MANA JEMEN KEUANGAN INTERNASIONAL MAKALAH

MANAJEMEN KEUANGAN
INTERNASIONAL
MAKALAH

PENGAMPUNAN PAJAK (TAX AMNESTY)

Oleh
GUSSTIAWAN RAIMANU
C20215014

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS TADULAKO

2016

KATA PENGANTAR

Syukur bagi Allah atas berkat dan penyertaan-Nya, sehingga berbagai
aktivitas dapat terlaksana khususnya dalam penyusunan makalah ini. Sebagaimana
yang telah diamanatkan dalam tugas perkuliahan, makalah ini merupakan tugas

kelompok untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Keuangan Internasional.
Pada makalah ini akan dibahas tentang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty).
Pembahasan tujuan penulisan dilakukan melalui studi literatur berupa hasil
penelitian maupun dokumen akademik kajian penerapan Pengampunan Pajak,
dalam rangka memberikan pemahaman yang komprehensif mengenai kebijakan ini
dalam kaitannya dengan Manajemen Keuangan Internasional.
Dalam proses penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bimbingan dosen
serta pihak-pihak yang karyanya dijadikan sebagai referensi. Oleh karena itu, kami
mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. H. Djayani Nurdin, S.E., M.Si. selaku
dosen pengasuh mata kuliah Manajemen Keuangan Internasional pada Program
Studi Magister Manajemen Pascasarjana Universitas Tadulako. Tak lupa pula kami
sampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah kami pinjam
karyanya sebagai bahan dan rujukan dalam makalah ini.
Tak ada gading yang tak retak, penulis menyadari bahwa makalah ini masih
terdapat banyak kekurangan karena berbagai keterbatasan kami selaku penulis.
Maka, melalui kesempatan ini kami memohon maaf atas kekurangan yang terdapat
pada makalah ini. Semoga apa yang telah kami tuangkan di dalam makalah ini dapat
bermanfaat khusunya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca makalah ini.

Penulis


ii

DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan ...................................................................... 5
1.3 Manfaat Penulisan .................................................................... 5

BAB II

METODE PENULISAN
2.1 Jenis dan Sumber Data .............................................................. 6
2.2 Analisis Data ............................................................................. 6

BAB III


PEMBAHASAN
3.1 Konsep Lahirnya Amnesti Pajak ............................................... 7
3.2 Regulasi Tax Amnesty .............................................................. 11
3.3 Tujuan Tax Amnesty di Indonesia ............................................ 12
3.4 Manfaat Mengikuti Tax Amnesty ............................................. 15
3.5 Berita seputar Tax Amnesty
serta Hubungannya terhadap BOP ........................................... 16

BAB IV

PENUTUP
4.1 Kesimpulan ................................................................................ 20

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 22

iii

BAB I
PENDAHULUAN


1.1.

Latar Belakang
Pembangunan nasional yang berlangsung secara terus-menerus dan

berkesinambungan selama ini, bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
baik secara materiil dan spiritual. Untuk merealisasikan tujuan tersebut diperlukan
anggaran pembangunan yang cukup besar. Salah satu usaha untuk mewujudkan
peningkatan penerimaan untuk pembangunan tersebut adalah dengan menggali
sumber dana yang berasal dari dalam negeri, yaitu pajak. Sementara itu,
pertumbuhan ekonomi nasional dalam beberapa tahun terakhir cenderung
mengalami perlambatan yang berdampak pada turunnya penerimaan pajak dan juga
telah mengurangi ketersediaan likuiditas dalam negeri yang sangat diperlukan
untuk meningatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Tren pertumbuhan ekonomi
pada beberapa tahun terakhir tidak berlanjut sejak tahun 2013. Badan Pusat Statistik
(2015) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I-2015 hanya
mencapai 4,7 persen (yoy) melambat jika dibandikan dengan periode yang sama
pada tahun 2014 yang mencapai 5,1 persen (yoy). Secara ekonomi, pemungutan
pajak merupakan penerimaan negara yang digunakan untuk meningkatkan taraf
kehidupan masyarakat (Mulyo Agung, 2007)

Harapan akan peningkatan taraf hidup masyarakat, diperlukan anggaran
yang meningkat pula. Hal ini dapat dilihat dari besarnya anggaran pemerintah
indonesia dalam bentuk Belanja Negara dalam APBN. Untuk tahun 2016, dalam
kebijakan APBN 2016, pemerintah menetapkan target pendapatan negara sebesar
Rp.1.822,5 triliun. Sekarang ini, pajak merupakan sumber penerimaan yang
dominan dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Hampir 75 persen penerimaan berasal dari sektor pajak atau sebesar Rp.1.360,2
triliun. Pendapatan negara dari tahun ketahun selalu mengalami peningkatan,
namun demikian peluang untuk terus ditingkatkan di masa yang akan datang
teerbuka lebar karena potensinya belum digali secara optimal. Untuk menggali
penerimaan negara dari sektor perpajakan dibutuhkan upaya-upaya nyata, berupa

1

intensifikasi kebijakan pemerintah, upaya peningkatan jumlah Wajib Pajak (WP)
maupun upaya penerimaan pajak itu sendiri. Di sisi lain, banyak harta warga negara
Indonesia yang ditempatkan di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
baik dalam bentuk likuid maupun nonlikuid, yang seharusnya dapat dimanfaatkan
untuk menambah likuiditas dalam negeri yang dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi nasional.

Permasalahannya adalah bahwa sebagian dari harta yang berada di luar
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia tersebut belum dilaporkan oleh
pemilik harta dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilannya sehingga
terdapat konsekuensi perpajakan yang mungkin timbul apabila dilakukan
pembandingan dengan harta yang telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan yang bersangkutan. Hal ini merupakan salah satu faktor
yang menyebabkan para pemilik Harta tersebut merasa ragu untuk membawa
kembali atau mengalihkan harta mereka dan untuk menginvestasikannya dalam
kegiatan ekonomi di Indonesia. Selanjutnya, penyimpanan harta di luar negeri
dipicu pula oleh adanya fasilitas yang lebih menguntungkan yang diberikan oleh
negara lain bagi pihak-pihak yang mempunyai kekayaan yang diterima ataupun
diperoleh dari kegiatan untuk menghindari pengenaan pajak. Dengan demikian,
masih terdapat banyak potensi pajak yang belum tergali termasuk yang terkait
dengan dana dan harta yang disimpan di luar negeri. Salah satu kendala yang
dihadapi oleh Pemerintah Indonesia adalah terbatasnya data-data yang
memperlihatkan jumlah aset masyarakat terutama aset Warga Negara Indonesia
yang disimpan di luar negeri.
Terdapat beberapa data dan informasi yang mengindikasikan adanya
penyimpanan atau pelarian dana yang dimiliki oleh WNI ke luar negeri.
Berdasarkan data Bank Indonesia disebutkan bahwa sekitar akhir 2013 terdapat

sekitar USD23,4 miiar atau sekitar Rp234 triliun devisa hasil ekspor masih
mengendap di bank devisa luar negeri. Lebih lanjut, terdapat data terkait high net
worth individual (HNWI) Indonesia di luar negeri yang mayoritas berada di
Singapura sebagaimana terlihat dalam Gambar 1. Keberhasilan pembangunan
nasional sangat didukung oleh pembiayaan yang berasal dari masyarakat, yaitu

2

penerimaan pembayaran pajak. Agar peran serta ini dapat terdistribusikan dengan
merata tanpa ada pembeda, perlu diciptakan sistem perpajakan yang lebih
berkeadilan dan berkepastian hukum. Hal ini didasarkan pada masih maraknya
aktivitas ekonomi di dalam negeri yang belum atau tidak dilaporkan kepada otoritas
pajak. Aktivitas yang tidak dilaporkan tersebut mengusik rasa keadilan bagi para
Wajib Pajak yang telah berkontribusi aktif dalam melaksanakan kewajiban
perpajakan karena para pelakunya tidak berkontribusi dalam pembiayaan
pembangunan nasional.
Gambar 1
High net worth individual (HNWI) Indonesia di luar negeri

Sumber : Studi oleh McKinsey & Company (Desember 2014)

AuM: Asset Under Management

Dalam Gambar 1 di atas, dijelaskan bahwa dari USD250 miliar atau sekitar
Rp.2.500 Triliun kekayaan high net worth (HNWI) Indonesia di luar negeri, terdapat
sekitar USD200 miliar atau sekitar Rp.2.000 triliun yang disimpan di negara
Singapura dimana sebesar USD50 miliar atau sekitar Rp.500 triliun disimpan dalam
bentuk non-investable assets yang utamanya dapat berbentuk real estat, sedangkan
sebagian besar yaitu USD150 miliar atau sekitar Rp.1.500 triliun diinvestasikan
dalam bentuk investable assets seperti deposito atau saham. Tidak sampai disitu
3

saja, Menteri Keuangan dalam beberapa pernyataannya di media massa pada akhir
2014 menyatakan bahwa saat ini terdapat lebih dari Rp.3.000 triliun dana oleh WNI
yang disimpan di negara Singapura. Hal tersebut juga didukung oleh Direktur
Utama PT Bank Mandiri Tbk yang dalam beberapa pernyataan dimedia pada awal
tahun 2015, orang-orang kaya Indonesia secara individu menyimpan dana sebesar
USD150 miliar atau sekitar Rp.1.500 triliun di bank-bank di Singapura. Angka itu
belum termasuk uang perusahaan yang disimpan di Singapura yang mencapai
USD150 miliar sehingga total dana yang dimiliki oleh orang Indonesia di Singapura
diperkirakan sekitar Rp.3.000 triliun. Jumlah tersebut belum termasuk dana atau

harta yang disimpan di negara atau juridiksi lainnya seperti Hong Kong, Macau,
Labuan (Malaysia), Luxemburg, Swiss dan negara tax haven lainnya.
Tindakan pihak yang belum melaporkan hartanya di dalam dan luar negeri
serta belum dikenai pajak di Indonesia turut berkontribusi terhadap rendahnya
penerimaan pajak (tax ratio) di Indonesia. Untuk itu, perlu diterapkan langkah
khusus dan terobosan kebijakan untuk mendorong pengalihan harta ke dalam
wilayah negara kesatuan Republik Indonesia sekaligus memberikan jaminan
keamanan bagi warga negara Indonesia yang ingin mengalihkan dan
mengungkapkan Harta yang dimilikinya dalam bentuk Pengampunan Pajak.
Terobosan kebijakan berupa Pengampunan Pajak atas pengalihan Harta ini juga
didorong oleh semakin kecilnya kemungkinan untuk menyembunyikan kekayaan
di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia karena semakin transparannya
sektor keuangan global dan meningkatnya intensitas pertukaran informasi
antarnegara.
Kebijakan Pengampunan Pajak dilakukan dalam bentuk pelepasan hak
negara untuk menagih pajak yang seharusnya terutang. Oleh karena itu, sudah
sewajarnya jika Wajib Pajak diwajibkan untuk membayar Uang Tebusan atas
Pengampunan Pajak yang diperolehnya. Dalam pelaksanaannya pada Undangundang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak,
penerimaan Uang Tebusan diperlakukan sebagai penerimaan Pajak Penghasilan
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Dalam jangka pendek, hal ini

akan dapat meningkatkan penerimaan pajak pada tahun diterimanya Uang Tebusan

4

yang berguna bagi Negara untuk membiayai berbagai program yang telah
direncakanan. Dalam jangka panjang, Negara akan mendapatkan penerimaan pajak
dari tambahan aktivias ekonomi yang berasal dari Harta yang telah dialihkan dan
diinvestasikan di dalam wilayah negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, tulisan ini
mencoba mengkaji implementasi amnesti pajak (tax amnesty) di Indonesia dalam
sudut pandang manajemen keuangan internasional.

1.2.

Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui :

1. Konsep lahirnya Amnesti Pajak;
2. Regulasi Amnesti Pajak;
3. Tujuan Amnesti Pajak di Indonesia;

4. Manfaat mengikuti Amnesti Pajak;
5. Berita seputar Amnesti Pajak serta hubungannya terhadap Neraca Pembayaran
(Balance of Payment).

1.3

Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah memperoleh

pemahaman yang komprehensif mengenai konsep serta implikasi penerapan
amnesti pajak di Indonesia dalam kaitannya dengan manajemen keuangan
internasional.

5

BAB II
METODE PENULISAN

2.1 Jenis dan Sumber Data
Jenis dan sumber data yang digunakan adalah data sekunder dan tersier.
Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka mengeneai teori-teori yang berkaitan
dengan tema penulisan. Data terseier diperoleh dari studi literatur artikel yang
berkaitan dengan tema penulisan.

2.2 Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil studi pustaka mengenai teori-teori yang
berkaitan dengan tema dan kutipan dari berbagai dokumen yang dianalisis sejak
penyusunan awal makalah hingga selesai. Setelah data terkumpul dilakukan suatu
proses pemilihan, pemusatan, serta penyederhanaan data kasar untuk dibuat sebuah
kesimpulan berdasarkan tema yang diberikan. Dengan proses tersebut diharapkan
akan menghasilkan suatu outline makalah akhir yang terstruktur, sistematis dan
dapat memenuhi tujuan penulisan.

6

BAB III
PEMBAHASAN

3.1

Konsep Lahirnya Amnesti Pajak
Kondisi ekonomi Indonesia pada penghujung tahun 2016 yang terus

mengalami kelesuan menuai ancaman tersendiri bagi pertumbuhan ekonomi
Indonesia. Reshuffle kabinet menteri yang dilakukan pun dinilai belum mampu
mengatasi pelemahan pertumbuhan ekonomi negara. Badan Pusat Statistik (BPS)
mencatat pada kuartal kedua tahun 2016 ekonomi negara tumbuh 5,18% dibanding
tahun lalu, hal ini disebabkan adanya lonjakan konsumsi masyarakat, pengeluaran
pemerintah dan investasi pada momentum Ramadhan di bulan Juni. Namun, selepas
Ramadhan pertumbuhan ekonomi kembali melemah sampai bulan Agustus dan
akan terus merambah turun sampai penghujung tahun. Hal ini terjadi karena
ekspektasi terhadap pasar yang berlebihan dapat menyebabkan sudden capital
reversal yang membuat para investor menarik modalnya kembali dan terbukti
terjadi pasca Ramadhan.
Oleh karenanya, beberapa kebijakan sudah dikeluarkan oleh pemerintah
untuk menstimulus pertumbuhan ekonomi agar terus tumbuh sesuai dengan target
APBN-P 2016 yaitu 5,2%. Beberapa kebijakan yang diluncurkan pemerintah terkait
upaya pengamanan pencapaian target pendapatan dan perpajakan khususnya adalah
optimalisasi pemeriksanaan melalui focusing sektor-sektor unggulan, mengurangi
transfer pricing dan fraud, data matching, optimalisasi IT, e-tax invoice, serta
perbaikan regulasi. Tahun 2016 ini pula, dijadikan momentum sebagai tahun
penegakan hukum (law enforcement) melalui penagihan aktif, pemeriksaan dan
peyidikan. Kebijakan lainnya yaitu pengampunan pajak (tax amnesty) yang menjadi
program unggulan pemerintah untuk menstimulus pendapatan negara. Harapan
pemerintah melalui program pengampunan pajak ini adalah pihak-pihak yang
menikmati kue pembangunan, tetapi belum memberikan pembayaran pajak dengan
benar, akan tertarik untuk segera melaksanakan kewajibannya. Selain itu, kebijakan
ini diharapkan mampu memperbaiki sistem administrasi perpajakan di Indonesia,
sekaligus mengurangi kebocoran pajak akibat meningkatnya kegiatan underground

7

economy yang selama ini luput dari data perpajakan. Beberapa pengamat
meramalkan pengampunan pajak ini sebagai penambal defisit APBN-P 2016 yang
mencapai Rp 276,6 triliun atau 1,83% dari PDB. Bank Indonesia (BI) pun ikut
memperkirakan pertumbuhan ekonomi di 2016 akan mencapai angka 5,04% dan
belum termasuk pendapatan dari tax amnesty. Akan tetapi, program tax amnesty
sangat bergantung pada penerimaan pendapatan negara lewat pajak terutama wajib
pajak kelas kakap di luar negeri. Lebih lanjut pada tahun 2017 mendatang, BI
memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai angka 5,7%
lewat program tax amnesty.
Kebijakan tax amnesty sebenarnya pernah dilakukan di Indonesia pada
tahun 1964 dan 1984. Namun penerapan program pengampunan pajak pada masa
ini belum cukup berhasil dikarenakan sistem administrasi perpajakan pada masa
tersebut dianggap belum memadai dan kurangnya sosialisasi kepada masyarakat.
Selanjutnya pada tahun 2008, pemerintah kembali melakukan program
pengampunan pajak yang disebut program Sunset Policy. Program ini dapat
dikatakan sebagai program paripurna modernisasi pajak periode 2001-2007.
Setelah diimplementasikan sepanjang tahun 2008, program ini telah berhasil
menambah jumlah NPWP baru sebanyak 5.653.128 NPWP, bertambahnya SPT
tahunan sebanyak 804.814 SPT dan penerimaan PPh meingkat sebesar Rp7,46
triliun. Dari ketiga kebijakan pengampunan pajak yang telah dilaksanakan, Sunset
Policy 2008 adalah kebijakan yang dianggap berhasil karena realisasi penerimaan
pajak pada tahun 2008 telah mencapai target yang ditetapkan dalam APBN. Adapun
sejarah pelaksanaan kebijakan pengampunan pajak dan sunset policy di Indonesia
dapat dilihat dalam Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1 – Sejarah Pengampunan Pajak di Indonesia
Program

Subjek

Objek

Insentif

Tax
Amnesty
1964

Orang
Pribadi
dan Badan

a. Pajak
Pendapatan;
b. Pajak Kekayaan;
c. Pajak Perseroan

a. Uang tebusan 5%
& 10% dari harta
yang dimohonkan
b. Bebas pidana
fiscal dan pidana
umum

8

Jangka
Waktu
9 Sept
1964 s.d 17
Agustus
1965

Hukuman
400%

Tax
Amnesty
1984

Sunset
Policy
2008

Wajib
Pajak
terdaftar
& Wajib
Pajak
yang
belum
terdaftar
Wajib
Pajak
Orang
Pribadi
dan Badan

a.
b.
c.
d.

Pajak Pendapatan;
Pajak Kekayaan;
Pajak Perseroan;
Pajak Pendapatan
Buruh;
e. Pajak Penjualan

Orang Pribadi:
a. Penghapusan
sanksi
administrasi
berupa bunga atas
pajak yang tidak
atau kurang
dibayar;
b. Penghapusan
sanksi
administrasi
berupa bunga atas
keterlambatan
pelunasan
kekurangan
pembayaran pajak.
Badan:
c. Penghapusan
sanksi
administrasi
berupa bunga atas
keterlambatan
pelunasan
kekurangan
pembayaran pajak.

Uang tebusan:
- 1% dari jumlah
kekayaan yang
dimohonkan bagi
yang sudah lapor
SPT;
- 10% untuk yang
tidak lapor.
-

18 April
1984 s.d 31
Des 1984

-

Tahun
2008 s.d 28
Februari
2009

-

Sumber : (Dwijugiasteadi, 2016)

Pada tahun 2016 ini dengan diberlakukannya Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, Pemerintah kembali
melakukan kebijakan pengampunan pajak dengan target nilai tebusan amnesti pajak
mencapai Rp.165 triliun. Kebijakan tax amnesty ini dapat dilihat dengan perspektif
yang lebih luas. Selain untuk meningkatkan penerimaan Negara, tax amnesty juga
merupakan potensi untuk mendorong roda ekonomi. Pemerintah mendesak
memberlakukan tax amnesty pada tahun 2016 karena Indonesia termasuk Negara
yang menyetujui perjanjian Sistem Pertukaran Informasi Otomatis atau Automatic
Exchange System of Information (AEol) antarnegara dalam forum Konferensi
Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Turki. Konsekuensinya, pertukaran data perbankan
untuk kepentingan perpajakan antarnegara tak bisa dielakkan mulai 2018 nanti.
9

Selain itu, kebijakan tax amnesty tahun 2016 jauh berbeda dengan kebijakan
pengampunan pajak yang telah dilakukan pemerintah sebelumnya. Hal tersebut
ditinjau dari stabilitas dalam negeri dan sistem administrasi perpajakan yang ada
saat ini, dari sisi regulasi pula peraturan hukum yang menjadi dasar kebijakan tax
amnesty 2016 lebih tinggi karena merupakan produk bersama eksekutif dan
legislatif dalam bentuk undang-undang, sehingga akan memberikan jaminan
kepastian yang lebih besar. Lebih jauh, ruang lingkup pengampunan yang diberikan
kali ini lebih luas, dimana tax amnesty memberikan pengampunan atas kewajiban
perpajakan, termasuk pidana pajak. Terkait dengan prinsip keadilan pengampunan
pajak merupakan solusi yang paling tepat untuk mengurangi free rider yang selama
ini tidak melaksanakan keajiban pajaknya dengan baik, tetapi turut menikmati hasil
pembangunan dari pajak. Sehingga dari sisi keadilan, solusi berupa pemberian
kesempatan terakhir bagi free rider menjadi salah satu fokus utama.
Pemerintah menargetkan penerimaan APBN-P 2016 dari uang tebusan tax
amnesty sebesar Rp 165 triliun. Namun realisasi sampai awal September baru
mencapai Rp 46,3 triliun atau 2,8% dari Rp 165 triliun. Untuk dana repatriasi baru
mencapai Rp 12,9 triliun dari perkiraan Rp 1.000 triliun. Sedangkan bulan ini
adalah akhir tahap pertama pemberlakuan tax amnesty sebab pada bulan Oktober –
Desember mendatang akan diberlakukan tahap kedua dan pada awal Januari –
Maret 2017 diberlakukan tahap ketiga sekaligus momentum berakhirnya
pemberlakuan tax amnesty. Alhasil, banyak pihak yang pesimis dengan
implementasi dari tax amnesty yang tidak sesuai dengan perkiraan awal.
Dampaknya pertumbuhan ekonomi dalam RAPBN 2017 pun hanya ditargetkan
pada angka 5,3% dari perkiraan awal 5,7%.
Kelesuan ekonomi yang terjadi juga menyebabkan pada beberapa
pengusaha yang membatasi pengeluarannya untuk membayar uang tebusan pada
akhir September. Akibatnya sektor swasta anjlok seperti ritel dan usaha mikro
lainnya yang menyebabkan lambatnya perputaran uang dan puncaknya adalah
menurunnya konsumsi. Selain itu, di sektor properti juga mengalami kelesuan
sebab para pemilik usaha masih menunggu penyelesaian proses birokrasi dalam tax
amnesty padahal properti merupakan penyumbang terbesar dari sektor lainnya.

10

Disisi lain faktor pelemahan ekonomi global dan masih lesunya komoditas andalan
dalam negeri sejak awal tahun menjadi sebab utama menurunnya pertumbuhan
ekonomi.

3.2

Regulasi Tax Amnesty
Regulasi tentang Tax Amnesti (Pengampunan Pajak) telah disahkan dalam

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 oleh Presiden Joko Widodo Pada bulan
Juli tahun 2016. Adapun Undang-Undang tersebut terlampir.

3.2.1

Definisi Tax Amnesty
Secara teori, arti tax amnesty adalah penghapusan pajak bagi Wajib Pajak

(WP) yang menyimpan dananya di luar negeri dan tidak memenuhi kewajibannya
dalam membayar pajak lewat imbalan menyetor pajak dengan tarif yang lebih
rendah (Haryanto, 2016). Atas program Tax Amnesty ini pemerintah telah
mengesahkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pengampunan Pajak.
Pengertian Tax Amnesty atau pengampunan pajak berdasarkan undang-undang
tersebut adalah sebagai berikut:
“Pengampunan Pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya
terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana
di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan membayar
Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini”
Penjelasan lainnya dikutip dari Wikipedia mengenai Tax Amnesty adalah:
“Suatu kesempatan waktu yang terbatas pada kelompok pembayar pajak
tertentu untuk membayar sejumlah tertentu dan dalam waktu tertentu berupa
pengampunan kewajiban pajak (termasuk bunga dan denda) yang berkaitan
dengan masa pajak sebelumnya atau periode tertentu tanpa takut hukuman
pidana. Ini biasanya berakhir ketika otoritas yang dimulai penyelidikan
pajak pajak masa lalu. Dalam beberapa kasus, undang-undang amnesti yang
memperpanjang juga membebankan hukuman lebih berat pada mereka yang
memenuhi syarat untuk amnesti tetapi tidak mengambilnya”
Dari pengertian tersebut sudah jelas bahwa bagi Wajib Pajak yang
mengikuti Tax Amnesty maka kepadanya mendapatkan keuntungan diantaranya
11

adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi
administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan.
Misalnya Wajib Pajak A tidak pernah melaporkan SPT (Surat
Pemberitahuan) baik Masa maupun Tahunan dari tahun 2011 sampai dengan 2015.
Apabila Wajib Pajak A tersebut mengikuti Tax Amnesty maka pajak yang
seharusnya terutang dan sanksi/denda yang seharusnya dibayar menjadi hilang atau
dihapus dengan cara mengungkapkan seluruh hartanya dan membayar uang
tebusan.
Maksud dari uang tebusan adalah sejumlah uang yang dibayarkan ke kas
negara untuk mendapatkan pengampunan pajak. Nantinya uang tebusan ini secara
resmi masuk ke kas negara dan dapat digunakan untuk membiayai pembangunan.

3.3

Tujuan Tax Amnesti di Indonesia
Tujuan dari Tax Amnesty berdasarkan Undang-undang nomor 11 Tahun

2016 adalah sebagai berikut:
1. Mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi melalui pengalihan
Harta, yang antara lain akan berdampak terhadap peningkatan likuiditas
domestik, perbaikan nilai tukar Rupiah, penurunan suku bunga, dan
peningkatan investasi;
2. Mendorong reformasi perpajakan menuju sistem perpajakan yang lebih
berkeadilan serta perluasan basis data perpajakan yang lebih valid,
komprehensif, dan terintegrasi; dan
3. Meningkatkan penerimaan pajak, yang antara lain akan digunakan untuk
pembiayaan pembangunan.
Keuntungan lainnya jika tax amnesti berhasil dilakukan di Indonesia
melalui repatriasi aset warga Inonesia yang berada di luar Indonesia yaitu:
a.

Peningkatan Likuiditas Domestik

b.

Perbaikan nilai tukar rupiah

c.

Suku Bunga yang Kompetitif

d.

Peningkatan Investasi

12

Pemberlakuan tax amnesty memberikan banyak keuntungan bagi Indonesia,
antara lain memperkuat cadangan devisa melalui valuta asing yang masuk,
menciptakan investasi dan lapangan kerja baru mendorong pertumbuhan ekonomi,
memperluas penerimaan pajak, mendorong administrasi reformasi perpajakan yang
akan memperkuat APBN dan mendorong terlaksananya pembangunan infrastruktur
di seluruh wilayah Indonesia sesuai dengan komitmen pemerintah. Dengan
demikian, disparitas antar wilayah dan disparitas pendapatan bisa dikurangi tanpa
harus membebani APBD dengan utang internasional.
Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty tetap berpegang teguh berdasarkan
asas:
1.

Kepastian hukum, yaitu pelaksanaan Pengampunan Pajak harus dapat
mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.

2.

Keadilan, yaitu pelaksanaan Pengampunan Pajak menjunjung tinggi
keseimbangan hak dan kewajiban dari setiap pihak yang terlibat.

3.

Kemanfaatan, yaitu seluruh pengaturan kebijakan Pengampunan Pajak
bermanfaat bagi kepentingan negara, bangsa, dan masyarakat, khususnya
dalam memajukan kesejahteraan umum.

4.

Kepentingan nasional, yaitu pelaksanaan Pengampunan Pajak mengutamakan
kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat di atas kepentingan lainnya.

James (1998), Darussalam (2011), Jacques (2010), Keller (2004) dalam
(Dwijugiasteadi, 2016) menjelskan bahwa Pelaksanaan kebijakan Pengampunan
Pajak memiliki setidaknya empat tujuan: Pertama, mendorong repatriasi harta yang
berada di luar negeri. Hal ini diperlukan guna memperbaiki struktur ekonomi
melalui peningkatan pembentukan modal di dalam negeri. Salah satu syarat
pertumbuhan ekonomi adalah adanya kapital (modal) yang memadai dalam rangka
produksi barang atau jasa dalam suatu negara. Untuk itu, atas harta yang telah
direpatriasi perlu untuk tetap berada di dalam negeri selama jangka waktu tertentu
(holding period). Dengan adanya klausul holding period diharapkan akan dapat
mendukung proses pertumbuhan ekonomi di masa depan.

13

Kedua, meningkatkan penerimaan dalam jangka pendek untuk menutup
kebutuhan anggaran negara. Permasalahan penerimaan pajak yang stagnan atau
cenderung

menurun

seringkali

menjadi

faktor

pendorong

diberikannya

Pengampunan Pajak. Hal ini berdampak pada keinginan Pemerintah yang berkuasa
untuk memberikan Pengampunan Pajak dengan harapan pajak yang dibayar oleh
Wajib Pajak selama program Pengampunan Pajak akan meningkatkan penerimaan
pajak. Penerimaan yang meningkat ini berasal dari bertambahnya jumlah basis
pajakyang berasal dari kemauan Wajib Pajak yang sebelumnya tidak patuh untuk
berpartisipasi dalam Pengampunan Pajak.
Ketiga, meningkatkan kepatuhan pajak di masa yang akan datang.
Permasalahan kepatuhan pajak merupakan salah satu pertimbangan pemberian
Pengampunan Pajak. Para pendukung program ini umumnya berpendapat bahwa
kepatuhan sukarela akan meningkat setelah Pengampunan Pajak dilakukan. Hal ini
didasari pada harapan bahwa setelah Pengampunan Pajak dilakukan, Wajib Pajak
atau penghasilan dan kekayaannya yang sebelumnya berada di luar sistem
administrasi perpajakan akan masuk menjadi bagian dari sistem administrasi
perpajakan. Dengan menjadi bagian dari sistem administrasi perpajakan, maka
Wajib Pajak tersebut tidak akan bisa mengelak dan menghindar dari kewajiban
perpajakannya.
Keempat, transisi ke era yang baru. Pengampunan Pajak dapat dijustifikasi
ketika digunakan sebagai alat transisi menuju rekonsiliasi perpajakan nasional
termasuk sistem perpajakan yang baru. Dalam konteks ini, Pengampunan Pajak
menjadi instrumen dalam rangka memfasilitasi rekonsiliasi perpajakan nasional.
Adanya transisi ini juga dapat memberikan ruang penyesuaian bagi Masyarakat
Indonesia khususnya Wajib Pajak sebelum memasuki era baru. Secara umum,
pelaksanaan kebijakan Pengampunan berfungsi untuk melakukan pembinaan,
sosialisasi, penelitian danpengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan.
Hal ini dimaksudkan agar dapatmenggerakkan peran serta semua lapisan subjek
pajak dalam meningkatkan penerimaan dalamnegeri Dengan Pengampunan Pajak,
muncul harapan dimulainya suatu hubungan atau permulaan yang baru. Meminjam

14

istilah yang dipergunakan Kellner, semua pihak akan mulai dengan piring yang
bersih (clean plate).
Pengampunan Pajak diharapkan menghasilkan penerimaan pajak yang selama
ini belum atau kurang dibayar, disamping meningkatkan kepatuhan membayar
pajak karena makin efektifnya pengawasan karena semakin akuratnya informasi
mengenai daftar kekayaan wajib pajak. Untuk masa selanjutnya, para wajib pajak
yang belum atau kurang patuh dapat membayar pajak dengan lebih tenang, terlepas
dari rasa ketakutan yang selama ini menghantuinya, karena track record
penghasilannya yang hitam atau kelabu telah diputihkan.

3.4

Manfaat Mengikuti Tax Amnesty
Manfaat atau keuntungan yang diperoleh oleh Wajib Pajak yang mengikuti

Tax Amnesty adalah:
1.

Penghapusan pajak terutang yang belum diterbitkan ketetapan pajak, tidak
dikenai sanksi administrasi perpajakan, dan tidak dikenai sanksi pidana di
bidang perpajakan, untuk kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian
Tahun Pajak, dan Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir
yang berkaitan dengan kewajiban perpajakan PPh dan PPN atau PPnBM.

2.

Penghapusan sanksi administrasi perpajakan berupa bunga, atau denda, untuk
kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun
Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir yang berkaitan dengan
kewajiban perpajakan PPh dan PPN atau PPnBM.

3.

Tidak dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan
penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, atas kewajiban perpajakan
dalam masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak, sampai dengan akhir
Tahun Pajak Terakhir yang berkaitan dengan kewajiban perpajakan PPh dan
PPN atau PPnBM.

4.

Penghentian pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan
Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, dalam hal Wajib Pajak sedang dilakukan

15

pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak
Pidana di Bidang Perpajakan atas kewajiban perpajakan, sampai dengan akhir
Tahun Pajak Terakhir yang berkaitan dengan kewajiban perpajakan PPh dan
PPN atau PPnBM.

3.5

Berita seputar Amnesti Pajak serta hubungannya terhadap Neraca
Pembayaran (Balance of Payment)

Dilansir pada laman pengampunanpajak.com sebuah berita dengan tajuk
Tebusan Amnesti Pajak per 25 September Capai Rp 42,2 Triliun. Uang tebusan dari
hasil Program Amnesti Pajak per tanggal 25 September 2016 mencapai Rp 42,2
triliun berasal dari surat pernyataan harta yang dilaporkan.
Berdasarkan data statistik Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan
yang diakses di laman http://www.pajak.go.id/statistik-amnesti, di Jakarta, Ahad
(25/9), pukul 22.00 WIB, jumlah surat pernyataan harta (SPH) yang telah
didaftarkan dalam Program Amnesti Pajak sudah mencapai 160.135 SPH, dengan
total harta yang dilaporkan mencapai Rp 1.769 triliun.
Komposisi total harta tersebut, antara lain deklarasi harta di dalam negeri
sebesar Rp 1.198 triliun, deklarasi harta di luar negeri Rp 480 triliun, dan dana wajib
pajak yang kembali ke Indonesia dari luar negeri atau repatriasi sebesar Rp 92,6
triliun. Sedangkan realisasi penerimaan Program Amnesti Pajak dengan ditambah
uang tebusan lainnya mencapai Rp 53,6 triliun. Komposisi penerimaan tersebut
terdiri dari surat setoran pajak (SSP) atau uang tebusan sesuai pasal 8 ayat 3 b UU
Pengampunan Pajak sebesar Rp 50,3 triliun, pembayaran seluruh tunggakan pajak
peserta amnesti pajak sebesar Rp 3,06 triliun, dan pembayaran pajak yang sedang
dalam pemeriksaan bukti permulaan atau penyidikan sesuai pasal 8 ayat 3 d sebesar
Rp 291 miliar.
Periode pertama Program Amnesti Pajak dengan biaya tebusan 2 persen
akan berakhir kurang dari lima hari lagi atau pada 30 September.Jumlah uang
tebusan sejak beberapa hari yang lalu jelang detik-detik berakhir periode pertama

16

meningkat signifikan, dan bahkan pernah bertambah dua kali lipat pada penerimaan
Juli-September dalam dua hari.
Selanjutnya tribunnews.com memnyebutkan bahwa Bank Mandiri Terima
Dana Tebusan Pengampunan Pajak Hingga Rp 7,37 T. Bank Mandiri telah
menerima pembayaran dana terkait kebijakan pengampunan pajak sebesar Rp7,37
triliun per 23 September 2016. Dana tersebut meliputi setoran uang tebusan
sebanyak 32.736 transaksi senilai Rp6,64 triliun dan setoran dana repatriasi 155
transaksi dengan nilai Rp731 miliar.
Walaupun terkesan sulit untuk dicapai, pemerintah Indonesia masih optimis
target uang tebusan tax amnesti akan dapat dicapai melalui tiga periode yang telah
ditetapkan yaitu hingga 31 Maret 2017. Sementara itu, seperti dilansir dari
Kompas.com, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengklaim pengesahan
Undang-Undang Pengampunan Pajak atau tax amnesty pada Juni 2016 lalu
membawa dampak postif terhadap pasar keuangan Indonesia. Hal itu diungkapkan
Menkeu saat memberikan penjelasan di sidang uji materil UU Pengampunan Pajak
di Mahkamah Konstitusi (MK). Menkeu menyatakan bahwa dampak tersebut
terlihat secara nyata terlihat pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada 20
Juni 2016 yakni sebelum UU Pengampunan Pajak disahkan. Pada 20 Juni 2016,
indeks harga saham tercatat pada 4.836,02. Namun setelah ada UU Pengampunan
Pajak, indeks menguat ke 5.242,83, atau naik 406,71 poin.
Selain itu, kehadiran UU Pengampunan Pajak juga diklaim membuat nilai
kapitalisasi pasar saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) melonjak menjadi Rp 5.639
triliun. Bahkan nilai tukar yang menguat juga diklaim berkat adanya UU
Pengampunan Pajak. Nilai tukar masih berada di kisaran Rp 13.335 per dollar AS
sebelum aturan baru itu disahkan. Setelah disahkan menjadi Rp 13.110 per dollar
AS. Bahkan pada 14 Juli 2016 menguat ke angka 13.086 per dolar. Mendukung
pernyataan Menkeu tersebut, Bank Indonesia melalui Tinjauan Kebijakan Moneter
Juli 2016, memperlihatkan bahwa rupiah menguat pada Juni 2016 terutama
dipengaruhi oleh meredanya ketidakpastian kenaikan FFR, terbatasnya dampak
Brexit dan menigkatnya sentiment positif atas pengesahan UU Pengampunan Pajak.

17

Secara point-to-point (ptp), rupiah mengalami apresiasi sebesar 3,4%
(mtm) ke Rp13.213 per dolar AS pada bulan Juni 2016. Dampak Brexit terhadap
rupiah cenderung terbatas, dibandingkan dengan mata uang negara lain, dan hanya
berlangsung singkat. Penguatan kembali rupiah didukung oleh persepsi positif
investor terhadap prospek perekonomian domestik, sejalan dengan pengesahan UU
Pengampunan Pajak, perbaikan kondisi makroekonomi, serta perkiraan penundaan
kenaikkan (Feed Fund Rate) FFR oleh the Fed. Penguatan rupiah tersebut sejalan
dengan aliran masuk modal asing yang kembali meningkat setelah sempat sedikit
terkoreksi akibat Brexit. Ke depan, Bank Indonesia akan tetap menjaga stabilitas
nilai tukar rupiah sesuai dengan nilai fundamentalnya.
Di sisi lain, Bank Indonesia juga melaporkan bahwa aliran masuk modal
asing ke pasar keuangan Indonesia hingga Juni 2016 telah mencapai USD 7,3
miliar. Aliran masuk modal asing hingga Juni 2016 ini lebih tinggi dari aliran masuk
modal asing untuk keseluruhan tahun 2015 (USD 5,1 miliar). Dengan
perkembangan tersebut, posisi cadangan devisa pada akhir Juni 2016 tercatat
sebesar USD109,8 miliar atau setara 8,4 bulan impor atau 8,1 bulan impor dan
pembayaran utang luar negeri pemerintah. Angka tersebut berada di atas standar
kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

Grafik 3.1. Aliran Dana Nonresiden pada Aset Rupiah

18

Sementara itu, peningkatan cadangan devisa juga turut meningkatkan impor mesin
dan peralatan mekanik, mesin dan peralatan listrik, besi dan baja, kendaraan dan
bagiannya serta barang dari besi dan baja yang turut meningkatkan ekspor
nonmigas sebesar 11,1 persen (mtm). Ekspor non migas ini dipengaruhi oleh
peningkatan ekspor produk manufaktur, seperti mesin/peralatan listrik, pakaian jadi
bukan rajutan, barang-barang rajutan, ekspor bijih, kerak dan abu logam. Hal ini
kemudian mengakibatkan surplus neraca perdagangan sebesar USD 1,40 miliar.

Grafik 3.2. Neraca Perdanganan Indonesia

Sumber : Bank Indonesia (2016)
Jadi dapat dikatakan bahwa kebijakan tax amnesty yang dilakukan
pemerintah Indonesia pada tahun ini membawa pengaruh yang positif bagi
perekonomian Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada kinerja moneter Indonesia,
stabilitas makroekonomi, kinerja neraca pembayaran, investasi serta nilai tukar
rupiah yang cenderung mengalami penguatan. Kiranya kebijakan ini akan semakin
memperkuat upaya mendorong momentum pertumbuhan Indonesia, serta dapat
meningkatkan kemampuan fiskal pemerintah dalam membiayai program-program
pembangunan dan berpotensi menambah likuiditas perekonomian nasional yang
kemudian dapat dimanfaatkan untuk kegiatan ekonomi produktif di dalam negeri.

19

BAB IV
PENUTUP

4.1

Kesimpulan
Dari pembahasan atas tujuan penulisan makalah, dapat ditarik beberapa

kesimpulan sebagai berikut:
1.

Amnesti Pajak Selain untuk meningkatkan penerimaan Negara, tax amnesty
juga merupakan potensi untuk mendorong roda ekonomi. Pemerintah
mendesak memberlakukan tax amnesty pada tahun 2016 karena Indonesia
termasuk Negara yang menyetujui perjanjian Sistem Pertukaran Informasi
Otomatis atau Automatic Exchange System of Information (AEol) antarnegara
dalam forum Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Turki. Selain itu,
amnesti pajak tahun ini terkait dengan prinsip keadilan pengampunan pajak
merupakan solusi yang paling tepat untuk mengurangi free rider yang selama
ini tidak melaksanakan keajiban pajaknya dengan baik, tetapi turut menikmati
hasil pembangunan dari pajak.

2.

Regulasi tentang Tax Amnesti (Pengampunan Pajak) tertuang dalam UndangUndang Nomor 11 Tahun 2016 yang merupakan produk bersama eksekutif dan
legislatif sehingga dianggap memberikan kepastian hukum yang kuat dan telah
disahkan pada bulan Juli tahun 2016.

3.

Tujuan Amnesti Pajak di Indonesia diantaranya
1) Mempercepat

pertumbuhan

dan

restrukturisasi

ekonomi

melalui

pengalihan Harta, yang antara lain akan berdampak terhadap peningkatan
likuiditas domestik, perbaikan nilai tukar Rupiah, penurunan suku bunga,
dan peningkatan investasi;
2) Mendorong reformasi perpajakan menuju sistem perpajakan yang lebih
berkeadilan serta perluasan basis data perpajakan yang lebih valid,
komprehensif, dan terintegrasi; dan
3) Meningkatkan penerimaan pajak, yang antara lain akan digunakan untuk
pembiayaan pembangunan
4.

Manfaat mengikuti Amnesti Pajak bagi Wajib Pajak diantaranya:

20

1) Penghapusan pajak terutang yang belum diterbitkan ketetapan pajak
2) Penghapusan sanksi administrasi perpajakan berupa bunga, atau denda,
untuk kewajiban perpajakan dalam masa pajak
3) Tidak dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan
penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan
4) Penghentian pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan
penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan
5. Kebijakan tax amnesty yang dilakukan pemerintah Indonesia pada tahun ini
membawa pengaruh yang positif bagi perekonomian Indonesia. Hal tersebut
seperti diberitakan dalam berbagai media massa. Pengaruh tersebut terlihat
pada kinerja moneter Indonesia, stabilitas makroekonomi, kinerja neraca
pembayaran, investasi serta nilai tukar rupiah yang cenderung mengalami
penguatan. Kiranya kebijakan ini akan semakin memperkuat upaya mendorong
momentum pertumbuhan Indonesia, serta dapat meningkatkan kemampuan
fiskal pemerintah dalam membiayai program-program pembangunan dan
berpotensi menambah likuiditas perekonomian nasional yang kemudian dapat
dimanfaatkan untuk kegiatan ekonomi produktif di dalam negeri.

21

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, (2016), Seputar Tax Amnesty 2016 Pengertian Maksud dan Tujuan Serta
Keuntungannya

(Akses
tanggal 25 September 2016)
Bank Indonesia, (2016), Tinjauan Kebijakan Moneter Ekonomi, Moneter dan
Keuangan
Juli
2016.
(Akses tanggal 26 September 2016)
______, (2016), Bayang-bayang Tax Amnesti terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Indonesia, (Akses tanggal 26 September
2016)
______, (2016), Tebusan Amnesti Pajak Per 25 September capai Rp. 422 Triliun,
(Akses tanggal 26 September 2016)
______, (2016), Bank Mandiri Terima dana Tebusan Pengampunan Pajak Hingga
Rp 737 Triliun,
(Akses tanggal 26 September 2016)
______, (2016), USD223 Miliar Dana Hasil Ejspor Masih Parkir di Luar Negeri,
(Akses tanggal 27 September 2016).
Kementerian Keuangan Direktorat Jenderal Pajak (2016), Handbook Amnesti Pajak
Agung, M. (2007). Teori dan Aplikasi Perpajakan Indonesia. Jakarta: Penerbit
Dinamika Ilmu.
Darussalam. (2011). Mendongkrak Pajak dari Underground Economy. Jakarta:
Investor Daily.
Dwijugiasteadi, K. (2016). Naskah Akademik Rancangan Undang Undang Tentang
Pengampunan Pajak. Jakarta: Direktur Jenderal Pajak.
Haryanto, J. T. (2016). Tax Amnesty dan Kinerja Perpajakan 2016. In Media
Keuangan Vol XI No. 103 (pp. 21-33). Jakarta: Sekretariat Jenderal
Kementrian Keuangan.

22

Handaru Yulianti, Sri. Handoyo Prasetyo. (2005). Dasar-dasar Manajemen
Keuangan Internasional, Jakarta. Penerbit Andi.
Yoga Sukmana, (2016). Di Sidang MK, Sri Mulyani "Pamer" IHSG Menghijau dan
Rupiah
Perkasa
Karena
UU
"Tax
Amnesty.
(Diakses 27 September 2016)
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak

23