BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lengkung Gigi - Ukuran Lengkung Gigi Rahang Atas dan Rahang Bawah pada Mahasiswa Suku Batak Mandailing di FKG USU
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lengkung Gigi
Lengkung gigi merupakan suatu garis imajiner yang menghubungkan sederetan gigi pada rahang atas dan rahang bawah yang dibentuk oleh mahkota gigi- geligi dan merupakan refleksi gabungan dari ukuran mahkota gigi, posisi dan
6
inklinasi gigi, bibir, pipi dan lidah. Setiap orang mempunyai pola pertumbuhan yang berbeda, sehingga tidak ada manusia yang mempunyai ukuran dan bentuk lengkung
12
gigi yang sama persis. Variasi bentuk lengkung gigi anterior secara kualitatif ialah
oval, tapered, atau square sedangkan secara kuantitatif bentuk lengkung gigi
4 dipengaruhi oleh interkaninus, tinggi kaninus, intermolar dan tinggi molar.
Pertumbuhan maksila dan mandibular berhenti pada usia sekitar 15 tahun untuk perempuan sedangkan laki-laki pada sekitar usia 17 tahun, hal ini berarti
13
pertumbuhan lengkung gigi juga sudah berhenti pada usia tersebut. Penyesuaian lengkung gigi rahang atas dan rahang bawah dalam arah transversal dipengaruhi oleh oklusi gigi desidui posterior sehingga pelebaran lengkung gigi rahang atas ditentukan
12 oleh lebarnya lengkung gigi rahang bawah, bukan sebaliknya.
Selama periode tumbuh kembang gigi geligi terjadi perubahan dan karakteristik dimensi lengkung gigi. Hal ini mengikuti perubahan variabel garis vektor pertumbuhan, perbedaan ukuran gigi sulung dan gigi permanen, perkembangan oklusi, serta fungsi rongga mulut. Perubahan lengkung gigi adalah pertambahan ukuran dimensi lengkung gigi pada masa gigi sulung, gigi bercampur
14 dan gigi permanen.
Perubahan lengkung gigi yang terjadi pada jangka hidup seseorang penting pada klinis kedokteran gigi terutama dalam perawatan maloklusi. Perubahan lengkung gigi ini bukan saja membantu secara klinis dokter gigi dalam perencanaan perawatan tetapi juga membantu menjelaskan kepada pasien tentang perubahan yang
15 mungkin terjadi selama perawatan.
2.2 Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Ukuran Lengkung Gigi
Beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk dan ukuran lengkung gigi yaitu
2,3
genetik, lingkungan, ras dan jenis kelamin. Faktor genetik mempunyai pengaruh penting dalam menentukan variasi ukuran dan bentuk lengkung gigi, tulang alveolar dan tengkorak, maka untuk mendapatkan data yang valid perlu dilakukan penelitian suatu suku dengan keturunan dua generasi yaitu pengambilan sampel dengan melihat kesamaan suku dari orangtua (ayah dan ibu) dan kakek-nenek dari kedua orangtua (ayah dan ibu) sampel. Penelitian Cassidy (1998) menerangkan bahwa hubungan bagian bukal yaitu hubungan molar pertama antara maksila dan mandibular dalam arah sagital pada remaja yang mempunyai hubungan biologis lebih serupa daripada
2 remaja yang tidak ada hubungan biologis.
Faktor lingkungan lebih berpengaruh terhadap ukuran dan bentuk lengkung
2
gigi daripada faktor genetik. Faktor lingkungan tersebut adalah lokasi, makanan,
2,16,17
kebiasaan oral, fisik dan malnutrisi. Perubahan dalam kebiasaan diet seperti tekstur makanan yang lebih halus menyebabkan penggunaan otot pengunyahan gigi berkurang. Akibat pengurangan pengunyahan akan menyebabkan perubahan pada
16,14
perkembangan fasial sehingga maksila menjadi lebih sempit. Kebiasaan oral yang mempengaruhi lengkung gigi antara lain menghisap ibu jari atau jari-jari tangan, menghisap dot, bernafas melalui mulut, dan penjuluran lidah. Hasil penelitian Aznar, Galan, Marin dan Dominguez (2006) menunjukkan kebiasaan menghisap jari untuk jangka waktu yang panjang akan menyebabkan penambahan jarak antara molar mandibular. Mereka juga menyebutkan bahwa kebiasaan menghisap mainan akan menyebabkan pengurangan lengkung gigi maksila terutama di bagian kaninus dan kebiasaan bernafas melalui mulut meyebabkan pengurangan ukuran pada rahang atas
17
dan bawah. Peran kebiasaan oral terhadap perubahan dan karakteristik lengkung gigi tergantung dari frekuensi, intensitas dan lama durasi. Dampak perubahan dapat
14 mengenai seluruh morfologi fasial yaitu gigi, rahang dan skeletal fasial.
Ukuran lengkung gigi pada laki-laki lebih besar dari perempuan, hal ini disebabkan karena laki-laki mempunyai wajah yang lebih besar dan pertumbuhan ke arah transversal yang lebih besar dari perempuan. Lavelle (1971) menyatakan bahwa
perbedaan ukuran lengkung gigi rahang bawah antara laki-laki dan perempuan disebabkan karena adanya faktor kekuatan fungsional, kebiasaan makan, sikap tubuh (cara berjalan) dan trauma yang lebih berpengaruh pada laki-laki daripada
3
perempuan. Otot pengunyahan yang kuat meningkatkan mekanisme pengunyahan rahang dan memicu pertumbuhan sutura dan aposisi tulang yang mengakibatkan
18
peningkatan pertumbuhan rahang. Hal ini didukung oleh penelitian Kiliaridis (2003) terdapat hubungan antara ukuran otot-otot pengunyahan dengan lebar kraniofasial. Hasil penelitiannya didapati bahwa perempuan yang mempunyai otot masseter lebih tebal mempunyai rahang yang lebih lebar dari perempuan yang mempunyai otot
19 masseter yang lebih tipis.
Lavelle (1971) dan Olmez (2011) menyatakan bahwa kelompok ras yang
3 berbeda akan menunjukkan ukuran dan bentuk lengkung rahang yang bervariasi.
Faktor lain yang berpengaruh pada lengkung gigi seperti karies interproksimal dan kehilangan prematur gigi sulung. Karies dan kehilangan gigi molar sulung dapat
2 menyebabkan berkurangnya panjang lengkung gigi.
2.3 Metode pengukuran lengkung gigi
2.3.1 Lebar Lengkung gigi
Raberin (1993) menyatakan bahwa dimensi lengkung gigi permanen terdiri dari tiga ukuran transversal dan tiga ukuran sagital. Menurut Raberin, lebar lengkung
6,10
gigi adalah yang diukur dalam arah transversal yang dikategorikan atas : 1.
L33 yaitu jarak yang diukur antara puncak tonjol kaninus kiri ke kaninus kanan (lebar inter-kaninus) 2. L66 yaitu jarak yang diukur antara puncak tonjol mesio-bukal molar 1 permanen kiri ke molar 1 permanen kanan (lebar inter-molar 1)
3. L77 yaitu jarak yang diukur antara puncak tonjol disto-bukal molar 2 permanen kiri ke molar 2 permanen kanan (lebar inter-molar 2).
Gambar 1. Pengukuran lengkung gigi secara transversal dengan metode Raberin
6,10
Anwar dan Fida (2011) dalam penelitian mereka tentang variasi kesesuaian klinis pada dimensi lengkung dan bentuk lengkung antara berbagai tipe wajah menggunakan metode pengukuran lengkung gigi secara transversal yang sama dengan metode Raberin pada pengukuran dimensi lengkung gigi rahang atas dan bawah.
6,10
Menurut Lindsten (2002), pengukuran lengkung gigi pada masa gigi bercampur pada rahang atas adalah :
16 1.
Puncak tonjol kaninus kanan dan kiri (L33).
2. Puncak tonjol mesiobukal gigi molar pertama permanen kanan dan kiri (L66MB) 3. Fossa sentral gigi molar pertama permanen kanan dan kiri (L66FS).
4. Permukaan palatal gigi molar pertama permanen kanan dan kiri (L66L). Untuk rahang bawah pengukuran dilakukan melalui :
16 1.
Puncak tonjol kaninus kanan dan kiri (L33).
2. Puncak tonjol mesiobukal gigi molar pertama permanen kanan dan kiri (L66MB).
3. Permukaan lingual gigi molar pertama permanen kanan dan kiri (L66L).
Gambar 2. Pengukuran lengkung gigi secara transversal dengan metode Lindsten
16
2.3.2 Panjang Lengkung gigi
Menurut Raberin (1993), panjang lengkung gigi adalah jarak yang diukur dalam arah sagital yang dikategorikan atas :
6,10
1.L31 yaitu jarak yang diukur dari pertengahan insisivus sentralis tegak lurus terhadap garis yang menghubungkan puncak tonjol kaninus kiri dan kanan (kedalaman kaninus).
2. L61 yaitu jarak yang diukur dari pertengahan insisivus sentralis tegak lurus terhadap garis yang menghubungkan puncak tonjol mesiobukal molar 1 permanen kiri dan kanan (kedalaman molar 1).
3. L71 yaitu jarak yang diukur dari pertengahan insisivus sentralis tegak lurus terhadap garis yang menghubungkan puncak tonjol distobukal molar 2 permanen kiri dan kanan (kedalaman molar 2).
Gambar 3. Pengukuran lengkung gigi secara sagital
6,10 dengan metode Raberin.
Hasan N., menggunakan sebuah alat ukur elektronik dengan keakuratan 0,1 mm. Panjang lengkung gigi diukur dari pertengahan gigi insisivus sentralis tegak lurus terhadap garis yang menghubungkan puncak tonjol kaninus dan puncak tonjol disto-bukal gigi molar permanen kedua kiri dan kanan. Raberin (1993) menambahkan dengan mengukur jarak dari pertengahan insisivus sentralis tegak lurus terhadap yang
6,20 menghubungkan tonjol mesio-bukal gigi molar pertama permanen kiri dan kanan.
Menurut Lindsten (2002), pengukuran lengkung gigi pada masa gigi bercampur arah sagital baik pada rahang atas maupun rahang bawah diukur melalui permukaan mesial (titik kontak mesial) gigi molar pertama permanen tegak lurus
16 dengan gigi insisivus interior.
Gambar 4. Pengukuran lengkung gigi secara sagital
16
dengan metode Lindsten
2.4 Suku Batak Mandailing
Penduduk Indonesia termasuk dalam ras Pleomongoloid, sebutan yang diberikan oleh Von Eickstedt untuk ras Melayu. Ras Pleomongoloid ini terdiri atas Proto-Melayu (Melayu Tua) dan Deutro-Melayu (Melayu Muda) yang berasal dari Yunnan di Cina Selatan. Suku-suku yang termasuk Proto-Melayu adalah Batak, Gayo, Sasak, dan Toraja sedangkan yang termasuk Deutro-Melayu adalah orang- orang Aceh, Minangkabau, Sumatera Pesisir, Rejang Lebong, Lampung, Jawa,
11,21
Madura, Bali, Bugis, Manado Pesisir, Sunda kecil Timur dan Melayu. Ciri-ciri jasmani Melayu Tua pada umumnya terdapat pada bentuk kepala yaitu memiliki
21 kepala yang panjang (dolicocephalic).
Suku Batak termasuk bagian dari ras Proto-Melayu merupakan suku terbesar yang menempati Sumatera Utara yang terdiri dari enam sub-group yaitu Toba,
11 Simalungun, Karo, Pakpak, Mandailing dan Angkola.
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS), suku Batak merupakan suku terbesar di Sumatera. Suku Batak Mandailing masuk ke dalam bagian Batak secara luas karena Batak merupakan representasi suku-suku Batak, yang memiliki akar
11
budaya dan wilayah yang sama. Batak Mandailing terdiri dari beberapa kelompok
marga atau clan. Marga-marga tersebut antara lain adalah Lubis, Nasution, Harahap, Hutasuhut, Batubara, Matondang, Rangkuti, Perinduri, Pulungan dan Daulay. Marga- marga mayoritas (paling besar jumlah warganya) yang terdapat pada suku Batak
22 Mandailing adalah marga Lubis dan Nasution.
2.5 Landasan Teori
Pertumbuhan dan Perkembangan Lengkung gigi
Genetik RA dan RB
Lingkungan Kebiasaan oral Malnutrisi fisik
Jenis Kelamin Lebar lengkung gigi
Panjang lengkung gigi Laki-laki Perempuan Ras Metode Pengukuran Lengkung Gigi Metode Raberin (pada masa gigi
Deutro-Melayu Proto-Melayu permanen)
Metode Lindsten (pada masa gigi bercampur) Batak Toba Simalungun Karo Pakpak Angkola Mandailing
2.6 Kerangka Konsep
Genetik Ukuran Lengkung gigi
RA dan RB Pertumbuhan dan Perkembangan
Lengkung gigi RA dan RB Tansversal
Sagital L33 L66 L77 L61 L71 L31
Lingkungan Jenis
Kelamin Ras
Laki-laki Otot masseter Testosterone
Diet
Perempuan Otot masseter Testosterone
Diet Jenis Kelamin