KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DIREKTORAT WILAYAH PENGELOLAAN DAN PENYIAPAN AREAL PEMANFAATAN KAWASAN HUTAN

  KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DIREKTORAT WILAYAH PENGELOLAAN DAN PENYIAPAN AREAL PEMANFAATAN KAWASAN HUTAN Peraturan terkait

  Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) FEDERAL REPUBLIC REPUBLIC OF INDONESIA COOPERATION OF GERMANY

  Maret 2012 Jakarta,

  Peraturan terkait

Kesatuan Pengelolaan Hutan

  (KPH) Jakarta,

  Maret 2012

KEMENTERIAN KEHUTANAN

DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN

DIREKTORAT WILAYAH PENGELOLAAN DAN PENYIAPAN AREAL

PEMANFAATAN KAWASAN HUTAN Peraturan terkait Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)

  Kementerian Kehutanan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan Direktorat Wilayah Pengelolaan dan Penyiapan Areal Pemanfaatan Kawasan Hutan

  Maret 2012

Jakarta,

ii

PENGANTAR

  

“Buku Peraturan terkait KPH” ini disusun dalam rangka mempermudah parapihak yang terlibat

dalam proses pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dalam memahami payung

hukumnya sehingga dapat dicapai pemahaman dan persepsi yang sama mengenai KPH. Buku

ini yang merupakan penyempurnaan dari buku sebelumnya, memuat aturan-aturan terkait

KPH mulai dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Kehutanan sampai

Peraturan Menteri Dalam Negeri sebagai pedoman dalam membangun dan menyelenggarakan

pengelolaan hutan di tingkat tapak.

Ucapan terima kasih dan penghargaan disampaikan kepada semua pihak yang telah terlibat

dalam proses penyusunan buku ini khususnya kepada Forclime-GIZ yang telah mendukung

pencetakan buku ini.

Semoga buku ini memberikan manfaat bagi proses percepatan pembangunan KPH di Indonesia.

  Jakarta, Maret 2012 Peraturan terkait Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) iii

  

PENGANTAR ....................................................................................................... iii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. viii

  

A. UU. 41 Tahun 1999 TENTANG KEHUTANAN ............................................... 1

  1. BAB IV. PERENCANAAN KEHUTANAN ..................................................... 1

  2. BAB V. PENGELOLAAN HUTAN ............................................................... 2

  

B. PP. 44 Tahun 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN ........................ 4

  1. BAB II. PERENCANAAN KEHUTANAN ...................................................... 4

  C. PP. 6 Tahun 2007 Jo. PP 3 Tahun 2008 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN SERTA PEMANFAATAN HUTAN ..................................................................................................... 8

  1. BAB I. KETENTUAN UMUM .................................................................... 8

  2. BAB II. KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN .............................................. 8

  3. BAB III. TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN ............................................................................................... 13

  4. BAB IV. PEMANFAATAN HUTAN ............................................................ 17

  5. BAB VIII. PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN ......................................... 23

  6. BAB X. KETENTUAN PERALIHAN .......................................................... 24

  D. PP. 38/2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAH DAERAH PROVINSI, DAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA .................................................................... 25

  1. Lampiran : Butir AA Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Kehutanan ........................................................................................ 25 E. PERMENHUT No. P. 6/Menhut-II/2009 TENTANG PEMBENTUKAN WILAYAH KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN ............................................ 27

  1. BAB I. KETENTUAN UMUM .................................................................. 27

  2. BAB II. PEMBENTUKAN WILAYAH KPH .................................................. 28

  3. BAB III. TATA CARA PEMBENTUKAN WILAYAH KPH ................................ 30 Peraturan terkait Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) v

  5. BAB V. KETENTUAN PENUTUP .............................................................. 34

  F. PERMENHUT NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGELOLAAN HUTAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) DAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI (KPHP) .............................................. 34

  1. BAB I. KETENTUAN UMUM .................................................................. 34

  2. BAB II. TUGAS DAN FUNGSI KPHL DAN KPHP ...................................... 36

  3. BAB III. TATA HUTAN DAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN .................. 36

  4. BAB IV. PEMANFAATAN HUTAN ............................................................ 41

  5. BAB V. PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN ............................................. 43

  6. BAB VI. REHABILITASI DAN REKLAMASI HUTAN .................................... 43

  7. BAB VII. PERLINDUNGAN HUTAN ......................................................... 44

  8. BAB VIII. PEMBINAAN, PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN ................. 45

  9. BAB IX. PENUTUP ............................................................................... 46

  G. PERMENDAGRI NOMOR 61 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI DI DAERAH . 46

  1. BAB I. KETENTUAN UMUM .................................................................. 46

  2. BAB II. PEMBENTUKAN, KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI .................. 47

  3. BAB III. ORGANISASI .......................................................................... 48

  4. BAB IV. KEPEGAWAIAN DAN ESELON ................................................... 49

  5. BAB V. TATA KERJA .............................................................................. 49

  6. BAB VI. PEMBINAAN ........................................................................... 50

  7. BAB VII. PEMBIAYAAN ......................................................................... 50

  8. BAB VIII. KETENTUAN PERALIHAN ........................................................ 50

  9. BAB IX. KETENTUAN PENUTUP ............................................................ 50 DAFTAR ISI vi

  

DAN PRASARANA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG MODEL

DAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI MODEL ...................... 50

  I. P.42/Menhut-II/2011 TENTANG STANDAR KOMPETENSI BIDANG

TEKNIS KEHUTANAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG

DAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI .................................. 53 J. P.54/Menhut-II/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.41/MENHUT- II/2011 TENTANG STANDAR FASILITASI SARANA DAN PRASARANA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG MODEL DAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI MODEL .............................................. 55

  Peraturan terkait Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) vii

  Gambar 1. Bagan Struktur Organisasi KPHL dan KPHP Provinsi dan Kabupaten/Kota Tipe A ............................................................. 56 Gambar 2. Bagan Struktur Organisasi KPHL dan KPHP Provinsi dan Kabupaten/Kota Tipe B ............................................................ 56 viii

  Pasal/Ayat)

  A. UU. 41 Tahun 1999 TENTANG KEHUTANAN

  BAB IV. PERENCANAAN KEHUTANAN Bagian Kelima : Pembentukan Wilayah Pengelolaan Hutan Pasal 17 (1) Pembentukan wilayah pengelolaan hu- Ayat (1) tan dilaksanakan untuk tingkat: Yang dimaksud dengan wilayah penge- a.  propinsi, lolaan hutan tingkat propinsi adalah b.  kabupaten/kota, dan seluruh hutan dalam wilayah propinsi c.  unit pengelolaan. yang dapat dikelola secara lestari. (2) Pembentukan wilayah pengelolaan hu-

  Yang dimaksud dengan wilayah penge- tan tingkat unit pengelolaan dilaksa- lolaan hutan tingkat kabupaten/kota nakan dengan mempertimbangkan adalah seluruh hutan dalam wilayah karakteristik lahan, tipe hutan, fungsi kabupaten/kota yang dapat dikelola hutan, kondisi daerah aliran sungai, secara lestari. sosial budaya, ekonomi, kelemba-

  Yang dimaksud dengan unit penge- gaan masyarakat setempat termasuk lolaan adalah kesatuan pengelolaan masyarakat hukum adat dan batas hutan terkecil sesuai fungsi pokok administrasi pemerintahan. dan peruntukannya, yang dapat dike-

  (3) Pembentukan unit pengelolaan hutan lola secara efisien dan lestari, anta- yang melampaui batas administrasi ra lain Kesatuan Pengelolaan Hutan pemerintahan karena kondisi dan ka-

  Lindung (KPHL), Kesatuan Pengelo- rakteristik serta tipe hutan, penetapan- laan Hutan Produksi (KPHP), Kesa- nya diatur secara khusus oleh Menteri. tuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK), Kesatuan Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (KPHKM), Kesatuan Pengelolaan Hutan Adat (KPHA), dan Kesatuan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (KPDAS).

  Ayat (2) Dalam penetapan pembentukan wila- yah pegelolaan tingkat unit pengelo- laan, juga harus mempertimbangkan hubungan antara masyarakat dengan hutan, aspirasi, dan kearifan tradisio- nal masyarakat.

  Ayat (3) Pembentukan unit pengelolaan hutan didasarkan pada kriteria dan tata cara yang ditetapkan oleh Menteri.

  Peraturan terkait Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)

  1 Pasal/Ayat)

  BAB V. PENGELOLAAN HUTAN Bagian Kesatu : Umum Pasal 21 Pengelolaan hutan sebagaimana dimaksud Hutan merupakan amanah Tuhan Yang dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b, meliputi Maha Esa, oleh karena itu pengelolaan kegiatan : hutan dilaksanakan dengan dasar akhlak mulia untuk sebesar-besar ke- a. tata hutan & penyusunan rencana pe- makmuran rakyat. Dengan demikian ngelolaan hutan pelaksanaan setiap komponen pe- b. pemanfaatan hutan dan penggunaan ka- ngelolaan hutan harus memperhatikan wasan hutan, nilai-nilai budaya masyarakat, aspirasi c. rehabilitasi dan reklamasi hutan, dan dan persepsi masyarakat, serta mem- d. perlindungan hutan dan konservasi alam. perhatikan hak-hak rakyat, dan oleh karena itu harus melibatkan masyara- kat setempat. Pengelolaan hutan pada dasarnya menjadi kewenangan pemerintah dan atau pemerintah daerah. Mengingat berbagai kekhasan daerah serta kon- disi sosial dan lingkungan yang sangat berkait dengan kelestarian hutan dan kepentingan masyarakat luas yang membutuhkan kemampuan pengelo- laan secara khusus, maka pelaksa- naan pengelolaan hutan di wilayah tertentu dapat dilimpahkan kepada BUMN yang bergerak di bidang ke- hutanan, baik berbentuk perusahaan umum (Perum), perusahaan jawatan (Perjan), maupun perusahaan perse- roan (Persero), yang pembinaannya di bawah Menteri. Untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang lestari dibutuhkan lembaga-lem- baga penunjang antara lain lembaga keuangan yang mendukung pemba- ngunan kehutanan, lembaga pene- litian dan pengembangan, lembaga pendidikan dan latihan, serta lembaga penyuluhan.

  UU. 41 Tahun 1999 TENTANG KEHUTANAN

  2

  Pasal/Ayat)

  Bagian Kedua : Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan

  Pasal 22 (1) Tata hutan dilaksanakan dalam rangka Ayat (1) pengelolaan kawasan hutan yang lebih Tata hutan merupakan kegiatan ran- intensif untuk memperoleh manfaat cang bangun unit pengelolaan hutan, yang lebih optimal dan lestari. yang dalam pelaksanaannya memper-

  (2) Tata hutan meliputi pembagian kawa- hatikan hak-hak masyarakat setempat, san hutan dalam blok-blok berdasar- yang lahir karena kesejarahannya, dan kan ekosistem, tipe, fungsi dan renca- keadaan hutan. na pemanfaatan hutan,

  Tata hutan mencakup kegiatan penge- (3) Blok-blok sebagaimana dimaksud lompokan sumber daya hutan sesuai pada ayat (2) dibagi pada petak-petak dengan tipe ekosistem dan potensi berdasarkan intensitas dan efisiensi yang terkandung didalamnya, dengan pengelolaan. tujuan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyara-

  (4) Berdasarkan blok dan petak sebagai- kat secara lestari. mana dimaksud pada ayat (2) dan ayt (3) disusun rencana pengelolaan hu-

  Ayat (2) tan untuk jangka waktu tertentu. (5) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana Cukup jelas dimaksud pada ayat (2), ayat (3) dan

  Ayat (3) ayat (4) diatur dengan Peraturan Pe- merintah

  Pembagian blok ke dalam petak di- maksudkan untuk mempermudah ad- ministrasi pengelolaan hutan dan da- pat memberikan peluang usaha yang lebih besar bagi masyarakat setempat. Intensitas pengelolaan adalah tingkat keragaman pengelolaan hutan sesuai dengan fungsi dan kondisi masing- masing kawasan hutan.

  Efisiensi pengelolaan adalah pelak- sanaan pengelolaan hutan untuk mencapai suatu sasaran yang optimal dan ekonomis dengan cara sederhana.

  Ayat (4) Penyusunan rencana pengelolaan hu- tan dilaksanakan dengan memperhati- kan aspirasi, nilai budaya masyarakat, dan kondisi lingkungan.

  Peraturan terkait Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)

  3 Pasal/Ayat)

  Ayat (5) Peraturan pemerintah memuat aturan antara lain : a. pengaturan tentang tata cara pena- taan hutan, b. penggunaan hutan,

  c. jangka waktu, dan d. pertimbangan daerah. B PP. 44 Tahun 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN

  BAB II. PERENCANAAN KEHUTANAN Bagian Kelima : Pembentukan Wilayah Pengelolaan Hutan Pasal 26 (1) Pembentukan wilayah pengelolaan hutan bertujuan untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang efisien dan lestari

  (2) Pembentukan wilayah pengelolaan hu- tan dilaksanakan untuk tingkat: a.  provinsi;

  b. kabupaten/kota; c.  unit pengelolaan.

  Pasal 26 Ayat (2) Wilayah pengelolaan hutan provinsi dan kabupaten/kota merupakan wi- layah pengurusan hutan di provinsi dan kabupaten/kota yang mencakup kegiatan-kegiatan :

  a. perencanaan kehutanan;

  b. pengelolaan hutan;

  c. penelitian dan pengembangan; pen- didikan dan latihan, serta penyuluh- an kehutanan; dan d. pengawasan.

  Pasal 27 (1) Wilayah pengelolaan hutan tingkat provinsi terbentuk dari himpunan wilayah-wilayah pengelolaan hutan tingkat kabupaten/kota dan unit-unit pengelolaan hutan lintas kabupaten/ kota dalam provinsi.

  (2) Wilayah pengelolaan hutan tingkat kabupaten/kota terbentuk dari him- punan unit-unit pengelolaan hutan di wilayah kabupaten/kota dan hutan hak di wilayah kabupaten/kota.

  Cukup jelas Pasal/Ayat)

  Pasal 28 (1) Unit Pengelolaan Hutan sebagaimana Pasal 28 dimaksud pada Pasal 26 ayat (2) hu- Ayat (1) ruf c dibentuk berdasarkan kriteria dan standar yang ditetapkan oleh Menteri.

  Unit Pengelolaan Hutan merupakan kesatuan pengelolaan hutan terkecil (2) Unit Pengelolaan Hutan sebagaimana pada hamparan lahan hutan sebagai dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: wadah kegiatan pengelolaan hutan a. Kesatuan Pengelolaan Hutan Kon- untuk mencapai tujuan yang telah di- servasi pada hutan konservasi; tetapkan.

  b. Kesatuan Pengelolaan Hutan Lin- dung pada hutan lindung; Dalam merumuskan kriteria dan stan- c. Kesatuan Pengelolaan Hutan Pro- dar pembentukan unit pengelolaan duksi pada hutan produksi. hutan mempertimbangkan : a. karakteristik lahan;

  b. tipe hutan;

  c. fungsi hutan;

  d. kondisi daerah aliran sungai;

  e. kondisi sosial, budaya, ekonomi ma- syarakat; f. kelembagaan masyarakat setempat termasuk masyarakat hukum adat; g. batas administrasi pemerintahan;

  h. hamparan yang secara geografis merupakan satu kesatuan; i. batas alam atau buatan yang bersi- fat permanen; j. penguasaan lahan. Ayat (2) Kesatuan Pengelolaan Hutan Konser- vasi merupakan kesatuan pengelolaan yang fungsi pokoknya dapat terdiri dari satu atau kombinasi dari Hutan Cagar Alam, Hutan Suaka Margasatwa, Hu- tan Taman Nasional, Hutan Taman Wi- sata Alam, Hutan Taman Hutan Raya, dan Hutan Taman Buru.

  Peraturan terkait Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)

  5 Pasal/Ayat)

  Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung merupakan kesatuan pengelolaan yang fungsi pokoknya merupakan hu- tan lindung.

  Kesatuan Pengelolaan Hutan Produk- si merupakan kesatuan pengelolaan yang fungsi pokoknya merupakan hu- tan produksi.

  Unit pengelolaan dibentuk sesuai dengan fungsi hutannya, dimana di dalam pengelolaanya dapat menga- komodasikan kepentingan masyara- kat adat. Bagian Keenam : Prosedur Pembentukan Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi, Kesatuan

  Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi

  Pasal 29 (1) Instansi Kehutanan Pusat di Daerah yang bertanggung jawab di bidang konservasi mengusulkan rancang ba- ngun unit pengelolaan hutan konser- vasi berdasarkan kriteria dan standar yang ditetapkan oleh Menteri.

  (2) Berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri me- netapkan arahan pencadangan unit pengelolaan hutan konservasi.

  (3) Menteri menetapkan kesatuan penge- lolaan hutan konservasi berdasarkan arahan pencadangan unit pengelo- laan hutan konservasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

  Cukup jelas

  Pasal 30 (1) Gubernur dengan pertimbangan Bu- pati/Walikota menyusun Rancang Ba- ngun Unit Pengelolaan Hutan Lindung dan Unit Pengelolaan Hutan Produksi.

  (2) Rancang Bangun Unit Pengelolaan Hu- tan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan kriteria dan standar yang ditetapkan oleh Menteri.

  Cukup jelas Pasal/Ayat)

  (3) Rancang Bangun Unit Pengelolaan Hu- tan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh Gubernur kepada Menteri.

  (4) Berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri me- netapkan arahan pencadangan Unit Pengelolaan Hutan Lindung dan Unit Pengelolaan Hutan Produksi.

  (5) Berdasarkan arahan pencadangan Unit Pengelolaan Hutan sebagaima- na dimaksud pada ayat (4), Gubernur membentuk Unit Pengelolaan Hutan Lindung dan Unit Pengelolaan Hutan Produksi.

  (6) Pembentukan Unit Pengelolaan Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan kepada Menteri untuk ditetapkan sebagai Unit Pengelolaan Hutan

  Pasal 31 Dalam hal terdapat hutan konservasi dan Cukup jelas atau hutan lindung, dan atau hutan produk- si yang tidak layak untuk dikelola menjadi satu unit pengelolaan hutan berdasarkan kriteria dan standar sebagaimana dimak- sud pada Pasal 28 ayat (2), maka pengelo- laannya disatukan dengan unit pengelolaan hutan yang terdekat tanpa mengubah fungsi pokoknya.

  Pasal 32 (1) Pada setiap Unit Pengelolaan Hutan Cukup jelas dibentuk institusi pengelola.

  (2) Institusi pengelola bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pengelo- laan hutan yang meliputi:

  a. perencanaan pengelolaan;

  b. pengorganisasian;

  c. pelaksanaan pengelolaan; dan d. pengendalian dan pengawasan.

  Peraturan terkait Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)

  7 Pasal/Ayat)

  (3) Dalam pelaksanaan pengelolaan hu- tan, setiap unit pengelolaan hutan harus didasarkan pada karakteristik Daerah Aliran Sungai (DAS) yang ber- sangkutan.

  C PP. 6 Tahun 2007 Jo. PP 3 Tahun 2008 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN SERTA PEMANFAATAN HUTAN

  BAB I. KETENTUAN UMUM Pasal 1

  1. Kesatuan Pengelolaan Hutan selanjutnya Cukup jelas disebut KPH adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntuk- annya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari.

  2. Kepala KPH adalah pimpinan, pemegang kewenangan dan penanggung jawab pe- ngelolaan hutan dalam wilayah yang di- kelolanya.

  Pasal 3 (3) Kawasan hutan sebagaimana di- Cukup jelas maksud pada ayat 2 terbagi dalam KPH, yang menjadi bagian dari pe- nguatan sistem pengurusan hutan nasional, pemerintah provinsi dan pe- merintah kabupaten/kota.

  Pasal 4 (2) Direksi BUMN bidang kehutanan yang Cukup jelas mendapat pelimpahan penyelengga- raan pengelolaan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), membentuk organisasi KPH dan menunjuk Kepala KPH.

  BAB II. KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN Pasal 5 KPH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Cukup jelas ayat (3) meliputi: a. KPH konservasi (KPHK);

  b. KPH lindung (KPHL); dan c. KPH produksi (KPHP).

  

PP. 6 Tahun 2007 Jo. PP 3 Tahun 2008 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN SERTA PEMANFAATAN HUTAN

  8

  Pasal/Ayat)

  Pasal 6 (1) KPH sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2) Pasal 5 ditetapkan dalam satu atau Yang dimaksud dengan “fungsi yang lu- (PP 3 th lebih fungsí pokok hutan dan satu wi- asnya dominan” adalah apabila dalam

  2008) layah administrasi atau lintas wilayah satu wilayah KPH terdiri lebih dari satu administrasi pemerintahan. fungsi hutan, misalnya terdiri dari hu-

  (2) Dalam hal satu KPH, dapat terdiri lebih tan yang berfungsi produksi dan hutan dari satu fungsi pokok hutan, penetap- yang berfungsi lindung, dan jika areal an KPH sebagaimana dimaksud pada dari salah satu fungsi hutan, misalnya ayat (1) berdasarkan fungsí yang luas- fungsi produksi, lebih luas atau men- nya dominan. dominasi areal yang berfungsi lindung,

  (3) Ketentuan mengenai tata cara pene- maka KPH tersebut dinamakan KPH produksi (KPHP). Penentuan nama tapan KPH sebagaimana dimaksud

  KPH berdasarkan fungsi yang luasnya pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dominan adalah untuk efektivitas dan sesuai dengan ketentuan peraturan efisiensi pengelolaannya. perundangan-undangan.

  Pasal 7 (1) Menteri menetapkan luas wilayah KPH dengan memperhatikan efisiensi dan (PP 3 th efektivitas pengelolaan hutan

  2008) (2) Penetapan luas wilayah KPH sebagai- mana dimaksud pada ayat (1), dila- kukan pada kawasan hutan setelah tahap penunjukan, penataan batas, atau penetapan kawasan hutan. (3) Luas wilayah KPH yang telah ditetap- kan sebagaimana dimaksud pada ayat

  (1), apabila terjadi perubahan kebijak- an tata ruang dan/atau kebutuhan un- tuk meningkatkan efisiensi dan efekti- vitas pengelolaan hutan, dapat ditinjau kembali. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan luas wilayah KPH se- bagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri.

  Peraturan terkait Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)

  9 Pasal/Ayat)

  Pasal 8 (1) Menteri menetapkan organisasi KPHK, Ayat (1) KPHL, dan KPHP. Dalam menetapkan organisasi KPH (PP 3 th

  (2) Penetapan Organisasi KPHL dan KPHP, khususnya yang berkaitan dengan 2008) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sumber daya manusia, Pemerintah, ha- dilakukan berdasarkan: rus memperhatikan, antara lain, syarat

  a. usulan dari pemerintah provinsi, kompetensi kerja yang diterbitkan oleh dalam hal KPHP atau KPHL berada lembaga sertifikasi profesi di bidang dalam lintas kabupaten/kota; kehutanan atau pengakuan oleh men-

  b. usulan dari pemerintah kabupaten/ teri. Organisasi KPH yang ditetapkan kota, dalam hal KPHP atau KPHL mempunyai bentuk : berada dalam kabupaten/kota;

  1. Sebuah organisasi pengelola hu-

  c. pertimbangan teknis dari pemerin- tan yang: tah provinsi.

  a. mampu menyelenggarakan (3) Pertimbangan teknis dan usulan pe- pengelolaan yang dapat netapan organisasi KPH sebagaimana menghasilkan nilai ekonomi dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dari pemanfaatan hutan da- dilakukan berdasarkan pada norma, lam keseimbangan dengan standar, prosedur dan kriteria yang fungsi konservasi, perlindu- ditetapkan oleh Menteri. ngan, dan sosial dari hutan;

  (4) Dihapus

  b. mampu mengembangkan in- vestasi dan menggerakkan (5) Dihapus lapangan kerja; (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pene-

  c. mempunyai kompetensi me- tapan organisasi, pertimbangan teknis nyusun perencanaan dan dan usulan penetapan organisasi KPH, monitoring/evaluasi berbasis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) spasial; dan ayat (3) diatur dengan peraturan d. mempunyai kompetensi untuk Menteri. melindungi kepentingan hutan (termasuk kepentingan publik dari hutan); e. mampu menjawab jangkauan dampak pengelolaan hutan yang bersifat lokal, nasional dan sekaligus global (misal: peran hutan dalam mitiga- si perubahan iklim global/ climate change ); dan

  f. berbasis pada profesionalis- me kehutanan.

  PP. 6 Tahun 2007 Jo. PP 3 Tahun 2008 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN SERTA PEMANFAATAN HUTAN

  10

  Pasal/Ayat)

  2. Organisasi yang merupakan cerminan integrasi (kolaborasi/ sinergi) dari pusat, provinsi dan kabupaten/kota.

  3. Pembentukan organisasi KPH tetap menghormati keberadaan unit-unit (izin-izin) pemanfaatan hutan yang telah ada.

  4. Struktur organisasi dan rincian tugas dan fungsinya memberikan jaminan dapat memfasilitasi ter- selenggaranya pengelolaan hutan secara lestari.

  5. Organisasi yang memiliki kelen- turan (fleksibel) untuk menye- suaikan dengan kondisi/tipologi setempat serta perubahan ling- kungan strategis yang berpenga- ruh terhadap pengelolaan hutan.

  Ayat (2) Dalam memberikan pertimbangan tek- nis dan mengusulkan penetapan orga- nisasi KPH, khususnya yang berkaitan dengan sumber daya manusia, peme- rintah provinsi harus memperhatikan, antara lain, syarat kompetensi kerja yang diterbitkan oleh lembaga sertifi- kasi profesi di bidang kehutanan atau pengakuan oleh Menteri. Ayat (3) Dalam memberikan pertimbangan tek- nis dan mengusulkan penetapan orga- nisasi KPH, khususnya yang berkaitan dengan sumber daya manusia, peme- rintah kabupaten/kota harus memper- hatikan, antara lain, syarat kompetensi kerja yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi profesi di bidang kehutanan atau pengakuan oleh Menteri.

  Peraturan terkait Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)

  11 Pasal/Ayat)

  Ayat (6) Termasuk yang diatur dalam peraturan Menteri, antara lain, adalah ketentuan mengenai kemampuan, kompetensi, dan teritorial organisasi KPH.

  Pasal 9 (1) Organisasi KPH mempunyai tugas dan - fungsi: a. menyelenggarakan pengelolaan hu- tan yang meliputi:

  1. tata hutan dan penyusunan ren- cana pengelolaan hutan; 2. pemanfaatan hutan 3. penggunaan kawasan hutan; 4. rehabilitasi hutan dan reklama- si; dan 5. perlindungan hutan dan konser- vasi alam.

  b. menjabarkan kebijakan kehutanan nasional, provinsi dan kabupa- ten/kota bidang kehutanan untuk diimplementasikan; c. melaksanakan kegiatan pengelo- laan hutan diwilayahnya mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan ser- ta pengendalian;

  d. melaksanakan pemantauan dan penilaian atas pelaksanaan kegiat- an pengelolaan hutan di wilayah- nya; e. membuka peluang investasi guna mendukung tercapainya tujuan pengelolaan hutan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tu- gas dan fungsi organisasi KPH seba- gaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1 dan angka 2 diatur dengan peraturan Menteri berdasarkan pera- turan pemerintah ini.

  

PP. 6 Tahun 2007 Jo. PP 3 Tahun 2008 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN SERTA PEMANFAATAN HUTAN

  12

  Pasal/Ayat)

  (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas dan fungsi organisasi KPH sebagaima- na dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 3, angka 4, dan angka 5 diatur tersendiri dalam peraturan pemerintah yang lain.

  Pasal 10 (1) Pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota sesuai kewenangannya bertanggung jawab terhadap pembangunan KPH dan in- frastrukturnya. (2) Dana bagi pembangunan KPH bersum- ber dari: a. APBN;

  b. APBD; dan/atau

  c. dana lain yang tidak mengikat sesu- ai ketentuan peraturan perundang- undangan

  Termasuk dalam kegiatan membangun KPH dan infrastrukturnya, antara lain, adalah membentuk lembaga pendidik- an dan pelatihan, menyelenggarakan sertifikasi SDM, mengelola konflik, mengamankan hutan, dan membe- rantas illegal logging.

  BAB III. TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN Pasal 11 (1) Tata hutan sebagaimana dimaksud da- lam Pasal 2 dilaksanakan pada setiap KPH di semua kawasan hutan. (2) Pada areal tertentu dalam kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam

  Pasal 3 ayat (2), dapat ditetapkan oleh Pemerintah sebagai hutan kemasya- rakatan, hutan adat, hutan desa atau kawasan hutan dengan tujuan khusus (KHDTK). (3) Dalam kegiatan tata hutan, KPH harus memperhatikan areal tertentu sebagai- mana dimaksud pada ayat (2).

  Ayat (1) Yang dimaksud dengan “tata hutan” adalah suatu kegiatan untuk meng- organisasikan areal kerja KPH sesuai dengan karakteristik KPH dan hak-hak masyarakat sehingga perencanaan dan kegiatan pengelolaan KPH dapat dilaksanakan secara efektif dan efi- sien.

  Ayat (2) Yang dimaksud dengan “areal terten- tu” adalah suatu areal tertentu, dalam kawasan hutan produksi, kawasan hu- tan lindung, dan/atau kawasan hutan konservasi, dapat ditetapkan sebagai hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan adat, atau kawasan hutan untuk tujuan khusus, sehingga keberadaan- nya tidak lepas dari prinsip pengelo- laan hutan lestari.

  Peraturan terkait Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)

  13 Pasal/Ayat)

  • Pasal 12 (1) Kegiatan tata hutan di KPH terdiri dari:

  a. Tata batas;

  b. Inventarisasi hutan;

  c. Pembagian ke dalam blok atau zona; d. Pembagian petak dan anak petak; dan e. Pemetaan

  (2) Hasil kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa inventarisasi penataan hutan yang disusun dalam bentuk buku dan peta penataan KPH.

  (3) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh organisasi KPH.

  Pasal 13 (1) Berdasarkan hasil kegiatan sebagai- Ayat (4) mana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (PP 3 th Huruf c

  (2), disusun rencana pengelolaan hu- 2008) tan, yang dilakukan dengan:

  Strategi dan kelayakan pengembang-

  a. Mengacu pada rencana kehutanan an pengelolaan hutan ditinjau dari nasional, provinsi, maupun kabupa- aspek kelola kawasan, kelola hutan, ten/kota; dan dan penataan kelembagaan. Pengem- b. Memperhatikan aspirasi, nilai bu- bangan pengelolaan hutan diarahkan daya masyarakat setempat, serta untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi kondisi lingkungan. produksi dan jasa sumberdaya hu-

  (2) Rencana pengelolaan hutan sebagaima- tan dan lingkungannya, baik produksi na dimaksud pada ayat (1) meliputi : kayu, produksi bukan kayu, maupun jasa-jasa lingkungan, melalui kegiatan

  a. Rencana pengelolaan hutan jangka pokok berupa pemanfaatan, pember- panjang; dan dayaan masyarakat, serta pelestarian b. Rencana pengelolaan hutan jangka lingkungan yang merupakan satu ke- pendek satuan kegiatan. (3) Rencana pengelolaan hutan jangka panjang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a disusun oleh Kepala KPH

  PP. 6 Tahun 2007 Jo. PP 3 Tahun 2008 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN SERTA PEMANFAATAN HUTAN

  14

  Pasal/Ayat)

  (4) Rencana pengelolan hutan jangka panjang sebagaimana dimaksud pada ayat (3), memuat unsur-unsur sebagai berikut: a. Tujuan yang akan dicapai KPH;

  b. Kondisi yang dihadapi; dan

  c. Strategi serta kelayakan pengem- bangan pengelolaan hutan, yang meliputi tata hutan, pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, dan perlindungan hutan dan kon- servasi alam. (5) Rencana pengelolaan hutan jangka pendek, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b disusun oleh pejabat yang ditunjuk oleh Kepala KPH.

  (6) Rencana pengelolan hutan jangka pendek sebagimana dimaksud pada ayat (5), memuat unsur-unsur sebagai berikut: a. Tujuan pengelolaan hutan lestari dalam skala KPH yang bersangkut- an;

  b. Evaluasi hasil rencana jangka pen- dek sebelumnya; c. Target yang akan dicapai;

  d. Basis data dan informasi;

  e. Kegiatan yang akan dilaksanakan;

  f. Status neraca sumber daya hutan;

  g. Pemantauan evaluasi, dan pengen- dalian kegiatan; dan h. Partisipasi para pihak

  (7) Rencana pengelolaan hutan jangka pendek disusun berdasarkan rencana pengelolaan hutan jangka panjang.

  Ayat (6) Huruf f Yang dimaksud dengan “neraca sum- ber daya hutan” adalah suatu infor- masi yang dapat menggambarkan ca- dangan sumber daya hutan, melalui perbandingan antara pemanfaatan termasuk kehilangan sumber daya hu- tan dan pemulihan termasuk pemulih- an secara alami sumber daya hutan, sehingga pada waktu tertentu dapat diketahui apakah cadangan sumber daya hutan kecenderungannya me- ngalami surplus atau defisit jika diban- dingkan dengan keadaan sebelumnya. Ayat (6) Huruf h Yang dimaksud dengan “para pihak” adalah pengelolaan KPH, perwakilan pemerintah yang berwenang, serta perwakilan masyarakat penerima man- faat dan dampak pengelolaan KPH. Partisipasi para pihak dapat berupa penyampaian informasi sebagai ben- tuk partisipasi, paling rendah sampai dengan keterlibatan para pihak pada setiap tahapan proses penyusunan rencana pengelolaan hutan.

  Peraturan terkait Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)

  15 Pasal/Ayat)

  • Pasal 14 (1) Menteri atau pejabat yang ditunjuk, mengesahkan rencana pengelolaan

  (PP 3 th hutan jangka panjang yang disusun 2008) oleh Kepala KPH sebagaimana di- maksud dalam Pasal 13 ayat (3).

  (2) Kepala KPH mengesahkan rencana pengelolaan hutan jangka pendek yang disusun oleh pejabat yang di- tunjuk oleh Kepala KPH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5).

  Pasal 15 (1) Rencana pengelolaan hutan jangka - panjang sebagaimana dimaksud da- lam Pasal 14 ayat (1) harus disahkan oleh Menteri paling lambat 5 (lima) tahun, sejak organisasi KPH dite- tapkan.

  (2) Dalam wilayah KPH yang telah memi- liki rencana pengelolaan hutan jangka panjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan kegiatan pe- manfaatan hutan dengan izin peman- faatan hutan.

  (3) Dalam wilayah KPH yang dalam jangka waktu 5 tahun belum memiliki renca- na pengelolaan hutan jangka panjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kegiatan pemanfaatan hutan dapat di- laksanakan berdasarkan pada rencana kehutanan tingkat nasional. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai ren- cana pengelolaan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri

  Pasal 16 Menteri menunjuk instansi kehutanan untuk menyusun rencana dan kegiatan pengelolaan hutan dalam wilayah KPH yang belum terbentuk organisasi KPH.

  PP. 6 Tahun 2007 Jo. PP 3 Tahun 2008 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN SERTA PEMANFAATAN HUTAN

  16

  Pasal/Ayat)

  BAB IV. PEMANFAATAN HUTAN Bagian Kesatu : Pemanfaatan Hutan Pasal 21 (1) Untuk wilayah tertentu, Menteri dapat me- Ayat (1) nugaskan Kepala KPH untuk menyeleng- Yang dimaksud dengan wilayah “tertentu” garakan pemanfaatan hutan, termasuk antara lain, adalah wilayah hutan yang si- melakukan penjualan tegakan. tuasi dan kondisinya belum menarik bagi pihak ketiga untuk me-ngembangkan usaha pemanfaatannya, sehingga Peme- rintah perlu menugaskan Kepala KPH un- tuk memanfaatkannya.

  • Pasal 40 (1) Menteri, dalam hutan tanaman pada hutan produksi, mengalokasikan areal tertentu

  (PP 3 th untuk membangun HTR, berdasarkan usu- 2008) lan KPH atau pejabat yang ditunjuk.

  Pasal 42

  • (1) Pada hutan produksi, berdasarkan renca- na pengelolaan KPH, usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada HTHR dalam hutan tanaman sebagaimana dimaksud dalam

  pasal 37 huruf c dilakukan melalui pen- jualan tegakan. (2) Penjualan tegakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam satu kesa- tuan luas petak yang diusulkan oleh Ke- pala KPH atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri.

  Pasal 60 (1) IUPK diberikan oleh : -

  a. Bupati/Walikota, pada kawasan hutan yang ada dalam wilayah kewenangan- nya, dengan tembusan kepada Menteri, Gubernur dan Kepala KPH;

  b. Gubernur, pada kawasan hutan lintas kabupaten/kota yang ada dalam wila- yah kewenangannya, dengan tembusan kepada Menteri, Bupati/Walikota, dan Kepala KPH;

  c. Menteri, pada kawasan hutan lintas provinsi, dengan tembusan kepada Gubernur, Bupati/Walikota dan Kepala KPH;

  Peraturan terkait Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)

  17 Pasal/Ayat)

  d. Menteri, pada areal yang telah - dibebani IUPHHK restorasi ekosis- tem dalam hutan alam pada hutan produksi yang belum mencapai keseimbangan ekosistem, dengan tembusan kepada Gubernur, Bupa- ti/Walikota dan Kepala KPH.

  Pasal 61

  • (1) IUPJL diberikan oleh :

  f. Bupati/Walikota, pada kawasan (PP 3 th hutan yang ada dalam wilayah ke-

  2008) wenangannya, dengan tembusan kepada Menteri, Gubernur dan Ke- pala KPH; g. Gubernur, pada kawasan hutan lintas kabupaten/kota yang ada dalam wilayah kewenangannya, de- ngan tembusan kepada Gubernur, Bupati/Walikota dan Kepala KPH; atau h. Menteri, pada kawasan hutan lintas provinsi, dengan tembusan kepada

  Gubernur, Bupati/Walikota dan Ke- pala KPH; atau i. Menteri, pada areal yang telah dibebani IUPHHK restorasi ekosis- tem dalam hutan alam pada hutan produksi yang belum mencapai keseimbangan ekosistem, dengan tembusan kepada Gubernur, Bupa- ti/Walikota dan Kepala KPH.

  Pasal 62 (2) IUPHHK restorasi ekosistem dalam - hutan alam diberikan oleh Menteri dengan tembusan kepada Gubernur, Bupati/Walikota dan Kepala KPH

  IUPHHBK pada hutan alam diberikan oleh :

  • Pasal 63

  a. Bupati/Walikota, pada areal hutan alam yang berada dalam wilayah kewenangan- nya, dengan tembusan kepada Menteri, Gubernur dan Kepala KPH;

  

PP. 6 Tahun 2007 Jo. PP 3 Tahun 2008 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN SERTA PEMANFAATAN HUTAN

  18

  Pasal/Ayat)

  b. Gubernur, pada areal hutan alam lintas kabupaten/kota yang berada dalam wi- layah kewenangannya, dengan tembusan kepada Menteri, Bupati/Walikota dan Kepala KPH; atau

  c. Menteri, pada areal hutan alam lintas provinsi, dengan tembusan kepada Gu- bernur, Bupati/Walikota dan Kepala KPH.

  Pasal 64 IPHHK diberikan oleh : -

  a. Bupati/Walikota, pada areal hutan yang ada dalam wilayah kewenangannya, de- ngan tembusan kepada Menteri, Guber- nur dan Kepala KPH; b. Gubernur, pada areal hutan lintas ka- bupaten/kota yang ada dalam wilayah kewenangannya, dengan tembusan kepa- da Menteri, Bupati/Walikota dan Kepala KPH; atau

  c. Menteri, pada areal hutan lintas provinsi, dengan tembusan kepada Gubernur, Bu- pati/Walikota dan Kepala KPH.

  Pasal 65 IPHHBK dalam hutan alam atau hutan ta- - naman diberikan oleh : (PP 3 th

  a. Bupati/Walikota, pada areal dalam hu- 2008) tan alam atau hutan tanaman yang ada dalam wilayah kewenangannya, dengan tembusan kepada Menteri, Gubernur dan Kepala KPH; atau

  b. Gubernur, pada areal dalam hutan alam atau hutan tanaman lintas kabupaten/ kota yang ada dalam wilayah kewena- ngannya, dengan tembusan kepada Men- teri, Bupati/Walikota dan Kepala KPH.

  Pasal 71 Setiap pemegang izin usaha pemanfaatan Huruf a hutan, wajib: Dalam rencana kerja, antara lain, me-

  a. menyusun rencana kerja untuk seluruh muat pula aspek kelestarian usaha, areal kerja sesuai jangka waktu berlaku- aspek keseimbangan lingkungan, dan nya izin berdasarkan rencana pengelo- sosial dan ekonomi. laan hutan yang disusun oleh KPH

  Peraturan terkait Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)

  19 Pasal/Ayat)

  Pasal 72 (1) Selain melaksanakan kewajiban se- bagaimana dimaksud dalam Psl 71, BUMN, BUMD, BUMS, pemegang IUPJL,

  IUPHHK dan IUPHHBK, wajib mela- kukan kerjasama dengan koperasi masyarakat setempat, paling lambat 1 (satu) tahun setelah diterimanya izin.

  Pasal 73 (1) Selain melaksanakan kewajiban se- Ayat (3) bagaimana dimaksud dalam Pasal RKUPHHK dibuat berdasarkan inven- 71 dan Pasal 72, pemegang IUPHHK tarisasi berkala sepuluh tahunan yang dalam hutan alam, wajib : dilakukan oleh pemegang izin berdas-

  b. menyusun rencana kerja tahunan arkan pedoman yang ditetapkan oleh (RKT) berdasarkan RKUPHHK se- Menteri. bagaimana dimaksud pada huruf a untuk disahkan oleh Kepala KPH atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri.

  (2) RKUPHHK disusun untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun dengan mem- perhatikan rencana pengelolaan jang- ka panjang KPH

  (3) RKUPHHK dievaluasi setiap 5 (lima) tahun oleh pemegang izin dan dilapor- kan kepada Kepala KPH atau pejabat yang idtunjuk oleh Menteri.

  (4) Selain melaksanakan kewajiban seba- gaimana dimaksud pada Pasal 71 dan Pasal 72, pemegang IUPHHK restorasi ekosistem dalam hutan alam, wajib: b. 2) menyusun rencana kerja tahun- an (RKT) pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, dan/ atau pemanfaatan hasil hutan bu- kan kayu berdasarkan rencana ker- ja usaha pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan dan/ atau pemanfaatan hasil hutan bu- kan kayu dan disahkan oleh Kepa- la KPH atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri.

  

PP. 6 Tahun 2007 Jo. PP 3 Tahun 2008 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN SERTA PEMANFAATAN HUTAN

  20

  Pasal/Ayat)

  • Pasal 75 (1a) RKUPHHK disusun untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun dengan mem-

  (PP 3 th perhatikan rencana pengelolaan jang- 2008) ka panjang KPH

  Pasal 76 Selain melaksanakan kewajiban sebagai- - mana dimaksud dalam Pasal 71 dan Pasal 72, pemegang IUPHHBK wajib:

  b. Menyusun rencana kerja tahunan (RKT) berdasarkan RKUPHHBK untuk disahkan oleh Kepala KPH atau pejabat yang di- tunjuk oleh Gubernur atau Bupati/Wali- kota.

  Pasal 77 (1) Selain melaksanakan kewajiban seba- - gaimana dimaksud dalam Pasal 71, pemegang IPHHK, wajib:

  c. menyusun rencana pemungutan ha- sil hutan kayu yang dibutruhkan un- tuk disahkan oleh Kepala KPH atau pejabat yang ditunjuk oleh Bupati/ Walikota.

  Pasal 79 (6) Dana hasil penjualan tegakan, dikena- - kan kepada pemegang IUPHHK pada HTHR dalam hutan tanaman sebagai- mana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1), dan Kepala KPH yang mendapat penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1).

  • Pasal 81 (4) Untuk perpanjangan :

  b. IUPK, IUPJL, IUPHHBK dan IPHHBK (PP 3 th sebagaimana dimaksud pada hu-

  2008) ruf c, huruf d, dan huruf e diberikan oleh: 1) Bupati/Walikota, pada kawasan hutan yang ada dalam wilayah kewenangannya, dengan tem- busan kepada Menteri, Guber- nur dan Kepala KPH;

  Peraturan terkait Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)

  21 Pasal/Ayat)

  2) Gubernur, pada kawasan hutan lintas kabupaten/kota yang ada dalam wilayah kewenangannya, dengan tembusan kepada Men- teri, Bupati/Walikota dan Kepala KPH; dan

  3) Menteri, pada kawasan hutan lintas provinsi, dengan tembus- an kepada Gubernur, Bupati/ Walikota dan Kepala KPH.

  Pasal 83 (2) Pemberdayaan masyarakat setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Pemerintah, provinsi, kabupaten/kota yang pe- laksanaannya menjadi tanggung jawab Kepala KPH.

  Ayat (2) Pelaksanaan pemberdayaan oleh KPH, sepanjang KPH telah terbentuk.

  Apabila KPH belum terbentuk pelaksa- naan pemberdayaan masyarakat dila- kukan oleh institusi kehutanan yang ada di daerah.

  Kewajiban pelaksanaan pemberda- yaan, antara lain meliputi pendampi- ngan penyusunan rencana pengelo- laan areal pemberdayaan masyara- kat, serta penguatan kapasitas atau kelembagaan.

  Pasal 86 (1) Menteri menetapkan areal kerja hutan desa berdasarkan usulan Bupati/Wa- likota sesuai kriteria yang ditentukan dan rencana pengelolaan yang disusun oleh Kepala KPH atau pejabat yang di- tunjuk.

  • Pasal 89 (1) Berdasarkan penetapan areal kerja hutan desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 86 ayat (1) dan fasilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88:
  • 22

  a. Menteri, memberikan IUPHHK da- lam hutan desa dengan tembusan kepada Gubernur, Bupati/Walikota dan Kepala KPH;

  PP. 6 Tahun 2007 Jo. PP 3 Tahun 2008 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN SERTA PEMANFAATAN HUTAN

  Pasal/Ayat)

  (4) Lembaga desa menyusun rencana pengelolaan hutan desa bersama Ke- pala KPH atau pejabat yang ditunjuj sebagai bagian dari rencana pengelo- laan hutan

  Pasal 93 (1) Menteri menetapkan areal kerja hu- tan kemasyarakatan sebagaimana di- maksud dalam Pasal 92 ayat (1) atas usulan Bupati/Walikota berdasarkan permohonan masyarakat setempat sesuai rencana pengelolaan yang di- susun oleh Kepala KPH atau pejabat yang ditunjuk.

  Pasal 96 (1) Berdasarkan penetapan areal kerja Ayat (1) sebagaimana dimaksud dalam Pasal (PP 3 th Huruf a 93 ayat (1) dan fasilitasi sebagaimana

  2008) dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1): Pemegang IUPHHK dalam hutan ke-

  a. Menteri, memberikan IUPHHK da- masyarakatan hanya diizinkan me- lam hutan kemasyarakatan pada manfaatkannya hasil hutan tanaman areal kerja hutan kemasyarakatan, berkayu yang merupakan hasil pena- dengan tembusan kepada Guber- namannya. nur, Bupati/Walikota dan Kepala KPH;

  c. Izin yang diberikan oleh Gubernur ditembuskan kepada Menteri, Bu- pati/Walikota, dan Kepala KPH, dan izin yang diberikan oleh Bupati/Wa- likota ditembuskan kepada Menteri, Gubernur dan Kepala KPH.

  BAB VIII. PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN Pasal 123 (1) Untuk tertibnya pelaksanaan tata hu- Ayat (1) tan dan penyusunan rencana pengelo- Kebijakan tersebut meliputi pengatur- laan hutan, serta pemanfaatan hutan : an atau penetapan pedoman dalam