2.1 Teknik Peramalan - Prediksi Jumlah Permintaan Barang Musiman Menggunakan Metode Holt-winters

BAB 2 LANDASAN TEORI Bab ini membahas teori penunjang dan penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penerapan metode Holt-Winters untuk prediksi penjualan barang musiman.

2.1 Teknik Peramalan

  Peramalan atau forecast merupakan suatu fungsi bisnis yang digunakan untuk memperkirakan permintaan dan penggunaan produk sehingga produk-produk tersebut dibuat dalam jumlah atau kuantitas yang tepat (Gaspersz, 2004). Tujuan dari peramalan dalam kegiatan produksi adalah untuk mengurangi ketidakpastian, sehingga diperoleh suatu perkiraan yang mendekati keadaan yang sebenarnya. Kegunaan peramalan tersebut akan terlihat pada saat pengambilan keputusan. Keputusan yang baik adalah keputusan yang didasarkan pertimbangan apa yang akan terjadi pada waktu keputusan itu dilaksanakan.

  Menurut Levine (2002) ada dua pendekatan umum untuk jenis metode peramalan menurut sifatnya, yaitu teknik kualitatif dan teknik kuantitatif. Teknik peramalan kualitatif digunakan saat data historis tidak tersedia, namun metode ini bersifat sangat subjektif dan membutuhkan penilaian dari pakar. Sedangkan teknik peramalan kuantitatif menggunakan data historis atau data masa lalu yang dibuat dalam bentuk angka.

  Dalam peramalan dikenal istilah prakiraan dan prediksi. Prakiraan didefinisikan sebagai proses peramalan suatu kejadian dimasa datang dengan berdasar pada data kejadian itu dimasa sebelumnya. Data masa lampau tersebut secara sistematik diolah bersama dengan suatu metode tertentu untuk memperoleh prakiraan kejadian yang akan datang. Sementara prediksi adalah proses peramalan suatu variabel pada masa yang akan datang berdasarkan pada pertimbangan intuisi daripada data-data sebelumnya, meskipun lebih berdasarkan pada pertimbangan intuisi, namun prediksi juga sering digunakan data kuantitatif sebagai pelengkap informasi dalam melakukan peramalan. (Herjanto, 2006).

  Berdasarkan horizon waktu, peramalan dapat dikelompokkan dalam tiga bagian, yaitu peramalan jangka panjang, peramalan jangka menengah, dan peramalan jangka pendek.

  1. Peramalan jangka panjang, yaitu mencakup waktu lebih besar dari 18 bulan.

  Misalnya, peramalan yang berkaitan dengan penanaman modal, perencanaan fasilitas, dan perencanaan untuk kegiatan litbang.

  2. Peramalan jangka menengah, yaitu mencakup waktu antara 3 sampai 18 bulan.

  Misalnya peramalan untuk perencanaan penjualan, perencanaan produksi, dan perencanaan tenaga kerja tidak tetap.

  3. Peramalan jangka pendek, yaitu untuk jangka waktu kurang dari 3 bulan.

  Misalnya, peramalan dalam hubungannya dengan penjadwalan kerja atau penugasan karyawan.

  Peramalan jangka panjang banyak menggunakan pendekatan kualitatif sedangkan peramalan jangka menengah dan pendek biasanya menggunakan pendekatan kuantitatif.

  Metode peramalan kuantitatif terbagi dalam dua kelompok utama, yaitu metode data time series dan metode kausal. Data tersebut tentunya sangat diperlukan dalam penelitian, maupun pengambilan keputusan. (Winarno, 2007).

  a.

  Data Time Series (Runtun Waktu) Data Runtun Waktu atau Data Time series adalah data yang menggambarkan suatu objek dari waktu ke waktu atau periode secara historis dan terjadi berurutan. (Winarno, 2007). Interval waktu perekaman dapat amat singkat (beberapa bagian dari satu detik saja) dan dapat cukup panjang (harian, mingguan, bulanan, tahunan, dan bahkan puluhan tahun), tergantung dari macamnya data yang direkam. Contohnya adalah data produksi karet dari tahun 2000 hingga 2010, data pergerakan angin dari menit pertama hingga menit ke-30, data jumlah siswa dari tahun 1997 hingga 2012, dan lain-lain.

  Time Series ini mencakup penelitian pola data yang digunakan untuk

  memeriksa apakah data tersebut stasioner atau tidak. Stasioner itu sendiri berarti bahwa tidak terdapat pertumbuhan atau penurunan pada data. Data secara kasar harus horizontal sepanjang waktu. Dengan kata lain fluktuasi data tetap konstan.

  b.

  Data Causal (Data Kausal) Metode peramalan kausal mengembangkan model sebab-akibat antara permintaan yang diramalkan dengan variabel-variabel lain yang mempengaruhi. Contohnya adalah, jumlah permintaan baju baru bisa saja berhubungan dengan jumlah populasi, rata-rata pendapatan masyarakat, jenis kelamin, musiman atau bulan-bulan khusus (hari raya, natal, tahun baru). Data dari variabel tersebut dikumpulkan dan dianalisa untuk menentukan keakuratan dari model peramalan yang diusulkan. Metode ini biasa dipakai untuk dengan kondisi dimana variabel penyebab terjadinya item yang akan diramalkan sudah diketahui. Dengan adanya hubungan tersebut, output dapat diketahui jika input diketahui.

  Yang terpenting dalam suatu deret berkala (time series) adalah mempertimbangkan jenis pola data. Menurut Makridakis (1999) pola tersebut dapat dibedakan menjadi empat : 1.

  Pola Data Horizontal Pola Data Horizontal adalah pola data yang terjadi jika data berfluktuasi di sekitar nilai rata-rata yang konstan. Tipe ini pada data runtun waktu disebut

  stationary . Sebagai contoh penjualan tiap bulan suatu produk tidak meningkat

  atau menurun secara konsisten pada suatu waktu dapat dipertimbangkan untuk pola horizontal. Contoh pola data seperti ini dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Data Time Series Dengan Pola Horizontal (Tanjung, 2012)Gambar 2.1 menunjukkan grafik jumlah penjualan beras pada sebuah usaha pengecer beras selama satu tahun. Dapat dilihat pada grafik bahwa jumlah penjualan

  beras pada satu tahun tersebut berfluktuasi di sekitar nilai rata-rata yang konstan, yakni sejumlah lima karung beras. Pola data seperti ini juga biasa dijumpai pada jenis barang kebutuhan pokok lainnya, seperti gula, telur, dan lainnya.

2. Pola Data Trend

  Pola Trend terjadi apabila data menunjukkan pola kecendrungan naik atau turun atau bahkan konstan untuk jangka waktu yang panjang. Contoh pola data seperti ini dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.2 Data Time Series Dengan Pola Trend (Tanjung, 2012)Gambar 2.2 menunjukkan grafik produk domestik bruto (Gross Domestic Product) yakni jumlah nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit

  produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun. Pada

Gambar 2.2 tampak pola kenaikan untuk jangka waktu yang panjang yang dimulai dari tahun pertama hingga tahun ke-11. Jumlah produk nampak meningkat dari rata-

  rata lima ribu ditahun pertama dan meningkat hingga bernilai rata-rata tiga puluh ribu di tahun ke-11.

3. Pola Data Musiman

  Pola Musiman terjadi apabila dalam data terlihat pola perubahan yang berulang secara otomatis dalam suatu interval tertentu. Hal ini terjadi karena dipengaruhi oleh faktor musiman seperti faktor cuaca, musim libur panjang, musim tahun ajaran baru, hari raya keagamaan yang akan berulang secara periodik tiap tahunnya. Pola musiman berguna dalam meramalkan penjualan dalam jangka pendek. Pola data ini terjadi bila nilai data sangat dipengaruhi oleh musim, misalnya permintaan bahan baku jagung untuk makanan ternak ayam pada pabrik pakan ternak selama satu tahun.

Gambar 2.3 Data Time Series Dengan Pola Horizontal (Tanjung, 2012)Gambar 2.3 merupakan grafik penjualan seragam sekolah pada sebuah toko penyedia seragam dari bulan pertama hingga bulan ke-12 di tahun 2011. Dapat dilihat

  bahwa jumlah penjualan seragam sekolah dipengaruhi oleh faktor musiman. Jumlah penjualan meningkat tajam di bulan Juli yakni bulan dimana semester baru di sekolah dimulai.

4. Pola Data Siklis

  Pola Siklis terjadi apabila fluktuasi permintaan jangka panjang membentuk pola gelombang/siklus. Biasanya pola ini dipengaruhi oleh siklus bisnis.

Gambar 2.4 Data Time Series Dengan Pola Siklis (Tanjung, 2012)Gambar 2.3 menunjukkan grafik penjualan mobil dari tahun 2000 hingga tahun 2008 pada sebuah perusahaan dealer mobil. Dapat dilihat bahwa penjualan mobil

  dipengaruhi oleh faktor ekonomi di Indonesia tiap tahunnya. Pada tahun 2002 dan tahun 2008, dimana keadaan ekonomi rakyat Indonesia lebih baik membuat tingkat penjualan mobil yang termasuk sebagai kebutuhan tersier juga ikut mengalami peningkatan.

2.2 Prediksi Penjualan

  Aktivitas prediksi penjualan mengindikasikan penjualan yang diharapkan terhadap pasar dari produk yang didefinisikan selama periode waktu tertentu. (Craven, 2003). Prediksi penjualan diperlukan perusahaan karena setiap kegiatan pembuatan keputusan penjualan di perusahaan memiliki dampak terhadap keadaan perusahaan di masa depan. Dengan prediksi perusahaan dapat mengetahui hal-hal apa saja yang perlu diperbaiki atau ditingkatkan dari kondisi penjualan perusahaan (Hanke, 2005).

  Menurut Hanke, langkah-langkah dalam prediksi penjualan adalah : a. Identifikasi masalah dan pengumpulan data

  Dalam tahap ini, perusahaan perlu menemukan masalah-masalah yang terjadi pada penjualan, dan mengumpulkan data yang lengkap agar masalah dapat diidentifikasi dengan jelas.

  b.

  Manipulasi dan pemilihan data Data yang telah dikumpulkan diseleksi agar mendapatkan data yang benar- benar relevan dengan masalah yang dihadapi. Data kemudian dimanipulasi agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam membuat model prediksi penjualan.

  c.

  Pembangunan dan evaluasi model Data yang telah dikumpulkan dan dimanipulasi, diaplikasikan ke dalam model prediksi yang sesuai dengan kondisi perusahaan untuk meminimalkan terjadinya kesalahan dalam prediksi.

  d.

  Implementasi model Model yang telah dipilih diimplementasikan langsung terhadap data penjualan, sehingga didapatkan target prediksi penjualan yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan perusahaan.

  e.

  Evaluasi prediksi penjualan Dalam tahap ini, prediksi penjualan yang telah dibuat dibandingkan dengan kondisi aktual penjualan perusahaan. Dalam proses ini, perusahaan dapat mengetahui kesalahan-kesalahan yang terjadi pada saat implementasi, sehingga dapat memperbaiki dan menemukan model prediksi penjualan yang cocok.

  2.3 Definisi Barang-Barang Musiman

  Yang disebut dengan barang-barang musiman adalah barang-barang yang jumlah penjualannya meningkat dikarenakan kebutuhan akan barang tersebut pada musim- musim tertentu meningkat jauh (Susanty, 2012). Dari hasil penjualan barang-barang musiman ini pedagang mampu menarik keuntungan yang berlipat-lipat ganda dibandingkan dengan penjualan di hari-hari biasa. Contoh dari barang-barang musiman ini misalnya (Tanjung, 2012): busana muslim, kerudung, atau sarung pada libur Lebaran atau Idul Fitri, buku, alat tulis, dan seragam sekolah pada musim tahun ajaran baru, dan lain-lain.

  2.4 Ukuran Akurasi Prediksi

  Tidak mungkin suatu ramalan akan benar-benar akurat. Ramalan akan selalu berbeda dengan permintaan aktual. Perbedaan antara ramalan dengan data aktual disebut kesalahan ramalan. Meskipun suatu jumlah kesalahan ramalan tidak dapat dielakkan namun tujuan ramalan adalah agar kesalahan sekecil mungkin (Hermanto, 2007).

  Ukuran ketepatan yang sering digunakan untuk mengetahui ketepatan suatu model prediksi dalam memodelkan data deret waktu yaitu nilai, MAPE (Mean

  Absolute Percentage Error) dan MAE (Mean Absolute Error).

  a.

  Mean Absolute Percentage Error (MAPE) MAPE dihitung dengan menemukan kesalahan absolut pada setiap periode, kemudian membaginya dengan nilai observasi pada periode tersebut dan kemudian merata-ratakan persentase absolutnya (Nurmaida, 2012).. Pendekatan ini akan sangat berguna apabila ukuran variabel merupakan faktor penting dalam mengevaluasi akurasi prediksi. MAPE menunjukkan seberapa besar kesalahan prediksi dibandingkan dengan nilai sebenarnya dari suatu runtun waktu. MAPE juga dapat digunakan untuk membandingkan akurasi dari teknik yang sama atau berbeda pada dua runtun waktu yang berbeda.

  | ∑ | Dengan PE adalah galat persentase yang didefinisikan sebagai berikut :

  t

  X F

  

  t t PE = t

  X t

  (2.2) b.

   Mean Absolut Error (MAE)

  MAE adalah rata-rata absolute dari kesalahan yaitu dengan menghiraukan tanda positif ataupun negatif dari nilai kesalahan (Nurmaida, 2012).. MAE dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

  ∑ | |

  Pengukuran akurasi prediksi ini digunakan untuk (Hanke, 2005) : 1.

  Membandingkan keakuratan dari dua atau lebih teknik prediksi yang berbeda.

  2. Mengukur kegunaan atau reliabilitas teknik tertentu.

  3. Membantu mencari teknik yang optimal.

2.5 Metode Pemulusan Eksponensial (Exponential Smoothing)

  

Smoothing atau metode pemulusan adalah metode prediksi yang melakukan

  pemulusan terhadap suatu deret berkala dari sederetan data masa lalu, yaitu dengan membuat rata-rata tertimbang dari nilai beberapa tahun untuk menaksir data pada beberapa tahun kedepan. Dasar dari metode smoothing adalah pembobotan sederhana atau pemulusan pengamatan masa lalu dalam suatu deret berkala untuk memperoleh ramalan masa mendatang (Makridakis, 1999).

  Menurut Makridakis (1999) metode pemulusan eksponensial (exponential ) adalah metode yang mengulang perhitungan secara terus-menerus dengan

  smoothing

  menggunakan data terbaru. Metode ini menggunakan bobot berbeda untuk setiap data masa lalu dan karena bobotnya berciri menurun seperti eksponensial dari titik data terakhir sampai dengan yang terawal hingga disebut metode pemulusan eksponensial.

  Dengan kata lain, setiap data diberikan sebuah nilai dimana data yang lebih baru memiliki nilai yang lebih besar.

  Metode exponential smoothing merupakan metode prediksi yang cukup baik untuk prediksi jangka panjang dan jangka menengah, terutama untuk operasional suatu perusahaan. Kelebihan utama dari metode exponential smoothing dapat dilihat dari kemudahan dalam operasi, dengan kata lain mudah dalam penerapannya, dan kecepatannya untuk diterima juga biaya yang rendah (Nurmaida, 2012).

  Metode prediksi dengan pemulusan eksponensial lebih digunakan untuk pola data yang tidak stabil atau perubahannya besar dan bergejolak. Apabila galat ramalan (forecast error) adalah positif, atau nilai aktual permintaan lebih tinggi daripada nilai ramalan (A

  • –F>0), maka model pemulusan eksponensial akan secara otomatis meningkatkan nilai ramalannya. Sebaliknya, apabila galat ramalan (forecast error) adalah negatif, atau nilai aktual permintaan lebih rendah daripada nilai ramalan (A
  • – F < 0), maka metode pemulusan eksponensial akan secara otomatis menurunkan nilai ramalan. Proses penyesuaian ini berlangsung secara terus-menerus, kecuali galat ramalan telah mencapai nol. (Gaspersz, 2004).

  Bentuk umum dari metode pemulusan (Exponential Smoothing) ini adalah (Makridakis, 1999):

  (2.5) Dengan :

  = prediksi satu periode ke depan = data aktual periode

  = prediksi pada periode = parameter pemulusan (0< >1) Nilai yang digunakan adalah untuk data yang paling baru, untuk data sebelumnya, untuk data yang lebih lama lagi, dan seterusnya. Bila bentuk umum tersebut diperluas maka akan berubah menjadi :

  (2.6) Dari perluasan bentuk umum diatas dapat dikatakan bahwa dalam metode

  

Exponential Smoothing nilai observasi yang baru diberikan bobot yang relatif lebih

besar dibanding observasi yang lebih tua.

2.6 Metode Holt-Winters

  Seringkali data time series menunjukkan gejala musiman. Musiman mengacu pada kecenderungan data time series menunjukkan gejala berulang pada setiap periode waktu tertentu atau pada setiap periode T. Dengan kata lain istilah musiman digunakan untuk mewakili periode waktu sebelum perilaku mulai terulang. Sebagai contoh, harga daging sapi akan melonjak tinggi pada musim lebaran, atau harga cabai akan membumbung tinggi setiap bulan Desember. Pola ini akan terus berulang setiap tahunnya. Akan tetapi nilai kenaikan tersebut akan berubah secara relatif dari tahun ke tahun, walaupun tetap dengan pola yang sama .

  Metode Holt-Winters merupakan metode yang dapat menangani faktor musiman dan trend yang muncul secara sekaligus pada sebuah data time series (Kalekar, 2004). Metode ini didasarkan atas tiga unsur yaitu untuk unsur stasioner, trend dan musiman untuk setiap periode dan memberikan tiga pembobotan dalam prediksinya, yaitu α, β,dan γ. Pembobotan α memberikan pembobotan pada nilai level, β memberikan pembobotan pada trend, dan γ memberikan pembobotan pada efek musiman.

  Besarnya koefisien α, β, γ, memiliki jarak (range) diantara 0 dan 1 yang ditentukan secara subjektif atau dengan meminimalkan nilai kesalahan dari estimasi tersebut (Makridakis, 1999).

  Sebagai contoh kasus, misalkan selama bulan Desember penjualan daging sapi mungkin meningkat hingga 1000 ton setiap tahun. Dengan demikian, kita bisa menambahkan 1000 ton dalam perkiraan pada setiap bulan Desember untuk fluktuasi musiman. Untuk kasus ini, musiman adalah additif. Sementara dalam kasus lain, misalkan selama bulan Desember penjualan daging sapi meningkat sebesar 30%, maka musiman dalam kasus ini adalah multiplikatif .

2.6.1 Metode Holt-Winters Additif

  Menurut Montgomery (2008) dalam buku mereka „Forecasting and Time Series

  Analysis

  • – second edition„ : Model musiman aditif cocok untuk prediksi deret berkala

  (time series) yang dimana amplitudo (atau ketinggian) pola musimannya tidak tergantung pada rata-rata level atau ukuran data.

  t T

    

    (2.10)

  Dimana :

  t S = nilai Level

   = konstanta level (0<

  <1)

  = estimasi trend = konstanta perkiraan trend (0<

  (2.9) Forecast :  

  <1)

  t

  I = estimasi musim

   = konstanta untuk perkiraan musim (0< <1) L

  = jumlah periode dalam satu siklus musim

  Model musiman multiplikatif cocok untuk prediksi deret berkala (time series) yang dimana amplitudo (atau ketinggian) dari pola musimannya proporsional dengan rata- rata level atau tingkatan dari deret data (Montgomery, 2008). Dengan kata lain, pola musiman membesar seiring meningkatnya ukuran data. Pada kenyataan di lapangan, model multiplikatif lebih banyak dan lebih efektif dipakai.

  Seperti halnya pada metode Holt-Winters aditif, metode Holt-Winters multiplikatif juga memiliki tiga persamaan dengan sedikit perbedaan. Tiga persamaan yang digunakan dalam metode Holt-Winters Multiplikatif adalah (Makridakis, 1999).:

  L m t t t m t I m T S F

      ) ) 1 ( (  

  Tiga persamaan yang digunakan dalam metode Holt-Winters Additif adalah (Makridakis, 1999): Level :

  1

  ) )( ) 1 ( (

  1

 1  

      

  L t t t t t T S

  I X S  

  (2.7) Trend :

  1

  ) ) 1 ( (

  X I

  

 

     

  t t t t T S S T

   

  (2.8) Musim :

  L t t t t

  I S

2.6.2 Metode Holt-Winters Multiplikatif

  X t

  Level : S    ( t t 1   )( ST ) 1 t 1

   

  I tL

  (2.11)

  T S S T

  Trend :   (  )  ( 1   )

    t t t 1 t

  1

  (2.12)

  X t I   (

  1  )

  I Musim :   t t L

  S t

  (2.13)

  F S T m

  I Forecast :     tm t t tLm

  (2.14) Dimana :

  S t

  = nilai Level 

   = konstanta level (0< <1) T t

  = estimasi trend 

   = konstanta perkiraan trend (0<

  <1)

  I t

  = estimasi musim

   = konstanta untuk perkiraan musim (0<

  <1)

  L

  = jumlah periode dalam satu siklus musim Untuk memulai perhitungan, diperlukan penentuan nilai awal untuk S , T , dan

  t t

I . Proses penentuan nilai awal atau inisialisasi pada prediksi dengan metode Holt-

t

  L Winters ini diperlukan paling sedikit satu kelompok data musiman lengkap yaitu

  periode untuk menentukan estimasi awal dari indeks musiman

  I , dan perlu juga tL untuk menaksir faktor trend dari satu periode ke periode selanjutnya.

  Beberapa pendekatan yang dapat diterapkan untuk menentukan nilai awal (proses inisialisasi) pada metode Holt-Winters berpengaruh terhadap prediksi berikutnya juga bergantung pada panjang deret waktu dan nilai dari ketiga parameternya. Pendekatan tersebut tersebut antara lain sebagai berikut:

  ( X ) 1.

  atau berupa rata- Nilai inisial S dapat disamakan dengan nilai aktualnya L rata dari beberapa nilai pada musim yang sama.

1 S

  X

  L L

  atau S  ( L X1 X  ... 

2 L

X ) L (2.15) 2.

  Sedangkan untuk menginisialisasi faktor trend digunakan:

  XX ) ( XX ) XX )

   L 1 1 L 2 2 L L L

   1 (

  T     L

    ...  

  

  L L L L

   

  (2.16) 3. Inisialisasi untuk faktor musiman, pada satu siklus musim pertama dilakukan

  ( X ) dengan membagi setiap data nilai aktual dengan rata-rata pada siklus itu.

  L

  X k I  , kk 1 , 2 ,..., L S L

  (2.17) Karena metode Holt-Winters memodelkan data yang memiliki pola musiman, maka data yang diperlukan akan lebih banyak daripada jumlah data untuk metode dengan pola data stationer. Agar ukuran musiman memadai, data yang digunakan paling sedikit memiliki dua musim dari data bulanan, sehingga metode ini dapat diterapkan dan mendapat hasil optimum (Makridakis, 1999)..

2.7 Unified Modeling Language (UML)

  

Unified Modeling Language (UML) adalah suatu bahasa yang digunakan untuk

  menentukan, memvisualisasikan, membangun, dan mendokumentasikan suatu sistem piranti lunak dan pengembangan sistem (Rama, 2008). Unified Modeling Language

  

(UML) bukanlah merupakan bahasa pemprograman tetapi model-model yang tercipta

  berhubungan langsung dengan berbagai macam bahasa pemprograman. Dengan menggunakan UML, pemodelan sistem prediksi menjadi lebih terstruktur sebelum diimplementasikan ke bahasa pemrograman tertentu.

  Tujuan perancangan UML adalah (Darwiyanti, 2003) :

  1. Memberikan bahasa pemodelan yang siap pakai dan ekspresif untuk mengembangkan dan saling menukar model dengan mudah dan dimengerti secara umum.

  2. Menyediakan bahasa pemodelan yang bebas dari berbagai bahasa pemrograman dan proses rekayasa.

  3. Menyediakan basis formal untuk pemahaman bahasa pemodelan.

  4. Mendukung konsep-konsep pengembangan level lebih tinggi seperti komponen, kolaborasi, framework dan pattern.

  UML terdiri dari bermacam-macam diagram yg digunakan untuk permodelan pada saat pengembangan sistem mulai dari tahap analisi sampai implementasi. Pada saat melakukan desain sistem, tidak harus semua diagram pada UML diimplementasikan. Diagram dalam UML dikelompokan menjadi 2, yaitu :

  1. Diagram Struktur /Statis diagram Diagram struktur atau statis diagram memvisualisasi, menspesifikasikan, membangun dan mendokumentasikan aspek statik dari sistem (Darwiyanti, 2003).

  Diagram struktur di UML terdiri dari : a.

  Diagram kelas (Class diagram) b.

  Diagram objek (Object diagram) c. Diagram komponen (Component diagram) d.

  Diagram deployment (Deployment diagram) 2.

  Diagram perilaku sistem/Behaviour diagram. Diagram perilaku sistem atau behavior diagram memvisualisasi, menspesifikasi, membangun dan mendokumentasikan aspek dinamis dari sistem (Darwiyanti, 2003).

  Diagram perilaku di UML terdiri dari : a.

  Diagram use-case (Use case diagram) b.

  Diagram sekuen (Sequence diagram) c. Diagram kolaborasi (Collaboration diagram) d.

  Diagram statechart (Statechart diagram) e. Diagram aktivitas (Activity Diagram)

  2.7.1 Diagram Use Case

  

Use case mendeskripsikan interaksi antara para pengguna sistem dengan sistem itu

sendiri, dengan memberi sebuah narasi tentang bagaimana sistem tersebut digunakan.

  (Fowler, 2005). Diagram use case menjelaskan manfaat sistem jika dilihat menurut pandangan orang yang berada diluar sistem (aktor) dan menunjukan fungsionalitas suatu sistem atau kelas dan bagaimanan sistem berinteraksi dengan dunia luar.

  2.7.2 Use Case Spesification

  

Use Case Spesification atau spesifikasi use case merupakan penjabaran alur kinerja

  atau langkah-langkah setiap use case melalui skenario. Spesifikasi use case dapat dibuat setelah use case diagram selesai dibuat dan sudah diketahui fungsionalitas masing-masing use case.

  Dalam use case spesifikasi terdapat beberapa elemen, seperti (Darwiyanti, 2003): 1.

  Aktor : Aktor menyatakan jenis peran yang dimainkan oleh entitas yang berinteraksi dengan subjek (misalnya bertukar sinyal dan data). Aktor dapat mewakili peran yang dimainkan oleh pengguna manusia, perangkat keras eksternal, atau hal lain.

  2. Brief Description : Merupakan deskripsi singkat dari use case. Menunjukkan tujuan dari use case tersebut.

  3. Flow of Events : Menunjuk pada alur tentang jalannya sebuah use case. Flow

  of events haruslah menjelaskan tentang apa yang sistem lakukan.

  4. Alternative Flow : Merupakan alur alternatif dari jalannya use case. Alternatif

  flow disebut sebagai alur lain yang dipakai untuk mencapai tujuan dari use case

  tersebut, selain dari alur biasa.

  5. Special Requirement : Merupakan kondisi khusus agar use case dapat dijalankan.

  6. Pre-Conditions : Menunjuk pada keadaan sebuah sistem dan komponennya yang dibutuhkan sebelum use case dapat dijalankan.

  7. Post Conditions : Adalah kondisi dari sebuah sistem setelah sebuah use case berakhir.

  8. Extension Points : Penambahan-penambahan yang mungkin diperlukan untuk sebuah use case.

2.7.3 Activity Diagram

  

Activity diagram atau diagram aktivitas adalah sebuah model alur kerja (work flow)

  atau urutan aktivitas pada suatu proses. Diagram aktivitas memperlihatkan aliran dari suatu aktifitas ke aktifitas lainnya dalam suatu sistem (Darwiyanti, 2003). Diagram ini terutama penting dalam pemodelan fungsi-fungsi dalam suatu sistem dan memberi tekanan pada aliran kendali antar objek.

  Diagram aktivitas sangat berguna ketika ingin menggambarkan perilaku paralel atau menjelaskan bagaimana perilaku dalam berbagai use case berinteraksi. Adapun symbol-simbol yang digunakan dalam sebuah diagram aktivitas terlihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Simbol Diagram Aktivitas

2.8 Teknik Prediksi Terdahulu

  Suatu data runtun waktu yang bersifat musiman, didefinisikan sebagai suatu data runtun waktu yang memiliki pola perubahan berulang secara tahunan. Dalam teknik prediksi musiman biasanya memperkirakan indeks musiman dari data tersebut. Indeks musiman ini nantinya digunakan untuk menghilangkan pengaruh seperti itu dari nilai- nilai yang di observasi. Ada beberapa teknik yang biasa digunakan untuk prediksi musiman ini.

  Ernawati (2007) menggunakan teknik Dekomposisi dalam memprediksi penjualan minuman botol. Adapun langkah-langkah metode Dekomposisi yang dilakukan oleh Ernawati adalah: 1.

  Menghitung faktor musiman awal dengan melakukan penyesuaian musiman terhadap data aktual.

  2. Menghitung penyesuaian musiman akhir dengan rata-rata bergerak dari Spencer untuk menghilangkan setiap pengaruh musiman dan unsur acak yang tidak terdeteksi sebelumnya.

  3. Melakukan pengujian deret data untuk menentukan keberhasilan proses dekomposisi yang telah dilakukan. Dalam hal ini dilakukan uji perubahan persentasi dari komponen acak dan trend-siklus.

  4.

  digunakan untuk mengetahui

  Menghitung Bulan Dominasi Siklus (MCD) yang berapa lama komponen acak mendominasi komponen trend siklus atau sebaliknya.

  5. Menghitung taksiran trend-siklus dengan menghitung rata-rata bergerak dari data akhir yang telah disesuaikan menurut musim. Dalam hal ini digunakan rata-rata bergerak tiga bulanan.

  6. Membuat prediksi untuk jumlah penjualan minuman botol dua tahun kedepan.

  Pada tahun 2007, Hermanto menggunakan metode Sarima dalam memprediksi tingkat penjualan motor berdasarkan pola data seasonality. Metode Sarima atau

  

Seasonal Autoregressive Integrated Moving Average yang dipakai Hermanto (2007)

  memiliki langkah-langkah sebagai berikut: 1.

  Tahap Identifikasi Mengenali adanya fakor musiman dalam data yang digunakan.

  2. Tahap estimasi Setelah menetapkan model sementara, selanjutnya digunakan estimasi maksimum likelihood atau metode kuadrat terkecil untuk mendapatkan parameter dari model.

  3. Tahap pengecekan dignostik Sebelum menggunakan model untuk prediksi, perlu adanya pengecekan terhadap model yang telah diidentifikasi. Model telah memadai apabila nilai residual dari model yang dipilih tidak dapat dipergunakan untuk memperbaiki nilai prediksi.

  Prediksi dengan data musiman lainnya yang pernah diteliti adalah menggunakan metode regresi time series dalam memprediksi penjualan produk pakaian (Rochmah, 2010). Langkah-langkah dalam memprediksi barang musiman dengan menggunakan metode regresi time series yang digunakan Rochmah adalah sebagai berikut: 1.

  Data dibagi menjadi dua, yaitu data insample dan data outsample.

  2. Identifikasi model untuk mengetahui apakah volume penjualan dipengaruhi oleh pola tren atau musiman atau keduanya.

  3. Melakukan pemodelan dengan metode regresi 4.

  Penaksiran model pengujian parameter.

  5. Melakukan prediksi.

  Dari beberapa penelitian terdahulu yang telah disebutkan di atas memiliki kelemahan dan error dalam melakukan prediksi. Adapun kelemahan dan error pada teknik di atas dirangkum pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu untuk Prediksi Musiman No. Peneliti Teknik Yang

  Digunakan Kelemahan Error

  1. Ernawati Dekomposisi Trend digambarkan sebagai pencocokan data terhadap suatu garis lurus. Pencocokan data terhadap garis lurus menyebabkan terjadi bias saat pemulusan mendekati akhir data deret waktu.

  MAD = 0,12

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu untuk Prediksi Musiman (Lanjutan) No. Peneliti Teknik Yang

  1. Harsaputra, Windy 2007 Sistem Pendukung

  Universitas Bina Nusantara Jakarta

  Peramalan dengan Metode Winters Tripel Eksponential Smoothing untuk Menentukan Kelayakan Penambahan Mesin Rajut

  2. Hendra, Legi 2008 Perancangan Aplikasi

  Penggunaan metode ini sangat membantu dalam pengambilan keputusan bagi pihak manajemen catering.

  Sekolah Tinggi Manajemen Informatika & Teknik Komputer Surabaya

  Keputusan untuk Monitoring Pendapatan Catering dengan metode Winters

  . Penulis Tahun Judul Dipublikas i Kesimpulan

  Digunakan Kelemahan Error

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu dengan Holt-Winters No

  Untuk penelitian yang menggunakan metode Holt-Winters terdapat beberapa studi kasus untuk prediksi data musiman. Beberapa dari penelitian tersebut seperti dalam Tabel 2.2.

  Tidak mampu menunjukkan titik jenuh fungsi yang sedang diselidiki. Akibatnya selalu timbul kemungkinan kesalahan prediksi (ektraspolasi).

  3. Rochmah Regresi Time Series

  MSE = 84,726

  2. Hermanto Sarima Adanya ketidakmampuan dalam menghasilkan prediksi jangka panjang yang handal

  Dari hasil evaluasi, metode ini memberikan ketepatan peramalan yang untuk studi kasus yang diamati.

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu dengan Holt-Winters (Lanjutan) No Penulis Tahun Judul Dipublikasi Kesimpulan

  .

  3. Nurmaida, 2012 Penerapan Universitas Metode ini Ai Metode Pendidikan memiliki tingkat

  Exponential Indonesia keakuratan yang Smoothing Holt- cukup baik Winters dalam digunakan untuk Sistem peramalan curah Peramalan hujan yang Curah Hujan mengandung unsur-unsur data pemulusan, trend dan musiman.

  Berdasarkan penelitian sebelumnya penulis akan melakukan penelitian mengenai prediksi permintaan barang musiman dengan objek penelitian data musiman yaitu seragam sekolah dasar (SD) dengan metode Holt-Winters, dimana Holt-Winters merupakan metode yang dapat menangani faktor musiman dan trend yang muncul secara sekaligus dengan memberikan indeks bobot yang berbeda untuk setiap parameternya (Kalekar, 2004). Dengan cara ini diharapkan perhitungan untuk setiap indeks-nya tidak lagi terlalu rumit dan nilai akurasi dari prediksi akan lebih tinggi.