Analisis Sosiologi Sastra dalam Cerpen b
ANALISIS HEGEMONI GRAMSCI DALAM “METROPOLITAN
SAKAI” KARYA ABEL TASMAN
Disusun Oleh :
Dwi Puspaningrum
13210141041
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014
1
BSI B
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cerpen berjudul “Metropolitan Sakai” karya Abel Tasman
yang dimuat dalam buku kumpulan cerpen pilihan Kompas 2000
dengan judul “Dua Tengkorak Kepala” merupakan salah satu
cerpen
yang
dapat
hegemoni.
Menurut
dianalisis
Gramsci
dengan
menggunakan
hegemoni
teori
memperkenalkan
kepemimpinan moral dan intelektual yang tidak terdapat dalam
bentuk-bentuk
analisis
marxis
yang
lebih
ortodoks
dan
mengindikasikan berbagai macam cara yang di dalamnya
kepemimpinan itu sudah dibangun. (Faruk, 2003:63).
Dari teori tentang hegemoni tersebut, sejalan dengan
cerita
yang
ada
dalam
cerpen
“Metropolitan
Sakai”.
Di
perkampungan Sakai yang menjadi salah satu korban dari
adanya hegemoni atas ideologi kapitalisme. Warga desa yang
hidup miskin di tengah sumber daya minyak yang melimpah,
namun bukan untuk kesejahteraan desa tersebut. Pengambilan
minyak yang dilakukan oleh perusahaan “Caltex” ini mendapat
dukungan dari kepala Desa yang memimpin. Dolah, salah satu
tokoh yang harus kehilangan Emak dan Abah-nya akibat kondisi
sulit yang dialaminya. Begitu pula dengan sahabat Dolah, Don
Menet yang terpaksa harus mengalami kesengsaraan.
Dan semakin hari pengolahan minyak di desa Sakai tidak
pernah berhenti namun semakin diperluas. Namun, penduduk
Desa Sakai baik Dolah, Don Menet maupun yang lainnya tidak
bisa berbuat apa-apa.
B. Rumusan Masalah
1
Berdasarkan
cerpen
“Metropolitan
Sakai”
dapat
dirumuskan pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Bagaimana bentuk hegemoni yang terdapat dalam cerpen
“’Metropolitan Sakai”?
2. Siapakah yang menjalankan hegemoni di dalam cerpen
“’Metropolitan Sakai”?
3. Adakah upaya melawan kekuasaan yang mendominasi dalam
cerpen “Metropolitan Sakai”?
C. Tujuan
Analisis cerpen “Metropolitan Sakai” ini bertujuan untuk,
pertama mengetahui bentuk hegemoni yang terdapat dalam
cerpen “Metropolitan Sakai”. Kedua mengetahui siapa yang
menjalankan hegemoni tersebut. Dan ketiga dapat mengetahui
upaya apakah yang dilakukan untuk melawan kekuasaan yang
mendominasi dalam cerpen “Metropolitan Sakai”.
2
BAB II
KAJIAN TEORI
Gramsci
menganggap
dunia
gagasan,
kebudayaan,
suprastruktur, bukan hanya sebagai refleksi atau ekspresi dari
struktur kelas ekonomik atau infrastuktur yang bersifat material,
melainkan sebagai salah satu kekuatan material itu sendiri. Sebagai
kekuatan itu, dunia gagasan atau ideologi berfungsi mengorganisasi
masa manusia, menciptakan suatu tanah lapang yang di atasnya
manusia bergerak (Faruk, 2003:62).
Hubungan antara yang ideal dengan yang material tidak
berlangsung searah, melainkan bersifat saling tergantung dan
interaktif. Kekuatan material merupakan isi, sedangkan ideologiideologi merupakan bentuknya. Kekuatan material tidak dapat
dipahami secara historis tanpa bentuk dan ideologi-ideologi akan
menjadi khayalan individual belaka tanpa kekuatan material (Faruk,
2003:62).
Hegemoni
berarti
sesuatu
yang
kompleks.
Gramsci
menggunakan konsep itu untuk meneliti bentuk-bentuk politis,
kultural, dan ideologis tertentu, yang lewatnya, dalam suatu
masyarakat yang ada, suatu kelas fundamental dapat membangun
kepemimpinannya sebagai sesuatu yang berbeda dari bentukbentuk dominasi yang bersifat memaksa (Faruk, 2003:63).
Hegemoni
memperkenalkan
kepemimpinan
moral
dan
intelektual yang tidak terdapat dalam bentuk-bentuk analisis marxis
yang lebih ortodoks dan mengindikasikan berbagai macam cara
3
yang di dalamnya kepemimpinan itu sudah dibangun (Faruk,
2003:63).
Hegemoni itu, oleh Gramsci, didefinisikan sebagai sesuatu
yang kompleks, yang sekaligus bersifat ekonomik dan etis-politis.
Dalam
hal
hegemoni
kelompok
dan
itu
harus
diperhatikan
interes-interes
kecenderungan-kecenderungannya,
yang
terhadapnya hegemoni itu dijalankan. Di dalam hegemoni suatu
keseimbangan kompromis antar interes-interes tersebut harus
dibentuk atau, dengan kata lain, bahwa kelompok pemimpin harus
membuat
pengorbanan-pengorbanan
tertentu.
Akan
tetapi,
pengorbanan tersebut tidak dapat menyentuh esensial, yaitu
interes ekonomi, sebab, walaupun hegemoni bersifat etis-politis, ia
juga harus bersifat ekonomik, harus didasarkan pada fungsi yang
menentukan, yaitu inti aktivitas ekonomi. (Faruk, 2003:68).
Di
sini
hegemoni
mendefinisikan
sifat
kompleks
dari
hubungan antara sayarakat dengan kelompok-kelompok pemimpin
masyarakat: suatu hubungan yang tidak hanya politis dalam
pengertian yang sempit, tetapi juga persoalan mengenai gagasangagasan
atau
kesadaran.
Tekanan
inilah
yang
menandakan
orisinalitas konsep hegemoni. Salah satu cara yang di dalamnya
“pemimpin”
dan
“yang
dipimpin”
disatukan
adalah
“kepercayaan-kepercayaan popular” (Faruk, 2003:70).
4
lewat
BAB III
PEMBAHASAN
Cerpen berjudul “Metropolitan Sakai” karya Abel Tasman
merupakan
salah
satu
cerpen
yang
sangat
identik
dengan
hegemoni yang mengatur atau mengorganisasikan manusia secara
nyata dan bersifat memaksa.
Hegemoni
berarti
sesuatu
yang
kompleks.
Gramsci
menggunakan konsep itu untuk meneliti bentuk-bentuk politis,
kultural, dan ideologis tertentu, yang lewatnya, dalam suatu
masyarakat yang ada, suatu kelas fundamental dapat membangun
kepemimpinannya sebagai sesuatu yang berbeda dari bentukbentuk dominasi yang bersifat memaksa (Faruk, 2003:63).
Adanya suatu kekuasaan yang mengikat dan terpaksa harus
tunduk
pada
perintah
seorang
pemimpin,
dalam
cerpen
“Metropotitan Sakai” terlihat diawal cerita ketika warga Desa Sakai
yang dipaksa untuk tidak boleh loyo oleh Kepala Desa karena akan
ada Gubernur yang berkunjung ke desa tersebut. Akhirnya seluruh
warga diberikan beras masing-masing 2 Kg.
Salah satu tokoh dalam cerita adalah Dolah, yang terpaksa
harus kehilangan Abah-nya. Karena pemberian beras tersebut,
Ayah-nya ingin makan nasi terus menerus yang sejak tiga hari
5
belum makan nasi. Selanjutnya karena terlalu banyak makan nasi,
Ayahnya meninggal. Dengan mulut yang berbusa dan mata yang
terbeliak putih. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut ini,
Suatu hari rombongan Kepala Desa datang ke kampung
Dolah. Kata Pak Kades akan ada kunjungan Gubernur ke
kampung tersebut. “Di depan Gubernur ndak boleh ada yang
kelihatan loyo. Semua harus makan banyak agar tampak
sehat. Malu kan kalau badan kita kelihatan loyo di depan Pak
Gubernur? Sebab daerah kita itu terkenal ke seluruh pelosok
Indonesia sebagai negeri yang kaya-raya.” Begitu antara lain
pidato Pak Kades sebelum membagi-bagi beras yang setiap
kepala keluarga mendapat jatah dua kilogram.
“Abah betul-betul lapar, Lah. Kau bertanak nasi lagi, ya,
Nak? Nasi tadi dah abah habiskan, “ ucap abah.
Dengan senang hati Dolah kembali menanak nasi.
Ketika itulah ia mendengar erangan dari bilik abah-nya.
Betapa Dolah kecil terperanjat melihat abah-nya tergeletak
dengan mulut berbusa dan mata terbeliak putih. Dolah berlari
ke rumah Bomo, minta bantuan.
Kondisi di atas adalah gambaran yang sangat menyedihkan
karena kekuasaan seorang pemimpin yaitu Kepala Desa dapat
berbuat
apa
saja
kepada
yang
dipimpin.
Seperti
halnya
memerintahkan warganya untuk berpura-pura kelihatan sehat di
depan Gubernur yang akan berkunjung. Yang sejatinya mereka
hidup dalam kesusahan bahkan dapat dikatakan sengsara. Dan dari
pemimpin itu sendiri tidak ada kesadaran atau upaya untuk
menyejahterakan rakyatnya. Ini merupakan bukti bahwa hegemoni
pemimpin mempunyai pengaruh yang kuat.
Setelah meninggalnya Abah Dolah tersebut, Dolah terpaksa
harus tinggal di Panti Asuhan Anak Suku Terasing di kota. Namun
Dia
tidak
tahan
karena
harus
bekerja
keras
membantu
pembangunan yayasan sepulang sekolah. Akhirnya Dolah nekat
6
meninggalkan panti sebelum Dia sakit dan harus dipulangkan ke
kampung.
Selanjutnya di dalam cerpen “Metropolitan Sakai” tidak
dijelaskan kondisi Dolah setelah Dia berhasil minggat dari panti
asuhan, tetapi sudah menceritakan kondisi Desa Sakai dua puluh
tahun kemudian.
Perkampungan Sakai yang redup, semak, dan hening
telah disulap menjadi metropolis yang serba gemerlap,
benderang, dan bising. Lengkingan rusa yang diburu,
pemancingan ikan, pekik-sorak pencari rotan, atau dendang
anak-anak Sakai menjerat kancil, menggetah burung,
terdengar mengiang dalam deru gemuruh kesibukan kota.
Dolah terus melangkah di atas pipa minyak di
sepanjang sisi jalan. Tak ia pedulikan bising kendaraan yang
berseliweran disebelah kanannya. Dulu, sekitar dua puluh
tahun silam, Dolah paling suka pacu lari di atas pipa-pipa itu
dengan Don Menet, teman kecilnya.
Dari kutipan di atas, terlihat bahwa kondisi Desa Sakai telah
banyak
berubah.
Perubahan
ini
tentu
bukan
terjadi
secara
kebetulan, melainkan ada suatu sistem atau tatanan dan ideologi
yang telah membangunnya. Penyebab terjadinya hal ini dijelaskan
dalam paragraf berikutnya,
Semua itu terjadi memang akibat perubahan cara hidup
yang drastis. Sejak nenek-moyang mereka, orang Sakai hanya
terbiasa hidup dari berladang berpindah. Padahal itu dilarang
pemerintah, karena dapat merusak kelestarian hutan.
Makanya, sejak itu orang-orang Sakai mulai hidup dari hasil
memburuh atau sebagian pekerja kasar lainnya. Sementara
itu, hutan atau kebun mereka tempat biasa mereka berladang
dijadikan perluasan areal pengolahan minyak oleh Caltex.
Hutan-hutan dibabat rata dengan tanah, pohon-pohon yang
ditanami warga Sakai ditebangi dan diganti rugi. Dalam
pengertian, diganti rugi. Itu pun masih dikategorikan untung.
Sebab sebagian tanah tempat orang-orang Sakai berladang
dan berkebun malah harus diserahkan begitu saja tanpa ganti
rugi sesen pun.
7
Berbicara tentang ideologi, dalam teori hegemoni juga
disebutkan. Menurut Gramsci yang menganggap dunia gagasan,
kebudayaan, suprastruktur, bukan hanya sebagai refleksi atau
ekspresi dari struktur kelas ekonomik atau infrastuktur yang bersifat
material, melainkan sebagai salah satu kekuatan material itu
sendiri. Sebagai kekuatan itu, dunia gagasan atau ideologi berfungsi
mengorganisasi masa manusia, menciptakan suatu tanah lapang
yang di atasnya manusia bergerak (Faruk, 2003:62). Dan ideologi
yang terdapat dalam cerpen “Metropolitan Sakai” juga telah mampu
mengorganisasikan manusia.
Ideologi yang ada dalam cerpen “Metropolitan Sakai” adalah
ideologi kapitalisme. Disebutkan dengan jelas perusahaan asing
yang melakukan pengolahan minyak bumi, yaitu Caltex.
PT. Caltex Pacific Indonesia (PT. CPI) adalah perusahaan modal
asing (PMA) yang melakukan kontrak kerja dengan Pemerintah
Indonesia dalam bidang eksplorasi dan produksi minyak bumi di
Indonesia. cikal bakal kegiatan PT CPI di Indonesia dimulai tahun
1934, di saat Standard Oil Company of California (yang kini
bernama Chevron Corporation) memulai kegiatan eksplorasi minyak
di Hindia Belanda. Untuk memperluas kegiatannya, pada tahun
1936 Standard Oil Company of California bergabung dengan
perusahaan Texas Oil Company (Texaco), sebuah perusahaan
minyak Amerika Serikat, membentuk perusahaan yang diberi nama
Caltex.1
1 http://ancok.staff.ugm.ac.id/main/draft-i-kasus-pendayagunaan-sumberdaya-manusia-pindah-kerja-di-pt-caltex-pacific-indonesia/
8
Di dalam kapitalisme, ada prinsip dasar kebebasan. Salah
satunya adalah kebebasan. Termasuk kebebasan mengambil hasil
kekayaan alam yang ada di Indonesia. Memberikan kesempatan
asing untuk mengekploitasi sumber daya alam yang dimiliki tanpa
memandang akan kerugian darinya. Tujuan utama dari kapitalisme
adalah untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Karena ideologi
kapitalisme tersebut tidak akan dapat berjalan jika tanpa adanya
materi. Dan keduanya saling membentuk kesatuan yang tidak bisa
dipisahkan. Seperti menurut Garmsci, hubungan antara yang ideal
dengan yang material tidak berlangsung searah, melainkan bersifat
saling tergantung dan interaktif. Kekuatan material merupakan isi,
sedangkan
ideologi-ideologi
merupakan
bentuknya.
Kekuatan
material tidak dapat dipahami secara historis tanpa bentuk dan
ideologi-ideologi akan menjadi khayalan individual belaka tanpa
kekuatan material (Faruk, 2003:62).
Adapun yang telah dialami oleh Desa Sakai akibat pengolahan
minyak asing ini, mereka hidup jauh dari kelayakan. Jika kita kaitkan
dengan teori hegemoni menurut Gramsci, didefinisikan sebagai
sesuatu yang kompleks, yang sekaligus bersifat ekonomik dan etispolitis. Dalam hal hegemoni itu harus diperhatikan interes-interes
kelompok
dan
kecenderungan-kecenderungannya,
yang
terhadapnya hegemoni itu dijalankan. Di dalam hegemoni suatu
keseimbangan kompromis antar interes-interes tersebut harus
dibentuk atau, dengan kata lain, bahwa kelompok pemimpin harus
membuat
pengorbanan-pengorbanan
tertentu.
Akan
tetapi,
pengorbanan tersebut tidak dapat menyentuh esensial, yaitu
interes ekonomi, sebab, walaupun hegemoni bersifat etis-politis, ia
juga harus bersifat ekonomik, harus didasarkan pada fungsi yang
menentukan, yaitu inti aktivitas ekonomi. (Faruk, 2003:68).
9
Melalui teori hegemoni menurut Gramsci inilah terbukti
bahwa, melakukan hegemoni pada suatu kelompok yaitu warga
Desa Sakai yang bersifat ekonomik dan etis-politis inilah pemimpin
harus
membuat
pengorbanan-pengorbanan
tertentu.
Dan
pengorbanan yang dilakukan oleh Kepala Desa Sakai adalah dengan
mengorbankan
warga
Sakai,
yang
mengatasnamakan
rakyat
Indonesia. Ketika kondisi sumber daya alam yang dimilikinya
melimpah, namun kemiskinan dan kesengsaraan harus dialami oleh
mereka. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut,
Tetapi
tak
mengapa.
Sebab
Caltex
mampu
menghasilkan milyaran barel minyak untuk kesejahteraan
rakyat Indonesia. Begitu yang sering dipidatokan Pak Kades
atau Pak Camat saat berkunjung ke perkampungan Sakai.
Apakah kami bukan rakyat Indonesia? Pertanyaan ini
sering sekali bermain-main di kepala Dolah dan kawan-kawan
kecilnya dulu. Dan saking bodohnya, sampai detik itu pun
Dolah belum mampu menjawab pertanyaan itu. Yang ia tahu
dan rasakan, sampai kini dia dan ratusan warga Sakai lainnya
tetap saja seperti dulu: miskin dan serba kekurangan.
Kepercayaan yang dibangun oleh para pemimpin baik itu Pak
Camat atau pun Pak Kades adalah salah satu bentuk yang dibangun
atas dasar hegemoni. Sesuai dengan teori hegemoni mendefinisikan
sifat kompleks dari hubungan antara masyarakat dengan kelompokkelompok pemimpin masyarakat: suatu hubungan yang tidak hanya
politis dalam pengertian yang sempit, tetapi juga persoalan
mengenai gagasan-gagasan atau kesadaran. Tekanan inilah yang
menandakan orisinalitas konsep hegemoni. Salah satu cara yang di
dalamnya “pemimpin” dan “yang dipimpin” disatukan adalah lewat
“kepercayaan-kepercayaan popular” (Faruk, 2003:70).
Kepercayaan yang tetap diberikan warga Desa Sakai kepada
pemimpin mereka. Walaupun fakta yang terjadi berkata lain.
10
Sebenarnya para pemimpin mereka sedang melakukan sebuah
kebohongan besar yang nyata. Namun karena keterbelakangan
dalam hal pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki oleh warga
Desa Sakai mereka terpaksa harus menerima kenyataan pahit di
tanah mereka sendiri.
Dan diakhir cerita dalam cerpen “Metropolitan Sakai” ketika
Dolah telah kembali ke kampung halamannya, selain perubahan
tempat
juga
terjadi
perubahan
kondisi
anak-anak
di
sana.
Kebudayaan kota yang telah masuk ke Desa Sakai dan telah
menjadi satu dengannya. Bahkan, mereka merupakan bagian dari
korban hegemoni. Anak-anak desa telah berubah menjadi pemalak
kecil yang galak dan tidak mengenal sopan santun lagi kepada
orang yang lebih tua. Semuanya dinilai dengan materi atau uang.
Terdapat dalam kutipan berikut,
“Uangnya, Pak!” seorang anak tiba-tiba menyodorkan
tangan meminta sekaligus seperti memaksa.
Tak menyangka ditodong begitu, Dolah menoleh.
Ditelitinya wajah-wajah kecil yang berpakaian compangcamping di depannya. Semuanya menatap tajam pada Dolah.
Polos tetapi beringas.
“Hei, Bapak orang baru , kan?” desak yang lain.
“Harus bayar duduk di sini!”
Dolah terbelalak, “Bayar?”
Anak-anak mengangguk. Kini semua tangan menadah
pada Dolah. Ada tujuh anak. Semua saling berdesakan ingin
dekat Dolah. “Hei, cepat berikan uangnya!” teriakan anak
paling ujung. Tubuhnya kecil, tetapi suaranya melengking
menghujam telinga dan hati Dolah. Matanya menatap Dolah
seperti mengancam.
Semula Dolah menyangka anak-anak itu hanya
bercanda. Tetapi melihat wajah-wajah kecil itu makin tak
bersahabat, Dolah gundah. Bukan takut, sungguh! Sedikit pun
dia tidak merasa takut. Masa dia takut sama anak ingusan.
Dia hanya bingung melihat wajah-wajah kecil yang begitu
beringas padanya. Ada apa ini? Apakah semua anak-anak
11
Sakai sudah berubah galak? Kenapa? Apa yang telah terjadi?
Begitu dahsyatkah keganasan kota merusak karakter anakanak ini?
Kondisi seperti inilah yang terjadi akibat hegemoni yang telah
ada di Desa Sakai. Selama dua puluh tahun warga Desa Sakai tidak
mampu untuk berbuat apa pun, dan tidak ada yang melakukan
perlawanan pada kondisi yang sedang mereka hadapi.
Pertemuan kembali Dolah dengan Don Menet teman masa
kecilnya semakin menggambarkan bahwa kehidupan Don Menet
sejak kelahirannya hingga dia kini telah menjadi seorang ayah dari
salah seorang anak yang ikut memalak Dolah adalah menjadi bukti
bahwa kesengsaraan itu masih saja dialaminya. Tidak pernah ana
kesejahteraan
seperti
yang
diungkapkan
pemimpin
mereka.
“Kesejahteraan untuk rakyat Indonesia”. Semuanya adalah dusta.
Dijelaskan dalam kutipan berikut ini,
Banyak kenangan yang tergali dari pertemuan singkat
itu. Meski hanya sepintas, Dolah dapat melihat gurat
kesengsaraan di wajah sahabatnya itu. Begitu jauh berbeda
dengan wajah-wajah yang ada di dalam mobil mengkilat yang
berseliweran di belakang mereka.
Di akhir cerita, pengolah minyak yang ada di Desa Sakai
tersebut bukan semakin berhenti namun semakin menjadi-jadi dan
tidak berkesudahan. Hal ini bisa diartikan bahwa akan semakin
sengsaranya warga Desa Sakai akibat pengolahan minyak di tanah
mereka tetapi tidak pernah mereka rasakan hasilnya.
Petang turun ketika Dolah mengikuti Don Menet
berjalan di atas pipa minyak. Dipandangnya lurus, jauh ke
depan. Tiba-tiba saja Dolah merasa pipa-pipa minyak itu
demikian panjang, tak berujung, tak berkesudahan.
12
KESIMPULAN
Cerpen berjudul “Metropolitan Sakai” karya Abel Tasman
merupakan
salah
satu
cerpen
yang
sangat
identik
dengan
hegemoni yang mengatur atau mengorganisasikan manusia secara
nyata dan bersifat memaksa. Hegemoni atas ideologi kapitalisme
yang merenggut kebahagiaan manusia yang dikuasai hanya oleh
beberapa orang. Atas dasar materi melupakan kesengsaraan rakyat
kecil yang hidup miskin dalam wilayah tersebut.
13
Kajian teori hegemoni menurut Gramsci dapat memberikan
gambaran yang lain bahwa sastra bukan hanya sebagai tulisan
belaka, namun sastra dapat menggambarkan kondisi nyata dalam
kehidupan yang sedang dialami masyarakat saat ini.
DAFTAR PUSTAKA
Faruk. 2003. Pengantar Sosiologi Satra: dari Strukturalisme Genetik
sampai Post-Modernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Busye, Motingo, dkk. Dua Tengkorak kepala: Cerpen Pilihan Kompas
2000. Jakarta: PT. Gramedia.
http://ancok.staff.ugm.ac.id/main/draft-i-kasus-pendayagunaan-sumberdaya-manusia-pindah-kerja-di-pt-caltex-pacific-indonesia/ diunduh tanggal
8 Januari 2015.
14
15
SAKAI” KARYA ABEL TASMAN
Disusun Oleh :
Dwi Puspaningrum
13210141041
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014
1
BSI B
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cerpen berjudul “Metropolitan Sakai” karya Abel Tasman
yang dimuat dalam buku kumpulan cerpen pilihan Kompas 2000
dengan judul “Dua Tengkorak Kepala” merupakan salah satu
cerpen
yang
dapat
hegemoni.
Menurut
dianalisis
Gramsci
dengan
menggunakan
hegemoni
teori
memperkenalkan
kepemimpinan moral dan intelektual yang tidak terdapat dalam
bentuk-bentuk
analisis
marxis
yang
lebih
ortodoks
dan
mengindikasikan berbagai macam cara yang di dalamnya
kepemimpinan itu sudah dibangun. (Faruk, 2003:63).
Dari teori tentang hegemoni tersebut, sejalan dengan
cerita
yang
ada
dalam
cerpen
“Metropolitan
Sakai”.
Di
perkampungan Sakai yang menjadi salah satu korban dari
adanya hegemoni atas ideologi kapitalisme. Warga desa yang
hidup miskin di tengah sumber daya minyak yang melimpah,
namun bukan untuk kesejahteraan desa tersebut. Pengambilan
minyak yang dilakukan oleh perusahaan “Caltex” ini mendapat
dukungan dari kepala Desa yang memimpin. Dolah, salah satu
tokoh yang harus kehilangan Emak dan Abah-nya akibat kondisi
sulit yang dialaminya. Begitu pula dengan sahabat Dolah, Don
Menet yang terpaksa harus mengalami kesengsaraan.
Dan semakin hari pengolahan minyak di desa Sakai tidak
pernah berhenti namun semakin diperluas. Namun, penduduk
Desa Sakai baik Dolah, Don Menet maupun yang lainnya tidak
bisa berbuat apa-apa.
B. Rumusan Masalah
1
Berdasarkan
cerpen
“Metropolitan
Sakai”
dapat
dirumuskan pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Bagaimana bentuk hegemoni yang terdapat dalam cerpen
“’Metropolitan Sakai”?
2. Siapakah yang menjalankan hegemoni di dalam cerpen
“’Metropolitan Sakai”?
3. Adakah upaya melawan kekuasaan yang mendominasi dalam
cerpen “Metropolitan Sakai”?
C. Tujuan
Analisis cerpen “Metropolitan Sakai” ini bertujuan untuk,
pertama mengetahui bentuk hegemoni yang terdapat dalam
cerpen “Metropolitan Sakai”. Kedua mengetahui siapa yang
menjalankan hegemoni tersebut. Dan ketiga dapat mengetahui
upaya apakah yang dilakukan untuk melawan kekuasaan yang
mendominasi dalam cerpen “Metropolitan Sakai”.
2
BAB II
KAJIAN TEORI
Gramsci
menganggap
dunia
gagasan,
kebudayaan,
suprastruktur, bukan hanya sebagai refleksi atau ekspresi dari
struktur kelas ekonomik atau infrastuktur yang bersifat material,
melainkan sebagai salah satu kekuatan material itu sendiri. Sebagai
kekuatan itu, dunia gagasan atau ideologi berfungsi mengorganisasi
masa manusia, menciptakan suatu tanah lapang yang di atasnya
manusia bergerak (Faruk, 2003:62).
Hubungan antara yang ideal dengan yang material tidak
berlangsung searah, melainkan bersifat saling tergantung dan
interaktif. Kekuatan material merupakan isi, sedangkan ideologiideologi merupakan bentuknya. Kekuatan material tidak dapat
dipahami secara historis tanpa bentuk dan ideologi-ideologi akan
menjadi khayalan individual belaka tanpa kekuatan material (Faruk,
2003:62).
Hegemoni
berarti
sesuatu
yang
kompleks.
Gramsci
menggunakan konsep itu untuk meneliti bentuk-bentuk politis,
kultural, dan ideologis tertentu, yang lewatnya, dalam suatu
masyarakat yang ada, suatu kelas fundamental dapat membangun
kepemimpinannya sebagai sesuatu yang berbeda dari bentukbentuk dominasi yang bersifat memaksa (Faruk, 2003:63).
Hegemoni
memperkenalkan
kepemimpinan
moral
dan
intelektual yang tidak terdapat dalam bentuk-bentuk analisis marxis
yang lebih ortodoks dan mengindikasikan berbagai macam cara
3
yang di dalamnya kepemimpinan itu sudah dibangun (Faruk,
2003:63).
Hegemoni itu, oleh Gramsci, didefinisikan sebagai sesuatu
yang kompleks, yang sekaligus bersifat ekonomik dan etis-politis.
Dalam
hal
hegemoni
kelompok
dan
itu
harus
diperhatikan
interes-interes
kecenderungan-kecenderungannya,
yang
terhadapnya hegemoni itu dijalankan. Di dalam hegemoni suatu
keseimbangan kompromis antar interes-interes tersebut harus
dibentuk atau, dengan kata lain, bahwa kelompok pemimpin harus
membuat
pengorbanan-pengorbanan
tertentu.
Akan
tetapi,
pengorbanan tersebut tidak dapat menyentuh esensial, yaitu
interes ekonomi, sebab, walaupun hegemoni bersifat etis-politis, ia
juga harus bersifat ekonomik, harus didasarkan pada fungsi yang
menentukan, yaitu inti aktivitas ekonomi. (Faruk, 2003:68).
Di
sini
hegemoni
mendefinisikan
sifat
kompleks
dari
hubungan antara sayarakat dengan kelompok-kelompok pemimpin
masyarakat: suatu hubungan yang tidak hanya politis dalam
pengertian yang sempit, tetapi juga persoalan mengenai gagasangagasan
atau
kesadaran.
Tekanan
inilah
yang
menandakan
orisinalitas konsep hegemoni. Salah satu cara yang di dalamnya
“pemimpin”
dan
“yang
dipimpin”
disatukan
adalah
“kepercayaan-kepercayaan popular” (Faruk, 2003:70).
4
lewat
BAB III
PEMBAHASAN
Cerpen berjudul “Metropolitan Sakai” karya Abel Tasman
merupakan
salah
satu
cerpen
yang
sangat
identik
dengan
hegemoni yang mengatur atau mengorganisasikan manusia secara
nyata dan bersifat memaksa.
Hegemoni
berarti
sesuatu
yang
kompleks.
Gramsci
menggunakan konsep itu untuk meneliti bentuk-bentuk politis,
kultural, dan ideologis tertentu, yang lewatnya, dalam suatu
masyarakat yang ada, suatu kelas fundamental dapat membangun
kepemimpinannya sebagai sesuatu yang berbeda dari bentukbentuk dominasi yang bersifat memaksa (Faruk, 2003:63).
Adanya suatu kekuasaan yang mengikat dan terpaksa harus
tunduk
pada
perintah
seorang
pemimpin,
dalam
cerpen
“Metropotitan Sakai” terlihat diawal cerita ketika warga Desa Sakai
yang dipaksa untuk tidak boleh loyo oleh Kepala Desa karena akan
ada Gubernur yang berkunjung ke desa tersebut. Akhirnya seluruh
warga diberikan beras masing-masing 2 Kg.
Salah satu tokoh dalam cerita adalah Dolah, yang terpaksa
harus kehilangan Abah-nya. Karena pemberian beras tersebut,
Ayah-nya ingin makan nasi terus menerus yang sejak tiga hari
5
belum makan nasi. Selanjutnya karena terlalu banyak makan nasi,
Ayahnya meninggal. Dengan mulut yang berbusa dan mata yang
terbeliak putih. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut ini,
Suatu hari rombongan Kepala Desa datang ke kampung
Dolah. Kata Pak Kades akan ada kunjungan Gubernur ke
kampung tersebut. “Di depan Gubernur ndak boleh ada yang
kelihatan loyo. Semua harus makan banyak agar tampak
sehat. Malu kan kalau badan kita kelihatan loyo di depan Pak
Gubernur? Sebab daerah kita itu terkenal ke seluruh pelosok
Indonesia sebagai negeri yang kaya-raya.” Begitu antara lain
pidato Pak Kades sebelum membagi-bagi beras yang setiap
kepala keluarga mendapat jatah dua kilogram.
“Abah betul-betul lapar, Lah. Kau bertanak nasi lagi, ya,
Nak? Nasi tadi dah abah habiskan, “ ucap abah.
Dengan senang hati Dolah kembali menanak nasi.
Ketika itulah ia mendengar erangan dari bilik abah-nya.
Betapa Dolah kecil terperanjat melihat abah-nya tergeletak
dengan mulut berbusa dan mata terbeliak putih. Dolah berlari
ke rumah Bomo, minta bantuan.
Kondisi di atas adalah gambaran yang sangat menyedihkan
karena kekuasaan seorang pemimpin yaitu Kepala Desa dapat
berbuat
apa
saja
kepada
yang
dipimpin.
Seperti
halnya
memerintahkan warganya untuk berpura-pura kelihatan sehat di
depan Gubernur yang akan berkunjung. Yang sejatinya mereka
hidup dalam kesusahan bahkan dapat dikatakan sengsara. Dan dari
pemimpin itu sendiri tidak ada kesadaran atau upaya untuk
menyejahterakan rakyatnya. Ini merupakan bukti bahwa hegemoni
pemimpin mempunyai pengaruh yang kuat.
Setelah meninggalnya Abah Dolah tersebut, Dolah terpaksa
harus tinggal di Panti Asuhan Anak Suku Terasing di kota. Namun
Dia
tidak
tahan
karena
harus
bekerja
keras
membantu
pembangunan yayasan sepulang sekolah. Akhirnya Dolah nekat
6
meninggalkan panti sebelum Dia sakit dan harus dipulangkan ke
kampung.
Selanjutnya di dalam cerpen “Metropolitan Sakai” tidak
dijelaskan kondisi Dolah setelah Dia berhasil minggat dari panti
asuhan, tetapi sudah menceritakan kondisi Desa Sakai dua puluh
tahun kemudian.
Perkampungan Sakai yang redup, semak, dan hening
telah disulap menjadi metropolis yang serba gemerlap,
benderang, dan bising. Lengkingan rusa yang diburu,
pemancingan ikan, pekik-sorak pencari rotan, atau dendang
anak-anak Sakai menjerat kancil, menggetah burung,
terdengar mengiang dalam deru gemuruh kesibukan kota.
Dolah terus melangkah di atas pipa minyak di
sepanjang sisi jalan. Tak ia pedulikan bising kendaraan yang
berseliweran disebelah kanannya. Dulu, sekitar dua puluh
tahun silam, Dolah paling suka pacu lari di atas pipa-pipa itu
dengan Don Menet, teman kecilnya.
Dari kutipan di atas, terlihat bahwa kondisi Desa Sakai telah
banyak
berubah.
Perubahan
ini
tentu
bukan
terjadi
secara
kebetulan, melainkan ada suatu sistem atau tatanan dan ideologi
yang telah membangunnya. Penyebab terjadinya hal ini dijelaskan
dalam paragraf berikutnya,
Semua itu terjadi memang akibat perubahan cara hidup
yang drastis. Sejak nenek-moyang mereka, orang Sakai hanya
terbiasa hidup dari berladang berpindah. Padahal itu dilarang
pemerintah, karena dapat merusak kelestarian hutan.
Makanya, sejak itu orang-orang Sakai mulai hidup dari hasil
memburuh atau sebagian pekerja kasar lainnya. Sementara
itu, hutan atau kebun mereka tempat biasa mereka berladang
dijadikan perluasan areal pengolahan minyak oleh Caltex.
Hutan-hutan dibabat rata dengan tanah, pohon-pohon yang
ditanami warga Sakai ditebangi dan diganti rugi. Dalam
pengertian, diganti rugi. Itu pun masih dikategorikan untung.
Sebab sebagian tanah tempat orang-orang Sakai berladang
dan berkebun malah harus diserahkan begitu saja tanpa ganti
rugi sesen pun.
7
Berbicara tentang ideologi, dalam teori hegemoni juga
disebutkan. Menurut Gramsci yang menganggap dunia gagasan,
kebudayaan, suprastruktur, bukan hanya sebagai refleksi atau
ekspresi dari struktur kelas ekonomik atau infrastuktur yang bersifat
material, melainkan sebagai salah satu kekuatan material itu
sendiri. Sebagai kekuatan itu, dunia gagasan atau ideologi berfungsi
mengorganisasi masa manusia, menciptakan suatu tanah lapang
yang di atasnya manusia bergerak (Faruk, 2003:62). Dan ideologi
yang terdapat dalam cerpen “Metropolitan Sakai” juga telah mampu
mengorganisasikan manusia.
Ideologi yang ada dalam cerpen “Metropolitan Sakai” adalah
ideologi kapitalisme. Disebutkan dengan jelas perusahaan asing
yang melakukan pengolahan minyak bumi, yaitu Caltex.
PT. Caltex Pacific Indonesia (PT. CPI) adalah perusahaan modal
asing (PMA) yang melakukan kontrak kerja dengan Pemerintah
Indonesia dalam bidang eksplorasi dan produksi minyak bumi di
Indonesia. cikal bakal kegiatan PT CPI di Indonesia dimulai tahun
1934, di saat Standard Oil Company of California (yang kini
bernama Chevron Corporation) memulai kegiatan eksplorasi minyak
di Hindia Belanda. Untuk memperluas kegiatannya, pada tahun
1936 Standard Oil Company of California bergabung dengan
perusahaan Texas Oil Company (Texaco), sebuah perusahaan
minyak Amerika Serikat, membentuk perusahaan yang diberi nama
Caltex.1
1 http://ancok.staff.ugm.ac.id/main/draft-i-kasus-pendayagunaan-sumberdaya-manusia-pindah-kerja-di-pt-caltex-pacific-indonesia/
8
Di dalam kapitalisme, ada prinsip dasar kebebasan. Salah
satunya adalah kebebasan. Termasuk kebebasan mengambil hasil
kekayaan alam yang ada di Indonesia. Memberikan kesempatan
asing untuk mengekploitasi sumber daya alam yang dimiliki tanpa
memandang akan kerugian darinya. Tujuan utama dari kapitalisme
adalah untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Karena ideologi
kapitalisme tersebut tidak akan dapat berjalan jika tanpa adanya
materi. Dan keduanya saling membentuk kesatuan yang tidak bisa
dipisahkan. Seperti menurut Garmsci, hubungan antara yang ideal
dengan yang material tidak berlangsung searah, melainkan bersifat
saling tergantung dan interaktif. Kekuatan material merupakan isi,
sedangkan
ideologi-ideologi
merupakan
bentuknya.
Kekuatan
material tidak dapat dipahami secara historis tanpa bentuk dan
ideologi-ideologi akan menjadi khayalan individual belaka tanpa
kekuatan material (Faruk, 2003:62).
Adapun yang telah dialami oleh Desa Sakai akibat pengolahan
minyak asing ini, mereka hidup jauh dari kelayakan. Jika kita kaitkan
dengan teori hegemoni menurut Gramsci, didefinisikan sebagai
sesuatu yang kompleks, yang sekaligus bersifat ekonomik dan etispolitis. Dalam hal hegemoni itu harus diperhatikan interes-interes
kelompok
dan
kecenderungan-kecenderungannya,
yang
terhadapnya hegemoni itu dijalankan. Di dalam hegemoni suatu
keseimbangan kompromis antar interes-interes tersebut harus
dibentuk atau, dengan kata lain, bahwa kelompok pemimpin harus
membuat
pengorbanan-pengorbanan
tertentu.
Akan
tetapi,
pengorbanan tersebut tidak dapat menyentuh esensial, yaitu
interes ekonomi, sebab, walaupun hegemoni bersifat etis-politis, ia
juga harus bersifat ekonomik, harus didasarkan pada fungsi yang
menentukan, yaitu inti aktivitas ekonomi. (Faruk, 2003:68).
9
Melalui teori hegemoni menurut Gramsci inilah terbukti
bahwa, melakukan hegemoni pada suatu kelompok yaitu warga
Desa Sakai yang bersifat ekonomik dan etis-politis inilah pemimpin
harus
membuat
pengorbanan-pengorbanan
tertentu.
Dan
pengorbanan yang dilakukan oleh Kepala Desa Sakai adalah dengan
mengorbankan
warga
Sakai,
yang
mengatasnamakan
rakyat
Indonesia. Ketika kondisi sumber daya alam yang dimilikinya
melimpah, namun kemiskinan dan kesengsaraan harus dialami oleh
mereka. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut,
Tetapi
tak
mengapa.
Sebab
Caltex
mampu
menghasilkan milyaran barel minyak untuk kesejahteraan
rakyat Indonesia. Begitu yang sering dipidatokan Pak Kades
atau Pak Camat saat berkunjung ke perkampungan Sakai.
Apakah kami bukan rakyat Indonesia? Pertanyaan ini
sering sekali bermain-main di kepala Dolah dan kawan-kawan
kecilnya dulu. Dan saking bodohnya, sampai detik itu pun
Dolah belum mampu menjawab pertanyaan itu. Yang ia tahu
dan rasakan, sampai kini dia dan ratusan warga Sakai lainnya
tetap saja seperti dulu: miskin dan serba kekurangan.
Kepercayaan yang dibangun oleh para pemimpin baik itu Pak
Camat atau pun Pak Kades adalah salah satu bentuk yang dibangun
atas dasar hegemoni. Sesuai dengan teori hegemoni mendefinisikan
sifat kompleks dari hubungan antara masyarakat dengan kelompokkelompok pemimpin masyarakat: suatu hubungan yang tidak hanya
politis dalam pengertian yang sempit, tetapi juga persoalan
mengenai gagasan-gagasan atau kesadaran. Tekanan inilah yang
menandakan orisinalitas konsep hegemoni. Salah satu cara yang di
dalamnya “pemimpin” dan “yang dipimpin” disatukan adalah lewat
“kepercayaan-kepercayaan popular” (Faruk, 2003:70).
Kepercayaan yang tetap diberikan warga Desa Sakai kepada
pemimpin mereka. Walaupun fakta yang terjadi berkata lain.
10
Sebenarnya para pemimpin mereka sedang melakukan sebuah
kebohongan besar yang nyata. Namun karena keterbelakangan
dalam hal pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki oleh warga
Desa Sakai mereka terpaksa harus menerima kenyataan pahit di
tanah mereka sendiri.
Dan diakhir cerita dalam cerpen “Metropolitan Sakai” ketika
Dolah telah kembali ke kampung halamannya, selain perubahan
tempat
juga
terjadi
perubahan
kondisi
anak-anak
di
sana.
Kebudayaan kota yang telah masuk ke Desa Sakai dan telah
menjadi satu dengannya. Bahkan, mereka merupakan bagian dari
korban hegemoni. Anak-anak desa telah berubah menjadi pemalak
kecil yang galak dan tidak mengenal sopan santun lagi kepada
orang yang lebih tua. Semuanya dinilai dengan materi atau uang.
Terdapat dalam kutipan berikut,
“Uangnya, Pak!” seorang anak tiba-tiba menyodorkan
tangan meminta sekaligus seperti memaksa.
Tak menyangka ditodong begitu, Dolah menoleh.
Ditelitinya wajah-wajah kecil yang berpakaian compangcamping di depannya. Semuanya menatap tajam pada Dolah.
Polos tetapi beringas.
“Hei, Bapak orang baru , kan?” desak yang lain.
“Harus bayar duduk di sini!”
Dolah terbelalak, “Bayar?”
Anak-anak mengangguk. Kini semua tangan menadah
pada Dolah. Ada tujuh anak. Semua saling berdesakan ingin
dekat Dolah. “Hei, cepat berikan uangnya!” teriakan anak
paling ujung. Tubuhnya kecil, tetapi suaranya melengking
menghujam telinga dan hati Dolah. Matanya menatap Dolah
seperti mengancam.
Semula Dolah menyangka anak-anak itu hanya
bercanda. Tetapi melihat wajah-wajah kecil itu makin tak
bersahabat, Dolah gundah. Bukan takut, sungguh! Sedikit pun
dia tidak merasa takut. Masa dia takut sama anak ingusan.
Dia hanya bingung melihat wajah-wajah kecil yang begitu
beringas padanya. Ada apa ini? Apakah semua anak-anak
11
Sakai sudah berubah galak? Kenapa? Apa yang telah terjadi?
Begitu dahsyatkah keganasan kota merusak karakter anakanak ini?
Kondisi seperti inilah yang terjadi akibat hegemoni yang telah
ada di Desa Sakai. Selama dua puluh tahun warga Desa Sakai tidak
mampu untuk berbuat apa pun, dan tidak ada yang melakukan
perlawanan pada kondisi yang sedang mereka hadapi.
Pertemuan kembali Dolah dengan Don Menet teman masa
kecilnya semakin menggambarkan bahwa kehidupan Don Menet
sejak kelahirannya hingga dia kini telah menjadi seorang ayah dari
salah seorang anak yang ikut memalak Dolah adalah menjadi bukti
bahwa kesengsaraan itu masih saja dialaminya. Tidak pernah ana
kesejahteraan
seperti
yang
diungkapkan
pemimpin
mereka.
“Kesejahteraan untuk rakyat Indonesia”. Semuanya adalah dusta.
Dijelaskan dalam kutipan berikut ini,
Banyak kenangan yang tergali dari pertemuan singkat
itu. Meski hanya sepintas, Dolah dapat melihat gurat
kesengsaraan di wajah sahabatnya itu. Begitu jauh berbeda
dengan wajah-wajah yang ada di dalam mobil mengkilat yang
berseliweran di belakang mereka.
Di akhir cerita, pengolah minyak yang ada di Desa Sakai
tersebut bukan semakin berhenti namun semakin menjadi-jadi dan
tidak berkesudahan. Hal ini bisa diartikan bahwa akan semakin
sengsaranya warga Desa Sakai akibat pengolahan minyak di tanah
mereka tetapi tidak pernah mereka rasakan hasilnya.
Petang turun ketika Dolah mengikuti Don Menet
berjalan di atas pipa minyak. Dipandangnya lurus, jauh ke
depan. Tiba-tiba saja Dolah merasa pipa-pipa minyak itu
demikian panjang, tak berujung, tak berkesudahan.
12
KESIMPULAN
Cerpen berjudul “Metropolitan Sakai” karya Abel Tasman
merupakan
salah
satu
cerpen
yang
sangat
identik
dengan
hegemoni yang mengatur atau mengorganisasikan manusia secara
nyata dan bersifat memaksa. Hegemoni atas ideologi kapitalisme
yang merenggut kebahagiaan manusia yang dikuasai hanya oleh
beberapa orang. Atas dasar materi melupakan kesengsaraan rakyat
kecil yang hidup miskin dalam wilayah tersebut.
13
Kajian teori hegemoni menurut Gramsci dapat memberikan
gambaran yang lain bahwa sastra bukan hanya sebagai tulisan
belaka, namun sastra dapat menggambarkan kondisi nyata dalam
kehidupan yang sedang dialami masyarakat saat ini.
DAFTAR PUSTAKA
Faruk. 2003. Pengantar Sosiologi Satra: dari Strukturalisme Genetik
sampai Post-Modernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Busye, Motingo, dkk. Dua Tengkorak kepala: Cerpen Pilihan Kompas
2000. Jakarta: PT. Gramedia.
http://ancok.staff.ugm.ac.id/main/draft-i-kasus-pendayagunaan-sumberdaya-manusia-pindah-kerja-di-pt-caltex-pacific-indonesia/ diunduh tanggal
8 Januari 2015.
14
15