Ali sastra Ali sastra Ali sastra Ali sastraAli sastra
Sejarah Sastra Indonesia
Nama : Nur Akhirah
Nim : F11114301
Periodesasi Sastra Indonesia
Periodisasi Sastra adalah pembagian kesusastraan berdasarkan masa atau zamannya
yang ditandai oleh ciri-ciri tertentu. Berikut periodisasi sastra Indonesia yang dibuat oleh
berbagai ahli sastra. B. Simorangkir-Simanjuntak berpendapat bahwa periodisasi sastra
adalah sebagai berikut:
Masa lama atau purba (sebelum datangnya pengaruh hindu).
Masa hindu-arab (mulai dari pengaruh hindu sampai kedatangan agama islam, sampai
kedatangan orang asing).
Masa baru (dari zaman Abdullah bin abdul kadir Munsyi, hingga perang dunia ke-II)
Masa mutakhir (dari tahun1942 sampai sekarang)
Pengertian Sastra Lama
Sastra lama adalah sastra yang lahir dan tumbuh pada masa lampau atau pada
masyarakat Indonesia lama. Sastra lama juga biasa disebut sebagai sastra klasik. Sastra lama
tumbuh dan berkembang seiring dengan kondisi masyarakat pada zamannya. Oleh karena itu
sastra lama mempunyai nuansa kebudayaan yang kental dan memiliki corak yang lekat
dengan nilai dan adat istiadat yang berlaku di dalam suatu daerah atau masyarakat tertentu.
Karya sastra di Indonesia dapat ditelusuri jejaknya mulai dari jaman kerajaan, terutama
kerajaan islam di Sumatera. Pengaruh budaya melayu dan Islam sangat kuat terhadap
munculnya karya sastra klasik saat itu, sehingga karya sastra yang muncul berbahasa melayu
dan berhubungan dengan keagamaan.
Ciri - ciri Sastra Lama
Kesusastraan lama disebut juga kesusastraan klasik atau kesustraan tradisional.jaman
perkembangan kesustraan klasik adalah sebelum masuknya pengaruh barat ke indonesia.
Bentuk-bentuk kesusastraan lama yang berkembang pada jaman ini adalah dongeng, mantra,
pantun, syair dan sejenisnya.
Ciri - ciri satra lama adalah :
Nama penciptanya tidak diketahui ( anonim).
Pralogis atau cerita - ceritanya banyak diwarnai oleh hal gaib.
Banyak menggunakan kata kata yang baku seperti: alkisah, sahibul hikayat,menurut
empunya cerita, konon, dan sejenisnya.
Peristiwa yg dikisahkan berupa kehidupan istana, raja - raja, dewa - dewa, para
pahlawan atau tokoh - tokoh mulia lainnya.
Karena belum ada media cetak dan elektronik sastra klasik berkembang secara lisan.
Dipengaruhi oleh kesusastraan Hindu dan Arab.
Bentuk karya sastra lama berupa puisi yang terikat seperti syair, pantun, hikayat, mite,
legenda, dongeng.
Tema yang digunakan cenderung kaku.
Perkembangannya secara statis.
Apakah itu sastra purba ?
Sastra Zaman purba adalah Sastra Indonesia Lama mulai pada masa pra-sejarah
(sebelum suatu bangsa mengenal tulisan) dan berakhir pada masa Abdullah bin Abdulkadir
Munsyi. Ada juga yang mengatakan bahwa sastra Indonesia lama berakhir pada masa balai
Pustaka. Sastra Indonesia Lama tidak dapat digolong-golongkan berdasarkan jangka waktu
tertentu (seperti halnya Sastra Indonesia baru) karena hasil-hasil dari sastra masa ini tidak
mencantumkan waktu dan nama pengarangnya.
Jenis-jenis sastra lama purba:
Karangan prosa ialah karangan yang bersifat menerangjelaskan secara terurai
mengenai suatu masalah atau hal atau peristiwa dan lain-lain. Pada dasarnya karya bentuk
prosa ada dua macam, yakni karya sastra yang bersifat sastra dan karya sastra yang bersifat
bukan sastra. Yang bersifat sastra merupakan karya sastra yang kreatif imajinatif, sedangkan
karya sastra yang bukan astra ialah karya sastra yang nonimajinatif.
Macam Karya Sastra Bentuk Prosa
Dalam khasanah sastra Indonesia dikenal dua macam kelompok karya sastra menurut
temanya, yakni karya sastra lama dan karya sastra baru. Hal itu juga berlaku bagi karya sastra
bentuk prosa. Jadi, ada karya sastra prosa lama dan karya sastra prosa baru.
Perbedaan prosa lama dan prosa baru menurut Dr. J. S. Badudu adalah:Prosa lama:
Cenderung bersifat stastis, sesuai dengan keadaan masyarakat lama yang mengalami
perubahan secara lambat.
Istanasentris ( ceritanya sekitar kerajaan, istana, keluarga raja, bersifat feodal).
Hampir seluruhnya berbentuk hikayat, tambo atau dongeng. Pembaca dibawa ke
dalam khayal dan fantasi.
Dipengaruhi oleh kesusastraan Hindu dan Arab.
Ceritanya sering bersifat anonim (tanpa nama)
Milik bersama
Ciri puisi lama:
merupakan puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya
disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan
sangat terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata
maupun rima
Yang termausk puisi lama adalah:
mantra adalah ucapan-ucapan yangd ianggap memiliki kekuatan gaib
pantun adalah puisi yang bercirikan bersajak a-b-a-b, tiap bait 4 baris, tiap baris
terdiri dari 8-12 suku kata, 2 baris awal sebagai sampiran, 2 baris berikutnya sebagai
isi. Pembagian pantun menurut isinya terdiri dari pantun anak, muda-mudi,
agama/nasihat, teka-teki, jenaka
karmina adalah pantun kilat seperti pantun tetapi pendek
seloka adalah pantun berkait
gurindam adalah puisi yang berdirikan tiap bait 2 baris, bersajak a-a-a-a, berisi
nasihat
syair adalah puisi yang bersumber dari Arab dengan ciri tiap bait 4 baris, bersajak aa-a-a, berisi nasihat atau cerita
talibun adalah pantun genap yang tiap bait terdiri dari 6, 8, ataupun 10 baris
Kesusasteraan Zaman Hindu
Pengaruh Hindu
Pengaruh Hindu pada kesusasteraan Melayu sangat besar, sehingga berurat berakar
karena lamanya bangsa Hindu menetap di Indonesia. Pengaruh Hindu terhadap sastra Melayu
dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu :
Cerita-cerita yang langsung masuk ke Indonesia
Contoh : Mahabarata dan Ramayana
Cerita-cerita yang datangnya melalui Persia dahulu
Contoh : Panca Tandera, Hitopadesya
Pengaruh Hindu tampak pada berbagai cerita sehingga dalam hikayat-hikayat Melaytu
terdapat persamaan atau mirip dengan cerita-cerita Hindu, nama-nama dewa dan
sebagainya.
Mahabarata dan Ramayana
Mahabarata dan Ramayana merupakan epos atau wiracarita terkenal, masing-masing disusun
oleh oleh Wiyasa dan Walmiki.
Mahabarata
Mahabarata terdiri dari 18 jilid atau parwa. Bagi orang Hindu buku ini bukan hanya hikayat
kepahlawanan tetapi juga sebuah buku agama. Sebuah cerita sisitan atau episode yang
terkenal dalam buku ini adalah “Bhagawat Gita” yang berisi percakapan antara “Kresna”
sebagai guru dan “Arjuna” sebagai murid. Pada pokoknya Mahabarata berisi :
Perebutan kerajaaan oleh keturunan Bharata yaitu Pandawa dan Kurawa.
Bermacam-macam hal, ajaran kaum Brahmana, keagamaan, adat istiadat.
Bermacam-macam sage yang berupa cerita sisipan atau episode.
Seperti : Bhagawat Gita, Nala dan Damayanti
Ramayana
Ramayana terdiri dari 8 jilid atau kanda. Dalam bahasa Indonesia terkenal dengan “Hikayat
Seri Rama”. Hal ini dapat kita lihat dan saksikan seperti pada cerita-cerita yang terdapat pada
pahatan di candi-candi, cerita Ramayana dapat pula kita saksikan di Candi Prambanan . Dari
pahatan di Prambanan terkenal dongeng “ Loro Jonggrang”
Pengaruh islam dalam perkembangan sastra di indonesia
Masuknya islam ke indonesia
Menurut sejarah, masuknya Islam ke Indonesia ialah pada abad ke-13, terbukti dari
keterangan-keterangan pelancong antara lain :
Marcopolo sudah mendapatkan kaum Islam di Sumatera pada tahun 1292.
Dibuktikannya adanya tulisan yang tertera pada batu nisan Sultan Pasai yaitu
Malikussaleh.
Pengaruah Islam dalam sastra Indonesia tidak langsung dari Arab, melainkan datang
dari Persia dibawa oleh orang-orang Gujarat.
Hasil sastra pengaruh Arab Persi itu antara lain :
Hikayat Amir Hamzah
b. Hikayat Bkhtiar
c. Hikayat Kaidir
d. Hikayat Iskandar Zulkarnain
e. Hikayat Bayan Budiman
f. Hikayat Muhammad Ibnu Hanafiah
g. Hikayat 1001 malam
h. Kitab Seribu Masalah
Tajussalatin
j. Bustanussalatin
Nama Pengarang Islam
Pada zaman ini telah muncul beberapa pengarang Islam, antara lain :
1. Hamzah FansuriKaryanya :
Syair Perahu
Syair Si Burung Pingai
2. Buchari Al Jauhari Karyanya :
Tajussalatin (Makota Segala Raja)
3. Nuruddin Ar Raniri Karyanya :
Bustanussalatin ( Taman Segala Raja)
4. Abdullah bin Abdulkadir Munsyi (Pengarang Islam zaman Peralihan) Karyanya :
Hikayat Panca Tandera (Saduran)
Kisah Pelayaran Abdullah ke Negeri Jeddah
Sastra Masa Peralihan
Yang dimaksud dengan masa peralihan adalah masa peralihan sastra lama ke sastra
baru. Oleh karena itu satu-satunya pengarang yang kenamaan pada masa itu adalah Abdullah
bin Abdulkadir Munsyi (1796 – 1854), sehingga masa itu disebut zaman Abdullah.Abdullah
adalah seorang perintis sejarah kebudayaan Malaka khususnya dan tanah Melayu umumnya.
Abdullah selaku ahli bahasa dan pengarang yang produktif dibuktikan dengan jasajasanya :
Karangan yang berjudul “Hikayat Abdullah” yang berisikan biografi dirinya
sendiri, biografi orang terkemuka pada masa itu serta lukisan keadaan orangorang sekitarnya.
Puisi gubahannya adalah syair “Singapura Dimakan Api”
Menyajikan naskah kamus bahasa Melayu
Menyalin kitab suci Alquran
Mengadakan penyelidikan atas tata bahasa Melayu
Memberikan bantuan dalam penerbitan Sejarah Melayu
Sebuah kisah yang dikarangnya pada waktu naik haji adalah “Pelayaran Abdullah ke
Negeri Jeddah”. Sejaman dengan Abdullah ada dua orang pengarang Melayu yaitu Raja Ali
Haji dan Sitti Saleha, tetapi keduanya masih berpegang pada tradisi bentuk puisi lama.
Buku Abdullah Yang Bernilai Sastra
Syair Singapura Dimakan Api
2. Hikayat Abdullah
3. Hikayat Pelayaran Abdullah ke Negeri Jeddah
4. Hikayat Kailah dan Daminah (saduran)
Perbedaan Karangan Abdullah Dengan Sastra Lama
Bentuk bahasanya baru, tidak memakai bahasa klise.
Tak banyak lagi dipakai kata-kata Arab secara berlebih-lebihan.
IsinyaTidak bersifat istana sentries
Mulai menceritakan orang kebanyakan
Tidak bersifat khayal
Dari kedua hal tersebut di atas, Abdullah dapat dipandang sebagai pembaru sastra
Melayu. Sayang usaha Abdullah ini berhenti setelah ia meninggal dunia, karena tak ada
penerusnya. Sastra peralihan dimasukkan ke dalam kesusasteraan lama dengan nama zaman
peralihan, yang tidak berlangsung lama. Sehingga batas sastra lama dan baru dapat ditarik
lebih kurang tahun 1900.
Sebenarnya sesudah Abdullah bin Abdulkadir Munsyi kesusasteraan Indonesia
mengalami masa vakum selama lebih dari setengah abad (± 1920). Memang ada juga ada
pengarang pada masa itu, namun jumlahnya sedikit sekali dan mereka masih berpegang teguh
kepada tradisi kesusasteraan Indonesia lama, artinya mereka tidak melanjutkan
keseusasteraan yang telah dirintis oleh Abdullah. Nama pengarang pada masa ini diantaranya
adalah : Raja Ali Haji Haji Ibrahim Datuk Rangkajo.
Kesusasteraan Indonesia Modern
Sastra Indonesia modern yang merupakan sastra nasional terbagi atas beberapa masa, yaitu :
Masa Kebangkitan Berdirinya Balai Pustaka
Pada tahun 1908 pemerintah Belanda mendirikan lembaga bacaan rakyat yang
bernama Volkslectuur dengan Dr.G.A.J. Hazeu sebagai ketuanya di kota Jakarta.
Lembaga ini bertugas memilih karangan-karangan yang kemudian menerbitkannya sebagai
bacaan umum, untuk anak-anak dan orang dewasa, guna mengisi waktu senggang dan
menambah pengetahuan. Pada tahun 1917 Volkslectuur itu diubah namanya menjadi “Balai
Pustaka” serta para redakturnya terdiri atas penulis dan ahli bahasa Melayu.
Tugas Balai Pustaka
Mula-mula hanya menerbitkan naskah-naskah lama yang bila perlu dapat diubah dan
disempurnakan.
Menerbitkan saduran dan terjemahan hasil karya pujangga-pujangga asing yang
kenamaan seperti Shakespeare, Cervantes, Jules Verne, Ruyat Kipling, Tolstoi dan
lain sebagainya.
Menerbitkan naskah-naskah pengarang muda bangsa Indonesia baik berupa puisi
maupun prosa
Menerbitkan majalah-majalah antara lain : Panji Pustaka (bahasa Melayu) Sari
Pustaka (bahasa Melayu) Kejawen (bahasa Jawa) Parahiangan (bahasa Sunda)
Selain itu ada kekangan terhadap naskah-naskah karangan dengan syarat-syarat sebagai
berikut :
Karangan-karangan jangan mengandung unsur-unsur yang menentang pemerintah.
Karangan-karangan tidak boleh menyinggung perasaan-perasaan golongan tertentu
dalam masyarakat.
Karangan-karangan hendaknya bebas dalam agama yakni jangan menyinggung
seseorang, hati penganutnya serta hendaknya mengandung tuntunan perangai.
Walaupun Balai Pustaka ini sering menahan atau mengubah naskah-naskah, namun
besarlah manfaatnya.
Manfaat Balai Pustaka
Memberi kesempatan kepada pengarang-pengarang untuk mengembangkan bakatnya.
Memberi kesempatan kepada masyarakat untuk dapat menikmati buku-buku bacaan,
sehingga bertambah pengetahuannya serta mengisi waktu senggang.
Balai Pustaka hidup terus dan peranannya semakin besaar lebih-lebih pada masa
sekarang. Nama-nama Dr.D.A. Rinkes, Dr. G.A.J.Drewes dan K.A. Hiding pernah menjadi
pemimpin Balai Pustaka.
Pada tahun 1922, membawa udara segar bagi atau dalam gelanggang seni sastra Indonesia
dengan terbitnya 2 buah buku kesusasteraan yang telah meninggalkan tradisi sastra lama
Indonesia, yaitu :
Tanah Air kumpulan puisi baru karya Mohammad Yamin
Siti Nurbaya, roman karya Marah Rusli
Dengan terbitnya buku “Siti Nurbaya” ini, maka dalam perkembangan sastra masa Balai
Pustaka sering disebut Angkatan Siti Nurbaya. Hal ini dikarenakan karya ini sangat
mengagumkan dan menggemparkan pada masa itu.
Ciri-Ciri Kesusasteraan Balai Pustaka (Siti Nurbaya)
Agak Dinamis
Bercorak pasif-romantik
Mempergunakan bahasa Melayu baru, tetapi tetap dihiasi ungkapan-ungkapan
klise serta uraian yang panjang-panjang.
Menilik bentuknya kesusasteraan angkatan Balai Pustaka atau angkatan Siti
Nurbaya itu mempunyai ciri-ciri :
o Penyair masih banyak menggunakan bentuk-bentuk puisi lama, pantun dan
syair
o Bentuk puisi barat yang tidak terlalu terikat oleh syarat-syarat seperti puisi
lama. Tokohnya adalah Mohammad Yamin, dengan karanganya dalam
bentuk Soneta.
o Bentuk prosa yang memegang peranan masa kesusasteraan angkatan Siti
Nurbaya
atau
angkatan
Balai
Pustaka
adalah
Roman.
Roman angkatan Siti Nurbaya ini bertema “Perjuangan atau perlawanan
terhadap adat istiadat lama”
Kesusasteraan Angkatan Pujangga Baru
Pada masa ini dimulai dengan terbitnya majalah Pujangga Baru pada bulan Mei 1933.
Majalah inilah merupakan faktor penunjang atau sebagai terompet serta penyambung lidah
para Pujangga Baru . Penerbitan majalah tersebut dipimpin oleh “Tiga Serangkai Pujangga
Baru” yaitu: Amir Hamzah. Armyn Pane, dan Sutan Takdir Alisyahbana.
Dalam Manifestasi Pujangga Baru dinyatakan : “Fungsi kesusasteraan itu, selain
melukiskan atau menggambarkan tinggi rendahnya suatu bangsa, juga mendorong bangsa
tersebut ke arah kemajuan” Pada masa ini, lahirlah seorang pujangga religius yang sangat
terkenal yaitu “Amir Hamzah”, sehingga akhirnya dinobatkan sebagai “Raja Penyair
Pujangga Baru”
Ciri-Ciri Kesusasteraan Angkatan Pujangga Baru
Dinamis
Bercorak Romantik- idealistis
Bahasa yang digunakan adalah bahasa Melayu yang lebih modern sudah banyak
meninggalkan bahasa klise. Mereka berusaha membuat ungkapan serta gaya
bahasanya menurut kemauannya sendiri. Pilihan kata, penggabungan ungkapan serta
irama sangat dipentingkan sehingga terlalu dicari-cari.
Menilik bentuknya, kesusasteraan angkatan Pujangga Baru mempunyai ciri-ciri :
Bentuk puisi Yang memegang peranan penting adalah Soneta. Sajak, jumlah suku kata
dan syarat-syarat puisi lainnya sudah tidak mengikat lagi. Contoh : Hang Tuah karya
Amir hamzah
Bentuk Prosa Yang memegang peranan penting adalah Roman. Temanya bukan lagi
pertentangan faham muda dengan adat lama seperti angkatan Siti Nurbaya, melainkan
perjuangan kemerdekaan dan pergerakan kebangsaan. Contoh : Layar Terkembang karya
Sutan Takdir Alisyahbana. Pujangga Baru juga mempergunakan drama yang bertema
kesadaran nasional. Bahannya adalah diambil dari sejarah, ada pula yang semata-mata fantasi
pengarang sendiri yang menggambarkan jiwa dinamis.
Kesusasteraan Masa Jepang
Pada masa ini, terdapat keretakan dalam kesusasteraan Indonesia. Pada masa ini,
terdapat 2 golongan dalam bidang kesusasteraan yaitu :
Yang resmi di bawah Pusat Kebudayaan (Keikin Bunka Shidosa) dengan sensornya
yang keras.
Yang di luar kegiatan Pusat Kebudayaan
CIRI-CIRI KESUSASTERAAN MASA JEPANG
Bercorak romantik – idealisme
Simbolis
PENGARANG MASA KESUSASTERAAN JEPANG
Chairil Anwar
Rosihan Anwar
Usmar Ismail
Amal Hamzah
El-Hakim
Bakrie Siregar
MASA PERKEMBANGAN KESUSASTERAAN ANGKATAN ’45
Angkatan ’45 lahir pada saat bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya.
Pada saat ini, perkembangan bahasa dan sastra Indonesia semakin maju pesat karena Jepang
melarang pemakaian bahasa Belanda. Sedangkan yang memberi nama Angkatan ’45 adalah
Rosihan Anwar dalam majalah Siasat pada tanggal 9 Januari 1949.
Manifes Angkatan ’45 termuat dalam majalah Siasat pada tanggal 23 Oktober 1945
berupa Surat Kepercayaan Gelanggang tanggal 18 Februari 1950, yang dapat kita lihat
patokan-patokan Angkatan ’45, yaitu :
Ujud pernyataan fikiran lebih dipentingkan
Kepribadian seseorang, hendaknya menjadi pegangan dan ukuran nilai mencipta
Nilai-nilai baru baru ditempatkan, setelah nilai-nilai lama dihancurkan. Jadi sungguh
membentuk yang baru.
Pencipta-pencipta harus ada kebebasan penuh, untuk menghasilkan buah cipta.
Tekanan diletakkan pada kebudayaan dunia, yakni sifat universal kesenian Indonesia.
CIRI-CIRI ANGKATAN ‘45
Bercorak realistis
Bertemakan patriotisme, revolusi dan perlawanan terhadap penjajah
Bahasa dalam prosa menggunakan bahasa yang ekonomis, kata-katanya padat, dalam,
kalimatnya pendek-pendek
Prosa menggunakan gaya bahasa menyoal baru
Angkatan ’45 oleh HB. Jassin diberi nama Angkatan Pendobrak.
Sedangkan tokoh-tokoh yang terkenal dalam Angkatan ’45 dalam bidangnya antara lain :
Chairil Anwar dalam bidang puisi
Idrus dalam bidang prosa
KESUSASTERAAN ANGKATAN ‘50
Pada tahun-tahun yang lalu belum ada penegasan tentang adanya Angkatan ’50.
HB. Jassin belum menyebutkan Angkatan ’50, sedang menurut Slamet Mulyono sastrawan
Angkatan ’50 hanyalah pelanjut saja, karena dia hanya mengakui sastra Indonesia baru lahir
tahun 1945. Tinjauan yang mendalam dan menyeluruh membuktikan bahwa, masa ini
menunjukkan wujud dan hidupnya, yaitu :
Berisi kebebasan sastrawan yang lebih luas di atas kebiasaan (tradisi) yang diletakkan
pada tahun 1945.
Masa ’50 memberikan pernyataan tentang aspirasi (tujuan yang terakhir dicapai)
nasional lebih jauh.
Jadi, ada beberapa penyaringan dengan beberapa ciri diantaranya :
Pusat kegiatan sastra makin banyak jumlahnya dan makin meluas daerahnya hampir
di seluruh Indonesia, tidak hanya berpusat di Jakarta dan Yogyakarta.
Terdapat pengungkapan yang lebih mendalam terhadap kebudayaan daerah dalam
menuju perwujudan sastra nasional Indonesia.
Penilaian keindahan dalam sastra, tidak lagi didasarkan kepada kekuasaan asing, akan
tetapi kepada peleburan (kristalisasi) antara ilmu dan pengetahuan asing dengan
perasaan dan ukuran nasional
SASTRAWAN ANGKATAN ‘50
Trisnoyuwono
Ayip Rosidi
Ramadhan KH
Nugroho Notosusanto
Toto Sudarto Bachtiar
KESUSASTERAAN ANGKATAN ‘66
Angkatan ’66 mula-mula diperkenalkan oleh H.B. Jassin dalam bukunya yang
berjudul “Angkatan ‘66”, yang mendasarkan sifat politik yang mempengaruhi karya-karya
sastra pada masa ini. Pada atahun 1966 di tanah air kita terjadi peristiwa penting. Peristiwa
yang melahirkan Angkatan ’66, yaitu : “ Suatu generasi baru yang melakukan pendobrakan
yang disebabkan oleh penyelewengan-penyelengan besar-besaran yang membawa negara ke
jurang kehancuran”. Ada beberapa kumpulan puisi yang menarik perhatian selama
demontrasi terhadap pemerintah dalam usaha mengembangkan revolusi terhadap rel
Pancasila, yaitu :
Tirani dan Benteng karya Taufik Ismail (dengan nama samaran Ibnu Fajar)
Mereka telah Bangkit karya Bur Raswanto
Perlawanan karya Mansur samin
Pembebasan karya Abdulwahid Situmeang
Kebangkitan oleh Lima Penyair Fakultas Syair UI
Menurut kritikus sastra Indonesia, H.B. Jassin, yang masuk Angkatan ’66 ini, tidak hanya
mereka yang menulis sanjak-sanjak perlawanan pada permulaan tahun 1966, tetapi juga yang
telah tampil beberapa tahun sebelumnya dengan kesadaran. Penyair yang terkenal pada
Angkatan ’66 adalah Taufik Ismail dengan buku karyanya yaitu “Tirani” (1966) dan
“Benteng” (1963)
SASTRAWAN ANGKATAN ‘66
Ayip Rosidi
W.S. Rendra
Taufik Ismail
Hartono Andangjaya
Mansur Samin
Jusach Ananda
NH. Dini
Iwan Simatupang
Motinggo Busje
Sapardi Djoko Darmono
Karya Sastra Kontemporer
Sekitar tahun 70-an, muncul karya sastra yang lain dari karya sastra sebelumnya.
Kebanyakan isinya tidak menekankan pada makna kata. Ada ahli sastra menggolongkan jenis
karya sastra ini di dalam karya sastra kontemporer. Kemunculan karya-karya semacam ini
dipelopori oleh penyair Sutardji Calzoum Bachri.
(Sumber: Periodesasi Sastra Indonesia.pdf)
Nama : Nur Akhirah
Nim : F11114301
Periodesasi Sastra Indonesia
Periodisasi Sastra adalah pembagian kesusastraan berdasarkan masa atau zamannya
yang ditandai oleh ciri-ciri tertentu. Berikut periodisasi sastra Indonesia yang dibuat oleh
berbagai ahli sastra. B. Simorangkir-Simanjuntak berpendapat bahwa periodisasi sastra
adalah sebagai berikut:
Masa lama atau purba (sebelum datangnya pengaruh hindu).
Masa hindu-arab (mulai dari pengaruh hindu sampai kedatangan agama islam, sampai
kedatangan orang asing).
Masa baru (dari zaman Abdullah bin abdul kadir Munsyi, hingga perang dunia ke-II)
Masa mutakhir (dari tahun1942 sampai sekarang)
Pengertian Sastra Lama
Sastra lama adalah sastra yang lahir dan tumbuh pada masa lampau atau pada
masyarakat Indonesia lama. Sastra lama juga biasa disebut sebagai sastra klasik. Sastra lama
tumbuh dan berkembang seiring dengan kondisi masyarakat pada zamannya. Oleh karena itu
sastra lama mempunyai nuansa kebudayaan yang kental dan memiliki corak yang lekat
dengan nilai dan adat istiadat yang berlaku di dalam suatu daerah atau masyarakat tertentu.
Karya sastra di Indonesia dapat ditelusuri jejaknya mulai dari jaman kerajaan, terutama
kerajaan islam di Sumatera. Pengaruh budaya melayu dan Islam sangat kuat terhadap
munculnya karya sastra klasik saat itu, sehingga karya sastra yang muncul berbahasa melayu
dan berhubungan dengan keagamaan.
Ciri - ciri Sastra Lama
Kesusastraan lama disebut juga kesusastraan klasik atau kesustraan tradisional.jaman
perkembangan kesustraan klasik adalah sebelum masuknya pengaruh barat ke indonesia.
Bentuk-bentuk kesusastraan lama yang berkembang pada jaman ini adalah dongeng, mantra,
pantun, syair dan sejenisnya.
Ciri - ciri satra lama adalah :
Nama penciptanya tidak diketahui ( anonim).
Pralogis atau cerita - ceritanya banyak diwarnai oleh hal gaib.
Banyak menggunakan kata kata yang baku seperti: alkisah, sahibul hikayat,menurut
empunya cerita, konon, dan sejenisnya.
Peristiwa yg dikisahkan berupa kehidupan istana, raja - raja, dewa - dewa, para
pahlawan atau tokoh - tokoh mulia lainnya.
Karena belum ada media cetak dan elektronik sastra klasik berkembang secara lisan.
Dipengaruhi oleh kesusastraan Hindu dan Arab.
Bentuk karya sastra lama berupa puisi yang terikat seperti syair, pantun, hikayat, mite,
legenda, dongeng.
Tema yang digunakan cenderung kaku.
Perkembangannya secara statis.
Apakah itu sastra purba ?
Sastra Zaman purba adalah Sastra Indonesia Lama mulai pada masa pra-sejarah
(sebelum suatu bangsa mengenal tulisan) dan berakhir pada masa Abdullah bin Abdulkadir
Munsyi. Ada juga yang mengatakan bahwa sastra Indonesia lama berakhir pada masa balai
Pustaka. Sastra Indonesia Lama tidak dapat digolong-golongkan berdasarkan jangka waktu
tertentu (seperti halnya Sastra Indonesia baru) karena hasil-hasil dari sastra masa ini tidak
mencantumkan waktu dan nama pengarangnya.
Jenis-jenis sastra lama purba:
Karangan prosa ialah karangan yang bersifat menerangjelaskan secara terurai
mengenai suatu masalah atau hal atau peristiwa dan lain-lain. Pada dasarnya karya bentuk
prosa ada dua macam, yakni karya sastra yang bersifat sastra dan karya sastra yang bersifat
bukan sastra. Yang bersifat sastra merupakan karya sastra yang kreatif imajinatif, sedangkan
karya sastra yang bukan astra ialah karya sastra yang nonimajinatif.
Macam Karya Sastra Bentuk Prosa
Dalam khasanah sastra Indonesia dikenal dua macam kelompok karya sastra menurut
temanya, yakni karya sastra lama dan karya sastra baru. Hal itu juga berlaku bagi karya sastra
bentuk prosa. Jadi, ada karya sastra prosa lama dan karya sastra prosa baru.
Perbedaan prosa lama dan prosa baru menurut Dr. J. S. Badudu adalah:Prosa lama:
Cenderung bersifat stastis, sesuai dengan keadaan masyarakat lama yang mengalami
perubahan secara lambat.
Istanasentris ( ceritanya sekitar kerajaan, istana, keluarga raja, bersifat feodal).
Hampir seluruhnya berbentuk hikayat, tambo atau dongeng. Pembaca dibawa ke
dalam khayal dan fantasi.
Dipengaruhi oleh kesusastraan Hindu dan Arab.
Ceritanya sering bersifat anonim (tanpa nama)
Milik bersama
Ciri puisi lama:
merupakan puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya
disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan
sangat terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata
maupun rima
Yang termausk puisi lama adalah:
mantra adalah ucapan-ucapan yangd ianggap memiliki kekuatan gaib
pantun adalah puisi yang bercirikan bersajak a-b-a-b, tiap bait 4 baris, tiap baris
terdiri dari 8-12 suku kata, 2 baris awal sebagai sampiran, 2 baris berikutnya sebagai
isi. Pembagian pantun menurut isinya terdiri dari pantun anak, muda-mudi,
agama/nasihat, teka-teki, jenaka
karmina adalah pantun kilat seperti pantun tetapi pendek
seloka adalah pantun berkait
gurindam adalah puisi yang berdirikan tiap bait 2 baris, bersajak a-a-a-a, berisi
nasihat
syair adalah puisi yang bersumber dari Arab dengan ciri tiap bait 4 baris, bersajak aa-a-a, berisi nasihat atau cerita
talibun adalah pantun genap yang tiap bait terdiri dari 6, 8, ataupun 10 baris
Kesusasteraan Zaman Hindu
Pengaruh Hindu
Pengaruh Hindu pada kesusasteraan Melayu sangat besar, sehingga berurat berakar
karena lamanya bangsa Hindu menetap di Indonesia. Pengaruh Hindu terhadap sastra Melayu
dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu :
Cerita-cerita yang langsung masuk ke Indonesia
Contoh : Mahabarata dan Ramayana
Cerita-cerita yang datangnya melalui Persia dahulu
Contoh : Panca Tandera, Hitopadesya
Pengaruh Hindu tampak pada berbagai cerita sehingga dalam hikayat-hikayat Melaytu
terdapat persamaan atau mirip dengan cerita-cerita Hindu, nama-nama dewa dan
sebagainya.
Mahabarata dan Ramayana
Mahabarata dan Ramayana merupakan epos atau wiracarita terkenal, masing-masing disusun
oleh oleh Wiyasa dan Walmiki.
Mahabarata
Mahabarata terdiri dari 18 jilid atau parwa. Bagi orang Hindu buku ini bukan hanya hikayat
kepahlawanan tetapi juga sebuah buku agama. Sebuah cerita sisitan atau episode yang
terkenal dalam buku ini adalah “Bhagawat Gita” yang berisi percakapan antara “Kresna”
sebagai guru dan “Arjuna” sebagai murid. Pada pokoknya Mahabarata berisi :
Perebutan kerajaaan oleh keturunan Bharata yaitu Pandawa dan Kurawa.
Bermacam-macam hal, ajaran kaum Brahmana, keagamaan, adat istiadat.
Bermacam-macam sage yang berupa cerita sisipan atau episode.
Seperti : Bhagawat Gita, Nala dan Damayanti
Ramayana
Ramayana terdiri dari 8 jilid atau kanda. Dalam bahasa Indonesia terkenal dengan “Hikayat
Seri Rama”. Hal ini dapat kita lihat dan saksikan seperti pada cerita-cerita yang terdapat pada
pahatan di candi-candi, cerita Ramayana dapat pula kita saksikan di Candi Prambanan . Dari
pahatan di Prambanan terkenal dongeng “ Loro Jonggrang”
Pengaruh islam dalam perkembangan sastra di indonesia
Masuknya islam ke indonesia
Menurut sejarah, masuknya Islam ke Indonesia ialah pada abad ke-13, terbukti dari
keterangan-keterangan pelancong antara lain :
Marcopolo sudah mendapatkan kaum Islam di Sumatera pada tahun 1292.
Dibuktikannya adanya tulisan yang tertera pada batu nisan Sultan Pasai yaitu
Malikussaleh.
Pengaruah Islam dalam sastra Indonesia tidak langsung dari Arab, melainkan datang
dari Persia dibawa oleh orang-orang Gujarat.
Hasil sastra pengaruh Arab Persi itu antara lain :
Hikayat Amir Hamzah
b. Hikayat Bkhtiar
c. Hikayat Kaidir
d. Hikayat Iskandar Zulkarnain
e. Hikayat Bayan Budiman
f. Hikayat Muhammad Ibnu Hanafiah
g. Hikayat 1001 malam
h. Kitab Seribu Masalah
Tajussalatin
j. Bustanussalatin
Nama Pengarang Islam
Pada zaman ini telah muncul beberapa pengarang Islam, antara lain :
1. Hamzah FansuriKaryanya :
Syair Perahu
Syair Si Burung Pingai
2. Buchari Al Jauhari Karyanya :
Tajussalatin (Makota Segala Raja)
3. Nuruddin Ar Raniri Karyanya :
Bustanussalatin ( Taman Segala Raja)
4. Abdullah bin Abdulkadir Munsyi (Pengarang Islam zaman Peralihan) Karyanya :
Hikayat Panca Tandera (Saduran)
Kisah Pelayaran Abdullah ke Negeri Jeddah
Sastra Masa Peralihan
Yang dimaksud dengan masa peralihan adalah masa peralihan sastra lama ke sastra
baru. Oleh karena itu satu-satunya pengarang yang kenamaan pada masa itu adalah Abdullah
bin Abdulkadir Munsyi (1796 – 1854), sehingga masa itu disebut zaman Abdullah.Abdullah
adalah seorang perintis sejarah kebudayaan Malaka khususnya dan tanah Melayu umumnya.
Abdullah selaku ahli bahasa dan pengarang yang produktif dibuktikan dengan jasajasanya :
Karangan yang berjudul “Hikayat Abdullah” yang berisikan biografi dirinya
sendiri, biografi orang terkemuka pada masa itu serta lukisan keadaan orangorang sekitarnya.
Puisi gubahannya adalah syair “Singapura Dimakan Api”
Menyajikan naskah kamus bahasa Melayu
Menyalin kitab suci Alquran
Mengadakan penyelidikan atas tata bahasa Melayu
Memberikan bantuan dalam penerbitan Sejarah Melayu
Sebuah kisah yang dikarangnya pada waktu naik haji adalah “Pelayaran Abdullah ke
Negeri Jeddah”. Sejaman dengan Abdullah ada dua orang pengarang Melayu yaitu Raja Ali
Haji dan Sitti Saleha, tetapi keduanya masih berpegang pada tradisi bentuk puisi lama.
Buku Abdullah Yang Bernilai Sastra
Syair Singapura Dimakan Api
2. Hikayat Abdullah
3. Hikayat Pelayaran Abdullah ke Negeri Jeddah
4. Hikayat Kailah dan Daminah (saduran)
Perbedaan Karangan Abdullah Dengan Sastra Lama
Bentuk bahasanya baru, tidak memakai bahasa klise.
Tak banyak lagi dipakai kata-kata Arab secara berlebih-lebihan.
IsinyaTidak bersifat istana sentries
Mulai menceritakan orang kebanyakan
Tidak bersifat khayal
Dari kedua hal tersebut di atas, Abdullah dapat dipandang sebagai pembaru sastra
Melayu. Sayang usaha Abdullah ini berhenti setelah ia meninggal dunia, karena tak ada
penerusnya. Sastra peralihan dimasukkan ke dalam kesusasteraan lama dengan nama zaman
peralihan, yang tidak berlangsung lama. Sehingga batas sastra lama dan baru dapat ditarik
lebih kurang tahun 1900.
Sebenarnya sesudah Abdullah bin Abdulkadir Munsyi kesusasteraan Indonesia
mengalami masa vakum selama lebih dari setengah abad (± 1920). Memang ada juga ada
pengarang pada masa itu, namun jumlahnya sedikit sekali dan mereka masih berpegang teguh
kepada tradisi kesusasteraan Indonesia lama, artinya mereka tidak melanjutkan
keseusasteraan yang telah dirintis oleh Abdullah. Nama pengarang pada masa ini diantaranya
adalah : Raja Ali Haji Haji Ibrahim Datuk Rangkajo.
Kesusasteraan Indonesia Modern
Sastra Indonesia modern yang merupakan sastra nasional terbagi atas beberapa masa, yaitu :
Masa Kebangkitan Berdirinya Balai Pustaka
Pada tahun 1908 pemerintah Belanda mendirikan lembaga bacaan rakyat yang
bernama Volkslectuur dengan Dr.G.A.J. Hazeu sebagai ketuanya di kota Jakarta.
Lembaga ini bertugas memilih karangan-karangan yang kemudian menerbitkannya sebagai
bacaan umum, untuk anak-anak dan orang dewasa, guna mengisi waktu senggang dan
menambah pengetahuan. Pada tahun 1917 Volkslectuur itu diubah namanya menjadi “Balai
Pustaka” serta para redakturnya terdiri atas penulis dan ahli bahasa Melayu.
Tugas Balai Pustaka
Mula-mula hanya menerbitkan naskah-naskah lama yang bila perlu dapat diubah dan
disempurnakan.
Menerbitkan saduran dan terjemahan hasil karya pujangga-pujangga asing yang
kenamaan seperti Shakespeare, Cervantes, Jules Verne, Ruyat Kipling, Tolstoi dan
lain sebagainya.
Menerbitkan naskah-naskah pengarang muda bangsa Indonesia baik berupa puisi
maupun prosa
Menerbitkan majalah-majalah antara lain : Panji Pustaka (bahasa Melayu) Sari
Pustaka (bahasa Melayu) Kejawen (bahasa Jawa) Parahiangan (bahasa Sunda)
Selain itu ada kekangan terhadap naskah-naskah karangan dengan syarat-syarat sebagai
berikut :
Karangan-karangan jangan mengandung unsur-unsur yang menentang pemerintah.
Karangan-karangan tidak boleh menyinggung perasaan-perasaan golongan tertentu
dalam masyarakat.
Karangan-karangan hendaknya bebas dalam agama yakni jangan menyinggung
seseorang, hati penganutnya serta hendaknya mengandung tuntunan perangai.
Walaupun Balai Pustaka ini sering menahan atau mengubah naskah-naskah, namun
besarlah manfaatnya.
Manfaat Balai Pustaka
Memberi kesempatan kepada pengarang-pengarang untuk mengembangkan bakatnya.
Memberi kesempatan kepada masyarakat untuk dapat menikmati buku-buku bacaan,
sehingga bertambah pengetahuannya serta mengisi waktu senggang.
Balai Pustaka hidup terus dan peranannya semakin besaar lebih-lebih pada masa
sekarang. Nama-nama Dr.D.A. Rinkes, Dr. G.A.J.Drewes dan K.A. Hiding pernah menjadi
pemimpin Balai Pustaka.
Pada tahun 1922, membawa udara segar bagi atau dalam gelanggang seni sastra Indonesia
dengan terbitnya 2 buah buku kesusasteraan yang telah meninggalkan tradisi sastra lama
Indonesia, yaitu :
Tanah Air kumpulan puisi baru karya Mohammad Yamin
Siti Nurbaya, roman karya Marah Rusli
Dengan terbitnya buku “Siti Nurbaya” ini, maka dalam perkembangan sastra masa Balai
Pustaka sering disebut Angkatan Siti Nurbaya. Hal ini dikarenakan karya ini sangat
mengagumkan dan menggemparkan pada masa itu.
Ciri-Ciri Kesusasteraan Balai Pustaka (Siti Nurbaya)
Agak Dinamis
Bercorak pasif-romantik
Mempergunakan bahasa Melayu baru, tetapi tetap dihiasi ungkapan-ungkapan
klise serta uraian yang panjang-panjang.
Menilik bentuknya kesusasteraan angkatan Balai Pustaka atau angkatan Siti
Nurbaya itu mempunyai ciri-ciri :
o Penyair masih banyak menggunakan bentuk-bentuk puisi lama, pantun dan
syair
o Bentuk puisi barat yang tidak terlalu terikat oleh syarat-syarat seperti puisi
lama. Tokohnya adalah Mohammad Yamin, dengan karanganya dalam
bentuk Soneta.
o Bentuk prosa yang memegang peranan masa kesusasteraan angkatan Siti
Nurbaya
atau
angkatan
Balai
Pustaka
adalah
Roman.
Roman angkatan Siti Nurbaya ini bertema “Perjuangan atau perlawanan
terhadap adat istiadat lama”
Kesusasteraan Angkatan Pujangga Baru
Pada masa ini dimulai dengan terbitnya majalah Pujangga Baru pada bulan Mei 1933.
Majalah inilah merupakan faktor penunjang atau sebagai terompet serta penyambung lidah
para Pujangga Baru . Penerbitan majalah tersebut dipimpin oleh “Tiga Serangkai Pujangga
Baru” yaitu: Amir Hamzah. Armyn Pane, dan Sutan Takdir Alisyahbana.
Dalam Manifestasi Pujangga Baru dinyatakan : “Fungsi kesusasteraan itu, selain
melukiskan atau menggambarkan tinggi rendahnya suatu bangsa, juga mendorong bangsa
tersebut ke arah kemajuan” Pada masa ini, lahirlah seorang pujangga religius yang sangat
terkenal yaitu “Amir Hamzah”, sehingga akhirnya dinobatkan sebagai “Raja Penyair
Pujangga Baru”
Ciri-Ciri Kesusasteraan Angkatan Pujangga Baru
Dinamis
Bercorak Romantik- idealistis
Bahasa yang digunakan adalah bahasa Melayu yang lebih modern sudah banyak
meninggalkan bahasa klise. Mereka berusaha membuat ungkapan serta gaya
bahasanya menurut kemauannya sendiri. Pilihan kata, penggabungan ungkapan serta
irama sangat dipentingkan sehingga terlalu dicari-cari.
Menilik bentuknya, kesusasteraan angkatan Pujangga Baru mempunyai ciri-ciri :
Bentuk puisi Yang memegang peranan penting adalah Soneta. Sajak, jumlah suku kata
dan syarat-syarat puisi lainnya sudah tidak mengikat lagi. Contoh : Hang Tuah karya
Amir hamzah
Bentuk Prosa Yang memegang peranan penting adalah Roman. Temanya bukan lagi
pertentangan faham muda dengan adat lama seperti angkatan Siti Nurbaya, melainkan
perjuangan kemerdekaan dan pergerakan kebangsaan. Contoh : Layar Terkembang karya
Sutan Takdir Alisyahbana. Pujangga Baru juga mempergunakan drama yang bertema
kesadaran nasional. Bahannya adalah diambil dari sejarah, ada pula yang semata-mata fantasi
pengarang sendiri yang menggambarkan jiwa dinamis.
Kesusasteraan Masa Jepang
Pada masa ini, terdapat keretakan dalam kesusasteraan Indonesia. Pada masa ini,
terdapat 2 golongan dalam bidang kesusasteraan yaitu :
Yang resmi di bawah Pusat Kebudayaan (Keikin Bunka Shidosa) dengan sensornya
yang keras.
Yang di luar kegiatan Pusat Kebudayaan
CIRI-CIRI KESUSASTERAAN MASA JEPANG
Bercorak romantik – idealisme
Simbolis
PENGARANG MASA KESUSASTERAAN JEPANG
Chairil Anwar
Rosihan Anwar
Usmar Ismail
Amal Hamzah
El-Hakim
Bakrie Siregar
MASA PERKEMBANGAN KESUSASTERAAN ANGKATAN ’45
Angkatan ’45 lahir pada saat bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya.
Pada saat ini, perkembangan bahasa dan sastra Indonesia semakin maju pesat karena Jepang
melarang pemakaian bahasa Belanda. Sedangkan yang memberi nama Angkatan ’45 adalah
Rosihan Anwar dalam majalah Siasat pada tanggal 9 Januari 1949.
Manifes Angkatan ’45 termuat dalam majalah Siasat pada tanggal 23 Oktober 1945
berupa Surat Kepercayaan Gelanggang tanggal 18 Februari 1950, yang dapat kita lihat
patokan-patokan Angkatan ’45, yaitu :
Ujud pernyataan fikiran lebih dipentingkan
Kepribadian seseorang, hendaknya menjadi pegangan dan ukuran nilai mencipta
Nilai-nilai baru baru ditempatkan, setelah nilai-nilai lama dihancurkan. Jadi sungguh
membentuk yang baru.
Pencipta-pencipta harus ada kebebasan penuh, untuk menghasilkan buah cipta.
Tekanan diletakkan pada kebudayaan dunia, yakni sifat universal kesenian Indonesia.
CIRI-CIRI ANGKATAN ‘45
Bercorak realistis
Bertemakan patriotisme, revolusi dan perlawanan terhadap penjajah
Bahasa dalam prosa menggunakan bahasa yang ekonomis, kata-katanya padat, dalam,
kalimatnya pendek-pendek
Prosa menggunakan gaya bahasa menyoal baru
Angkatan ’45 oleh HB. Jassin diberi nama Angkatan Pendobrak.
Sedangkan tokoh-tokoh yang terkenal dalam Angkatan ’45 dalam bidangnya antara lain :
Chairil Anwar dalam bidang puisi
Idrus dalam bidang prosa
KESUSASTERAAN ANGKATAN ‘50
Pada tahun-tahun yang lalu belum ada penegasan tentang adanya Angkatan ’50.
HB. Jassin belum menyebutkan Angkatan ’50, sedang menurut Slamet Mulyono sastrawan
Angkatan ’50 hanyalah pelanjut saja, karena dia hanya mengakui sastra Indonesia baru lahir
tahun 1945. Tinjauan yang mendalam dan menyeluruh membuktikan bahwa, masa ini
menunjukkan wujud dan hidupnya, yaitu :
Berisi kebebasan sastrawan yang lebih luas di atas kebiasaan (tradisi) yang diletakkan
pada tahun 1945.
Masa ’50 memberikan pernyataan tentang aspirasi (tujuan yang terakhir dicapai)
nasional lebih jauh.
Jadi, ada beberapa penyaringan dengan beberapa ciri diantaranya :
Pusat kegiatan sastra makin banyak jumlahnya dan makin meluas daerahnya hampir
di seluruh Indonesia, tidak hanya berpusat di Jakarta dan Yogyakarta.
Terdapat pengungkapan yang lebih mendalam terhadap kebudayaan daerah dalam
menuju perwujudan sastra nasional Indonesia.
Penilaian keindahan dalam sastra, tidak lagi didasarkan kepada kekuasaan asing, akan
tetapi kepada peleburan (kristalisasi) antara ilmu dan pengetahuan asing dengan
perasaan dan ukuran nasional
SASTRAWAN ANGKATAN ‘50
Trisnoyuwono
Ayip Rosidi
Ramadhan KH
Nugroho Notosusanto
Toto Sudarto Bachtiar
KESUSASTERAAN ANGKATAN ‘66
Angkatan ’66 mula-mula diperkenalkan oleh H.B. Jassin dalam bukunya yang
berjudul “Angkatan ‘66”, yang mendasarkan sifat politik yang mempengaruhi karya-karya
sastra pada masa ini. Pada atahun 1966 di tanah air kita terjadi peristiwa penting. Peristiwa
yang melahirkan Angkatan ’66, yaitu : “ Suatu generasi baru yang melakukan pendobrakan
yang disebabkan oleh penyelewengan-penyelengan besar-besaran yang membawa negara ke
jurang kehancuran”. Ada beberapa kumpulan puisi yang menarik perhatian selama
demontrasi terhadap pemerintah dalam usaha mengembangkan revolusi terhadap rel
Pancasila, yaitu :
Tirani dan Benteng karya Taufik Ismail (dengan nama samaran Ibnu Fajar)
Mereka telah Bangkit karya Bur Raswanto
Perlawanan karya Mansur samin
Pembebasan karya Abdulwahid Situmeang
Kebangkitan oleh Lima Penyair Fakultas Syair UI
Menurut kritikus sastra Indonesia, H.B. Jassin, yang masuk Angkatan ’66 ini, tidak hanya
mereka yang menulis sanjak-sanjak perlawanan pada permulaan tahun 1966, tetapi juga yang
telah tampil beberapa tahun sebelumnya dengan kesadaran. Penyair yang terkenal pada
Angkatan ’66 adalah Taufik Ismail dengan buku karyanya yaitu “Tirani” (1966) dan
“Benteng” (1963)
SASTRAWAN ANGKATAN ‘66
Ayip Rosidi
W.S. Rendra
Taufik Ismail
Hartono Andangjaya
Mansur Samin
Jusach Ananda
NH. Dini
Iwan Simatupang
Motinggo Busje
Sapardi Djoko Darmono
Karya Sastra Kontemporer
Sekitar tahun 70-an, muncul karya sastra yang lain dari karya sastra sebelumnya.
Kebanyakan isinya tidak menekankan pada makna kata. Ada ahli sastra menggolongkan jenis
karya sastra ini di dalam karya sastra kontemporer. Kemunculan karya-karya semacam ini
dipelopori oleh penyair Sutardji Calzoum Bachri.
(Sumber: Periodesasi Sastra Indonesia.pdf)