Analisis Perkembangan Produk Domestik Br

Analisis Perkembangan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia Tahun 1973-2013
berdasarkan Komponen Pengeluaran

Mata Kuliah
Nama Mhs.
NIM
Dosen

:
:
:
:

Ekonomi Pembangunan Lanjut
Denny Hermansyah Haeruman
24014013
Dr. Ir. Muhammad Tasrif

Program Magister Studi Pembangunan
Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan
Institut Teknologi Bandung

2014

Produk Domestik Bruto

Dinamika perekonomian di Indonesia yang terus bergulir menuntut pemerintah dan seluruh stakeholder (para pelaku ekonomi) untuk peka terhadap
fenomena yang terus berubah dari waktu ke waktu. Tanpa mengikuti pergerakan tersebut sangat mustahil untuk dapat menangkap fenomena yang ada
beserta keterkaitan unsur-unsur dan struktur di dalamnya. Sedangkan pembangunan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat menuntut para pembuat kebijakan (pemerintah) peka terhadap gejolak ekonomi yang terjadi. Perencanaan pembangunan ekonomi di suatu
negara memerlukan berbagai macam indikator ekonomi. Dengan indikator ekonomi yang representatif, strategi pembangunan baik itu jangka menengah
maupun pembangunan jangka panjang akan lebih terarah.
Salah satu alat ukur atau indikator ekonomi yang sangat dibutuhkan sebagai bahan evaluasi dan perencanaan ekonomi makro terdapat dalam Produk
Domestik Bruto (PDB). Melalui PDB dengan segala turunannya dapat dilihat potret perekonomian dalam suatu negara. Umumnya PDB disajikan dalam
runtun waktu/series tahunan. Produk Domestik Bruto dapat memberikan gambaran tentang perekonomian yang dapat berguna bagi para ahli yang
bergerak dibidang perencanaan, pengambilan keputusan baik bersifat jangka pendek maupun jangka panjang, pembelanjaan, perumusan perpajakan,
keuangan, tenaga kerja sektoral dan kebijakan ekonomi lainnya yang dibuat oleh pemerintah maupun stakeholder lainnya.
Produk Domestik Bruto (PDB) atau dalam istilah internasional disebut Gross Domestic Product (GDP) merupakan data statistik yang merangkum perolehan
nilai tambah dari seluruh kegiatan ekonomi di suatu negara pada satu periode tertentu. Ada dua jenis PDB, yaitu atas dasar harga berlaku (PDB ADHB) dan
atas dasar harga konstan (PDB ADHK). PDB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada
setiap tahun, sedangkan PDB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga pada suatu
tahun tertentu (tahun dasar), dengan kata lain PDB ADHK mengoreksi angka PDB ADHB dengan memasukkan pengaruh dari harga barang/jasa.


1|

PDB dapat didefinisikan berdasarkan tiga pendekatan dalam penghitungan yaitu :
1. Pendekatan Produksi (Production Approach)
PDB adalah jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi pada suatu jangka waktu tertentu, biasanya
setahun.
2. Pendekatan Pendapatan (Income Approach)
PDB adalah jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut di dalam proses produksi di suatu negara pada jangka waktu
tertentu (biasanya setahun). Balas jasa faktor produksi tersebut adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal, dan keuntungan. Dalam
pengertian PDB termasuk pula penyusutan barang modal tetap dan pajak tidak langsung neto. Jumlah semua komponen pendapatan ini per sektor
disebut sebagai nilai tambah bruto sektoral. PDB merupakan jumlah dari nilai tambah bruto seluruh sektor (lapangan usaha).

PDB pendapatan = sewa + upah + bunga + laba

3. Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach)
PDB adalah jumlah semua pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung, konsumsi pemerintah,
pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan stok/inventori, dan ekspor neto di suatu negara pada suatu periode (biasanya setahun).
Secara umum, komponen dalam penghitungan PDB berdasarkan pengeluaran adalah sebagai berikut:
1)


Konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung (C)

2)

Investasi, yakni pembentukan modal tetap domestik bruto ditambah perubahan inventori (I)

3)

Konsumsi pemerintah (G)

4)

Ekspor netto, yakni ekspor dikurangi impor (X-M)

PDB Pengeluaran = C + I + G + (X-M)

2|

PDB Indonesia Tahun 97 -


Tabel 1
Produk Domestik Bruto Indonesia dan Komponennya berdasarkan Pengeluaran Tahun 1973 - 2013 (dalam milyar rupiah)
Komponen PDB ADHK berdasarkan pengeluaran (Tahun dasar : 2000)

Tahun

1973
1974
1975
1976
1977
1978
1979
1980
1981
1982
1983
1984
1985

1986
1987
1988
1989
1990

3|

PDB ADHB

6.753,40
10.708,00
12.642,50
15.466,70
19.010,70
21.967,40
32.025,40
45.445,70
54.027,00
59.362,60

77.622,80
89.885,10
96.996,90
92.492,60
124.816,90
142.104,80
167.184,70
195.597,20

PDB ADHK
(Tahun Dasar :
2000)

Tingkat
Pertumbuhan
PDB (%)

336.444,97
362.131,44
380.155,82

406.335,49
441.935,87
471.841,98
506.401,15
556.433,97
600.543,36
614.034,24
639.780,50
684.408,56
701.259,69
742.458,18
779.032,82
824.063,93
885.510,98
949.640,85

8,10
7,63
4,98
6,89

8,76
6,77
7,32
9,88
7,93
2,25
4,19
6,98
2,46
5,87
4,93
5,78
7,46
7,24

Konsumsi
Rumah Tangga
(C)

Konsumsi

Pemerintah (G)

161.801,99
184.190,90
191.800,22
203.712,38
217.276,09
234.902,84
265.660,99
299.499,35
349.545,93
361.299,35
388.440,29
403.950,50
408.125,18
417.055,60
430.842,45
447.552,74
466.129,17
512.163,75


24.065,14
21.544,35
28.081,60
30.138,57
35.102,84
38.857,14
45.206,17
50.066,25
55.154,89
59.695,67
59.117,57
61.135,41
65.806,38
67.636,86
67.522,68
72.635,72
80.254,77
82.831,05


Investasi (I) =
Pembentukan
modal tetap
domestik bruto
+ Perubahan
inventori
64.803,31
77.248,98
88.525,18
93.836,05
108.765,49
125.148,71
130.679,52
155.356,28
172.656,83
195.091,23
210.353,26
214.955,99
248.109,58
262.257,93
261.233,63
248.711,50
283.338,23
340.496,67

Eskpor (X)

Impor (M)

Ekspor
Netto
(X-M)

179.027,06
185.517,67
167.460,30
188.399,45
230.542,12
234.811,91
240.853,07
227.276,99
221.843,92
190.924,31
202.914,08
216.183,71
199.312,20
229.632,25
263.212,70
265.980,32
293.765,86
295.090,88

49.197,71
62.413,33
67.334,59
72.786,88
88.934,31
102.808,10
123.551,46
142.230,58
180.718,18
195.549,29
219.662,00
203.156,48
213.877,74
222.792,53
227.195,64
184.722,51
209.555,21
257.989,44

129.829,36
123.104,35
100.125,71
115.612,57
141.607,81
132.003,82
117.301,61
85.046,41
41.125,74
-4.624,98
-16.747,91
13.027,22
-14.565,54
6.839,72
36.017,06
81.257,81
84.210,65
37.101,44

Komponen PDB ADHK berdasarkan pengeluaran (Tahun dasar : 2000)
Tahun

1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013

4|

PDB ADHB

227.450,20
259.884,50
329.775,80
382.219,70
454.514,10
532.568,00
627.695,40
955.753,50
1.099.731,60
1.389.769,90
1.646.322,00
1.821.833,40
2.013.674,60
2.295.826,20
2.774.281,10
3.339.216,80
3.950.893,20
4.948.688,40
5.606.203,00
6.446.851,89
7.422.781,00
8.229.440,00
9.083.973,00

PDB ADHK
(Tahun Dasar :
2000)

Tingkat
Pertumbuhan
PDB (%)

1.015.643,34
1.081.248,56
1.151.490,00
1.238.312,01
1.340.101,35
1.444.872,98
1.512.780,26
1.314.201,75
1.324.598,74
1.389.769,90
1.440.405,70
1.505.216,40
1.577.171,30
1.656.516,81
1.750.815,23
1.847.126,70
1.964.327,30
2.082.456,30
2.178.851,00
2.314.458,85
2.464.677,00
2.618.936,00
2.770.345,00

6,95
6,46
6,50
7,54
8,22
7,82
4,70
-13,13
0,79
4,92
3,64
4,50
4,78
5,03
5,69
5,50
6,35
6,01
4,63
6,22
6,49
6,26
5,78

Konsumsi
Rumah Tangga
(C)

Konsumsi
Pemerintah (G)

549.559,27
88.652,57
565.245,28
93.821,96
598.191,27
93.900,27
645.014,33
96.064,70
726.185,30
97.352,19
796.777,17
99.973,86
859.088,97
100.035,08
806.097,64
84.658,15
843.446,15
85.246,35
850.818,70
90.779,70
886.736,00
97.646,00
920.749,60
110.333,60
956.593,40
121.404,10
1.004.109,00
126.248,66
1.043.805,10
134.625,56
1.076.928,09
147.563,68
1.130.847,10
153.309,62
1.191.190,80
169.297,20
1.249.069,00
195.835,00
1.308.272,80
196.468,85
1.369.882,00
202.755,00
1.442.193,00
205.386,00
1.518.393,00
215.393,00
Sumber : diolah dari data BPS Indonesia

Investasi (I) =
Pembentukan
modal tetap
domestik bruto
+ Perubahan
inventori
348.268,67
367.609,37
397.575,74
463.879,53
524.465,45
550.364,18
585.108,62
356.698,72
273.811,82
309.164,00
335.639,50
320.669,60
355.427,75
379.964,84
427.008,81
432.745,94
441.118,48
495.992,80
508.022,00
552.743,32
610.925,00
707.959,00
742.328,00

Eskpor (X)

Impor (M)

353.755,71
405.631,87
432.438,98
475.428,55
512.137,21
550.854,88
593.821,42
660.229,51
450.243,64
569.490,30
573.163,40
566.188,40
599.516,40
680.620,96
793.613,00
868.256,45
942.431,43
1.032.277,80
932.249,00
1.074.568,70
1.221.229,00
1.245.703,00
1.311.760,00

301.402,73
321.189,87
335.443,46
403.522,44
488.016,04
521.517,16
598.263,50
566.614,57
336.142,74
423.317,90
441.012,00
422.271,40
428.874,60
543.183,81
639.701,85
694.605,34
757.566,17
833.342,20
708.529,00
831.418,30
942.298,00
1.005.037,00
1.017.191,00

Ekspor
Netto
(X-M)
52.352,98
84.441,99
96.995,51
71.906,11
24.121,17
29.337,72
-4.442,08
93.614,95
114.100,90
146.172,40
132.151,40
143.917,00
170.641,80
137.437,15
153.911,15
173.651,11
184.865,26
198.935,60
223.720,00
243.150,40
278.931,00
240.666,00
294.569,00

Gambar 1
Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1973 – 2013 (dalam milyar rupiah) (Tahun Dasar : 2000)

3.000.000,00

2.500.000,00

2.000.000,00

1.500.000,00

1.000.000,00

500.000,00

2013

2012

2011

2010

2009

2008

2007

2006

2005

2004

2003

2002

2001

2000

1999

1998

1997

1996

1995

1994

1993

1992

1991

1990

1989

1988

1987

1986

1985

1984

1983

1982

1981

1980

1979

1978

1977

1976

1975

1974

1973

0,00

Dalam empat dekade terakhir (1973-2013), PDB Indonesia berdasarkan harga konstan tahun 1973 secara garis besar mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun. Artinya bahwa secara riil, jumlah atau volume barang dan jasa yang diproduksi di Indonesia hampir selalu meningkat sejak 1973-2013. Bahkan secara
kasar, dapat dikatakan bahwa jumlah produksi barang dan jasa di Indonesia pada tahun 2013 telah meningkat sebesar lebih dari sepuluh kali lipat
dibandingkan dengan tahun 1973 (40 tahun silam).

5|

Namun di sisi lain, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga mengalami banyak perubahan dan fenomena. Selama dekade 1970-an dan 1980-an, proses
pembangunan mengalami banyak hambatan yang terutama disebabkan oleh faktor-faktor eksternal seperti merosotnya harga minyak mentah internasional
pada dasawarsa 1980-an dan adanya resesi ekonomi dunia. Di tengah berbagai hambatan internal maupun eksternal, Indonesia tetap mampu mencapai
pertumbuhan ekonomi yang impresif. Setelah hampir 25 tahun (1973 s/d 1997) Indonesia mengalami tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan,
sayangnya pada tahun 1998 laju pertumbuhan ekonomi Indonesia minus 13% akibat dari krisis moneter 1997.
Pada pertengahan tahun 1997 hingga akhir tahun 1998, aktivitas perekonomian di Indonesia, khususnya pada sektor formal, terhambat karena adanya
krisis. Krisis tersebut diawali oleh fenomena krisis finansial Asia 1997 yang dimulai pada bulan Juli 1997 di Thailand, dan memengaruhi mata uang, bursa
saham, dan harga aset lainnya di beberapa negara Asia, sebagian Macan Asia Timur. Peristiwa tersebut dikenal sebagai krisis moneter ("krismon") di
Indonesia. Indonesia, Korea Selatan, dan Thailand adalah beberapa negara yang paling parah terkena dampak krisis tersebut.
Krisis di Thailand tersebut akhirnya membawa tekanan terhadap nilai tukar mata uang negara – negara lain di wilayah Asia, terutama Indonesia. Padahal,
pada masa itu, tidak seperti Thailand, Indonesia memiliki inflasi yang rendah, perdagangan surplus lebih dari 900 juta dolar, persediaan mata uang luar yang
besar, lebih dari 20 miliar dolar, dan sektor bank yang baik. Tapi sayangnya saat itu banyak perusahaan Indonesia yang meminjam dalam mata uang dolar
AS, sehingga stok hutang luar negeri swasta yang sangat besar dan umumnya erja gka pe dek ya g telah e iptaka ketidaksta ila . Hal i i mungkin
saja diperburuk oleh rasa percaya diri yang berlebihan, bahkan cenderung mengabaikan, dari para menteri dibidang ekonomi maupun masyarakat
perbankan sendiri dalam menghadapi besarnya hutang swasta pada masa pra-krisis moneter tersebut.
Selain itu, pada masa tersebut pemerintah Indonesia seperti tidak memiliki mekanisme pengawasan terhadap hutang yang dibuat oleh sektor swasta di
Indonesia. Setelah krisis berlangsung, barulah disadari bahwa hutang swasta tersebut benar-benar menjadi masalah yang serius. Antara tahun 1992 sampai
dengan bulan Juli 1997, 85% dari penambahan hutang luar negeri Indonesia berasal dari pinjaman swasta (World Bank, 1998). Alasannya mungkin saja
karena banyak kreditur asing pada saat itu memiliki antusiasme yang tinggi dalam meminjamkan modalnya kepada perusahaan-perusahaan (swasta) di
negara yang memiliki inflasi rendah, memiliki surplus anggaran, mempunyai tenaga kerja terdidik dalam jumlah besar, memiliki sarana dan prasarana yang
memadai, dan menjalankan sistem perdagangan terbuka, segala hal yang dimiliki Indonesia pada masa itu.
Kondisi krisis finansial tersebut diperparah pula oleh kondisi politik di Indonesia. Pada tahun 1998 krisis ekonomi bercampur ketegangan politik luar biasa
saat rezim Soeharto hendak tumbang. Begitu sulitnya menumbangkan rezim Soeharto sehingga harus disertai pengorbanan besar berupa kekacauan yang
mengakibatkan pemilik modal dan investor kabur dari Indonesia. Pelarian modal besar-besaran karena kepanikan politik ini praktis lebih dahsyat daripada
pelarian modal yang dipicu oleh pertimbangan ekonomi semata. Karena itu, rupiah merosot amat drastis dari level semula Rp 2.300 per dollar AS
(pertengahan 1997) menjadi level terburuk Rp17.000 per dollar AS (Januari 1998).
Akibatnya sejumlah perusahaan skala besar di Indonesia yang sangat bergantung pada bahan baku dan/atau pemrosesan barang-barang seperti komponen,
dan pinjaman dalam jumlah yang cukup besar pada bank-bank komersil di luar negeri, terpaksa mengurangi atau bahkan menghentikan kegiatan produksi
mereka dikarenakan biaya impor yang melonjak dalam Rupiah dan/atau meningkatnya jumlah rupiah yang dibutuhkan untuk membayar bunga dan

6|

melunasi hutang. Dampaknya, banyak perusahaan besar tutup, dan hal tersebut tentu saja berimplikasi pada turunnya produktivitas perekonomian di
Indonesia dikarenakan berkurangnya jumlah pelaku usaha dalam memproduksi barang dan jasa di Indonesia. Dan dalam 4 dekade terakhir, satu-satunya
titik (dan untuk pertama kalinya sejak tahun 1970) dimana laju pertumbuhan ekonomi Indonesia bernilai negatif/mengalami penurunan, bahkan hingga
mencapai 13% adalah pada tahun 1998.
Gambar 2
Laju Pertumbuhan PDB atas dasar harga konstan (Tahun dasar : 2000)

15,00

10,00

5,00
Krisis Moneter di
Indonesia

0,00

-5,00

-10,00

-15,00
Sumber : diolah dari data BPS Indonesia

Namun perlahan tapi pasti, Indonesia mulai pulih dari krisis moneter 1997 meski prosesnya cenderung lebih lambat dibandingkan negara-negara lainnya di
Asia Tengara seperti Singapura dan Malaysia. Pada tahun 1999 Indonesia mulai memperoleh kembali stabilitas perekonomiannya meskipun nilai PDB ADHK
(tahun dasar 2000)nya masih lebih rendah dibanding tahun 1997. Perekonomian Indonesia mulai mengalami perbaikan, sehingga antara pasca krisis
moneter tahun 1998, laju pertumbuhan ekonomi (sekaligus pengendalian laju inflasi) kembali dapat dikendalikan oleh pemerintah melalui berbagai

7|

instrumen kebijakan. Secara kontras, terdapat suatu perbedaan antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi pada periode sebelum dan sesudah krisis moneter
1997. Pada periode sebelum krisis, sebelum tahun 1997, inflasi walaupun berada di sekitar 11,50% per tahun, tetapi telah menghasilkan pertumbuhan
ekonomi yang tinggi (rata-rata 6,62% setahun). Setelah krisis, walaupun inflasi berhasil diturunkan menjadi rata-rata 8,15% setahun, tapi ternyata
pertumbuhan ekonomi hanya 4,66% setahun. Perbedaan ini diduga akibat perbedaan kebijakan ekonomi yang diterapkan oleh pemerintah antara tahun
sebelum tahun 1997 dan setelah tahun 1998, terutama yang terkait erat dengan usaha memicu pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pada saat
bersamaan menjaga inflasi pada tingkat yang rendah.
Berdasarkan grafik pada gambar 2, terlihat bahwa sejak tahun 2005 hingga tahun 2013, kondisi ekonomi di Indonesia yang diwakili dengan tingkat
pertumbuhan PDB rata-rata mengalami peningkatan hampir selalu diatas 5 %. Namun ada kondisi dimana pada tahun 2008 laju pertumbuhan ekonomi di
Indonesia mengalami perlambatan ketika terjadi krisis ekonomi global pada tahun 2008. Krisis tersebut dikenal sebagai krisis subprime mortgage di Amerika
Serikat. Di mana kredit perumahan di AS diberikan kepada debitur-debitur yang memiliki portofolio kredit yang buruk. Efek domino krisis tersebut pun
berimbas ke benua Eropa dan mempengaruhi kawasan ekonomi dunia lainnya hingga tahun 2012. Namun karena kondisi perekonomian di Indonesia yang
cukup stabil ketika itu, krisis ekonomi global pada tahun 2008 tidak mempengaruhi kondisi perekonomian Indonesia secara signifikan, bahkan kondisi
perekonomian Indonesia tergolong sangat baik dibandingkan kondisi perekonomian di negara Asia Tenggara lainnya (semisal Singapura dan Thailand)
sebagaimana ditunjukkan pada gambar 3 berikut :
Gambar 3 :
Tingkat Pertumbuhan PDB Indonesia dibandingkan Thailand dan Malaysia

Sumber : World Bank

8|

PDB Indonesia berdasarkan komponen pengeluaran

Berdasarkan tabel 1 (halaman 3-4), diperoleh grafik yang mendeskripsikan data PDB Indonesia berdasarkan komponen pengeluaran sebagai berikut :
Gambar 4 : Grafik Pertumbuhan PDB beserta Komponen Pengeluaran (Dalam Milyar Rupiah, Tahun Dasar : 2000)

3.000.000

2.500.000

2.000.000

1.500.000

1.000.000

500.000

-500.000

9|

2013

2012

2011

2010

2009

2008

2007

2006

2005

2004

2003

2002

2001

2000

1999

1998

1997

1996

1995

1994

1993

1992

1991

1990

1989

1988

1987

1986

1985

1984

1983

1982

1981

1980

1979

1978

1977

1976

1975

1974

1973

0

Berdasarkan grafik pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) berdasarkan komponen pengeluaran, terlihat bahwa konsumsi rumah tangga dan lembaga
swasta yang tidak mencari untung (C) sangat dominan kontribusinya terhadap nilai Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia. Laju pertumbuhan konsumsi
rumah tangga makin meningkat setelah tahun 1992 sehingga makin terlihat dominasinya dibandingkan dengan komponen pengeluaran yang lain. Satusatunya titik penurunan konsumsi rumah tangga (dan juga komponen pengeluaran lainnya) terjadi saat krisis moneter pada tahun 2008 sebagaimana telah
dijelaskan sebelumnya pada halaman 6 - 8 pada tulisan ini.
Adapun komponen pengeluaran investasi di Indonesia juga cukup dominan kontribusinya terhadap nilai Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia. Adapun
tingkat pertumbuhan investasi makin meningkat setelah tahun 2008 sebagaimana terlihat pada gambar 4. Sedangkan untuk konsumsi atau pengeluaran
yang dilakukan pemerintah, dari tahun ke tahun peningkatannya hampir linier dengan tingkat kemiringan grafik yang sangat landai (tingkat pertumbuhan
yang relatif kecil). Peningkatan investasi yang cukup tinggi terjadi pada tahun 2010 – 2011 setelah efek krisis ekonomi berakhir sebagaimana terlihat pada
gambar 4.
Sedangkan jika memperhatikan grafik runtun waktu untuk komponen PDB Ekspor Netto (ekspor dikurangi impor), terlihat bahwa nilai ekspor netto sangat
fluktuatif. Bahkan pada tahun-tahun tertentu (awal dekade 80-an yang disebabkan oleh merosotnya harga minyak mentah internasional dan krisis moneter
tahun 1997), nilai ekspor netto di indonesia sempat mencapai nilai negatif (defisit neraca perdagangan). Meskipun demikian, secara umum, nilai ekspor
netto selalu mengalami tren pertumbuhan positif sejak tahun 2004 meskipun pada tahun 2009 sempat mengalami penurunan volume ekspor-impor
dikarenakan krisis ekonomi global pada tahun 2008. Sementara itu, nilai ekpor sekaligus impor yang sebagian besar menunjukan tren positif tidak merubah
neraca perdagangan secara signifikan dikarenakan peningkatan ekspor selalu dibarengi dengan peningkatan impor dengan laju pertumbuhan yang identik.
1.400.000
Gambar 5 : Grafik Pertumbuhan PDB Indonesia untuk komponen Ekspor, Impor dan Ekspor Netto
(Dalam Milyar Rupiah, Atas Dasar Harga Konstan Tahun Dasar : 2000)

1.200.000
1.000.000
800.000
600.000
400.000
200.000

Eskpor (X)

10 |

Impor (M)

Ekspor Netto (X-M)

2013

2012

2011

2010

2009

2008

2007

2006

2005

2004

2003

2002

2001

2000

1999

1998

1997

1996

1995

1994

1993

1992

1991

1990

1989

1988

1987

1986

1985

1984

1983

1982

1981

1980

1979

1978

1977

1976

1975

1974

-200.000

1973

0

Referensi :

http://id.wikipedia.org/wiki/Krisis_finansial_Asia_1997 (diakses pada 12 Sept 2014 Jam 20:35 WIB)
http://www.bps.go.id/ (diakses pada 13 Sept 2014 Jam 18:20 WIB)
http://www.fiskal.depkeu.go.id/2010/edef-konten-view.asp?id=20140305083352871176483 (diakses pada 13 Sept 2014 Jam 13:02 WIB)
http://www.bi.go.id/id/publikasi/laporan-tahunan/perekonomian/ (diakses pada 15 Sept 2014 Jam 13:19 WIB)

11 |

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

Analisis Konsep Peningkatan Standar Mutu Technovation Terhadap Kemampuan Bersaing UD. Kayfa Interior Funiture Jember.

2 215 9

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63