di kecamatan Lokpaikat kabupaten Tapin. Dentino Jurnal Kedokteran Gigi 2013; 1(1): 46-51.

  13. Susiarti S. Jenis-jenis pengganti pinang dan gambir dalam budaya menginang masyarakat di Kawasan Taman Nasional Wasur, Merauke, Papua. Biodiversitas 2005; 6(3): 217-9.

  12. Abhishek K, Aniket L, V Suchit K, et al. Oral premalignant lesions associated with areca nut and tobacco chewing among the tobacco industry workers in area of Rural Maharashtra. National Journal of Community Medicine 2012; 3: 333-8.

  11. Ridzuan NB. Kanker rongga mulut disebabkan oleh kebiasaan menyirih. Medan: Skripsi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara; 2009. p. 28-29.

  Sari dkk: Prevalensi lesi praganas pada mukosa mulut wanita lanjut usia dengan menginang Jurnal PDGI 63 (1) Hal. 30-35 © 2014

Dokumen yang terkait

Perbedaan kebocoran tepi tumpatan semen ionomer kaca dengan pengadukan secara mekanik elektrik dan manual

0 0 40

Pengaruh gangguan sendi temporomandibula terhadap kualitas hidup terkait kesehatan gigi dan mulut pada lansia

0 0 8

Coating Benih dengan Agen Hayati untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi Seed Coating with Biological Agent to Increace Plant Growth and Yield of Rice

0 0 6

Metode pemeriksaan jenis kelamin melalui analisis histologis dan DNA dalam identifikasi odontologi forensik

0 0 6

Kontrol infeksi dan keselamatan kerja dalam praktek kedokteran gigi

1 2 7

Perubahan Fisik, Fisiologi dan Biokimia Selama Pemasakan Benih dan Studi Rekalsitransi Benih Kemiri Sunan Physical, Physiological and Biochemical Changes during Seed Maturation and Study on Recalcitrancy of Reutealis trisperma Seed

0 1 6

Toksisitas amalgam dan kaitannya dengan polimorfisme gen CPOX4 pada jalur biosintesis heme

0 0 8

Respon Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) terhadap Cekaman Kekeringan di Lahan Pasir Pantai pada Tahun Pertama Siklus Produksi Growth Responses and Yield of Jatropha (Jatropha curcas L.) to Drought Stress under Coastal Sandy So

0 0 7

Optimasi Dosis Pupuk Majemuk NPK dan Kalsium pada Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pembibitan Utama Optimation of NPK and Calcium Fertilizer Rates for the Growth of Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.) Seedling in Main Nursery

0 0 7

Viabilitas Awal, Daya Simpan dan Invigorasi Benih Kemangi (Ocimum basilicum L.) Initial Viability, Storability and Invigoration Treatments of Basil (Ocimum basilicum L.) Seed

1 1 5