Analisis Faktor faktor yang Mempengaruhi (1)

ANALISIS FAKTOR -FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMILIHAN LOKASI TPA BENOWO SURABAYA DISUSUN OLEH: FARIDA PUSPITA RINI 3613100009 ANISA HAPSARI KUSUMASTUTI 3613100020 ALI WIJAYA 3613100021 AZIZAH FARIDHA ELIZA 3513100046 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan dan rahmadnya kami dapat menyelesaikan tugas menyusun makalah mata kuliah Analisis Lokasi dan Keruangan yang mana membahas mengenai pemilihan lokasi yang berjudul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Lokasi TPA Benowo Surabaya ”. Makalah ini berisi tentang analisis faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan lokasi TPA. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai hasil analisis dan urutan prioritas sub kriteria yang menjadi pertimbangan pemilhan lokasi TPA Benowo Surabaya.

Ucapan terima kasih tak lupa kami berikan kepada bapak Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.rer.reg dan Ibu Vely Kukinul Siswanto, ST. MT. M.Sc sebagai dosen dari mata kuliah Analisis Lokasi dan Keruangan yang turut membimbing dalam penyelesaian tugas ini. Juga kepada rekan – rekan mahasiswa yang telah membantu dan memberikan masukan- masukan kepada kami dalam menyelesaikan tugas. Tugas ini merupakan ulasan mengenai apa yang sudah survei dan kami kaji. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan tulisan ini.

Surabaya, 29 Mei 2015

Penulis

BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sampah merupakan masalah yang perlu mendapatkan perhatian serius, terutama bagi masyarakat yang tinggal di kota. Adanya tingkat pertumbuhan kota yang cukup pesat dan beragam aktivitas, penduduknya selalu meninggalkan sisa yang dianggap sudah tidak berguna lagi yaitu sampah dan limbah. Sampah merupakan buangan berupa padat yang merupakan polutan umum yang dapat menyebabkan turunnya nilai estetika lingkungan, membawa berbagai jenis penyakit, menurunkan sumber daya alam, menimbulkan polusi, menyumbat saluran air dan berbagai akibat negatif lainnya (Tchobanoglous, 1993).

Di kota-kota besar, masalah sampah seringkali dikaitkan dengan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang merupakan tempat terakhir menimbun sampah. Kehadiran TPA dengan sistem open dumping (menumpuk sampah di lahan terbuka) seringkali mengakibatkan konflik sosial warga sekitarnya akibat penurunan lingkungan. Tetapi tidak dapat dipungkiri oleh masyarakat bahwa keberadaan TPA ini sangat dibutuhkan untuk mengatasi masalah persampahan, mengingat kurangnya kesadaran masyarakat untuk mengolah sampah domestiknya sendiri (Pedoman Pemanfaatan Kawasan TPA Sampah, 2000). Pembangunan TPA merupakan suatu dilema, yaitu disatu sisi keberadaannya mengganggu tetapi disisi lain TPA juga sangat dibutuhkan untuk mengatasi masalah persampahan di perkotaan.

Hal ini juga dialami oleh Kota Surabaya Surabaya yang merupakan salah satu kota besar di Indonesia memiliki luas sekitar 326,37 km2 dan memiliki jumlah penduduk 3.221.119 jiwa. Setiap harinya Surabaya memproduksi sampah sebanyak 8.700 M3. Selama ini pengelolaan sampah yang dilakukan yakni dengan menyingkirkan sekitar 70% - 85% sampah kota dan membuang pada TPA Benowo. Menurut mantan Ketua Tim Konsultan Pembangunan TPA Benowo dari Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya Wahyono Hadi, TPA Benowo memiliki luas lahan 33.3 Ha dan lahan yang telah terpakai adalah 26 Ha, didesain untuk 16 tahun dengan penggunaan tinggi bukit sampah maksimun 32 m. Hal ini berarti bahwa dengan tidak adanya pengolahan sampah yang terus menumpuk, akan dapat memperpendek umur TPA Benowo sehingga pemerintah Surabaya harus mempersiapkan lahan kosong baru sebagai alternatif pembuangan sampah selain di TPA Benowo.

Oleh karena itu dibutuhkan suatu studi untuk mengetahui kesesuaian antara faktor lokasi dengan pemilihan lokasi TPA Benowo. Sehingga bisa diketahui apakah lokasi yang dipilih memenuhi kriteria faktor lokasi yang sesuai dengan standard dan teori yang relevan , sehingga diharapkan dapat membantu menjawab dalam penentuan lokasi TPA serta persoalan persampahan yang dihadapi oleh masyarakat Kota Surabaya.

1.2 Rumusan Masalah

Keberadaan TPA Benowo Kota Surabaya telah megalami beberapa permasalahan terkait dengan keberadaaannya saat ini terhadap masyarakat sekitarnya. Kondisi Tempat Pembuangan Akhir sampah di Benowo sekarang telah mengalami penumpukan sampah yang overload. Dari uraian beberapa permasalahan tersebut, diperlukan studi untuk mengetahui kesesuaian faktor-faktor standard dan teori yang relevan yang mempengaruhi penentuan lokasi TPA sampah Benowo, sehingga bisa digunakan sebagai studi dalam evaluasi TPA Benowo dan penentuan TPA baru.

1.3 Tujuan dan Sasaran

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui faktor lokasi dan kesesuaian pemilihan lokasi dengan faktor yang ditentukan dalam suatu wilayah dan kota dengan studi kasus TPA Benowo Kota Surabaya. Adapun sasaran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Identifikasi faktor lokasi yang berpengaruh dalam penentuan lokasi TPA

b. Penentuan kesesuaian antara faktor lokasi dengan pemilihan lokasi TPA, untuk mengetahui apakah lokasi TPA Benowo memenuhi kriteria faktor lokasi berdasarkan standard dan teori yan relevan atau tidak

c. Penentuan penskalaan (scalling) untuk mengetahui seberapa besar kesesuaian antara faktor lokasi dengan pemilihan lokasi

d. Analisis hasil temuan empirik dengan teori mengenai lokasi TPA

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

 Ruang Lingkup Wilayah Ruang lingkup wiayah dalam penelitian ini yaitu Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di

Kota Surabaya terletak di Kelurahan Romokalisari yang dibuka pada tahun 2001 namun sering disebut dengan TPA Benowo dengan luas lahan 37 Ha.

 Ruang Lingkup Pembahasan Ruang lingkup pembahasan dalam penelitian ini berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan prasarana sampah perkotaan. Penelitian ini membahas tentang kesesuaian antara faktor lokasi dengan pemilihan lokasi TPA, untuk mengetahui apakah lokasi TPA Benowo memenuhi kriteria faktor lokasi berdasarkan standard dan teori yan relevan atau tidak.

 Ruang Lingkup Substansi

Subsatansi dalam pembahasan penelitian ini menyangkut dua materi, pertama mengenai karakteristik TPA Benowo yaitu berupa kajian tentang karakteristik TPA berdasarkan studi literature terkait dan studi lapangan.

Materi yang kedua adalah analisa mengenai kesesuaian antara faktor lokasi dengan pemilihan lokasi TPA, untuk mengetahui apakah lokasi TPA Benowo memenuhi kriteria faktor lokasi berdasarkan standard dan teori yan relevan atau tidak, serta analisis hasil temuan empirik dengan teori mengenai lokasi TPA.

1.5 Manfaat Penelitian

 Manfaat Praktis Memberikan masukan kepada Pemerintah Kota Surabaya terkait dengan kesesuaian lokasi TPA Sampah Benowo dengan analisis lokasi dan keruangan berdasarkan

standard dan teori yang relevan.  Manfaat Akademis Manfaat penelitian dalam konteks akademis yang ingin dicapai adalah mendapatkan

ilmu pengetahuan baru yang mempunyai koontribusi dalam konteks penentuan lokasi TPA Sampah di Kota Surabaya.

BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Sampah

Menurut American Public Health Association (APHA, 1980), sampah adalah segala sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, dan tidak dsenangi yang dibuang dan berasal dari aktivitas manusia yang tidak terjadi dengan sendirinya. Sedangkan menurut Hadiwiyoti (1983), sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan, baik karena telah diambil bagian-bagian utamanya, atau karena pengolahan, atau karena sudah tidak ada manfaatnya, yang ditinjau dari segi nilai sosial ekonomis yang sudah tidak ada harganya dan dari segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan kelestarian.

Berdasarkan definisi-definisi yang telah dikatakan oleh para ahli tersebut, dapat diperoleh suatu kesimpulan bahwa pengertian sampah secara umum adalah suatu benda yang berwujud padat yang dibuang karena sudah tidak berguna lagi dan berasal dari aktivitas manusia.

2.2 Sumber Sampah

Sumber sampah pada umumnya berkaitan dengan tata guna lahan, seperti berasal dari daerah perumahan dan permukiman, perkantoran, kawasan perdagangan dan jasa, kawasan komersial, dan lain-lain. Sumber-sumber sampah ini dapat dikembangkan sejalan dengan perkembangan tata guna lahannya. Menurut Hadiwiyoto (1983), sumber sampah dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, antara lain:

 Daerah perumahan dan permukiman Sampah yang berasal dari daerah perumahan dan permukiman biasanya adalah

sampah rumah tangga. Sampah rumah tangga ini berasal dari aktivitas rumah atau dapur serta aktivitas rumah tangga lainnya. Jenis sampah yang dihasilkan berupa sampah basah dan sampah kering atau debu.

 Daerah komersial Sampah yang dihasilkan dari daerah komersial ini biasanya berasal dari aktivitas perdagangan dan jasa, misalnya dari pasar, pertokoan, restoran, dan perusahaan.

 Daerah non komersial Sumber sampah dari daerah non komersial ini biasanya berasal dari perkantoran,

sekolah, tempat peribadatan, dan rumah sakit. Jenis sampah yang dihasilkan dari daerah non komersial ini biasanya berupa sampah kering

 Sampah jalan dan tempat-tempat terbuka

Sumber sampah dari kategori ini berasal dari penyapuan jalan-jalan, trotoar, dan taman. Jenis sampah yang biasanya dihasilkan sampah jalan pada umumnya adalah berupa sampah organic dan debu-debu jalanan.

 Daerah industri Sumber sampah ini berasal dari perusahaan bidang indusstri berat, industri ringan, dan pabrik-pabrik. Jenis sampah yang dihasilkan tergantung dari bahan baku yang digunakan industri tersebut. Rata-rata jenis-jenis sampah yang berasal dari daerah industri ini adalah berupa limbah.

 Daerah tempat pembangunan, pemugaran, dan pembongkaran Sampah yang berasal dari tempat-tempat ini rata-rata adalah berupa sampah

material atau bahan-bahan bangunan yang mangkrak di sekitar daerah pembangunan. Jenis sampah yang dihasilkan dari lokasi ini biasanya tergantung dari bahan bangunan yang digunakan. Misalnya yaitu beton-beton, kayu, batu bata, dan yang lain-lain

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Timbulan Sampah

Timbulan sampah adalah sejumlah sampah yang dihasilkan oleh suatu aktivitas dalam kurun waktu tertentu, atau dengan kata lain banyaknya sampah yang dihasilkan dalam satuan berat (kilogram) atau volume (liter) (Tchobanoglous, George et. al. 1993). Manfaat mengetahui banyaknya timbulan sampah adalah untuk menunjang penyusunan sistem pengelolaan persampahan di suatu wilayah, data yang tersedia dapat digunakan sebagai bahan penyusun solusi akternatif sistem pengelolaan sampah yang efektif dan efisien. Selain itu, informasi mengenai timbulan sampah yang diketahui akan berguna untuk menganalisis hubungan antara elemen-elemen pengelolaan sampah, yaitu pemilihan peralatan, perencanaan rute pengangkutan, fasilitas untuk daur ulang, dan luas serta jenis Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Menurut Slamet (2000), faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya timbulan sampah antara lain adalah:

a. Jumlah penduduk Semakin banyak penduduk yang menempai suatu wilayah, maka akan semakin banyak pula sampah yang dihasilkan. Bentuk pengelolaan sampah ini semestinya mengacu oleh faktor laju pertambahan penduduk di suatu wilayah

b. Keadaan sosial ekonomi masyarakat Semakin tinggi keadaan sosial ekonomi masyarakat maka semakin banyak pula jumlah per kapita sampah yang dihasilkan. Kualitas sampah juga akan menyesuaikan dengan keadaan sosial ekonomi masyarakat. Kualitas sampah yang dihasilkan pada umumnya bersifat tidak dapat membusuk. Perubahan b. Keadaan sosial ekonomi masyarakat Semakin tinggi keadaan sosial ekonomi masyarakat maka semakin banyak pula jumlah per kapita sampah yang dihasilkan. Kualitas sampah juga akan menyesuaikan dengan keadaan sosial ekonomi masyarakat. Kualitas sampah yang dihasilkan pada umumnya bersifat tidak dapat membusuk. Perubahan

c. Kemajuan teknologi Kemajuan teknologi akan menambah jumlah maupun kualitas sampah karena pemakaian bahan baku yang semakin banyak dan beragam, cara pengepakan dan poduk manufaktur yang semakin beragam pula.

2.4 Pembuangan Akhir Sampah

Pembuangan akhir merupakan proses akhir dalam sistem pengolahan sampah pada suatu tempat yang telah disiapkan dengan pertimbangan keamanan dan tidak mengganggu lingkungan yang berada di sekitarnya. Kegiatan pembuangan akhir sampah merupakan kegiatan operasional tahap akhr dan sistem pengolahan sampah dimana sampah diamankan di suatu tempat (Tempat Pembuangan Akhir)agar dapat mengurangi dampak negatif sampah terhadap lingkungan yang berada di sekitarnya (Wulansari, 2005).

Dalam proses pembuangan akhir sampah terdapat beberapa metode yang dapat dilakukan, diantaranya adalah:

a. Metode Landfill Penimbunan merupakan salah satu cara dalam pembuangan sampah yang sudah lama dan banyak dilakukan oleh kebanyakan orang karena caranya yang mudah dan tidak memerlukan banyak biaya. Penimbunan sampah sebenarnya tidak akan merusak dan menimbulkan masalah lingkungan jika dilakukan dengan control yang baik serta pembuangannya dilakukan pada tempat yang aman. Agar proses pembuangan akhir sampah tidak mengganggu masyarakat dan lingkungan di sekitarnya, maka penimbunan sampah harus dilakukan pada tempat-tempat yang memenuhi persyaratan. Menurut data yang diperoleh dari Pengembangan Teknologi Pengelolaan Persampahan (2007), persyaratan lokasi yang dapat digunakan sebagai tempat penimbunan sampah adalah:

- Jauh dari permukiman penduduk, sehingga bau busuk, asap kebakaran, dan berbagai organisme yang berkembang pada sampah tidak mengganggu penduduk - Jauh dari lokasi, sehingga dapat dibuat jalur tersendiri dan dihindarkan dari jalan sempit yang dikiri dan kanannya adalah permukiman penduduk - Tidak mengganggu sumber daya alam yang ada di sekitar tempat pembuangan sampah, seperti sumber air penduduk, perikanan, dan makhluk hidup lainnya - Jauh dari jalan raya dan rel kereta api - Serta berbagai persyaratan lainnya seperti tidak boleh berada di lokasi daerah dingin, karena akan menghambat proses perombakan organic

Menurut Wulansari (2005) dalam proses pembuangan akhir sampah jenis Landfill terdapat bermacam-macam cara, yaitu:

a. Open Dumping Open Dumping merupakan sistem tertua yang dikenal dalam proses pembuangan sampah, dimana sampah hanya dibuang begitu saja tanpa dilakukan pengamanan terhadap kesehatan lingkungan, seperti terjadinya perkembangan vector penyakit dalam timbulan sampah. Sistem ini lebih lain diterapkan pada lokasi yang memiliki topografi rendah, seperti pada daerah lembah, demikian air yang merembas dari sampah tersebut tidak akan mengganggu sumber air penduduk

b. Controlled Landfill Controlled Landfill merupakan sistem pembuangan sampah yang memodifikasi dari proses pembuangan sampah jenis open dumping. Dalam proses pembuangan akhir sampah ini, sampah dibuang diatas lubang yang dibuat dengan traktor, kemudia setelah penuh baru ditutup dengan lapisan tanah sebesar kurang lebih 15-30 cm

c. Sanitary Landfill Sanitary Landfill adalah salah satu pengolahan sampah yang terkontrol dengan sistem sanitasi yang baik. Mula-mula sampah dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA). Kemudian sampah dipadatkan dengan menggunakan traktor dan ditimbun dengan menggunakan tanah agar polusi udara akibat timbulan sampah dapat hilang. Pada bagian bawah (dasar) dibuat suatu sistem saluran leachate yang nantinya limbah akan diolah sebelum dibuang ke sungai atau lingkungan. Selain itu dalam proses ini prasarana juga dilengkapi dengan penyediaan pipa gas untuk mengalirkan gas yang terjadi sebagai akibat dari aktivitas penguraian sampah tersebut. Dalam proses sanitary landfill ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:

- Penyediaan dan pemilihan lokasi buangan harus memperhatikan dampak lingkungan - Instalasi drainase dan sistem pengumpulan gas harus dipersiapkan tersebih dahulu - Memerlukan lahan yang luas - Kebocoran ke dalam sumber air tidak dapat ditolerir - Memerlukan pemantauan secara terus-menerus - Aspek sosial juga harus diperhatikan

2.5 Teori Lokasi

2.5.1 Teori Tempat Lokasi

Teori lokasi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegiatan, baik secara ekonomi maupun sosial. Ilmu ini menyelidiki alokasi geografis Teori lokasi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegiatan, baik secara ekonomi maupun sosial. Ilmu ini menyelidiki alokasi geografis

Dalam usahanya untuk meminimumkan biaya angkut, suatu perusahaan harus memilih lokasi yang tepat. Kecenderungan perusahaan yang menjual dagangannya adalah dengan mendekati konsumen, tetapi beda dengan produsen yang masih harus melakukan produksi barang yang nantinya akan dijual. Barang yang diproduksi memerlukan bahan mentah serta tenaga kerja yang belum tentu berada tempat yang sama, sehingga dibutuhkan lokasi yang tepat untuk meminimumkan biaya angkut bahan mentah dengan perolehan tenaga kerjanya.

Faktor endowment merupakan faktor produksi secara kualitatif maupun kuantitatif yang meliputi tanah, tenaga kerja, dan modal. Faktor endowment tentang penempatan lokasi tempat pembuangan akhir (TPA) dapat dikriteria kan menjadi pemilihan kondisi fisik dasar yang dapat menitikberatkan pada pengurangan resiko bencana dan pencemaran.

2.5.2 Teori Walter Christaller (1933)

Menurut Christaller, pusat-pusat pelayanan pada umumnya tersebar didalam wilayah yang membentuk suatu pola segi enam (heksagonal). Keadaan tersebut akan terlihat dengan jelas di wilayah yang mempunyai dua syarat, yaitu wilayah topografi yang seragam sehingga tidak ada bagian wilayah yang mendapat pengaruh dari lereng dan pengaruh alam lain dalam hubungannya dengan jalur pengangkutan serta kehidupan ekonomi yang jomogen dan tidak memungkinkan diadakannya produksi primer. Teori Christaller menjelaskan bagaimana susunan dari besaran kota, jumlah kota, dan distribusinya di dalam suatu wilayah. Model Christaller menjelaskan model perdagangan heksagonal dengan menggunakan jangkauan atau luas pasar dari setiap komoditi (Priyarsono, 1990).

Jika dikaitkan dengan penempatan lokasi pembuangan akhir sampah, model teori Christaller adalah biaya angkut yang dikenakan pada masing-masing pengangkutan sampah yang dinilai dari jauh dekatnya lokasi pengelolaan sampah terhadap masing-masing TPS. Semakin dekat lokasi sumber sampah (TPS) terhadap jarak TPA, maka biaya angkut akan minimal sehingga jarak terdekat dengan sumber sampah merupakan lokasi TPA optimal.

2.5.3 Teori Weber (1909)

Weber berpendapat bahwa terdapat tiga faktor yang mempengaruhi lokasi industri, yaitu biaya transportasi, biaya tenaga kerja, dan kekuatan aglomerasi. Biaya transportasi berbanding lurus terhadap jarak tempuh dan berat barang, sehingga titik lokasi yang Weber berpendapat bahwa terdapat tiga faktor yang mempengaruhi lokasi industri, yaitu biaya transportasi, biaya tenaga kerja, dan kekuatan aglomerasi. Biaya transportasi berbanding lurus terhadap jarak tempuh dan berat barang, sehingga titik lokasi yang

Dalam kaitannya dengan penempatan lokasi Tempat Pembuangan Sampah (TPA), biaya transportasi diasumsikan berbanding lurus dengan jarak tempuh dan berat barang, sehingga lokasi biaya terkecil adalah bobot total pergerakan dan pendistribusian minimum. Untuk menguatkan aglomerasi, di sekitar lokasi penempatan tempat pembuangan akhir (TPA) dapat dibangun suatu industri daur ulang sampah. Sedangkan untuk biaya tenaga kerja tidak ada relevansinya dengan kriteria penempatan lokasi pengelolaan sampah ini.

2.5.4 Teori Lokasi Fasilitas Umum

Penyediaan fasilitas umum pada dasarnya merupakan kewajiban pemerintah. Dari mulai menentukan kuantitas dan kualitas pelayanan, distribusi masing-masing pelayanan secara spasial harus diperhatikan secara detail agar nantinya lokasi fasilitas umum dapat bermanfaat secara efektif dan efisien sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat. Penyediaan fasilitas umum mengandung potensi konflik, baik itu dari sisi jenisnya, jumlah, dan dimana tempat disediakannya.

Salah satu kriteria yang penting dalam menentukan lokasi fasilitas umum adalah minimasi jarak rata-rata dari wilayah permukiman ke lokasi fasilitas umum. Bagi masyarakat, lokasi penempatan lokasi yang baik adalah lokasi yang memiliki aksesibilitas yang baik dan mudah dijangkau oleh semua kalangan (Effendi, 2007). Kriteria dari lokasi yang mudah dijangkau oleh masyarakat diantaranya adalah:

- Total jarak terhadap fasilitas terdekat adalah minimum - Jarak terjauh permukiman dari fasilitas terdekat adalah minimum - Jumlah penduduk di wilayah yang berdekatan di sekitar tempat fasilitas adalah seimbang - Jumlah penduduk di wilayah yang berdekatan di sekitar tempat fasilitas selalu lebih banyak dibanding sekelompok tertentu - Jumlah penduduk di wilayah yang berdekatan di sekitar tempat fasilitas selalu kurang dibanding sekelompok tertentu

Inti dari penjelasan mengenai teori lokasi fasilitas umum ini menekankan pada aksesibilitas yaitu memiliki akses yang baik dan mudah dijangkau oleh masyarakat. Dalam pengertian untuk fasilitas lokasi pembuangan sampah sangat bertolak belakang dengan teori tersebut karena dalam peraturan lokasi TPA akan cenderung ditempatkan pada lokasi yang jauh dari permukiman agar terhindar dari dampak pencemaran.

2.6 Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah (SNI 03-3241- 1994)

Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) merupakan tempat dimana sampah mencapai tahap akhir dalam pengelolaannya, dimana diawali dari sumber, pengumpulan, pemindahan atau pengangkutan, serta pengolahan dan pembuangan. TPA merupakan tempat dimana sampah diisolasi secara aman agar tidak menimbulkan kerusakan atau dampak negatif terhadap lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, diperlukan penyediaan fasilitas dan penanganan yang benar agar pengelolaan sampah tersebut dapat dilaksanakan dengan baik.

Penentuan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah harus mengikuti persyaratan dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah melalui SNI nomor 03-3241- 1994 tentang tata cara pemilihan lokasi TPA sampah. Berdasarkan Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah (SNI 03-3241-1994), kriteria penggolongan lokasi TPA dapat dibagi ke dalam 3 bagian yaitu:

1. Kriteria Regional, yaitu kriteria yang digunakan untuk menentukan zona layak atau tidak layak sebagai berikut:

a. Kondisi geologi - Tidak berlokasi di zona golocene fault - tidak boleh di zona bahaya geologi

b. Kondisi hidrogeologi - Tidak boleh mempunyai muka tanah kurang dari 3 meter

- -6 Tidak boleh kelulusan tanah lebih besar dari 10 cm/det - Jarak terhadap sumber air minum harus lebih besar dari 100 meter di hilir

aliran - Dalam hal tidak ada zona yang memenuhi kriteria tersebut diatas, maka harus diadakan masukan teknologi

c. Kemiringan zona harus kurang dari 20%

d. Jarak dari lapangan terbang harus lebih besar dari 3000 meter untuk penerbangan turbojet dan harus lebih besar dari 1500 meter untuk jenis lain

e. Tidak boleh pada daerah lindung/cagar alam dan di daerah banjir dengan periode ulang 25 tahun

2. Kriteria Penyisih, yaitu kriteria yang digunakan untuk memilih lokasi terbaik yaitu terdiri dari kriteria regional ditambah dengan kriteria berikut:

a. Iklim - Hujan: intensitas hujan semakin kecil dinilai semakin baik - Angin: arah angin dominan tidak menuju ke permukiman dinilai semakin baik

b. Utilitas: tersedia lebih lengkap dinilai semakin baik b. Utilitas: tersedia lebih lengkap dinilai semakin baik

d. Kondisi tanah - Produktivitas tanah: tidak produktif dinilai lebih baik - Kapasitas dan umur: dapat menampung lahan lebih banyak dan lebih lama dinilai lebih baik - Ketersediaan tanah penutup: dapat menampung lahan lebih banyak dan lebih lama dinilai lebih baik - Status lahan: makin bervariasi dinilai tidak baik

e. Demografi: kepadatan penduduk lebih rendah dinilai semakin baik

f. Batas administrasi: dalam batas administrasi dinilai semakin baik

g. Kebisingan: semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik

h. Bau: semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik

i. Estetika: semakin tidak terlihat dari luar dinilai semakin baik j. Ekonomi: semakin kecil biaya satuan pengelolaan sampah(per m 3 /ton) dinilai

semakin baik

3. Kriteria Penetapan, yaitu kriteria yang digunakan oleh instansi berwenang untuk menyetujui dan menetapkan lokasi terpilih sesuai dengan kebijaksanaan instansi yang berwenang setempat dan ketentuan yang berlaku.

BAB III

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan rasionalisme dengan menggunakan kebenaran metode theoretical analytic dan empirical analytic. Pendekatan tersebut digunakan dalam menguji empirik obyek spesifikasi, berpikir tentang empirik yang teramati, yang terukur dan dapat dieliminasikan serta dapat dimanipulasikan, dilepaskan dari satuan besarnya (Muhadjir, 1990). Metode theoretical analytic menjadikan teori sebagai batasan lingkup kemudian mengidentifikasi faktor empiris sebagai faktor yang berpengaruh dalam penentuan kriteria lokasi TPA sampah.

Dalam persiapan penelitian, terlebih dahulu dirumuskan teori pembatasan lingkup, definisi secara teoritik dan empirik yang berkaitan dengan identifikasi kriteria penentuan lokasi lokasi TPA sampah berdasarkan studi dan penelitian yang pernah ada. Selanjutnya, teori manapun studi tersebut dirumuskan menjadi sebuah konseptualisasi teoritik yang melahirkan variabel penelitian. Tahap yang terakhir adalah tahap generalisasi hasil, yang bertujuan menarik sebuah kesimpulan berdasarkan hasil analisis kajian karakteristik pengelolaan sampah yang dikomparasikan kriteria umum yang didapat dari teori lokasi dan standart penentuan lokasi TPA sampah.

3.2 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksploratif dengan tujuan untuk mengetahui kriteria-kriteria penentu lokasi TPA dalam suatu fakta di lapangan. Keberadaan TPA yang ada sekarang belum memiliki sebuah dasar pertimbangan penentuan lokasi sehingga dilakukan penelitian dengan jenis ekploratif yang kemudian dapat menjadi acuan dalam pengembangan agar lebih efisiensi dan efektivitas dalam pemanfaatannya. Selain itu digunakan pula pendekatan kualtitatif yang bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi daerah tertentu.

3.3 Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah faktor atau hal yang diamati yang memiliki ukuran, baik ukuran yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Sedangkan kriteria adalah ukuran, prinsip atau standart yang dapat digunakan untuk menilai sesuatu atau mengambil keputusan. Berdasarkan tinjauan pustaka dan survey pendahuluan, didapatkan beberapa variabel, kriteria dan definisi operasional yang sesuai untuk dipergunakan dalam proses analisis. Dari kriteria tersebut didapatkan definisi operasional dan tingkat pengukuran preferensi terhadap Variabel penelitian adalah faktor atau hal yang diamati yang memiliki ukuran, baik ukuran yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Sedangkan kriteria adalah ukuran, prinsip atau standart yang dapat digunakan untuk menilai sesuatu atau mengambil keputusan. Berdasarkan tinjauan pustaka dan survey pendahuluan, didapatkan beberapa variabel, kriteria dan definisi operasional yang sesuai untuk dipergunakan dalam proses analisis. Dari kriteria tersebut didapatkan definisi operasional dan tingkat pengukuran preferensi terhadap

Tabel 1. Definisi Operasional Variabel

Variabel

Kriteria

Definisi Operasional

Daerah yang tidak berbakat banjir atau rawan banjir Bebas banjir minimal

minimal 25 tahun karena banjir dapat merusak

25 tahunan

sarana dan prasarana TPA sampah serta dapat menyebabkan pencemaran. Jarak TPA sampah terhadapnpermukiman ditetapkan 500 meter sebagai buffer tidak layak.

Jarak perumahan Amenitas

Buffer ini berfungsi untuk mencegah pencemaran terhadap TPA (Penanggulangan

air, gangguan bau, lalat, dan bising yang ditimbulkan dampak

dari TPA.

pencemaran) Jarak TPA sampah terhadap sungai ditetapkan 100 Jarak dari badan air

meter sebagai buffer tidak layak. Sungai yang dimaksud adalah sungai permanen. Daerah dengan kepadatan penduduk terendah merupakan lokasi TPA optimal, dimana kepadatan

Kepadatan penduduk penduduk dihitung berdasarkan jumlah penduduk

dibagi dengan luas wilayahnya .

Kemiringan lereng berkaitan erat dengan kemudahan pekerjaan konstruksi dan operasional

Kemiringan tanah/ TPA sampah. Semakin terjal suatu daerah semakin kelerengan tanah

sulit pekerjaan konstruksi dan pengoperasiannya. Daerah dengan kemiringan lereng lebih dari 30% dianggap tidak layak. Daerah lindung seperti hutan lindung, cagar alam,

Kondisi tanah cagar budaya dan sebagainya yang ditetapkan (fisik dasar)

Tidak dalam wilayah sebagai kawasan lindung oleh peraturan perundang- lindung undangan dinyatakan sebagai daerah yang tidak

layak untuk menjadi TPA sampah. Lahan kosong yang luas (luasan cukup untuk

Wilayah yang didirikan TPA) yang tidak ada kegiatan apapun terbangun didalamnya yaitu pertanian dan perkebunan.

Kelulusan tanah/ Material batuan berbutir halus seperti batu lempung Kelulusan tanah/ Material batuan berbutir halus seperti batu lempung

untuk menjadi TPA karena batuan ini umumnya berongga. Jenis batuan sangat berperan dalam mencegah atau mengurangi pencemaran air tanah dan air permukaan secara alami yang berasal dari leachate (air lindi).

Daerah yang rentan terhadap gerakan tanah merupakan daerah yang tidak layak bagi lokasi TPA,

Tidak berada pada karena akan menimbulkan bencana baik terhadap zona bahaya geologi

infrastrukturnya sendiri maupun memicu terjadinya penyebaran pencemaran dan membahayakan operasinya. Satuan panjang perkilometer yang dihitung

Jarak terdekat dengan berdasarkan kedekatan antara sumber sampah sumber sampah

dengan lokasi TPA, jarak terpendek merupakan lokasi optimal. Semakin dekat jarak ruas jalan lokal menuju lokasi

Pelayanan Lokasi mudah diakses TPA dan kondisi prasarananya bagus, semakin

bagus pula lokasi TPA tersebut. Jarak TPA terhadap jalan raya ditetapkan 150 meter

Jauh dari jaringan sebagai buffer tidak layak. Buffer ini berfungsi jalan utama

sebagai daerah penyangga terhadap daerah estetika. Jalan yang diberi buffer adalah jalan utama.

3.4 Populasi dan Sampel

Populasi diartikan sebagai keseluruhan satuan analisis yang merupakan sasaran penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh elemen penggerak TPA Benowo. Sampel adalah sebagian dari populasi yang karakteristiknya hendak diselidiki, dan dianggap bisa mewakili keseluruhan populasi (jumlahnya lebih sedikit daripada populasinya). Pengambilan sampel menggunakan metode sampling. Tujuan dari metode sampling adalah untuk mengadakan estimasi dan mengkaji hipotesis tentang parameter populasi dengan menggunakan keterangan-keterangan yang diperoleh dari sampel (Moh.Nazir,1983). Mengingat keterbatasan kemampuan, waktu, dan biaya, maka penulis meggunakan metode purposive sampling dalam penulisan makalah ini. Purposive sampling adalah metode Populasi diartikan sebagai keseluruhan satuan analisis yang merupakan sasaran penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh elemen penggerak TPA Benowo. Sampel adalah sebagian dari populasi yang karakteristiknya hendak diselidiki, dan dianggap bisa mewakili keseluruhan populasi (jumlahnya lebih sedikit daripada populasinya). Pengambilan sampel menggunakan metode sampling. Tujuan dari metode sampling adalah untuk mengadakan estimasi dan mengkaji hipotesis tentang parameter populasi dengan menggunakan keterangan-keterangan yang diperoleh dari sampel (Moh.Nazir,1983). Mengingat keterbatasan kemampuan, waktu, dan biaya, maka penulis meggunakan metode purposive sampling dalam penulisan makalah ini. Purposive sampling adalah metode

3.5 Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini berkaitan dengan cara-cara yang digunakan dalam memecahkan masalah dalam penelitian yang diangkat, terutama dalam hubungannya dengan instrument yang akan digunakan untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian. Adapun metode pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi

 Data Primer

Teknik pengumpulan data primer dilakukan dengan menyebarkan kuesioner dan melakukan wawancara kepada beberapa pihak yang berpengaruh dan berkepentingan dalam penelitian. Selain itu juga dilakukan survey lapangan untuk lebih mengetahui kondisi lapangan dan mencari data pendukung dalam penelitian ini. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada penjelasan berikut :

a. Kuesioner Kuesioner merupakan bentuk pertanyaan yang disusun berdasarkan tulisan. Jenis kuesioner yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner tertutup dimana jawabannya sudah tersedia sehingga responden hanya tinggal memilih jawaban yang sesuai dengan pendapatnya.

b. Wawancara Wawancara merupakan salah satu metode pengumpulan data dimana metode ini dilakukan dengan cara Tanya jawab lisan. Metode ini dilakukan oleh dua orangatau lebih dengan kondisi langsung bertemu dan berhadap-hadapan. Dalam penelitian ini, metode wawancara dilakukan pada stakeholder yang berkaitan dengan ruang lingkup penelitian.

 Data Sekunder Data sekunder ini diperoleh melalui literatur yang berhubungan dengan studi yang diambil. Studi literatur ini terdiri dari tinjauan teoritis dan pengumpulan data instansi. Untuk tinjauan teoritis kegiatan pengumpulan data yang dilakukan dengan melihat teori-teori pendapat para ahli yang berkaitan dengan pembahasan studi. Untuk pengumpulan data dari instansi-instansi terkait pembahasan studi yang disesuaikan dengan kebutuhan data yang diperlukan. Yang perlu diperhatikan dalam  Data Sekunder Data sekunder ini diperoleh melalui literatur yang berhubungan dengan studi yang diambil. Studi literatur ini terdiri dari tinjauan teoritis dan pengumpulan data instansi. Untuk tinjauan teoritis kegiatan pengumpulan data yang dilakukan dengan melihat teori-teori pendapat para ahli yang berkaitan dengan pembahasan studi. Untuk pengumpulan data dari instansi-instansi terkait pembahasan studi yang disesuaikan dengan kebutuhan data yang diperlukan. Yang perlu diperhatikan dalam

3.6 Metode Analisis

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik Analytical Hierachy Process (AHP). Teknik analisis tersebut digunakan untuk memberikan bobot prioritas pada kriteria-kriteria penentuan lokasi TPA. Data yang diinput untuk analisis menggunakan AHP adalah kriteria-kriteria penentuan lokasi TPA yang didapat dari kajian pustaka, lalu menghasilkan output berupa tingkat prioritas dari perbandingan kriteria penentuan lokasi TPA tersebut.

BAB IV

BAB IV GAMBARAN UMUM

GAMBARAN UMUM WILAYAH

WILAYAH

Lokasi TPA Benowo terletak di Kelurahan Romokalisari yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Gresik, dengan luas lahan ± 37 Ha sudah termasuk daerah pengembangan seluas 3,43 Ha. Saat ini pengelolaan timbunan sampah di TPA Benowo dibagi dalam 5 (lima) sel, dimana 2 (dua) sel timbunan sampah yaitu sel IA dan IB dalam tahap stabilisasi dan 3 (tiga) sel lainnya masih dilakukan penambahan timbunan sampah. Total volume sampah pada 2 (dua) sel timbunan sampah yang telah ditutup tersebut adalah

± 312.960 m . Sel timbunan sampah yang ditutup tersebut kemudian dilapisi tanah liat (clay) setebal 30 cm dan dipadatkan dengan bantuan mesin pemadat tanah. Batas lokasi tapak yang merupakan luasan dan ruang untuk TPA Benowo saat ini, adalah meliputi :

 Sebelah Utara : Sebagian besar berupa tambak garam dan tambak ikan milik penduduk atau lahan pemukiman penduduk berkepadatan rendah.

 Sebelah Selatan : Kawasan stadion Surabaya Barat.  Sebelah Timur

: Lahan kosong berupa tambak milik penduduk.

 Sebelah Barat

: Jalan Tambak Dono.

Gambar 1. Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo

Sumber :www.wikimapia.org

4.1 Kondisi Fisik

Daerah TPA Benowo merupakan lahan kosong yang luas (luasan cukup untuk didirikan TPA) yang tidak ada kegiatan apapun didalamnya yaitu pertanian dan perkebunan. Status kepemilikan lahan di wilayah TPA Benowo dan sekitarnya adalah milik perseorangan, swasta (insvestor/developer), maupun Pemerintah dan sebagian besar sudah bersertifikat. Status lahan TPA Benowo saat ini sudah sepenuhnya dimiliki oleh Pemerintah Kota Surabaya, tetapi untuk kebutuhan lahan penimbunan sampah dan area terbuka hijau untuk mereduksi bau dan kebutuhan meningkatkan estetika lokasi yang direncanakan berjarak 500 m hingga 2 km sekeliling TPA maka dibutuhkan luas daerah yang lebih besar lagi untuk dibebaskan.

Kemiringan lereng tanah pada daerah TPA berkaitan erat dengan kemudahan pekerjaan konstruksi dan operasional TPA sampah. Semakin terjal suatu daerah semakin sulit pekerjaan konstruksi dan pengoperasiannya. Daerah dengan kemiringan lereng lebih dari 20% dianggap tidak layak. TPA tidak berada pada daerah lindung. Daerah lindung seperti hutan lindung, cagar alam, cagar budaya dan sebagainya yang ditetapkan sebagai kawasan lindung oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai daerah yang tidak layak untuk menjadi TPA sampah.

4.2 Pelayanan

Jarak terdekat dari sumber sampah merupakan satuan panjang perkilometer yang dihitung berdasarkan kedekatan antara sumber sampah dengan lokasi TPA, jarak terpendek merupakan lokasi optimal. Menurut data BPS tahun 2013, jarak dari sumber sampah yakni

35 kilometer. Lokasi TPA yang mudah diakses semakin dekat jarak ruas jalan lokal menuju lokasi TPA dan kondisi prasarananya bagus, semakin bagus pula lokasi TPA tersebut. TPA

Benowo ini memiliki akses yang menghubungkan Jalan arteri , yaitu Jl. Tambakdono, Jl. Pakal dan Jl. Tandes – Benowo. Jalan Tol Surabaya – Gresik, mulai dari Jl. Margomulyo sampai dengan Romokalisari.

Tabel 2. Karakteristik TPA Benowo

Sistem

Jarak dari sumber

Jarak dari permukiman

Luas (Ha)

Sasnitary Landfill

250 m dan daur ulang

35 km

Sumber : BPS 2013

4.3 Penanggulangan Dampak Pencemaran

Jarak dari badan air, Jarak TPA sampah terhadap sungai ditetapkan 100 meter sebagai buffer tidak layak. Sungai yang dimaksud adalah sungai permanen. Penggunaan Jarak dari badan air, Jarak TPA sampah terhadap sungai ditetapkan 100 meter sebagai buffer tidak layak. Sungai yang dimaksud adalah sungai permanen. Penggunaan

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah membutuhkan ruang/tempat yang luas dan disyaratkan jauh dari permukiman penduduk. Jarak TPA sampah terhadap permukiman ditetapkan 500 meter sebagai buffer tidak layak. Buffer ini berfungsi untuk mencegah pencemaran air, gangguan bau, lalat, dan bising yang ditimbulkan dari TPA. Keberadaan TPA harus cukup jauh dari permukiman untuk menghindari dari pencemaran udara dan penyakit. Menurut data BPS tahun 2013, jarak dari permukiman terdekat yaitu 250 meter. Daerah dengan kepadatan penduduk terendah merupakan lokasi TPA optimal, dimana kepadatan penduduk dihitung berdasarkan jumlah penduduk dibagi dengan luas wilayahnya . Kepadatan penduduk menentukan jumlah muatan sampah, dan luas penampungan. Kepadatan penduduk pada Kecamatan Benowo sebesar 2147 Jiwa/Km².

Tabel 3.Kepadatan dan jumlah penduduk Kecamatan Benowo tahun 2013

Kepadatan Penduduk

2147 Jiwa/Km2

Jumlah Penduduk Laki-laki

Sumber : www.surabaya.go.id

4.4 Kondisi Tata Guna Lahan Sekitar TPA Benowo

Penggunaan tanah di wilayah perencanaan terdiri dari industri dan pergudangan, permukiman, fasilitas umum, tambak ikan dan tambak garam, rel kereta api, serta sungai dan saluran drainase.

 Industri dan Pergudangan Daerah industri dan pergudangan banyak ditemui dan merupakan kegiatan yang mendominasi daerah sekitar TPA Benowo, khususnya yang terletak di sebelah Timur jalan tol PT. MASPION IV merupakan daerah industri dan pergudangan yang letaknya paling dekat dengan TPA Benowo.

 Pemukiman Daerah perumahan di wilayah sekitar TPA Benowo sebagian besar merupakan

perumahan kampung yang lokasinya menempati stren-stren sungai dan memanfaatkan tanah kosong yang ada. Persebaran perumahan yang menempati stren sungai yaitu: di pinggir Kali Lamong. Permukiman yang memanfaatkan tanah- tanah kosong awalnya hanya digunakan bagi masyarakat yang mempunyai pekerjaan sebagai penjaga tambak dengan persetujuan pemilik tambak, tetapi perumahan kampung yang lokasinya menempati stren-stren sungai dan memanfaatkan tanah kosong yang ada. Persebaran perumahan yang menempati stren sungai yaitu: di pinggir Kali Lamong. Permukiman yang memanfaatkan tanah- tanah kosong awalnya hanya digunakan bagi masyarakat yang mempunyai pekerjaan sebagai penjaga tambak dengan persetujuan pemilik tambak, tetapi

 Fasilitas Umum Fasilitas umum yang terdapat pada wilayah studi diantaranya adalah masjid dan tanah lapangan. Fasilitas umum ini terletak di perkampungan penduduk di daerah Tambak Dono dan Benowo.

 Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka yang ada di wilayah studi berupa tanah kosong (tambak), di

sepanjang tepian Kali Lamong yang berlokasi di Kelurahan Tambak Dono, Pakal dan Benowo. Berdasarkan RTRW Kota Surabaya, wilayah sepanjang tepian Kali Lamong direncanakan sebagai kawasan konservasi / Ruang Terbuka Hijau.

 Perikanan dan Tambak Daerah perikanan dan tambak banyak dijumpai dan menjadi batas TPA Benowo dengan pemanfaatan wilayah dikelola oleh masyarakat setempat. Bentuk daerah ini berupa rawa dan tambak ikan atau tambak garam, dimana banyak ditemui di sekitar lokasi TPA bagian Selatan, Barat, Timur dan Utara. Pada masa-masa tertentu masyarakat di daerah ini memanfaatkan lahan tersebut sebagai lahan tambak garam.

 Jalan - Jalan arteri, yaitu Jl. Tambakdono, Jl. Pakal dan Jl. Tandes – Benowo - Jalan Tol Surabaya – Gresik, mulai dari Jl. Margomulyo sampai dengan

Romokalisari. Rumija berkisar antara 40 m hingga 80 m, dimana Rumija sebesar 40 m berada disekitar km 6 dan Rumija sebesar 80 m di sekitar gerbang tol Romokalisari.

 Sungai dan Saluran Drainase Penggunaan tanah untuk untuk prasarana berupa sungai dan saluran drainase di

wilayah TPA Benowo terdiri dari Kali Lamong, Kali Sememi, Saluran Benowo, Saluran Rejosari dan saluran irigasi tambak ikan atau tambak garam.

BAB V ANALISIS DAN

BAB V PEMBAHASAN ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Proses analisis faktor-faktor yang mempengaruhi lokasi TPA Benowo dilakukan menggunakan alat analisis AHP. Analisis AHP dilakukan dengan melihat penilaian faktor- faktor berupa kriteria dan sub kriteria yang mempengaruhi keputusan penentu lokasi TPA Benowo menurut preferensi stakeholder. Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa dalam pengelolaan TPA Benowo melibatkan banyak pihak terkait.

Adapun stakeholder yang digunakan pada penelitian ini adalah dari pihak pemerintah, masyarakat, dan akademisi. Dalam analisis yang dilakukan pada stakeholder yang berbeda tersebut tersebut bertujuan agar menemukan perbedaan preferensi yang signifikan mengenai faktor apa yang paling diperhatikan dari masing-masing stakeholder dalam menentukan suatu lokasi TPA. Agar proporsi preferensi antar stakeholder seimbang makan dilakukan analisis AHP secara terpisah. Berikut adalah stakeholder dalam analisis faktor penentuan lokasi TPA Benowo:

Tabel 4. Stakeholder dalam analisis faktor lokasi TPA Benowo

No STAKEHOLDER 1 Bappeko Surabaya 2 Dinas Kebersihan dan

Pertamanan Kota Surabaya 3 Kecamatan Benowo

4 Akademisi

Sumber: Hasil analisis 2015

Berdasarkan hasil kuesioner yang telah dilakukan, penentuan atau pemilihan teknik analisis faktor yang akan digunakan adalah didasarkan pada kemampuan teknik tersebut dalam menjelaskan data yang ada serta tingkat keakuratan model analisis. Dalam penelitian ini metode yang digunakan dalam analisis faktor ini adalah dengan teknik Analytical Hierarchy Process (AHP) dan teknik analisis deskriptif. Adapun kriteria dan sub kriteria yang telah ditentukan dalam kuesioner tersebut sebagai berikut :

 Kondisi Tanah sebagai variabel dengan sub kriteria sebagai berikut : Kemiringan tanah/kelerengan tanah, tidak dalam wilayah lindung, tidak berada pada

zona bahaya geologi, dan kelulusan tanah/jenis kepadatan tanah.  Pelayanan sebagai variabel dengan sub kriteria sebagai berikut : Jarak terdekat dengan sumber sampah, lokasi mudah diakses, dan jauh dari jaringan

jalan utaman.

 Penanggulangan Dampak Pencemaran sebagai variabel dengan sub kriteria sebagai

berikut : Jarak dari badan air, jarak perumahan terdekat, kepadatan penduduk, dan bebas banjir

SASARAN Faktor Penentu

Pemilihan Lokasi TPA Benowo

Penangulangan

KRITERIA

Kondisi Tanah

Pelayanan

Dampak Pencemaran

- Jarak dari badan air SUB

- Kemiringan tanah

- Jarak terdekat dengan

- Jarak perumahan

- Tidak dalam wilayah

sumber sampah

terdekat KRITERIA

lindung

- Lokasi mudah diakses

- Tidak berada pada zona

- Jauh dari jaringan jalan

- Kepadatan penduduk

bahaya geologi

utama

- Bebas banjir

Gambar 2. Diagram faktor penentu pemilihan lokasi TPA Benowo

Sumber: Hasil analisis 2015

Dari kriteria dan sub kriteria yang telah ditentukan berdasarkan study literature pada bab tinjauan pustaka telah dilakukan analisis AHP menggunakan aplikasi expert choice dan didapatkan hasil berupa kriteria dan sub kriteria yang sangat berpengaruh terhadap penentu pemilihan lokasi TPA Benowo.

5.1 Analisis Faktor Pemilihan Lokasi Menurut Preferensi Stakeholder

A. Bappeko Surabaya

Berikut adalah hasil analisis faktor pemilihan lokasi menurut preferensi BAPPEKO Surabaya. Dari hasil analisis AHP menggunakan aplikasi expert choice, baik hasil AHP kriteria maupun sub kriteria dapat disimpulkan beberapa faktor-faktor yang paling berpengaruh dalam penentuan lokasi TPA Benowo. Adapun aktor-faktor yang paling berpengaruh dalam penentuan lokasi TPA Benowo menurut preferensi Bappeko Surabaya disajikan pada tabel berikut ini:

Tabel 5. Faktor-faktor Penentu Lokasi TPA Benowo menurut Bappeko Surabaya

No Kriteria

Bobot (A)

Sub Kriteria

Bobot (B)

AxB Prioritas

Kemiringan Tanah

Tidak Dalam Wilayah

1 Kondisi Tanah

Tidak Berada pada

Zona Bahaya Geologi

Kelulusan Tanah

Jarak Terdekat dengan

Sumber Sampah

2 Pelayanan

Lokasi Mudah Diakses

Jauh dari Jaringan Jalan

Utama Jarak dari Badan Air

Jarak Perumahan

Kepadatan Penduduk

Bebas Banjir

Sumber: Hasil analisis 2015

Dari hasil perhitungan bobot kriteria dan sub kiriteria pada tabel di atas didapatkan prioritas faktor penentu lokasi TPA Benowo berdasarkan preferensi Bappeko Surabaya. Dapat dilihat pada tabel bahwa prioritas utama faktor yang paling mempengaruhi penentuan lokasi adalah bebas banjir. Selanjutnya prioritas kedua adalah jarak terdekat dengan sumber sampah juga sangat berpengaruh. Sedangkan prioritas ketiga adalah lokasi mudah diakses. Sedangkan yang termasuk prioritas terakhir meliputi kelulusan tanah, jauh dari jaringan utama, dan jarak perumahan terdekat.

Setelah didapatkan bobot faktor yang merupakan sub kriteria dari beberapa kriteria berdasarkan hasil analisis AHP di atas. Untuk menambah keyakinan, faktor tersebut diuji lagi dengan analisis sensitivitas yang juga menggunakan aplikasi expert choice. Pengujian dilakukan dengan meningkatkan salah satu bobot pada kriteria. Dan hasil dari uji sensitifitas tersebut menunjukkan bahwa hasil tersebut masih konsisten. Maka dari itu nilai bobot yang diperoleh layak diteruskan sebagai bahan dasar penelitian.

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22