Analisis Kebijakan Pendidikan dasar kabupaten
Analisis Kebijakan Pendidikan
“Ditujukan untuk memenuhi tugas”
Mata Kuliah
Dosen
Jurusan
: Kebijakan Pendidikan
: Marhan Hasibuan , M.A
: Tarbiyah - PAI (V-A)
Di susun Oleh
Kelompok 6 ( Enam )
- Nurlailan
- Suryani Tarigan
- Zakaria
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM JAM’IYAH
MAHMUDIYAH TANJUNG PURA - LANGKAT
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah swt karena berkat rahmat Nya
penyusunan
makalah
ini
dapat
diselesaikan.Makalah
merupakan makalah Kebijakan Pendidikan
ini
yang membahas
“Analisis Kebijakan Pendidikan ”.Secara khusus pembahasan dalam
makalah ini diatur sedemikian rupa sehingga materi yang
disampaikan sesuai dengan mata kuliah. Dalam penyusunan
tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi.
Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan
makalah ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan
orang tua, sehingga kendala-kendala yang kami hadapi teratasi .
oleh karena itu kami mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak
dosen Marhan Hasibuan, MA mata kuliah Kebijakan
Pendidikan
yang telah memberikan tugas, petunjuk, kepada
kami sehingga kami termotivasi dan menyelesaikan tugas
makalah ini.
2. Orang tua, teman dan kerabat yang telah turut membantu,
membimbing, dan mengatasi berbagai kesulitan sehingga tugas
makalah ini selesai.
Kami sadar, bahwa dalam pembuatan makalah ini terdapat
banyak kesalahan.Untuk itu kami meminta maaf apabila ada
kekurangan. Kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari
para pembaca guna meningkatkan kualitas makalah penulis
selanjutnya. Kebenaran dan kesempurnaan hanya Allah-lah yang
punya dan maha kuasa .Harapan kami, semoga makalah yang
sederhana ini, dapat memberikan manfaat tersendiri bagi
generasi muda islam yang akan datang, khususnya dalam bidang
Teori Belajar dan Pembelajaran
1
Tanjung Pura, Oktober 2017
Tim Penyusun
Kelompok 6( Enam )
DAFTAR IS
2
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................1
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................1
BAB II......................................................................................................................2
PEMBAHASAN......................................................................................................2
A. Pengertian Analisis Kebijakan Pendidikan...................................................2
B. Aktor Analisis Kebijakan Pendidikan...........................................................2
C. Ruang Lingkup Analisis Kebijakan Pendidikan...........................................3
D. Pendekatan Analisis Kebijakan Pendidikan..................................................5
E. Metodologi Analisis Kebijakan Pendidikan..................................................6
F.
Permasalahan-permasalahan Kebijakan Pendidikan di Indonesia................7
BAB III..................................................................................................................11
PENUTUP..............................................................................................................11
A. Kesimpulan.................................................................................................11
B. Saran............................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................12
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebijakan pendidikan merupakan suatu hal yang pokok
untuk menentukan arah dan pedoman dalam penyelenggaraan
pendidikan
dalam
suatu
negara.
Dalam
penyelenggaraan
pendidikan di setiap lembaga pendidikan tidak akan pernah lepas
dari suatu kebijakan yang dibuat oleh pemerintahan dalam
negera tempat lembaga pendidikan itu ada.
Di Indonesia, yang merupakan negara hukum juga menitikberatkan
sektor pendidikan sebagai wahana untuk memajukan negaranya. Bagaimana
tidak? Kebijakan demi kebijakan dibongkar pasang untuk menghasilkan kualitas
pendidikan yang optimal, meski realitanya masih jauh dari harapan.
Dalam makalah kami ini, kami hendak memaparkan
analisis kebijakan pendidikan di Indonesia berikut permasalahanpermasalahan
kebijakan
pendidikan
yang
masih
menjadi
trending topic di dunia pendidikan.
B. Rumusan Masalah
1. Seperti apakah ruang lingkup analisis kebijakan pendidikan?
2. Bagaimana Pendekatan yang digunakan untuk melakukan
analisis kebijakan?
3. Bagaimanakah metode analisis kebijakan pendidikan?
1
4. Bagaimana Permasalahan yang dihadapi Indonesia terkait
kebijakan pendidikan?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui ruang lingkup analisis kebijakan
pendidikan.
2. Untuk mengetahui Pendekatan yang digunakan untuk
melakukan analisis kebijakan?
3. Untuk mengetahui metode analisis kebijakan pendidikan.
4. Untuk mengetahui Permasalahan yang dihadapi Indonesia
terkait kebijakan pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Analisis Kebijakan Pendidikan
Analisis kebijakan merupakan suatu prosedur berpikir yang
sudah lama dikenal dan dilakukan dalam sejarah manusia, paling
tidak
sejak
manusia
mampu
melahirkan
dan
memelihara
pengetahuan dalam kaitannya dengan tindakan.
Beberapa ahli memiliki pengertian yang berbeda dalam
mengartikan analisis kebijakan, diantaranya:
2
1.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia analisis adalah (1)
penyelidikan thd suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dsb)
untuk mengetahui keadaan yg sebenarnya (sebab-musabab,
duduk perkaranya, dsb); (2) penguraian suatu pokok atas
berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta
hubungan antarbagian untuk memperoleh pengertian yg
tepat dan pemahaman arti keseluruhan
2.
Dunn : mengungkapkan bahwa analisis kebijakan adalah
suatu prosedur untuk menghasilkan informasi mengenai
masalah-masalah
kemasyarakatan
berikut
tindakan
pemecahannya.1
Dari
beberapa
pengertian
di
atas
dapat
kita
tarik
pengertian yang lebih rinci bahwa analisis kebijakan merupakan
cara atau prosedur dalam menggunakan pemahaman manusia
terhadap dan untuk memecahkan masalah-masalah kebijakan.
Jadi analisis kebijakan pendidikan merupakan cara memecahkan
masalah yang ada dalam kebijakan-kebijakan tentang pendidikan
menggunakan pemahaman yang dimiliki oleh manusia itu
sendiri.
B. Aktor Analisis Kebijakan Pendidikan
Sejak berdirinya badan penelitian dan pengembangan di
lingkungan
Departemen
Pendidikan
dan
Kebudayaan
pada
permulaan tahun 1970-an, berbagai bentuk kegiatan penelitian,
penilaian,
dan
pengembangan
pendidikan
telah
banyak
dilakukan untuk menunjang proses pembuatan keputusan. Badan
1 Ace Suryadi dan H.A.R Tilaar, Analisis Kebijakan Pendidikan Suatu Pengantar,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya,1993)hlm.40
3
ini
terus
berkembang
dengan
pesat,
khususnya
dalam
memberikan masukan pemikiran terhadap proses pembangunan
pendidikan yang telah direncanakan dan dilaksanakan secara
sistematis sejak Repelita I. Badan ini terus berperan dalam
melahirkan berbagai gagasan pembaharuan pendidikan sehingga
proses pembangunan pendidikan telah melewati masa-masa
yang penuh tantangan.
Dalam sejarahnya, badan ini terus meningkatkan fungsinya
sebagai badan pembaru sistem pendidikan nasional. Dari periode
Repelita I berikutnya, pergeseran fungsi badan ini semakin terasa
terutama dalam menjalankan fungsinya mempersiapkan bahan
kebijakan jangkah menengah dan jangka panjang.
Di lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
proses pengambilan kebijakan public telah diatur baik oleh
Undang-undang
maupun
No.
kebijakan
2
Tahun
Depdikbud
1989,
itu
Peraturan
sendiri.
Pemerintah
tentang
proses
pelaksanaan analisis kebijakan sebagai suatu sistem telah
diungkapkan secara sistematis oleh Penelaah sektor Pendidikan,
yang
dilaksanakan
oleh
Balitbang—Depdikbud
bekerjasama
dengan proyek IEES (Improving the Efficency System Project)
pada tahun 1986.2
Salah satu lembaga penelitian yang melakukan analisis
kebijakan
pendidikan
yakni
Smeru.
Smeru
adalah
sebuah
lembaga penelitian independen yang melakukan penelitian dan
pengkajian kebijakan publik secara profesional dan proaktif, serta
menyediakan informasi akurat, tepat waktu, dengan analisis
2Ibid,.hlm.5
4
yang objektif mengenai berbagai masalah sosial-ekonomi dan
kemiskinan yang dianggap mendesak dan penting bagi rakyat
Indonesia.
C. Ruang Lingkup Analisis Kebijakan Pendidikan
Ruang lingkup kegiatan analisis kebijakan pendidikan meliputi:3
1. Pengumpulan data statistik pendidikan
2. Pengembangan kurikulum.
3. Sistem pengujian
4. Penelitian pendidikan dan kebudayaan.
5. Teknologi komunikasi pendidikan.
6.
Pengembangan
analisis
kebijakan
pendidikan
dan
kebudayaan.
Kegiatan yang terakhir yakni kegiatan pada nomor 6 berfungsi
untuk menyiapkan bahan-bahan rumusan kebijakan pendidikan,
baik kebijakan jangka panjang, menengah, dan jangka pendek,
maupun bahan-bahan untuk kebijakan departemen yang setiap
saat diperlukan oleh pengambil keputusan.
Salah satu fungsi paling menonjol dari Badan Penelitian dan
Pengembangan adalah Analisis dan Perumusan Bahan Kebijakan
3 Ace Suryadi dan H.A.R Tilaar, Analisis Kebijakan Pendidikan Suatu Pengantar, hlm.46
5
dengan tujuan untuk membantu pemerintah dalam menyiapkan
dan merumuskan bahan-bahan kebijakan sesuai dengan isu-isu
penting pendidikan yang berkembang dalam dunia penelitian,
pengembangan, dan masyarakat luas.
Dalam suatu proyek yang dinamakan Proyek Perencanaan dan
Kebijakan Pendidikan (Education Policy and Planning Project)
atau proyek EPP yang mendapat bantuan USAID (The United
States Agency for International Development). Proyek tersebut
resmi dilaksanakan pada bulan Juli 1984 dengan tujuan pokok:
“meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia melalui perumusan
kebijakan dan perencanaan yang lebih baik yang didasarkan
pada informasi yang lebih lengkap dan teliti serta metode
analisis yang lebih baik terhadap informasi tersebut.”
Sejak dilaksanakannya proyek tersebut, berbagai upaya telah
dilakukan khususnya dalam melakukan identifikasi terhadap
berbagai masalah pendidikan sebagai sasaran dalam melakukan
analisis kebijakan. Sejak saat itu analisis kebijakan dilaksanakan
melalui
koordinasi
di
antara
berbaga
unit
di
lingkungan
Depdikbud. Hasilnya adalah usulan-usulan kebijakan yang sangat
berguna dalam mempersiapkan Rumusan kebijakan Tahunan
Mendikbud dan Naskah Repelita.
D. Pendekatan Analisis Kebijakan Pendidikan
Dalam literatur analisis kebijakan, pendekatan dalam
analisis kebijakan pada dasarnya meliputi dua bagian besar,
yaitu pendekatan deskriptif dan pendekatan normatif. 4
1. Pendekatan deskriptif adalah suatu prosedur atau cara yang
digunakan
dalam
penelitian
4 Ibid.,hlm. 48-49
6
pengembangan
ilmu
pengetahuan baik ilmu pengetahuan murni maupun terapan,
untuk menerangkan suatu gejala yang terjadi di dalam
masyarakat. Istilah yang digunakan oleh Cohn mengenai
pendekatan deskriptif ini adalah pendekatan positif yang
diwujudkan dalam bentuk upaya ilmu pengetahuan dalam
menyajikan suatu State of Art atau keadaan apa adanya dari
suatu gejala yang sedang dteliti dan yang perlu diketahui oleh
para pemakai. Tujuan pendekatan deskriptif dalam analisis
kebijakan ialah agar para pengambil keputusan memahami
permasalahan yang sedang disoroti dari suatu kebijkan.
2.
Pendekatan normatif yang sering juga disebut pendekatan
preskriptif merupakan upaya dalam ilmu pengetahuan untuk
menawarkan suatu norma, kaidah atau “resep” yang dapat
digunakan oleh pemakai dalam rangka memecahkan masalah.
Tujuan pendekatan ini adalah membantu mempermudah para
pemakai hasil penelitian dalam menentukan atau memilih
salah satu dari beberapa pilihan cara atau prosedur yang
paling efisien dalam menangani atau memecahkan suatu
masalah. Dengan norma tersebut diharapkan para pemakai
hasil penelitian memperoleh manfaat yang lebih besar dari
kegiatan penelitian dalam ilmu pengetahuan, khususnya
dalam
memecahkan
masalah-masalah
sosial
atau
kemasyarakatan. Informasi yang bersifat normatif ini oleh
Penelaah
Sektor
Pendidikan
Balitbang-Depdikbud
1986
disebut informasi teknis, karena merupakan hasil analisis data
berdasarkan informasi yang berkaitan dengan suatu isu
kebijakan yang sedang atau ingin disoroti.
7
E. Metodologi Analisis Kebijakan Pendidikan
Secara metodologis, analisis kebijakan dapat dibedakan
menjadi dua bagian besar, yaitu metodologi kuantitaif dan
kualitatif.
Hampir dapat dipastikan bahwa pendekatan dalam analisis
kebijakan seluruhnya bersifat kualitatif. Hal ini karena analisis
kebijakan pada dasarnya merupakan suatu proses pemahaman
terhadap
masalah
kebijakan
sehingga
proses
pemahaman
terhadap masalah kebijakan sehingga dapat melahirkan suatu
gagasan dan pemikiran mengenai cara-cara pemecahannya.
5
Metodologi kualitatif dalam analisis kebijakan lebih tertarik
untuk melakukan pemahaman secara mendalam terhadap suatu
masalah-masalah
kebijakan
daripada
melihat
permasalahan
kebijakan untuk kepentingan generalisasi. Metodologi kualitatif
lebih suka menggunakan teknik analisis mendalam (in dept
analysis) yaitu mengkaji masalah kebijakan secara kasus per
kasus karena metodologi kualitatif ini yakin bahwa sifat masalah
yang satu akan berbeda sifat masalah yang lain. Yang dihasilkan
dari metodologi kualitatif ini bukan suatu generalisasi, tetapi
pemahaman yang mendalam terhadap suatu masalah.
Metodologi kuantitatif pada dasarnya merupakan bentuk
yang lebih operasional dari paradigma empirisme yang sering
juga disebut pendekatan “kuantitatif-empiris”. Pada dasarnya
pendekatan kuantitatif ini tertarik dengan pengukuran secara
5Djohar.M.S, Pengembangan Pendidikan Nasional Menyongsong Masa Depan,
(Yogyakarta: CV Gravika Indah,2006).hlm.222
8
obyektif
terhadap
masalah
sosial.
Untuk
dapat
dilakukan
pengukuran, setiap masalah sosial terlebih dahulu dijabarkan ke
dalam beberapa komponen
masalah, indikator, dan variabel-
variabelnya. Tujuan utama metodologi kuantitatif ini bukan
menjelaskan
suatu
masalah,
tetapi
menghasilkan
suatu
generalisasi. Generalisasi adalah suatu pernyataan kebenaran
yang terjadi dalam suatu realitas tentang suatu masalah
kebijakan yang diperkirakan akan berlaku pada suatu parameter
populasi tertentu. Dengan generalisasi yang dihasilkan ini, para
peneliti atau analisis kebijakan dituntut dapat menghasilkan
alternatif kebijakan yang dapat diterapkan secara menyeluruh
dalam lingkup yang lebih luas.
6
F. Permasalahan-permasalahan Kebijakan Pendidikan di
Indonesia
1. Sistem pendidikan nasional dalam era otonomi daerah.
Dengan adanya UU Otonomi Daerah No. 22 tahun 1999
yang kemudian disempurnakan menjadi UU No 32 tahun 2004
telah
terjadi
perubahan
sistem
pemerintahan
yang
sentrallistik menjadi desentralistik, dimana setiap daerah
memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus sistem
pemerintahannya sendiri guna mensejahterakan masyarakat
di daerahnya.
Otonomi pendidikan menurut UU Sistem Pendidikan
Nasional No 20 tahun 2003 adalah terungkap pada hak dan
kewajiban
warga
pemerintah.
Pada
negara,
orang
bagian
ketiga
6 Ibid.hlm.224
9
tua,
hak
masyarakat,
dan
dan
kewajiban
masyarakat pasal 8 disebutkan bahwa “masyarakat berhak
berperan
serta
dalam
perencanaan,
pelaksanaan,
pengawasan, dan program evaluasi pendidikan. Pasal 9,
masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber
daya dalam penyelenggaraan pendidikan”. Begitu juga pada
bagian
keempat
pemerintah
hak
daerah
dan
pasal
kewajiban
11
ayat
2
pemerintah,
dan
“Pemerintah
dan
pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya daya guna
terselenggaranya pendidikan bagi warga negara yang berusia
7-15 tahun.
Telaah kritis sistem pendidikan nasional dalam era
otonomi daerah diarahkan kepada beberapa sektor dengan
harapan dapat terlihat di bagian mana pendidikan nasional
dikembangkan dan bagian mana pendidikan yang terkait
dengan otonomi daerah dapat diangkat, diantaranya:
a.
Format Pendidikan Nasional
Format pendidikan nasional yang menerjemahkan bahwa
pemerintah
nasional
menyelenggarakan
seharusnya
suatu
direformasi
sistem
pendidikan
pemahamannya
dari
pendidikan yang sentralistik ke pendidikan yang demokratik,
dari pendidikan yang uniform ke arah pendidikan yang
diversifikatif, dari satu ukuran hasil pendidikan ke arah
ukuran masing-masing sesuai dengan keadaan anak baik
budaya, sosial, dan psikologi yang berbeda. Oleh karena itu
sistem pendidikan yang pantas diatur secara nasional hanya
meliputi, hal-hal:
7
7 Mu’arif, Liberalisasi Pendidikan, (Yogyakarta : Pinus Book Publisher,2008)hlm.159
10
1)
Kesamaan jenjang pendidikan yakni TK, SD-SLTP, SMU,
2)
dan Perguruan Tinggi.
Jenis pendidikan sebatas pada pendidikan umum dan
3)
pendidikan kejuruan.
Kesamaan kurikulum yang memiliki perekat terhadap
kehidupan berbangsa dan bernegara yakni Pancasila,
Bahasa Indonesia dan Kewarganegaraan.
b. Diversifikasi Pendidikan
Jenis pendidikan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan
masing-masing daerah, meskipun masih tetap berada dalam
naungan pendidikan umum dan pendidikan kejuruan. Macam
prrogram pendidikan lebih lanjut dari pendidikan umum dan
pendidikan kejuruan itu diselenggarakan sesuai dengan keadaan
dan
kebutuhan
setempat.
Selain
diversifikasi
dalam
jenis
pendidikan dapat diberlakukan pada kurikulum, penyelenggaraan
pendidikan,
cara
pembelajaran,
dan
pemanfaatan
sumber
belajar.
Kurikulum yang terbaik diberlakukan pada daerah tertentu
selain kurikulum yang dianggap memiliki perekat terhadap
kehidupan berbangsa dan bernegara, dapat ditentukan oleh
masing-masing bahkan oleh sekolah. Yang penting kurikulum itu
memiliki muatan tuntutan sesuai dengan kebutuhan anak,
kebutuhan orang tua dan kebutuhan masyarakat lokal maupun
masyarakat global.
Penyelenggaraan penddikan menjadi bagian terpenting
untuk diotonomikan, disesuaikan dengan situasi dan kondisi anak
baik budaya, sosial, dan psikologi mereka, serta disesuaikan
dengan situasi dan kondisi daerah dan lingkungan nyata anak
masing-masing.8
8 Ibid, hlm, 161
11
Untuk
itu
otonomi
daerah
jangan
hanya
sekedar
diwujudkan sebagai pengalihan kekuasaan pusat ke daerah, akan
tetapi harus mencerminkan kehidupan demokrasi bangsa yang
terwujud
dalam
penyelenggaraan
pendidikan
nasional
kita
sebagai bangsa yang merdeka. Berdasarkan pertimbangan itu
maka otonomi penyelenggaraan pendidikan yang diwujudkan
dalam “School Based Management” (SBM).
c.
Orientasi Pembelajaran
Orientasi pembelajaran juga harus diubah dari pendekatan
“tekstual” ke arah pendekatan “faktual”. Pembelajaran yang
berorientasi “tekstual” hanya menghasilkan manusia-manusia
penghafal dan hanya menghasilkan manusia-manusia penjiplak
ilmu dan teknologi yang meniadakan kreativitas. Pembelajaran
yang berorientasi faktual membimbing anak-anak kita terlatih
bergaul dengan kenyataan kontekstual dengan lingkungan hidup
mereka, dengan demikian mereka mampu mendeteksi unsurunsurnya, mampu mengonseptualisasikan makna dari kenyataan
itu,
dan
di
sinilah
mereka
memperoleh
kemampuan
dan
pengetahuan dar hasil kegiatannya sendiri.
d. Ukuran keberhasilan belajar
Hasil belajar yang diukur dengan satu alat ukur seperti
sekarang ini hanya akan menghasilkan ukuran semu. Ukuran
hasil belajar yang realistik adalah yang didasarkan kepada apa
yang benar-benar dipelajari anak melalui pikiran, pengindraan,
konseptualisasi dan kesimpulan sendiri yang dapat disajikan
12
dalam bentuk dokumen karya siswa dan dijadikan kumpulan hasil
evaluasi kemajuan anak.
Ukuran keberhasilan pendidikan seharusnya tidak hanya
ditentukan oleh kualitas “out put” akan tetapi harus diukur dari
kualitas “out come” yakni keberhasilan anak-anak kita dalam
meraih kehidupan nyata berdasarkan tingkat pendidikan mereka.
Bila diperhatikan sekarang ini maka “out come” hasil pendidikan
kita hanya mampu menawarkan ijazah untuk meraih kehidupan,
mereka tidak mampu mandiri dan bahkan tidak memiliki jati diri.
Masyarakat kita masih berada pada tingkatan “paper syndrome”.
Persoalannya adalah seberapa tanggap daerah dalam era
otonomi daerah ini mampu menangkap isyarat kelemahan
pendidikan yang terjadi selama ini, untuk tidak mewarisi dan
diteruskan
dalam
sebaliknya
daerah
membangun
mampu
pendidikan
membuka
daerah
tetapi
lembaran
baru
mengusahakan pendidikan kita menjadi barang nyata, berguna
bagi bangsa dalam peningkatan profil manusia Indonesia dan
SDM
bangsa
demi
peningkatan
kesejahteraan
kehidupan
masyarakat.9
e.
Penghambat pendidikan
Bangsa ini terlalu ambisius ingin menyamakan pendidikan
di seluruh nusantara dengan sistem sentralisasi dan uniformitas.
Kita sendiri ingkar terhadap wawasan kita sendiri bahwa bangsa
Indonesia adalah bangsa yang memiliki keanekaragaman baik
9 Ibid, hlm, 162
13
lingkungan, suku, bahasa, kebiasaan yang diwujudkan dalam
tatanan sosial dan budaya.
Akibat dari keragaman keadaan bangsa ini maka terbukti
sentralisasi dan uniformitas pendidikan hanya menghasilkan
kemunduran dalam perjalanan sejarah bangsa bila dibandingkan
dengan kemajuan bangsa-bangsa lain di sekitar kita.
f.
10
Otonomi pendidikan dalam otonomi daerah
Otonomi daerah memberi konskuensi upaya peningkatan
kualitas pendidikan menjadi tanggung jawab daerah. Meskipun
demikian, maka tidak berarti daerah harus terlalu banyak terlibat
dalam penyelenggaraan pendidikan. Daerah dapat memikirkan
hal-hal : mencarikan model yang cocok dengan pendidikan
daerahnya,
memfasilitasi
dana,
prasarana
dan
sarana
pendidikan, menyiapkan pedoman pendidikan bagi sekolah yang
membutuhkan.
10 Ibid, hlm, 163
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Analisis kebijakan pendidikan merupakan cara memecahkan
masalah
yang
ada
dalam
kebijakan-kebijakan
tentang
pendidikan menggunakan pemahaman yang dimiliki oleh
manusia itu sendiri.
2.
Aktor yang melakukan analisis kebijakan pendidikan adalah
lembaga penelitian dan pengembangan yang berada di bawah
Departemen
Pendidikan
dan
Kebudayan
serta
lembaga
pendidikan
meliputi
penelitian independent seperti SMERU.
3.
Ruang
lingkup
pengumpulan
kurikulum,
data
sistem
kebudayaan,
analisis
statistik
pendidikan,
pengujian,
penelitian
teknologi
pengemabangan
kebijakan
analisis
pengembangan
pendidikan
dan
komunikasi
pendidikan,
dan
kebijakan
pendidikan
dan
kebudayaan.
4.
Pendekatan analisis pendidikan yakni pendekatan deskriptif
dan normatif.
5.
Metode analisis kebijakan pendidikan yaitu metode kualitatif
dan kuantitatif.
6.
Permasalahan kebijakan pendidikan di Indonesia diantaranya
adalah sistem pendidikan di era otonomi daerah yang masih
menggunkan alat ukur berupa ujian nasional atau unas.
15
B. Saran
Seyogyanya analisis dalam bidang pendidikan harus selalu
dilakukan karena pendidikan di Indonesia masih jauh dari tujuan
mencerdaskan kehidupan bangsa seperti yang tercantum dalam
pembukaan UUD alinea IV.
16
DAFTAR PUSTAKA
Djohar.M.S.
2006.
Pengembangan
Pendidikan
Nasional
Menyongsong Masa Depan. Yogyakarta: CV Gravika Indah.
Mu’arif.Liberalisasi Pendidikan. 2008.Yogyakarta : Pinus Book
Publisher.
Suryadi,
Ace
dan
Pendidikan
H.A.R
Suatu
Tilaar.
(1993).
Pengantar.
Rosdakarya.
17
Analisis
Bandung:
Kebijakan
PT
Remaja
“Ditujukan untuk memenuhi tugas”
Mata Kuliah
Dosen
Jurusan
: Kebijakan Pendidikan
: Marhan Hasibuan , M.A
: Tarbiyah - PAI (V-A)
Di susun Oleh
Kelompok 6 ( Enam )
- Nurlailan
- Suryani Tarigan
- Zakaria
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM JAM’IYAH
MAHMUDIYAH TANJUNG PURA - LANGKAT
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah swt karena berkat rahmat Nya
penyusunan
makalah
ini
dapat
diselesaikan.Makalah
merupakan makalah Kebijakan Pendidikan
ini
yang membahas
“Analisis Kebijakan Pendidikan ”.Secara khusus pembahasan dalam
makalah ini diatur sedemikian rupa sehingga materi yang
disampaikan sesuai dengan mata kuliah. Dalam penyusunan
tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi.
Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan
makalah ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan
orang tua, sehingga kendala-kendala yang kami hadapi teratasi .
oleh karena itu kami mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak
dosen Marhan Hasibuan, MA mata kuliah Kebijakan
Pendidikan
yang telah memberikan tugas, petunjuk, kepada
kami sehingga kami termotivasi dan menyelesaikan tugas
makalah ini.
2. Orang tua, teman dan kerabat yang telah turut membantu,
membimbing, dan mengatasi berbagai kesulitan sehingga tugas
makalah ini selesai.
Kami sadar, bahwa dalam pembuatan makalah ini terdapat
banyak kesalahan.Untuk itu kami meminta maaf apabila ada
kekurangan. Kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari
para pembaca guna meningkatkan kualitas makalah penulis
selanjutnya. Kebenaran dan kesempurnaan hanya Allah-lah yang
punya dan maha kuasa .Harapan kami, semoga makalah yang
sederhana ini, dapat memberikan manfaat tersendiri bagi
generasi muda islam yang akan datang, khususnya dalam bidang
Teori Belajar dan Pembelajaran
1
Tanjung Pura, Oktober 2017
Tim Penyusun
Kelompok 6( Enam )
DAFTAR IS
2
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................1
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................1
BAB II......................................................................................................................2
PEMBAHASAN......................................................................................................2
A. Pengertian Analisis Kebijakan Pendidikan...................................................2
B. Aktor Analisis Kebijakan Pendidikan...........................................................2
C. Ruang Lingkup Analisis Kebijakan Pendidikan...........................................3
D. Pendekatan Analisis Kebijakan Pendidikan..................................................5
E. Metodologi Analisis Kebijakan Pendidikan..................................................6
F.
Permasalahan-permasalahan Kebijakan Pendidikan di Indonesia................7
BAB III..................................................................................................................11
PENUTUP..............................................................................................................11
A. Kesimpulan.................................................................................................11
B. Saran............................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................12
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebijakan pendidikan merupakan suatu hal yang pokok
untuk menentukan arah dan pedoman dalam penyelenggaraan
pendidikan
dalam
suatu
negara.
Dalam
penyelenggaraan
pendidikan di setiap lembaga pendidikan tidak akan pernah lepas
dari suatu kebijakan yang dibuat oleh pemerintahan dalam
negera tempat lembaga pendidikan itu ada.
Di Indonesia, yang merupakan negara hukum juga menitikberatkan
sektor pendidikan sebagai wahana untuk memajukan negaranya. Bagaimana
tidak? Kebijakan demi kebijakan dibongkar pasang untuk menghasilkan kualitas
pendidikan yang optimal, meski realitanya masih jauh dari harapan.
Dalam makalah kami ini, kami hendak memaparkan
analisis kebijakan pendidikan di Indonesia berikut permasalahanpermasalahan
kebijakan
pendidikan
yang
masih
menjadi
trending topic di dunia pendidikan.
B. Rumusan Masalah
1. Seperti apakah ruang lingkup analisis kebijakan pendidikan?
2. Bagaimana Pendekatan yang digunakan untuk melakukan
analisis kebijakan?
3. Bagaimanakah metode analisis kebijakan pendidikan?
1
4. Bagaimana Permasalahan yang dihadapi Indonesia terkait
kebijakan pendidikan?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui ruang lingkup analisis kebijakan
pendidikan.
2. Untuk mengetahui Pendekatan yang digunakan untuk
melakukan analisis kebijakan?
3. Untuk mengetahui metode analisis kebijakan pendidikan.
4. Untuk mengetahui Permasalahan yang dihadapi Indonesia
terkait kebijakan pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Analisis Kebijakan Pendidikan
Analisis kebijakan merupakan suatu prosedur berpikir yang
sudah lama dikenal dan dilakukan dalam sejarah manusia, paling
tidak
sejak
manusia
mampu
melahirkan
dan
memelihara
pengetahuan dalam kaitannya dengan tindakan.
Beberapa ahli memiliki pengertian yang berbeda dalam
mengartikan analisis kebijakan, diantaranya:
2
1.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia analisis adalah (1)
penyelidikan thd suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dsb)
untuk mengetahui keadaan yg sebenarnya (sebab-musabab,
duduk perkaranya, dsb); (2) penguraian suatu pokok atas
berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta
hubungan antarbagian untuk memperoleh pengertian yg
tepat dan pemahaman arti keseluruhan
2.
Dunn : mengungkapkan bahwa analisis kebijakan adalah
suatu prosedur untuk menghasilkan informasi mengenai
masalah-masalah
kemasyarakatan
berikut
tindakan
pemecahannya.1
Dari
beberapa
pengertian
di
atas
dapat
kita
tarik
pengertian yang lebih rinci bahwa analisis kebijakan merupakan
cara atau prosedur dalam menggunakan pemahaman manusia
terhadap dan untuk memecahkan masalah-masalah kebijakan.
Jadi analisis kebijakan pendidikan merupakan cara memecahkan
masalah yang ada dalam kebijakan-kebijakan tentang pendidikan
menggunakan pemahaman yang dimiliki oleh manusia itu
sendiri.
B. Aktor Analisis Kebijakan Pendidikan
Sejak berdirinya badan penelitian dan pengembangan di
lingkungan
Departemen
Pendidikan
dan
Kebudayaan
pada
permulaan tahun 1970-an, berbagai bentuk kegiatan penelitian,
penilaian,
dan
pengembangan
pendidikan
telah
banyak
dilakukan untuk menunjang proses pembuatan keputusan. Badan
1 Ace Suryadi dan H.A.R Tilaar, Analisis Kebijakan Pendidikan Suatu Pengantar,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya,1993)hlm.40
3
ini
terus
berkembang
dengan
pesat,
khususnya
dalam
memberikan masukan pemikiran terhadap proses pembangunan
pendidikan yang telah direncanakan dan dilaksanakan secara
sistematis sejak Repelita I. Badan ini terus berperan dalam
melahirkan berbagai gagasan pembaharuan pendidikan sehingga
proses pembangunan pendidikan telah melewati masa-masa
yang penuh tantangan.
Dalam sejarahnya, badan ini terus meningkatkan fungsinya
sebagai badan pembaru sistem pendidikan nasional. Dari periode
Repelita I berikutnya, pergeseran fungsi badan ini semakin terasa
terutama dalam menjalankan fungsinya mempersiapkan bahan
kebijakan jangkah menengah dan jangka panjang.
Di lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
proses pengambilan kebijakan public telah diatur baik oleh
Undang-undang
maupun
No.
kebijakan
2
Tahun
Depdikbud
1989,
itu
Peraturan
sendiri.
Pemerintah
tentang
proses
pelaksanaan analisis kebijakan sebagai suatu sistem telah
diungkapkan secara sistematis oleh Penelaah sektor Pendidikan,
yang
dilaksanakan
oleh
Balitbang—Depdikbud
bekerjasama
dengan proyek IEES (Improving the Efficency System Project)
pada tahun 1986.2
Salah satu lembaga penelitian yang melakukan analisis
kebijakan
pendidikan
yakni
Smeru.
Smeru
adalah
sebuah
lembaga penelitian independen yang melakukan penelitian dan
pengkajian kebijakan publik secara profesional dan proaktif, serta
menyediakan informasi akurat, tepat waktu, dengan analisis
2Ibid,.hlm.5
4
yang objektif mengenai berbagai masalah sosial-ekonomi dan
kemiskinan yang dianggap mendesak dan penting bagi rakyat
Indonesia.
C. Ruang Lingkup Analisis Kebijakan Pendidikan
Ruang lingkup kegiatan analisis kebijakan pendidikan meliputi:3
1. Pengumpulan data statistik pendidikan
2. Pengembangan kurikulum.
3. Sistem pengujian
4. Penelitian pendidikan dan kebudayaan.
5. Teknologi komunikasi pendidikan.
6.
Pengembangan
analisis
kebijakan
pendidikan
dan
kebudayaan.
Kegiatan yang terakhir yakni kegiatan pada nomor 6 berfungsi
untuk menyiapkan bahan-bahan rumusan kebijakan pendidikan,
baik kebijakan jangka panjang, menengah, dan jangka pendek,
maupun bahan-bahan untuk kebijakan departemen yang setiap
saat diperlukan oleh pengambil keputusan.
Salah satu fungsi paling menonjol dari Badan Penelitian dan
Pengembangan adalah Analisis dan Perumusan Bahan Kebijakan
3 Ace Suryadi dan H.A.R Tilaar, Analisis Kebijakan Pendidikan Suatu Pengantar, hlm.46
5
dengan tujuan untuk membantu pemerintah dalam menyiapkan
dan merumuskan bahan-bahan kebijakan sesuai dengan isu-isu
penting pendidikan yang berkembang dalam dunia penelitian,
pengembangan, dan masyarakat luas.
Dalam suatu proyek yang dinamakan Proyek Perencanaan dan
Kebijakan Pendidikan (Education Policy and Planning Project)
atau proyek EPP yang mendapat bantuan USAID (The United
States Agency for International Development). Proyek tersebut
resmi dilaksanakan pada bulan Juli 1984 dengan tujuan pokok:
“meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia melalui perumusan
kebijakan dan perencanaan yang lebih baik yang didasarkan
pada informasi yang lebih lengkap dan teliti serta metode
analisis yang lebih baik terhadap informasi tersebut.”
Sejak dilaksanakannya proyek tersebut, berbagai upaya telah
dilakukan khususnya dalam melakukan identifikasi terhadap
berbagai masalah pendidikan sebagai sasaran dalam melakukan
analisis kebijakan. Sejak saat itu analisis kebijakan dilaksanakan
melalui
koordinasi
di
antara
berbaga
unit
di
lingkungan
Depdikbud. Hasilnya adalah usulan-usulan kebijakan yang sangat
berguna dalam mempersiapkan Rumusan kebijakan Tahunan
Mendikbud dan Naskah Repelita.
D. Pendekatan Analisis Kebijakan Pendidikan
Dalam literatur analisis kebijakan, pendekatan dalam
analisis kebijakan pada dasarnya meliputi dua bagian besar,
yaitu pendekatan deskriptif dan pendekatan normatif. 4
1. Pendekatan deskriptif adalah suatu prosedur atau cara yang
digunakan
dalam
penelitian
4 Ibid.,hlm. 48-49
6
pengembangan
ilmu
pengetahuan baik ilmu pengetahuan murni maupun terapan,
untuk menerangkan suatu gejala yang terjadi di dalam
masyarakat. Istilah yang digunakan oleh Cohn mengenai
pendekatan deskriptif ini adalah pendekatan positif yang
diwujudkan dalam bentuk upaya ilmu pengetahuan dalam
menyajikan suatu State of Art atau keadaan apa adanya dari
suatu gejala yang sedang dteliti dan yang perlu diketahui oleh
para pemakai. Tujuan pendekatan deskriptif dalam analisis
kebijakan ialah agar para pengambil keputusan memahami
permasalahan yang sedang disoroti dari suatu kebijkan.
2.
Pendekatan normatif yang sering juga disebut pendekatan
preskriptif merupakan upaya dalam ilmu pengetahuan untuk
menawarkan suatu norma, kaidah atau “resep” yang dapat
digunakan oleh pemakai dalam rangka memecahkan masalah.
Tujuan pendekatan ini adalah membantu mempermudah para
pemakai hasil penelitian dalam menentukan atau memilih
salah satu dari beberapa pilihan cara atau prosedur yang
paling efisien dalam menangani atau memecahkan suatu
masalah. Dengan norma tersebut diharapkan para pemakai
hasil penelitian memperoleh manfaat yang lebih besar dari
kegiatan penelitian dalam ilmu pengetahuan, khususnya
dalam
memecahkan
masalah-masalah
sosial
atau
kemasyarakatan. Informasi yang bersifat normatif ini oleh
Penelaah
Sektor
Pendidikan
Balitbang-Depdikbud
1986
disebut informasi teknis, karena merupakan hasil analisis data
berdasarkan informasi yang berkaitan dengan suatu isu
kebijakan yang sedang atau ingin disoroti.
7
E. Metodologi Analisis Kebijakan Pendidikan
Secara metodologis, analisis kebijakan dapat dibedakan
menjadi dua bagian besar, yaitu metodologi kuantitaif dan
kualitatif.
Hampir dapat dipastikan bahwa pendekatan dalam analisis
kebijakan seluruhnya bersifat kualitatif. Hal ini karena analisis
kebijakan pada dasarnya merupakan suatu proses pemahaman
terhadap
masalah
kebijakan
sehingga
proses
pemahaman
terhadap masalah kebijakan sehingga dapat melahirkan suatu
gagasan dan pemikiran mengenai cara-cara pemecahannya.
5
Metodologi kualitatif dalam analisis kebijakan lebih tertarik
untuk melakukan pemahaman secara mendalam terhadap suatu
masalah-masalah
kebijakan
daripada
melihat
permasalahan
kebijakan untuk kepentingan generalisasi. Metodologi kualitatif
lebih suka menggunakan teknik analisis mendalam (in dept
analysis) yaitu mengkaji masalah kebijakan secara kasus per
kasus karena metodologi kualitatif ini yakin bahwa sifat masalah
yang satu akan berbeda sifat masalah yang lain. Yang dihasilkan
dari metodologi kualitatif ini bukan suatu generalisasi, tetapi
pemahaman yang mendalam terhadap suatu masalah.
Metodologi kuantitatif pada dasarnya merupakan bentuk
yang lebih operasional dari paradigma empirisme yang sering
juga disebut pendekatan “kuantitatif-empiris”. Pada dasarnya
pendekatan kuantitatif ini tertarik dengan pengukuran secara
5Djohar.M.S, Pengembangan Pendidikan Nasional Menyongsong Masa Depan,
(Yogyakarta: CV Gravika Indah,2006).hlm.222
8
obyektif
terhadap
masalah
sosial.
Untuk
dapat
dilakukan
pengukuran, setiap masalah sosial terlebih dahulu dijabarkan ke
dalam beberapa komponen
masalah, indikator, dan variabel-
variabelnya. Tujuan utama metodologi kuantitatif ini bukan
menjelaskan
suatu
masalah,
tetapi
menghasilkan
suatu
generalisasi. Generalisasi adalah suatu pernyataan kebenaran
yang terjadi dalam suatu realitas tentang suatu masalah
kebijakan yang diperkirakan akan berlaku pada suatu parameter
populasi tertentu. Dengan generalisasi yang dihasilkan ini, para
peneliti atau analisis kebijakan dituntut dapat menghasilkan
alternatif kebijakan yang dapat diterapkan secara menyeluruh
dalam lingkup yang lebih luas.
6
F. Permasalahan-permasalahan Kebijakan Pendidikan di
Indonesia
1. Sistem pendidikan nasional dalam era otonomi daerah.
Dengan adanya UU Otonomi Daerah No. 22 tahun 1999
yang kemudian disempurnakan menjadi UU No 32 tahun 2004
telah
terjadi
perubahan
sistem
pemerintahan
yang
sentrallistik menjadi desentralistik, dimana setiap daerah
memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus sistem
pemerintahannya sendiri guna mensejahterakan masyarakat
di daerahnya.
Otonomi pendidikan menurut UU Sistem Pendidikan
Nasional No 20 tahun 2003 adalah terungkap pada hak dan
kewajiban
warga
pemerintah.
Pada
negara,
orang
bagian
ketiga
6 Ibid.hlm.224
9
tua,
hak
masyarakat,
dan
dan
kewajiban
masyarakat pasal 8 disebutkan bahwa “masyarakat berhak
berperan
serta
dalam
perencanaan,
pelaksanaan,
pengawasan, dan program evaluasi pendidikan. Pasal 9,
masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber
daya dalam penyelenggaraan pendidikan”. Begitu juga pada
bagian
keempat
pemerintah
hak
daerah
dan
pasal
kewajiban
11
ayat
2
pemerintah,
dan
“Pemerintah
dan
pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya daya guna
terselenggaranya pendidikan bagi warga negara yang berusia
7-15 tahun.
Telaah kritis sistem pendidikan nasional dalam era
otonomi daerah diarahkan kepada beberapa sektor dengan
harapan dapat terlihat di bagian mana pendidikan nasional
dikembangkan dan bagian mana pendidikan yang terkait
dengan otonomi daerah dapat diangkat, diantaranya:
a.
Format Pendidikan Nasional
Format pendidikan nasional yang menerjemahkan bahwa
pemerintah
nasional
menyelenggarakan
seharusnya
suatu
direformasi
sistem
pendidikan
pemahamannya
dari
pendidikan yang sentralistik ke pendidikan yang demokratik,
dari pendidikan yang uniform ke arah pendidikan yang
diversifikatif, dari satu ukuran hasil pendidikan ke arah
ukuran masing-masing sesuai dengan keadaan anak baik
budaya, sosial, dan psikologi yang berbeda. Oleh karena itu
sistem pendidikan yang pantas diatur secara nasional hanya
meliputi, hal-hal:
7
7 Mu’arif, Liberalisasi Pendidikan, (Yogyakarta : Pinus Book Publisher,2008)hlm.159
10
1)
Kesamaan jenjang pendidikan yakni TK, SD-SLTP, SMU,
2)
dan Perguruan Tinggi.
Jenis pendidikan sebatas pada pendidikan umum dan
3)
pendidikan kejuruan.
Kesamaan kurikulum yang memiliki perekat terhadap
kehidupan berbangsa dan bernegara yakni Pancasila,
Bahasa Indonesia dan Kewarganegaraan.
b. Diversifikasi Pendidikan
Jenis pendidikan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan
masing-masing daerah, meskipun masih tetap berada dalam
naungan pendidikan umum dan pendidikan kejuruan. Macam
prrogram pendidikan lebih lanjut dari pendidikan umum dan
pendidikan kejuruan itu diselenggarakan sesuai dengan keadaan
dan
kebutuhan
setempat.
Selain
diversifikasi
dalam
jenis
pendidikan dapat diberlakukan pada kurikulum, penyelenggaraan
pendidikan,
cara
pembelajaran,
dan
pemanfaatan
sumber
belajar.
Kurikulum yang terbaik diberlakukan pada daerah tertentu
selain kurikulum yang dianggap memiliki perekat terhadap
kehidupan berbangsa dan bernegara, dapat ditentukan oleh
masing-masing bahkan oleh sekolah. Yang penting kurikulum itu
memiliki muatan tuntutan sesuai dengan kebutuhan anak,
kebutuhan orang tua dan kebutuhan masyarakat lokal maupun
masyarakat global.
Penyelenggaraan penddikan menjadi bagian terpenting
untuk diotonomikan, disesuaikan dengan situasi dan kondisi anak
baik budaya, sosial, dan psikologi mereka, serta disesuaikan
dengan situasi dan kondisi daerah dan lingkungan nyata anak
masing-masing.8
8 Ibid, hlm, 161
11
Untuk
itu
otonomi
daerah
jangan
hanya
sekedar
diwujudkan sebagai pengalihan kekuasaan pusat ke daerah, akan
tetapi harus mencerminkan kehidupan demokrasi bangsa yang
terwujud
dalam
penyelenggaraan
pendidikan
nasional
kita
sebagai bangsa yang merdeka. Berdasarkan pertimbangan itu
maka otonomi penyelenggaraan pendidikan yang diwujudkan
dalam “School Based Management” (SBM).
c.
Orientasi Pembelajaran
Orientasi pembelajaran juga harus diubah dari pendekatan
“tekstual” ke arah pendekatan “faktual”. Pembelajaran yang
berorientasi “tekstual” hanya menghasilkan manusia-manusia
penghafal dan hanya menghasilkan manusia-manusia penjiplak
ilmu dan teknologi yang meniadakan kreativitas. Pembelajaran
yang berorientasi faktual membimbing anak-anak kita terlatih
bergaul dengan kenyataan kontekstual dengan lingkungan hidup
mereka, dengan demikian mereka mampu mendeteksi unsurunsurnya, mampu mengonseptualisasikan makna dari kenyataan
itu,
dan
di
sinilah
mereka
memperoleh
kemampuan
dan
pengetahuan dar hasil kegiatannya sendiri.
d. Ukuran keberhasilan belajar
Hasil belajar yang diukur dengan satu alat ukur seperti
sekarang ini hanya akan menghasilkan ukuran semu. Ukuran
hasil belajar yang realistik adalah yang didasarkan kepada apa
yang benar-benar dipelajari anak melalui pikiran, pengindraan,
konseptualisasi dan kesimpulan sendiri yang dapat disajikan
12
dalam bentuk dokumen karya siswa dan dijadikan kumpulan hasil
evaluasi kemajuan anak.
Ukuran keberhasilan pendidikan seharusnya tidak hanya
ditentukan oleh kualitas “out put” akan tetapi harus diukur dari
kualitas “out come” yakni keberhasilan anak-anak kita dalam
meraih kehidupan nyata berdasarkan tingkat pendidikan mereka.
Bila diperhatikan sekarang ini maka “out come” hasil pendidikan
kita hanya mampu menawarkan ijazah untuk meraih kehidupan,
mereka tidak mampu mandiri dan bahkan tidak memiliki jati diri.
Masyarakat kita masih berada pada tingkatan “paper syndrome”.
Persoalannya adalah seberapa tanggap daerah dalam era
otonomi daerah ini mampu menangkap isyarat kelemahan
pendidikan yang terjadi selama ini, untuk tidak mewarisi dan
diteruskan
dalam
sebaliknya
daerah
membangun
mampu
pendidikan
membuka
daerah
tetapi
lembaran
baru
mengusahakan pendidikan kita menjadi barang nyata, berguna
bagi bangsa dalam peningkatan profil manusia Indonesia dan
SDM
bangsa
demi
peningkatan
kesejahteraan
kehidupan
masyarakat.9
e.
Penghambat pendidikan
Bangsa ini terlalu ambisius ingin menyamakan pendidikan
di seluruh nusantara dengan sistem sentralisasi dan uniformitas.
Kita sendiri ingkar terhadap wawasan kita sendiri bahwa bangsa
Indonesia adalah bangsa yang memiliki keanekaragaman baik
9 Ibid, hlm, 162
13
lingkungan, suku, bahasa, kebiasaan yang diwujudkan dalam
tatanan sosial dan budaya.
Akibat dari keragaman keadaan bangsa ini maka terbukti
sentralisasi dan uniformitas pendidikan hanya menghasilkan
kemunduran dalam perjalanan sejarah bangsa bila dibandingkan
dengan kemajuan bangsa-bangsa lain di sekitar kita.
f.
10
Otonomi pendidikan dalam otonomi daerah
Otonomi daerah memberi konskuensi upaya peningkatan
kualitas pendidikan menjadi tanggung jawab daerah. Meskipun
demikian, maka tidak berarti daerah harus terlalu banyak terlibat
dalam penyelenggaraan pendidikan. Daerah dapat memikirkan
hal-hal : mencarikan model yang cocok dengan pendidikan
daerahnya,
memfasilitasi
dana,
prasarana
dan
sarana
pendidikan, menyiapkan pedoman pendidikan bagi sekolah yang
membutuhkan.
10 Ibid, hlm, 163
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Analisis kebijakan pendidikan merupakan cara memecahkan
masalah
yang
ada
dalam
kebijakan-kebijakan
tentang
pendidikan menggunakan pemahaman yang dimiliki oleh
manusia itu sendiri.
2.
Aktor yang melakukan analisis kebijakan pendidikan adalah
lembaga penelitian dan pengembangan yang berada di bawah
Departemen
Pendidikan
dan
Kebudayan
serta
lembaga
pendidikan
meliputi
penelitian independent seperti SMERU.
3.
Ruang
lingkup
pengumpulan
kurikulum,
data
sistem
kebudayaan,
analisis
statistik
pendidikan,
pengujian,
penelitian
teknologi
pengemabangan
kebijakan
analisis
pengembangan
pendidikan
dan
komunikasi
pendidikan,
dan
kebijakan
pendidikan
dan
kebudayaan.
4.
Pendekatan analisis pendidikan yakni pendekatan deskriptif
dan normatif.
5.
Metode analisis kebijakan pendidikan yaitu metode kualitatif
dan kuantitatif.
6.
Permasalahan kebijakan pendidikan di Indonesia diantaranya
adalah sistem pendidikan di era otonomi daerah yang masih
menggunkan alat ukur berupa ujian nasional atau unas.
15
B. Saran
Seyogyanya analisis dalam bidang pendidikan harus selalu
dilakukan karena pendidikan di Indonesia masih jauh dari tujuan
mencerdaskan kehidupan bangsa seperti yang tercantum dalam
pembukaan UUD alinea IV.
16
DAFTAR PUSTAKA
Djohar.M.S.
2006.
Pengembangan
Pendidikan
Nasional
Menyongsong Masa Depan. Yogyakarta: CV Gravika Indah.
Mu’arif.Liberalisasi Pendidikan. 2008.Yogyakarta : Pinus Book
Publisher.
Suryadi,
Ace
dan
Pendidikan
H.A.R
Suatu
Tilaar.
(1993).
Pengantar.
Rosdakarya.
17
Analisis
Bandung:
Kebijakan
PT
Remaja