Keberlanjutan Keuangan DAn Organisasi Nonpro

Keberlanjutan Keuangan Organisasi Nonprofit
di Yayasan Pesat Papua
Harry Nenobais
harryestinenobais@gmail.com
ABSTRAK
Organisasi nonprofit yang ingin tetap eksis guna menyediakan layanan dan
melakukan program kerjanya harus bisa menyediakan keuangan secara
memadai. Seringkali organisasi nonprofit menemukan dirinya pada posisi
bertumbuh, namun dalam hal lainnya, seperti program atau infrastrukturnya
dilakukan tanpa berpikir panjang melalui peningkatan keuangan secara
keberlanjutan. Ketika organisasi nonprofit telah menutup pintu, biasanya yang
terjadi bukan karena kekurangan talenta dan orang-orang yang cerdas dalam
organisasi, tetapi hal ini lebih dikarenakan mereka tidak dapat memahami secara
baik bagaimana menyelesaikan program secara sempurna. Dan pada umumnya
hal ini terjadi karena mereka tidak dapat meningkatkan keuangan organisasi.
Seringkali ini disebabkan oleh
serangkaian keputusan yang meletakkan
organisasi kepada posisi yang tidak dapat berkelanjutan secara keuangan.
Keberlanjutan keuangan adalah kemampuan organisasi untuk memenuhi biaya
program, penambahan staf administrasi atau perluasan ruangan kerja―di luar
kehidupan hibah. Upaya yang paling relevan untuk sistem keberlanjutan

keuangan adalah melalui upaya pengumpulan dana dari para donatur, usahausaha ekonomi yayasan, hasil dari penjualan layanan yayasan, dan bantuan
pemerintah yang mampu membiayai kegiatan program-program, penambahan
staf administrasi, dan memperluas tempat/ruang kerja yayasan.
Latar Belakang
Menurut Collins (2005) dalam organisasi nonprofit keuangan merupakan
input, bukan output, keuangan akan mendukung pencapaian misi organisasi.
Secara gamblang Greco dalam Heyman (2011:197) menjelaskan bahwa pada
kenyataannya uang dan misi merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Organisasi nonprofit yang ingin tetap eksis untuk menyediakan layanan dan
melakukan program kerjanya harus bisa menyediakan keuangan secara memadai.
Karena itu, pemimpin harus memiliki pemahaman secara natural tentang model
bisnis. Pemimpin harus mengetahui secara penuh biaya yang diperlukan untuk
menyelesaikan program dan pelayanan, dan mengkomunikasikan kepada pendiri,
donatur, dan stakeholder lainnya tentang sejarah programatik organisasi secara
keuangan.

1

Ketika organisasi nonprofit telah menutup pintu, biasanya yang terjadi
bukan karena kekurangan talenta dan orang-orang yang cerdas dalam organisasi,

tetapi hal ini lebih dikarenakan mereka tidak dapat memahami secara baik
bagaimana menyelesaikan program secara sempurna. Dan pada umumnya hal ini
terjadi karena mereka tidak dapat meningkatkan keuangan organisasi. Seringkali
ini disebabkan oleh serangkaian keputusan yang meletakkan organisasi kepada
posisi yang tidak dapat berkelanjutan secara keuangan. Mereka kekurangan
modal, mereka memiliki harta yang tidak mudah diuangkan, kekurangan
pendapatan yang tidak dibatasi untuk memenuhi biaya operasional organisasi.
Oleh karena itu, menurut Brothers dan Sherman (2012) seringkali
organisasi nonprofit menemukan dirinya pada posisi bertumbuh, namun dalam hal
lainnya, seperti program atau infrastrukturnya dilakukan tanpa berpikir panjang
melalui peningkatan keuangan secara keberlanjutan. Keberlanjutan keuangan
adalah kemampuan organisasi untuk memenuhi biaya program, penambahan staf
administrasi atau perluasan ruangan kerja―di luar kehidupan hibah (Merson,
2011).
Menurut Brothers dan Sherman (2012) beberapa pertanyaan yang perlu
diajukan dalam komponen ini adalah: Pertama, bagaimana dapat memastikan
keberlanjutan secara keuangan? Apakah dipahami ketepatan biaya organisasi?
Jika peningkatan ini didukung oleh pengumpulan dana, apakah rencana untuk
keberlanjutan pengumpulan dana diberhentikan? Kedua, bagaimana rencana yang
akan dibagikan untuk peningkatan tersebut dengan staf? Bagaimana mereka

melakukannya ke dalam visi organisasi? Mengapa secara khusus ditingkatkan
kebutuhan pada poin ini sesuai dengan waktu yang ada? Bagaimana bisa
memberikan dukungan terbaik kepada anggota staf yang akan bertanggung jawab
dalam implementasi?
Dua pertanyaan akhir tersebut berbicara tentang tantangan dalam
peningkatan pemeliharaan pada implementasi yang terus dilakukan. Jika New
York Cares menambahkan dengan komunikasi baru atau staf program, yang
merupakan asumsi tentang bagaimana organisasi akan terus berlanjut mendukung
mereka sepanjang waktu? Bagaimana mereka akan secara penuh terpikat dan
tersatukan?

2

Terakhir tetapi bukan yang terakhir, pertanyaan kesepuluh merupakan
jantung pada perubahan manajemen. Semua perubahan, bahkan yang paling
positif, yang mendatangkan tingkatan stres. Stakeholder bertanya terhadap
adaptasi pada sesuatu yang baru, dan ini hampir selalu menantang. Selanjutnya,
sumber daya yang selalu terbatas, dan memilih salah satu pilihan.
Dalam kajian ini, peneliti secara khusus ingin menyoroti bagaimana proses
keberlanjutan keuangan melalui pengumpulan dana sehingga yayasan dapat

membiayai seluruh kegiatan program, penambahan staf administrasi, dan
memperluas tempat/ruang kerja yang dikaitkan dengan pengembangan kapasitas
organisasi pada tahap pengembangan infrastruktur/remaja.
Perngertian dan Pentingnya Keberlanjutan Keuangan
Keberlanjutan keuangan adalah upaya yayasan untuk membiayai seluruh
kegiatan program, penambahan staf administrasi, dan memperluas tempat/ruang
kerja melalui upaya pengumpulan dana. Yayasan Pesat sebagai organisasi
nonprofit, sama seperti kebanyakan organisasi nonprofit pada umumnya dalam
penyediaan keuangan lebih dominan mengandalkan sumbangan dari para donatur.
Ini dapat didilihat pada uraian selanjutnya.
Menurut Abidin dan Rukmini (2004) salah satu persoalan penting
kalangan LSM kita saat ini adalah keberlanjutan keuangan. Ini karena mayoritas
LSM sangat tergantung pada bantuan hibah, khususnya dari lembaga-lembaga
luar negeri. Data lengkap mengenai jumlah dan komposisi sumber dana bagi LSM
masih belum tersedia, tetapi penelitian Ibrahim (2000) pada 25 organisasi sedikit
menggambarkan komposisi ini. Meskipun, perlu dicatat di sini, responden yang
disurvei adalah organisasi yang masuk dalam kategori Organisasi Sumber daya
Sipil (OSMS), dan bukan sepenuhnya LSM. Karenanya data yang tersedia ini
lebih menggambarkan sumber dana yang diterima oleh organisasi OSMS dan
LSM maupun lembaga dana. Dari penelitian ini terlihat mayoritas masih

mengandalkan sumber bantuan luar negeri yang mencapai 65%, dan sumber
dalam negeri 35%. Secara lebih terinci sumber dalam negeri terutama adalah hasil
usaha sendiri (33%), sumbangan perusahaan dan dana abadi (masing-masing
17%). Donasi individual menyumbang 14%. Sisanya dalam jumlah lebih kecil

3

bersumber dari pemerintah (5%) dan sumbangan Ornop (3%), Dan sumber
lainnya (11%). Sementara itu dalam beberapa tahun ini, ada kecenderungan aliran
hibah itu berkurang. Sebabnya antara lain, situasi dunia yang terus berubah ikut
mempengaruhi skala prioritas donator. Karena itu kalangan LSM perlu mulai
menggalang dana alternatif, yang bukan sama sekali tidak ada, tetapi
kontribusinya masih sangat kecil. Sumber alternatif ini beragam dari sumbangan
perorangan sampai penjualan produk dan jasa yang terkait dengan misi lembaga.
Kondisi Keuangan Yayasan Pesat
Untuk Yayasan Pesat Papua berikut ini ditampilkan tabel penerimaan dan
pengeluaran keuangan yayasan selama tiga tahun berturut-turut, yaitu pada tahun
2010, 2011, dan 2012.
Tabel 1. Penerimaan dan Pengeluaran Keuangan Yayasan Pesat Papua
untuk Tiga Tahun (Tahun 2010, 2011, 2012)

Tahun
Penerimaan
Pengeluaran
2010
Rp. 1.754.405.186,34
Rp. 1.694.677.496,95
2011
Rp. 1.762.577.582,56
Rp. 1.828.197.478,25
2012
Rp. 2.708.384.304.79
Rp. 2.628.711.567.85
Sumber: Bendahara Yayasan Pesat (2013).

Saldo Akhir
Rp.70.444.362,79
Rp. 4.824.467,10
Rp.84.493.205,04

Dari tabel tersebut, dapat diketahui bahwa jumlah penerimaan dan

pengeluaran keuangan Yayasan Pesat dari tahun ke tahun mengalami kenaikan.
Ini dapat menandakan dua hal, yakni pertama, adanya peningkatan upaya
penerimaan keuangan yayasan, dan kedua, kebutuhan pembiayaan operasional
yayasan semakin besar. Namun, sumber penerimaan keuangan yayasan tersebut
setiap tahunnya masih banyak diperoleh dari sumbangan para donatur, baik secara
pribadi maupun lembaga, bukan dari usaha mandiri yayasan, hasil penjualan jasa
yayasan maupun dari bantuan pemerintah (lihat lampiran laporan keuangan
Yayasan Pesat tahun 2010, 2011, dan 2012).
Kondisi ini tentunya perlu diperbaiki mengingat tidak selamanya donatur
dapat memberikan uangnya kepada yayasan. Apalagi saat ini Yayasan Pesat
sedang mengalami perkembangan yang cukup signifikan, seperti semakin
meluasnya

program kerja yang dilakukan, semakin luasnya cakupan daerah

layanan yayasan, dan semakin meningkatnya jumlah dan kualitas staf sehingga

4

yayasan membutuhkan lebih banyak uang untuk mengelola semua hal tersebut.

Pada waktu-waktu tertentu bisa saja para donatur menghentikan secara sepihak
bantuan yang diberikan selama ini sehingga jika yayasan belum siap pastinya akan
menggangu kinerja yayasan dalam merealisasikan program-programnya.
Dari sejumlah penerimaan keuangan yang ada, ternyata yayasan belum
mampu membiayai kegiatan program-program yang ada, apalagi untuk
penambahan staf, dan upaya memperluas ruang/tempat kerja di yayasan, sehingga
akibatnya implementasi beberapa program yang ada, keperluan akan ruangan, dan
kebutuhan akan penambahan staf belum bisa dipenuhi secara baik dan mencukupi.
Untuk mengatasi hal tersebut, belakangan ini mulai ada kesadaran dan
upaya dari pemimpin yayasan untuk mengembangkan pengumpulan dana melalui
usaha-usaha ekonomi atau penyertaan modal yayasan dalam usaha, hasil
penjualan layanan, dan melalui bantuan pemerintah walaupun dalam proses dan
hasilnya belumlah maksimal. Hal ini terungkap dari hasil wawancara dengan
PO17 yang telah bekerja selama delapan belas tahun sebagai bendahara yayasan:
“Ya, selama ini sumber keuangan yayasan memang berasal dari donatur,
yang saya juga tidak tahu siapa mereka. Tapi saya pikir karena ini
proyeknya Tuhan, Tuhan bisa kirim lewat siapa saja yang Dia mau...Ya
memang sebaiknya memang ada dana yang jelas ya supaya enggak, ya
selama ini kan memang kan saya lihat kan Pak Daniel ya, memang okeoke saja. Kalau ke depan sekali ya saya juga ndak bisa bicara apa-apa
karena belum ada yang mestinya memang ada usaha yang jelas,

keuntungannya dibagi, itu lebih bagus menurut saya.”
Upaya pengumpulan dana tersebut perlu dilakukan lagi secara optimal
mengingat semakin besarnya kebutuhan yayasan seiring dengan semakin luasnya
program dan cakupan daerah yang dilayani otomatis memerlukan biaya yang
semakin banyak jumlahnya. Kondisi inipun diakui secara jujur oleh ketua yayasan
(PO2), sebagai berikut:
“Dapat dikatakan, eee...keuangan yayasan saat ini belum mencukupi
semua operasional program yang kami jalankan. Maunya kami yaa cukup
bahkan lebih kalau itu bisa, mengingat program-program yang kami
jalankan semakin besaaarrr, dan itu pasti membutuhkan ketersediaan
sumber daya manusia, lahan, gedung, rumah, dan fasilitas lainnya.
Memang selama ini keuangan yang kami peroleh lebih banyak dari para
donatur, namun kami saat ini sedang merencanakan beberapa usaha yang
akan kami jalankan, dan nantinya uang dari usaha tersebut akami kami

5

gunakan untuk mendukung yayasan ini, hingga pelan-pelan sumbangan
dari para donatur tidak menjadi lebih besar lagi.”
Pengembangan usaha ekonomi yang dilakukan diharapkan dapat menjadi

salah satu sumber penerimaan keuangan yang amat potensial bagi pembiayaan
seluruh operasional yayasan, mengingat selama ini keuangan yayasan sebagian
besar berasal dari sumbangan para donatur, sebagaimana dikatakan oleh PO1
berikut ini:
“Ya kami terus berusaha bagaimana nantinya keuangan yayasan dapat
mencukupi dan mampu membiayai seluruh kegiatan program yayasan
penambahan staf administrasi, dan memperluas tempat/ruang kerja di
yayasan kami ini. Kami saat ini, eee...bahkan jauh-jauh hari sudah
memikirkan bahwa kami tidak bisa terus-menerus mengandalkan
sumbangan uang dari para donatur, oleh karena itu kami akan berupaya
bagaimana mengumpulkan uang yang cukup, khususnya melalui kegiatan
usaha supaya keuntungan dari kegiatan usaha tersebut kami dapat
membiayai keseluruhan operasional yayasan ini.”
Menurut pembina melakukan kegiatan usaha untuk membiayai kegiatan
program-program yayasan, penambahan staf administrasi, dan memperluas
tempat/ruang kerja sepertinya telah menjadi prioritas pembina dan pengurus
yayasan dalam upaya pengumpulan dana yayasan. Kebijakan pembina di atas
tersebut juga didukung oleh PO3 dan PO4 yang mengatakan hal yang hampir
sama di bawah ini:
“Sementara yang terakhir ini pengembangan usaha-usaha saja untuk

memunculkan sumber-sumber dana yang baru itu saja yang sedang di
bangkitkan, dan kami berharap melalui pengembangan usaha ini dapat
mencukupi keuangan yayasan.”
“Kalau untuk, iya pengembangan usaha ya berbicara usaha sebenarnya
ada kaitan. Mengapa saya bicara ada kaitan yayasan ini kan dari sisi
sumber dana, itu kan ada donasi, ada donatur-donatur. Nah, donaturdonatur ini kan kadang ada kadang tidak. Nah, kalau kita hanya
mengharapkan
dari
donatur
gimana
pembiayaan-pembiayaan
selanjutnya? Oleh karena itu, dari sisi usaha yang kurang jelas saya
sampaikan tadi ya itu ada bunganya. Seharusnya yayasan harus, boleh
dikatakan harus ada, berusaha untuk ada satu divisi usaha yang khusus
mengelola usaha dalam bentuk apa untuk menopang pelayanan ini.”
Namun

dalam

prosesnya,

upaya

pengembangan

sumber-sumber

penerimaan keuangan yayasan tersebut, khususnya melalui pengembangan usahausaha ekonomi yang menjadi prioritas pembina yayasan untuk keberlanjutan

6

keuangan yayasan belum dapat berjalan dengan optimal, seperti dikemukakan
oleh PO7 dan PO12 di bawah ini:
“Kalau masalah pengembangan usaha, kalau pengembangan usaha untuk
sekarang ini kurang jelas, untuk saya kurang jelas, karena mengapa?
Kalau memang dari yayasan yang mengelola, ketahuan siapa yang
mengelolanya, divisinya jelas, tapi, ini kan gak ada. Iya, jadi yang boleh
dikatakan sebagai pengelola adalah orang-orang yayasan yang
menggunakan fasilitas yayasan untuk berusaha, yaa untuk bisnis mereka.
Dan kelebihannya dari keuntungan mereka itu mungkin mereka sisihkan
ke yayasan, tapi dari sistim yang ditangani langsung oleh yayasan,
sampai saat ini bagi saya gak ada.”
Mengenai pengembangan usaha yang saya lihat pengembangan yang
dikelola oleh yayasan itu belum ada justru lebih kepada personal-personal
atau individu-individu dari yayasan yang mengembangkan itu jadi kita
belum tahu apakah ini punya yayasan atau ini punya pribadi.
Isu dari kedua pernyataan di atas, sebenarnya ingin menjelaskan bahwa
upaya pengembangan usaha-usaha yayasan perlu dilakukan dengan menerapkan
prinsip-prinsip manajemen dan organisasi secara modern sehingga pengaturan
dan pengelolaannya pun menjadi jelas, dapat dikontrol, mudah dievaluasi, dan
dapat dipertanggungjawabkan kepada semua organ yayasan dan publik secara
efektif, efisien, transparan, dan akuntabel, karena kalau kegiatan usaha-usaha
tersebut terus dikelola secara pribadi-pribadi tanpa melibatkan organ yayasan dan
menggunakan fasilitas yayasan nantinya akan sulit dikontrol, dievaluasi, dan
dipertanggungjawabkan, sehingga bisa saja apa yang dikuatirkan selama ini oleh
publik, dimana pendiri, pengawas, dan pengurus menjadikan yayasan sebagai
lahan bisnis untuk mendapatkan keuntungan pribadi terjadi di Yayasan Pesat
(Susanto, dkk., 2002; Jordan Van Tuijl, 2009). Untuk hal ini, Warren dan Fees
(2006) menyatakan perlu dilakukannya pengendalian internal yang merupakan
kebijakan dan prosedur yang melindungi harta organisasi dari kemungkinan
penyalahgunaan, memastikan bahwa informasi telah disajikan secara akurat dan
memastikan bahwa peraturan telah dipatuhi sebagaimana mestinya.
Karena itu menurut PO12 tentang pengelolaan usaha-usaha baru tersebut,
ia memberikan saran sebagai berikut:
“Nah itu program-program dari yayasan jangan program personal, kalo
bisa dibentuk melalui manajemen dan organisasi yang profesional, jadi
usaha itu harus yayasan punya, satu bidang usaha yang menjalankannya

7

karena dari itu nanti bisa menjadi sumber dana abadi bagi operasional
yayasan selanjutnya.”
Upaya pengumpulan dana bagi keuangan yayasan harus dilakukan secara
lebih sungguh-sungguh lagi mengingat permintaan terhadap penambahan jumlah
staf semakin diperlukan. Penambahan jumlah staf tersebut juga perlu disertai
dengan pemberian upah yang layak. Hal ini katakan oleh PO15:
“Untuk tenaga pendidik yang lain itu mungkin yayasan datang secara
pribadi, tapi kalau untuk saya pribadi saya melihat kondisi waktu itu
sangat emergensi, artinya waktu itu tenaga pendidik kurang saya dengan
apa yang saya punya saya merasa terbeban untuk terlibat dalam
pendidikan akhirnya saya lewat kepala sekolah SD waktu itu kami
bertemu dan konsultasi dan akhirnya saya bisa berada di SD di
pendidikan...Yah kalau bilang kata cukup berarti cukup, cuma ada bagi,
sesuai dengan peraturan dari pemerintah. Nah itu mungkin kita belum
tingkatkan, nah bagi kita karena kita semua tenaga pendidik maupun
tenaga volunteer basiknya adalah pengabdian, pelayanan tapi kalau
menurut peraturan dari peraturan pemerintah harus memenuhi standar
UMR, tapi kita belum mencapai bahkan setengah dari itu kita belum
mencapai kalau bisa di tingkatkan.”
Walaupun dasarnya pengabdian dan sukarela ketika bekerja di yayasan,
ada harapan dari PO15 untuk memberikan persembahan memenuhi standar UMR
yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau minimal setengah dari UMR yang
ditetapkan oleh pemerintah daerah Papua. Pernyataan tersebut juga ditegaskan
oleh PO10:
“Yaa seharusnya ada, untuk tingkat kesejahteraan itu memang harus
dipikirkan sama pembina maupun ketua yayasan agar program-program
yayasan ini berjalan dengan baik, khususnya pendidikan ya, pendidikan
itu perlu diperhatikan secara saksama mungkin dalam saat-saat ini agar
mereka juga mendapatkan pendapatan perbulannya itu sesuai dengan ya
paling tidak di sesuaikan dengan UMR lah... Kalau untuk saat ini bagi
khususnya tenaga pendidik itu 2 juta-2,5 juta perbulan itu saya rasa
sudah sangat pantas.”
Tetapi kedua usulan yang dikemukakan di atas, menurut PO7 perlu ditinjau
kembali:
“Sebenarnya kalau dari sisi finansial yaa, semua SDM yang direkrut,
yang masuk dalam yayasan, itu mereka sudah harus bisa mengambil
sebuah keputusan ketika diperhadapkan dengan sebuah kondisi dimana,
seperti yang saya alami, siap tidak menerima gaji, siap digaji dengan apa
adanya, siap tidak menerima, hanya menerima persembahan saja atau
mungkin sama sekali, dan karena itu sebuah panggilan, setiap orang yang

8

masuk itu pasti, menurut saya itu harus. Kalau mereka sudah masuk pasti
kan mereka sudah siap, siap. Hanya seringkali yang menjadi sebuah
persoalan, ketahanan. Ketahanan itu banyak faktor, karena ketidaknyamanan, karena ketidak-nyamanan itu banyak faktor juga. Karena gak
tahan gesekan, gak tahan gosip, gak tahan yah dengan pola
kepemimpinan yang ada, ya macem-macem, akhirnya orang itu tidak
tahan, tidak damai sejahtera dan sebagainya. Tapi, bagi orang-orang
yang sebenarnya kreatif terlepas dari masalah gesekan tadi dan
sebagainya, orang itu pasti akan survive. Selain dia menjadi SDM yang
handal di yayasan, dia akan menjadi SDM yang handal di tempat lain
asalkan dia bisa berbagi waktu. Itu yang terjadi, khusus orang-orang
yang kreatif. Sehingga, tidak perlu ada rasa ah, saya gak tahan karena
gaji. Tidak. Justru mereka bisa survive di tempat lain dan bisa menjadi
berkat di tempat di mana dia bekerja, hal ini khususnya di yayasan.”
Ketika seseorang atau lebih, ingin bekerja di yayasan sebagai salah satu
bentuk organisasi nonprofit, seharusnya mereka sudah siap dengan gaji yang tidak
sama dengan gaji yang diperoleh ketika bekerja di PNS maupun yang bekerja di
swasta karena kompensasi atau gaji yang diberikan oleh organisasi nonprofit
biasanya kurang menarik bagi banyak orang. Karena itu, orang-orang yang
bekerja di organisasi nonprofit harus siap menghadapi kenyataan ini, mereka
harus memiliki daya tahan yang kuat dan kreativitas yang cukup tinggi agar dapat
bertahan hidup sebagai staf yayasan.
Namun sebenarnya sebagian besar orang yang bergabung dan bekerja di
yayasan yang menjadi motivasi utama ternyata bukanlah karena faktor finansial,
melainkan karena mereka ingin membagikan hidupnya kepada orang lain yang
membutuhkan, seperti yang diungkapkan oleh PO1 di bawah ini:
“Ada dua, yang pertama jauh lebih banyak orang yang mengajukan
sendiri, ada yang minta. Itu betul-betul apa ya? Pake kata aneh atau
langkah atau apa? Makanya itu jadi alasannya cukup banyak yang
mengajukan kami ingin bergabung, kami ingin bergabung. Ternyata
alasan yang terbesar adalah mereka merasa lebih berguna hidup di sini.
Ilmu yg mereka dapatkan, wah itu betul-betul luar biasa karena kalau
mau cari gaji, posisi di sini bukan tempatnya, apalagi cari popularitas
dalam arti tanda kutip, tapi ternyata apa yaa, sebagai mahluk sosial
manusia tuh ternyata punya kebutuhan yang bukan bentuk materi tapi
kalau hidupnya bisa berharga buat org lain itu kepuasaan tersendiri. Dan
yang kedua memang saya cari sendiri. Saya sering keliling iya toh,
melihat potensi orang ini, lalu saya tawari, terus saya sekolahkan.
Penempatannya pun saya serahkan hati mereka kan ke mana...Saya
dengan istri memberi contoh sendiri, bahwa kami tuh antusiasnya luar
biasa, bersyukur mereka itu gak pernah liat kami lemah walaupun mereka

9

tau kami punya persoalan kami tetap semangat, kami menyediakan contoh
buat mereka, bahwa selama kita mengurus orang, yaitu apalagi anakanak ini, anak didik kita ini, ada kekuatan baru, ada semangat baru, ada
ide baru, ada kesukaan baru nah itu yang tidak bisa dicari lewat materi.
Nah itu, cara kami maintance istilahnya, kesehatian, mempertahankan
visi, semangat mereka mengabdi kepada anak-anak, jadi kami memberi
contoh sendiri. Apalagi setelah sekian lama berhasil, ada anak-anak itu
yang mereka didik sendiri, jadi ini, jadi itu, misalnya itu semangat
tambahan bagi mereka atau energi baru bagi mereka untuk mereka
mengabdi.”
Menurut pembina ada dua alasan yang menyebabkan beberapa orang mau
bergabung dan bekerja di Yayasan Pesat, yakni pertama, yang terbesar adalah
hidup mereka ingin berguna bagi orang lain, dan kedua adalah direkrut sendiri
oleh pembina. Cara pembina memelihara atau me-maintance para staf tersebut
adalah dengan memberikan teladan dan semangat secara terus-menerus supaya
mereka dapat bekerja untuk mencapai visi yang ada, yakni membangun
masyarakat Papua.
Pernyataan pembina di atas, juga diperkuat oleh beberapa pernyataan staf
yang ada seperti PO6 dan PO8 berikut ini:
“Yah waktu itu kebetulan saja saya bertemu dengan Bapak Daniel
Alexander, waktu itu kami belum saling mengenal, kami berkenalan dan
beliau tanya kamu punya harapan apa? Saya bilang saya ingin menjadi
guru, guru apa? Guru matematika oh, ya sudah sekarang kamu kuliah
ambil jurusan matematika, nanti setelah selesai gabung di pesat lalu saya
kuliah S1 matematika dan setelah lulus saya menggabungkan diri di
yayasan ini... Hmm yang membuat saya semangat saya di sini adalah
motivasi dari dalam jadi karena saya merasa bahwa Tuhan itu sudah baik
buat saya maka saya memberikan yang terbaik buat Tuhan dan salah
satunya wadahnya adalah Yayasan Pesat ini dan saya mengabdi buat
Yayasan Pesat ini berarti saya sebisa memberikan sesuatu yang baik buat
Tuhan.”
“Awalnya, aaa saya diberikan apa ya, sebuah visi oleh Tuhan untuk
melayani di daerah pedalaman. Jadi sebelum saya bergabung di Papua,
saya terlibat pelayanan oleh Bapak Daniel tapi di luar Pesat. Saya
melayani di Kalimantan Timur bagian utara, jadi di satu daerah
pedalaman namanya daerah Pujungan. Dan setelah itu saya rindu, saya
bilang saya ingin bisa membantu saudara-saudara kami yang ada di
Papua. Begitu saya mengambil keputusan bahwa saya ingin ke Papua
untuk bergabung bersama tim yang ada di Papua. Setelah saya tiba di
Nabire, saya yang mengajukan diri untuk ke Sugapa.”

10

Motivasi kedua staf tersebut untuk bekerja di yayasan ternyata lebih didorong oleh
karena kebaikan dan visi yang diberikan Tuhan. Hal ini persis sama seperti yang
diungkapkan oleh PO14 berikut ini:
“Pihak saya sendiri yang menggabungkan diri tapi kita terus terang mau
bergabung dengan tujuan mari bersama bekerja melibatkan diri untuk
melayani Tuhan...Perhatian secara finansial, perhatian secara objektif
dan subjektif, tapi saya tidak terlalu menuntut hal itu karena saya sudah
berkomitmen apapun yang terjadi memberi yang terbaik karena tujuan
saya adalah melayani Tuhan...Cara mengatasi pendapatan sebulan,
kebetulan secara pribadi istri saya adalah pegawai negeri, berkat
keluarga istri saya adalah pegawai negeri jadi bisalah karena itu adalah
berkat keluarga bukan berkat perorangan, sumber dari keluarga maka
kami nikmati bersama.”
Adanya kesamaan visi para staf dengan pembina inilah yang membuat
sebagian besar orang mau datang bergabung dan bersatu untuk bersama-sama
melayani dan mewujudkan visi yang Tuhan berikan, yakni membangun manusia
Papua seutuhnya melalui wadah Yayasan Pesat, seperti yang dikemukakan oleh
PO9 dan PO4 di bawah ini:
“...Aaa, beliau merekrut kami sebagaimana visi beliau adalah
membangun manusia Papua seutuhnya. Seutuhnya di sini kan berarti anak
Papua ini masih ada ranah-ranah tertentu yang belum utuh termasuk
pada ranah pendidikan. Saya sangat tertarik pada beliau menempatkan
saya sebagai tenaga edukasi, tenaga pendidikan karena sama saya
pribadi ingin, bukan merubah cara kognitif mereka tapi mengubah cara
perilaku. Katakan lah budaya-budaya, perlu kita ubah. Sangat, sangat,
apa ya, sangat apresiasi beliau itu merekrut, katakan lah pekerja
mitranya. Bukan beliau melihat secara sisi spiritual, Tuhan memanggil
yaaa kita sering, kita percaya bahwa seringkali kalau Tuhan memanggil
ya apakah itu benar-benar panggilan Tuhan atau kita terpanggil karena
sebuah dogma tapi karena itu mungkin, itu sebuah kemungkinan yaa,
karena itu panggilan Tuhan maka kita harus kerja bersama-sama dengan
beliau.”
“Jadi hanya karena visi yang bisa membuat kita tuh bertahan sampai saat
ini ya saya bekerja di sini karena visi yang diberikan kepada saya oleh
Tuhan dan saya setia dengan itu.”
Pengetahuan dan kesadaran para staf yang bekerja di Yayasan Pesat
sebagai salah satu organisasi nonprofit ternyata sudah cukup tepat. Motivasi dan
tujuan utama mereka bekerja bukanlah karena uang atau gaji, melainkan karena
adanya dorongan hati yang kuat dan tulus untuk membawa misi kemanusiaan

11

kepada masyarakat asli Papua sebagai bentuk kecintaan mereka kepada Tuhan.
Semua pernyataan tersebut di atas, akhirnya ditegaskan pula oleh PO7 di bawah
ini:
“Ya kalau soal perekrutan tenaga di yayasan saya lihat kan fleksibel ya
gak ada satu syarat yang mendasar harus gini, gini, gini, terus ga ada
sistem kontrak dan sebagainya. Semua kembali dari hati, karena yayasan
ini kan aaa... tidak memberikan apa seperti fokus gaji sekian, yaa berupa
patokan nominal sekian. Nilainya itu kan berupa persembahan, jadi
masalah perekrutan itu adalah kembali kepada hati untuk melayani...
Kalau saya sendiri itu kan waktu itu kan eee...memang secara ini apa
terpanggil ya untuk ke Papua dan eee...pembina yayasan dalam hal ini
pak Daniel Alexander sendiri bertemu dengan saya dan mengajak untuk
sama-sama melayani di Papua...Ya, selama ini sejak saya masuk itu
perhatian sangat sangat baik dimana semua tim kan disediakan sarana
prasarana yaa, itu kan sarana penunjang bagi kita untuk bisa bekerja
lebih baik. Sarana dan prasarana dalam hal in tempat tinggal. Kemudian
diberikan aaa banyak hal ya kesibukan seperti kita mengajar, melayani,
jadi memang kalau itu sangat sangat menunjang dan positif...Secara
materiil saya kira engga engga, tidak maksimal ya, kalau kita mau jujur
mengatakan tidak sesuai ya dengan apa yang diberikan secara duniawi.
Tapi kan kembali lagi tadi masalah rekrutmen kan soal panggilan hati
jadi kita memang harus siap untuk melayani seperti itu.”
Sedangkan untuk keperluan tempat atau ruang kerja di yayasan semakin
lama semakin besar akibat pelayanan yang dilakukan oleh yayasan terus
berkembang, khususnya untuk pengembangan pendidikan pola asrama di berbagai
daerah kabupaten. Hal ini tergambar dari kesaksian PO1 dan PO2 di bawah ini:
“Yaa, secara fakta itu boleh dikatakan tempat yang ada hampir mencapai
mencukupi. Kalau dibandingkan yang lain gitu. Tapi, kita kan maju terus,
akan terus berkembang. Jadi, kalau kita sekarang berkata cukup, besok
berubah lagi. Jadi kita akan maju terus untuk itu.”
“Tempat yang ada sementara ini masih kurang. Jadi, misalnya kalau itu
disebut sebagai tempat atau ruangan yang layak untuk ditinggali orang,
itu masih kurang... Demikian juga dengan asrama, jumlahnya kami masih
kurang. Yaa, mungkin idealnya bukan jumlah bangunan tapi mungkin
kapasitas ruangannya yang perlu diperbesar...Kalau untuk sekolah ini
begini, sekolah ini ada sedikit dilema buat kami. Semula, sesuai dengan
visi, anak-anak yang kita sekolahkan terus kita buatkan sekolah. Tapi,
faktanya yang kita hadapi itu atas tuntutan dari bagusnya produk
pendidikan yang kita berikan kepada masyarakat maka masyarakat
banyak menuntut supaya kami membuka kelas-kelas yang lain supaya
jangan segitu saja, mbok kelasnya ditambah. Mengingat hal itu, kalau
dikatakan kurang kelasnya, tetap kurang. Tapi, kalau mengingat kami itu
semula tujuannya tidak seperti itu, itu cukup.”

12

Gambar 1. Ruang Kelas dan Laboratorium Bahasa
Sumber: Foto Pribadi (2012)
Dari pernyataan kedua pemimpin yayasan tersebut, dapat dikatakan bahwa
saat ini yayasan mengalami kekuarangan tempat/ruang kerja, baik yang digunakan
untuk asrama maupun untuk ruang kelas. Kondisi ini juga ditegaskan oleh PO8
yang merupakan salah satu pemimpin cabang Yayasan Pesat berikut ini:
“Banyak kekurangan, yaa sebenarnya kami ingin sekali ada bantuan dari
pemerintah, dari dinas pendidikan dan dinas sosial. Kalau dari dinas
pendidikan kami minta untuk mereka bisa bantu ke bangunan sekolah
karena bangunan sekolah kami itu untuk kelas per kelas itu kecil. Jadi,
anak-anak murid yang cukup banyak itu sangat sulit karena meja kelas itu
saja sudah full dan itu sangat apa yaa untuk aktivitas di dalam kelas kecil
jadi kami ingin ada bangunan baru yang lebih luas, kelasnya bisa lebih
besar sehingga anak-anak untuk aktivitas di dalam kelas mereka, mereka
kan sekolah taman kanak-kanak ini mereka kelas bermain sambil belajar.
Jadi kalau mereka datang hanya untuk belajar, belajar itu agak sulit buat

13

anak-anak usia mereka, karena mereka itu kelas bermain sambil belajar...
Selama ini yang membantu dari yayasan sendiri karena bangunan sekolah
ini hasil usaha kami tim. Jadi kami yang masuk hutan, kami sendiri yang
potong kayu menggunakan chainsaw waktu itu tahun 2003 waktu kami
buat bangunan sekolah yang baru itu, kami masuk masuk hutan bawa
chainsaw, potong kayu kami sendiri tidak menggunakan operator lain.
Sesudah kayunya sudah cukup, kami mulai bangun pelan-pelan. Lalu, ada
bantuan seng dari Nabire, paku, dan itu bisa kami gunakan. Sedangkan
untuk asrama, itu yang kurang itu untuk fasilitas anak-anak seperti kasur,
juga untuk pengasuh. Kasur yang kurang, terus kami perlu sekali lemari
kabinet buat anak-anak, karena setiap anak mereka punya pakaian sendiri
baik dari orang tua yang mereka bawa dari rumah dan mereka punya
seragam sekolah yang mereka dapatkan dari sekolah, juga baju yang kami
bagi. Jadi, kalau kami atur di lemari itu agak sulit karena setiap mereka
biasanya ngaturnya...kami sudah mengatur dengan baik tetapi ketika
mereka mau menggunakan mereka asal ngambil dan itu selalu
menjadi...membuat kamar jadi berantakan. Kalau ada lemari kabinet,
mereka sudah tahu ini punya dia jadi barangnya bisa ditaruh disitu... Alat
belajar...waktu itu tahun dua ribu sepuluh itu ada sempat ada bantuan
dana BOP, Biaya Operasional Pendidikan, yang diberikan dinas
pendidikan, itu satu kali saja yang kami terima tahun dua ribu sepuluh.
Setelah itu, sampai tahun ini, itu tidak ada lagi yang kami terima padahal
dana itu selalu rutin per triwulan. Itu yang selalu menjadi masalah. Kami
dengar dana itu ada tetapi ketika kami tanya untuk kami meminta hak
kami, selalu mereka alasannya ada di bapak ini lah...terus ketika kami ke
bapak ini, bapak ini bilang ada di bapak ini lah. Itu yang membuat kami
sulit, apalagi orang dinas tidak ada di tempat, maksudnya tidak ada di
Sugapa ini.”
Dari keterangan PO8 tadi, maka kebutuhan akan berbagai fasilitas, seperti
bangunan sekolah, ruang bermain anak di sekolah maupun di asrama semakin
diperlukan karena jumlah anak yang diajar dan dididik semakin banyak. Oleh
karena itu, permasalahan mengenai keberlanjutan keuangan melalui sumbersumber keuangan lainnya harus dirumuskan dan dikelola secara optimal agar
dapat menghasilkan sejumlah uang yang cukup untuk penyediaan beberapa
fasilitas yang saat ini dibutuhkan oleh yayasan.

14

Gambar 2. Ruang Asrama Yayasan Pesat
Sumber: Foto Yayasan Pesat (2009) & Foto Pribadi (2012)
Membangun Model Sistem Keberlanjutan Keuangan
Setelah informasi tentang permasalahan keberlanjutan keuangan ketahui
dan disusun maka langkah selanjutnya adalah membuat root definition dan model
konseptual. Root definition ditulis berdasarkan semua informasi tentang
keberlanjutan keuangan yayasan yang telah dikumpulkan, dieksplorasi, dan
dibahas pada tahap sebelumnya. Root Definition ini menggambarkan apa,
bagaimana, dan mengapa dalam sistem yang dilakukan. Root definition
dikendalikan oleh CATWOE dan kriteria 3E. Maka untuk root definition
keberlanjutan keuangan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel. 2. Analisis CATWOE dan 3E dalam Root Definition Keberlanjutan
Keuangan
Root Definition

Customers
Actors
Tranformations

Weltanschauun
g

Owners
Environmental

“Sistem yang dimiliki dan dikelola oleh Yayasan Pesat Papua
untuk menyelenggarakan pelayanan pendidikan berpola asrama,
kesehatan, kerohanian, informasi, dan ekonomi (P) melalui upaya
keberlanjutan keuangan yayasan yang mampu
membiayai
kegiatan program-program, penambahan staf administrasi, dan
memperluas tempat/ruang kerja yayasan (Q) guna mewujudkan
pengembangan kapasitas organisasi nonprofit pada tahap
pengembangan infrastruktur/remaja (R).”
Staf yayasan, donatur, masyarakat, dan pemda
Pembina dan pengurus
Terciptanya keberlanjutan keuangan yayasan yang mampu
membiayai kegiatan program-program, penambahan staf
administrasi, dan memperluas tempat/ruang kerja yayasan melalui
upaya pengumpulan dana dari sumbangan para donatur, usahausaha ekonomi, hasil penjualan layanan yayasan, dan bantuan dari
pemerintah untuk mewujudkan pengembangan kapasitas
organisasi
nonprofit
pada
tahap
pengembangan
infrastruktur/remaja
Keberlanjutan keuangan yayasan yang mampu membiayai
kegiatan program-program, penambahan staf administrasi, dan
memperluas tempat/ruang kerja sangat penting dilakukan untuk
pencapaian misi yayasan guna mewujudkan pengembangan
kapasitas organisasi nonprofit pada tahap pengembangan
infrastruktur/remaja
Pembina
Kurangnya kesadaran dan pemahaman yang baik dan benar untuk
meningkatkan keuangan yayasan yang seringkali disebabkan oleh
keputusan pemimpin yayasan yang kurang mendukung upaya
keberlanjutan keuangan yayasan. Masih miskin dan
terbelakangnya kondisi sosial demografik dan ekonomi

15

Efikasi

Efisiensi

Efektif

masyarakat Papua dapat menjadi kendala bagi yayasan secar
eksternal.
Adanya kesadaran dan pemahaman yang baik dan benar dari
pemimpin yayasan untuk meningkatkan keberlanjutan keuangan
melalui keputusan organisasi akan sangat membantu pembiayaan
kegiatan program-program, penambahan staf administrasi, dan
memperluas tempat/ruang kerja yayasan
Menggunakan sumber daya yayasan dan kemitraan dengan
pemerintah, swasta, dan LSM lainnya seperti staf, keuangan yang
berasal dari anggaran, dan fasilitas yang dimiliki serta waktu yang
terbatas sesuai dengan kesepakatan pemimpin dan staf pengurus
yayasan
Terciptanya keberlanjutan keuangan yayasan yang mampu
membiayai kegiatan program-program, penambahan staf
administrasi, dan memperluas tempat/ruang kerja dalam
pencapaian misi yayasan untuk mewujudkan pengembangan
kapasitas organisasi nonprofit pada tahap pengembangan
infrastruktur/remaja pada Yayasan Pesat Papua

Dalam root definition keberlanjutan keuangan tersebut di atas, peneliti
menilai gambaran yang paling relevan untuk sistem keberlanjutan keuangan
adalah melalui upaya pengumpulan dana dari para donatur, usaha-usaha ekonomi
yayasan, hasil dari penjualan layanan yayasan, dan bantuan pemerintah yang
mampu membiayai kegiatan program-program, penambahan staf administrasi,
dan memperluas tempat/ruang kerja yayasan untuk mewujudkan pengembangan
kapasitas organisasi nonprofit pada tahap pengembangan infrastruktur/remaja.
Proses pembelajaran terciptanya keberlanjutan keuangan yayasan yang
mampu membiayai kegiatan program-program, penambahan staf administrasi, dan
memperluas tempat/ruang kerja yayasan dilakukan melalui kegiatan pengumpulan
dana dari sumbangan para donatur, usaha-usaha ekonomi, hasil penjualan layanan
yayasan, dan bantuan dari pemerintah (Anheier, 2005) untuk mewujudkan
pengembangan kapasitas organisasi nonprofit pada tahap pengembangan
infrastruktur/remaja. Keberlanjutan keuangan yayasan yang mampu membiayai
kegiatan program-program, penambahan staf administrasi, dan memperluas
tempat/ruang kerja sangat penting dalam pencapaian misi yayasan.
Namun, kurangnya kesadaran dan pemahaman yang baik dan benar untuk
meningkatkan keuangan yayasan yang seringkali disebabkan oleh keputusan dan
pemimpin yayasan yang kurang mendukung upaya keberlanjutan keuangan
yayasan. Karena itu, diperlukan adanya kesadaran dan pemahaman yang baik dan
benar dari pemimpin yayasan sehingga adanya keputusan yang tepat untuk

16

meningkatkan keberlanjutan keuangan akan sangat membantu pembiayaan
kegiatan program-program, penambahan staf administrasi, dan memperluas
tempat/ruang kerja yayasan. Dalam proses terciptanya keberlanjutan keuangan
yayasan tersebut menggunakan sumber daya yayasan seperti staf, keuangan yang
berasal dari anggaran yayasan, dan fasilitas yang dimiliki serta waktu yang
terbatas. Akhirnya, terciptanya keberlanjutan keuangan yayasan yang mampu
membiayai kegiatan program-program, penambahan staf administrasi, dan
memperluas tempat/ruang kerja dalam pencapaian misi yayasan diharpkan dapat
mewujudkan

pengembangan

kapasitas

organisasi

nonprofit

pada

tahap

pengembangan infrastruktur/remaja pada Yayasan Pesat Papua secara efektif,
efisien, dan berkelanjutan.
Secara khusus, proses terciptanya keberlanjutan keuangan yayasan yang
mampu membiayai kegiatan program-program, penambahan staf administrasi,
dan memperluas tempat/ruang kerja yayasan dapat digambarkan sebagai berikut.

Input:

Keputusa
n pembina
yayasan

Saransaran dari
pengawas dan
pengurus yayasan

Kebutuha
n akan perluasan
program & biaya
operasional
yayasan

Saran
dan bantuan dari
publik

Sumber
daya yayasan

Kemitraa
n dengan pemda,

Transformati
ons:



Melalui
upaya pengumpulan
dana dari sumbangan
para donatur, usahausaha ekonomi, hasil
penjualan layanan
yayasan, dan bantuan
dari pemerintah



Output:

Terciptany
a keberlanjutan
keuangan yayasan

Kurangnya kesadaran dan pemahaman yang baik dan
benar dari pemimpin dan pengikut.
Terbatasnya sumber daya staf yayasan. Masih
tertinggal dan miskinya kondisi sosial demografk dan
ekonomi masayarakat Papua dan belum terciptanya
kemitraan yang optimal dapat menjadi hambatan

17

Gambar 3. Proses Terciptanya Keberlanjutan Keuangan
Bertitik tolak dari root definition tersebut, selanjutnya dibangun model
konseptual yang merupakan inti dari systems thinking dalam SSM. Model
konseptual yang dibangun harus berkaitan dengan apa yang harus dilakukan oleh
sistem yang telah pilih. Untuk model kegiatan sistem keberlanjutan keuangan
dapat diuraikan sebagai berikut, yaitu: Langkah pertama yang perlu dilakukan
oleh organ yayasan adalah mengevaluasi kondisi keuangan yayasan saat ini,
apakah keuangan yayasan yang ada mendukung seluruh kegiatan yang dilakukan
oleh yayasan? Kalau tidak, apakah perlu dilakukan upaya peningkatan
pengumpulan dana melalui sumber-sumber lainnya. Selama ini Yayasan Pesat
Papua lebih banyak mengandalkan keuangan dari para donatur. Apakah hal
tersebut tidak menimbulkan permasalahan-permasalahan bagi keuangan yayasan?
Keadaan ini perlu diidentifikasi secara baik agar ditemukan akar permasalahannya
secara tepat. Kegiatan ini merupakan langkah yang kedua.
Setelah ditemukan akar permasalahanya, langkah ketiga yang perlu
dilakukan adalah menganalisis keberlanjutan keuangan yayasan agar dapat
membiayai kegiatan program-program, penambahan staf administrasi, dan
memperluas tempat/ruang kerja yayasan. Langkah keempat dari hasil analisis
tersebut harus didiskusikan untuk merumuskan keberlanjutan keuangan yayasan.
Kemudian, langkah kelima adalah menyusun keberlanjutan keuangan melalui
upaya pengumpulan dana dari para donatur (perorangan dan lembaga), usahausaha yayasan, bantuan pemerintah, dan hasil dari penjualan layanan yayasan.
Upaya ini harus dilakukan secara baik agar dapat diperoleh sejumlah keuangan
yayasan mampu membiayai kegiatan program-program, penambahan staf
administrasi, dan memperluas tempat/ruang kerja yayasan. Semua upaya
keberlanjutan keuangan tersebut, seperti; melalui para donatur (perorangan dan
lembaga), usaha-usaha yayasan, bantuan pemerintah, dan melalui hasil dari
penjualan layanan yayasan diputuskan dan ditetapkan oleh yayasan sebagai
sumber-sumber keuangan yayasan.
Keseluruhan langkah tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.

18

1. Mengevaluasi
kondisi keuangan
yayasan

3. Menganalisis
keberlanjutan
keuangan yayasan
supaya dapat
menghasilkan upaya
yang tepat guna
membiayai kegiatan
program-program,
penambahan staf
administrasi, dan

2. Mengidentifkasi
permasalahan
keuangan yayasan

8. Memutuskan dan
menetapkan keberlanjutan
keuangan melalui para
donatur (perorangan dan
lembaga), usaha-usaha
ekonomi yayasan, bantuan
pemerintah, hasil

7. Menyusun
keberlanjutan
keuangan yayasan
melalui para donatur
(perorangan dan
lembaga), usahausaha ekonomi

10. Monitoring
1-9

6. Mendiskusikan
keberlanjutan
keuangan
yayasan

12. Defne
Criteria: 3E
11. Take Control
Action

Gambar 4. Model Konseptual Sistem Keberlanjutan Keuangan

4. Mengembangkan
keberlanjutan
keuangan yayasan

5. Mengajukan
upaya
keberlanjutan
keuangan melalui
para donatur
(perorangan dan
lembaga), usahausaha ekonomi
yayasan, bantuan
pemerintah, dan

Setelah model konseptual dibangun, maka pada tahap kelima dilakukan
pembandingan antara model konseptual dengan dunia nyata guna menghasilkan
perdebatan tentang persepsi, dan perubahan yang dianggap akan menguntungkan.
Kegiatan dalam perbandingan model konseptual ini adalah upaya yang perlu
dilakukan oleh Yayasan Pesat guna memperbaiki sistem keberlanjutan keuangan
ketika yayasan masuk pada tahap pertumbuhan/infrastruktur. Hasil komparasi
tersebut akan menjadi panduan bagi peneliti dalam merancang perubahanperubahan yang akan meningkatkan situasi problematik. Perbandingan model
konseptual sistem keberlanjutan keuangan dengan dunia nyata untuk problem
solving adalah sebagai berikut:
Keuangan merupakan salah satu unsur penting dalam mendukung
kegiatan-kegiatan organisasi. Dalam menyelenggarakan berbagai kegiatan
organisasi diperlukan sejumlah uang yang memadai, karena hampir tidak ada
kegiatan organisasi yang tidak membutuhkan uang. Semakin besar jumlah uang
yang tersedia, maka semakin baik pula kemungkinan kegiatan yang dilakukan
oleh organisasi, karena dengan uang tersebut dapat digunakan untuk membiayai
berbagai kebutuhan yang diperlukan organisasi dalam menyelenggarakan
kegiatannya (Anheier, 2005).
Keuangan merupakan salah satu unsur penting dalam mendukung
kegiatan-kegiatan organisasi. Dalam menyelenggarakan berbagai kegiatan
organisasi diperlukan sejumlah uang yang memadai, karena hampir tidak ada
kegiatan organisasi yang tidak membutuhkan uang. Semakin besar jumlah uang
yang tersedia, maka semakin baik pula kemungkinan kegiatan yang dilakukan
oleh organisasi, karena dengan uang tersebut dapat digunakan untuk membiayai
berbagai kebutuhan yang diperlukan organisasi dalam menyelenggarakan
kegiatannya (Brothers dan Sherman, 2012).
Oleh karena itu, aktivitas pertama yang perlu dilakukan oleh yayasan
adalah melakukan evaluasi terhadap kondisi keuangan yayasan. Di sini perlu
diketahui dan dipahami secara teliti apakah keuangan yayasan yang ada pada saat
ini mencukupi untuk membiayai seluruh kegiatan program-program, penambahan
staf administrasi, dan penambahan atau perluasan ruangan kerja. Aktivitas
pertama ini pernah dilakukan oleh pembinan, ketua, bendahara, dan divisi

pengembangan usaha melalui rapat-rapat dan pertemuan informal guna
memaksimalkan keuangan yayasan, dan hasilnya cukup optimal
Aktivitas kedua adalah melakukan kegiatan identifikasi permasalahan
keuangan yang ada di yayasan. Aktivitas inipun pernah dilakukan oleh pembina,
ketua, bendahara, dan divisi pengembangan usaha melalui rapat-rapat, dan
hasilnya cukup optimal, seperti yang dikatakan oleh PO1 sebagai berikut:
“Cara kami melakukan peningkatan keuangan ini adalah kita
memaksimalkan apa yang sudah ada, kami melakukan rapat-rapat
dengan divisi-divisi usaha, dan bendahara, kalo hal ini tidak optimal
maka pelayanan ini sudah berhenti dari dulu. Hal ini mengingat ekspansi
kami terlalu besar, tapi masalahnya ekspansi ini tidak kami cari, tapi
karena masyarakat Papua yang meminta, yang perlu pelayanan ini, maka
mau tidak mau kami kami harus berkembang, walaupun ini berat tapi
karena kami kompak maka bisa melakukannya... Memang kami sadari
betul, kami sudah tidak bisa lagi mengandalkan keuangan dari donatur
untuk menjalankan yayasan ini, harus mulai dikurangi, karena lama
kelamaan donatur akan berhenti membantu kami. Oleh karena itu, kami
perlu cari sumber-sumber alternatif keuangan yayasan lainnya agar bisa
mencukupi dan membantu kerja yayasan kami ini. Ini harus kami coba
dan harus kami lakukan”
Meningkatkan ketersediaan jumlah keuangan yayasan, saat ini menjadi
tantangan terbesar bagi pembina dan pengurus yayasan. Ekspansi pelayanan yang
terus berkembang karena semakin meningkatkanya permintaan masyarakat Papua
akan pelayanan pendidikan pola asrama mau tidak mau membuat ketersediaan
keuangan dalam jumlah yang cukup untuk membiayai ekspansi pelayanan tersebut
sangat diperlukan. Pembina dan beberapa pengurus yang ada secara intens dan
berkala terus berupaya menggali sumber-sumber baru keuangan yayasan, selain
dari sumbangan para donatur.
Aktivitas ketiga adalah menganalisis keberlanjutan keuangan yayasan
yang dapat membiayai kegiatan program-program, penambahan staf administrasi,
dan memperluas tempat/ruang. Aktivitas keempat, Yayasan Pesat berusaha
melakukan pengembangan alternatif sumber keuangan, yang tidak hanya
mengandalkan dana dari para donatur tetapi juga melalui usaha-usaha ekonomi
yayasan secara independen, hasil penjualan layanan yayasan, dan bantuan dari
pemerintah (Anheier, 2005). Aktivitas kelima mengajukan upaya keberlanjutan
keuangan melalui para donatur (individu dan lembaga), usaha-usaha ekonomi

yayasan, penjualan jasa layanan yayasan, dan bantuan pemeritah. Aktivitasaktivitas tersebut pernah dilakukan oleh pembina, ketua, bendahara dan divisi
pengembangan usaha, namun hasilnya sementara ini belum maksimal. Hal ini
dapat terlihat dari pernyataan PO1 di bawah ini:
“Untuk mengembangkan keuangan yayasan, selain kami berharap dari
para donatur, kami juga melakukannya melalui tiga cara lainnya, seperti;
melalui usaha-usaha ekonomi yayasan, bantuan dari pemerintah, dan
hasil penjualan layanan yayasan, walaupun hasilnya belum maksimal.
Nah, misalnya saja mulai dari hasil penjualan yayasan, sekolah kita yang,
orang luar, yang anak pengusaha, anak pejabat, anak PNS harus bayar,
tapi hasilnya kecil dibandingkan dengan yang tidak bayar, jadi itu belum
maksimal. Yang kedua, usaha-usaha yayasan kita ini belum besaarrr,
karena untuk memenuhi kebutuhan yang lebih besar membutuhkan uang
yang sangat banyak, yang bisa berjumlah triliun modalnya itu, nah itu
yang belum kita mampu, tapi fasilitas ada, cuma cari investor sekarang
yang kami perlu, kami akan berjuang terus untuk itu. Nah, yang sudah
ada saat ini, salah satu usaha toko usaha bangunan dan itu devidennya
cukup besar yayasan dapat, yaitu 20% cukup besar. Dari pemerintah
sudah ada tapi kecil sekali jumlahnya dibandingkan dengan kebutuhan
yayasan saat ini. Jadi, menurut saya dari keempat sumber keuangan
yayasan tersebut, kita harus mengembangkan self support, usaha-usaha
yayasan ini harus kita kembangkan, karena mau gak mau donatur akan
bosan kalo dimintai duit terus menerus, dan kita tidak maksimal, maka
pada hari-hari ini kami sedang berpikir terus untuk mengembangkan
usaha-usaha di yayasan. Kita punya properti banyak untuk
pengembangan berbagai usaha bisa, untuk pusat bisnis bisa, tapi itu lagi
modalnya ini lagi-lagi kita harus usahakan.”
Dari keempat sumber keuangan yayasan, yaitu sumbangan donatur, usahausaha ekonomi yayasan, hasil penjualan layanan yayasan, dan bantuan
pemerintah,

nampaknya

pembina

lebih

tertarik

untuk

memilih

dan

memaksimalkan kegiatan usaha-usaha ekonomi yang bersifat self support karena
hasilnya dinilai lebih potensial untuk memenuhi penyediaan keuangan yayasan
guna membiayai operasional yayasan yang semakin besar.
Pemikiran pembina tersebut sejalan dengan apa yang pernah dikemukakan
oleh Greco dalam Heyman (2011:197) yang menegaskan bahwa dalam
kenyataannya uang dan misi adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Organisasi nonprofit yang ingin tetap eksis untuk menyediakan layanan dan
menjalankan programnya harus bisa menyediakan keuangan secara memadai.
Karena itu pemimpin harus memiliki pemahaman yang alami tentang model

bisnis. Pemimpin harus mengetahui secara penuh biaya yang diperlukan untuk
menyelesaikan program dan pelayanan, dan me

Dokumen yang terkait

Analisis Kinerja Keuangan Perbankan Sebelum dan Sesudah Merger dan Akuisisi (Studi Pada Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2012) Analysis of Banking Financial Performance Before and After Merger and Acquisition (Studies in Banki

7 55 8

Analisis Komparasi Kinerja Keuangan dan Sosial Bank Umum Syariah Devisa dan Bank Umum Syariah Non Devisa di Indonesia; Shela Ayu Istighfarah; 080810201124

1 33 19

Penerapan Manajemen Keuangan Pendidikan di MAN Insan Cendekia Serpong

15 117 208

Pengaruh Pengelolaan Keuangan Daerah Dan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah (Study Kasus Pada Dinas Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah Di Pemerintah Kota Bandung)

3 29 3

Perancangan Sistem Informasi Akuntansi Laporan Keuangan Arus Kas Pada PT. Tiki Jalur Nugraha Ekakurir Cabang Bandung Dengan Menggunakan Software Microsoft Visual Basic 6.0 Dan SQL Server 2000 Berbasis Client Server

32 174 203

Pengaruh Modal Kerja Dan Leverage Keuangan Tehadap Profitabilitas (Penelitian Pada Perusahaan Tekstil Dan Garmen Yang Terdaftar Di BEI)

10 68 1

Analisis Rasio Keuangan Dengan Menggunakan Leverage Pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) TBK

2 11 1

Sistem Informasi Rekapitulasi Absensi dan Penggajian pada Lembaga Keuangan Rakyat BMT Kariman Al Falah

13 105 54

SOP Akuntansi Keuangan

7 62 5

Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Komitmen Organisasi Melalui Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Mediasi pada Bank DKI Kantor Cabang Surabaya

0 1 21