SPP 2013_10 Recent site activity teeffendi

Kedudukan Kejaksaan
dalam Sistem Peradilan
Pidana

Sejarah Kejaksaan
Lembaga kejaksaan yang kita kenal saat ini
memiliki sejarah panjang mulai dari masa
kolonial, penjajahan Jepang sampai dengan saat
ini. Jaksa yang kita kenal saat ini berasal dari
bahasa Sansakerta, Adhyaksa yang baik dahulu
maupun sekarang selalu dihubungkan dengan
bidang penegakan hukum, namun dalam
hubungan yang agak berbeda saat ini.

Sejarah Kejaksaan (lanjutan)
Kata Adhyaksa dapat diartikan, antara lain:
• Superintendant atau superintendance;
• pengawas dalam urusan kependetaan, baik agama Budha
maupun Syiwa dan mengepalai kuil-kuil yang didirikan di
sekitar istana, disamping itu juga bertugas sebagai hakim dan
berada di bawah perintah serta pengawasan mahapatih;

• Adhyaksa diartikan sebagai hakim sedangkan
Dharmaadhyaksa sebagai opperrechternya;
• Adhyaksa sebagai rechter van instructie bijde landraad yang
kalau dihubungkan dalam dunia modern saat ini sama dengan
jabatan sebagai hakim komisaris
(Lihat Marwan Effendy, 2005: 57)

Sejarah Kejaksaan (lanjutan)
Istilah Adhyaksa berganti menjadi Jaxa pada era VOC,
kemudian dilanjutkan pada pemerintahan Hindia Belanda.
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, jaksa berada di
bawah Residen atau Asisten Residen dan bukan di bawah
Prosecureur General, dan pejabat jaksa ini hanya dikenal di
Jawa.
Di Sulawesi Selatan dahulu tidak dikenal pejabat yang
bertugas sebagai jaksa dan polisi seperti sekarang ini.
Tugas-tugas demikian dilakukan oleh para Kepala Adat dan
orang yang merasa dirugikan.
(Lihat Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika, 1987: 17)


Sejarah Kejaksaan (lanjutan)
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, Belanda
mengambil alih lembaga penuntut umum ini dari
Perancis dan memasukkannya dalam undang-undang
hukum acara pidananya (1838) yang berdasarkan
Inlandsche Reglement (IR) tahun 1848 diterapkan pula
di Indonesia.
Setelah kemerdekaan, dengan Maklumat Pemerintah
Republik Indonesia tanggal 1 Oktober 1945, Kejaksaan
dikembalikan ke Departemen Kehakiman, sedangkan
Kepolisian termasuk dalam Departemen Dalam Negeri.

Tugas Utama Kejaksaan
Tugas dan wewenang jaksa secara normatif diatur
dalam Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004, Pasal
30. Tugas dan wewenang tersebut antara lain:
1. Di bidang pidana;
2. Di bidang perdata dan tata usaha negara;
3. Di bidang ketertiban dan ketentraman umum.


Tugas Utama Kejaksaan
(lanjutan)
1.

Di bidang pidana;
a. Melakukan penuntutan;
b. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap;
c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana
bersyarat, putusan pidana pengawasan dan keputusan lepas
bersyarat;
d. Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan
undang-undang;
e. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan
pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang
dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.

Tugas Utama Kejaksaan
(lanjutan)
2. Di bidang perdata dan tata usaha negara, Kejaksaan dengan kuasa khusus

dapat bertindak di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama
negara atau pemerintah;
3. Di bidang ketertiban dan ketentraman umum, Kejaksaan turut serta
menyelenggarakan kegiatan:
a. Peningkatan kesadaran hukum masyarakat;
b. Pengamanan kebijakan penegakan hukum;
c. Pengamanan peredaran barang cetakan;
d. Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat
dan negara;
e. Pencegahan dan penyalahgunaan dan/ atau penodaan agama;
f. Penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal.

Hubungan antara Kejaksaan
dengan POLRI
1.

2.
3.
4.
5.


6.

Memeriksa dan meneliti berkas dengan memberikan saran
perbaikan (Pasal 110 KUHAP);
Menerima berkas perkara dari penyidik (Pasal 110 KUHAP);
Mengembalikan berkas perkara yang kurang lengkap
kepada penyidik (Pasal 110 ayat (2) KUHAP);
Memberikan petunjuk atas berkas perkara yang belum
lengkap (Pasal 138 ayat (2) KUHAP)
Memberitahukan dihentikannya penuntutan (Pasal 140
ayat (2) KUHAP);
Mengajukan praperadilan atas penghentian penyidikan
(Pasal 77 KUHAP)

Hubungan antara Kejaksaan
dengan Pengadilan
1.
2.
3.

4.

Permohonan perpanjangan penahanan (Pasal
25 ayat (2) KUHAP);
Melimpahkan perkara dengan permintaan
untuk diperiksa (Pasal 137 KUHAP);
Melaksanakan penetapan hakim (Pasal 14
huruf j KUHAP);
Melaksanakan putusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap (Pasal 270 KUHAP)

Hubungan antara Kejaksaan
dengan Advokat
1.

2.

3.

Peringatan atas penyalahgunaan wewenang

advokat dalam pembicaraan dengan tersangka
(Pasal 70 ayat (2) KUHAP);
Mengawasi pembicaraan advokat dengan
tersangka jika peringatan tidak dihiraukan
(Pasal 70 ayat (3) KUHAP);
Mengikuti pembicaraan tersangka dengan
advokat jika masih ada pelanggaran (Pasal 70
ayat (4) KUHAP);

Hubungan antara Kejaksaan
dengan RUTAN
1.
2.
3.
4.

5.

Menyampaikan surat penahanan terdakwa (Pasal 19 ayat
(4) PP 27/ 1983);

Menerima tembusan dari kepala RUTAN berkaitan dengan
daftar tahanan tiap bulan (Pasal 19 ayat (5) PP 27/ 1983);
Menerima pemberitahuan dari kepala RUTAN terkait masa
penahanan terdakwa (Pasal 19 ayat (5) PP 27/ 1983);
Memberikan ijin kepada terdakwa melalui kepala RUTAN
untuk meninggalkan RUTAN sementara waktu (Pasal 19
ayat (8) PP 27/ 1983);
Memberikan ijin berkunjung bagi keluarga terdakwa
dengan syarat ditentukan oleh kepala RUTAN (Pasal 20 ayat
PP 27/1983)

Hubungan antara Kejaksaan
dengan LP
Mengirimkan tembusan berita acara putusan
pengadilan kepada kepala LAPAS (Pasal 278
KUHAP).
Khusus untuk jenis pidana mati, kejaksaan
merupakan pihak yang melakukan eksekusi namun
dalam pelaksanaannya kejaksaan dibantu oleh regu
tembak dari satuan BRIMOB.

Tata cara tentang eksekusi pidana mati diatur
tersendiri.

Hubungan antara Kejaksaan
dengan RUPBASAN
1.

2.

3.

Menyampaikan surat penyerahan yang sah kepada
kepala RUPBASAN (Pasal 27 ayat (4) PP 27/ 1983);
Menyampaikan surat permintaan penggunaan
benda sitaan untuk keperluan penuntutan (Pasal
28 ayat (1) PP 27/ 1983);
Menerima laporan triwulan tentang benda sitaan
(Pasal 29 PP 27/ 1983);

Daftar Bacaan

1. Marwan Effendy, Kejaksaan RI: Kedudukan dan
Fungsinya dari Perspektif Hukum, 2005;
2. Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika, Mengenal
Lembaga Kejaksaan di Indonesia, 1987
3. KUHAP;
4. PP nomor 27 tahun 1983