Dari Masa Ke Masa

  

Land Reform

Dari Masa Ke Masa

  

Noer Fauzi Rachman

Pengantar: Ahmad Sodiki

  

Land Reform

Dari Masa Ke Masa Ka t a log P er p u st a ka a n N a sion a l Da la m Ter b it a n (KTD) Ra ch m a n , N oer Fa u zi La n d Refor m Da r i Ma sa Ke Ma sa xviii+ 170 H a la m a n , 14 x 2 1 cm

  I SBN : 9 78 -6 0 2 -18 0 9 9 -0 -7 P e n u l i s : N oer Fa u zi Ra ch m a n

Alih Ba h a sa : Dewi Kartika, Ahm ad Nashih Luthfi, S. Rahm a H.

Ta t a Let a k : Su gen g Riya d i L u k i s a n Co v e r : K u r n i a n t o Ce t a k a n P e r t a m a , 2 0 12 d it er b it ka n p er t a m a ka li 2 0 12 oleh : Sekola h Tin ggi P er t a n a h a n N a sion a l J l. Ta t a Bu m i N o. 5 P o.Box 12 16 Kod ep os 552 9 3 Yo g y a k a r t a Tlp . 0 2 74 -58 72 3 9 Beker ja sa m a d en ga n Sa jogyo I n st it u t e (SAI N S) J l. Ma la b a r 2 2 Bogor 1 6 1 5 1

  

Saya abdikan buku ini untuk

para pejuang keadilan agraria

yang menempuh jalan sunyi maupun yang hiruk-pikuk

  

Pengantar

Ah m a d S o d iki

  ebagai n egara yan g kehidupan rakyatn ya terbesar bersum ber dari pertanian, m aka sudah selayaknya

  S

  b ila keb ija ka n n ega r a m em p r ior it a ska n kep a d a kepentingan rakyat yang jum lahnya terbesar tersebut. Mem baca bu ku Noer Fau zi Rach m an , La n d R eform

  dari M asa ke M asa

  , mengantar kita untuk mengetahui benang m erah cita-cita bangsa yang ingin m elepaskan diri dari belenggu kemiskinan, terutama petaninya, yang oleh pemimpin bangsa ini sejak lama telah dihayati dan dikristalisasi dengan program land reform atau nam a lain yang sem akna. Setelah “Pendahuluan”, tulisan ini kem u d ia n d isa m b u n g d en ga n “La n d Refor m : Da r i Dekolon isa si h in gga Dem okr a si Ter p im p in ” d a n bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan ten tan g Kebijakan Reform a Agraria, 20 0 5-20 0 9 dan ditutup dengan “Ringkasan”.

  Sejarah berulang kembali, jika pada masa kolonial rakyat kecewa karena begitu banyak konsesi perkebunan yang diberikan oleh negara pada pemilik modal dan telah m en d esak kepen tin gan r akyat yan g ber basis h u ku m Land Reform Dari Masa Ke Masa

  dihadapkan pada hal yang serupa. Hak-hak asli rakyat yan g berdasarkan hukum adat sem akin terdesak dan sekarang dalam posisi defensif m elawan hak-hak baru berdasarkan ketentuan hukum tertulis yang diberikan oleh n egar a, yan g ter cer m in dalam ber bagai kon flik agraria di seluruh wilayah In don esia. H al in i san gat ironis dengan Penjelasan Undang-undang Pokok Agraria (UUP A) 19 6 0 ya n g t ela h m en geca m p er a t u r a n p er u n d an g-u n d an gan kolon ial kar en a m en gan d u n g d u alism e h u ku m yan g tid ak sesu ai d en gan cita-cita persatuan bangsa dan tidak menjamin kepastian hukum bagi r akyat asli. Pen gu lan gan kem bali itu ber wu ju d kon flik h u ku m a gr a r ia n a sion a l (d a la m a r t i lu a s termasuk hukum kehutanan, perairan dan pesisir pantai, m in er a l d a n ga s b u m i) ya n g d ib u a t oleh n ega r a berhadap-hadapan dengan hukum-hukum rakyat (adat) yan g secara form al dilin dun gi oleh UUPA. In i berarti telah m un cul “dualism e h ukum ” dalam ben tuk bar u “state-law ” dan “adat law s”.

  Dalam buku ini terungkap terjadinya pengabaian terh adap h ak-h ak agraria yan g berbasis h ukum adat ser t a h a k-h a k b a r u ya n g b er d a sa r ka n p er u n d a n g- un dan gan agraria dalam ran gka pelaksan aan lan d re- form . Sebaliknya negara dengan kelengkapan penegak h u ku m n ya lebih m em en t in gkan h ak-h ak bar u yan g m endukung kepentingan pem ilik m odal besar. Hal ini t ela h m elest a r ika n kon flik ya n g b er kep a n ja n ga n , mengoyak persatuan bangsa, tidak menjamin kepastian h ukum yan g tak pern ah jeda an tara n egara, pem ilik modal dan rakyat sepanjang sejarah agraria Indonesia.

  Berbagai program land reform dan sejenisnya layu sebelum berkem bang. Berbagai peraturan hukum yang ber m aksu d m en gatu r lebih lan ju t lan d r efor m yan g m em ih ak pada kepen tin gan ter besar r akyat (petan i)

  Pengantar Ahmad Sodiki

  hutan, lautan, sumberdaya mineral mulai ditebang dan dikuras habis. Lalu apakah yang tersisa untuk anak cucu kit a ? Noer Fa u zi Ra ch m a n d a la m b u ku in i t ela h m en gu n gka p keb en a r a n seja r a h wa la u p u n p a h it d ir a sa ka n u n t u k r a kya t t a n i t a k b er t a n a h , n a m u n kebenaran itu tetap ada gunanya agar para pengam bil kebijakan pertanahan tidak menambah dan mengulang kesalahan sejarah serta dosa-dosa baru. Im Gebirge der

  W a h r h eit k let t er st d u n ie Um son st

  d em ikia n ka t a Nietzsche, terjemahan bebasnya: Engkau tidak akan sia- sia dalam m enanjaki gunung Kebenaran.

  

Ah m a d S o d iki

  Guru Besar Hukum Agraria pada Un iversitas Brawijaya, Malan g, d a n H a kim p a d a Ma h ka m a h Konstitusi Republik Indonesia

  

Land Reform Dari Masa Ke Masa

Daftar Isi

  vii Pengantar Ahmad Sodiki ...................................... xi Daftar Isi .............................................................. xiii Daftar Tabel ......................................................... xv Pengantar Penulis dan Ucapan Terima Kasih .....

  1 I . Pendahuluan .............................................

  I I . Land Reform: Dari Dekolonisasi Hingga

  7 Demokrasi Terpimpin ................................

  15 I I I . Penghapusan Azas Domain Negara ..........

  IV. Kebijakan Awal untuk Mengatasi

  21 Ketidakadilan Agraria ................................

  V. Bagaimana Perkebunan Kolonal Tidak Menjadi Program Redistribusi Tanah,

  25 1960-1965 ? ................................................

  VI. Bagaimana Hutan Dipisahkan Dari Tanah Pertanian dan Tanah Kehutanan Tidak Menjadi Target Program Land

  33 Reform , 1960 -1965 ? ................................

  VII. Kebangkitan dan Kejatuhan Land Reform, 4 7 1960-1965 ..................................................

  VI I I . Rejim Otoriter Suharto dan Paradigma-

  57 paradigma Ekonomi yang Bersaing ..........

  63 IX. Tanah untuk Pembangunan .....................

  X. Pembentukan Kebijakan, Manajemen dan

  73 Administrasi Pertanahan Pro-Pasar ..........

  XI. Kampanye Mempromosikan Land Reform

  Land Reform Dari Masa Ke Masa

  XI I . Yang disebut “Reforma Agraria”, 2005- 2009 ...........................................................

  XI I I . Akhir Dari “Reforma Agraria”, 20 0 9- 20 12 ...........................................................

  XI V. Ringkasan .................................................. Epilog: Pem erintah Sebagai Pengurus Rakyat..... Daftar Pustaka ...................................................... Indeks .................................................................... Biodata Singkat Penulis .........................................

  10 1 115 121 127 14 7 165 169

Daftar Tabel

  Tabel 1. Peringkat 10 kelompok besar usaha perkayuan m enurut pem egang HPH 43 1994/ 95 dan 1997/ 98 ........................ Tabel 2. Wilayah hutan yang dikuasai oleh

  46 Perhutani ............................................ Tabel 3. Batas-batas m aksim um atas kepem ilikan tanah m enurut UU

  49 No.56/ 1960 ......................................... Tabel 4. Redistribusi tanah diJ awa (1962-

  55 1968) ................................................... Tabel 5. J enis-jenis utam a hak tanah yang diberikan untuk proyek pem bangunan di Indonesia (1969-

  67 1982) ................................................... Tabel 6. J umlah dan luas ijin lokasi yang dikeluarkan oleh BPN (sampai

  J anuari 1998) untuk lima provinsi di

  72 J awa ................................................... Tabel 7. J um lah sertifikat tanah yang dikeluarkan oleh Indonesian Land

  Administration Project 1995-20 0 1 di

  77 lima provinsi di J awa.......................... Tabel 8. Perbandingan arah kebijakan untuk

  Pem baruan Agraria dan arah kebijakan Pengelolaan Sum ber Daya

  Land Reform Dari Masa Ke Masa

  tercantum dalam Ketetapan Majelis Perm usyawaratan Rakyat RI No IX/ 20 0 1.............................................

  96 Tabel 9. Identifikasi tanah-tanah terlantar di sem ua provinsi sebagaim ana didata oleh BPN tahun 20 0 8....................... 110

  Tabel 10 . jum lah sertifikat tanah yang dihasilkan 20 0 5-20 0 8 ...................... 114

  

Pengantar Penulis dan

Ucapan Terimakasih

  i tahun 1999, penulis menerbitkan buku Petani dan

  Pen guasa

  , Perjalanan Politik Agraria Indonesia

D

  (Yogyakarta: Pustaka Pelajar bekerjasama dengan Insist Press dan Konsorsium Pembaruan Agraria), yang saat ini sudah tidak tersedia lagi di penerbit maupun toko buku.

  Da la m b er b a ga i kesem p a t a n , p en u lis m em p er oleh in for m a si ya n g m en ggem b ir a ka n h a t i, b a ik seca r a langsung dari sejumlah dosen maupun melalui silabus- silabus yang penulis temukan melalui penelusuran atas situs-situs maya berbagai perguruan tinggi, bahwa buku itu pernah, dan sebagian m asih, dipakai sebagai buku pegan gan / rujukan pada m ata kuliah yan g berken aan dengan hukum/ kebijakan/ politik/ studi agraria di Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Diponegoro (UNDIP), Universitas Brawijaya (UB), dan lainnya. Tem a dan kandungan buku Petani

  dan Penguasa

  yang m enyajikan uraian politik agraria Land Reform Dari Masa Ke Masa Land Reform dari Masa ke Masa

  ini. Namun, topik dan rentang waktu dari buku kecil ini lebih fokus pada proses- proses kebijakan land reform 1945-2009. Kecuali bagian Epilog, keseluruhan isi buku kecil ini bersumber dari bab 2, 3 dan 4 dari disertasi penulis “Resurgence of Land Reform

  Policy a n d Ag r a r ia n M ov em en t in In d on esia

  ” yan g disajikan sebagai bagian dari syarat untuk memperoleh gelar PhD dalam bidang Environmental Science, Policy, and Management (ESPM) di University of California, Ber- keley, 2011.

  Pendidikan doktoral telah m em ungkinan penulis m em iliki pan dan gan yan g lebih luas dan m en dalam mengenai topik ini, termasuk melalui penelusuran atas sumber-sumber informasi baru, dan lebih dari itu adalah m en gem ban gkan p em ah am an yan g lebih m u m p u n i m elalui kuliah-kuliah dan kesem patan diskusi-diskusi den gan para profesor pem bim bin g dan tem an -tem an sesama mahasiswa. Tidak mungkin rasanya menyebut satu persatu mereka yang telah berjasa sehingga memungkinkan p en u lis d ap at m en jalan i p r ogr am d okt or al h in gga m en yelesaikan d iser t asi t er sebu t . Nam u n , d alam kesem patan ini perlu m enyebutkan bahwa pendidikan doktoral ini tidak mungkin terwujud tanpa kebaikan hati dari Nancy Peluso, profesor di bidang ekologi politik di Uni- versity of Californ ia, Berkeley. Beliau bersam a-sam a pembimbing lainnya, yakni Prof. Gillian Hart, Prof. Michael Watts, Prof. Kate O’Neil dan Prof. Louise Fortmann, secara

  istim ew a

  membimbing penulis untuk menjadi ilmuan yang m u m p u n i p ad a bid an g ekologi p olit ik, st u d i-st u d i pembangunan, gerakan sosial pedesaan, dan khususnya debat-debat klasik dan kontemporer tentang land reform d an p er soalan agr ar ia. Mer eka bagaikan “lam p u mercusuar” bagi penulis yang tengah berlayar di dunia akademik, yang pada berbagai kesempatan mengarungi

  Pengantar Penulis dan Ucapan Terimakasih

  wilayah yang tak diinginkan. Penulis berencana mengolah keseluruhan disertasi itu untuk menjadi buku tersendiri di kemudian hari.

  Pen u lis m en yeger akan u n tu k m em pu blikasikan bagian-bagian tertentu dari disertasi itu menjadi buku kecil ini karena, selain untuk m engisi “kekosongan” bacaan bermutu yang ringkas mengenai rute perjalanan land re- for m sejak In d on esia m er d eka, ju ga d ikar en akan permintaan teman-teman di organisasi-organisasi yang m en sp on sor i p en er bit an bu ku in i, yan g h en d ak menggunakan buku ini sebagai bahan bacaan, termasuk dalam kegiatan-kegiatan kursus dan pelatihan yang mereka selenggarakan. Penerbitan buku ini dimungkinkan atas dukungan organisasi-organisasi di mana saya berkiprah, yakn i: Kon sor siu m Pem bar u an Agr ar ia (KPA), Perhim pun an un tuk Pem baruan H ukum berbasiskan Masyarakat dan Ekologis (HuMa), Lingkar Pem baruan Desa dan Agraria (Karsa), Sajogyo Institute (Sains), dan Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN).

  Buku kecil ini tidak mungkin hadir tanpa andil dari berbagai pihak. Soegianto dan Ahmad Nashih Luthfi telah menerjemahkan sebagian dari bab-bab original disertasi itu . Selan ju tn ya Dewi Kar tika d an Siti Rah m a Mar y H erawati telah m em baca dan m en gusulkan sejum lah perubahan versi awal atas terjemahan bahasa Indonesia itu, untuk kemudian penulis sendiri memeriksa kembali n askah itu, m en gedit dan m en uliskan ulan g sebagian naskahnya. Secara utuh, naskah buku ini telah dilengkapi pen ulis den gan tam bah an -tam bah an in for m asi yan g diperlukan, dan lebih penting lagi telah dikerangkakan kem bali agar bisa din ikm ati sebagai buku tersen diri. Secara khusus penulis perlu juga menyampaikan terima kasih untuk teman-teman penerbit baru Tanah Air Beta, Usep Setiawan, yang mengusulkan judul “Land Reform Land Reform Dari Masa Ke Masa

  SH, yang berkenan memberi kata pengantar bagi buku ini. Last but not least, penulis ingin menyebut andil tulus dari istri, Budi Prawitasari, dan dua putra kam i, Tirta Wening Rachman dan Lintang Pradipta Rachman, yang m em u n gkin ka n sa ya m em p u n ya i r u a n g d a n wa kt u penyelesaian buku ini.

  J akarta, 12 J anuari 20 12, saat setelah ribuan petani berbon don g-bon don g m en datan gi Istan a Presiden Republik Indonesia, dan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, di J akarta, un tuk m en un tut pelaksan aan reform a agraria, pen ghen tian peram pasan tan ah, dan kekerasan terhadap para petani.

  • - I - Pendahuluan

  Kekuatan -kekuatan sosial y an g bekerja dalam suatu kon jun gtur terten tu bukan lah bersifat acak. M ereka dibentuk dari dan oleh sejarah. Sejatiny a m ereka itu khusus dan spesifik, dan kam u harus m engerti apa dan siapakah m ereka, bagaim ana m ereka bekerja, apa batas-batas dan kem un gkin an -kem un gkin an m ereka, apa dan y an g m ereka dapat dan tidak dapat tunaikan.

  …M aka, apa y ang m enjadi hasil dari pertarungan an tara hubun gan -hubun gan atau k ek uatan - kekuatan y ang saling bertanding satu sam a lain bukan lah m erupakan ‘takdir’, sudah diketahui sebelum n y a, dan dapat diram alkan . Segala sesuatun y a bergan tun g pada praktek sosial, den gan m an a pertarun gan atau perjuan gan terten tu berlan gsun g. 1

  (Stuart Hall 20 0 7:28 0 )

  uku kecil in i beran gkat dari pen gam atan Michael Lipton bahwa debat tentang land reform di Negara-

  B

  negara berkembang tetaplah merupakan isu yang hidup dan serin g kali m erupakan “isu yan g pan as m em bara dalam kurun waktu dua puluhan tahun setelah perang 1 Kalim at aslin ya adalah sebagai ber ikut: The social forces at

  

w ork in any particular conjuncture are not random . They are form ed

out of history . They ’re quite particular and specific, and y ou hav e to

un derstan d w hat they are, how they w ork, w hat their lim its an d

possibilities are, w hat they can and cannot accom plish. … But w hat

is the outcom e of the struggle betw een those differen t con ten din g

relations or forces is not ‘giv en’, know n, predictable. It has ev ery -

thin g to do w ith social practice, w ith how a particular con test or Land Reform Dari Masa Ke Masa

  dingin berlalu di tahun 1990-an. Debat tentang land re- form sekarang ini sungguh hidup dan baik. Demikian pula land reform itu sendiri. Dan memang seharusnya demikian” 2

  (Lipton 2009: 322). Dalam karya m asterpiece terbaru itu,

  

Land Reform in Developing Countries. Property Rights and

Pr op er t y W r on g ,

  Lipton m en teorisasi dan m em buat taksonomi praktek land reform di seantero negara yang sedan g berkem ban g. Ia m en defin isikan lan d reform sebagai “perundang-undangan (legislasi) yang diniatkan dan benar-benar diperuntukkan meredistribusi kepemilikan, (m ewujudkan ) klaim -klaim , atau h ak-h ak atas tan ah pertanian, dan dijalankan untuk memberi manfaat pada kaum miskin dengan cara meningkatkan status, kekuasaan, d an p en d ap at an absolu t m au p u n r elat if m er eka, berbanding dengan situasi tanpa perundang-undangan 3 tersebut” (Lipton, 2009:328). Suatu program land reform bukan sekedar memerlukan political w ill yang diwujudkan oleh badan-badan pem erintah. Agar m am pu m encapai tujuan n ya, program lan d reform san gat m em erlukan kekuatan pemerintah yang sanggup memaksa (govern-

  m en t com pulsion

  ) (Thai 1974:15). Land reform bukan hanya kebijakan pemberdayaan (em pow erm ent) bagi para petani pekerja pedesaan, melainkan juga adalah kebijakan penidakberdayaan (disem pow erem ent) para penguasa, pemilik, pengguna, dan pemanfaaat tanah, kekayaan alam dan wilayah, yan g n yata jelas m elan ggar perun dan g- 2 Kalim at aslinya adalah sebagai berikut: In m any dev eloping

  

countries, land reform is a liv e, often burning, issue tw enty y ears

after the end of the cold w ar. The debate about land reform is alive

a n d w ell. So is la n d r efor m itself. An d they shou ld be (Lipton ,

2 0 0 9 : 3 2 2 ) . 3 Kalim at aslin ya adalah sebagai berikut: legislation in ten ded

and likely to directly redistribute ow nership of, claim s on, or rights

to farm land, and thus to benefit the poor by raising their absolute

and relativ e status, pow er, and incom e, com pared w ith likely situa-

  Pendahuluan

  u n d an gan (legislasi) lan d r efor m . J ad i p em er in t ah dipersyaratkan menggunakan kekuatan paksaan yang sah d ar i bir okr asi p em er in t ah an d an h u ku m u n t u k menegakkan perundang-undangan land reform itu.

  Dengan mendasarkan diri pada pengertian demikian itu, penulis memahami land reform sebagai suatu operasi pem erintah yang dijalankan untuk m engubah struktur pen guasaan tan ah dan kekayaan alam yan g tim pan g untuk mewujudkan cita-cita konstitusional mewujudkan keadilan sosial bagi m ayoritas kaum m iskin pedesaan. Pada sisi lain, land reform adalah bagian dari pengakuan Negara atas kedudukan kaum miskin pedesaan tersebut seb a ga i wa r ga n ega r a , d a n seka ligu s m er u p a ka n pem en u h an kewajiban Negar a m elalu i bad an -bad an pemerintah untuk memenuhi hak-hak warga negaranya.

  Lan d r efor m d i m asa In d on esia m er d eka telah berulang kali keluar-masuk dan tampil ke dalam arena kebijakan pertanahan nasional. Naskah ini memusatkan perhatian pada penjelasan cara bagaimana land reform keluar-masuk arena kebijakan nasional itu berubah-ubah dari waktu ke waktu, term asuk dalam periode setelah jatuhnya rejim otoriter Suharto pada tahun 1998. Meski kerangka umumnya adalah proses kebijakan pada skala nasional, namun penulis, di sini, hanya akan fokus pada pengalaman implementasinya di pulau J awa.

  Bu ku kecil in i seked a r m en gga m b a r ka n r u t e p er ja la n a n keb ija ka n la n d r efor m In d on esia p a ska kolonial (1945-20 0 9), yang tentunya melintasi berbagai konjungtur politik yang berbeda-beda. Untuk memahami masuk dan keluarnya land reform dalam arena kebijakan nasional Indonesia, penulis akan menunjukkan berbagai kekuatan sosial yang berhubungan dengan kebijakan land reform atau anti land reform. Akan dianalisis bagaimana kekuatan -kekuatan tersebut m un cul atau ten ggelam . Land Reform Dari Masa Ke Masa

  memungkinkannya bekerja, tentu bukanlah sesuatu yang statis, melainkan bergerak dalam ruang politik tertentu, 4 dan berubah dari waktu ke waktu.

  Buku kecil ini secara berurutan akan dimulai dengan babak dekolon isasi yan g dim ulai den gan proklam asi kemerdekaan Republik Indonesia 1945 hingga disahkannya UUPA 1960. Pada mulanya program redistribusi tanah yang dim an datkan UUPA diin spirasikan oleh visi Presiden Sukarno untuk m erom bak struktur agraria feodal dan kolonial secara radikal, dan menciptakan jalan menuju apa yang disebut oleh dokumen Manifesto Politik 1960 sebagai “m asyarakat sosialis In don esia.” Program redistribusi terutama ditargetkan pada tanah-tanah pertanian yang melebihi batas maksimum, tanah absente, tanah swapraja, dan “tanah negara” lainnya.

  Bab selanjutnya akan menguraikan kebijakan anti la n d r efor m set ela h ku d et a a t a s Su ka r n o b er h a sil 5 ditunaikan. Setelah kejatuhan Sukarno yang dramatis di tahun 1966, Presiden J enderal Suharto yang baru naik, d en gan ban tu an p ar a tekn okr at d id ikan Bar at yan g 4 P en u lis m en ggu n a ka n p en d eka t a n kon ju n gt u r a l ya n g

  

d ip elop or i oleh An t on io Gr am sci, m elalu i p an d u an d ar i St u ar t

H a ll (19 9 6 ). Kon sep kon ju n gt u r , m er u ju k p a d a u r a ia n St u a r t

H all, adalah “ran ah yan g kom pleks, spesifik secara historis, atas

seb u a h kr isis ya n g m em p en ga r u h i —d en ga n ca r a -ca r a ya n g

ber beda-beda— sebuah for m asi sosio-n asion al yan g un ik secar a

keselu r u h a n ” (19 8 8 , h a l. 12 7). J a d i, ist ila h kon ju n gt u r

(con ju ct u r e) a d a la h ist ila h ya n g d igu n a ka n u n t u k m en u n ju k

p a d a kon figu r a si d a n in t er a ksi ya n g d in a m is a n t a r keku a t a n

pada m asa kin i, di dalam m an a ragam taktik politik dilan carkan

oleh m a s in g-m a s in g keku a t a n ya n g b er t a r u n g. Seb a ga im a n a

dikem u kakan oleh Gr ossber g, per lu digar is-bawah i ar ti pen tin g

d a r i a n a lisa ka p a n , b a ga im a n a d a n d a la m sit u a si b a ga im a n a

kon ju n gt u r t er sebu t ber ger ak at au m an d eg d ar i sat u babak ke

b a b a k b er iku t n ya , d a n m en ca p a i “keseim b a n ga n a n t a r a ya n g

la m a d en ga n ya n g b a r u ” (2 0 0 6 :5). 5 P er a lih a n keku a sa a n d a r i P r esid en Su ka r n o d iir in gi oleh

  Pendahuluan

  terkenal dengan sebutan “Mafia Berkeley,” melucuti visi sosialis Sukarno, termasuk agenda land reform. Sejak awal kekuasaan Suharto, para teknokrat itu berperan besar mengintegrasikan (kembali) ekonomi Indonesia ke dalam sistem kapitalis dunia (Simpson 20 0 8, 20 0 9), termasuk dengan menjadikan Indonesia sebagai negara penghutang, kelom p ok sasar an d ar i bad an -bad an keu an gan d an pembangunan dunia, termasuk International Monetary

  Fu n d (I M F)

  , Ban k Du n ia, d an n egar a-n egar a Bar at pem beri hutan g in tern asion al. Pem erin tah kem udian m eluaskan konsesi-konsesi pertam bangan, penguasaan n egar a at as t an ah -t an ah keh u t an an , m er evit alisasi perkebun an , dan kem udian m en gem ban gkan proyek- proyek kawasan industri dan permukiman real-estate. Dengan dana hutang dan asistensi teknis internasional, Pemerintah pusat melancarkan program “revolusi hijau”, yang bertujuan untuk memacu produksi beras.

  Babak selanjutnya adalah kebijakan “tanah-untuk- pem bangunan”, yang berpokokkan pem bebasan tanah yan g dispon sori pem erin tah un tuk m elayan i proyek- p r oyek m ilik p em er in t ah m au p u n swast a d i sekt or p er t an ian , agr o-in d u st r i, in d u st r i, d an p er u m ah an . Pemerintah pusat memanipulasi pengertian “fungsi sosial atas tan ah ” sebagai legitim asi m en dukun g kebijakan “tanah-untuk-pembangunan” ini. Setelah itu, di tengah t a h u n 19 9 0 -a n Ba d a n Per t a n a h a n Na sion a l (BPN) menginisiasi program “mempercepat pembentukan pasar

  Su h a r t o m er eb u t p osisi P r esid en u n t u k b er ku a sa sela m a t iga pu lu h du a tah u n sejak tah u n 1967 di Su m ater a, J awa, Bali dan Nu sa t en gga r a . Ra t u sa n r ib u or a n g t ela h d ib a n t a i d a n p u lu h a n r ib u la in n ya d isiksa d a la m p en ja r a t a n p a p u t u sa n p en ga d ila n . H a l it u m em b en t u k t r a u m a ya n g m en d a la m d a n m elekat di in gatan pen duduk di pedesaan J awa selam a puluh an t a h u n , d a n b er h a sil m en cega h m u n cu ln ya a sp ir a si d a n p r ot es Land Reform Dari Masa Ke Masa

  tanah” yang pertama kali diperkenalkan oleh Bank Dunia melalui “proyek administrasi pertanahan”. Selanjutnya, setelah rejim otoritarian Suharto jatuh di tahun 1998, kita m enyaksikan bagaim ana kebijakan land reform m asuk (kem bali) ke dalam proses kebijakan nasional m elalui andil dari kelompok-kelompok gerakan agraria, aktivis- a kt ivis LSM, a ka d em isi ya n g kr it is, d a n p eja b a t pem erintah yang berniat reform is. Tulisan ini ditutup d en ga n su a t u sket sa sin gka t ca r a b a ga im a n a J oyo Winoto, Kepala BPN yang diangkat oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2005, merancang dan m em prom osikan apa yang disebut “Reform a Agraria”, termasuk dengan meletakkannya sebagai “mandat politik, konstitusi dan hukum untuk mencapai cita-cita keadilan sosial” (Winoto, 20 0 7b). Lebih lanjut, secara skem atik ditam pilkan proses-proses kebijakan land reform pada tingkat nasional sehubungan dengan “sektoralisme yang keras” dalam perun dan g-un dan gan dan kelem bagaan pem erin tahan .

  • - II -

  

Land Reform: Dari Dekolonisasi

Hingga Demokrasi Terpimpin

  ukarno, Muhamad Hatta, dan para founding fathers Republik Indonesia lainnya, sangat fasih menjelaskan

S

  kebijakan agraria kolon ial dan akibat-akibatn ya yan g m erugikan m asyarakat petan i dan wilayah pedesaan . Mereka memahami signifikasi historis dari UU Agraria tah un 18 70 (Agrarische W et) sebagai suatu war isan kolon ial Belan da yan g telah m eletakkan dasar-dasar hukum bagi para penguasa kolonial dalam memfasilitasi akum ulasi m odal perusahaan -perusahaan Eropa yan g ber in vestasi d i H in d ia Belan d a d en gan m em ben tu k perkebunan-perkebunan kapitalis untuk memproduksi komoditi-komoditi ekspor. Dari tahun 1870 sampai 1942 for m asi sosial kap it alism e kolon ial H in d ia Belan d a dicirikan terutama oleh lahan produksi komoditi ekspor

  • – sebagian besar gula, karet, dan kopi – untuk melayani kepentingan negara kolonial dan kelas kapitalis Belanda, sehingga surplus kolonial m engalir deras dari Hindia-
  • 6 Belanda ke Belanda. Sistem agraria perkebunan kolonial ditandai terutama den gan paksaan -paksaan ekstr a-ekon om i kh ususn ya dalam rangka pengadaan tanah dan pen yediaan buruh 6 Pen elitian -pen elitian terbaru dari Mark (20 0 1), En g (20 0 2),

      

    Kan o (20 0 9), dan Gordon (20 10 ) m em uat keteran gan kuan titatif Land Reform Dari Masa Ke Masa

      yan g m u r ah (Gor d on 198 2, 20 0 1). Ber d asar kan UU Agraria 1870 berbagai hak konsesi perkebunan diberikan kepada perusahaan asing untuk m em anfaatkan tanah- t a n a h m ilik n ega r a . Pa r a p eker ja d im ob ilisa si d a n dipekerjakan secara paksa oleh pihak perkebunan. Setiap gerakan protes yang m encoba untuk m elawan praktek in i - seb a gia n b esa r d a r i m er eka m en ga m b il ja la n radikalisme millenarianistik – direpresi dengan kekerasan oleh rejim kolonial Belanda di J awa pada abad sembilan 7 belas dan awal dua puluh (Kartodirdjo 1972, 1973, 1984).

      Singgih Praptodihardjo (salah satu perumus UUPA 19 6 0 ) ber p en d ap at bah wa sifat d ar i sist em h u ku m agraria di jaman kolonial adalah untuk melayani modal asing dengan segala cara. Mengutip pendapat Eric J acoby 8 yang ditulisnya di Agrarian Unrest in Southeast Asia,

      Praptodihardjo berpendapat:

      “(p )er kem b a n ga n m od a l-a sin g, seka li la gi: p er kem ban gan m od al asin g, yan g m en jad i p okok tujuan n ya. Perlin dun gan kepen tin gan rakyat tidak lepas dari m aksud untuk kepentingan m ereka juga. Di d a la m p r a kt ekn ya p er lin d u n ga n it u t id a k membawa manfaat, bahkan merugikan karena usaha m em p er ku at p er ekon om ian r akyat yan g m en jad i tugas tiap-tiap pemerintah nasional, tidak dijalankan sem estin ya oleh pem erin tah kolon ial” (1953:54).

      Persepsi semacam itu tersebar di kalangan pemimpin revolusioner yang berjuang untuk kem erdekaan politik I n d on esia , t er m a su k Su ka r n o, ya n g m em a h a m i 7 Pada abad sem bilan belas dan awal dua puluh berbagai bentuk

      

    ger akan p r ot es p et an i m elawan ku asa kolon ial t id ak h an ya

    ber lan gsun g di J awa, tapi juga di n egar e-n egar i ter jajah lain di

    Asia Ten ggara. Lih at J acoby (1961) dan Adas (1979). 8 J acoby m en ulis “m eskipun kebijakan kolon ial Belan da telah

    m en jam in keber ad aan r akyat p r ibu m i sam p ai bat as t er t en t u ,

    kebijakan tersebut telah m en yudutkan n ya ke dalam suatu sektor

    yang sangat terbatas dalam perekonomian Hindia Belanda” (J acoby

      Land Reform: Dari Dekolonisasi Hingga Demokrasi Terpimpin

      kem erdekaan sebagai “jem batan em as“ dim an a “(D)i seberan g jem batan , jem batan em as, in ilah, baru kita leluasa menyusun masyarakat Indonesia merdeka yang gagah, kuat, sehat, kekal dan abadi” (Pidato Sukarno di BPUPKI, 1 J uni 1945 dalam Bahar, dkk. 1995).

      J ep an g m en d u d u ki In d on esia d i t ah u n 19 42, memenjarakan dan membunuh banyak pegawai kolonial Belan d a d alam p r oses ket ika m er eka m en d ir ikan pemerintahan militer yang fasis. Kebijakan politik agraria pemerintahan J epang dicirikan oleh upaya mereka untuk memobilisasi dan mengendalikan rakyat, termasuk dalam usaha produksi pertanian, untuk keperluan ekonomi dan politik perang. Pemerintah memobilisasi rakyat pedesaan di banyak desa-desa J awa untuk menduduki tanah-tanah

      partikelir

      , perkebunan milik asing, dan tanah hutan, dan kemudian menggarap tanah-tanah tersebut menjadi lahan pertanian. Sebagian besar rakyat desa J awa pada awalnya mendukung kebijakan ini, yang dianggap sebagai sebuah awal balas den dam terh adap peram pasan tan ah dan penindasan kolonial Belanda, namun kemudian mereka menyadari bahwa hal ini adalah bentuk penindasan lainnya karena mereka dipaksa harus bekerja dan menyerahkan hasil kerja, makanan dan produk pertanian lain kepada pemerintahan fasis militer J epang (Tauchid 1952, Kurasawa 1988, 1993, Sato 1994, Eng 2008).

      J epang m enyerah kepada tentara Sekutu pada 14 Agustus 1945. Sejumlah pemuda revolusioner memaksa Su ka r n o d a n Mu h a m a d H a t t a m em p r okla m a sika n 9 kem er d ekaan In d on esia. Belan d a m em per tah an kan kla im n ya b a h wa In d on esia m a sih m en ja d i wila ya h jajahan Belanda. Perang revolusioner m elawan tentara 9 Sebuah penjelasan klasik m engenai dinam ika politik di sekitar

      n asion alism e dan r evolu si In don esia, lih at Kah in (1951). Un tu k Land Reform Dari Masa Ke Masa

      Seku t u b er la n gsu n g sa m p a i p er u n d in ga n d en ga n Belanda dilakukan pada tahun 1949 di Hague, Belanda, dim ana Konferensi Meja Bundar (KMB) m enghasilkan suatu perjanjian (lihat selanjutnya uraian pada bab V).

      Selama dekade pertama setelah revolusi dari tahun 1949-1959, Indonesia menganut sistem politik demokrasi liber al m ulti-par tai. Man uver -m an uver par tai-par tai politik dan berbagai pem berontakan daerah m em buat pem erin tahan n asion al tidak stabil. Selam a sem bilan tahun sistem parlementer Indonesia memiliki sembilan perdan a m en teri den gan kabin et yan g berbeda-beda.

      Kepala Staf AD, J enderal Nasution, m enyim pulkan di tahun 1959 bahwa sistem demokrasi liberal multi-partai di Indonesia “hanya m elahirkan kekacauan.” Sukarno m en ga n d a lka n d u ku n ga n t en t a r a u n t u k m er ed a m pem berontakan daerah di J awa dan pulau-pulau luar, u n t u k ka m p a n ye m ilit er m ela wa n Bela n d a u n t u k merebut Papua Barat, dan “konfrontasi” dengan Malay- sia. Setelah Sukarno m em berlakukan keadaan darurat peran g (SOB, staat v an oorlog) pada tahun 1957 dan m em ulai apa yan g disebut Lev (1996) sebagai sebuah babak Transisi Menuju Dem okrasi Terpim pin (Transi-

      t ion t o Gu id ed Dem ocr a cy

      ). En am t ah u n d i bawah keadaan darurat m iliter (1957-1963) m em un gkin kan ten tar a u n tu k m en jad i sebu ah keku atan politik d an ekon om i, ter m asuk m em per oleh ken dali atas sem ua p er keb u n a n -p er keb u n a n ya n g seb elu m n ya m ilik Belanda (Lev 1963, Sundhausen 1982).

      Pada tahun 1959 dengan dukungan penuh dari elit ten tara, Sukarn o m em bubarkan Kon stituan te, sebuah komite nasional yang terdiri dari perwakilan partai politik yang bekerja selam a ham pir em pat tahun (1956-1959) un tuk m en yusun kon stitusi Republik In don esia yan g baru. Nam un , setelah kon stituan te m en galam i suatu

      Land Reform: Dari Dekolonisasi Hingga Demokrasi Terpimpin

      pada 5 J uli 1959 menyatakan pemerintahan kembali ke UUD 1945 yang pada dasarnya memberi kekuasaan yang sangat besar pada Presiden (Nasution 1992). Sukarno m en d ekla r a sika n “Dem okr a si Ter p im p in ”, seb u a h bangunan politik di m ana partai-partai politik tunduk p a d a keku a sa a n P r esid en d a la m h u b u n ga n ya n g t er kor d in a si, d a n b u ka n su a t u h u b u n ga n ya n g kon fr on t at if d en gan d an an t ar p ar t ai-p ar t ai p olit ik (Su ka r n o 19 59 d ir u ju k oleh Ca ld well d a n Ut r ech t 10

      1979:167). Kem udian , Sukarn o m em ben tuk Majelis Per m u sya wa r a t a n Ra kya t Sem en t a r a (MPRS) ya n g kem u d ian m em u t u skan Su kar n o sebagai Pem im p in 11 Besar Revolusi Indonesia.

      Sukarno m engabdikan Dem okrasi Terpim pin-nya untuk mewujudkan apa yang ia sebut dengan “Sosialisme Indonesia”, di mana ia menghadirkan (kembali) gagasan “Revolu si” u n t u k m er eor ga n isa si n ega r a d a n m a sya r a ka t , seb a ga im a n a d ikem u ka ka n n ya seca r a eksplisit dalam pidato yang berjudul Manifesto Politik,

      Pen em uan Kem bali R ev olusi Kita

      . Melalui pidato in i Sukarno menjelaskan prinsip-prinsip dan tujuan-tujuan dari revolusi yang berjalan secara bersama-sama dalam setiap bagian m asyarakat In don esia (dalam struktur politik, struktur ekonomi, hubungan sosial, budaya, dan bahkan di dalam kehidupan rakyat). Sukarn o berkata b a h wa cit a -cit a d a r i Revolu si a d a la h (a ) u n t u k m en dirikan sebuah kesatuan n egara yan g dem okratis d an m en yatu kan sem u a war ga n egar a In d on esia ke 10 H er ber t Feith m en yim p u lkan bah wa Dem okr asi Ter p im p in

      m er u p a ka n seb u a h p r od u k in t er a ksi a n t a r a Pr esid en d a n elit t en t a r a , “d en ga n P r esid en m en yed ia ka n id eologi d a n t en t a r a m en yed iakan m esin ot or it as yan g koer sif” (19 6 2:6 0 2). 11 Ket et a p a n MP RS Nom or I I I / MP RS/ 19 6 3 t en t a n g Pen gan gkatan Pem im pin Besar Revolu si In don esia Bu n g Kar n o Land Reform Dari Masa Ke Masa

      dalam wilayah In don esia dari Saban g (di pulau Wee, bagian utara Sumatra) sampai Merauke (di Pulau Papua, d ekat d en gan p er batasan Pap u a Nu gin i); (b) u n t u k menciptakan sebuah masyarakat yang adil dan makmur yang m enyediakan ruang bagi setiap warga negaranya un tuk m en capai kebutuhan spiritual m ereka; an d (c) untuk mendirikan persahabatan antara Indonesia dengan semua negara di dunia, khususnya dengan negara-negara Asia-Afrika, dengan tujuan m em bangun sebuah dunia baru yan g bebas dari im perialism e dan kolon ialism e, sebagai sebuah persyaratan dari perdamaian dunia yang len gka p (Su ka r n o 19 59 seb a ga im a n a d ir u ju k oleh Caldwell dan Utrecht 1979:108).

      Su k a r n o t e la h b e r u s a h a k e r a s m e m o b ilis a s i “sem u a keku at an -keku at an r evolu sion er ” d i bawah “satu kepem im pinan pusat yang efektif,” yaitu dirinya sendiri. Kekuatan revolusioner paling penting saat itu ad alah Par tai Kom u n is In d on esia (PKI), yan g sejak Dipa Nusan tara Aidit m en gam bil alih kepem im pin an par tai in i di tah un 1951, PKI telah m en gem ban gkan s e b u a h s t r a t e gi p e r ju a n ga n p a r le m e n t e r u n t u k m e m e n a n gk a n p e m ilu , d a n b e r a k a r lu a s d a la m or gan isasi-or gan isasi m assa, ter u tam a d i p ed esaan . Keber h asilan PKI di bawah Aidit itu bisa dijelaskan dalam tiga faktor yang terkait: (1) penekanan pada m obilisasi petani dan perjuangan untuk land reform dalam mengembangkan teori dan program partai;

      (2) teknik organisasi yang diterapkan untuk m erekrut pendukung partai di daerah pedesaan; (3) pen elitian m en gen ai kon d isi-kon d isi petan i d an kepem ilikan tanah yang dilaksanakan oleh kader- kader partai (van der Kroef 1963:54).

      PKI dan berbagai organisasi m assanya, term asuk

      Land Reform: Dari Dekolonisasi Hingga Demokrasi Terpimpin

      Bar isan Tan i In d on esia (BTI), bisa m em p er lu as keanggotannya secara cepat. Sebagaimana dijelaskan oleh Karl Pelzer, “BTI mengklaim memiliki jumlah keanggotaan sebanyak 800.000 pada Maret 1954 dan sekitar 2.000.000 pada April 1955. Pada waktu pemilu di akhir tahun 1955 sekretariat BTI melaporkan jumlah keanggotaan mencapai sekitar 3.30 0 .0 0 0 ” (198 2:45). Pada Pem ilu 1955 PKI memperoleh 16,4 persen suara dengan 6.117.0 0 0 suara. Posisi pertama ditempati oleh Partai Nasional Indonesia (PNI) dengan 22,3 persen suara (8.435.000); posisi kedua diduduki oleh Masyumi (partai Islam modern) dengan 20,9 persen suara (7.904.000); dan posisi ketiga adalah NU (partai Islam tradisional) dengan 18,4 persen suara (6,955.000).

      Setelah “Tran sisi m en uju Dem okrasi Terpim pin ” (19 57-19 59 ) P KI m en ja d i leb ih t er ga n t u n g p a d a Su ka r n o. Su ka r n o m em b a n t u P KI u n t u k m ela wa n musuh politik partai tersebut, khususnya Angkatan Darat (AD) dan partai-partai Islam. PKI secara sistematis telah m em obilisasi petan i m elalui kam pan ye “tan ah un tuk 12 pen ggar ap.” Sebagaim an a d ilapor kan oleh van d er

      Kroef (1960 ), Kongres Nasional PKI yang keenam pada tahun 1959 secara resm i m engakui buruh tani sebagai “kekuatan pokok dari revolusi Indonesia” bersama-sama 13 d en ga n kela s b u r u h . Di sisi la in , Su ka r n o a d a la h pemimpin revolusioner nasionalis yang menganggap PKI sebagai partai terdepan untuk gagasan-gagasan politik 12 Un t u k p en jela sa n ya n g leb ih ja u h , lih a t Mor t im er (19 72); Ed elm a n (19 8 7:9 6 -9 3 ); H u izer (19 74 , 19 8 0 :6 4 -12 7). 13 Meskip u n bu r u h tan i d igam bar kan sebagai keku atan d asar dari revolusi Indonesia,” PKI berpegang teguh bahwa “kelas buruh

      h a r u s m em im p in p er ju a n ga n r a kya t keselu r u h a n ,” kh u su sn ya bah wa “kelas p eker ja h ar u s m em ban t u p er ju an gan bu r u h t an i u n tu k m en d ap at tan ah ” (d iku tip d alam van d er Kr oef 1960 :6). Un t u k p en jela sa n ya n g leb ih p a n ja n g m en gen a i h u b u n ga n a n t a r a PKI , b u r u h t a n i, d a n la n d r efor m , lih a t va n d er Kr oef Land Reform Dari Masa Ke Masa

      d an am bisin ya u n t u k r ad ikalisasi m assa In d on esia,

      m achtsvorm ing

      (pembentukan kekuatan), menuju revolusi (Gunawan 1973). Pada 17 Agustus 1960 , sebulan sebelum UUPA disahkan, Sukarno membuat sebuah pidato yang berjudul

      “Laksana Malaekat y ang Meny erbu dari Langit. Jalan Rev olusi Kita.

      ” Ia m enyebutkan sebuah rencana untuk m en gesah kan UUPA 1960 , yan g dian ggap sebagai “kemajuan paling penting dalam revolusi Indonesia.” Ia mendefinisikan UUPA sebagai sebuah basis hukum untuk perubahan revolusioner dalam hubungan-hubungan agraria kolonial dan feodal. Ia m enem patkan golongan petani, bersama-sama dengan buruh, sebagai sokoguru revolusi. Slogan-slogannya yang terkenal antara lain adalah “tanah tidak

      boleh m enjadi alat penghisapan”,

      “tanah untuk penggarap”,

      

    “tanah untuk m ereka yang benar-benar m enggarap tanah”,

      dan “Revolusi Indonesia tanpa land reform adalah sam a saja

      … om ong besar tanpa isi.”

      Sukarno pun mengutip laporan FAO tahun 1951 mengenai land reform bahwa “kerusakan- kerusakan dalam struktur agraria, dan khususnya dalam sistem kepemilikan tanah, menghalangi peningkatan standar hidup dari petani gurem dan buruh tani, dan menghalangi pembangunan ekonomi” (FAO 1951 sebagaimana dikutip oleh Sukarno 1960:460-461).

      Pemerintahan Sukarno percaya bahwa UUPA 1960 akan memecahkan masalah-masalah agraria yang berasal dari kebijakan kolonial dan sisa sisa feodalism e, dan akan meletakkan fondasi bagi ekonomi nasional. Mereka percaya – menggunakan kata-kata dari pakar land reform, Eric Jacoby:

      ... solu si d ar i p er m asalah an tan ah ad alah sebu ah p er sya r a t a n u n t u k p er wu ju d a n ya n g p en u h a t a s a sp ir a si-a sp ir a si n a sion a l ... d a n , sa m p a i b a t a s t er t en t u , m er u p a ka n ku n ci u n t u k p em b a n gu n a n ekonom i dan sebuah re-organisasi m asyarakat yang

    • - III -

      

    Penghapusan Azas

    Domein Negara

      zas dom ein negara, sebagaimana tercantum dalam UU Agraria 1870 dan juga dalam UU Kehutanan 1874,

    A

      1875 dan 1897, menyatakan bahwa semua tanah yang tidak mempunyai status kepemilikan sesuai dengan hukum Barat akan dianggap sebagai milik negara. Sebagai akibatnya, sem u a t an ah yan g d it elan t ar kan at au t id ak d ip akai (tergolong yang disebut w oeste gronden), dan tanah yang tidak m em punyai hak kepem ilikan pribadi (eigendom ) akan diberlakukan sebagai milik negara. UU Agraria 1870 disah kan den gan sebuah gagasan bah wa pem erin tah Bela n d a h a r u s m em b u ka H in d ia Bela n d a t er h a d a p investasi asing, dan bahwa Belanda dan kelas kapitalis Er op a m em iliki h a k-h a k u n t u k b er in vest a si d a n memperoleh surplus-surplus kolonial dari Hindia Belanda. Selama lebih dari tujuh puluh tahun (1870-1942) “dom ein negaratelah menjadi sebuah konsep legal-politis yang h egem on ik m ela ya n i p em er in t a h kolon ia l u n t u k m em fasilitasi perusahaan -perusahaan kapitalis Eropa d en ga n h a k-h a k u n t u k m en ggu n a ka n t a n a h (erfpachtrecht) selama tujuh puluh lima tahun.

      UUPA 1960 mengganti azas dom ein negara dengan sebuah kon sep politico-legal baru yan g disebut “H ak Menguasai dari Negara” (HMN). UUPA itu merupakan Land Reform Dari Masa Ke Masa

      dasar negara Republik Indonesia, 14 dan pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi “(b)um i, air, dan kekay aan

      

    a la m y a n g t er k a n d u n g d i d a la m n y a d ik u a sa i oleh

    N eg a r a d a n d ip er g u n a k a n sebesa r -besa r n y a u n t u k

    kem akm uran raky at.

      ” H ak Men guasai dari Negara (H MN) m erupakan wewenang pemerintah pusat untuk:

      (a) m en gatu r , m er en can akan dan m en ata alokasi, p en ggu n aan , p en yed iaan , d an p em elih ar aan d ar i bumi, air, dan udara; (b) menentukan dan mengatur h ubun gan -h ubun gan h ukum an tara rakyat den gan b u m i, a ir , d a n u d a r a ; d a n (c) m en en t u ka n d a n m en ga t u r h u b u n ga n -h u b u n ga n h u ku m d i a n t a r a rakyat dan juga tindakan-tindakan hukum yang terkait dengan bumi, air, dan udara (pasal 2 UUPA 1960 ).