Analisis Efek Tanaman Dalam Mereduksi Pa

Mata Kuliah:
Tanaman dan Sistim Ruang Terbuka Hijau

Judul Tugas :

Analisis Efek Tanaman Dalam Mereduksi Partikel dan
logam berat Pb (Timbel) dan Mengurangi Kebisingan

Oleh
Cynthia E.V Wuisang - A352050011
Budiarjono Ugit Mulgiati
Dwi Aryanti

Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Nizar Nazrullah, M.Sc

Program Studi Arsitektur Lanskap
Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor
2006


I. PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG
Manusia hidup sangat tergantung sekali kepada alam dengan segala isinya,
Vegetasi atau tumbuh-tumbuhan adalah produsen pertama dalam ekosistem yang
sangat mem pengaruhi semua kehidupan, didalam ilmu ekologi dijelaskan bahwa
tanpa tumbuh-tumbuhan maka tidak ada satu makhlukpun yang dapat hidup
dialam semesta ini, termasuk manusia
Ekosistem merupakan tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan
kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk
keseimbangan, stabilitas dan produktivitas lingkungan hidup. Apabila hai ini
terlampaui maks akan terjadi pencemaran.
Meningkatnya jumlah penduduk khususnya dikota-kota diiringi dengan
kemajuan ilmu pengetahuan , teknologi, seni dan budaya (iptek) telah memacu
munculnya berbagai fenomena lingkungan global, meningkatnya jumlah
penduduk berhubungan dengan bertambahnya sarana tansportasi yang pesat
dengan pengunaan mesin-mesin baru yang lebih besar kekuatannya ,menimbulkan
bising telah menjadi hasil sampingan yang tak dapat diabaikan dari kehidupan dan
merupakan bahaya yang cukup serius bagi manusia. Juga diiringi timbulnya
masalah lingkungan fisik seperti pencemaran udara oleh debu dan gas-gas beracun
dari kendaraan seperti Pb, CO2 ,dll dan juga suhu yang semakin meningkat.

UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pencemaran lingkungan adalah
masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen
lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun
sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tersebut tidak
dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya atau fungsinya.
Menurunnya kualitas udara dapat diakibatkan oleh pencemaran timbel
(Pb) yang berasal dari gas buangan kendaraan bermotor dengan bensin sebagai
bahan bakarnya. Bensin atau premium yang umum dipasarkan di Indonesia
mengandung timbel dalam bentuk Tetra Etyl Lead (TEL) sebanyak 0.45 gram

perliter bensin. Fungsi timbel terdebut adalah sebagai antiknocking yang berfungsi
untuk mempercepat pernbakaran (Pertamina UPPDN VI, 1998).
Berdasarkan sifat bahan pencemar yang dihasilkan kendaraan bermotor,
timbei relatif lebih berbahaya karena terakumulasi di dalam jaringan tubuh
manusia sehingga dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang serius. Ambang
batas kandungan timbel di dalam darah manusia adalah 25 jag/dl (Needleman,
1988; Parikh, 1990; Needleman, 1999). Timbel dalam darah akan diekstraksikan
dan disalurkan ke bagian tubuh lainnya; jika terakumulasi di paru-paru dapat
menyebabkan bronchitis kronis terutama pada perokok dan anak-anak (Krupa,

1997). Dalam upaya mengurangi timbulnya efek negatif timbel pada manusia,
pemerintah menetapkan dalam Lampiran Peraturan Pemerintah RI No. 41 tahun
1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara tanggal 26 Mei 1999 bahwa baku
mutu udara ambien nasional untuk timbel dengan waktu pengucuran selama 1 jam
adalah 1 ^g/Nm3 yang diukur dengan metode ekstraksi pengabuan menggimakan
AAS (Atomic Absorption SpektrophotometivSpektrofotometn Serapan atom.

Jalan kampus Darmaga IPB yang setiap harinya dilalui kendaraan bcrmotor yang
relatip cukup padat merupakan lokasi yang diduga memiliki tingkat pencemaran
timbel .
Tanaman efektif sebagai akumulator partikel pencernar udara (Keller, 1983).
Partikel timbel dari udara akan terjerap pada permukaan daun. Helaian daun yang
lebar dan berbulu lebih mudah menjerap partikel daripada permukaan daun yang
sempit dan tidak berbulu (Flanagan ei al.9 1980). Partikel timbel masuk ke dalam
jaringan daun melalui mekanisme penyerapan pasif melewati ceiah stomata dan
selanjutnya terakumulasi.

I.2. Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui





Efek tanaman dalam mengurangi polusi udara khususnya partikel diudara .
Faktor-faktor

yang

mempengaruhi

kemampuan

mengurangi jumlah partikel yang dijerap.
Efek tanaman dalam mengurangi kebisingan

tanaman

dalam




Faktor-faktor

yang

mempengaruhi

kemampuan

tanaman

dalam

mengurangi tingkat kebisingan yang direduksi oleh tajuk tanaman.

2. MANFAAT PENELITIAN
Hasil praktikum diharapkan dapat memberikan informasi tentang jenis tanaman
penghijauan yang layak ditanam di sepanjang jalan kampus IPB Darmaga atau
jalan raya lainnya ditinjau dari kemampuannya dalam menjerap partikel timbel di
udara.


II. TINJAUAN PUSTAKA
1. TIMBEL
a. SUMBERTIMBEL
Logam berat secara alami telah terdapat di alam dan manusia dengan
semua aktivitasnya baik yang disadari ataupun tidak memberikan andil dalam
meningkatkan penyebaran
3 gram berat tersebut. Beberapa logam benii merupakan unsur pencemar
yang sangat berbahaya karena dapat merusak kesehatan manusia. Goldsmith dan
Hexter (1967) dan Sastrawijaya (1991) ini melaporkan bahwa bahan bakar bensin
sebagai penyebab utama lebih dari separuh polusi udara di daerah perkotaan.
Hasil penelitian Krisnayya dan Bedi (1986) menunjukkan 60 -70% dari total
bahan pencemar di udara perkotaan berasal dari kendaraan bermotor.

Emisi

partikel timbel ke atmosfir berasal dari hasil peleburan timbel
Logam berat lainnya serta pembakaran bahan bakar fosil terutama bensin
(Krupa (1997). Lebih kurang 90% dari semua partikel timbel yang terkandung di
atmosfir berasai dari pembakaran bensin.

Timbel merupakan salah satu bahan aditif yang sering dimanfaatkan untuk
memperbaiki mutu bakar bensin. Bahan-bahan kimia yang ditambahkan tersebut
berfungsi sebagai anti letup, pencegah korosi, antioksidan, deaktivator logam, anti
pengembunan dan zat pewarna

b. TIMBEL DALAM BENSIN

Menurut Dr. Zainal Abidin (Sinar Harapan, 2002) setiap 100.000 mobil
pribadi menghasilkan 672 kg timbel/tahun. Timbel akan terdispersi di udara,
selanjutnya terdeposisi pada tumbuh-tumbuhan dan sebagian lagi jatuh di
permukaan tanah atau jalan. Dari hasil penelitian Rustiawan (1994) diketahui
bahwa 70 % timbel yang terdapat di udara akan jatuh pada radius 30 m dari batas
tepi jalan raya sedangkan sisanya disebarkan pada areal yang lebih luas tergantung
pada arah dan kecepatan angin di daerah tersebut. Hasil penelitian yang sama juga
dilaporkan oleh Nyangbobo dan Ichikuni (1986).
Lama menetap (residence time} partikel timbel di atmosfir tergantung
kepada frekuensi dan besamya hujan (Gidamgs, 1973). Seianjurnya Nyangbobo
dan Ichikuni (1986) melaporkan bahwa lama menetap partikel timbel di udara
juga sangat dipengaruhi oieh laju pengendapanrtya yang berbanding terbalik
dengan kecepatan angin. Partikel timbel yaug tiikeluarkan dan kendaraan

bermotor mempunyai ukuran rata-rata 0.02 -0.05 um. Semakin kecil ukuran
partikel maka semakin lama waktu menetapnya di udara. Partikel polutan yang
beru!:uran 0.08 - 1 00 |j.m mempunyai lama menetap di atmosfir antara 4 - 40 hari
(Ferguson, 1991).

c. SIFAT FISIK DAN KIMIA TIMBEL
Timbel adalah logam berat yang lunak berwarna abu-abu kebiruan dengan
titik lebur 327°C, bersifat anti karat, tidak larut dalam air tetapi dapat larut dalam
asam nitrat dan asam sulfat. Timbel memiliki sifat yang unik yaitu dapat
terakumulasi pada jaringan organisme
d. PENGARUH TIMBEL PADA MAKANAN
Kandungan timbel maksimal dalam bahan makanan menurut FAO/WHO
dan Ditjen Pengawasan Obat dan Makanan adalah : 2 ppm, dan batas maksimal
serapan timbel oleh orang dewasa adalah 400 - 450 (ig/hari (WHO, 1984).
Masuknya timbel ke dalam tubuh manusia dapat mdalui sistem penialasan.
pencernaan ataupun diserap langsung melalui permukaan kulit. Pengaruh negatif
timbel adalah mempengaruhi mekanisme kerja membran dan enzim.

Interaksi timbel dengan protein yang tersusun dari asam amino dengan
gugus sulfidril (-SH) akan menimbulkan efek keracunan yang hebat (Waidboit,

1978; Laidler, 1991). Setelah partikel timbel masuk ke dalam tubuh, rnaka
partikel tersebut diabsorbsi ke dalam aliran darah, dibawa keseluruh bagian tubuh,
dan selanjutnya akan diakumulasikan secara permanen di dalam tulang.
Kandungan timbel yang cukup besar dijumpai dalam darah dan jaringan lunak.
Timbel yang masuk ke daiam tubuh akan dibuang melalui urine, rambut,
keringat, kuku dan faeces. Dari hasil penelitian Saeni (1995) diketahui bahwa
Kandungan timbel dalam rambut manusia lebih tinggi daripada kandungan
timbel dalam air minum dan sayuran yang dikonsumsinya. Hal ini adalah akibat
dari efek akumulasi. Petugas pompa bensin, petugas pintu tol, polisi lalu linias,
supir taksi dan pegawai bengkel memiliki kandungan timbel darah yang Iebih
tinggi daripada darah pekerja yang tidak langsung berhubungan dengan bahan
bakar bensin. Tingginya timbel di dalam darah dapat mempengaruhi aktivitas
enzim Krupa (1997) melaporkan bahwa timbel dapat menghambat aktivitas enzim
dalam biosintesis haemoglobin (Kb).

Terganggunya

aktivitas

enzim


delta

ALAD dalam memproduksi haemoglobin dapat menimbulkan penyakit anemia.
e. TIMBEL DI DALAM TUMBUHAN
Timbel bukan unsur yang esensial bagi tumbuhan, konsentrasi timbel rata-rata
di daiam tanah adalah ± 16 pprn. Knshnax'ya dan Bedi (1986) menyebutkan
bah.wa tingkat akumulasi timbel pada vegerasi dan di tanah akan m.eningkat
seiring dengan meningkatnya kepadatan arus lalu lintas, dan menurun dengan
semakin jauhnya jarak dari tepi jalan raya.
Kozlowski dan Mudd (1975) melaporkan bahwa polutan dapat menyebabkan
kerusakan tersembunyi yaitu kerusakan fisiologis yang terjadi lebih awal daripada
kerusakan fisik. Kerusakan fisiologis tersebut berupa penurunan kemampuan
tumbuhan dalam menyerap air, pertumbuhan sel yang lambat, atau pembukaan
stomata yang tidak sempurna. Selain itu total luas daun tumbuhan yang terkena
pencemaran udara akan berkurang karena terhambatnya laju pembentukan dan
perluasan daun serta meningkatnya jumlah daun yang gugur (Kozlowski etal.,
1991).

Partikel timbel dapat terakumulasi pada organ tumbuhan melalui dua cara yaitu

penyerapan oleh akar dan melalui daun. Penyerapan melalui akar dapat terjadi
apabila timbel terdapat dalam bentuk senyawa terlarut, tetapi kandungan timbe]
yang tinggi di tanah tidak selalu berpengaruh terhadap tingginya kandungan
timbel di dalam jaringan tumbuhan (Giddings, 1973). Diameter rata-rata partikel
timbel yang lebih kecil (0.02 jj,m) dari ukuran eel ah stomata (2-4 menyebabkan
partikel tersebut mudah masuk melewati stomata (Elsenreich et al ., 1986 ; Baker
dan Alien 1978). Penyerapan melalui daun dapat terjadi karena partikel timbel di
udara jatuh dan mengendap pada permukaan daun, Selanjutnya masuk ke dalam
jaringan daun melalui celah stomata dengan mekanisme transpor pasif. Fakior lain
yang juga berperan dalam mempengaruhi tmggi rendahnya pengendapan partikel
timbel di daun adalah ciri morfologi daun Daun yang berbulu dan lebar akan lebih
mudah menaugkap partikel dan pada daun yang tidak berbulu dan scmpit
(F'lanagan et al., 1980). Selanjutnya Menurut Kozlowsky et al. (1991), kandungan
timbel yang lebih besar dari 10 jig/kg bobot kering daun akan mengakibatkan
terganggunya pertumbuhan tanaman secara keseluruhan.
Dua mekanisme yang dimiliki oleh tumbuhan dalam mengurangi toksisitas
logam berat antara lain dengan cara : mencegah masuknya logain berat melalui
modiiikasi kutikula (avoidance] atau meningkatkan pertahanan terhadap logam
berat yang masuk dengan membentuk enzim-enzim spesiflk yang dapat mengikat
partikel logam (tolerant) (Levitt, 1958). Krupa (1997) juga melaporkan hal yang
sama tentang reaksi tumbuhan terhadap polutan yaitu dengan mengeluarkan
polutan melalui stomata, mengkomplekkan bagian polutan dengan merubahnya
menjadi partikel tidak berbahaya, mendegradasi partikel polutan menjadi senyawa
tidak berbahaya, atau membentuk enzim-enzim yang dapat mengikat partikel
polutan.

2. BISING
a. PENGARUH BISING
Semua bunyi yang mengalihkan perhatian, mengganggu, atau berbahaya
bagi kegiatan sehari-hari (kerja,istirahat,hiburan, atau belajar) dianggap sebagai
bising.Sebagai definisi standart, semua bunyi yang dianggap tidak mau diteriaoleh

manusia dianggap bising, jadi pemicara taumusik akan dianggap sebagai bising
bila tidak dinginkan, bunyi tidak hanya tergantung pada kekerasan bunyi tetapi
juga pada frekwensi, kesinambungan, waktu terjadinya, isiinformasi dan aspek
subyektip seperti asal bunyi, keadaan pikiran dan temperamen penerima.
Bising yang cukup keras, diatas sekitar 70 dB, dapat menyebabkan
kegelisahan (nervousnes), kurang enak badan, kejenuhan mendengar, sakit
lambung dan masalah peredaran darah.
Bising yang cukup keras, diatas 85 dB, dapat menyebabkan kemunduran
yang serius pada kondisikesehatan seseorang pada umumnya , dan bila
berlangsung lama, kehilangan pendengaran sementara atau permanen dapat terjadi
juga sakit jantung dan tekanan darah tinggi.

b. PENGUKURAN BISING
Bising dapat diukur dalam desible dengan bantuan meter tingkat bunyi (sound
level meter), untuk mengukur bunyi atau bising secara fisik dan juga untuk
menghubungkan pengukuran dengan subyektif manusia.

SOUND LEVEL METER , Alat yang
digunakan dalam pengukuran Tingkat
Kebisingan

c. SUMBER BISING
Sumber bising dapat diklasifikasikan dalam kelompok (1) Bising Interior
berasal dari manusia, alat rumah tangga, mesin-mesin , (2) Bising luar (outdoor)
berasal dari lalu lintas, transportasi dan kegiatan-kegiatan diluar gedung.
Jika bising berasal dalam satu ruang dan penerima ada diruang lain, mereka
masing-masing disebut ruang sumber dan ruangpenerima.

III. METODOLOGI
1.LOKASI
Studi ini dilakukan pada 2 lokasi. Pengamatan kemampuan vegetasi mengurangi
polusi udara dilakukan di jalur hijau Jl. Raya Pajajaran dengan segmen dari jalur
hijau di depan GWW

sampai depan gedung GWW .Sedangkan pengamatan

kemampuan vegetasi mengurangi kebisingan dilakukan di Jl Pajajaran didepan
Arboretum Kampus IPB Darmaga. Studi dilakukan pada bulan Nopember 2005
2. BAHAN DAN ALAT
Bahan yang dibutuhkan ialah:
1. Untuk Polusi partikel Pb yaitu :
a. 6 spesies pohon dengan 3 jenis spesies sama lain pohon yang terdapat pada
lokasi sampling.
b. Sampling diambil daun dewasa dengan ketinggian 2 – 3 m diatas permukaan
tanah, sebanyak 20-30 lembar
c. kertas pembungkus daun, kuas kecil , aquades, gunting untuk mengambil
daun
d. Gelas beaker pencuci daun, oven, timbangan
e. Bahan-bahan kimia, yaitu HCl pekat konsentrasi 37% sebanyak 10 ml, HCl
0.1 M

dan asam perklorat 72% sebanyak 5 ml yang digunakan dalam

menganalisis kandungan Pb dalam partikel debu,penyaring kertas tipis
dengan berat 0.07 gram untuk digunakan pada alat SKC Calidaptor Air
Sampling
2. Sedangkan alat yang dibutuhkan dalam pengamatan ini ialah:
a.

pruner yaitu alat yang digunakan untuk mengambil sampel daun.

b.

gelas piala untuk ekstraksi partikel dari permukaan daun

c.

timbangan Sartorius dengan ketelitian 0.0001 gram.SKC Calidaptor Air
Sampling untuk mengetahui konsentrasi partikel polutan di lokasi
pengamatan.

d.

Kertas saring pada SKC Calidaptor Air Sampling dengan berat 0.32 gram

e.

Atom Absorbsi Spektrometer (AAS) untuk mengukur kandungan Pb
dalam partikel debu.

f.

soundmeter untuk mengukur kebisingan

3. METODE
Metode yang digunakan untuk kedua pengamatan polusi udara dan
kebisingan adalah metode survey yang kemudian dianalisis secara deskriptif.
Untuk pengamatan reduksi polutan partikel dan logam berat oleh tanaman
dilakukan sampling daun dengan 3 kali ulangan. Sedangkan untuk pengamatan
reduksi kebisingan oleh tanaman dilakukan berdasarkan jarak dari sumber
kebisingan. Lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut.

3.1. Metode Pengamatan Reduksi Polutan Partikel dan Logam Berat
Pohon yang dipilih untuk sampling adalah :
1.

Pohon Puspa ( Schima wallichi),

2.

Sapu tangan (Davidia involucrata)) dan

3.

Akasia (Acasia longifolia Willd)

4.

.

Cara sampling daun:
1. Daun dari ketiga jenis tanaman ini diambil pada 3 pohon per jenis yang
berbeda lokasi sebanyak 10 gram. Daun yang dipilih adalah daun yang berada
pada ketinggian ± 3 m dan menghadap jalan serta daun dewasa/tua.
2. daun diambil dengan pruner dan sedapat mungkin tangan tidak banyak
menyentuh daun
3. daun yang diambil dimasukkan ke dalam kertas
Setelah daun diperoleh kemudian partikel polutan yang terdapat di daun di
ekstraksi. Cara ekstraksi partikel dari permukaan daun:

1. gelas beaker ditimbang terlebih dahulu dengan timbangan Sartorius (berat
beaker A)
2. gelas beaker diisi aquades sebanyak 100 ml.
3. daun dimasukkan ke dalam beaker kemudian digosok dengan kuas kecil
sampai semua partikel yang menempel pada daun bersih
4. aquades kemudian diuapkan dalam oven 1000 C selama 24 jam hingga
aquades habis menguapbeaker yang telah habis aquadesnya ditimbang
kembali dengan sartorius (bobot beaker A’)
5. untuk menghitung bobot partikel digunakan rumus:
bobot pertikel = bobot beaker A’ – bobot beaker A = ....................gr
Setelah partikel terekstraksi dan dihitung bobotnya, selanjutnya partikel
dalam beaker dianalisis untuk mengetahui kandungan logam berat yang terdapat
di dalamnya. Logam berat yang dianalisis pada pengamatan ini adalah Timbal
(Pb). Analisis dilakukan di Laboratorium Center for Development of Safe
Industry (CDSAF) Fateta IPB dengan menggunakan AAS. Cara pengolahan
sampel sebelum diaalisis dengan AAS adalah:
1. partikel yang berada dalam beaker diencerkan dengan menambahkan HCl
pekat 10 ml konsentrasi 37%
2. dipanaskan selama ± 10 menit atau hingga larutan tersisa 3 ml.
3. kemudian ditambahkan asam perklorat 5 ml 72% dan dipanaskan kembali
hingga hampir kering
4. diencerkan kembali dengan HCl 0.1 M hingga 50 ml
5. dianalisis dengan alat AAS yang secara otomatis akan membaca kandungan
Pb pada sampel
Konsentrasi Timbal (Pb) yang diperoleh berdasarkan hasil AAS adalah
mg/l, yang kemudian diubah ke dalam bentuk gr/cm2 atau μg/cm2. Selanjutnya
dapat dihitung:
Total Partikel yang Dijerap Daun = (A’-A)/(Luas Permukaan Daun)
Jumlah Pb yang Dijerap daun = (μg Pb/Luas Permukaan Daun)
Untuk mengetahui konsentrasi partikel polutan di udara digunakan alat
SKC Calidaptor Air Sampling. Cara kerja alat ini ialah :

1. menimbang kertas saring/filter (berat B).
2. mengkalibrasi tekanan udara di sekitar dan di dalam alat hingga mencapai
tekanan tertentu yaitu 25 mHg
3. kemudian selang dibuka agar udara dapat masuk ke dalam alat. Udara yang
masuk akan membawa partikel polutan bersamanya. Partikel polutan tersebut
akan terjerap pada kertas saring yang terdapat di dalam alat tersebut. Kertas
saring ini kemudian ditimbang kembali (berat B’).
Total Partikel yang Dijerap = (B’-B) = ...........gr
2.3.2. Metoda Pengamatan Reduksi Kebisingan oleh Tanaman
Untuk mengukur kebisingan digunakan Soundmeter (dB) yang diarahkan
ke sumber kebisingan. Untuk mengetahui reduksi/pengurangan kebisingan pada
berbagai penutupan vegetasi dipilih 3 area dengan penutupan vegetasi berbeda,
dari terbuka (vegetasi sedikit) hingga bervegetasi lebat/rapat dengan jarak

0----------- 10----------20---------30 ------------ 40 (m)
79.17
65.40
65.00
62.17
61.27

Gambar 2. Pengukuran di lokasi

GWW

Jalan Pajajaran
A

pengukuran yang berbeda-beda pula .(gbr 2)

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Serapan Polutan Partikel
Dari hasil pencucian partikel pada daun sampel maka diperoleh hasil
serapan partikel berdasarkan daun tiap jenis pohon (Tabel 1).

Tabel 1.
Hasil Jerapan Partikel pada Daun Sampel di Tiap Jenis Pohon

Berat Daun (10g)
Nama Pohon

Schima wallichi

Davidia involucrata
Acasia longifolia Willd

I

4.5

II

Serapan Partikel (g)

Total Serapan (μg/g)

I

II

I

II

4.51

0.0274

0.0185

6008.77

4102.00

5.98

0.0408

0.0452

7801.15

7558.53

2.91

0.0184

0.042

5443.79

14432.9

6
5.2
3
3.3
8

9

Tanaman memiliki kemampuan yang berbeda dalam menjerap partikel. Pohon
Akasia(II) mampu menjerap 14432.99 μg partikel per gram berat daun. Nilai ini
paling tinggi bila dibandingkan dengan kemampuan menjerap pada daun jenis
pohon lainnya, yaitu Pohon Saputangan dan Pohon Puspa. Pohon Saputangan
mampu menjerap 7801.15μg/g. Kemampuan menjerap partikel paling kecil
ditemui Pohon Puspa yang hanya mampu menjerap partikel sebesar 4102.00 μg/g.
Perbedaan ini dipengaruhi oleh kemampuan daun dalam menjerap polutan
partikel. Kemampuan ini sangat dipengaruhi jumlah stomata, letak stomata, dan
kerapatan stomata (Agustini, Nurisyah, Sulistyaningsih, 1999). Semakin banyak
jumlah stomata maka semakin besar/tinggi partikel yang dapat diserap oleh daun.
Adanya lapisan yang tebal (lilin) di permukaan daun juga mempengaruhi
kemampuan jerapan partikel oleh daun. Pohon mahoni memiliki permukaan daun

yang lebih mengkilat dibandingkan permukaan daun pohon lain, yang
menandakan adanya lapisan lilin di permukaan daun,
sehingga jerapan polutan partikel yang diperoleh paling kecil.
4.2 Serapan Polutan Logam Berat
Logam berat yang dianalisis pada pengamatan ini adalah Timbal (Pb).
Konsentrasi Timbal setelah dianalisis di laboratorium berbeda-beda tergantung
jenis tanaman dan kemempuannya dalam menjerap Timbal (Tabel 2).

Tabel 2.
Hasil Jerapan Timbal (Pb) pada Daun Sampel di Tiap Jenis Pohon
Serapan Timbal (Pb)

Serapan Timbal (Pb)

(mg/l)

(μg/g)

Schima wallichi (I)

< 0.001

< 10

Davidia involucrata (I)

0.05

50

Acasia longifolia Willd (I)

< 0.001

< 10

Nama Pohon

Dari ketiga vegetasi yang ada, Pohon Saputangan merupakan vegetasi
yang mampu menjerap timbal terbesar dibandingkan dengan Pohon Puspa dan
Pohon Akasia. Kemampuan menjerap partikel paling rendah terdapat pada daun
Pohon Puspa dan Pohon Akasia.

4.3 Serapan Polutan Partikel dan Timbal (Pb) Berdasarkan Jenis Pohon
Berdasarkan asumsi luas permukaan tajuk, maka dapat diperoleh
kemampuan serapan partikel dan serapan Timbal pada tiap jenis pohon (Tabel 3).

Tabel 3.
Kemampuan Pohon dalam Menjerap Polutan Partikel dan Timbal (Pb)
Berat Daun

Serapan Partikel

Serapan Timbal (Pb)

(10g)

(mg/g)

(mg/l)

Schima wallichi (I)

4.56

0.0274

< 0.001

Davidia involucrata (I)

5.23

0.0408

0.05

Acasia longifolia Willd (I)

3.38

0.0184

< 0.001

Nama Pohon

Hasil jerapan partikel secara keseluruhan dan hasil jerapan timbal
berbeda cukup jauh. Pohon Saputangan(I) mampu menjerap partikel sebesar
0.0408mg/g sedangkan menjerap timbal sebesar 0.05mg/g daun. Pada pohon
Puspa(I) dan Akasia(I) mampu menjerap partikel kurang dari < 0.001.
Tingginya jerapan pada daun dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
jenis vegetasi, bentuk daun, permukaan daun, umur daun dan letak vegetasi. Tiap
spesies vegetasi memiliki kemampuan yang berbeda dalam menjerap polutan
partikel. Tanaman damar lebih baik dari tanaman tanjung sedangkan tanaman
tanjung lebih baik dari pada tanaman mahoni dalam menjerap polutan partikel.
Bentuk daun ini mempengaruhi kemampuan jerapan. Semakin kecil daun, maka
semakin besar jumlah stomata sehingga semakin besar pula partikel yang mampu
dijerap oleh daun tersebut. Permukaan daun yang berbulu mampu menjerap
polutan partikel lebih banyak dibandingkan dengan permukaan daun yang licin.
Daun yang tua umumnya ditemui hasil jerapan partikel lebih banyak bila
dibandingkan dengan daun yang usianya masih muda. Hal ini dikarenakan daun
yang lebih tua berada lebih lama di lokasi tersebut bila dibandingkan dengan daun
yang lebih muda, sehingga partikel yang terjerap pun lebih banyak. Selain itu,
letak daun terhadap jalan juga mempengaruhi.daun yang letaknya menghadap
pada jalan mampu menjerap partikel lebih banyak bila dibandingkan dengan daun
yang menghadap ke dalam. Letak vegetasi yang dekat dengan jalan akan lebih
banyak menjerap polutan partikel bila dibandingkan dengan vegetasi yang
menjauhi jalan atau berada pada lapisan berikutnya.
Beberapa proses dapat menjadi penyebab berkurangnya polutan partikel
yang telah terjerap oleh daun sebelum daun tersebut di ekstraksi. Proses alam
seperti hujan mampu mencuci permukaan daun yang menjerap partikel.
Permukaan yang licin akan semakin mudah tercuci oleh air hujan dibandingkan
dengan permukaan daun yang berbulu atau kasar. Pada proses pengambilan daun,
daun akan jatuh dan polutan partikel dapat berkurang. Selain itu, proses
penyimpanan daun sebelum daun tersebut diekstraksi dapat mengurangi polutan
yang sudah terjerap oleh daun.
Selain dilakukan pengamatan polutan partikel yang dijerap oleh daun,
dilakukan pula pengamatan penjerapan partikel dengan alat SKC Calidaptor Air

Sampling. Alat ini dengan sistem pompa akan menyedot masuk polutan partikel
ke dalamnya. Kertas saring yang dipasang di dalamnya dapat diukur dan
ditimbang sehingga diketahui berat polutan partikel yang terjerap. Namun dengan
alat ini polutan partikel yang terjerap sangat kecil sehingga hasil yang diperoleh
tidaklah signifikan.

4.4. Reduksi Kebisingan oleh Vegetasi
Vegetasi sangat berpengaruh dalam mengurangi kebisingan. Berdasarkan
berbagai luas penutupan vegetasi dapat diketahui pengurangan kebisingan yang
ditimbulkan jalan (Tabel 4).
Tabel 4.
Kebisingan yang Ditangkap pada Area dengan Berbagai Luasan Penutupan
Vegetasi

Jarak Sumber

Kebisingan yang Ditangkap (dB)

Suara
(m)

Ruang Terbuka (GWW)

Ruang dengan Vegetasi
(Arboretum)

0

79.17

72.77

10

65.33

66.33

20

62.97

62.43

30

61.93

60.13

40

60.27

59.83

Bila dibandingkan dengan ruang terbuka, maka ruang dengan vegetasi mampu
mengurangi polusi suara hingga 6.4 dB. Selain vegetasi, jarak dari sumber suara
juga dapat mengurangi polusi suara cukup besar.
Jarak dari sumber suara lebih berpengaruh nyata dalam mengurangi polusi
suara bila dibadingkan dengan vegetasi. Namun tidak pula dapat dipungkiri bahwa
vegetasi juga memberikan pengaruh dalam mengurangi polusi suara. Vegetasi
dengan disain penanaman yang lebih rapat dan memadukan antara pohon dan
semak akan lebih efektif mengurangi polusi suara bila dibandingkan dengan
disain penanaman vegetasi yang hanya pohon saja walaupun dengan jumlah yang
sama banyaknya. Perpaduan vegetasi ini tidaklah lebih efektif bila dibandingkan

dengan membuat dinding atau tembok namun memiliki fungsi yang lebih banyak.
Selain dapat mengurangi polusi suara, disain penanaman seperti ini juga mampu
menjerap polutan udara dengan lebih baik dan memiliki nilai estetik yang tinggi.
Sebagai jalur hijau kota akan menjadi sangat baik bila dapat memadukan disain
penanaman seperti ini.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Jalur hijau jalan dapat mengurangi polutan partikel di sekitar jalan.
Tanaman yang paling besar kemampuannya dalam menjerap partikel polutan
adalah damar diikuti tanjung dan mahoni. Tanaman yang paling tinggi hasil
jerapan Timbal (Pb) adalah damar. Nilai yang diperoleh lebih tinggi bila
dibandingkan hasil jerapan Timbal tanjung dan mahoni. Konsentrasi polutan
partikel menggunakan SKC Calidaptor Air Sampling tidak diperoleh karena
jumlahnya yang sangat kecil. Hal ini disebabkan waktu pengamatan yang hanya
sebentar sehingga hasil jerapan polutan sangat kecil. Faktor-faktor yang
mempengaruhi penjerapan polutan oleh vegetasi jalur hijau ialah jenis vegetasi,
bentuk daun, permukaan daun, umur daun dan letak vegetasi.
Vegetasi mampu mengurangi polusi suara namun jarak dari sumber suara
lebih berpengaruh besar dalam megurangi kebisingan. Perpaduan antar jarak
dengan vegetasi mampu dengan lebih baik dalam mengurangi kebisingan.
Vegetasi dengan disain penanaman yang memadukan antara pohon dan semak
lebih efektif mengurangi kebisingan bila dibandingkan dengan ruang yang hanya
ditanami dengan pohon saja atau semak saja.

5.2.Saran
Pada jalur hijau jalan disarankan digunakan tanaman yang mampu
menjerap polutan partikel lebih baik sehingga dapat mengurangi polusi udara.
Disain penanaman dengan memadukan antara pohon dengan semak dapat
mengurangi polusi suara dan polusi udara sekaligus. Selain itu, jarak antara jalan
utama dengan lokasi lain yang membutuhkan ketenangan seperti sekolah dan
rumah sakit perlu diperhatikan agar dapat mengurangi kebisingan.

DAFTAR PUSTAKA

Agustini, M., S. Nurisyah, Y. C. Sulistyaningsih. 1999. Identifikasi Ciri Arsitektur dan
Kearpatan Stomata 25 Jenis Pohon Suku Leguminosae untuk Elemen
Lanskap Tepi Jalan. Buletin Taman dan Lanskap Indonesia Vol. 2 No. 1

Tahun 1999. Studio Arsitektur Pertamanan. Fakultas Pertanian-Institut
Pertanian Bogor. Bogor. Halaman 2-6.

Carpenter, P. L. , T. D. Walker, F. O. Lanphear. 1975. Plants in The Landscape. W. H.
Freeman and Co. San Fransisco. 481 hal.

Pirone, P. P. 1972. Tree Maintenance. Oxford University Press. New York. 574
hal.

Simonds, J. O. 1983. Landscape Architecture. McGraw Hill Book Co. New York. 331
hal.
Leslie L Dolle, 1972. Environmental Acoustics. McGraw Hill, Inc. New York. 149
hal

1

10 M

2

10 M

3

Ficus lyrata

Dalbergia latifolia

E :

10 M

Laucaena glauca

Schima walichii

D
C
Myristica fragrans

10 M
Davidia
involucrata

Myristica fragrans

C

10 M

Cinnamomum
zaylanicum

B

Podocarpus nerifalius

10 M

Podocarpus nerifalius

A
Sumber Suara

Jalan

Gambar Perletakan tanaman terhadap sumber bising
( (Kendaraan di jalan )
SKALA 1 : 200

JENIS TANAMAN JALUR HIJAU pada Jl.kampus Darmaga IPB
YANG DIJADIKAN SAMPEL TANAMAN POLUTAN

1. POHON SAPU TANGAN /Handkerchief trees ( Davidia involucrata )
Famili : Fabaceace

Tanaman jalur hijau jalan dengan lebar tajuk kurang lebih 7 meter, tinggi pohon
mencapai 15 m dengan tajuk yang rapat .
2. AKASIA (Acasia longifolia Willd)
Famili ; Fabaceae

rapat, tinggi pohon mencapai 15 m dengan lebar tajuk 12 m

3. POHON PUSPA ( Schima walichii )
Famili : Theaceace

Pohon bertajuk rapat, tinggi sampai 15 m dan diameter tajuk 5-6 m.

FOTO DAUN YANG DI AMBIL SEBAGAI SAMPEL
PENGUKURAN KADAR DEBU DAN TIMBAL(Pb)

LAMPIRAN :
TANAMAN POLUTAN YANG ADA PADA AREA
PENGAMATAN (ARBORETUM ,KAMPUS IPB DARMAGA)