Chapter II Analisis Pengaruh Fertilitas, Mortalitas, Dan Transmigrasi Binaan Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Di Sumatera Utara

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Teori Kesejahteraan
Undang-undang No 13 tahun 1998 tentang ketentuan pokok kesejahteraan

masyarakat memuat pengertian kesejahteraan masyarakat sebagai suatu tata
kehidupan dan penghidupan masyarakat baik materil maupun spiritual yang
diliputi oleh rasa takut, keselamatan kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin
yang memungkinkan bagi setiap masyarakat untuk mengadakan usaha penemuan
kebutuhan-kebutuhan jasmani dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga
serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi serta kewajiban manusia
sesuai dengan pancasila.
Kesejahteraan dapat dilihat dari 2 sisi, kesejahteraan individu dan
kesejahteraan sosial. Kesejahteraan individu adalah suatu cara mengaitkan
kesejahteraan dengan pilihan-pilihan objektif untuk kehidupan pribadinya.
Sedangkan kesejahteraan sosial merupakan cara mengaitkan kesejahteraan dengan
pilihan sosial secara objektif yang diperoleh dengan cara menjumlahkan kepuasan
seluruh individu dalam masyarakat (Badrudin: 2012).
Maka


kesejahteraan

masyarakat

adalah

suatu

kondisi

yang

memperlihatkan tentang keadaan kehidupan masyarakat yang dapat dilihat dari
standar kehidupan masyarakat (Badrudin: 2012).
Menurut Todaro (2006:20) banyak negara Dunia Ketiga yang dapat
mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun gagal meningkatkan
taraf hidup penduduk di daerah tersebut. Untuk memantau tingkat kesejahteraan
masyarakat dalam satu periode tertentu, Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan


8

Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Susenas mengambil informasi
keadaan ekonomi masyarakat sebagai dasar untuk memperoleh indikator
kesejahteraan.
Dari informasi yang didapatkan ada delapan indikator yang digunakan
untuk mengetahui tingkat kesejahteraan masyarakat. Delapan indikator keluarga
sejahtera menurut Badan Pusat Statistik tahun 2005 adalah:
1.

Pendapatan

2.

Konsumsi atau pengeluaran rumah tangga

3.

Keadaan tempat tinggal


4.

Fasilitas tempat tinggal

5.

Kesehatan anggota keluarga

6.

Kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan

7.

Kemudahan memasukkan anak ke jenjang pendidikan

8.

Kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi.


2.2

Indeks Pembangunan Manusia
Menurut Badan Pusat Statistik tahun 2009, Indeks Pembangunan Manusia

(IPM) merupakan ukuran capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah
komponen dasar kualitas hidup (Badrudin, 2012:154).
Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index/ HDI) adalah
rata-rata sederhana dari tiga indikator yang menggambarkan kemampuan dasar
manusia dalam memperluas pilihan-pilihan yaitu Angka Harapan Hidup, Angka
Melek Huruf, serta Pengeluaran Perkapita.

9

Indeks Pembangunan Manusia pertama kali dipublikasikan oleh UNDP
(United Nations Development Program) sebagai penyempurnaan dari PQLI
(Physcal Quality of Life Indeks) yang kini banyak digunakan oleh negara-negara
di dunia.
IPM digunakan untuk mengelompokkan sebuah negara/daerah sebagai
daerah maju, berkembang, atau terbelakang. IPM juga digunakan untuk melihat

pengaruh kebijakan dan peran pemerintah terhadap kualitas hidup masyarakat.
Komponen dalam Indeks Pembangunan Manusia adalah usia hidup
(longevity), pengetahuan (knowledge), dan standar hidup layak (decent living).
Usia hidup diukur dengan usia harapan hidup, pengetahuan diukur dari
kemampuan baca tulis dan tingkatan pendidikan (SD-SMP-SMA-Perguruan
Tinggi), dan standar hidup layak diukur melalui pengeluaran perkapita rill yang
disesuaikan. Dalam perhitungan IPM, indeks pendidikan dan kesehatan sangat
tepat digunakan sebagai indikator kesejahteraan masyarakat karena kesehatan dan
pendidikan merupakan kebutuhan dasar manusia yang perlu dimiliki untuk
meningkatkan potensinya.
Beberapa alasan mengapa IPM merupakan indikator yang cukup baik
sebagai ukuran pembangunan manusia, adalah:
1.

IPM menerjemahkan secara sederhana konsep yang cukup kompleks kedalam
tiga dimensi dasar yang terukur.

2.

IPM


membantu

dalam

pergeseran

paradigma

pembangunan

dari

pembangunan yang hanya terfokus pada ekonomi menjadi berfokus pada
manusia.

10

3.


IPM berfokus pada kapabilitas yang releven, baik untuk negara maju dan
berkembang, sehingga menjadikan indeks tersebut sebagai alat yang
universal.

4.

IPM menstimulasi diskusi mengenai pembangunan manusia.

5.

IPM memberikan motivasi bagi pemerintah untuk berkompetisi secara sehat
dengan negara/wilayah lain melalui keterbandingan angka IPM.
Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia dapat tercapai dengan

pertumbuhan ekonomi melalui pemerataan pembangunan dengan kepastian bahwa
seluruh masyarakat (penduduk) bisa menikmati semua hasil pembangunan.
Dimana hal inilah yang menjadi variabel dependen dalam penelitian ini,
untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel-variabel lainnya seperti
fertilitas, mortalitas, dan transmigrasi binaan dapat mempengaruhi Indeks
Pembangunan Manusia.

2.3

Kebijakan Kependudukan
H.T. Eldrige dalam Agus Dwiyanto (1995) mendefenisikan kebijakan

kependudukan sebagai keputusan legislatif, program administrasi dan berbagai
usaha pemerintah lainnya yang dimaksudkan untuk merubah kecenderungan
penduduk yang ada demi kepentingan kehidupan dan kesejahteraan nasional.
Kebijakan kependudukan menurut Perserikatan Bangsa Bangsa yaitu
sebagai langkah-langkah dan program-program yang membantu tercapainya
tujuan-tujuan ekonomi, sosial, demografis, dan tujuan-tujuan umum yang lain
dengan jalan mempengaruhi variabel-variabel demografi yang utama, yaitu besar
dan pertumbuhan penduduk serta perubahan dan ciri-ciri demografinya.

11

Kebijakan kependudukan berdasarkan sifatnya dapat dibagi menjadi dua
yaitu kebijakan langsung dan tidak langsung. Kebijakan langsung merupakan
bentuk kebijakan yang langsung mempengaruhi tiga variabel utama yaitu
kelahiran, kematian dan transmigrasi. Keluarga berencana merupakan contoh

kebijakan langsung. Kebijakan tidak langsung merupakan kebijakan yang bersifat
perantara. Contohnya memperluas kesempatan mendapatkan pendidikan, serta
perluasan peluang kerja.
Ada beberapa alasan mengapa kebijakan kependudukan perlu di
integrasikan kedalam kebijakan pembangunan yaitu:
1.

Tujuan pokok kebijakan pembangunan adalah mensejahterakan masyarakat.

2.

Perilaku demografi (demographic behavior) terdiri dari sejumlah tindakan
individu. Tindakan tersebut merupakan usaha untuk memaksimalkan utilitas
atau kesejahteraan individu.

3.

Kesejahteraan masyarakat tidak selalu merupakan penjumlahan dari
kesejahteraan individu. Oleh karena itu pemerintah mempunyai tanggung
jawab untuk berusaha mengubah situasi dan kondisi serta mempengaruhi

perilaku demografi, sehingga pada akhirnya kesejahteraan masyarakat sama
dengan penjumlahan dari kesejahteraan individu (Sukamdi, 1992).
Permasalahan yang dihadapi dalam bidang kependudukan semakin

kompleks, bukan lagi berkaitan dengan indikator umum kependudukan, seperti
pengendalian jumlah penduduk, penurunan angka fertilitas, penurunan angka
kematian anak dan ibu, serta migrasi penduduk, akan tetapi telah bergeser pada
isu yang lebih luas berkaitan dengan lingkungan hidup, pembangunan

12

berkelanjutan, hak asasi manusia, keseteraan gender, kesehatan reproduksi,
penduduk usia lanjut, pengangguran dan kemiskinan.
Di Indonesia ada empat aspek kependudukan yang menjadi kendala dan
tantangan yang cukup berat, yaitu
1.

Kuantitas, penduduk Indonesia berjumlah sangat besar, yaitu nomor empat
terbesar di dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat. Dewasa ini
penduduk Indonesia diperkirakan berjumlah sekitar 250 juta jiwa dengan

angka pertumbuhan penduduk yang masih tinggi yaitu sekitar 1,49% per
tahun sesuai hasil Sensus Penduduk 2010 yang lalu.

2.

Kualitas penduduk yang relatif masih rendah. Kualitas penduduk yang masih
rendah ini ditandai antara lain dengan angka kematian yang masih tinggi,
pendidikan yang rendah, angka kemiskinan yang masih besar jumlahnya,
serta secara umum Indeks Pembangunan Manusia yang masih ditataran
bawah.

3.

Persebaran penduduk Indonesia persebarannya sangat tidak merata. Sekitar
58% penduduk tinggal di Pulau Jawa dan Madura yang luas areanya hanya
sekitar 7% dari luas Indonesia. Jumlah penduduk yang tidak merata di suatu
wilayah akan memberikan beban yang berat bagi wilayah yang bersangkutan
termasuk masalah lingkungan (environmental stress) seperti kerusakan hutan
(termasuk bakau), kerusakan terumbu karang, masalah air bersih (water
management), sampah, terumbu karang, pendangkalan sungai, serta polusi
udara yang parah.

13

4.

Data, informasi, dan administrasi kependudukan yang perlu dibenahi. Kartu
tanda penduduk (KTP) dan pencatatan atau registrasi penduduk berkenaan
dengan kelahiran, kematian, kedatangan, dan kepergian belum bisa dilakukan
dengan tertib, disiplin, serta cermat sesuai ketentuan.

2.4

Fertilitas
Fertilitas atau kelahiran merupakan salah satu variabel dari kebijakan

kependudukan. Fertilitas sebagai istilah demografi diartikan sebagai hasil
reproduksi yang nyata dari seorang wanita atau kelompok wanita. Dengan kata
lain fertilitas ini menyangkut banyaknya bayi yang lahir hidup.
Istilah fertilitas adalah sama dengan kelahiran hidup (live birth), yaitu
terlepasnya bayi dari rahim seorang perempuan dengan ada tanda-tanda kehidupan
misalnya berteriak, bernafas, jantung berdenyut, dan sebagainya (Mantra,
2003:145).
Seorang perempuan yang secara biologis subur (fecund) tidak selalu
melahirkan anak-anak yang banyak, misalnya dia mengatur fertilitas dengan
abstinensi atau menggunakan alat-alat kontrasepsi. Kemampuan biologis seorang
perempuan unuk melahirkan sangat sulit untuk diukur. Ahli demografi hanya
menggunakan pengukuran terhadap kelahiran hidup (live birth).
Penurunan fertilitas di Indonesia sendiri dianggap cukup dramatis, karena
dalam kurun waktu 40 tahun angka TFR menurun lebih dari setengahnya, dari 5,6
pada tahun 1971 menjadi 2,6 di tahun 2010 (Gambar 1.2). Dengan kata lain jika
diambil ukuran fertilitas dengan angka fertilitas total (TFR), maka dapat dikatakan
bahwa kalau dulu perempuan Indonesia mempunyai anak rata-rata sebanyak 5-6

14

orang, kini hanya berkisar antara 2 sampai 3 orang saja. Dampak penurunan
fertilitas ini ternyata sangat besar, tidak saja secara langsung dalam menghambat
laju pertumbuhan penduduk tetapi juga ada kaitannya dengan peningkatan
kesejahteraan keluarga peserta KB itu sendiri.
Pengukuran fertilitas lebih kompleks dibandingkan dengan pengukuran
mortalitas, karena seorang perempuan hanya meninggal satu kali, tetapi ia dapat
melahirkan lebih dari seorang bayi. Disamping itu seorang yang meninggal pada
hari dan waktu tertentu, berarti mulai saat itu orang tersebut tidak mempunyai
resiko kematian lagi. Sebaliknya seorang perempuan yang telah melahirkan
seorang anak tidak berarti resiko melahirkan dari perempuan tersebut menurun.
Kompleksnya pengukuran fertilitas, karena kelahiran melibatkan dua
orang (suami dan istri), sedangkan kematian hanya melibatkan satu orang saja.
Masalah lain yang dijumpai dalam pengukuran fertilitas ialah tidak semua
perempuan mengalami resiko melahirkan karena ada kemungkinan beberapa dari
mereka tidak mendapatkan pasangan dalam berumah tangga. Juga ada dari
beberapa perempuan yang bercerai, menjanda.
Memperhatikan kompleksnya pengukuran terhadap fertilitas tersebut,
maka memungkinkan pengukuran terhadap fertilitas ini dilakukan dengan dua
macam pendekatan, yaitu:
1.

Yearly Performance (Current Fertility)
Mencerminkan

fertilitas

dari

suatu

kelompok

penduduk/berbagai

kelompok penduduk untuk jangka waktu satu tahun. Yearly Performance terdiri
dari:

15

a.

Angka Kelahiran Kasar atau Crude Birth Ratio (CBR)
Angka Kelahiran Kasar dapat diartikan sebagai banyaknya kelahiran hidup

pada suatu tahun tertentu tiap 1000 penduduk pada pertengahan tahun. Atau
dengan rumus dapat ditulis sebagai berikut:

Dimana,
CBR

: Crude Birth Rate atau Angka Kelahiran Kasar

B

: Jumlah Kelahiran pada tahun tertentu

Pm

: Penduduk pertengahan tahun

k

: Angka konstanta 1.000
Kebaikan dari perhitungan CBR ini adalah perhitungan ini sederhana,

karena hanya memerlukan keterangan tentang jumlah anak yang dilahirkan dan
jumlah penduduk pada pertengahan tahun. Sedangkan kelemahan dari perhitungan
CBR ini adalah tidak memisahkan penduduk laki-laki dan penduduk perempuan
yang masih kanak-kanak dan yang berumur 50 tahun keatas. Jadi angka yang
dihasilkan sangat kasar.
b. Angka Kelahiran Umum atau General Fertility Rate (GFR)
Angka Kelahiran Umum adalah banyaknya kelahiran tiap seribu wanita
yang berumur 15-49 tahun atau 15-44 tahun. Dapat ditulis dengan rumus sebagai
berikut:

Dimana,

16

GFR

: Tingkat Fertilitas Umum

B

: Jumlah kelahiran pada tahun tertentu

Pf (15-49)

: Jumlah penduduk perempuan umur 15-49 tahun pada pertengahan
tahun

Kebaikan dari perhitungan GFR ini adalah perhitungan ini lebih cermat
daripada CBR karena hanya memasukkan wanita yang berumur 15-49 tahun atau
sebagai penduduk yang exposed to risk. Kelemahan dari perhitungan GFR ini
adalah tidak membedakan risiko melahirkan dari berbagai kelompok umur,
sehingga wanita yang berumur 40 tahun dianggap mempunyai risiko melahirkan
yang sama besarnya dengan wanita yang berumur 25 tahun.
c.

Angka Kelahiran menurut Kelompok Umur atau Age Specific Fertility
Rate (ASFR)
Terdapat variasi mengenai besar kecilnya kelahiran antar kelompok

penduduk tertentu, karena tingkat fertilitas penduduk ini dapat pula dibedakan
menurut: jenis kelamin, umur, status perkawinan, atau kelompok-kelompok
penduduk yang lain.
Diantara kelompok perempuan usia reproduksi (15-49) terdapat variasi
kemampuan melahirkan, karena itu perlu dihitung tingkat fertilitas perempuan
pada tiap-tiap kelompok umur Age Specific Fertility Rate (ASFR). Sehingga,
ASFR dapat diartikan sebagai banyaknya kelahiran tiap seribu wanita pada
kelompok umur tertentu, dengan rumus sebagai berikut:

Dimana,

17

ASFR : Age Specific Fertility Rate
Bi

: Jumlah kelahiran bayi pada kelompok umur i

Pfi

: Jumlah perempuan kelompok umur i pada pertengahan tahun

k

: Angka konstanta 1.000
Kebaikan dari perhitungan ASFR ini adalah perhitungan ini lebih cermat

dari GFR, karena sudah membagi penduduk yang exposed to risk ke dalam
berbagai kelompok umur. Dengan ASFR dimungkinkan pembuatan analisis
perbedaan fertilitas (current fertility) menurut berbagai karakteristik wanita.
Dengan ASFR dimungkinkan dilakukannya studi fertilitas menurut kohor. ASFR
ini merupakan dasar untuk perhitungan ukuran fertilitas dan reproduksi
selanjutnya (TFR, GRR, dan NRR).
Kelemahan dari perhitungan ASFR ini adalah membutuhkan data yang
terinci yaitu banyaknya kelahiran untuk kelompok umur. Sedangkan data tersebut
belum tentu ada di tiap negara/daerah, terutama di negara yang sedang
berkembang. Jadi pada kenyataannya sukar sekali mendapat ukuran ASFR.
Kemudian pada perhitungan ini tidak menunjukkan ukuran fertilitas untuk
keseluruhan wanita umur 15-49 tahun.
d. Angka Kelahiran Total atau Total Fertility Rate (TFR)
Tingkat Fertilitas Total didefenisikan sebagai jumlah kelahiran hidup lakilaki dan perempuan tiap 1.000 penduduk yang hidup hingga akhir masa
reproduksinya dengan catatan:
1.

Tidak ada seorang perempuan yang meninggal sebelum mengakhiri masa
reproduksinya

18

2.

Tingkat fertilitas menurut umur tidak berubah pada periode waktu tertentu.
Tingkat Fertilitas Total menggambarkan riwayat fertilitas dari sejumlah

perempuan hipotesis selama masa reproduksinya. Dalam praktek Tingkat
Fertilitas Total dikerjakan dengan menjumlahkan tingkat fertilitas perempuan
menurut umur, apabila umur tersebut berjenjang lima tahunan, dengan asumsi
bahwa tingkat fertilitas menurut umur tunggal sama dengan rata-rata tingkat
fertilitas kelompok umur lima tahunan. Maka rumus dari Tingkat Fertilitas Total
atau TFR adalah sebagai berikut:

Dimana,
TFR

: Total Fertility Rate

ASFR : Angka kelahiran menurut kelompok umur
i

: Kelompok umur 5 tahunan, dimulai dari 15-19.
Kebaikan dari perhitungan TFR ini adalah TFR merupakan ukuran untuk

seluruh wanita usia 15-49 tahun, yang dihitung berdasarkan angka kelahiran
menurut kelompok umur (Hatmadji, 2004 :63).
2.

Reproductive History (Cummulative Fertility)

a.

Children Ever Born (CEB)
Children Ever Born adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan. CEB

mencerminkan banyaknya kelahiran sekelompok atau beberapa wanita selama
reproduksinya, dan disebut juga paritas. Kebaikan dari perhitungan CEB ini
adalah mudah didapatkan informasinya (di sensus dan survei) dan tidak ada
referensi waktu.

19

Kemudian kelemahan dari perhitungan ini adalah angka paritas menurut
kelompok umur akan mengalami kesalahan karena kesalahan pelaporan umur
penduduk, terutama di negara sedang berkembang. Kemudian ada kecenderungan
semakin tua semakin besar kemungkinannya melupakan jumlah anak yang
dilahirkan. Dan kelemahannya fertilitas wanita yang telah meninggal dianggap
sama dengan yang masih hidup.
b. Child Woman Ratio (CWR)
CWR adalah hubungan dalam bentuk rasio antara jumlah anak di bawah 5
tahun dan jumlah penduduk wanita usia reproduksi. Kebaikan dari perhitungan
CWR ini adalah untuk mendapatkan data yang diperlukan tidak usah membuat
pertanyaan khusus dan berguna untuk indikasi fertilitas di daerah kecil sebab di
Negara yang registrasinya cukup baik pun, statistik kelahiran tidak ditabulasikan
untuk daerah yang kecil-kecil.
Kelemahan dari CWR ada tiga, pertama langsung dipengaruhi oleh
kekurangan pelaporan tentang anak, yang sering terjadi di Negara sedang
berkembang. Walaupun kekurangan pelaporan juga terjadi di kelompok ibunya
namun secara relatif kekurangan pelaporan pada anak-anak jauh lebih besar.
Kedua, dipengaruhi oleh tingkat mortalitas, dimana tingkat mortalitas anak,
khususnya di bawah satu tahun juga lebih besar dari orang tua, sehingga CWR
selalu lebih kecil daripada tingkat fertilitas yang seharusnya. Ketiga, tidak
memperhitungkan distribusi dari penduduk wanita.

20

2.5

Mortalitas
Angka kematian bayi (Infant Mortality Rate) merupakan salah satu

indikator penting dalam menentukan tingkat kesehatan masyarakat karena dapat
menggambarkan kesehatan penduduk secara umum. Angka ini sangat sensitif
terhadap perubahan tingkat kesehatan dan kesejahteraan. Angka kematian bayi
tersebut dapat didefenisikan sebagai kematian yang terjadi antara saat setelah bayi
lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun (BPS).
Menurut PBB dan WHO, kematian adalah hilangnya semua tanda-tanda
kehidupan secara permanen yang bisa terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup.
Still birth dan keguguran tidak termasuk dalam pengertian kematian. Perubahan
jumlah kematian (naik turunnya) di tiap daerah tidaklah sama, tergantung pada
berbagai macam faktor keadaan. Besar kecilnya tingkat kematian ini dapat
merupakan petunjuk atau indikator bagi tingkat kesehatan dan tingkat kehidupan
penduduk di suatu wilayah.
Konsep mati perlu diketahui guna untuk mendapatkan data kematian yang
benar. Menurut konsepnya, terdapat beberapa keadaan vital yang masing – masing
bersifat mutually exclusive, artinya keadaan yang satu tidak mungkin terjadi
bersamaan dengan salah satu keadaan lainnya. Keadaan vital tersebut ialah:
1.

Neo-natal death adalah kematian yang terjadi pada bayi yang belum berumur
satu bulan.

2.

Lahir mati (still birth) atau yang sering disebut kematian janin (fetal death)
adalah kematian sebelum dikeluarkannya secara lengkap bayi dari ibunya
pada saat dilahirkan tanpa melihat lamanya dalam kandungan.

21

3.

Post neo-natal adalah kematian anak yang berumur antara satu bulan sampai
dengan kurang dari satu tahun.

4.

Kematian bayi (Infant death) adalah kematian anak sebelum mencapai umur
satu tahun.
Namun terdapat juga beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi

Mortalitas, yaitu:
1.

Pendidikan
Terdapat hubungan negatif antara tingkat pendidikan ibu dan kematian anak,

tetapi tinggi rendahnya pendidikan yang dibutuhkan untuk menurunkan mortalitas
secara berarti berbeda-beda dari satu budaya ke budaya lain. Pendidikan memberi
kepercayaan diri kepada wanita untuk mengambil keputusan atas tanggung jawab
wanita itu sendiri.
2.

Pendapatan
Pendapatan sangat penting dalam kaitannya dengan membayar pengeluaran

untuk kesehatan faktor pendapatan atau ekonomi, pendidikan, pekerjaan dan
kondisi rumah saling berhubungan dalam mempengaruhi kematian bayi/anak.
Apabila salah satu indikator sosial ekonomi dihubungkan dengan tingkat kematian
bayi dan anak, ternyata terdapat hubungan yang negatif.
3.

Kesehatan
Kesehatan berhubungan negatif terhadap angka kematian bayi, salah satu

upaya yang terus dilakukan adalah pembangunan kesehatan. Indikator yang
digunakan untuk menggambarkan pembangunan dan fasilitas kesehatan adalah
rasio tenaga medis dan para medis, terhadap jumlah penduduk.

22

4.

Faktor Demografi
Yang dipilih adalah tingkat kelahiran, yaitu tingkat fertilitas total (TFR).

Apabila fertilitasnya rendah maka mortalitasnya juga akan rendah. Hubungan
positif antara mortalitas bayi dan fertilitas ini timbal balik, keberhasilan
menurunkan salah satu faktor diantaranya akan mengakibatkan penurunan
variabel lain.
Pengukuran terhadap mortalitas ini dilakukan dengan tiga macam
pendekatan, yaitu:
1.

Angka Kematian Kasar (Crude Death Rate / CDR)
Angka kematian kasar ialah jumlah kematian pada tahun tertentu dibagi

dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun tersebut, agar lebih jelas maka
dapat dituliskan dengan rumus:

Dimana,
CDR : Crude Death Rate
D

: Jumlah seluruh kematian

P

: Jumlah penduduk pada pertengahan tahun

k

: Angka konstanta 1.000

2.

Angka Kematian Menurut Umur (Age Spasific Death Rate / ASDR)
Rasio kematian berbeda antara satu kelompok dengan kelompok lainnya,

demikian pula antara satu kelompok umur dengan kelompok umur lainnya. Orang
yang berumur 60 tahun tentunya akan memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi
jika dibandingkan dengan orang yang berumur 20 tahun. Kemudian orang yang

23

berumur 1 tahun mempunyai resiko kematian yang lebih tinggi jika dibandingkan
dengan umur 10 tahun. Sehingga kematian menurut umur apabila digambarkan
dengan grafik akan menyerupai huruf “U”.

Gambar 2.1
Grafik Pola Kematian
Diantara angka-angka kematian spesifik, yang digunakan adalah Age
Spasific Death Rate (ASDR). ASDR atau yang lebih dikenal dengan Angka
Kematian Menurut Umur dapat dirumuskan sebagai berikut:

Dimana,
ASDR : Age Specific Death Rate
Di

: Jumlah kematian bayi pada kelompok umur i

Pfi

: Jumlah perempuan kelompok umur i pada pertengahan tahun

k

: Angka konstanta 1.000

3.

Angka Kematian Bayi (Infant Mortality Rate / IMR)
Tingkat kematian bayi adalah banyaknya kematian bayi (sebelum umur

satu tahun) yang terjadi pada kelahiran per 1000 bayi. Merupakan cara

24

pengukuran yang dipergunakan khusus untuk menentukan tingkat kematian bayi.
IMR biasanya dijadikan indikator dalam pengukuran kesejahteraan dan kesehatan
penduduk. Angka Kematian Bayi yang dapat dituliskan dengan rumus:

Dimana,
IMR

: Infant Mortality Rate

D

: Jumlah kematian bayi dibawah umur 1 tahun selama tahun x

B

: Jumlah Kelahiran selama tahun x

k

: Angka konstanta 1.000
Bila tingkat kelahiran kasar sama dengan tingkat kematian kasar akan

tercapai pertambahan penduduk sebesar 0 % atau zero population growth. Yang
berarti keadaan kependudukan di daerah tersebut tercapai sebuah keseimbangan.
Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator yang baik
untuk melihat kesehatan ibu hamil dan janinnya. Mengingat program KB banyak
sekali berhubungan dengan upaya peningkatan kesehatan ibu hamil dan
peningkatan kesejahteraan keluarga secara umum, maka dapat dikatakan bahwa
program KB sangat berperan dalam penurunan angka kematian bayi Indonesia.
Angka kematian bayi sangat berpengaruh dalam perhitungan angka
harapan hidup (life expectacy). Sejalan dengan menurunnya angka kematian bayi
dan meningkatnya tingkat kesehatan penduduk, maka akan berdampak juga pada
peningkatan angka harapan hidup. Ini berarti bahwa umur rata-rata penduduk
Indonesia menjadi lebih panjang.

25

Sumber: Data Olahan

Gambar 2.2
AKB dan AHH Sumatera Utara
2.6

Transisi demografi
Pada abad ke -20, nampaknya fertilitas telah turun di banyak Negara baik

di Negara maju ataupun di Negara berkembang, termasuk Indonesia. Kemudian
penurunan pada fertilitas juga dibarengi dengan penurunan pada mortalitas, hal ini
mengakibatkan adanya transisi demografi, sehingga disebut dengan teori “transisi
demografi”.
Tabel 2.1
Teori Transisi Demografi
No

Tahap

1

Stationer tinggi
Awal
perkembangan

2

Tingkat
Kelahiran
Tinggi
Tinggi

3

Akhir
Perkembangan

Menurun

4

Stationer rendah

Rendah

5

Menurun

Rendah

Tingkat
Pertambahan
Kematian
Alami
Tinggi
Nol/sangat rendah
Lambat
Lambat
menurun
Menurun lebih
cepat dari
Cepat
tingkat kelahiran
Rendah
Nol/sangat rendah
Lebih tinggi dari
Negatif
tingkat kelahiran

Sumber: Ritonga, Abdurahman: 19

26

Pada dasarnya teori ini menjelaskan tentang perubahan dari suatu situasi
stasioner di mana pertumbuhan penduduk nol ataupun sangat rendah sekali
karena, baik tingkat fertilitas maupun mortalitas sama-sama tinggi, menjurus ke
keadaan dimana tingkat fertilitas dan mortalitas sama-sama tinggi, sehingga
pertumbuhan penduduk kembali nol atau sangat rendah.

Sumber Gambar: Mantra, Ida Bagoes: 42

Gambar 2.3
Tahap Transisi Demografi
Dari stasioner pertama (fertilitas dan mortalitas tinggi) menuju stasioner
kedua (fertilitas dan mortalitas rendah) mengalami dua tahap proses, yakni tahap
kedua dan ketiga. Dan tahap inilah yang disebut dengan transisi demografi.
1.

Pra-transisi (pre-transitional) dari A hingga B, dengan ciri-ciri tingkat
kelahiran dan tingkat kematian sama-sama tinggi. Angka pertumbuhan
penduduk alami sangat rendah (hampir mendekati nol).

2. Transisi (Transitional) dari B ke E, dicirikan dengan penurunan tingkat
kelahiran dan kematian, tingkat kematian lebih rendah daripada tingkat

27

kelahiran, mengakibatkan tingkat pertumbuhan penduduk alami sedang atau
tinggi. Fase ini dibagi lagi menjadi tiga:
a.

Permulaan Transisi (early transitional) dari B ke C, dicirikan dengan
tingkat kematian menurun, tetapi tingkat kelahiran tetap tinggi, bahkan
ada kemungkinan meningkat karena ada perbaikan kesehatan.

b.

Pertengahan Transisi (mid-transitional) dari C ke D, tingkat kematian
dan tingkat kelahiran kedua-duanya menurun, tetapi tingkat kematian
menurun lebih cepat dari tingkat kelahiran.

c.

Akhir Transisi (late transitional) dari D ke E, tingkat kematian rendah
dan tidak berubah atau menurun hanya sedikit, dan angka kelahiran
antara sedang dan rendah, dan berfluktuasi atau menurun. Pengetahuan
tentang kontrasepsi meluas.

3.

Pasca-transisi (Post-transitional) dari E ke F, dicirikan oleh tingkat kematian
dan tingkat kelahiran kedua-duanya rendah, hampir semuanya mengetahui
cara-cara kontrasepsi dan dipraktekkan. Tingkat kelahiran dan tingkat
kematian (vital rates) mendekati keseimbangan penduduk, yang kemudian
akan kembali lagi ke transisi yang pertama. Pertumbuhan penduduk alami
amat rendah dalam jangka waktu yang panjang.

2.7

Transmigrasi
Migrasi adalah suatu gerak penduduk secara geografis, spasial atau

teritorial antara unit-unit geografis yang melibatkan perubahan tempat tinggal
yaitu dari tempat asal ke tujuan (Rusli, 1994).

28

Mantra (1994) mengatakan bahwa seseorang dikatakan melakukan migrasi
jika melakukan pindah tempat tinggal secara permanen atau relatif permanen
(untuk jangka waktu relatif tertentu) dengan menempuh jarak minimal tertentu,
atau pindah dari suatu unit geografis ke unit geografis lainnya. Mobilitas
penduduk horizontal atau geografis meliputi semua gerakan penduduk yang
melintas batas wilayah tertentu dalam periode waktu tertentu.
Menurut Hardjosudarmo (1965) terjadinya migrasi disebabkan oleh tiga
faktor yaitu:
1.

Faktor pendorong (push factor) yang ada pada daerah asal, yakni adanya
pertambahan penduduk yang mengakibatkan timbulnya tekanan penduduk,
adanya kekeringan sumber alam, adanya fluktuasi iklim, dan ketidaksesuaian
diri dengan lingkungan.

2.

Faktor penarik (pull factor) yang ada pada daerah tujuan, yakni adanya
sumber alam serta sumber mata pencaharian baru, adanya pendapatanpendapatan baru, dan iklim yang sangat baik.

3.

Faktor lainnya (other factor), yakni adanya perubahan-perubahan teknologi,
seperti

munculnya

mekanisasi

pertanian

yang

bisa

menyebabkan

berkurangnya permintaan tenaga kerja untuk pertanian. Hal ini memaksa
buruh tani untuk pindah ke tempat atau pekerjaan lain. Selain itu juga karena
adanya perubahan pasar, faktor agama, politik dan faktor pribadi.
Secara umum ada dua jenis migrasi yaitu migrasi internal dan migrasi
internasional. Migrasi internal hanya terjadi diantara unit-unit geografis dalam
suatu negara misalnya antar provinsi, kota atau kesatuan administrasi lainnya.

29

Sedangkan migrasi internasional yaitu perpindahan penduduk dari suatu negara ke
negara lain (Rusli, 1994).
Program dan kebijakan mengenai migrasi internal memiliki tujuan umum
tertentu yaitu berkaitan dengan redistribusi penduduk. Dalam proses tersebut
pertumbuhan beberapa daerah didorong, sedangkan beberapa daerah lain
dihambat.
Di banyak negara perubahan reproduksi telah menjadi faktor penting yang
mendorong pertumbuhan penduduk. Perbedaan dalam fertilitas dan mortalitas
antar daerah atau negara semakin tipis. Migrasi nampaknya menjadi faktor
penting dalam distribusi penduduk. Kebijakan migrasi di Indonesia dapat dilihat
dari beberapa aspek, yaitu:
1.

Kebijakan yang bersifat eksplisit
Kebijakan ini menyangkut pengaturan ijin tempat tinggal dan transmigrasi.

2.

Kebijakan yang bersifat implisit.
Sedangkan kebijakan ini termasuk pengaturan pembangunan regional yang
terintegrasi, pengembangan pusat-pusat skala kecil, serta distribusi wilayah
industri kecil.
Kebijakan yang bersifat eksplisit dan implisit ini dapat mendorong atau

menghambat mobilitas penduduk dalam suatu negara menjadi faktor penting yang
mempengaruhi jumlah penduduk, rata-rata pertumbuhan lokal dan regional, serta
distribusi penduduk.
Pembangunan daerah terpencil pada suatu negara dan penetapan programprogram untuk meningkatkan kondisi penghidupan di daerah pedesaan telah

30

mendatangkan pengaruh khusus yaitu memperlambat arus migrasi dari desa ke
kota dan memperbaiki kondisi sosial ekonomi keluarga. Program transmigrasi di
Indonesia contohnya, dimana pemerintah berusaha merelokasikan penduduk ke
daerah pedesaan tertentu.
Transmigrasi merupakan kebijakan kependudukan mengenai migrasi.
Kebijakannya adalah redistribusi penduduk melalui migrasi yang di atur oleh
pemerintah. Transmigrasi yang di atur itu hanya meliputi bagian kecil migrasi,
tetapi di lakukan dengan secara sadar dan dengan tujuan yang jelas.
Sejak tahun 1972 dengan Undang-Undang No. 3 tahun 1972 yang
mengatur pokok-pokok penyelenggaraan transmigrasi. Transmigrasi tidak hanya
meliputi aspek kependudukan tetapi juga aspek ekonomi, politik, sosial budaya
dan pertahanan.
Undang-undang No. 3 tahun 1972 memberikan tujuan yang luas pada
transmigrasi dimana pertimbangan demografis merupakan 7 sasaran yang terdiri
atas:
1.

Peningkatan taraf hidup

2.

Pembangunan daerah

3.

Keseimbangan penyebaran penduduk

4.

Pembangunan yang merata di seluruh Indonesia

5.

Pemanfaatan sumber-sumber alam dan tenaga manusia

6.

Kesatuan dan persatuan bangsa

7.

Memperkuat pertahanan dan keamanan nasional

31

Kebijakan yang menyangkut distribusi penduduk sudah diikuti sejak
pemerintahan Hindia Belanda. Kolonisasi ke beberapa daerah luar jawa dengan
memindahkan penduduk dari jawa adalah usaha kebijakan kependudukan untuk
redistribusi penduduk. Sekalipun hasilnya tidaklah besar, tetapi pemerintah Hindia
Belanda telah memulai program itu. Dan setelah mengalami berbagai hambatan
menjelang Perang Dunia ke II kolonisasi itu menjadi cukup penting. Maka karena
itulah pemerintah Indonesia meneruskan program pemindahan penduduk itu
dengan transmigrasi.
2.8

Penelitian Terdahulu

N
o
1

Nama, Tahun,
Judul
Naomi Sepnina L
Daeli, 2014,
Analisis Tingkat
Kesejahteraan
Masyarakat di
Kabupaten Nias
Barat

2

Azantaro, Ramli
dan Rujiman,
2015, Analisis
Faktor-Faktor
yang
Memengaruhi
Tingkat Fertilitas
di Sumatera Utara

Tabel 2.2
Penelitian Terdahulu
Variabel
Metode
Analisis
X1 = Pengeluaran
Analisis
Pemerintah bidang
Linier
Pendidikan
berganda, R²,
X2 = Pengeluaran
t-statistik,
Pemerintah bidang
f-statistik
Kesehatan
X3 = Pendapatan
Masyarakat
Y: Tingkat Kesejahteraan
Masyarakat (IPM)
X1 = Tingkat Pendapatan
Analisis path
X2 = Tingkat Pendidikan
Y1 = Usia Kawin Pertama
Y2 = Lama Usia
Perkawinan
Y3 = Status Pekerjaan
Y4 = Penggunaan
Alat/Cara KB
Y5 = Jumlah Kelahiran

Hasil
1. Pengeluaran pemerintah
untuk pendidikan dan
Pendapatan masyarakat
berpengaruh positif terhadap
peningkatan angka IPM
2. Pengeluaran pemerintah
dalam bidang kesehatan
berpengaruh negatif terhadap
peningkatan angka IPM
Ada tiga faktor yang dapat
menekan tingkat kelahiran
yaitu meningkatkan
pendapatan, meningkatkan
pendidikan, dan pendewasaan
usia perkawinan sedangkan
lama usia perkawinan, status
pekerjaan, dan penggunaan
alat/cara KB berpengaruh
positif terhadap tingkat
kelahiran.

32

2.9

Kerangka Konseptual
Setelah penjabaran diatas, kebijakan kependudukan memiliki peranan

yang sangat penting dalam pengendalian jumlah penduduk dengan cara
menurukan angka fertilitas, menurunkan angka kematian anak dan ibu, serta
pengarahan transmigrasi penduduk.
Maka dengan inilah hubungan antara kebijakan kependudukan dengan
kesejahteraan masyarakat secara ringkas ditampilkan dalam gambar dibawah ini

Gambar 2.4
Hubungan Antara Kebijakan Kependudukan dan Kesejahteraan
Masyarakat
Seperti dijelaskan dalam gambar 2.4, Dalam mencakup tiga topik fertilitas,
mortalitas dan transmigrasi, kebijakan kependudukan mengarah pada aspek
fundamental dari kesejahteraan manusia seperti meningkatkan status wanita,
meningkatkan status kesehatan, dan memperluas kesempatan memperoleh
pendidikan. Sehingga hal tersebut membuat masyarakat akan melakukan suatu
pekerjaan untuk mendapatkan pendapatan.
Dimana pendapatan merupakan jumlah yang didapatkan oleh masyarakat
dalam satu periode tertentu yang siap digunakan untuk memenuhi kebutuhan

33

hidupnya, baik sandang, pangan, maupun papan. Sehingga pada akhirnya
masyarakat dapat meningkatkan kualitas hidup mereka.
Kesejahteraan

masyarakat

dapat

dilihat

dari

indikator

Indeks

Pembangunan Manusia. Indeks Pembangunan Manusia atau yang sering disingkat
IPM merupakan suatu komponen yang mengukur pencapaian kualitas hidup
masyarakat yang terlihat dari beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut antara lain
aspek kesehatan, aspek pendidikan, dan aspek ekonomi. Artinya Indeks
Pembangunan Manusia diukur dari usia hidup, angka melek huruf, lamanya
sekolah, dan pengeluaran perkapita, dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.5
Indeks Pembangunan Manusia
Dengan demikian, ada sebuah garis yang berhubungan antara Fertilitas,
Mortalitas, Transmigrasi, dan Indeks Pembangunan Manusia. Hubungan
kebijakan kependudukan dan Indeks Pembangunan Manusia dapat digambarkan
dalam kerangka konseptual pada gambar 2.6

34

Gambar 2.6
Kerangka Konseptual
2.10
1.

Hipotesis
Terdapat pengaruh negatif antara Fertilitas terhadap Indeks Pembangunan
Manusia di Sumatera Utara.

2.

Terdapat pengaruh negatif antara Mortalitas terhadap Indeks Pembangunan
Manusia di Sumatera Utara.

3.

Terdapat pengaruh positif antara Transmigrasi Binaan terhadap Indeks
Pembangunan Manusia di Sumatera Utara.

35