BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perolehan Izin Praktik Dokter Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara

BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah sebuah negara hukum, hal tersebut telah ditegaskan

  dalam pasal 1 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia 1945. Dalam sebuah negara hukum terdapat pengakuan terhadap jaminan hak-hak asasi manusia yang secara tegas dilindungi oleh konstitusi. Tujuan dari hukum adalah untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Selain itu hukum bertujuan mengatur masyarakat agar bertindak tertib dalam pergaulan hidup secara damai, menjaga agar masyarakat tidak bertindak anarki dengan main hakim sendiri dan menjamin keadilan bagi setiap orang akan hak-haknya sehinggga tercipta

  

  masyarakat yang teratur, bahagia, dan damai Dalam pembukaan UUD Negara Republik Indonesia 1945 dijelaskan bahwa salah satu tujuan negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa

  Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah berupaya secara maksimal untuk memberikan perlindungan terhadap seluruh warga negara dalam berbagai bidang kehidupan. Selain tujuan tersebut, pemerintah juga berkewajiban melaksanakan pembangunan diberbagai bidang dalam rangka mewujudkan kesejahteraan nasional. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang ditujukan sebagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka melaksanakan pembangunan dalam bidang kesehatan.

  Undang-Undang No. 36 Tahun 2006 tentang Kesehatan dibentuk untuk menggantikan Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dibentuk untuk menggantikan Undang-Undang No. 9 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Kesehatan yang dianggap telah usang dan tidak lagi memenuhi kebutuhan akan pengaturan tentang kesehatan pada era dimana kemajuan Ilmu Pengetahuan dan 1 Wibowo, Edi, dkk Hukum dan Kebijakan Publik, Yogyakarta: Yayasan Pembaruan

  Administrasi Publik Indonesia, 2004, hal 78 teknologi kedokteran telah maju demikian pesatnya. Dalam bagian pertimbangan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dikatakan bahwa pembangunan kesehatan diarahkan untuk mempertinggi derajat kesehatan, yang besar artinya bagi pengembangan dan pembinaan sumber daya manusia Indonesia adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh

   masyarakat Indonesia.

  Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah berkewajiban untuk melaksanakan program dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Untuk mewujudkan pelayanan kesehatan memuaskan kepada masyarakat yang memberikan perlindungan hukum, maka pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran. Undang-undang tersebut diharapkan memberikan perlindungan kepada masyarakat, mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan, dan memberikan kepastian hukum.

  UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menyatakan pengaturan praktik kedokteran bertujuan memberikan perlindungan kepada pasien, mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan dokter (dokter dan dokter spesialis) serta dokter gigi (dokter gigi dan dokter gigi spesialis), memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi. Ada beberapa hal yang diatur dalam undang-undang tersebut, salah satunya Pasal 37 ayat 2 dan 3 tentang Surat Izin Praktik (SIP) dokter dan dokter gigi yang hanya diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat serta satu Surat Izin Praktik (SIP) hanya berlaku untuk 1 (satu) tempat.

  Dalam undang-undang No. 29 Tahun 2004 dikatakan bahwa Surat izin praktik adalah bukti tertulis yang diberikan pemerintah kepada dokter dan dokter

   gigi yang akan menjalankan praktik kedokteran setelah memenuhi persyaratan.

  Berkaitan dengan masalah malpraktek, instrumen perizinan yang diatur dalam

  2 3 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Pasal 1, Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

  hukum administrasi negara mempunyai hubungan dengan timbulnya perbuatan malpraktek administrasi.

  Oleh karena itu instrumen perizinan menjadi salah satu faktor yang penting ketika seorang dokter akan membuka praktek kesehatan, karena instrumen mempunyai kompeten untuk menjalankan praktik kedokterannya tersebut.

  Kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat. Penyelenggaraan praktik kedokteran yang merupakan inti dari berbagai kegiatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakukan oleh dokter dan dokter gigi yang memiliki etik dan moral yang tinggi, keahlian dan kewenangan yang secara terus-menerus harus ditingkatkan mutunya melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, sertifikasi, registrasi, lisensi, serta pembinaan, pengawasan, dan pemantauan agar penyelenggaraan praktik kedokteran sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima pelayanan kesehatan, dokter, dan dokter gigi. Pada dasarnya tindakan medis yang dilakukan oleh pihak rumah sakit/dokter merupakan tindakan yang sangat mulia yaitu dengan segala upaya melakukan penyelamatan dan pertolongan terhadap pasien.

  Berdasarakan uraian di atas peneliti merasa tertarik untuk lebih menulis skripsi mengenai “PROSEDUR PEROLEHAN IZIN PRAKTEK DOKTER

  DITINJAU DARI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA”

B. Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang masalah tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan izin praktek dokter ? 2.

  Bagaimana pelayanan pengurusan izin penyelenggaraan praktik dokter ? 3. Bagaimana prosedur perolehan izin praktek dokter ditinjau dari Hukum

  Administrasi Negara ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

  Berdasarkan perumusan masalah yang telah ditetapkan oleh penulis, maka 1. Untuk mengetahui pengaturan izin praktik dokter.

  2. Untuk mengetahui pelayanan pengurusan izin penyelenggaraan praktik dokter.

  3. Untuk mengetahui prosedur perolehan izin praktik dokter ditinjau dari Hukum Administrasi Negara.

  D. Keaslian Penulisan

  Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian mengenai “Prosedur Perolehan Izin Praktek Dokter Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara belum pernah dibahas oleh mahasiswa lain di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan skripsi ini asli disusun sendiri dan bukan plagiat atau diambil dari skripsi orang lain. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah. Apabila ternyata ada skripsi yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya.

  E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Perizinan

  Pengertian izin (vergunning) berdasarkan Kamus Istilah Hukum dijelaskan

  

  sebagai berikut

4 S. J. Fockema Andreas, Rechtsgeleerd Handwoordenboek, Groningen : Tweede Druk, J.

B. Wolter’ Uitgevers-maatshappij N. V., 1951, hal.311.

  ”Overheidstoestemming door wet of verordening vereist gesteld voor tal

van handeling waarop in het algemeen belang special toezicht vereist is, maar

die, in het algemeen, niet als onwenselijk worden beschouwd”.

  Izin dari pemerintah berdasarkan undang-undang atau peraturan pengawasan khusus, tetapi yang pada umumnya tidaklah dianggap sebagai hal-hal yang sama sekali tidak dikehendaki. Ateng Syafrudin mengatakan bahwa izin bertujuan dan berarti menghilangkan halangan, hal yang dilarang menjadi boleh, dengan kata lain, Als opheffing van een algemene verbodsregel in het conrete

   , sebagai peniadaan ketentuan larangan umum dalam peristiwa konkret . geval

  Menurut Sjachran Basah, izin adalah perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal concreto berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan. E. Utrecht mengatakan bahwa bilamana pembuat peraturan umumnya tidak melarang suatu perbuatan, tetapi masih juga memperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal konkret, maka keputusan administrasi negara yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat suatu izin. Bagir Manan menyebutkan bahwa izin dalam arti luas berarti suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memperbolehkan melakukan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara umum

  

  

  dilarang . Pengertian izin pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : a.

  Izin dalam arti luas Izin adalah salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan tingkah laku para warga.

  5 M. M. van Praag, Algemeen Nederlands Administratief Recht, ’s-Gravenhage : Juridischt Boekhandel en Uitgeverij A. Jongbloed & Zoom, 1950, hlm.54. 6 Bagir Manan, Ketentuan-ketentuan Mengenai Pengaturan Penyelenggaraan Hak

Kemerdekaan Berkumpul Ditinjau dari Perspektif UUD 1945, Jakarta : Makalah Tidak Dipublikasikan, 1995, hlm.8. 7 N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, Pengantar Hukum Perizinan, disunting oleh Philipus M. Hadjon, Surabaya : Yuridika, 1993, hlm. 2-3. Izin dalam arti luas adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan perundangan, dengan memberi izin, penguasa memperkenankan orang yang memohonnya untuk menyangkut perkenan bagi suatu tindakan yang demi kepentingan umum mengharuskan pengawasan khusus atasnya.

  b.

  Izin dalam arti sempit Izin dalam arti sempit adalah pengikatan-pengikatan pada suatu peraturan. Izin pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau untuk menghalangi keadaan-keadaan yang buruk. Tujuannya ialah mengatur tindakan-tindakan yang oleh pembuat undang-undang tidak seluruhnya dianggap tercela, namun dimana ia menginginkan dapat melakukan pengawasan sekedarnya.

  Pada pokoknya izin dalam arti sempit ialah bahwa suatu tindakan dilarang, terkecuali diperkenankan, dengan tujuan agar dalam ketentuan-ketentuan yang disangkutkan dengan perkenan dapat dengan teliti diberikan batas-batas tertentu bagi tiap kasus. Jadi persoalannya bukanlah untuk hanya memberi perkenan dalam keadaan-keadaan yang sangat khusus, tetapi agar tindakan- tindakan yang diperkenankan dilakukan dengan cara tertentu (dicantumkan dalam ketentuan-ketentuan).

   Definisi izin mempunyai kesejajaran dengan beberapa istilah lain, yaitu : a.

  Dispensasi Dispensasi adalah keputusan administrasi negara yang membebaskan suatu perbuatan dari kekuasaan peraturan yang menolak perbuatan tersebut. WF. Prins mengatakan bahwa dispensasi adalah tindakan pemerintah yang menyebabkan suatu peraturan perundang-undangan menjadi tidak berlaku bagi sesuatu hal yang istimewa (relaxatie legis).

  b. 8 Konsesi

  Ateng Syafrudin, Perizinan untuk Berbagai Kegiatan, Makalah Tidak Dipublikasikan, hlm.1.

  Konsesi merupakan suatu izin berhubungan dengan pekerjaan yang besar dimana kepentingan umum terlibat erat sekali. Pekerjaan itu sebenarnya merupakan tugas dari pemerintah, tetapi oleh pemerintah diberikan hak penyelenggaraannya kepada konsesionaris (pemegang kontraktual atau kombinasi antara lisensi dengan pemberian status tertentu dengan hak dan kewajiban serta syarat-syarat tertentu. Bentuk konsesi terutama digunakan untuk berbagai aktivitas yang menyangkut kepentingan umum, lalu diserahkan kepada perusahaan-perusahaan swasta. Mengenai konsesi, E. Utrecht mengatakan bahwa kadang-kadang pembuat peraturan beranggapan bahwa suatu perbuatan yang penting bagi umum, sebaik-baiknya dapat diadakan oleh suatu subyek hukum partikelir, tetapi dengan turut campur dari pihak pemerintah. Suatu keputusan administrasi negara yang memperkenankan yang bersangkutan mengadakan perbuatan tersebut, memuat suatu konsesi

   (concesie) .

  c.

  Lisensi Lisensi adalah suatu izin yang memberikan hak untuk

  

2. Unsur-unsur Perizinan

  Izin adalah perbuatan pemerintah bersegi satu berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk diterapkan pada peristiwa konkrit menurut prosedur dan persyaratan tertentu. Pengertian ini mengandung beberapa unsur dalam

  

  perizinan yaitu : a.

  Instrumen Yuridis 9 10 Ibid. 11 Ibid Rachmani Puspitadewi, Hukum Perizinan, Bandung : Fakultas Hukum, Universitas

  Komputer Indonesia, 2005, hal 115

  Berkaitan dengan tugas negara, terdapat perbedaan antara tugas dari negara hukum klasik dan tugas negara hukum modern terutama dalam melaksanakan tugasnya, perbedaan tersebut adalah sebagai berikut : 1)

  Negara Hukum Klasik keamanan merupakan tugas negara hukum klasik.

  2) Negara Hukum Modern

  Tugas dan kewenangan pemerintah dalam negara hukum modern tidak hanya sekedar menjaga ketertiban dan keamanan tetapi juga mengupayakan kesejahteraan umum. Pemerintah dalam rangka melaksanakan tugas tersebut, diberi wewenang dalam bidang pengaturan dengan instrumen yuridis untuk menghadapi peristiwa konkrit. Instrumen tersebut adalah dalam bentuk ketetapan (Beschikking). Beschikking adalah instrumen hukum utama dalam penyelenggaraan pemerintah. Salah satu bentuk ketetapan adalah izin. Sesuai dengan jenis-jenis beschikking izin termasuk ketetapan konstitutif, yang merupakan ketetapan yang menimbulkan hak baru untuk adresat dalam izin tersebut. Izin disebut pula sebagai ketetapan yang memperkenankan yang sebelumnya tidak diperbolehkan.

  b.

  Peraturan Perundang-undangan Salah satu prinsip dari negara hukum adalah pemerintahan yang berdasarkan peraturan perundang-undangan, artinya setiap tindakan hukum pemerintah dalam menjalankan fungsi pengaturan dan fungsi pelayanan didasarkan pada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan dan penegakan hukum positif memerlukan wewenang, karena wewenang dapat melahirkan suatu intrumen yuridis, namun yang perlu diperhatikan oleh pemerintah adalah izin yang diterbitkan harus berdasarkan wewenang yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan yang berlaku (legalitas).

  Penerimaan kewenangan tersebut adalah pemerintah atau organ pemerintah, dari presiden sampai dengan lurah. Kewenangan pemerintah dalam menerbitkan izin bersifat kewenangan bebas, artinya pemerintah diberi kewenangan memberi pertimbangan atas dasar inisiatif sendiri. Pertimbangan tersebut didasarkan oleh: 1)

  Kondisi-kondisi dari pemohon yang dimungkinkan untuk dikeluarkan suatu izin Cara pertimbangan kondisi-kondisi yang ada

  3) Konsekuensi yuridis yang mungkin timbul dari akibat penolakan atau pemberian izin dikaitkan dengan pembatasan perundang-undangan

  4) Prosedur yang harus dilakukan pada saat dan sesudah keputusan diberikan baik penerimaan maupun penolakan pemberian izin.

  c.

  Organ Pemerintahan Organ pemerintah adalah pihak yang memiliki kewenangan untuk mengeluarkan beschikking, termasuk izin, organ pemerintah yang dimaksud adalah organ yang menjalankan tugas, yaitu ditingkat pusat sampai yang paling dasar. Banyaknya organ pemerintah yang memiliki wewenang untuk menerbitkan izin, seringkali menghambat aktivitas dari pemohon izin. Hal tersebut terjadi karena keputusan yang dibuat oleh organ pemerintah tersebut memakan waktu yang panjang, yang dapat merugikan pemohon izin. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya diperlukan deregulasi dan debirokratisasi dengan batasan-batasan tertentu. Batasan-batasan tersebut adalah : 1)

  Deregulasi dan debirokratisasi tersebut tidak menghilangkan esensi dari sistem perizinan tersebut. 2)

  Deregulasi hanya diterapkan pada hal-hal yang bersifat teknis, administrasif dan finansial. 3)

  Deregulasi dan debirokratisasi tidak menghilangkan prinsip dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar perizinan. 4)

  Deregulasi dan debirokratisasi harus memperhatikan asas-asas umum pemerintahan yang layak (Good Corporate Governance).

  d.

  Peristiwa Konkrit

  Izin sebagai salah satu jenis dari beschikking memiliki bentuk dan sifat yaitu

  

  1) Konkrit, artinya objek yang diputuskan dalam Keputusan Tata Usaha Negara itu tidak abstrak, tetapi berwujud, tertentu atau dapat ditentukan.

  : Individual, artinya Keputusan Tata Usaha Negara itu tidak ditujukan untuk umum, tetapi tertentu baik alamat maupun hal yang dituju. 3)

  Final, artinya sudah definitif dan karenanya dapat menimbulkan akibat hukum.

  Peristiwa konkrit adalah peristiwa yang terjadi pada waktu tertentu, orang tertentu dan fakta hukum tertentu. Peristiwa konkrit yang dimohonkan izinnya sangat beragam dan dalam peristiwa konkrit dapat diterbitkan atau diperlukan beberapa izin, berdasarkan proses dan prosedurnya tergantung dari pemberi wewenang izin, macam izin serta struktur organisasi, organ pemerintah yang berwenang menerbitkan izin. Berkaitan dengan wewenang organ pemerintah dengan peristiwa konkrit, kewenangan tersebut diberikan untuk tujuan yang konkrit yang didasarkan pada aspek yuridis perizinan yang meliputi

  

  1) Larangan untuk melakukan aktivitas tanpa izin. Larangan dirumuskan dalam norma larangan bukan norma perintah, maka pelanggaran atas larangan itu dikaitkan dengan sanksi administrasi, pidana dan perdata.

  :

2) Wewenang untuk memberi izin.

  e. Prosedur dan Persyaratan Pengajuan izin oleh pihak pemohon izin harus menempuh prosedur tertentu yang ditentukan oleh organ pemerintah yang berkaitan secara sepihak, persyaratan untuk memperoleh izin, memiliki 2 sifat, yaitu: 1)

  Konstitutif, terdapat perbuatan atau tingkah laku tertentu (perbuatan konkrit) yang harus dipenuhi, yang jika tidak dipenuhi dapat dikenakan sanksi.

  12 C.S.T. Kancil, Kitab Undang-undang Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta : Pradnya Paramita, 2003, hlm. 15 13 Rachmani Puspitadewi, Op. Cit.

  2) Kondisional, penilaian dari suatu peristiwa yang akan diterbitkan izin dapat terlihat dan dinilai setelah perbuatan atau tingkah laku yang disyaratkan terjadi.

  Sebagai suatu instrumen yuridis dari pemerintah, izin yang dianggap

  

  sebagai ujung tombak instrumen hukum berfungsi sebagai a.

  Pengarah Keinginan mengarahkan (mengendalikan) aktivitas-aktivitas tertentu misalnya izin bangunan.

  b.

  Perekayasa Kegiatan yang berhubungan dengan perancangan atau pembuatan izin.

  c.

  Perancang masyarakat adil dan makmur Sebagai upaya rancang atau desain yang dilakukan oleh penerintah sebelum membangun suatu sistem dan sarana.

  d.

  Pengendali Kegiatan untuk menentukan hubungan antara yang direncanakan dan dengan hasilnya, guna mengambil tindakan yang diperlukan sehingga kegiatan dilaksanakan serta tujuan tercapai sesuai dengan apa yang direncanakan.

  e.

  Penertib masyarakat Izin dimaksudkan juga sebagai suatu penertib masyarakat.Tujuan perizinan harus dikaitkan dengan peristiwa konkrit yang dihadapi. Secara umum,

  

  tujuan dari izin adalah : a.

  Mengarahkan aktivitas-aktivitas tertentu Untuk menyeleksi aktivitas-aktivitas (izin berdasarkan rank en horecawet, dimana pengurus harus mempunyai syarat-syarat tertentu) b.

  Mencegah bahaya bagi lingkungan 14 15 Ibid.

  Ibid. Pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, dan pengawasan serta pencegahan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan c.

  Melindungi objek-objek tertentu Upaya yang dilakukan oleh pemerintah agar tidak terjadi penyalahgunaan atau perusakan terhadap objek-objek tertentu yang memiliki izin resmi.

  d.

  Membagi objek-objek yang sedikit Memberikan kesempatan bagi seseorang untuk melakukan suatu kegiatan tertentu dengan memberikan suatu objek untuk kegiatan dimaksud.

4. Mekanisme Perizinan

  Surat Izin Praktik (SIP) adalah bukti tertulis yang diberikan pemerintah kepada dokter dan dokter gigi yang akan menjalankan praktik kedokteran setelah memenuhi persyaratan. Sebelumnya para pemohon SIP harus mendapatkan Surat tanda registrasi dokter dan dokter gigi karena dalam salah satu syarat untuk mendapatakn SIP adalah STR itu sendiri. STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil Kedokteran Indonesia kepada dokter dan dokter gigi yangtelah diregistrasi Perizinan Dokter Menurut UU 29/2004 Pasal 37 UU 29/2004 menyatakan dengan tegas bahwa Surat Izin Praktik (SIP) setiap dokter yang melakukan praktik kedokteran dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat praktik kedokteran dilaksanakan. Pada ketentuan Pasal 37 itu, sangat jelas sekali bahwa yang memiliki kewenangan untuk menolak atau menyetujui pemberian perizinan dokter adalah pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota. Dalam praktik sekarang ini, pejabat kesehatan yang berwenang yang dimaksud adalah Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

F. Metode Penelitian 1.

  Spesifikasi Penelitian

  Dalam penelitian ini, spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskripif analitis. Yang dimaksud dengan deskriptif analitis, yaitu membuat deskriptif atau gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta, sifat dan hubungan antar fenomena atau gejala yang diteliti sambil

   menguraikannya secara konsisten dan sistematis serta logis.

  Selanjutnya, spesifikasi penelitian deskritif analitis ini digunakan untuk menganalisis, yaitu mencari sebab akibat dari permasalahan yang terdapat pada perumusan masalah dan menguraikannya secara konsisten, sistematis dan logis sesuai dengan perumusan masalah yang menjadi focus dalam penelitian ini.

  2. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah yuridis normatif. Yang dimaksud dengan metode pendekatan yuridis normatif yaitu suatu cara meneliti dalam penelitian hukum yang dilakukan terhadap bahan pustaka atau data sekunder belaka dan dengan menggunakan metode berpikir

  

  deduktif, yaitu berpangkal dari prinsip-prinsip dasar. Selanjutnya yang dimaksud dengan metode berpikir deduktif adalah cara berpikir dalam penarikan kesimpulan yang ditarik dari sesuatu yang sifatnya umum yang sudah dibuktikan bahwa dia benar dan kesimpulan itu ditujukan untuk sesuatu yang sifatnya

   khusus.

  3. Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari penelitian kepustakaan dan dokumentasi, yang merupakan hasil penelitian dan pengolahan orang lain, yang sudah tersedia dalam bentuk buku-buku atau dokumentasi yang biasanya

   disediakan di perpustakaan. 16 17 Moh. Nazar, Metode Penelitian, (Jakarta : Ghalia, 1985), hal 63 18 Peter MM.Penelitian Hukum. (Jakarta : Kencana, 2010), hal. 17 Sedarmayanti &Syarifuddin Hidayat, Metodologi Penelitian. (Bandung : Maju Mandar, 2002), hal 23 19 Hilman Hadikusuma, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum

  ( Bandung : Mandar Maju, 1995), hal 65

  Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang terdapat dalam suatu aturan hukum atau teks otoritatif seperti peraturan perundang-undangan, putusan hakim, traktat, kontrak, keputusan Tata Usaha Negara. Bahan hukum primer yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari peraturan perundang-undangan Undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran beserta peraturan pelaksanaan dari perundang-undangan tersebut.

  Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari buku teks, jurnal-jurnal, pendapat para sarjana, serta kasus-kasus hukum. Selain itu dalam penelitian ini dipergunakan pula bahan hukum tersier. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum, ensiklopedia dan lain-lain.

  Berdasarkan uraian mengenai metode penelitian tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian skripsi ini dalah deskriptif analitis sehingga metode pendekatan yang adekurat digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah metode pendekatan yuridis normatif, maka jenis jenis data yang dapat digunakan adalah data sekunder yang bersifat kualitatif. Data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier tersebut diperoleh dengan cara atau melalui suatu kegiatan yang dinamakan studi kepustakaan / library research

  4. Teknik Pengumpulan Data Oleh karena data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersifat kualitatif, maka teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah studi kepustakaan. Studi kepustakaan adalah suatu kegiatan (praktis dan teoritis) untuk mengumpulkan dan mempelajari serta memahami data yang berupa hasil pengolahan orang lain, dalam bentuk teks otoritas (peraturan perundang-undangan, putusan hakim, traktat, kontrak, keputusan tata usaha Negara, kebijakan publik dan lainnya), literatur atau buku teks, jurnal, artikel, arsip atau dokumen, kamus hukum, ensiklopedia dan lainnya.

  5. Analisis Data

  Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif normatif. Metode kualitatif normatif ini digunakan karena penelitian ini tidak menggunakan konsep-konsep yang diukur / dinyatakan dengan angka atau rumusan statistic. Dalam menganalisis data sekunder tersebut, penguraian data sehingga memudahkan untuk interprestasi data dan konstruksi data serta pemahaman akan analisis yang dihasilkan, yaitu mencari seba akibat dari suatu masalah dan menguraikannya secara konsisten, sistematis dan logis sesuai dengan perumusan masalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini.

G. Sistematika Penulisan

  Dalam skripsi yang berjudul Prosedur Perolehan Izin Praktek Dokter Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara sistematika penulisannya adalah sebagai berikut:

  BAB I PENDAHULUAN Berisikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penelitian, tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan sistematika penulisan

  BAB II PENGATURAN IZIN PRAKTIK DOKTER Pada bagian ini akan membahas tentang Pihak-Pihak Yang Berwenang Mengeluarkan Izin, Peraturan undang-undang yang mengatur tentang izin Praktik Dokter dan Ketentuan Sanksi Dalam Izin Praktik Dokter

  BAB III PELAYANAN PENGURUSAN IZIN PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER Bab ini akan membahas Tinjauan Tentang Izin Praktik Dokter, Jenis dan Bentuk Izin, Izin Praktik Dokter, Pelayanan Perizinan dalam Perspektif Negara Kesejahteraan, Restrukturisasi dan Revitalisasi Pelayanan Perizinan, Birokrasi Pelayanan Perizinan, Orientasi Kebijakan Pelayanan Perizinan, Konsepsi Peningkatan

  Pelayanan Perizinan yang Optimal dan Penataan Kelembagaan yang menangani Perizinan

  BAB IV PROSEDUR PEROLEHAN IZIN PRAKTIK DOKTER DITINJAU DARI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA Medan Tentang Izin Praktik Dokter. Proses dan Prosedur Perolehan Izin Praktik Dokter, Hambatan dalam Perolehan Izin Tempat Praktik Dokter dan Upaya yang dilakukan dalam mengatasi perolehan Izin Praktik Dokter

  BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bagian akhir akan membahas tentang Kesimpulan dan Saran dari hasil penelitian yang dilakukan

Dokumen yang terkait

Perolehan Izin Praktik Dokter Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara

16 156 73

Prosedur Perolehan Izin Usaha Pada Rumah Toko Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara

6 73 82

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Eksistensi Konvensi Internasional Tentang Terorisme Ditinjau Dari Hukum Pidana Nasional

0 0 27

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Prosedur Perolehan Izin Tempat Hiburan Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara (Studi Peraturan Daerah Kota Medan Peraturan Daerah (Perda) Kota Medan No 37 Tahun 2002, Tentang Pendirian Lokasi Usaha Rekreas

0 1 26

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Prosedur Mutasi Jabatan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Ditinjau Dari Persektif Hukum Administrasi Negara (Studi Kasus Dinas Pekerjaan Umum)

0 2 25

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Prosedur Pendelegasian Wewenang Ditinjau dari Persepektif Hukum Administrasi Negara (Studi di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan)

0 0 20

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Hukum Dan Tanggung Jawab Negara Malaysia Terhadap Penumpang Pesawat Mh 370 Ditinjau Dari Hukum Internasional

0 0 21

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Prosedur Perolehan Izin Mendirikan Yayasan Ditinjau dari Segi Hukum Administrasi Negara (Studi Yayasan Sekolah Tinggi Agama Islam AL Islahiyah Kota Binjai)

0 10 17

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Fungsi Camat Sebagai Kepala Wilayah Dan Kepala Pemerintahan Dalam Melaksanakan Tugas Yang Efektif Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara

0 0 11

BAB II PENGATURAN IZIN PRAKTIK DOKTER A. Pihak-Pihak Yang Berwenang Mengeluarkan Izin - Perolehan Izin Praktik Dokter Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara

0 4 7