PROLIFERASI SENJATA NUKLIR MENJADI ANCAM (1)

Syahrul

PROLIFERASI SENJATA NUKLIR MENJADI ANCAMAN TERHADAP
KEAMANAN INTERNASIONAL DI ERA KONTEMPORER.
BAB. I
PENDAHULUAN.
1.1

LATAR BELAKANG.
Sejak tahun 40-an, Amerika, Inggris, dan Soviet saling berlomba untuk menjadi yang

lebih unggul dari satu sama lain dalam bidang persenjataan. Pada akhir tahun 1941, Amerika
mengalokasi banyak dana untuk pengembangan senjata nuklir. Hasilnya, Amerika berhasil
menciptakan bom Gadget satu tingkat berbasis plutonium yang diujikan pada tanggal 16 Juli
1945 di padang pasir New Mexico. Pada saat demonstrasi kekuatan, Amerika ingin
menunjukkan kepada dunia terutama kepada Uni Soviet terkait kekuatan baru mereka. Demi
mengklaim kemenangan pada akhir Perang Dunia II, kemudian AS memutuskan untuk
menyerang Jepang yang merupakan sekutu Nazi Jerman. Pada tanggal 6 Agustus 1945, bom
atom Amerika yang bernama "Little Boy" dijatuhkan di atas kota Hiroshima dan menyusul
pada tanggal 9 Agustus bom “Fat Man” dijatuhkan di kota Nagasaki. Ratusan ribu warga sipil
tewas dalam hitungan detik, sementara yang lainnya dibiarkan tewas akibat radiasi ( Khoiril

Anwar, Http://Www.Scribd.Com). Hal tersebut membuat isu senjata nuklir semakin mencuat di

panggung internasional dengan melihat dampak yang ditimbulkan.
Pasca perang dunia kedua, isu senjata nuklir semakin berkembang di kancah
internasional, dimana negara pemenang PD II memiliki hak imunitas dalam mengembangkan
nuklir. Keinginan negara mengembangkan nuklir didasari oleh kepentingan perlengkapan
persenjataan dan keamanan, bahwa senjata nuklir dianggap sebagai pencegah perang terbuka
serta dijadikan sebgai deterrence terhadap ancaman eksternal. Kemudian isu yang lain,
kehadiran senjata nuklir diklaim sebagai ancaman terhadap kelangsungan hidup manusia
dengan perkiraan mampu menghancurkan bumi dengan sedetik. Merebahnya isu nuklir
dipermukaan internasional ketika bumi kembali dihadapkan pada perang dingin. Munculnya
nuklir membuat perang dingin menjadi puncak ketegangan sepanjang sejarah umat manusia
di mana negara telah dihadapkan pada perlombaan senjata nuklir khususnya AS dan Soviet
sebagai negara adi daya sekaligus sebagai negara pemegang nuklir terbesar di dunia.
Pasca Perang dingin merupakan akhir dari episode hubungan antarbangsa yang
selama ini didominasi paham komunis dan liberal. Munculnya berbagai isu menjadi pilar
utama dalam hubungan internasional yang selama ini hanya berfokus pada keamanan
konvensional. Meskipun isu keamanan nasional bukan hanya menjadi fokus perhatian, tapi
1


Syahrul
juga memfokuskan pada berbagai aspek keamanan seperti keamanan lingkungan, makanan,
kesehatan, dan bahkan kemanan hidup. Munculnya perubahan dari berbagai aspek membuat
dunia semakin modern dan menglobal ditandai dengan kemajuan teknologi, informasi serta
transportasi yang semakin cepat membuat arah perkembangan dunia semakin terpusat pada
pembangunan, baik secara fisik maupun non fisik. Menurut Daniel Cohen,“mengatakan
bahwa globalisasi ditandai dengan adanya era keterbukaan informasi dan komunikasi bersifat
massal yang menyentuh hampir di semua bidang kehidupan masyarakat dunia (Daniel Cohen.
2006: hlm 197). Asumsi Daniel Cohen terhadap globalisasi sangat erat kaitanya dengan

kemajuan teknologi, informasi dan trasportasi yang selama ini bisa dinikmati oleh beberapa
lapisan masyarakat. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa melalui teknologi dan informasi
membuat kemampuan negara semakin cepat dalam mengembagkan nuklir dengan hulu ledak
yang besar.
Melihat perkembangan dunia semakin modern, negara-negara di dunia berusaha
menunjukan kekuatan melalui persenjataan dan ekonomi. Namun yang harus dipahami
bahwa kemampuan negara mengembangkan nuklir harus ditopang oleh ekonomi yang besar,
oleh sebab itu, ekonomi dan militer tidak bisa terpisahkan antara satu sama lain. Fenomena
tersebut mengindikasikan posisi Amerika Serikat sebagai negara super power selalu
dipertahankan melalui status quo dengan cara mengembangkan senjata nuklir melebihi

kapasitas nuklir negara lain. Kemudian negara pemegang veto lainnya seperti Rusia dan
China juga berusaha mengembangkan nuklir tujuan yang sama yaitu berkeinginan untuk
menggantikan posisi Amerika sebagai negara pemegang kekuatan di kancah internasional.
Isu-isu tersebut membuat senjata nuklir semakin populer dibicarakan sehingga membuat
beberapa negara berkeinginan mengembangkan nuklir baik yang difungsikan sebagai senjata
maupun sebagai energi listrik tanpa memperhitungkan ancaman yang dihadapi.
Dalam pengertian sempit keselamatan nuklir merujuk pada penanganan yang
berkaitan dengan daur bahan bakar nuklir, sedangkan keselamatan radiasi berkaitan dengan
risiko-risiko yang mungkin timbul dari penggunaan radiasi pengion, termasuk penggunaan
radioisotop dan radiasi dalam kedokteran, industri dan berbagai bidang lainnya. Selanjutnya,
keselamatan manajemen limbah berkaitan dengan risiko-risiko yang mungkin timbul dari
limbah radioaktif termasuk penyimpanan dan pembuangannya. Namun dalam konteks ini
‟keselamatan nuklir‟ digunakan sebagai payung yang mencakup semua aktivitas tersebut.
Pada level internasional, IAEA dalam program NUSS-nya yang diluncurkan pada 1974,
memberikan definisi keselamatan nuklir sebagai berikut: ”Tercapainya syarat-syarat
pengoperasian yang benar, pencegahan kecelakaan atau mitigasi akibat-akibat kecelakaan,
2

Syahrul
yang mengharuskan perlindungan personel maupun, masyarakat umum dan lingkungan dari

bahaya radiasi yang tidak diinginkan (Aziz Farhat Dan Yaziz Hasan. 2012:hlm 4).
Sejauh ini, isu nuklir masih menjadi buah bibir masyarakat internasional, para
akademisi dan kalangan elit masih memiliki pandangan berbeda terhadap pengembangan
nuklir, banyak yang menganggap bahwa keberadaan senjata nuklir akan menjadi ancaman
terhadap keamanan internasional dan bahkan ada pula yang menganggap, keberadaan senjata
nuklir menjadi pencegah perang terbuka. Menurut Kenneth N.Waltz lebih banyak negara
mengembangkan nuklir akan lebih baik karena menghalangi negara lain untuk menggunakan
senjata yang sama. Asumsi Waltz tersebut diungkapkan melalui simboyan “Lebih Banyak
Mungkin Lebih Baik” sedangkan Sagan lebih pesimis terhadap kepemilikan senjata nuklir
sehingga ia mengungkapkan bahwa cara yang paling tepat kedepan adalah mendorong
pengaturan- pengaturan alternatif yang berupaya mengurangi tuntutan untuk senjata nuklir
dan untuk memperkuat rezim non-proliferasi nuklir secara global, khususnya pada NPT
(Winarno. Budi. 2011:277). Perdebatan tersebut menjadi dilematis terhadap negara sehingga
berangkat dari kedua asumsi ini, negara yang lebih condong pada pandangan Waltz berusaha
mengembangkan nuklirnya yang difungsikan sebagai pertahanan, kemudian negara yang
lebih mengarah pada paham Sagan lebih stagnan dan berupaya mencegah pengembangan
nuklir melaui rezim internasional atau NPT. Oleh sebab itu, melalui dua pandangan tersebut
isu nuklir menjadi menarik untuk didiskusikan dalam ilmu kajian internasional yang selama
ini makin menyita perhatian kalangan masyarakat dunia. Apalagi banyak yang menganggap
bahwa nuklir merupakan ancaman terhadap keamanan internasional, baik dari segi kesehatan

lingkungan dan bahkan kelangsungan hidup manusia. Asumsi tersebut secara tidak langsung
akan meruntuhkan pandangan Waltz sebagai pendukung nuklir dan mendukung pandangan
Sagan sebagai orang yang mengiginkan nuklir dihapuskan di muka bumi. Sehingga melalui
beberapa isu senjata nuklir, maka

penulis menarik pertanyaan untuk dijadikan sebagai

landasaan atau acuan dalam mendiskusikan keberadaan senjata nuklir sebagai ancaman
terhadap keamanan internasional atau sebaliknya menjadi perdamaian dunia.
1.2.

Rumusan Masalah.
Dari beberapa uraian latar belakang di atas maka penulis menarik rumusan masalah

sebagai kata kunci dari penelitian: Bagaimana Isu Senjata Nuklir Menjadi Ancaman
Terhadap Keamanan Internasional.? Padahal kita ketahui bersama bahwa sejak pasca
perang dunia kedua senjata nuklir tidak pernah digunakan dalam perang bahkan dalam

3


Syahrul
hukum internasional diatur tentang pelarangan pengembangan dan genocida terhadap
masyarakat sipil.
1.3.

Kerangka Teori Dan Konsep
Dalam bahasan ini, penulis akan menggunakan konsep keamanan dalam melihat

keberadaan senjata nuklir yang dikembangakan oleh nuclear weapon state NWS dan non
NWS sehingga menjadi ancaman terhadap keamanan internasional secara universal.
1.4.

Konsep Keamanan.
Secara istilah keamanan internasional terdiri dari dua kata yaitu security dan

international. Konsep keamanan mengkaji tentang seluruh aspek kehidupan, bukan hanya
keamanan tradisional tapi juga mengkaji tentang keamananan non-tradisional. Kemudian
istilah internasional menyangkut bangsa atau negara, jadi istilah internasional bisa diartikan
sebagai interaksi antarnegara. kemudian dari kedua istilah antara security dan international
akan digabungkan menjadi satu, kemudian dijadikan sebagai konsep untuk melihat

keberadaan senjata nuklir menjadi ancaman terhadap dunia internasional. Namun, sebelum
mengkaji lebih jauh keamanan internasional, maka penulis menyajikan beberapa defenisi
keamanan menurut beberapa ahli. Menurut Stevan Chan, Buzzan dan Huysmans konsep
keamanan tidak hanya terbebas dari kekerasan fisik (keamanan tradisional), tapi terbebas
dari segala hal yang berpotensi mengancam unsur kehidupan manusia, seperti keamanan
makanan, kesehatan, lingkungan, Ekonomi dan kekerasan psikologi (non-tradisional).
Sementara Elke Krahman , “the concept of security from the level of the state to societies and
individuals, and from military to non-military issues.”.( (Buzan Burry And Lene Hansen. 2009:
hlm.39-42) Sedangkan menurut, Ole Waefer dan Jaap de Wilde secara spesifik memberikan

lima unsur keamanan, yaitu militer, politik, lingkungan, ekonomi dan sosial dalam konteks
isu ancaman berbeda-beda dapat disintesakan menjadi persoalan bagi keamanan suatu negara.
(Buzan Barry , Ola Waever And Jaap De Wilde. 1998. :hlm.163). Jadi dari beberapa uraian defenisi
di atas maka penulis menyimpulkan bahwa keamanan internasional adalah terbebas dari
berbagai unsur yang dapat merugikan dan mengancam kelangsungan hidup baik dari segi
kekerasan fisik maupun psikologi untuk mencapai perdamaian internasional. Kemudian aspek
keamanan tidak terlepas dari perspektif ancaman yang ditentukan oleh negara yang merasa
terancam, sehingga negara yang merasa terancam akan dengan mudah menentukan posisi
bahwa mereka merasa tidak aman.
Munculnya isu nuklir dianggap sebagai ancaman terhadap keamanan internasional

dengan melihat dampak yang ditembulkan. Melihat konsep keamanan yang dipaparkan oleh
para ahli membuat isu nuklir semakin urgen untuk dikaji dengan melihat beberapa aspek
4

Syahrul
didalamnya. Isu nuklir ini bukan hanya berlandaskan pada keamanan nasional tapi juga
mengarah pada keamanan lingkungan, kesehatan, makanan dan politik serta keamanan hidup
sehingga dalam beberapa aspek keamanan akan dirangkum dalam keamanan internasional.
Kepemilikan senjata nuklir oleh beberapa negara NWS dan non-NWS membuat dampak
yang cukup signifikan terhadap lingkungan dan kesehatan atas radiasi nuklir yang begitu
tinggi. Dampak radiasi nuklir terhadap manusia seperti gangguan terhadap pencernaan,
kerusakan jaringan kulit atau kerusakan DNA, kulit terbakar, dan menyebabkan kangker.
Selain itu, kerusakan pada lingkungan sering terjadi ketika negara sedang melakukan uji coba
nuklir, walaupun pada kenyataannya bahwa setiap negara memiliki lahan masing-masing
untuk ber-experimen, tapi itu tetap saja merusak lingkungan akibat radiasi yang ditimbulkan.
Hal tersebut menunjukan bahwa keberadaan senjata nuklir tidak hanya mengancam dalam
skala mikro, tapi juga dalam skala makro. Jadi dalam tulisan ini, konsep keamanan yang
dipaparkan oleh beberapa ahli di atas akan digunakan sebagai instrumen dalam melihat
gangguan keamanan internasional terhadap keberadaan senjata nuklir di muka bumi.
1.5.


Argumentasi Utama.
Nuklir merupakan salah satu senjata yang mematikan di dunia baik dalam

penggunaanya maupun dari radiasi yang ditimbulkan. Selain itu, nuklir menjadi instrumen
negara NWS untuk menencapakan kekuasaanya terhadap negara berkembangang. Ancaman
yang ditimbulkan bukan hanya sebatas ancaman dalam politik luar negeri tapi juga
merupakan ancaman terhadap kelangsungan hidup manusia dengan melihat dampak yang
ditimbulkan, baik dari segi lingkungan, kesehatan, makanan, politik, ekonomi dan bahkan
merajuk pada psikologi masyarakat yang selama ini sangat takut terhadap bencana nuklir.

5

Syahrul
BAB. II.
PENGEMBANGAN SENJATA NUKLIR NEGRA VERTIKAL DAN
PENYEBARAN TERHADAP NEGARAN HARIZONTAL.
2.1.

Proliferaasi Senjata Nuklir Terhadap Nuclear Weapon State (NWS).

Banyak faktor dan alasan bagi suatu negara untuk mengembangkan nuklir, baik untuk

kebutuhan suplai dan keamanan energi maupun untuk kepentingan keamanan seperti senjata
nuklir. Ada dua hal pokok yang mendasari negara untuk mengembangkan nukir, yaitu adanya
kesempatan dan kemauan. Kesempatan yang dimaksudkan adalah bagaimana kondisi atau
lingkungan

sebuah

negara

berpengaruh

pada

kapabilitas

negara

tersebut


dalam

mengembangkan persenjataan maupun energi nuklirnya. Sedangkan kemauan adalah merujuk
kepada bagaimana muncul keingingan kuat dari suatu negara untuk mengembangkan nuklir
yang dilatarbelakangi oleh banyak faktor. Negara yang memutuskan untuk mengembangkan
senjata nuklirnya harus siap dalam menanggung akibat dari keputusan yang telah dimabil
yaitu, kuatnya tekanan internasional, tekanan diplomatik, penjatuhan hukuman baik secara
moral maupun legal (Jo, Dong-Joon & Erik Gartzke, 2007: Vol. 51, hlm. 167) . Sehingga negara
yang mampu dan memiliki kapabilitas tinggi dalam menghadapi berbagai tekanan tersebutlah
yang mampu untuk mengembangkan nuklir untuk kepentingan nasional negara.
Nuklir merupakan senjata yang sangat ditakuti dan dikhawatirkan penggunaannya di
dunia sehingga negara NWS tidak dengan mudah diperkenankan menggunakan nuklir dalam
konflik bersenjata. Kemudian melihat pada proses pembuatan senjata nuklir menggunakan
dua jenis material utama yaitu Uranium dan Plutonium. Uranium atau U235 merupakan
sumber energi yang sangat besar dengan memiliki cadangan Uranium di dunia mencapai 13
ribu TW atau bisa disamakan dengan 1 TW sama dengan 1 triliun Watt. Sedangkan
Plutonium atau Pu239 merupakan hasil dari pengayaan Uranium serta Pu239 bisa digunakan
sebagai bahan peledak dalam senjata nuklir dan sebagai salah satu unsur pokok dalam
pengembangan tenaga nuklir pembangkit listrik. Jika dibandingkan, 1 kilogram Pu239
sebanding dengan energi panas sebesar 22 juta ton kwh (kilo watt hours). Kandungan tersebut
membuat senjata nuklir menjadi salah satu jenis senjata yang paling berbahaya di dunia
sehingga weapon jenis nuklir tidak diperdagangkan secara bebas atau pun pengembangannya
(Budi Winarno. 2014: hlm 226-227) . Bahkan dalam percobaannya tidak semerta-merta
dilakukan di suatu tempat, tapi memiliki tempat khusus yang jauh dari pemukiman
masyarakat.
Percobaan yang diadakan di gurun pasir di negara bagian New Mexico, Amerika
Serikat pada tahun 1945 adalah percobaan nuklir yang pertama. Hingga saat ini jumlah
6

Syahrul
percobaan nuklir yang diadakan oleh Negara Nuklir (nuclear country) adalah sebagai berikut:
Amerika Serikat 1030 kali, bekas Uni Soviet 715 kali, Inggris 45 kali, Perancis 210 kali,
China 45 kali, India 6 kali, Pakistan 6 kali, dan jumlah total sampai dengan Juni 1998 adalah
2057 kali. Percobaan nuklir tersebut mencakup percobaan di udara, dan di bawah tanah. Tiga
negara (Amerika Serikat, Inggris dan Uni Soviet) pada tahun 1963 mengadakan perjanjian
penghentian percobaan nuklir sebagian (yaitu yang dilakukan di udara, luar angkasa dan
dalam air), dan setelah itu percobaan hanya dilakukan di bawah tanah. Negara-negara lain
juga mendapat tekanan opini publik dan sejak percobaan nuklir di udara yang dilakukan
China pada tahun 1980 semua percobaan nuklir dilakukan di bawah tanah. Setelah Amerika
Serikat menandatangani perjanjian pelarangan percobaan nuklir (CTBT), sebagai ganti
percobaan nuklir bawah tanah dilakukan percobaan nuklir subkritis (hampir kritis) pada tahun
1997, dan sampai bulan November 1999 sudah dilakukan 8 kali percobaan (Percobaan Nuklir.
Http://Www.Warintek) .

Sejak era perang dunia kedua sebagai titik awal pengembangan senjata nuklir hingga
saat ini, terdapat dua jenis senjata nuklir. Pertama, senjata nukli yang menghasilkan energi
ledakan dari reaksi fisi atom. Senjata ini lebih dikenal dengan nama “Bom Atom”. Salah satu
contoh jenis bom atom dapat dilihat dari dua jenis bom atom yaitu Little Boy dan Fat Man,
yang dijatuhkan oleh AS di Hiroshima dan Nagasaki ketika perang melawan Jepang di era
perang dunia II. Little boy memiliki daya ledakan 12-15 kiloton atau 1 kiloton sama dengan
1000 ledakan TNT, sementara Fat Man menggunakan bahan material Plutonium sebagai
bahan bakarnya dan memiliki daya ledakan mencapai 20-22 kiloton atau 22 ribu lebih besar
dari TNT (Budi Winarno. 2014: hlm. 267. Kekuatan kedua bom atom jenis nuklir tersebut telah
meluluh-lantakkan Jepang dengan tingkat radiasi yang cukup tinggi bahkan sampai pada
dewasa ini. Kedua, adalah senjata yang energinya diperoleh dari reaksi fusi nuklir. Senjata ini
lebih dikenal sebagai bom hidrogen. Ledakan bom ini diperkirakan 500 kali lebih besar dari
bom atom, dan menghasilkan bola api dengan awan cendawan yang sangat tinggi. Senjata
nuklir modern saat ini didominasi oleh jenis bom hidrogen (Budi Winarno. 2014: hlm.267.)
Seiring

dengan

berkembangnya

zaman,

negara

NWS

tiap

tahun

berusaha

mengembangkan nuklir sebagai kebaharuan dari senjata sebelumnya. Namun tidak bisa
dipungkiri bahwa seiring dengan meningkatnya kerja sama antarnegara, ada beberapa negara
di luar dari NWS ikut mengembangkan nuklir. Oleh sebab itu, Buzan membagi definisi
proliferasi nuklir ke dalam dua pengertian yaitu, harizontal dan vertikal. Pertama, proliferasi
nuklir secara vertikal adalah peningkatan jumlah senjata nuklir oleh negara yang sudah
memiliki senjata nuklir terlebih dahulu atau nuclear weapon state (NWS) dengan hanya ada
7

Syahrul
lima negara (AS, Rusia, Inggris, Prancis, dan China) sebagai pengembang nuklir yang diakui
oleh perjanjian NPT (Budi Winarno. 2014: hlm. 260). Berikut ini tabel kepemilikan senjata
nuklir negara NWS.
Tabel 1: Kepemilikan Senjata Nuklir NWS; Dikutip Dari Buku Prof. Budi
Winarno.
Negara

Jumlah senjata nuklir (2009)

Amerika serikat

5.113

Inggris

225

Prancis

300

Rusia

2.400

China

240

Dinamika Isu-Isu Global Kontemporer (Budi Winarno. 2014: hlm. 296).
Kepemilikan senjata nuklir dari kelima negara membuat keamanan internasional
semakin menegangkan, seperti halnya Cina berusaha mempertahankan sengketa laut Cina
selatan dengan cara menyiagakan nuklirnya. Tindakan Cina dalam rangka menyiagakan
senjata nuklir di perairan Laut Cina Selatan tentunya mengganggu keamanan Asia Tenggara
khususnya negara yang bersengketa dengan Cina. Luas perairan Laut Cina Selatan mencakup
perairan Siam yang dibatasi oleh Vietnam, Kamboja, Thailand dan Malaysia serta teluk
Tonkin yang dibatsi

Vietnam dan Cina. (Sejarah Kebangkitan Cina 1987: Https://

Nusantaranews.Wordpress.Com). Keberanian Cina mencaplok perairan Spratly didasari atas

kepemilikan senjata nuklir, dimana negara Asia Tenggara tak satupun memiliki senjata
tersebut. Melalui sengketa ini, bukan hanya Asia Tenggara yang mengalami ketengangan
terhadap bangkitnya Nuklir Cina, tapi juga Amerika Serikat sehingga respon AS terhadap
kebangkitan nuklir Cina dilakukan dengan menyusun strategi dan memperketat keamanan di
sekitar Asia Pasifik misalnya di Guam dan Pearl Harbor. Jadi bisa dikatakan bahwa
kepemilikan senjata nuklir suatu bangsa akan mengganggu sistem bangsa lain.
Kepemilikan senjata nuklir negara NWS banyak mengundang perhatian masyarakat
internasional, dimana negara pemilik nuklir seperti Rusia dan Cina selalu menjadikan nuklir
sebagai instrumen untuk mengancam negara yang dihadapi. Pada tahun 2014, konflik
Ukraina yang melibatkan Rusia dalam mempertahankan Krimea, sehingga nuklir dijadikan
instrumen untuk mengancam Ukraina dan bahkan pada negara Barat yang ingin membantu
Kiev dalam merebut Krimea. Ancaman Rusia diindikasikan dengan persiapan 1.642 rudal
nuklir yang siap diluncurkan. Selain itu, Putin mengatakan bahwa Moskow akan bereaksi jika
8

Syahrul
Amerika menerapkan rencana menyimpan senjata militer di Eropa Timur, termasuk di
negara-negara Baltik bekas wilayah Uni Soviet. Persaingan negara dalam memperoleh
kekuasaan biasanya dilakukan dengan instrumen senjata nuklir (Http://Www.Bbc.Com).
Fenomena tersebut tentunya banyak mengundang perdebatan dikalangan masyarakat
internasional bahwa kepemilikan senjata nuklir negara NWS dijadikan sebagai senjata
perebutan kekuasaan dalam mendominasi dunia sehingga negara non- nuklir menjadi korban
sebagai lahan perang nuklir .
Keberhasilan Rusia dalam mengembangkan nuklir menyita perhatian pada negara
NWS lainnya. Kapabilitas Rusia mengembangkan nuklir berjenis hidrogen diklaim sebagai
senjata terkuat sejagat replika dari”Tsar Bomba” diklaim 3.800 kali lebih kuat daripada bom
Atom Amerika serika yang dijatuhkan di Hirosima dan Nagasaki Jepang. Tsar Bomba dikenal
sebagai bom hidrogen yang memiliki hulu ledak melebihi kekuatan gabungan dari semua
bahan peledak yang digunakan oleh semua negara selama perang dunia II. Selain itu, bom ini
meledak diketinggian 4.200 meter serta ledakan diprediksi berkekuatan 51,5 megaton dan
ciri-ciri ledakan memunculkan “jamur awan” dengan diameter 95 km. Jenis bom tersebut
dapat dilihat pada gambar di bawah ini (Iast Gunawan: Http://Jurnalintelijen.Id).

BBC - Tsar Bomba, bom nuklir terkuat di dunia saat diuji coba Rusia di Samudera
Arktik
9

Syahrul
2.2.

Proliferaasi senjata nuklir terhadap negara non-NWS
Setelah munculnya proliferasi harizontal nuklir, permasalahan menjadi semakin luas

dan ruwet dengan adanya berbagai upaya melakukan percobaan senjata nuklir yang dilakukan
oleh negara lain. Menurut Buzan proliferasi nuklir horizontal adalah penyebaran senjata
kepada negara-negara yang sebelumnya tidak memiliki senjata nuklir atau non nuclear
weapon states sesuai dengan non proliferation treaty NPT (Budi Winarno. 2014.hlm.267). India
dan Pakistan salah satu negara horizontal dalam mengembangkan nuklir, namun yang
menjadi anomali bahwa kedua negara mempunyai sejarah pertikaian yang panjang. Mereka
sudah bermusuhan sejak Pakistan memutuskan berpisah dari India pada tahun 1947.
Beberapa isu politik, seperti isu Kashmir, konflik militer, hingga persaingan persenjataan
yang melibatkan senjata nuklir mengiringi hubungan antara dua negara bertetangga ini. India
melakukan ujicoba nuklir pertamanya pada tahun 1974. Dengan operasi yang diberi sandi
“Smiling Buddha” India meyakinkan pemerintah Pakistan bahwa India berusaha
mendominasi kawasan. Berangkat dari asumsi tersebut, Pakistan terdorong untuk melakukan
hal serupa. Pada Mei 1998 Pakistan berhasil melakukan uji coba nuklir pertamanya
dengan codename “Chagai I.”
Setelah itu, kedua negara berlomba-lomba memperbanyak hulu ledak nuklirnya.
Pengembangan senjata nuklir Pakistan didirikan sebagai respon terhadap proyek serupa yang
dilakukan India atas ketakutan terhadap gangguan keamanan nasional. Perdana Menteri
Pakistan, Benazir Bhutto menggelar pertemuan di Multan pada tahun 1972 yang
membicarakan pengembangan senjata nuklir nasional. Pada pertemuan tersebut Bhuto
tercatat sebagai arsitek program senjata nuklir yang ditujukan sebagai alat pertahanan negara.
Untuk menyaingi kemampuan militer India, Pakistan menggunakan strategi flexible response.
Strategi ini intinya terletak pada keluwesan Pakistan menghadapi ancaman India dengan cara
meningkatkan kapasitas persenjataannya, termasuk senjata nuklir. Saat ini Pakistan diketahui
memiliki 70-90 hulu ledak nuklir sedangkan India tercatat mempunyai 80-100 hulu ledak.
Kemudian keinginan Israel mengembangkan nuklir atas ketakutan terhadap kekuatan Iran
yang sebelumnya ikut terlibat dalam pengembangan nuklir sebelum revolusi islam 1978.
Fenomena tersebut menunjukan kepada dunia internasional bahwa keinginan suatu negara
mengembangkan nuklir karena merasa terancam atas kekuatan bangsa lain. Berikut ini tabel
proliferasi nuklir horizontal:
Tabel 2: Kepemilikan Senjata Nuklir Non-NWS: Dikutip Dari Buku Prof. Budi
Winarno.
10

Syahrul
Negara
India
Pakistan
Israel

Jumlah senjata nuklir (2009)
100
70 hingga 90
75 hingga 200

dinamika isu-isu global kontemporer (Budi Winarno. 2014.hlm.268)
Tabel di atas mengindikasikan proliferasi nuklir di luar dari lima negara NWS sebagai
negara nuklir. Kemudian beberapa negara non-NWS yang masuk dalam proliferasi nuklir
secara horizontal seperti India, Pakistan dan Israel. India memiliki 100 hulu ledak nuklir,
sedangkan Pakistan antara 70-90 hulu ledak nuklir, adapun Israel memiliki sekitar 75-200
hulu ledak nuklir (Budi Winarno. 2014.hlm. 260-267). Hal ini mengindikasikan bahwa tiap
beberapa dekade negera pengembang nuklir bertambah secara perlahan yang kemudian akan
berpotensi mengancam stabilitas keamanan internasional.
Keberadaan senjata nuklir telah sukses membangun oponi ditingkat dunia bahwa
adanya berbagai upaya untuk melakukan percobaan senjata nuklir baik dari negara NWS
maupun non-NWS yang dianggap sebagai ancaman terhadap kelangsungan hidup manusia.
Misalnya Iran pada tahun 2003, telah melakukan kegiatan rencana mengembangkan nuklir.
Sehingga pada tahun 2011 badan AIEA (International Atomic and Energy Agency)
menyebutkan bahwa Iran melakukan kajian komputer yang berpotensi memicu peledak bom
nuklir. bahkan Korea Utara berupaya mengembangkan nuklir setelah peningkatan anggota
NPT pada tahun 2002, Korea Utara telah melakukan uji coba nuklir yang kemudian
diluncurkan pada bulan April 2009 dengan jenis roket satelit komunikasi. Dalam uji coba
tersebut, peluncuran roket melewati wilayah udara Jepang sehingga menunjukan bukti bahwa
Korea Utara sudah mulai mengembangkan nuklir di Asia Timur. Melalui uji coba tersebut,
kemudian Korea Utara diperkirakan memproduksi 40 dan 50 kilogram Plutonium

dan

memiliki 5 sampai 9 nuklir. Sedangkan pada tanggal 9 Oktober 2006 Korea Utara melakukan
uji coba kedua dan mampu menghasilkan daya ledak 0,5-0,8 kiloton serta pada 25 Mei 2009
mampu menghasilkan daya ledak 2,0-4,0 kiloton. (Budi Winarno. 2014.hlm.269). Ini
menunjukan bahwa pengembangan nuklir Korea Utara berkembang secara pesat sehingga
menimbulkan ketegangan terhadap Korea Selatan. Berikut ini tabel pengayaan Plutonium
Korea Utara:
Tabel 3: Pengayaan Plutonium Korea Utara” Dikutip Dari Buku Prof. Budi
Winarno.
Tahun
Sebelum 1990
1994

Produksi Plutonium (kg)
1-10
27-29

Tahun
1989-1992
2003-2004

Pengolahan
0-10
20-28
11

Syahrul
2005
Juli 2007
Total

13-17
10-13
51-69

2005-2006
2009
Total

13-17
41-67
41-67

Dinamika Isu-Isu Global Kontemporer Budi Winarno. 2014.hlm.296).
Keinginan negara mengembangkan nuklir diorientasikan sebagai instrumen pertahanan
diri dari serangan musuh, namun tidak hanya itu, nuklir juga dapat difungsikan sebagai
sumber energi baru seperti pembangkit tenaga listrik, yang merupakan salah satu alternatif
dalam penggunaan batu bara. Namun pengembangan nuklir yang bertujuan untuk pertahanan
dan keamanan negara, menimbulkan beberapa masalah dunia internasional. Keinginan negara
mengembangkan senjata nuklir telah menimbulkan kekhawatiran terhadap kalangan
komunitas internasional atas resiko kesehatan, lingkungan dan keamanan sehingga isu
proliferasi nuklir dan penyebaran senjata nuklir, dan teknologi serta pengetahuan untuk
mengembangkan senjata nuklir menjadi isu global sampai dewasa ini. Apalagi melihat
dampak dari Nagasaki dan Hirosima telah melahirkan pengetahuan di sejumlah kalangan
masyarakat internasional bahwa senjata nuklir sangat berbahaya, kemudian yang kedua
bahwa sejak perang dunia kedua AS memiliki kapabilitas untuk mengembangkan nuklir yang
mampu menghancurkan Jepang. Namun untuk saat ini, banyak negara-negara memperoleh
infrastruktur dalam mengembangkan alat-alat nuklir yang masih mentah. Kemudian yang
ketiga setelah pecahnya Uni Soviet telah menimbulkan masalah baru mengenai legalitas
pengembang nuklir karena ada beberapa negara pecahan Soviet yang dipercayai memiliki
nuklir khususnya pada Khazakstan. Fenomena tersebut semakin kuat dalam melahirkan opini
publik bahwa pengembangan nuklir semakin menyebar ke negara- negara yang selama ini
diklaim sebagai basis keras sehingga sangat memungkinkan untuk perang nuklir. ( Budi
Winarno. 2014.hlm.263)

Di era globalisasi dewasa ini, persoalan proliferasi nuklir memang menjadi semakin
kompleks, karenanya tidak bisa didekati dengan menggunakan perspektif rezim proliferasi
semata atau membiarkan persebaran nuklir berlangsung begitu saja. Hampir setiap
ketegangan yang muncul di tingkat kawasan kebanyakan disebabkan oleh perlombaan senjata
dan penguasaan atas senjata nuklir kemudian menjadi salah satu cara untuk mendapatkan
keunggulan persenjataan. Seperti halnya di Timur Tengah dan Asia Timur sebagai negara
pengembang senjata nuklir. Iran merupakan negara pengembang nuklir di Timur Tengah, tapi
nuklir yang dikembangkan hanya berskala kecil dan bersifat damai. Kendati demikian Ahmad
Dinejat mengatakan bahwa nuklir yang dikembangkan Iran bersifat damai, namun secara
12

Syahrul
politik khususnya pada keamanan kawasan, argumen tersebut tidak bisa diterima secara
rasional.( Budi Winarno. 2014.hlm.266)
Berangkat dari kelima negara NWS itu berdiri, terutama AS dan Inggris telah
berkomitmen untuk menghancurkan dan menguragi produksi senjata nuklir. Namun
komitmen kelima negara layak diragukan untuk secara serius menghancurkan senjata nuklir
dan tidak menggunakan demi kepentingan strategis mereka. Misalnya AS tidak pernah
mempersoalkan program nuklir Jepang dan Pakistan tapi untuk Iran dan Korea Utara AS
sangat peduli. ( Budi Winarno. 2014.hlm.266) Hal tersebut membuat persepsi saling bertetangan
antara keinginan proliferasi dengan nafsu untuk menguasai senjata teknologi. Sehingga isu
nuklir menjadi isu global yang sering dibicarakan di tingkat nasional dan internasional.
Selain itu pengetahuan masyarakat internasional tentang dampak senjata nuklir baik dari segi
keamanan, lingkungan dan kesehatan menjadi salah satu penyebab munculnya isu nuklir di
skala internasional. Sehingga muncul upaya untuk mencegah proliferasi nuklir mencakup
banyak tindakan seperti tindakan unilateral, bilateral, regional dan global yang biasanya
menunjuk secara kolektif, seperti rezim non prolifirasi nuklir global. ( Budi Winarno.
2014.hlm.264) Sehingga rezim proliferasi nuklir berpendapat bahwa evolusi dari tindakan ini

termasuk perjanjian pengawasan dan pelucutan senjata seperti NPT, pengawasan ekspor,
prosedur monitoring internasional, nuclear supplier and tranding agreements dan pengaturan
pengaturan standar lainnya. Kedatipun rezim NPT

berusaha menegakan aturan tentang

pengembangan nuklir tapi terkadang upaya tersebut menjadi dilematis akibat munculnya dua
kubu dalam negara NWS sehingga negara yang menginginkan pengembangan nuklir
berusaha mendekati salah satu dari kubu lima negara veto. Berikut ini beberapa data dan jenis
nuklir yang dimiliki oleh negara Horizontal dan Vertikal, telah dirangkum dalam SIPRI mulai
dari tahun 1945 sampai 2006.
Tabel 4:Source: Stockholm International Peace Research Institution.

13

Syahrul

Source: stockholm international peace research institution.( Http://Www.Sipri.Org )

BAB. III.
PEMBENTUKAN ATURAN DAN KONTROLING TERHADAP
PROLIFERASI NUKLIR YANG DIANGGAPA SEBAGAI ANCAMAN
INTERNASIONAL.
3.1. Pembentukan Rezim Terhadap Proliferasi Nuklir.
Nuclear Non-Proliferation Treaty adalah suatu perjanjian yang ditandatangi pada 1 Juli
1968 yang membatasi kepemilikan senjata nuklir. Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT)
telah ditandangani oleh 191 negara terlibat, dan dalam perjanjian juga telah disepakati bahwa
hanya lima negara yaitu Amerika Serikat, Britania Raya, Perancis, Republik Rakyat Tiongkok
dan Uni Soviet yang kepemilikan nuklirnya dianggap sah dengan catatan kelima negara ini
14

Syahrul
tidak boleh mentransfer teknologi senjata nuklir maupun hulu ledak nuklir ke negara lain, dan
negara-negara yang tidak memiliki senjata nuklir juga setuju untuk tidak meneliti atau
mengembangkan senjata nuklir (Winarno. Budi. 2011: hlm. 240. Isi dalam perjanjian telah jelas
dan seharusnya tidak ada negara yang melanggar. Namun ternyata adanya perjanjian dalam
NPT tidak membuat negara-negara anggota perjanjian serta merta mematuhinya karena
seperti laporan yang diungkapkan oleh Stockholm International Peace Research Institute
(SIPRI) bahwa terdapat sembilan negara yang memiliki senjata nuklir yaitu Amerika Serikat,
Britania Raya, Perancis, Rusia, Cina, India, Pakistan, Israel dan Korea Utara. Winarno. Budi.
2011: hlm.240).

Salah satu upaya menghambat proliferasi senjata-senjata nuklir global adalah dengan
membentuk rezim Nuclear Non Proliferation Treaty (NPT). Rezim ini merupakan rezim
pertama yang mengatur mengenai kepemilikan senjata nuklir. Setelah diratifikasi oleh
Inggris, Amerika, Uni Soviet dan 40 negara lainnya, maka NPT berlaku pada 5 Maret 1970
(Http://Www.Armscontrol). Rezim ini mencakup sejumlah instrumen nasional dan
internasional yang dikembangkan dengan tujuan untuk mencegah perkembangan, pembuatan
ataupun penggunaan senjata nuklir. NPT dibangun berdasarkan tiga pilar penting yaitu non
proliferasi, disarment (pembatasan senjata) dan pemanfaatan energi atau teknologi nuklir
secara damai. Dalam membatasi dan mengurangi penggunaan senjata nuklir, rezim non
proliferasi nuklir memiliki dua tugas utama. Pertama adalah vertical nuclear proliferation
yaitu peningkatan arsenal nuklir yang ada, baik secara kualitas maupun secara kuantitas.
Artinya bahwa, NPT memiliki tugas membatasi besaran (size) senjata nuklir dan memiliki
tujuan akhir melenyapkan seluruh arsenal nuklir yang dimiliki oleh negara-negara yang
tergabung dalam nuclear weapons state. Kedua, rezim non poliferasi nuklir memilki tugas
untuk mencegah atau membatasi horizontal nuclear proliferation di negara-negara yang
secara resmi tidak diakui oleh masyarakat internasional sebagaia a nuclear power (Winarno.
Budi. 2011.hlm. 246.)

Bentuk kelanjutan dari NTP, Pada 1996 dalam Konferensi Pelucutan Senjata Majelis
Umum PBB kemudian membentuk rancangan Comprehensive Nuclear Test Ban Treaty
(CTBT) atau Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji Ledak Nuklir pada tanggal 24 September
1996. Dalam traktat tersebut, terdapat larangan bagi semua negara tanpa terkecuali untuk
melakukan uji coba nuklir dalam bentuk apapun terutama yang menggunakan metode
ledakan. Tujuannya ialah untuk mengurangi senjata nuklir secara global melalui usaha-usaha
yang sistematis dan progresif. Dalam jangka panjang, tujuan tersebut juga untuk
15

Syahrul
menghapuskan senjata nuklir dan pelucutan senjata nuklir secara umum di bawah
pengawasan internasional yang tegas dan efektif. Dalam hal mendukung implementasi CTBT,
maka dibentuklah Comprehensive Nuclear Test-Ban Treaty Organization (CTBTO) atau
Organisasi Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji Ledak Nuklir. CTBTO didirikan dengan
sistem pengawasan global yang sudah diterapkan sehingga memungkinkan terdeteksinya
setiap ledakan nuklir bahkan uji coba yang dilakukan di bawah tanah oleh setiap negara.
Setelah Amerika menandatangani CTBT pada tahun 1996, ditempat percobaan nuklir Nevada
pada tanggal 2 Juli 1997 serta melakukan percobaan nuklir subkritis sebagai pengganti
percobaan bom nuklir bawah tanah. Pada bom Plutonium terdapat bahan yang dapat dibakar
untuk memicu ledakan, sehingga terjadi gelombang kejut. Gelombang kejut tersebut
menimbulkan tekanan pada Plutonium, lalu terjadi reaksi berantai yang menimbulkan
ledakan. Sedangkan pada percobaan nuklir subkritis penekanannya dilakukan sebelum terjadi
reaksi berantai, dan dinamika perubahan plutonium dapat diteliti seiring dengan berjalannya
waktu (World Nuclear Association, 2014: Http://Www.World-Nuclear). Percobaan yang dilakukan
oleh beberapa negara tentunya sangat merusak lingkungan alam baik udara, darat, laut dan
bahkan percobaan bawah tanah.
Gurun Nevada yang berjarak 107 Km sebelah utara Las Vegas merupakan area uji
coba nuklir yang paling sering dipakai di bumi sejak 1951 sampai 1992. Kawasan gurun yang
luasnya sekitar 3.500 km persegi ini setidaknya sudah lebih dari 800 ledakan nuklir di uji
coba; umumnya diledakkan di bawah tanah. Sehubungan dengan tingkat penyebaran dan efek
dari radiasi nuklir yang mulai menyebar membuat pemerintah Amerika Serikat benar-benar
mencoba untuk mengantisipasi dampak yang bisa terjadi. Lebih lebih berdasarkan hasil
penelitian menunjukkan bahwa tingkat penyakit kanker darah di kawasan Nevada menjadi
dua kali lipat dibanding wilayah lain di Amerika Serikat. Pada tahun 2009 yang lalu kawasan
Nevada telah dinyatakan sebagai kawasan yang paling terkontaminasi radioaktif ke-2 setelah
Chernoby l (Http://Www.Warintek.Ristek). Dampak dari radiasi tidak hanya membahayakan
pada manusia tapi juga flora dan fauna sehingga uji coba nuklir yang dilakukan oleh para
negara NWS dan non-NWS sangat mengganggu keamanan hidup manusia serta lingkungan
alam. Di bawah ini merupakan salah satu gambar peta percobaan nuklir AS di gurun pasir
Nevada.

16

Syahrul

Neveda Tribal Lands (Http://Www3.Epa.Gov).
Untuk mencegah pengembangan nuklir berbagai kerja sama dilakukan baik itu kerja
sama unilateral, bilateral, regional dan global ataupun melalui pembentukan sebuah rezim
non-poliferasi

nuklir

untuk

mencegah

negara-negara

global

melakukan

tindakan

pengembangan nuklir. Selain mengatur mengenai proliferasi (pengembangan) nuklir, dalam
perkembangannya rezim ini juga mengatur mengenai kepemilikan senjata nuklir, baik itu
negara-negara yang memiliki senjata nuklir (nuclear weapons state) seperti Amerika, Inggris,
Rusia, China, dan Prancis maupun negara-negara yang tidak memiliki senjata nuklir. Hal
inilah yang kemudian memunculkan perdebatan dikalangan masyarakat internasional.
Muncul pendapat bahwa rezim non-poliferasi adalah diskriminasi karena terus membiarkan
lima negara dengan kekuatan nuklir untuk tetap memiliki senjata-senjata nuklir, sementara
17

Syahrul
negara-negara lain yang tergabung dalam NPT tidak memperoleh legalitas dan kemampuan
untuk memiliki senjata nuklir.
Perdebatan dan persoalan kedua berangkat dari lima negara NWS itu sendiri, terutama
Amerika dan Inggris. Komitmen lima negara tersebut untuk mengurangi kepemilikan atas
senjata nuklirnya perlu diragukan dan negara-negara tersebut bertindak tidak adil dan tidak
pernah fair dalam melihat persoalan nuklir. Tidak jarang tindakan lima negara tersebut
menghambat tujuan utama dan komitmen untuk mencegah, mengurangi, menghancurkan
senjata nuklir. Seperti tindakan yang ditunjukkan oleh Amerika dalam mengolah persoalan
nuklir di berbagai negara. Amerika terlihat memilki dualitas yang berbeda terhadap negaranegara yang diketahui melakukan pengembangan dan memiliki senjata nuklir. Amerika
Serikat tidak pernah mempersoalkan program nuklir Jepang dan Pakistan, sebaliknya
Amerika bertindak sangat agresif dalam menanggapi persoalan kepemilikan dan program
nuklir yang dikembangkan oleh Iran dan Korea Utara. Sehingga hal inilah yang menjadi
perdebatan serius mengenai regulasi proliferasi nuklir.
Di era globalisasi, persoalan nuklir semakin kompleks, sehingga rezim non proliferasi
nuklir tidak dapat secara menyeluruh menyelesaikan dan mengatasi persoalan senjata nuklir
dunia. Seperti yang dijelaskan dalam buku Winarno, bahwa kepemilikan senjata nuklir oleh
suatu negara dapat dilihat dari berbagai faktor baik itu faktor politik domestik, faktor riset
pengetahuan yang dilakukan oleh para ilmuan, faktor teknologi tradisional dan banyak faktor
lainnya. Dan beberapa negara mengembangkan program nuklir dengan dalih untuk tujuan
damai dan kemaslahatan bersama. Sehingga untuk mengatur hal tersebut selain NPT, terdapat
pula IAEA (International Atomic and Energy Agency) yang merupakan organisasi
internasional dibawah naungan PBB yang mengatur mengenai penggunaan material nuklir
secara damai dan kesepakatan untuk pengadaan inspeksi berkala bagi negara-negara
anggotanya. Tujuan penting dari IAEA adalah untuk memastikan bahwa negara-negara yang
memiliki material nuklir tidak akan mengembangkannya menjadi senjata.( The History Of The
IAEA : Http://Www.Iaea.Org ).

3.2.

Isu Proliferasi Nuklir Menjadi Ancaman Terhadap Keamanan Internasional.
Di era perang dunia kedua nuklir mulai dikenal sebagai senjata paling berbahaya di

dunia dengan melihat dampak yang ditimbulkan di Jepang. Kemudian memasuki era perang
dingin senjata ini makin mencuat di permukaan internasional, dimana perlombaan senjata
makin meningkat antara kedua kubu yang bertikai. Namun berbeda setelah perang dingin
berkhir, pengembangan nuklir terbagi menjadi dua bagian yaitu pengembangan dijadikan
sebagai persenjataan militer dan sebagai asupan energi. Walaupun dalam pengembangan
18

Syahrul
tersebut, keduanya sangat berpotensi mengancam keamanan internasional baik dari segi
persenjataan maupun dari asupan energi. Namun dalam pembahasan ini, penulis akan
berusaha menjelaskan pengembangan nuklir dalam persenjataan militer menjadi isu ancaman
terhadap keamanan internasional, kemudian diteruskan pada ancaman nuklir dalam
pengembangan asupan energi.
A. Persenjataan Nuklir Menjadi Isu Ancaman Terhadap Keamanan Internasional.
Seiring dengan perkembangan zaman, isu muncul sedemikian rupa sehingga membuat
negara maupun masyarakat internasional berada dalam ketegangan. Salah satu isu yang
paling mencut di panggung internasional adalah kepemilikan senjata nuklir oleh negara NWS
dan non-NWS yang semakin berkembang. Keingina negara mengembangkan nuklir didasari
oleh tuntutan kepentingan keamanan dan power untuk menjaga posisi di skala internasional.
Seperti halnya Korea Utara yang selama ini dianggap sebagai negara pemegang nuklir akan
berpotensi mengancam keamanan Korea Selatan, begitupun dengan Israel terhadap Iran dan
bahkan India terhadap Pakistan. Dari beberapa negara non-NWS berusaha mengembangkan
nuklir demi kepentingan dan keamanan nasional dari ancaman musuh. Negara horizontal ini,
masih dalam katagori middle nuclear dengan jumlah hulu ledakan di bawah lima negara
vertikal. Kita ketahui bahwa dalam persaingan pengembangan nuklir terdapat dua negara
menjadi pusat perhatian yaitu AS dan Rusia, kedua negara ini berusaha mengembangkan
nuklir untuk dijadikan sebagai pertahanan dan peralatan perang dalam mendominasi dunia.
Seperti halnya posisi AS sebagai negara pemengang nuklir terbesar menjadikan dirinya
sebagai pemimpin dunia, begitupun dengan Rusia sebagai negara pemegang nuklir terbesar
kedua memiliki power dalam melakukan aktivitas politik luar negerinya. Hal tesebut menjadi
konstruksi publik bagi masyarakat dunia sehingga banyak negara berkeinginan untuk
mengembangkan senjata nuklir. apalagi asumsi dasar senjata nuklir menurut Waltz sebagai
hegemoni yang efektif dalam menguasai suatu regional maupun dunia.
Melihat intensitas konflik yang terjadi dalam hubungan antarnegara, membuat
beberapa negara nekat mengembangkan nuklir untuk menundukan musuhnya. Seperti halnya
Korea Utara yang merasa terancam dengan bangkitnya kekuatan Korea Selatan atas
dukungan dari AS sehingga membuat Korea Utara berkeinginan untuk mengembangkan
nuklir yang difungsikan sebagai deterrence. Bahkan banyak negara mengembangan nuklir
dengan alasan damai yaitu pengembangan damai energi nuklir. Program nuklir Korea Utara
dimulai pada tahun 1956 ketika sebuah perjanjian dengan Uni Soviet dalam kerja sama
penggunaan damai energi nuklir. Dalam perjanjian ini, Korea Utara mulai mengirim para
ilmuwan dan teknisi ke Uni Soviet untuk mendapatkan pelatihan dalam program Moskow
19

Syahrul
yang bertujuan untuk melatih para ilmuwan dari negara komunis lain. Sebagian besar
generasi pertama ilmuwan nuklir Korea Utara dilatih dalam program ini. Namun teknologi
yang dimiliki mereka tidak cukup maju untuk memproduksi senjata nuklir tanpa bantuan dari
negara negara lain. (William J. Perry. 2006. Vol 107. Hlm 80). Kemudian Pada tahun 1964, Cina
dengan sukses menguji bom nuklir pertamanya.

Korea Utara mendekati Cina untuk

mempelajari teknologi senjata nuklir. Namun Korea Utara ditanggapi dengan dingin oleh
Cina sehingga Korea Utara makin mempererat kerjasamanya dengan Moskow dan Kim Il
Sung mulai berpikir untuk mengembangkan kapabilitas rudal balistik sendiri.( William J.
Perry, Op,,Cit,, hlm. 490 ).

Tahun 1965 ditandai dengan pendirian Akademi Militer Hamhung, dimana para
tentara Korea Utara menerima pelatihan pengembangan rudal. Uni Soviet pada tahun ini juga
mulai menyediakan bantuan secara meluas kepada Korea Utara dalam membangun pusat
penelitian di Yongbyon. Fasilitas nuklir yang dikembangkan pertama kali oleh Korea Utara
ini adalah reaktor nuklir model Uni Soviet yang dioperasikan untuk tujuan penelitian di
Yongbyon, Korea Utara. Di tempat ini Uni Soviet membantu Korea Utara untuk menjalankan
reaktor nuklir berdaya 5MW. (Joseph S. Bermudez, Jr :1999. Hlm.2.) Reaktor ini sangat kecil
sehingga tidak menjadi perhatian negara-negara sekitar karena membutuhkan waktu
bertahun-tahun bagi reaktor tersebut untuk memproduksi Plutonium yang cukup dan menjadi
sebuah bom nuklir. Fasilitas nuklir ini juga dilaksanakan secara independen dan terfokus pada
lingkaran bahan bakar nuklir (penyulingan bahan bakar nuklir dan perubahan). Pada tanggal
29 Januari 2002 Presiden George W. Bush menyatakan dalam pidatonya bahwa Korea Utara
merupakan “an axis of evil” yang bermakna bahwa AS tidak menginginkan adanya ikatan
diplomatik dengan Korea Utara. Hal ini disebabkan pada saat Korea Utara ketahuan
mengembangkan program nuklir yang lain. Program yang dilakukan di daerah yang terpisah
dengan Yongbyon yang merupakan pengayaan uranium. (William J. Perry, Op,,Cit,,hlm. 83-84)
Hal tersebut menjadi contoh kecil pengembangan nuklir yang dilakukan oleh negara nonNWS sehingga memungkinkan terjadi sengketa antaranegara. Kemudian keberadaan nuklir
Korea Utara bukan hanya menggangu Korea Selatan tapi juga negara negara yang
bersebrangan dengannya seperti AS dan sekutuhnya.
Hadirnya nagara non NWS dalam mengembangkan nuklir, telah membuat dunia
semakin terkotakkan dan menegangkan. Posisi AS dan Rusia sebagai negara pemengang
nuklir terbesar telah mampu menarik simpati dari negara berkembang untuk ikut campur
dalam pengembangan nuklir. Dari kedua negara ini, masing masing memiliki pengingut
dalam mengembangkan nuklir, seperti halnya Rusia memberikan bantuan kepada, Iran dan
20

Syahrul
Korea Utara dan begitupun dengan AS memiliki pengikut seperti, Pakistan, Israel dan negara
negara sekutu lainya. Fenomena ini menunjukan bahwa kedua negara tersebut mampu
membangi kekuatan ke dalam dua kubu sehingga kekuatan yang muncul tentunya sangat
mengancam keamanan internasional. Kemudian tahun lalu tepatnya pada tahun 2014 dunia
kembali dihadapkan oleh sejumlah persoalan di Eropa Timur atas keinginan Ukraina
bergabung dengan Barat sehingga membuat Rusia menyerang Krimea dengan alasan untuk
melindungi masyarakat yang beretnis Rusia. keterlibatan Rusia dalam konflik Krimea
menimbulkan ketegangan di dunia, dimana Putin telah mengungkapkan bahwa “Rusia siap
perang nuklir demi menjaga keamanan Krimea”. Pidato Putin telah diimplementasikan oleh
Rusia dengan menyiagakan 1.642 rudal nuklir yang siap diluncurkan. (Http://Www.Bbc.Com
). Gertakan tersebut ditujukan kepada semua negara yang berkeinginan membantu Ukraina
dalam sengketa Krimea sehingga secara tidak langsung membawa dunia ke dalam
ketegangan. Dengan melihat data dan prilaku negara pemegang nuklir maka bisa dikatakan
bahwa keberadaan senjata nuklir sangat mengancam keamanan internasional baik di negara
pemengang nuklir maupun di negara non nuklir.
B. Pengembangan Nuklir Sebagai Asupan Energi
Keberadaan nuklir sebenarnya banyak mendongkrak perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya di bidang teknologi yang mampu diaplikasikan dalam berbagai hal. Fungsi nuklir
dalam kemajuan teknologi digunakan sebagai alat pendeteksi asap, kemudian diaplikasikan
dalam bidang medis terutama pada diagnosa dan terapi radiasi. Maksudnya bahwa nuklir
biasa digunakan untuk perawatan penderita kanker serta pencitraan dari sinar X dalam dunia
kedokteran. Kemudian dalam bidang industri, nuklir biasanya digunakan dalam explorasi gas
dan minyak serta teknologi nuklir sangat dibutuhkan untuk menentukan sifat dari bebatuan
yang ada di sekitar seperti porositas maupun litografi. Selain untuk eksplorasi gas dan
minyak, Nuklir bisa juga dimanfaatkan untuk membantu perancangan konstruksi jalan,
pengukur kelembaban serta kepadatan. Penggunaannya adalah dengan mengukur kepadatan
tanah, aspal, maupun beton menggunakan cesium-137 sebagai sumber energi nuklirnya. Dan
bahkan nuklir difungsikan sebagai pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) merupakan
pembangkit listrik thermal dengan panas diperoleh dari satu atau lebih dari satu reaktor nuklir
pembangkit listrik, kemudian keuntungan dari PLTN yaitu tidak akan menghasilkan emisi gas
rumah kaca pada operasi normal. (Http://Www.Plimbi.Com ). Namun dibalik semua itu
terdapat sebuah ancaman yang justru lebih berbahaya dari pada dalam proses
pemanfaatannya seperti kebocoran teknologi nuklir yang mampu menimbulkan efek negatif
yang lebih besar.
21

Syahrul
Sejarah mencatat bahwa keberhasilan manusia mengembangkan teknologi khususnya
pada nuklir membuat dunia semakin modern dan sempit. Mudahnya manusia melakukan
aktifitas dan kebebasan dalam mengembangkan pengetahuan membuat manusia mampu
menjelaskan dunia ini melalui teknologi seperti halnya manusia mampu berada dalam
beberapa regional dalam waktu yang sama dengan menggunakan internet dan bahkan dengan
mudahnya mengobati orang sakit. Hal tersebut menunjukan kemajuan teknologi yang begitu
pesat, namun kita jarang berfikir bahwa kemajuan teknologi justu berpotensi untuk
menghacurkan perad