B. Definisi Psikologi Kognitif (1)

B. Definisi Psikologi Kognitif
Psikologi Kognitif merupakan salah satu cabang dari psikologi umum yang mencakup
studi ilmiah tentang gejala-gejala kehidupan mental atau psikis yang berkaitan dengan cara
manusia berfikir, seperti dalam memperoleh pengetahuan, mengolah kesan yang masuk melalui
penginderaan, menghadapi masalah atau problem untuk mencari suatu penyelesaian, serta
menggali dari ingatan pengetahuan dan prosedur kerja yang dibutuhkan dalam menghadapi
tunututan hidup sehari-hari.
Cabang ilmu psikologi ini khusus mempelajari gejala-gejala mental yang bersifat kognitif
dan terkait dengan proses belajar mengajar di sekolah, yang memiliki hubungan erat dengan
psikologi belajar, psikologi pendidikan dan psikologi pengajaran. Pengetahuan dan pemahaman
tentang proses belajar tidak hanya menerangkan mengapa siswa berhasil dalam proses balajar,
tetapi juga membantu untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam prose situ dan sekali
terjadi kesalahan selama periode belajar, untuk mengoreksinya.
Kehidupan mental atau psikis mencakup gejala-gejala kognitif, efektif, konatif sampai
pada taraf psikomotis, baik dalam berhadapan dengan diri sendiri maupun dengan orang lain.
Gejala-gejala mental-psikis ini dapat dibedakan dengan yang lain dan dijadikan objek studi
ilmiah sendiri-sendiri, tetapi tidak pernah dapat dipisahkan secara total yang satu dari yang
lainnya. Oleh karena itu, psikologi kognitif tidak hanya menggali dasar-dasar dari gejala yang
khas kornitif, tetapi juga meninjau aspek kognitif dalam gejala mental yang lain, seperti apa
penafsiran dan pertimbangan yang menyertai reaksi perasaan (afektif) dan keputusan kehendak
(konatif). Siswa disekolah berperasaan sambil belajar dan berkehendak serta bermotivasi sambil

belajar, dapat diselidiki dengan cara bagaimana berfikir dalam berbagai wujudnya ikut
megnambil bagian dalam berperasaan dan berkehendak. Namun, dalam bagian ini tekanan
diberikan pada analisis tentang cara berfikir itu sendiri karena perilaku internal inilah yang
paling mendasar dalam belajar di sekolah.
Seiring dengan berkembangnya psikologi kognitif, maka berkembang pula cara-cara
mengevaluasi pencapaian hasil belajar, terutama untuk domain kognitif. Salah satu
perkembangan yang menarik ádalah revisi “Taksonomi Bloom“ tentang dimensi kognitif.

Anderson & Krathwohl (dalam wowo 1999) merevisi taksonomi Bloom tentang aspek kognitif
menjadi dua dimensi, yaitu: proses kognitif dan pengetahuan. Dimensi pengetahuan berisi empat
kategori, yaitu Faktual, Konseptual, Prosedural, dan Metakognitif, Dimensi proses kognitif
terdiri

dari

Mengingat,

Pemahaman,

Penerapan, Analisis,


Evaluasi

dan

Membuat.

Kesinambungan yang mendasari dimensi proses kognitif diasumsikan sebagai kompleksitas
dalam kognitif, yaitu pemahaman dipercaya lebih kompleks lagi daripada mengingat, penerapan
dipercaya lebih kompleks lagi daripada pemahaman, dan seterusnya.

C. Tori-teori Pembelajaran Psikologi Kognitif
Ada beberapa ahli yang belum merasa puas terhadap penemuan - penemuan para ahli
sebelumnya mengenai belajar sebagai proses hubungan stimulus-response-reinforcement.
Mereka berpendapat, bahwa tingkah laku seseorang tidak hanya dikontrol oleh reward dan
tingkah laku tindakan mengenal tentang senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan
mengenal atau situasi di mana tingkah itu laku itu terjadi. Dalam situasi belajar, seseorang
terlibat langsung dalam situasi dan memperoleh insight untuk pemecahan masalah. Jadi, kaum
kognitifis berpandangan, bahwa tingkah laku seseorang lebih bergantung kepada insight terhadap
hubungan - hubungan yang ada di dalam suatu situasi. Keseluruhan adalah lebih dari bagian

-bagiannya. Mereka member tekanan pada organisasi pengamatan atas stimuli di dalam
lingkungan serta pada faktor - faktor yang mempengaruhi pengamatan.
1. Awal Pertumbuhan Teori-Teori Belajar Psikologi Kognitif
Psikologi kognitif mulai berkembang dengan lahirnya teori belajar Gestalt. Peletak dasar
psikologi Gestalt adalah Mex Wertheimer (1880-1943) yang meneliti tentang pengamatan dan
problem solving. Sumbangannya ini di ikuti oleh Kurt Kaoffk (1886-1941) yang menguraikan
secara terperinci tentang hukuman pengamat, kemudian Wolfgang Kohleelr (1887-1959) yang
meneliti tentang insight pada simpanse. Penelitian – penelitian mereka menumbuhkan psikologi
gestalt yang menekankan bahasan pada masalah konfigurasi, struktur dan pemetaan dalam
pengalaman. Kaum Gestalt berpendapat bahwa pengalaman itu berstruktur yang terbentuk
dalam keseluruhan. Orang yang belajar, mengamati stimuli dalam keseluruhan yang
terorganisasi, bukan dalam bagian - bagian yang terpisah.

Suatu konsep yang terpenting dalam psikologi Gestalt adalah tantang ”insight” yaitu
pengamatan/pemahaman mendadak terhadap hubungan – hubungan antar bagian - bagian di
dalam suatu permastuasi permasalah insight itu sendiri dihubungkan dengan pernyataan spontan
“aha” atau”oh”, see-now”. Kohler (1927) menemukan tumbuhnya insight pada seekor simpan
sedengan menghadapkan simpase pada masalah bagaimana memperoleh pisang yang terletak di
luar kurungan atau tergantung di atas kurungan. Dalam eksperimen itu kohler mengamati bahwa
kadang kala simpase dapat memecahkan masalah secara mendadak, kadang kala gagal meraih

pisang, kadang kala duduk merenung masalah dan kemudian secara tiba – tiba mengemukan
pemecahan masalah.
2. Teori Belajar Cognitive - Field dari Lewin
Bertolak dari penemuan Gestalt Psyhology. Kurt Lewin (1892-1947) mengembangkan
suatu teori belajar cognitive dengan menaruh perhatian kepada kepribadian dan psikologi sosial.
Lewin memandang masing – masing individu beradadidalamsuatumedankekuatan, yang
bersifatpsikologi.Life space mencakup perwuju dan lingkungan di mana individu bereaksi.
Menurut Lewin, belajar berlangsung sebagai akibat dari perubahan dalam struktur kognitif.
Lewin memberikan peranan yang lebih penting pada motivasi dari reward.
3. Teori Belajar Cognitive Develop mental dari Piaget.
Dalam teorinya, Piaget memandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dari
fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak. Piaget adalah seorang psikologi develop mental
karena penelitiannya mengenai tahap – tahap perkembangan pribadi serta perubahan umur yang
mempengaruhi kemampuan belajar individu. Dia adalah salah seorang psikologi suatu teori
komperhensif tentang perkembangan inteligensi. Piaget memakai istilah scheme secara
interchangeablngy, Piaget memakaiistilah scheme secara interchangeably dengan istilah struktur.
Scheme adalah pola tingkah laku yang dapat diulang. Scheme berhubungan dengan dengan:
-

Refleksi- refleksi pembawaan: misalnya bernapas, makan minum.


-

Scheme mental: misalnya scheme of class fication, scheme of operation (pola tingkah

laku yang masih suka diamati seperti sikap), dan scheme of operation (pola tingkah laku yang
dapat diamati). Menurut Piaget, inteligensi itu sendiri terdiri dari tiga aspek,
a) Struktur, disebutjuga scheme seperti yang dikemukakan di atas.
b) Isi, disebut juga content yaitu pola tingkah laku spesifik tatkala individual menghadapi sesuatu
masalah.

c)

Fungsi, disebut juga function yang berhubungan dengan cara seseorang mencapai kemajuan
intelektual. Fungsi itu sendiri. Fungsi itu sendiri terdiri dari dua macam fungsi invariant yaitu
organisasi dana daptasi.

-

Organisasi: berupa kecakapan seseoraang/organism dalam menyusun proses-proses fisik dan


-

psikis dalam bentuk sitem-sistem yang koheren.
Adaptasi yaitu adaptasi individu terhadap lingkungannya.Adaptasi ini terdiri dari dua macam



proses komplementer yaitu: asimilasi dana komondasi.
Asimilasi: proses pengunaan struktur atau kemampuan individu untuk menghadapi masalah



dalam lingkungannya sedangkan,
Akomondasi proses perubahan respons individu terhadap stimuli lingkungan.
.

4. Jerome Bruner dengan Discovely Learning-nya
Yang menjadiakandasar ide J.Brunerialahpendapatdari Piaget yang menyatakan bahwa anak
harus berperan secara aktif didalam belajar di kelas. Untuk itu Bruner memakai cara dengan apa

yang disenutnya discovery learning yaitu dimana murid mengorganisasi bahan yang dipelajari
dengan suatu bentuk akhir. Banya kpendapat yang mendukung discovery learning itu,
diantaranya J.Dewey (1933) dengan complete art of reflective activity. Atau terkenal dengan
problem solving. Didalamnya buku itu ia melaporkan hasil dari suatu konferensi diantara para
ahli science. Dalam hal ini ia mengemukakan pendapatnya, bahwa mata pelajaran dapat
diajarkan secara efektif dalam intelektual yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
The act of discovery dari Bruner:
1. Adanya suatu kenaikan di dalam potensi intelektual.
2. Ganjaran intristik lebih ditekankan dari pada ekstrinsik.
3. Murid yang mempelajari bagaimana menemukan berate murid itu menguasai

metode

discovery learning.
4. Murid lebih senang mengingat-ingat informasi.

D. Ruang lingkup psikologi kognitif.
Psikologi kognitif merupakan salah satu cabang yang mempelajari studi ilmiah tentang
gejala kehidupan mental/psikis sejauh berkaitan dengan cara berpikir manusia, sperti untuk
memperoleh pengetahuan, mengolah aneka kesan yang masuk melalui penginderaan,

mengahadapi masalah/problem untuk mencari suatu penyelesaian, serta menggali dari ingatan
pengetahuan dan prosedur kerja yang dibutuhkan dalam menghadapi tuntutan hidup sehari-hari.

Studi ini khusus mempelajari gejala-gejala mental yang bersifat kognitif terkait proses belajar
mengajar di sekolah. Gejala-gejala mental/psikis dapat dibedakan satu dari yang lain dan
dijadikan objek studi ilmiah sendiri-sendiri, tetapi tidak pernah dapat dipisahkan secara total
yang satu dengan yang lain.
Kebanyakan psikologi Amerika berpegang pada suatu kerangka teoritis yang dikenal
dengan nama “pemrosesan informasi” yang digambarkan pengolahan kejadian dalam otak,
meliputi langkah pengolahan informasi. Yang dimaksudkan informasi adalah masukan bagi
setiap satuan structural.
Penjelasannya sebagai berikut:
1)

Lingkungan hidup mengeluarkan sejumlah rangsangan, misalnya benda yang kena cahaya
memantulkan gelombang sinar yang dapat dilihat, bunyi radio memantulkan gelombang suara

yang bisa didengar. Menjadi informasi bagi satuan structural yang menangkapnya.
2) Informasi ini ditangkap oleh alat-alat indera yang peka terhadap bentuk energy fisik tertentu,
seperti mata untuk sinar dan kulit untuk sentuhan, diolah dan diubah menjadi pulsa-pulsa

elektrokimia yang dikirm ke pusat-pusat tertentu dalam otak dan akhirnya masuk ke dalam
sistem saraf pusat.
3) Informasi yang ditampung itu disimpan selama waktu yang amat singkat sekali. Sebagian kecil
diterukan ke ingatan jangka pendek untuk diolah lebih lanjut, sedangkan sisanya hilang dan tidak
tersedia lagi untuk pengolahan. Jadi macam informasi dokurangi, atau terjadi seleksi dalam
persepsi
4) Infomrasi yang telah diseleksi masuk ke dalam ingatan jangka pendek. Yang dimaksud dengan
ingatan adalah saat orang memyadari ada sesuatu yang dihadapi, misalnya menyadari sedang
melihat satu nama dengan sebuah nomor telepon, dan buku telepon. Namun, lamanya saat
kesadaran itu amat singkat, kira-kira 20 detik. Informasi yang masuk tadi kemudian menghilang,
kecuali bila tertahan lebih lama kearena mulai iingat-ingta kembali atau diolah untuk diambil
5)

maknanya. Proses penangkapan informasi disebut “rebealsal”.
Hasil pengolahan menjadi masukan bagi ingatan jangka panjang. Namanya demikian karena
informasi yang tersimpan disni bertahan lama sekali, mengkin untuk jangka seumur hidup. Hal
ini tegantung juga dari kualitas pengolahan infrmasi selama dalam ingatan kerja sebelum pindah
ke ingatan jangka panjang. Bilamana informasi tidak tersimpan dalam bentuk sistematika yang
baik, informasi sukar ditemukan dan penggalian tidak berhasil. Dalam keadaan ini, orang


mengatakan “informasi hilang”, padahal tidak demikian, tetapi informasi tidak masuk atau
terlupakan.
6) Informasi yang berasal dari ingatan jangla pendek atau ingatan jangka panjang ditampung dalam
pusat perencanaan yang mempersiapkan masukan ini untuk disalurkan ke unit alat pelaksana,
yang akhirnya akan emberikan jawaban reaksi terhadap lingkngan. Jadi, dalam unit ini terjadi
lagi suatu transformasi yang masuk, yaitu ditentukan bentuk dan wujud bagi jawaban reaksi dan
bagaimana urutan pelaksanaannya.
7) Alat pelaksana meliputi semua otot dan kelenjar, yang mewujudkan jawaban reaksi/lingkungan
sesuai dengan tuntunan dan ketentuan yang doberikan oleh pusat perencanaan.
8) Aliran transformasi informasi sebagaimana berlangsung dalam satuan structural, (2) sampai (7)
secara ideal terorganisir dengan baik, sehingga mencapai suatu sasaran.
9) Sasaran apa yang akan dicapai dan apa makna sasaran itu, terungkapkan dalam harapan tentang
tujuan dalam motivasi yang rata. Ini semua merujuk pada apek kognitif falam berkehendak dan
berkemauan.



Perbedaan antara pengetahuan deklaratif dan pengetahuan procedural
Pengetahuan deklaratif ialah, proses penambahan pengetahuan dengan informasi yang
sedang dipelajari. Pengetahuan deklaratif menyediakan alternatif cara untuk pemanggilan agar

aktivasi menyebar, kedua, menyediakan informasi tambahan yang berguna untuk mengontruksi
jawaban yang tampak. Prinsip penyebaran aktivasi memberikan penjelasan tentang mengapa
yang lebih tepat lebh baik untuk menghafal. Efeknya dalam menghafal sangat baik, karena
memberi informasi baik berupa daftar kata-kata benda, cerita-cerita, teks pelajaran, maupun data
menunjukkan banyak

keuntungan.

Pengetahuan

procedural

ialah, kemampuan

untuk

menganalisis dan mengklasifikasikan pola-pola stimulus internal dan eksternal. Prosedur
unrutan-aksi mendasari kemampuan untuk melakukan urutan operasi terhadap symbol-simbol.
Dalam kenyataan keduanya berinteraksi, baik selama siswa sedang belajar maupun pada
saat menunjukan presatasi sebagai hasil proses belajar. Untuk menerapkan prosedur pada saat
memecahkan suatu soal matematika, siswa dapat menuangkan urutan langkah yang harus
ditempuh dalam beberapa proposisi, bahkan keseluruhan prosedur yang baru saja dikuasai dapat

dituangkan dalam beberapa proposisi (pengetahuan deklaratif) untuk disimpan dalam ingtan
jangka panjang. Namun, perbedaan antara kedua macam pengetahuanitu sebagai perbedaan
antara “apa yang diketahui” dan “mengetahui bagaimana”, berdampak terhadap cara
mendampingi siswa dalam memperoleh kedua macam pengetahuan itu, sebagaimana akan
dijelaskan kemudian. Dengan perkataan lain, perbedaan psikologi mengenai sifat dan ciri has
kedua macam pengetahuan ini membawa akibat terhadap perlakuan didaktis.
Diatas telah dikemukakan bahwa berbagai jaringan proposisi dalam ingatan mewakili
pengetahuan deklaratif. Pengetahuan procedural diwakili dan disimpan dalam bentuk lain, yaitu
terciptakan produksi-produksi (productions). Didalam suatu produksi juga terkandungt gagasan
sebagai lambing mental, tetapi bukan sebagai suatu unit dasar seperti dalam suatu proposisi (ide).
Dalam produksi terkandung keteraturan mengenai “kalau hal ini begini atau begitu (kondisi), lalu
dilakukan kegiatan ini atau kegiatan itu (aksi)” atau “ jika terjadi kondisi tertentu, maka akan
diambil tindakan ini.” Perumusan seperti ini menunjuk pada pengetahuanmengenai bagaiman
sesuatu harus dilakuan, dibuat, dinilai, dipecahkan, dan lain sebagainya. Di sini aktivitas berpikir
seolah-olah diatur, dijalurkan dan disalurkan, sehingga seorang memiliki sejumlah ketentuan
prosedural yang dapat diterrapkan bila diperlukan. Misalnya berlakulah ketentuan kondisi-aksi
sebagai berikut : ”jika lampu lalu lintas menyala merah, kendaraan harus dihentikan dengan
menggunakan rem”. Pengendara speda, becak, sepeda motor dan sopir kendaraan roda empat
akan melakukan sejumlah gerakan (aksi), jika melihat bahwa lampu lalu lintas berwarna merah
(kondisi). Mereka menguasai suatu prosedur dan mengetahui bagaiman harus b ertindak;
pengetahuan tentang “bagaimana itu” disimpan dalam ingatan jangka panjang dalam bentuk
produksi: “jika ……, maka ……,” atau “kalau ….., lalu …..,”. mula-mula orang, sambil masih
mempelajari suatu prosedur, masih harus mengingatkan diri sendiri aan prosedur itu dengan
menggalinya dari ingatan. Tetapi lama kelamaan prosedur menjadi milinya dan berakar, sehingga
pada waktu yang dibutuhkan dapat diterapkan secara otomatis, tanpa pemikiran tentang apa yang
dilakukan dan mengapa dilakukan demikian. Dalam mengerjakan banyak tugas disekolah siswa
yang sudah berpengalaman, dapat bekerja dengan cepat karena sudah menguasai prosedur yang
dibutuhkan; malah dia mungkin tidak menyadari bentuk khas dari produksi. “ jika …., maka
….,” yang tersimpan dalam ingatan. Produksi dapat dituangkan dalam bentuk pengetahuan
deklaratif dan dieksplisitkan dalam suatu perumusan verbal, seperti terjadi bila orang
merumuskan suatu kaidah.

Tentu saja siswa disekolah, apalagi orang dewasa, tidak berbuat hanya berdasarkan
beberapa produksi sederhan yang tersimpan dalam ingatan; tetapi lama kelamaan tercipta
produksi yang banyak sekali, yang saling terkait dan mengarahkan dalam aktivitas berpikir yang
mendasari kegiatan kompleks. Semua produksi dikait-kaitkan melalui apa yang disebut “arus
kontrol” (flow of control), yaitu terdapat suatu rangkaian mata rantai dimana suatu kondisi-aksi
yang pertama menjadi kondisi dalam satuan kondisi-aksi berikutnya, dan seterusya. Misalnya:
“kalau lampu lalu linta sudah menyala hijau, lalu persnelling satu dipasang kembali; jika
persnelling sudah terpasang, maka ditancap gas; jika tancapan gas terlah berhasil menggerakan
kendaraan sampai kecepatan tertentu, maka diganti persnelling sampai yang kedua; dan
seterusnya”. Maka berlangsunglah suatu arus control yang lancer, berjalan otomatis tanpa
disertai taraf kesadaran yang tinggi tentang urutan semua gerakan itu. Dalam mengerjakan
banyak tugas berlangsunglah proses seperti digambarkan diatas, misalnya mengalikan bilangan
11 dengan 99 atau menjumlahkan harga-harga dari sejumlah barang yang dibeli tanpa memakai
kalkulator.
Dalam ulasan diatas telah diuraikan tentang tanggapan sebagai bentuk representasi
mental dari aneka obyek yang dihadapai oleh manusia. Tanggapan adalah suatu gambaran
sensoris (image), yang merupakan gambaran mental tentang sesuatu yang seolah-olah sedang
diamati; maka disebut representasi yang berperaga, yang mempunyai beberapa ciri fisik yang
membentuk suatu kesatuan dan memuat informasi tentang hubungan dalam ruang serta ukuran.
Misalnya, anak yang menyaksikan pacuan kuda dapat membawa pulang gambaran mental
tentang kuda, dengan unsure melihat besarnya tubuh dan panjangnya kaki, mendengar suara
kakinya menyentuh tanah bila berlari cepat, melihat luasnya lapangan rumput, meraba kulitnya
ketika boleh mendekati kuda, dan lain sebagainya. Semua informasi ini dapat tersimpan pula
dalam bentuk jaringan sejumlah proposisi, tetapi bentuk representasi ini tidk begitu “hidup”
seperti bayangan mental dari kuda yang sedang berlari cepat dilapangan rumput yang luas. Mka
tanggapan sebagai representasi mental cocok sebagai cara untuk menyimpan informasi yang
mempunyai mentasi ruang (spatial), paling sedikit berada dalam ingatan kerja dan diolah disitu.
Terdapat banyak indikasi yang membenarkan untuk mengatakan, bahwa orang sering
menggunakan berbagai bayangan mental dalam mengerjakan tugas yang menuntut menetapkan
diri dalam suatu ruang atau menghindari suatu malah didalam pikiran dalam bentuk pengamatan
ruang. Misalnya, seseorang yang baru pulang dari terminal bis dapat ditanya beberapa jalan

masuk terdapat di situ; kemungkinan sangat besar, dia akan membayangkan diri sendiri berdiri
diterminal seperti ntadi dan melihat di sekelilingnya untuk menghitung jumlah jalan masuk.
Demikia pula seorang siswa di sekolah dapat membayangkan suatu segitiga dalam dimensi ruang
dan mengerjakan soal yang ditanyakan mengenai segitiga itu. Sampai berapa jauh informasi
yang diolah dalam ingatan kerja untuk selanjutnya juga akan disimpan dalam bentuk taggapan di
dalam ingatan panjang masih diperdebatkan, tetapi ada berbagai indikasi bahwa informasi
(masukan) yang sangat konkret dan mudah terbayangkan, seperti informasi tentang pacuan kuda
tersebut diatas, lebih mudah digali kembali daripada informasi (masukan) yang sulit
terbayangkan, seperti isi suatu buku mengenai ilmu filsafat. Bagi tenaga pengajar hal ini berarti,
bahwa penggunaan alat pengajaran yang dapat dilihat dan didengar serta anjuran kepasa siswa
untuk membayangkan hal-hal yang sedang dipelajari, kerap membantu untuk nantinya menggali
kembali semua itu dari ingtan jangka panjang.


Cara memperoleh pengetahuan deklaratif dan pengetahuan procedural
Pengetahuan deklaratif adalah pengetahuan bahwa sesuatu adalah begini atau begitu dan
meliputi semua data serta fakta, pengetahuan teoritis, semua pengalaman pribadi serta kesukaan
pribadi yang pernah dimasukan dalam ingatan jangka panjang. Bahwa seseorang memiliki semua
pengetahuan itu dapat dibuktikan dengan menggalinya dari ingatan. “Arsip” pengetahuan ini
ditambah dengam memperoleh pengetahuan yang baru; hal ini merupakan tugas sehari-hari bagi
nsiswa yang belajar disekolah. Selayang pandang semua ini kelihatan biasa-biasa saja dan bebas
dari tantang-tantangan khusus. Namun, dalam kenyataan kerap timbul kesulitan dan tantangan
ada saat pengetahuan baru ditertemukan dengan pengetahuan lama dan pengetahuan lama harus
digali dari ingtan jangka panjang. Dalam kedua hal ini siswa yang sudah mampu berefleksi atas
pengalamannya di sekolah dapat memberikan kesaksian panjang lebar, yaitu tentang kesulitan
mengolah informasin baru dengan baik dan mengingat kembali informasi lam (lupa). Para
psikolog kognitif menaruh perhatian khusus pada struktur dalam ingatan jangka panjang dan
bagaimana proses penggalian berlangsung, serta pada proses mengolah pengetahuan deklaratif
baru dan mengkaitkan dengan pengetahuan lama. Di bawah ini di bahas dahulu beberapa hal
yang menyangkut ingtan jangka panjang, kemudian beberpa hal mengenai pengolahan
engetahuan deklaratif baru. Bagaiman cara diperoleh pengetaguan procedural diuraikan dilain
tempat.

Sala satu cara menggambarkan keadaan didalam igatan jangka panjangialah adanya sejumlah
jaringan proposisi yang yang kait-terkait dan menampung pengetahuan deklaratif, serta adanya
satuan-satuan produksi yang mengandung arsip pengetahuan procedural dan terbesar di antara
proposisi. Di antara semua proposisi dan produksi itu terdapat interaksi, dalam arti produksi
tersimpan dekat pada jaringan proposisi yang ada hubungan dengan produksi itu, misalnya
produksi mengenai cara mengendarai sebuah mobil ditaruh dekat pada jaringan proposisi yang
berisikan pengetahuan tentang kendaraan roda empat. Akhirnya tercipta suatu susunan jaringan
prososisi dan satuan produksi yang sangat kompleks, namun merupakan suatu keseluruhan yang
berstruktur. Harus diingat bahwa gambaran seperti dilukiskan di sini hanyalah merupakan suatu
bayangan mental; belum tentulah bahwa susunan dasar anatomis dalam otak juga demikian.
Kebanyakan jaringan proposisi dalam ingtan jangka panjang berada dalam keadaan nonaktif;
sebagian kecil sedang dalam keadaan aktif karena digali kembali, dan dipindahkan ke ingatan
kerja serta menjadi bagian dari informasi yang sedang diolah/dipikirkan di situ. Telah
ditimbulkan pertanyaan bagaimana caranya proposisi-proposisi tertentu telah diaktifkan dalam
ingatan jangka panjang. Caranya ialah masukan berupa pengetahuan deklaratif baru yang
dieterima dalam ingatan kerja menjadi kunci atau perangsang untuk menggali kembali dalam
ingtan jangka panjang pengetahuan lama yang ada kaitan dengan pengetahuan baru. Mula-mula
hubungan itu hanya dengan sebagian dari informasi yang baru; proposisi yang digali itu
kemudian mengingatkan akan proposisi lain yang mempunyai kaitan; lalu digali lagi proposisi
lain lagi yangrelevan dan terkait, dan seterusnya menurut garis-garis jaringan proposisi yang ada.
Proses ini dapat diumpamakan dengan arus listrik yang mengalir dari tempat yang satu ke tempat
yang lain melalui jaringan kabel yang dipasang. Misalnya masuk informasi baru tentang anak
yang menerbangkan laying-layang diudara; kata “laying-layang” mengingatkan akan fakta
bahwa layang-layang biasanya dibuata dari kayu tipisdan kertas; kata “kayu tipis” mengingatkan
akan bamboo yang dibelah-belah kecil dengan pisau; kata “bambu” mengingatkan akan fakta
bahwa ada bamboo tumbuh di kolam belakag rumah; dan seterusnya. Proses penyebaran ini
disebut “aktivasi” (activation), misalnya seperti yang terjadi dalam berpikir asosiatif dimana kata
yang satu mengingatkan akan kata yang lain tanpa terdapat hubungan logis di antara proposisi
yang terdapat dalam jaringan proposisi; maka aktivasi ini akan mengikuti tali/jalur hubungan
logis itu.

Sebagaiman diurikan diatas, proses peggalian ini dimulai dari munculnya suatu kunci
atau perangsang (cue) yang masuk kedalam ingatan kerja; kunci ini dapat datang dri luar,
misalnya pertanyaan pada lembar soal pada waktu ulangan, tetapi dapat juga datang dari subyek
sendiri, misalnya bilamana siswa sambil mengerjakan soal matematiaka menanyakan kepada
dirinya sendiri rumus yang harus diterapkan. Kemudian melalui aktivasi terjadi penyebaran
sebagaimana digambarkan diatas, sampai informasi yang dibutuhkan berhasil ditemukan. Kalau
informasi tidak berhasil ditemukan, orang akan menciptakan suatu reaksi/ jawaban yang paling
masuk akal (construction) berdasarkan informasi yang dapat digali dan dipikiran logis. Dalam
hal ini terjadi juga apa yang dimaksud “perluasan” (elaboration), yaitu gali pengetahuan
deklaratif (proposisi) yang berkaitan dengan informasi yang dicari dan membantu untuk
menciptakan sendiri suatu reaksi/jawaban. Misalnya, siswa di SMU, paket program matematiaka
dan IPA, ditanyai apa alasan penumpang pesawat tidak boleh menghidupkan radio kecil yang
dibawa dalam tas dan tidak dapat langsung menjawab pertanyaaan itu. Dia dapat mengingat
bahwa pesawat selalu dilengkapi dengan peralatan radio yang canggih; jadi ada dua radio dalam
pesawat, yaitu radio pesawat dan radio miliknya sendiri. Kemudian digali informasi bahwa suatu
peralatan listrik yang sedang hidup menimbulkan medan elektromagnetik; dari situ akhirnya
disimpulkan sendiri bahwa radio miliknya sendiri akan menimbulkan medan elekromagnetik,
yang akan mengganggu opersi radio pesawat sehingga keselamatan pesawat terancam. Maka
perluasan (elaboration) dapat membantu dalam menggali iformasi yang tersimpan dalam ingtan
jangka panjang.
Pengetahuan deklaratif baru diperoleh bilamana suatu proposisi baru dihubungkan
dengan proposisis lama. Menghubung0hubungkan itu berlangsung dalam ingatan kerja ketika
informasi lama dan informasi baru dipertemukan untuk menghasilkan pengetahuan baru, yang
akirnya ditampung dalam propsisi baru dan dimasukan dalam ingtan jangka panjang sebagai
komponen baru dalam jaringan proposisi yang terkait. Misalnya, siswa mencari jawaban atas
pertanyaan mengapa sebuah jeruk yang ditaruh dilemari es beberapa waktu lamanya dan
kemudian diambil, selang beberapa waktu akan terasa basah. Informasi baru yang masuk ke
dalam ingtan kerja ialah kulit jeruk terasa basah karena tetes-tetes air yang melekat pada kulit itu.
Informasi lama yang tersimpan di ingatan jangka panjang ialah fakta bahwa suhu uda yang turun
akan melepaskan uap air yang terkandung didalamnya. Kedua masukan ini dihubungkan satu
sama lain untuk menghasilkan pengetahuan baru, yaitu suhu kulit jeruk yang lebih dingin

dibandingkan suhu udara yang mengelilinginya akan menyebabkan terlepasnya uap air dalam
udara, yang kemudian mengembun dan melekat pada kulit jeruk. Contoh ini sekaligus
mengilustrasika terjadinya perluasa (elaboration) dalam proses pengolahan di ingatan kerja;jadi
kali ini perluasan membantu dalam memperoleh pengetahuan deklaratif baru. Dalam contoh tadi
perluasan berisiskan suatu kesimpulan logis, tetapi perluasan juga dapat berisikan suatu contoh,
pengisian suatu detail, atau suatu tambahan pada materi yang sedang diolah; pada dasarnya,
perluasan menambahkan pengetahuan deklaratif baru pada informasi yang masuk keingatan kerja
dari pusat penampung. Kunci keberhasilan pengolahan masukan melalui proses perluasan
terletak dalam kebermaknaan, artinya perolehan pengetahuan deklaratif baru harus bermakna
karena mempunya kaitan dengan hal-hal yang sudah diketahui. Subyek sendirilah yang bertugas
menciptakan kebermaknaan itu dalam berbagai bentuk, seperti menangkap hu bungan logis,
membuat bagian-bagin atau satuan-satuan, menghubungkan dengan pengalamn hidup seharihari, mencari contoh-contoh, dan lain sebagainya.
Perluasan dan kebermaknaan berhubungan erat dengan organisasi, dalam arti
mengorganisasikan

masukan

baru

dengan

cara

memecahkan

atas

bagian-bagian,

menyistematikanya dalam berbagai kelompok, dan lain sebagainya. Sudah barang tentu bahwa
pengetahuan deklaratif yang sudah dimiliki akan sangat membantu dalam mengadakan
organisasi dan sistematisasi. Semua ini mengkibatkan bahwa proses pengolahan dalam ingtan
kerja menghasilkan sesuatu yang lebih matang, lebih masak dan lebih Nampak kaitanya dengan
pengetahuan yang sudah dimiliki. Di samping itu, mengingat bahwa jumlah materi yang dapat
diolah sekaligus dalam ingtan kerja (=ingtan jangka pendek) terbatas, organisasi membantu
untuk mengurangi jumlah hal yang harus dihadapi dengan membagi-bagi atau menggolonggolongkan. Misalnya, seseorang dihadapkan pada 15 kata untuk dihafal, yaitu kursi, anjing, bis,
sepeda motor, lampu, meja, kucing, sedan, truk, sapi, luwak, karpet, tikus, ikan, dan bajaj. Akan
sulit untuk menghafal 15 kata ini sekaligus, apalagi dalam urutan sesuai penyajian. Akan jauh
lebih mudah dan akan lebih baik hasilnya bila ke-15 kata itu dikelompokan dahulu dalam tiga
kelompok yaitu hewan, alat rumah tangga, dan kendaraan. Yang termasuk kelompok hewan
dipelajari dahulu, kemudia yang termasuk dua kelompok lainya. Dengan demikian 15 hal
dikurangi menjadi tiga hal dasar (clustering), yang satu demi satu dipelajari dan dimasukan
kedalam ingtan jangka panjang. Terdapat banyak indikasi bahwa pengorganisasian dan
sistematisasi selama pengolahan materi dalam ingtan kerja, meningkatkan mutu penyimpanan

dalam ingtan jangka panjang dan mempermudah serta mempertajam penggalian informasi yang
tersimpan, meskipun belum seluruhnya jelas mengapa hal ini demikian.
Uraian tentang perluasan dan organisasi yang disajikan di tas mengundang beberapa
implikasi bagi proses mengjar dan belajar di sekolah. Pertama, perlu diingat bahwa ingatan kerja
terbatas baik dalam kuantitas bahan baru yang dapat dicernakan maupun dalam lama waktunya
yang tersedia untuk pengolahan, sebelum terdesak keluar kedalam ingatan jangka panjang atau
menghilang sama sekali. Bilaman guru mengadakan metode ceramah,banyaklah ide baru yang
disampaikan kepada siswa untuk ditampung dalam sejumlah proposisi, belum tentulah bahwa
semua informasi baru jadi diolah dengan baik karena terlalu banyak yang harus diolah sekaligus,
atau karena siswa mengadakan perluasan spontan pada satu-dua ide dan sudah tidak
memperhatikan ide lainya (jai tidak pernah diolah, jangankan masuk kedalam ingtan panjang;
aka keluar dan menghilang!). maka disarankan supaya jumlah ide yang disajikan dibatasi, antara
lain dengan mengadakan “clustering”, dan mengulang-ulang ide-ide pokok dengan berbagai
cara. Kedua, pada umumnya siswa harus dibantu dalam hal perluasan dan organisasi serta
dirangsang untuk melakukanya. Perluasan dapat ditingkatkan dengan menunjukan hubungan
dengan materi lama yang relevan atau hubungan dengan sesuatu yang relevan di luar bidang
studi, dengan minta siswa untuk membayangkan masukan/informasi baru, dengan menggunakan
media pengajaran audiovisual, dengan mengadakan perbandingan dengan hal yang lain, dengan
menanyakan koneksi yang dibuat oleh siswa sendiri, dengan menyuruh mencari contoh-contoh,
dn lain sebagainya. Organisasi materi dapat ditingkatkan dengan memberikan suatu introduksi
yang memuat garis-garis besar dari materi yang harus dipelajari, dengan menggolong-golongkan
hal-hal tertentu sesuia dengan konsep baru yang harus dipelajari tau konsep lama yang sudah
dimiliki, dengan membuat catatan tentang hal-hal pokok di papan tulis, dengan bertanya-tanya
tentang kesimpulan yang dapat ditarik, dan lain sebagainya. Ketiga, mengingat tuntutan tentang
perluasan, organisasi dan kebermaknaan materi pelajaran, guru harus menentukan apakah bukubuku pelajaran yang digunkan oleh siswa sesuai atau tidak. Belum tentulah bahwa buku
pegangan yang berjudul sebagai “buku pelajaran” memenuhi tuntutan itu.
Seseorang yang sudah ahli dalam suatu bidanng dan yang bukan, dapat dibedakan
terutama berdasarkan pengetahuan procedural yang mereka miliki; yang pertama jauh lebih
mahir dalam menentukan pola-pola umum dan jauh lebih cekatan dalam mengadakan operasi

mental dengan menggunakan lambang seperti kata dan bilangan. Kenyataan ini dapat mudah
disaksikan bila dibandingkan cara beroperasi seorang kampium catur dan seorang amatir,
seorang ahli fisika yang sudah berpengalaman lama dengan seorang mahasiswa ilmu fisika yang
baru mulai studinya, seorang dokter ahli kandungan senior dengan seorang yng masih junior.
Seorang siswa yang masih belajar jenjang pendidikan menengah tidak dituntut unntuk
menunjukan kemahiran yang setaraf dengan seorang ahli dalam bidang ilmu tertentu, tetapi
siswa itu boleh dituntut untuk menguasai kemampuan dasar, seperti barbahas baku dengan tepat,
berhitung dengan tepat dan tahu cara mendekati berbagai persoalan dalam bidang studi yang
digelutinya. Maka, para psikolog kognitif menyelidiki bagaiman pengetahuan procedural
diperoleh dan bagaiman siswa dapat dibantu untuk memperolehnya. Dibedakan antara dua
macam pengetahuan procedural, yaitu tahu cara mengenal suatu pola (pattern-recognition) dan
tahu cara merangkaikan/menguratkan sejumlah langkah operasional terhadap lambing-lambanng
(action-seguence). Kedua macam pengetahuan biasanya aktif bersama sehingga tidak dapat
dipisahkan, meskipun tetap harus dibedakan karena proses belajar yang melandasinya berlainan.
Kedua-duanya dapat dituangkan dalam perumusan: jika…, maka…, atau: kalau…, lalu…; tetapi
apa yang berlangsung dalam alam pikiran subyek tidak seluruhnya bersama. Misalnya, bila orang
sudah mengetahui apa ciri-ciri khas dari suatu computer pada sala satu di antara alat-alat itu.
Cara berpikirnta ialah: kalau saya melihat suatu alat elektronik yang mempunya ciri-ciri… ini…
ini… ini… dan ini, lalu saya akan mengatakan “inilah komputernya” dan mengambilnya. Setelah
ciri-ciri dikenal, diambil kesimpulan bahwa alat itu adalah computer. Pengetahuan procedural
macam ini melandasi kemampuan untuk menggolong-golongkan obyek, seperti terjadi dalam
pembentukan konsep dan penggunaan konsep (pengertian) bila dituntut mengadakan klasifikasi.
Lainkah sifat prestsi bila dirangkaikn suatu urutan lngkah operasionl terhadp lmbang mental
danverbl, misalnya bila seseorang diminta menruh sebuah bola di alas miring, tanpa bola itu
mengelinding ke bawah. Tugas ini dpat dikerjkn dalam pikiran dahulu, kemudian
melaksanakanya. Cara berpikirnya ialah: jika akhirny beda yang bulat ini harus dicegah
menggelinding ke bawah, maka saya akan menaruh bahan pelekat pada alas itu, dan kemudian
menaruh bola diatas lapisan lem, dan kemudian memegang bola itu sampai lem yng mengenai
permukaan bola itu mongering sehingga bola tertahan. Macm pengetahuan procedural ini
melandasi kemampuan untuk melaksanakan suatu rangkaian kegiatan menurut suatu urutan yng
mencerminkn keteraturan, lebih dahulu secara mental dan kemudian juga dalam kenyatan bila

dibutuhkan. Dari kedua contoh itumenjadi jelas pula, bahwa pada pengenalan suatu pola sesudah
kata “maka” atau “lalu” hanya terjadi satu kegiatan yaitu mengklasifikasikan, sedangkanpada
perangkian langkahoperasional terjadi beberppa kegitan.
Banyak pola dipelajari tanpa melalui proses belajar-mengajar yang formal dn langsung,
seperti dpat disaksikan pada nk kecil yang memperoleh mikil kosa-kata yang cukup luas. Anak
belajatr nama-nama yang memang sudah tersedia untuk menunjukan obyek tertentu. Melalui
generalisasi dan diskriminasi anak belajar untuk memberikan reaksi yang sama, yang berupa kata
tertentu, pada aneka obyek yang memiliki beberapa ciri/atribut yang sama. Anak kecil akan
belajar banyak konsep konkret yang menunjukan pada sekian obyek dalamlingkungan fisik;
sejak dia masuk jalur pendidikan formal akan ditambah banyak konsep yang didefenisikan,
sebagaimana telah dijelaskan di bagian B, 3, b dalam Bab ini. Adanya generalisasi menjelaskan
bagaimana orang dapat menggolongkan/mengklasifikasikan contoh-contoh baru dari suatu
konsep, padahl mereka belum pernah menjumpai contoh itu. Dalam contoh yang baru itu dikenal
kembali suatu pola yang sudah dipahami dan diketahui, misalnya mengenal (kembali) suatu
“portable computer” meskipun belum pernah melihat model computer yang msuk dlam koper
kecil. Namun, terdapat juga indikasi bahwa orang mengklasifikasikan bukan berdasarkan
generalisasi, melaikan berdasarkan pencocokan atau analogi (instance matching). Dalam kasus
ini suatu obyek baru dibandingkan dengan beberapa obyek mirip yang sudah dikenal, dan obyek
lama yang menjadi contoh paling mirip dan paling dekat dengan yang baru, digunakan untuk
menentukan golongan t=yang sesuai/cocok untuk obyek baru. Misalnya, orang yang menentukan
seekor seranggga yang belum pernah dijumpainya dan ahkirnya mengklasifikasikan sebagai “
semut” karena paling mirip dengan serangga lain yang dikenal, yang tergolong kelompok semut.
Dalam kenyataan manusia kiranya menggunakan baik generalisasi dengan menyimpan suatu
skema konseptual atau prototipr dalam ingtannya mupun pencocokan atau analogi. Namun,
kemampuan mengadakan klsifikasi secara luas dan mengenal (kembali) pola-pola tertentu,
sangat mendukung kemampuan merangkaikan sejumlah langkah opersional terhadap lambinglambang mental dan verbal. Oleh karena itu, belajar mengenal suatu pola bru dan mengenal
kembali suatu pola lama mendapat perhatian khusus dalam pengajaran di sekolah. Khususny
dalam belajar konsep baru generlisasi dan diskriminasi memegang peranan kunci, sebagaiman
akn diuraikan kemudian.

Bilamana siswa harus mempelajari pola yng baru, mereka sebaiknya dihadapkn pada
sneak contoh yng mengandung ciri/atribut relevan yang sama, meskipun berbeda mengenai
ciri/atribut yang tidak relevan;atau dia memilih buku pelajaran yang menyajikan contoh yang
demikian. Conto uang digunkan harus bervariadi luas dlam ciri/atribut yang tidk relevan. Jangan
sampai terbentuk konsep yang terlalu sempit dan pola yang dipelajari kurng luas. Misalnya
bilaman diajarkan konsep “perawat” di sekolah dassr, janganlah hanya disajikan gambar perawat
wanita atu disajikan cerita tetang wanita saja yang merawat orang sakit. Kalau demikian siswa
akhirnya akan memperoleh suatu skema konseptual tentang perawat yang mesti berjenis kelamin
perempuan; padahal jenis kelamin perempuan bukan ciri/atribut releva untuk seorang perawat.
Disajikannya aneka contoh yang mengena menunjung diadakannya generalisasi, sehingga jajaran
obyek yang tertampung dalam skema konseptual semakin luas. Sebaliknya, diskriminasi
membatasi jajaran obyek itu yaitu mengecualian sejumlah obyek dari skema konseptual yang
sedang dipellajari. Misalnya, bilamana siswa di sekolah menengah sedang mempelajari semua
obyek dapat ditemukan di sebuah gua,dia harus menjaga diri terhadap kekacauan dalam
pengertian dan mengadkan diskriminasi antara stalaktit dan stalagmite. Perlu disajikan
contoh/gambit dari sebuah stalaktit, yang segera diikuti oleh contoh gambar stalagmite. Gambar
yang terakhir adalah suatu noncontoh, artinya contoh yang tidak memiliki ciri/atribut yang khas
bagi suatu stalaktit yaitu berdiri tegak.
J. R. Anderson, aeorang pakaar psikologi kognitif, membayangkan proses belajar
menguasai suatu rangkaian langkah operasional sebagai berikut; uratan langkah yang harus
diambil disajikan kepada dirinya dalam bentuk diskrimanitf, yaitu serangkaian proposisi,
kemudian rangkaian langkah operasional mulai dilaksanakan pelan-pelan; akhirnya berbentuklah
pergantian warna lampu lalu lintas dari merah ke hijau; pasanglah kembali persenelling satu;
tancapkan gas pelan-pelan; gantikanlah persenelling satu ke persenelling dua; dan seterusnya.
Dalam empat langkah ini terdapat empat proposisi yang masing-masing memiliki unsur relasi
dan unsur topik/satuan, yang digali dari ingatan dan yang menyertai/menutnun rangkaian
tindakan yang dilakukan. Komplikasi pengetahuan ini dibayangkan sebagai suatu proses
tersendiri dengan dua unsur yaitu pembentukan prosedur dan komposisi. Dalam pembentukan
prosedur diperoleh pengetahuan deklaratif mengenai urutan operasi yang harus dilakukan.
Komposisi merupakan unsur kedua dalam komplikai pengetahuan. Melalui komposisi
semua langkah dalam keseluruhan rangkaian lagkah operasional dihubungkan satu sama lain.

Kemudian produksi yang ketiga dihubungkan dengan produksi yang baru tadi (hasil produksi
satu dan dua), dan seterusnya. Dalam suatu rangkaia operasi mental terhadap lambang melulu,
seperti kata dan angka, terjadinya komposisi ini sulit dibayangkan, lebih mudah dibayangkan
komposisi ini dalam rangkaian operasi mental yang menyertai fase latihan dalam belajar
keterampilan motorik, di mana ingatan kerja juga sangat aktif. Namun, siswa di sekolah harus
memperoleh sejumlah produksi (pengetahuan prosedual) yang menuntut kemampuan untuk
merangkaikan sejumlah langkah operasional yang berlangsung, belajar menyusun kalimat bahasa
asing menurut kaidah tertentu, dan memperoleh kemahiran dalam membaca.
Belajar pengetahuan prosedual ditunjang melalui latihan. Alasannya ialah pada waktu
diadakan latihan dua mata rantai dari keseluruhan prosedurr atau dua produksi dalam
keseluruhan operasi mental sedang berada dalam ingatan kerja, sehingga dapat diintegrasikan
melalui komposisi sebagaimana dijelaskan di atas. Latihan harus disertai pemberian umpan balik
informatif (feedbackI, yaitu pemberitahuan tentang hasil yang diperoleh sampai sekarang dan
tentang kekurangan yang mungkin masih ada. Diperlukannya latihan dan umpan balik informatif
selama proses penguasaan pengetahuan prosedual berlawanan dengan persyaratan yang berlaku
pada proses belajar pengetahuan deklaratif, di mana latihan dan pemberian umpan balik tidak
dibutuhakan bila tujuannya adalah memahami dengan melalui perluasan dan organisasi. Namun,
latihan dalam memperoleh pengetahuan prosedual harus disertai pengenalan kembali pola-pola
tertentu, supaya penerapan rangkaian langkah operasional tepat dan mengena.


Belajar Memecahkan problem
Selama siswa belajar di sekolah, dia akan dihadapkan pada soal-soal untuk dipecahkan
dan diatasi (problem salving). Tugas mencari penyelesaian atas suatu soal yang pemecahannya
belum diketahui malah merupakan suatu pengalaman di sekolah yang dirancang oleh tenaga pe
ngajar. Para psikolog kognitif menaruh banyak perhatian pula pada proses menghadapi dan
mengatasi suatu soal dengan menggunakan kemampuan berpikir (problem salving). Berkat
kemampuan dalam teknologi elektronika dimungkinkan sekarang untuk merancang studi
penelitian mengenai aspek dalam bergulat mengatasi suatu problem. Meskipun demikian, masih
banyak hal yang belum sepenuhnya jelas, sehingga belum dapat diberikan petunjuk yang pasti
kepada tenaga pengajar tentang bagaimana sebaiknya meningkatkan kemahiran siswa dalam
menyelesaikan suatu problem.Namun, dapat disajikan suatu cara memandang atau suatu model

berpikir tentang menghadapi dan mengatasi persoalan, dan dari situ meunjukkan beberapa
tindakan intruksional untuk disarankan kepada tenaga pengajar.
Menurut pandangan aliran pengolahan informasi (information processing) orang
menghadapi problem bila ada tujuan yang ingin dicapai, tetapi belum ditemukan sarana untuk
sampai pada tujuan itu. Melalui gambaran mental atau melalui proposisi problem
direpresentasikan dalam igatan kerja subyek. Kalau bentuk dan isi representasi itu tepat, yaitu
sungguh-sungguh mewakili problem yang dihadapi, pemecahannya dapat ditemuakan melalui
simpanan informasi yang diaktifkan.
Dalam menghadapi suatu problem orang dapat menggunakan berbagai strategi atau
siasat, yaitu urutan langkah operasional mental tertentu untuk menentukan penyelesaian, strategi
atau siasat itu termasuk pengetahua prosedual dan sekali telah menjadi milik seseorang, dalam
penerapannya tidak diseratai taraf kesadaran yang tinggi. Di antara strategi itu ada yang dapat
dipergunakan secara luas karena tidak terikat pada bidang ilmu atau bidang studi tertentu, ada
pula yang bersifat spesifik karena terikat pada bidang tertentu. Siasat yang bersifat umum ada
yang bercirikan membatasi pencarian pemecehan bilamana kelihatannya terdapat banyak sarana
untuk sampai pada penyelesaian soal, ada pula yang bercirikan memperluas pencarian
pemecehan bila sarana yang telah dipertimbangkan tidak membawa hasil yang diharapkan.
Strategi yang bersifat spesifik berkaitan erat dengan cara merepresentasikan problem dalam
ingatan kerja dan dengan pengetahuan serta pemahaman terstruktur yang dimiliki oleh seseorang.
Bilamana orang dihadapkan pada problem yang pemecahannya sudah diusahakan melalui
berbagai jalan rutin dan belum ditemukan, disarankan, untuk memperluas pencarian pemecahan.
Dua cara yang dapat digunakan ialah berpikir melalui analogi dan merencanakan secara spontan
usul banyak mengenai jalan yang dapat ditempuh (brainstroming).
Oendapat Ellen D. Gagne (1985), berpikir secara analog merupakan suatu siasat pemecahan
problem yang kuat, tetapi akgaknya banyak orang kurang mahir dalam memanfaatkannya,
diduganya bahwa alasannya bahwa alasannya ialah kekurangan dalam pengetahuan deklaratif
dan perbedaan dalam bentuk representasi soal dalam ingatan kerja. Cara yang kedua
(brainstroming) berarti mengemukakan usul pemecahan sebanyak mungkin tanpa menilai derajat
keaktifannya dahulu, kemudian ditetapkan kriteria untuk menilai ektivitas dari usul-usul yang
diajukan. Akhirnya dipilih jalan/sarana pemecahan yang paling baik. Terdapat indikasi bahwa
cara yang kedua ini dapat menghasilkan pemecahan yang lebih baik daripada bila orang sekedar

mencoba-coba saja. Namun, di sini pun disuga kuat bahwa kualitas usul-usul yang diajukan
berkaitan dengan kuantitas pengetahuan deklaratif yang dimiliki seseorang.
E. Fungsi Kognitif Bagi Pribadi Siswa
Melalui fungsi kognitif manusia menghadapi objek dalam bentuk representif yang
menghadirkansemua objek itu dalam kesadaran. Hal ini paling jelas nampak dalm aktivitas
mental berpikir.
1. Tarif inteligemsi daya kreativitas. Istilah “intelegensi” dapat diartikan dengan dua cara, yaitu:
a. Arti luas: kemampuan untuk mencapai prestasi, yang di dalamnya berpikir memegang peranan.
Prestasi itu dapat diberikan dalam berbagai bidang kehidupan, seperti pergaulan sosial, teknis,
perdagangan, pengatyran rumah tangga dan belajar di sekolah
b. Arti sempit: kemampuan untuk mencapai prestasi di sekolah, yang didalamnya berpikir
memegang peranan pokok. Intelegensi dalam arti ini, kerap disebut “kemampuan intelektual”
atau “kemampuan akademik”.
Didalam intelegensi terdapat beberapa komponen, seperti intelegensi sosial, intelegensi
praktis, intelegensi teoritis. Berbagai komponen itu tidak berperan sama besar dalam
memberikan prestasi di berbagai kehidupan, misalnya dalam pergaulan sosial komponen
intelegensi sosial berperan lebih banyak. Komponen atau unsur itu juga tidak sama-sama kuat
dalam intelegensi yang dimiliki seseorang; pada orang A komponen intelegensi lebih kuat. Maka,
mungkin aja bahwa siswa A berprestasi lebih tinggi dalam sebuah bidang studi yang menuntut
banyak pemikiran teoritis, sedangkan siswa B berperstasi lebih tinggi dalam banyak bidang studi
yang bersifat praktis (perbedaan inter-individual). Bahkan, siswa C mungkin lebih tinggi dalam
banyak bidang studi yang kedua (perbedaan antar-individual).
Mengenai hakikat intelegensi, belum ada kesesuaian pendapat di antara para ahli. Variasi
dalam pendapat nampak bila pandangan ahli yang satu dibandingkan dengan pendapat ahli yang
lain, khususnya pendapat dari:
a) Terman: intelegensi adalah kemampuan untuk berpikir abstrak.
b) Thorndike: intelegensi adalah kemampuan untuk menghubungkan reaksi tertentu dengan
perangsang tertentu pula, misalnya orang mengatakan “meja”, bila melihat sebuah benda yang
berkaki empat dan mempunyai permukaan yang datar. Maka, makin banyak hubungan (koneksi)
semacam itu yang dimiliki seseorang, makin intelegensilah orang itu.

c)

Spearman: intelegensi merupakan hasil perpaduan antara faktor umum dan sejumlah faktor
khusus. Faktor umum (faktor g) berperan dalam semua bentuk berprestasi, sedangkan faktorfaktor khusus berperan dalam suatu bentuk prestasi tertentu, seperti berkemampuan bahasa,

bekemampuan matematis.
d) Thurstone: intelegensi merupakan kombinasi dari berbagai kemampuan dasar (primary abilities).
Kemampuan yang bersifat dasar itu disebut “faktor-faktor utama” dan berjumlah tujuh, yaitu
faktor bilangan, ingatan, penggunaan bahasa, kelancaran kata-kata, pemecahan problem,
kecepatan dan ketepatan dalam mengamati, pengamatan ruang, variasi dalam corak intelegensi
e)

pada orang-orang timbul karena variasi dalam perpaduan di antara semua faktor itu.
Guilford: intelegensi merupakan perpaduan dari banyak faktor khusus. Dibedakan antara
dimensi intelegensi: operasi intelektual, materi bagi operasi intelektual, produk yang diperoleh

f)

sebagai hasil dari operasi tertentu terhadapt materi tertentu.
Wechsler: intelegensi adalah kemampuan untuk bertindak dengan mencapai suatu tinjauan,

untuk berpikir secara rasional dan untuk berhubungan dengan lingkungan secara efektif.
g) Binet: intelegensi adalah kemampuan untuk menetapkan dan mempertahankan suatu tujuan,
untuk mengadakan penyususnan dalam rangka mencapai tujuan itu dan untuk bersikap kritis
terhadap diri sendiri.
h) Gardner: mengembangkan pandangan bahwa terdapa