Studi Tentang Radio Frequency Phase Shifter Pada Smart Antenna

  BAB II DASAR TEORI

  2.1 Pengerian Smart Antenna Istilah smart antenna umumnya mengacu kepada antena array yang dikombinasikan dengan pengolahan sinyal yang canggih, yang mana desain fisiknya dapat dimodifikasi dengan menambahkan beberapa elemen. Ide utama dari pengembangan smart antenna adalah memaksimumkan gain antena ke arah yang diinginkan dan pada saat yang sama membuat pola radiasi minimum ke arah sinyal yang mengganggu [1].

  Pemikiran dasar suatu smart antenna adalah bagaimana membuat pola radiasi antena tidak tetap, tetapi terarah dan mengikuti posisi pemakai (adaptive).

  Dengan smart antenna maka pemakaian daya dan spektrum akan semakin hemat dan terhindar dari gangguan sinyal-sinyal yang lain [2].

  Antena array dirancang sedemikian rupa menjadi suatu sistem antena yang dapat menggeser sinyal sebelum ditransmisikan atau sesudah diterima pada masing-masing elemen sehingga antena mempunyai suatu pengaruh kombinasi. Konsep tersebut dikenal sebagai antena phased array.

  Antena phased array digunakan dalam berbagai aplikasi seperti radar dan sistem komunikasi nirkabel. Pada antena ini, berbagai elemen antena ditempatkan secara terpisah dalam satu, dua atau tiga dimensi untuk membentuk suatu pola sorotan antena sehingga kekuatan sinyal ke / dari arah yang dimaksud meningkat dan pancaran ke / dari penerima / sumber yang tidak diinginkan dihilangkan [3]. Tidak seperti antena konvensional yang diputar secara mekanik, arah dan bentuk pola radiasi dari antena dapat dikendalikan secara elektronik dengan menggunakan phase shifter.

Gambar 2.1 menampilkan arsitektur umum smart antenna dengan metode phased array menggunakan pergeseran fasa RF [4]. Pada arsitektur ini, sinyal

  pada masing-masing elemen antena mengalami pergeseran fasa oleh phase shifter dan kemudian sinyal tersebut dikombinasikan dalam wilayah RF.

Gambar 2.1 Diagram Pergeseran Fasa pada Phased Array Antenna

  2.2 Tipe Smart Antenna Secara umum, sistem smart antenna terbagi menjadi dua jenis yaitu switched beam antenna dan adaptive array antenna. Pada dasarnya, kedua jenis smart antenna ini menggunakan prinsip yang sama dalam meningkatkan kualitas dan kinerja dari sistem yaitu dengan meningkatkan gain sampai level masksium ke arah dimana posisi pengguna berbeda. Perbedaan dari kedua sistem ini terletak pada teknik yang digunakan untuk menempatkan main lobe pada arah yang diinginkan. Switched beam antenna menyeleksi pancaran mana yang memberikan kualitas sinyal terbaik berdasarkan sejumlah pola pancaran tetap yang dihasilkannya. Sedangkan adaptive array antenna atau antena susun adaptif akan mengarahkan main lobe ke arah pengguna dan secara bersamaan menempatkan null ke arah sumber interferensi setelah terlebih dahulu mendeteksi posisi pengguna dan sumber interferensi [5].

  2.2.1 Switched Beam Antenna Sistem switched beam antenna merupakan sistem yang menggunakan teknik yang paling sederhana dimana sistem ini hanya menggunakan fungsi dasar penyambungan antara beberapa antena direksional atau beberapa pola pancaran yang dihasilkan antena susun. Sistem ini akan menyeleksi atau memilih salah satu beam atau pancaran mana yang memiliki daya keluaran yang paling besar [5].

  Sistem switched beam terdiri dari beberapa pancaran tetap dengan arah yang belum ditentukan, dimana pancaran yang akan dipilih adalah yang menerima sinyal dengan kualitas yang paling baik dari pengguna. Pancaran yang dihasilkan mempunyai lebar main lobe yang sempit dan side lobe-side lobe yang kecil sehingga sinyal yang datang dari arah selain dari arah yang diinginkan akan diredam. Penggunaan lebar main lobe yang sempit akan mereduksi jumlah sumber interferensi yang tertangkap oleh pola radiasi antena [5].

  Pola cakupan switched beam antenna diilustrasikan pada Gambar 2.2 [5]. Perangkat lunak atau perangkat keras yang menggunakan prinsip pengolahan sinyal digital dapat digunakan untuk memilih arah pancaran. Sistem akan secara terus-menerus memindai setiap beam dan kemudian memilih pancaran dalam arah yang berbeda-beda dengan mengubah perubahan fasa dari sinyal yang digunakan untuk mencatu elemen dari antena atau sinyal yang diterima oleh antena [6].

Gambar 2.2 Pola Cakupan Switched Beam Antenna

  2.2.2 Adaptive Array Antenna Teknologi adaptive array antenna menggunakan berbagai algoritma pengolahan sinyal untuk membedakan sinyal pengguna dengan sinyal interferensi berdasarkan arah kedatangan dari sinyal-sinyal tersebut. Sistem ini akan secara adaptif beradaptasi dengan lingkungan dimana sinyal berada. Berbeda dengan sistem switched beam antenna, sistem adaptive array antenna akan menghasilkan pola pancaran yang tidak tetap dimana pancaran yang dihasilkan dapat diarahkan sesuai dengan arah yang diinginkan [5].

  Sistem adaptive array antenna menggunakan algoritma pembentukan pancaran untuk mengarahkan main lobe ke arah pengguna dan secara simultan menempatkan null pada arah sinyal interferensi seperti yang terlihat pada Gambar 2.3 [5]. Dengan demikian, sistem akan dapat membedakan sinyal pengguna dengan sinyal interferensi berdasarkan arahnya.

Gambar 2.3 Pola Cakupan Adaptive Array Antenna

  Titik tengah main lobe dari pola pancaran pada arah tertentu dapat ditempatkan dengan menggunakan arah kedatangan sinyal pengguna yang sudah diketahui sehingga diperoleh gain maskimum. Arah kedatangan sinyal interferensi digunakan untuk menempatkan null pada arah interferensi.

  Sistem adaptive array antenna lebih rumit jika dibandingkan dengan switched beam antenna karena sistem ini menggunakan algoritma pengolahan sinyal yang lebih kompleks. Namun sistem ini dapat bereaksi terhadap pergerakan pengguna dan dapat membedakan sinyal pengguna dengan sinyal interferensi berdasarkan arah [6].

  2.3 Manfaat Teknologi Smart Antenna Teknologi smart antenna memiliki banyak manfaat, di antaranya [1] :

  1. Pengurangan interferensi co-channel Smart antenna memiliki kemampuan agar dapat fokus memancarkan energi dalam bentuk pola radiasi hanya ke arah yang diinginkan pengguna dan memiliki pola radiasi nulls ke arah yang tidak diinginkan. Oleh karena itu interferensi co-channel dapat diabaikan.

  2. Peningkatan jangkauan / cakupan Penggunaan antena array menimbulkan peningkatan rata-rata kekuatan sinyal pada penerima, hal ini disebabkan adanya kombinasi koheren dari sinyal yang diterima pada semua elemen antena. Peningkatan kekuatan sinyal tersebut menyebabkan peningkatan jangkauan dan cakupan dari sistem.

  3. Peningkatan kapasitas Smart antenna memungkinkan pengurangan interferensi co- channel, yang menyebabkan peningkatan faktor frekuensi reuse. Hal ini berarti bahwa smart antenna memungkinkan pengguna yang lebih banyak untuk menggunakan spektrum frekuensi yang sama pada saat yang sama dan mengakibatkan peningkatan yang sangat besar dalam kapasitas.

  4. Pengurangan daya yang ditransmisikan Antena konvensional memancarkan energi ke segala arah yang mengakibatkan pemborosan listrik, sementara smart antenna memancarkan energi hanya ke arah yang diinginkan. Oleh karena itu, daya yang diperlukan untuk memancarkan energi berkurang. Pengurangan daya yang ditransmisikan juga menyiratkan pengurangan gangguan terhadap pengguna lain.

  5. Kompatibilitas Teknologi smart antenna dapat diterapkan pada berbagai teknik multiple access seperti TDMA, FDMA, dan CDMA. Hal ini sesuai dengan hampir semua metode modulasi dan bandwidth atau pita frekuensi.

  2.4 Pengertian RF Phase Shifter Phase shifter merupakan suatu perangkat yang sangat penting pada sistem smart antenna, yang digunakan untuk menggeser atau menambah fasa dari sinyal yang ditransmisikan pada sistem. Jika diaplikasikan ke dalam antena, phase shifter digunakan untuk menggeser atau menambah fasa dari sinyal yang diumpankan ke antena [7].

  Phase shifter dapat dikatakan bekerja dengan baik jika memenuhi persyaratan berikut ini [8] :

  1. Memiliki jangkauan phase-control yang luas, yaitu hingga 360°.

  2. Memiliki ukuran langkah pergeseran fasa yang kecil, misalnya 22,5°.

  3. Insertion loss rendah.

  4. Setiap state phase shifter memiliki rugi-rugi variasi yang rendah.

  5. Daya yang digunakan rendah.

  6. Mudah dikendalikan.

  2.5 Parameter – Parameter Phase Shifter Parameter – parameter phase shifter digunakan untuk menggambarkan kinerja dari phase shifter yang akan digunakan. Berikut penjelasan beberapa parameter yang sering digunakan yaitu bandwidth, phase error, return loss dan insertion loss.

  2.5.1 Bandwidth Bandwidth operasi dari phase shifter merupakan bagian yang sangat penting terutama setelah perkembangan aplikasi broadband yang semakin pesat.

  Bandwidth suatu phase shifter dapat disefinisikan sebagai rentang frekuensi di mana kinerja dari phase shifter yang berhubungan dengan beberapa karakteristik (seperti impedansi masukan, pola, beamwidth, polarisasi, gain, VSWR, return loss) memenuhi spesifikasi standar [3].

  2.5.2 Phase Error Salah satu ciri dari phase shifter yang ideal adalah memiliki nilai pergeseran fasa yang konstan selama bandwidth operasi. Phase error dapat diartikan sebagai selisih dari nilai pergeseran fasa yang dihasilkan oleh suatu sistem dengan nilai pergeseran fasa yang diinginkan. Nilai phase error digunakan untuk mengetahui seberapa besar kesalahan nilai pergeseran fasa yang dihasilkan oleh suatu sistem.

  2.5.3 Return Loss Koefisien refleksi yang biasa disimbolkan dengan Γ, merupakan perbandingan amplitudo tegangan gelombang ternormalisasi yang dipantulkan terhadap amplitudo tegangan gelombang datang yang dirumuskan oleh Persamaan (2.1) [9].

  (2.1)

  = = =

  Dimana = gelombang yang direfleksikan = gelombang yang dikirim

  = impedansi karakteristik = impedansi beban Gelombang pantul yang terjadi pada suatu rangkaian dapat mengakibatkan timbulnya koefisien refleksi. Gelombang pantul merupakan konsekuensi logis dari kondisi-kondisi batas untuk tegangan dan arus di daerah ujung saluran transmisi, atau pada lokasi-lokasi di mana terdapat titik sambungan antara dua saluran yang berbeda, yang disebut dengan titik-titik diskontinuitas [10].

  Ketika Γ = 0, maka tidak ada gelombang yang dipantulkan. Hal ini hanya bisa dicapai jika impedansi beban mempunyai nilai yang sama dengan impedansi karakteristik saluran transmisi. Pada kondisi tersebut, beban dikatakan match dengan saluran transmisi karena tidak ada pemantulan dari gelombang datang. Ketika beban tidak match (missmatch), maka ini berarti bahwa tidak semua daya yang tersedia dari generator dihantarkan ke beban. Hal ini akan menimbulkan loss yang disebut dengan return loss (RL) yang dinyatakan dalam decibel (dB), dapat dirumuskan seperti Persamaan (2.2) [9].

  = −20 log| | (2.2) Jika Γ = 0 atau kondisi beban dalam keadaan match, maka return loss bernilai ∞ dB, hal ini berarti bahwa tidak ada daya yang dipantulkan. Jika Γ = 1, maka return loss bernilai 0 dB, hal ini berarti bahwa semua daya yang dikirimkan dipantulkan dan terjadi pemantulan total [9]. Umumnya, phase shifter digunakan dengan komponen lain yang membentuk suatu sistem yang lebih rumit. Nilai return loss pada phase shifter harus dijaga serendah mungkin agar tidak menimbulkan berbagai gangguan terhadap fungsi komponen lain yang dapat berakibat ke seluruh sistem [11].

  2.5.4 Insertion Loss Tidak semua gelombang dapat dipantulkan, sebagian diantaranya ditransmisikan ke saluran kedua dengan amplitudo tegangan yang diberikan oleh koefisien transmisi yang biasa disimbolkan dengan T, yang dapat dirumuskan oleh Persamaan (2.3) [9]: (2.3)

  = 1 + = 1 + =

  Insertion loss (IL) merupakan koefisien transmisi di antara dua titik pada sebuah rangkaian listrik yang biasa dinyatakan dalam dB. Insertion loss dapat juga didefinisikan sebagai loss yang terjadi karena penyisipan komponen pada saluran transmisi, yang dapat dinyatakan dalam Persamaan (2.4) [9]. Dalam keadaan ideal, insertion loss bukan merupakan bagian yang diinginkan tetapi dalam prakteknya tidak mungkin mendapatkan insertion loss bernilai 0 [11].

  (2.4) = −20 log| |

  2.6 Metode Perancangan RF Phase Shifter Ada beberapa metode perancangan RF phase shifter yang biasa digunakan, diantaranya adalah :

  2.6.1 Switched-Line Phase Shifter Switched-line phase shifter merupakan phase shifter yang memiliki konfigurasi paling sederhana. Sinyal yang melewati saluran transmisi dengan panjang tertentu akan mengalami penundaan waktu yang setara dengan pergeseran fasa sinyal tersebut. Saluran transmisi yang digunakan pada switched-line phase shifter terdiri dari saluran referensi dan saluran delay. Pergeseran fasa terjadi dengan men-switch sinyal di antara saluran referensi dan saluran delay yang telah ditentukan pada frekuensi tertentu seperti pada Gambar 2.4 [12].

Gambar 2.4 Switched-Line Phase Shifter

  Nilai pergeseran fasa yang diinginkan dapat dinyatakan dengan Persamaan (2.5) [13] :

  (2.5) ∆ = ( − )

  Dengan : Δφ = Pergeseran fasa (°) β = Konstanta propagasi (rad/m) l

  1 = Saluran delay

  l = Saluran referensi

  saluran transmisi, frekuensi sinyal, dan kecepatan fasa dari sinyal yang merambat dalam media saluran transmisi [12]. Phase shifter ini biasanya digunakan untuk pergeseran fasa sebesar 90° dan 180°. Keuntungan penting dari rangkaian ini adalah pergeseran fasa yang dihasilkan merupakan fungsi linier dari frekuensi dan sangat stabil terhadap waktu dan temperatur [14]. Sementara itu, kekurangan dari phase shifter ini adalah dibutuhkan saluran transmisi yang semakin panjang untuk menghasilkan waktu tunda yang semakin besar, hal ini dapat mengakibatkan ukuran yang tidak praktis dan meningkatkan rugi-rugi. Penggunaan dua state waktu tunda akan mempunyai atenuasi yang berbeda, hal ini mengakibatkan ketidakseimbangan amplitudo di antara kedua state tersebut [15].

  Pada frekuensi rendah, bagian ¼ panjang gelombang dari saluran delay phase shifter dapat diganti dengan rangkaian lumped-element untuk meminimalkan dimensi rangkaian [14]. Konfigurasi phase shifter dengan komponen lumped-element dapat direkomendasikan untuk aplikasi dengan rentang HF (High Frequency) hingga UHF (Ultra High Frequency) seperti pada Gambar 2.5 [16].

Gambar 2.5 Phase Shifter dengan Rangkaian Lumped Element yang Setara dengan Saluran Transmisi

  2.6.2 Loaded-Line Phase Shifter Loaded-line phase shifter merupakan jenis phase shifter yang biasa digunakan untuk menghasilkan pergeseran fasa 22,5° hingga 45°. Setiap bagian dari loaded-line phase shifter terdiri dari saluran transmisi yang pada kedua ujungnya dipasang beban reaktif secara shunt. Dengan mengatur jarak beban reaktif terpisah sekitar ¼ λ, maka refleksi yang dihasilkan oleh beban reaktif tersebut dapat diminimalkan [17]. Rangkaian loaded-line phase shifter diperlihatkan pada Gambar 2.6 [15].

Gambar 2.6 Loaded-Line Phase Shifter

  Nilai pergeseran fasa yang dihasilkan bergantung pada nilai suseptansi yang dipasang di ujung saluran transmisi, jika suseptansi adalah kapasitif maka kecepatan fasa berkurang dan jika suseptansi adalah induktif maka kecepatan fasa bertambah. Phase shifter ini biasa digunakan untuk pita sempit dan bisa menghasilkan fasa yang konstan terhadap frekuensi [7]. Jaringan yang dihasilkan dapat dianalisis dengan mudah menggunakan matriks transmisi ABCD sebagaimana yang ditunjukkan pada Persamaan (2.6) [15]:

  − 1 0

  ( ) (2.6)

  = 1 01 ∙ 0 ∙ 1 = −

  Pergeseran fasa antara dua state dapat dihitung menggunakan Persamaan (2.7) [15]:

  (2.7)

  ∆ = 2 − Adapun kelebihan dari loaded-line phase shifter adalah phase shifter ini dapat menghasilkan fasa yang konstan terhadap frekuensi pada pita sempit, mempunyai rangkaian yang cukup sederhana, dan insertion loss rendah. Kekurangan dari phase shifter ini terletak pada keterbatasan pergeseran fasa, yaitu maksimal hanya sekitar 45°. Jika nilai pergeseran fasa semakin besar, maka nilai insertion loss akan semakin meningkat [17].

  2.6.3 Reflection Phase Shifter Rangkaian reflection phase shifter terdiri dari sebuah quadrature coupler dan sepasang beban reflektif sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 2.7 [8].

  Sinyal input yang melalui quadrature coupler dibagi menjadi dua buah sinyal output dengan perbedaan fasa sebesar 90°, kemudian sinyal tersebut dipantulkan oleh sepasang beban reflektif dan bergabung dalam fasa pada keluaran phase shifter. Pergeseran fasa bergantung pada variasi nilai impedansi beban reflektif [8].

Gambar 2.7 Reflection Phase Shifter

  Koefisien pantul dapat dinyatakan dengan Persamaan (2.8) [8]:

  (2.8) =

  Jika bervariasi dari hingga , maka pergeseran fasa dicapai dengan Persamaan (2.9) [8]:

  (2.9)

  ∆ = 2 − Kelebihan dari reflection phase shifter adalah rangkaian ini dapat digunakan untuk menghasilkasn pergeseran sesuai dengan yang diinginkan, baik besar maupun kecil. Sedangkan kekurangan dari phase shifter ini adalah pemrograman koefisian refleksi membawa variasi fasa dan amplitudo dari sinyal yang dipantulkan, hal ini mengakibatkan rugi-rugi dalam variasi yang besar terhadap pengaturan fasa yang berbeda. Quadrature coupler berbasis silikon on- chip dapat menghasilkan insertion loss yang tinggi pada gelombang mikro [8].

  2.6.4 High Pass-Low Pass Phase Shifter Sesuai dengan namanya, phase shifter ini terdiri dari dua buah filter, yaitu high pass filter dan low pass filter. Induktor yang dipasang shunt dan kapasitor yang dipasang seri membentuk high pass filter sementara low pass filter dibentuk oleh induktor yang dipasang seri dan kapasitor yang dipasang shunt yang memberikan fasa delay [11]. Gambar 2.8 mengilustrasikan rangkaian high pass- low pass phase shifter [12].

Gambar 2.8 High Pass-Low Pass Phase Shifter

  Pergeseran fasa disebabkan oleh perbedaan respon fasa yang terjadi pada high pass filter dan low pass filter, yang dapat diperoleh dengan men-switch antara dua rangkaian filter tersebut seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.8. Nilai pergeseran fasa yang dihasilkan bergantung kepada nilai komponen L dan C yang terdapat pada kedua rangkaian filter tersebut. Kedua filter tersebut dapat dirancang dengan menggunakan model T atau Π seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.9 [15].

Gambar 2.9 Model Π dan T

  Nilai setiap komponen yang terdapat pada Gambar 2.7 dapat dihitung sebagai berikut [15]:

  1. Low-pass dengan model Π (Gambar 2.7a) dengan pergeseran fasa -90° < φ < 0° :

  = | |

  (2.10)

  = | / |

  (2.11)

  2. High-pass dengan model Π (Gambar 2.7a) dengan pergeseran fasa 0° < φ < 90° :

  =

| / |

  (2.12)

  = | |

  (2.13)

  3. Low-pass dengan model T (Gambar 2.7a) dengan pergeseran fasa -90° < φ < 0° :

  

| / |

  (2.14)

  = | |

  (2.15)

  =

  4. High-pass dengan model T (Gambar 2.7a) dengan pergeseran fasa 0° < φ < 90° :

  (2.16)

  = | |

  (2.17)

  =

| / |

  Phase shifter ini dapat menghasilkan pergeseran fasa hingga 180° dan mampu menyediakan pergeseran fasa mendekati konstan dalam rentang frekuensi yang lebar. Keuntungan lain dari rangkaian ini adalah memiliki tata letak yang compact karena lumped-element biasanya digunakan sebagai saluran delay. Hal ini merupakan pertimbangan yang cukup penting bagi frekuensi rendah mengingat saluran transmisi delay bisa menjadi sangat besar [17].

  2.7 Analisis Phase Shifter dengan Parameter S Analisis kinerja dari rangkaian phase shifter yang dibahas pada Tugas

  Akhir ini dilakukan dengan menggunakan parameter S. Penjelasan mengenai parameter S akan diuraikan sebagai berikut.

  2.7.1 Bentuk Umum Parameter S Parameter S merupakan metode yang berguna untuk merepresentasikan sebuah rangkaian sebagai diagram blok. Karakteristik eksternal dari diagram blok ini dapat diprediksi tanpa perlu mengetahui isi dari diagram blok tersebut, yang bisa saja berupa resistor, saluran transmisi, atau rangkaian terintegrasi. Jaringan diagram blok mempunyai sejumlah port (terminal sepasang saluran) [10]. Umumnya, parameter S diterapkan pada frekuensi RF dan gelombang mikro dan dapat digunakan untuk menyatakan VSWR, gain, return loss, koefisien transmisi dan koefisien pantul. Parameter S dapat dihitung dengan mudah menggunakan perangkat lunak Agilent ADS [17]. Gambar 2.10 merupakan jaringan sederhana dengan dua port [10].

Gambar 2.10 Diagram Blok Dengan Dua Port

  Parameter S diukur dengan mengirimkan sebuah sinyal dengan satu frekuensi ke dalam jaringan atau diagram blok dan mendeteksi gelombang yang keluar dari setiap port seperti yang terlihat pada Gambar 2.10. Daya, tegangan dan arus dapat dianggap berupa gelombang berjalan pada dua buah arah [10].

  Port 1 Port 2 Black box Gelombang datang

Gambar 2.11 Gelombang Masuk ke Diagram Blok

  Untuk gelombang datang pada port 1, sebagian dari sinyal ini memantul kembali keluar dari port tersebut dan sebagian lagi keluar dari port lainnya seperti yang terlihat pada Gambar 2.12 [10].

Gambar 2.12 Gelombang yang Dipantulkan dan Ditransmisikan S

  11 menunjukkan sinyal yang dipantulkan pada port 1 untuk sinyal yang

  datang dari port 1. S merupakan perbandingan antara dua buah gelombang b /a

  11

  1

  1 seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.13 [10].

Gambar 2.13 S

  11 S 21 menunjukkan sinyal yang keluar pada port 2 untuk sinyal yang datang

  dari port 1. S merupakan perbandingan antara dua gelombang b /a seperti yang

  21

  2

  1 diperlihatkan pada Gambar 2.14 [10].

Gambar 2.14 S

  21 S menunjukkan sinyal yang keluar pada port 2 untuk sinyal yang datang

  22

  dari port 2. Dari gambar 2.15 dapat dilihat bahwa S

  22 merupakan perbandingan

  antara dua gelombang b /a . S menunjukkan sinyal yang keluar pada port 1

  2

  2

  12

  untuk sinyal yang datang dari port 2. Dari gambar 2.15, S

  12 merupakan perbandingan antara dua gelombang b /a [10].

  1

  2 Gambar 2.15 S 22 dan S

  12 Gelombang yang ditransmisikan dan dipantulkan akan berubah amplitudo dan fasanya dibandingkan dengan gelombang datang. Umumnya gelombang yang ditransmisikan dan dipantulkan akan mempunyai frekuensi yang sama dengan gelombang datang. Parameter S merupakan bilangan kompleks (mempunyai besar dan sudut), karena besar dan fasa dari sinyal masukan akan diubah oleh jaringan [10].

  Parameter S bergantung kepada jaringan dan impedansi karakteristik dari sumber dan beban yang digunakan untuk mengukurnya, serta pada frekuensi pengukurannya. Parameter S akan berubah jika jaringan, frekuensi, impedansi beban dan impedansi sumber diubah. Gambar 2.16 memperlihatkan representasi matematis dari parameter S dua port [10].

  Port Port

  2

  • 2
    • V

  V

  1

[S]

Z L

  • + -

  V

  2 Vs

Z Z

Gambar 2.16 Parameter S Dua Port

  • = (2.18)

  (2.19)

  • = = (2.20)

  [ ] = [ ][ ] (2.21) = | = 0 (2.22) = | = 0 (2.23)

  = | = 0 (2.24) = | = 0 (2.25)

  2.7.2 Parameter S Untuk Rangkaian Π Pada frekuensi rendah, rangkaian Π dapat digunakan untuk menggantikan saluran transmisi untuk meminimalkan dimensi. Dengan mengatur nilai setiap komponen dengan benar, maka akan diperoleh nilai pergeseran fasa yang diinginkan. Gambar 2.17 memperlihatkan rangkaian Π yang direkomendasikan menggantikan saluran transmisi untuk aplikasi dengan rentang HF (High Frequency) hingga UHF (Ultra High Frequency) [18].

Gambar 2.17 Rangkaian Π yang Setara dengan Saluran Transmisi

  Persamaan (2.26) merupakan persamaan untuk parameter ABCD dari lumped element yang setara dengan parameter saluran transmisi [18].

  1 0

  1

  1 (2.26)

  / 1 0 1 1 = Persamaan (2.26) dapat disederhanakan menjadi Persamaan (2.27) [18].

  1 + = (2.27)

  (2 + ) 1 + / Dengan pertimbangan bahwa induktor adalah elemen seri dan kapasitor adalah elemen paralel, maka diperoleh Persamaan (2.28). Jaringan Π diperlihatkan pada

Gambar 2.18 yang disintesis reverse untuk dapat menghitung parameter S [18].

  1 + (2.28)

  = /

  (2 + ) 1 + Dimana

  = panjang saluran transmisi dalam radian = impedansi karakteristik

  Y = admitansi Z = impedansi dari rangkaian Π

Gambar 2.18 Jaringan Π Dari Gambar 2.18, diperoleh Persamaan (2.29) [18].

  = ( + ) − = − + ( + )

  ( + ) − (2.29)

  = −

  ( + ) Dengan pertimbangan bahwa dan sebagai kapasitor paralel dan sebagai induktor seri, maka diperoleh Persamaan (2.30) dan (2.31) [18]:

  (2.30) = = /

  Dan, (2.31)

  = 1⁄ Sehingga, elemen matriks dari admitansi dari parameter jaringan lumped dapat dituliskan dalam Persamaan (2.32) [18]:

  1 − = =

  1 = =

  (2.32) =

  Parameter S untuk rangkaian Π juga dapat diperoleh langsung dari parameter Y sebagaimana yang ditunjukkan pada Persamaan (2.33) dan (2.34) [18].

  ( )( )

  = (2.33)

  ∆ ( )

  (2.34) =

  ∆ Setelah disederhanakan, maka diperoleh dan dalam bentuk L dan C sebagaimana yang ditunjukkan pada Persamaan (2.35) dan (2.36) [18]. 1− 2 1 (2.35)

  = 1− 2 1 (2.36)

  =

  ( ) ( )

  2.7.3 Parameter S Untuk Rangkaian Τ Perancangan phase shifter telah dikembangkan secara matematis dan

  Persamaan (2.37) merupakan persamaan untuk parameter ABCD dari Gambar 2.5 [16].

  1 1 0

  1 (2.37)

  / 0 1 1 0 1 =

  Dengan pertimbangan bahwa induktor adalah elemen seri dan kapasitor adalah elemen paralel, maka diperoleh Persamaan (2.38). Jaringan Τ diperlihatkan pada

Gambar 2.19 yang disintesis reverse untuk dapat menghitung parameter S [16].

  1 + (2 + ) (2.38)

  = / 1 +

Gambar 2.19 Jaringan Τ

  Parameter Z dari Gambar 2.19 dapat dihitung dengan mudah menggunakan Persamaan (2.39) [16].

  ( + ) (2.39)

  [ ] = = ( + )

  Dengan pertimbangan bahwa dan sebagai kapasitor paralel dan sebagai induktor seri, maka diperoleh Persamaan (2.40) [16].

  ( − ) ( − ) =

  − ( − ) (2.40) Parameter S untuk rangkaian Τ juga dapat diperoleh secara langsung dari parameter Z sebagaimana yang ditunjukkan pada Persamaan (2.41) dan (2.43) [16].

  

( )( )

  (2.41) =

  ∆ ( )

  = (2.43)

  ∆

  Setelah disederhanakan, maka diperoleh dan dalam bentuk L dan C sebagaimana yang ditunjukkan pada Persamaan (2.44) dan (2.45) [16].

  [

( )]

  = (2.44)

  [ ( ) ]

  (2.45) =

  [ ( ) ]

  2.8 Aplikasi Phase Shifter Phase shifter merupakan salah satu bagian terpenting pada aplikasi radar array. Phase shifter digunakan untuk membentuk main beam phased array antenna yang dipindai secara elektronik dan menghasilkan nilai-nilai fasa yang sesuai untuk perancangan setiap elemen antena. Phase shifter juga dapat digunakan baik pada bagian antena pemancar maupun antena penerima [11].

  Phased array antenna terdiri dari beberapa fix beam yang memiliki arah tertentu dan bagian mana saja yang akan diaktifkan dapat dipilih. Teknik phase array merupakan sebuah metode yang mampu merubah fasa dari sinyal yang berakibat pada perubahan pola radiasi antena. Dengan kata lain, pemutaran pola radiasi ini menggunakan manipulasi secara elektrik, sehingga akan lebih efisien dan lebih sederhana dibandingkan dengan pemutaran secara mekanik [18].

  Inggris, Amerika dan Jerman merupakan negara yang telah mengoperasikan phased array antenna pada Perang Dunia II [19]. Kinerja yang baik dan phase shifter dengan biaya yang murah secara signifikan akan memperbaiki kinerja dan mengurangi biaya dari pembuatan phased array antenna, yang seharusnya dapat membantu mengubah teknologi ini dari aplikasi yang didominasi oleh keperluan militer menjadi aplikasi komersial [11].

  Phase shifter juga digunakan pada berbagai peralatan seperti pembeda fasa, beam forming network, pembagi tegangan dan untuk mengendalikan fasa linier dari sebuah amplifier yang mana disediakan pada pemancar/penerima sistem komunikasi bergerak, menyesuaikan pemindaian sudut berkas sorotan dari antena base station, atau mengontrol fasa sinyal keluaran dari band pass filter untuk memproses sinyal RF [11].

Dokumen yang terkait

Studi Tentang Radio Frequency Phase Shifter Pada Smart Antenna

1 18 93

Rancang Bangun Siste, Presensi Berbasis Radio Frequency Identification (RFID) Di Program Studi Teknik Elektro UNIKOM

1 23 118

Rancang Bangun Siste, Presensi Berbasis Radio Frequency Identification (RFID) Di Program Studi Teknik Elektro UNIKOM

0 12 118

Estimasi Doppler Spread pada Sistem Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) dengan Metode Phase Difference

0 0 6

Koordinasi Kontroler PID dan Thyristor Controlled Phase Shifter (TCPS) pada Load Frequency Control (LFC) Menggunakan Differential Evolution (DE)

0 0 6

Survey Layanan Publik Pemantauan Frekuensi Radio untuk Radio Amatir Dan Radio Antar Penduduk Indonesia Public Service Survey on Radio Frequency Monitoring for Amateur Radio and Indonesian Inter Population Radio

0 0 20

Analisis Kendala Perizinan Spektrum Frekuensi Radio untuk Radio Komunitas Constraints Analysis of the Radio Frequency Spectrum Licensing for Community Radio

0 0 10

Studi Kebijakan Pemanfaatan Frekuensi dalam Keterbatasan Alokasi Frekuensi Radio Komunitas Study of Frequency Utilization Policy in the Limitedness of Frequency Allocation for Community Radio

0 0 14

Studi Efektivitas Penanganan Gangguan Frekuensi Radio di Balai Monitor Spektrum Frekuensi Radio The Study of Handling Effectiveness on Radio Frequency Interference at the Radio Frequency Spectrum Monitoring Center

0 0 16

Dual Frequency Microstrip Antenna Fed by Electromagnetic Coupling For Satellite Application

0 0 7