Interferensi Morfologi Bahasa Jawa terha

Interferensi Morfologi Bahasa Jawa terhadap Bahasa Indonesia
(Sufiks e- Bahasa Jawa menjadi –nya Bahasa Indonesia)

I.

Pendahuluan

I.1 Latar Belakang
Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik
dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia secara lisan maupun tulis, dengan
baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil
karya kesastraan. Tujuan ini merupakan tujuan yang seharusnya dicapai tercapai di setiap
jenjang pendidikan. Namun, pada kenyataan- nya, masalah yang terjadi dalam pembelajaran
bahasa Indonesia adalah siswa tidak mampu menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan
benar baik secara lisan maupun tulisan.
Terbawanya kebiasaan dalam bahasa ibu pada terhadap penggunaan bahasa kedua yang
sedang digunakan, pada umumnya terjadi karena kurangnya kontrol bahasa dan kurangnya
penguasaan terhadap kaidah bahasa kedua. Hal ini dapat terjadi pada dwibahasawan yang sedang
belajar bahasa kedua, baik bahasa nasional maupun bahasa asing. Dalam penggunaan bahasa
kedua, pemakai bahasa kadang-kadang kurang kontrol. Karena kedwibahasaan mereka itulah
kadang-kadang pada saat berbicara atau menulis dengan menggunakan bahasa kedua yang

muncul adalah kosakata bahasa ibu yang sudah lebih dulu dikenal dan dikuasainya.
Latar belakang siswa dengan bahasa Jawa sebagai bahasa ibu berpengaruh terhadap
proses belajar bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua. Baik dari segi fonologis, morfologis,
ataupun sintaksis cenderung muncul secara alamiah dalam diri siswa untuk memindahkan
kebiasaan bahasa pertamanya ke dalam bahasa Indonesia atau menerjemahkan dari bahasa Jawa
ke bahasa Indonesia.
Interferensi ialah masuknya unsur suatu bahasa ke dalam bahasa lain yg mengakibatkan
pelanggaran kaidah bahasa yg dimasukinya baik pelanggaran kaidah fonologis, gramatikal,
leksikal maupun semantis. Dalam peristiwa interferensi terjadi transfer, yaitu penggunaan kaidah
bahasa tertentu pada bahasa lainnya.
Interferensi dipandang sebagai fenomena bahasa sekaligus sebagai fenomena sosial,
karena interferensi merupakan gejala yang muncul akibat penguasaan dua bahasa atau lebih
penuturnya, sehingga pendekatan sosiolinguistik dipandang tepat untuk mengkaji masalah ini.
Interferensi morfologis terjadi apabila dalam pembentukan katanya suatu bahasa
menyerap afiks-afiks bahasa lain. Penyimpangan struktur itu terjadi kontak bahasa antara bahasa
yang sedang diucapkan(bahasa Indonesia) dengan bahasa lain yang juga dikuasainya (bahasa
daerah atau bahasa asing).
I.2 Masalah
Penguasaan siswa terhadap bahasa Jawa sebagai bahasa pertama secara alami berpengaruh
terhadap proases pembelajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua. Baik melalui

pemindahan ataupun dengan menerjemahkan kaidah-kaidah bahasa pertamanya kepada bahasa
keduanya.
1

Pengaruh penggunaan kaidah sufiks –e dalam bahasa Jawa menjadi –nya bahasa
Indonesia yang tidak jelas acuannya. Penggunaan –nya dalam bahasa Indonesia yang tidak
berfungsi sebagai pronominal persona (kata ganti milik)
Bertitik tolak dari alasan tersebut, maka perlu dicari jawaban atas pertanyaan:
Bagaimanakah bentuk interferensi morfologi sufiks –e bahasa Jawa ke dalam -nya bahasa
Indonesia?
I.3 Tujuan Penulisan Makalah
Penulisan makalah ini bertujuan untuk:
Mendeskripsikan bentuk interferensi morfologis penggunaan sufiks –e dalam bahasa
Jawa menjadi –nya dalam bahasa Indonesia.
II. Pembahasan
2.1 Konsep interferensi Morfologis
Hubungan yang terjadi antara kedwibahasaan dan interferensi sangat erat terjadi. Hal ini
dapat dilihat pada kenyataan pemakaian bahasa dalam kehidupan sehari-hari. Situasi kebahasaan
masyarakat tutur bahasa Indonesia sekurang-kurangnya ditandai dengan pemakaian dua bahasa,
yaitu bahasa daerah sebagai bahasa ibu dan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Situasi

pemakaian seperti inilah yang dapat memunculkan percampuran antara bahasa nasional dan
bahasa Indonesia. Bahasa ibu yang dikuasai pertama, mempunyai pengaruh yang kuat terhadap
pemakaian bahasa kedua, dan sebaliknya bahasa kedua juga mempunyai pengaruh yang besar
terhadap pemakaian bahasa pertama. Kebiasaan untuk memakai kedua bahasa lebih secara
bergantian disebut kedwibahasaan. Peristiwa semacam ini dapat menimbulkan interferensi.
Weinreich dalam Chaer (2004:122) menyatakan bahwa interferensi pada umumnya
dianggap sebagai gejala tutur (speechparole), hanya terjadi pada dwibahasawan dan peristiwanya
dianggap sebagai penyimpangan. Interferensi dianggap sebagai sesuatu yang tidak perlu terjadi
karena unsur-unsur serapan itu sudah ada padanannya dalam bahasa penyerap. Cepat atau lambat
sesuai dengan perkembangan bahasa penyerap, interferensi diharapkan semakin berkurang atau
sampai batas yang paling mini.
Istilah interferensi pertama kali digunakan oleh Weinreich untuk menyebut adanya
perubahan sistem suatu bahasa sehubungan dengan adanya persentuhan bahasa tersebut dengan
unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh penutur yang bilingual. Penutur yang bilingual
adalah penutur yang menggunakan dua bahasa secara bergantian, sedangkan penutur multilingual
merupakan penutur yang dapat menggunakan banyak bahasa secara bergantian. Peristiwa
interferensi terjadi pada tuturan dwibahasawan sebagai kemampuannya dalam berbahasa lain.
(http://lihumbakulum.wordpress.com/2011/01/31/interferensi-dan-integrasi/)
Weinreich juga mengatakan bahwa interferensi adalah bentuk penyimpangan penggunaan
bahasa dari norma-norma yang ada sebagai akibat adanya kontak bahasa karena penutur

mengenal lebih dari satu bahasa. Interferensi berupa penggunaan bahasa yang satu dalam bahasa
yang lain pada saat berbicara atau menulis. Didalam proses interferensi, kaidah pemakaian
bahasa mengalami penyimpangan karena adanya pengaruh dari bahasa lain. Pengambilan unsur
yang terkecil pun dari bahasa pertama ke dalam bahasa kedua dapat menimbulkan interferensi.

2

Interferensi morfologi dipandang oleh para ahli bahasa sebagai interferensi yang paling
banyak terjadi.Interferensi ini terjadi dalam pembentuka kata dengan menyerap afiks-afiks
bahasa lain. Misalnya kalau sering kali kita mendengar ada kata kepukul, ketabrak, kebesaran,
kekecilan, kemahalan, sungguhan, bubaran, duaan. Bentuk-bentuk tersebut dikatakan sebagai
bentuk interferensi karena bentuk-bentuk tersebut sebenarnya ada bentuk yang benar, yaitu
terpukul, tertabrak, terlalu besar, terlalu kecil, terlalu mahal, kesungguhan, berpisah (bubar), dan
berdua.Berdasarkan data-data di atas jelas bahwa proses pembentukan kata yang disebut
interferensi morfologi tersebut mempunyai bentuk dasar berupa kosa kata bahasa Indonesia
dengan afiks-sfiks dari bahasa daerah atau bahasa asing.
2.2 Faktor Penyebab Terjadinya Interferensi
Selain kontak bahasa, menurut Weinrich ada beberapa faktor yang menyebabkan
terjadinya interferensi, antara lain:
(1) Kedwibahasaan peserta tutur

Kedwibahasaan peserta tutur merupakan pangkal terjadinya interferensi dan berbagai
pengaruh lain dari bahasa sumber, baik dari bahasa daerah maupun bahasa asing. Hal itu
disebabkan terjadinya kontak bahasa dalam diri penutur yang dwibahasawan, yang pada akhirnya
dapat menimbulkan interferensi.
2) Tipisnya kesetiaan pemakai bahasa penerima
Tipisnya kesetiaan dwibahasawan terhadap bahasa penerima cenderung akan
menimbulkan sikap kurang positif. Hal itu menyebabkan pengabaian kaidah bahasa penerima
yang digunakan dan pengambilan unsur-unsur bahasa sumber yang dikuasai penutur secara tidak
terkontrol. Sebagai akibatnya akan muncul bentuk interferensi dalam bahasa penerima yang
sedang digunakan oleh penutur, baik secara lisan maupun tertulis.
3) Tidak cukupnya kosakata bahasa penerima
Perbendaharaan kata suatu bahasa pada umumnya hanya terbatas pada pengungkapan
berbagai segi kehidupan yang terdapat di dalam masyarakat yang bersangkutan, serta segi
kehidupan lain yang dikenalnya. Oleh karena itu, jika masyarakat itu bergaul dengan segi
kehidupan baru dari luar, akan bertemu dan mengenal konsep baru yang dipandang perlu. Karena
mereka belum mempunyai kosakata untuk mengungkapkan konsep baru tersebut, lalu mereka
menggunakan kosakata bahasa sumber untuk mengungkapkannya, secara sengaja pemakai
bahasa akan menyerap atau meminjam kosakata bahasa sumber untuk mengungkapkan konsep
baru tersebut. Faktor ketidak cukupan atau terbatasnya kosakata bahasa penerima untuk
mengungkapkan suatu konsep baru dalam bahasa sumber, cenderung akan menimbulkan

terjadinya interferensi.
Interferensi yang timbul karena kebutuhan kosakata baru, cenderung dilakukan secara
sengaja oleh pemakai bahasa. Kosakata baru yang diperoleh dari interferensi ini cenderung akan
lebih cepat terintegrasi karena unsur tersebut memang sangat diperlukan untuk memperkaya
perbendaharaan kata bahasa penerima.
4) Menghilangnya kata-kata yang jarang digunakan
Kosakata dalam suatu bahasa yang jarang dipergunakan cenderung akan menghilang. Jika
hal ini terjadi, berarti kosakata bahasa yang bersangkutan akan menjadi kian menipis. Apabila
bahasa tersebut dihadapkan pada konsep baru dari luar, di satu pihak akan memanfaatkan
kembali kosakata yang sudah menghilang dan di lain pihak akan menyebabkan terjadinya
interferensi, yaitu penyerapan atau peminjaman kosakata baru dari bahasa sumber.
3

Interferensi yang disebabkan oleh menghilangnya kosakata yang jarang dipergunakan
tersebut akan berakibat seperti interferensi yang disebabkan tidak cukupnya kosakata bahasa
penerima, yaitu unsur serapan atau unsur pinjaman itu akan lebih cepat diintegrasikan karena
unsur tersebut dibutuhkan dalam bahasa penerima.
5) Kebutuhan akan sinonim
Sinonim dalam pemakaian bahasa mempunyai fungsi yang cukup penting, yakni sebagai
variasi dalam pemilihan kata untuk menghindari pemakaian kata yang sama secara berulangulang yang bisa mengakibatkan kejenuhan. Dengan adanya kata yang bersinonim, pemakai

bahasa dapat mempunyai variasi kosakata yang dipergunakan untuk menghindari pemakaian kata
secara berulang-ulang.
Karena adanya sinonim ini cukup penting, pemakai bahasa sering melakukan interferensi
dalam bentuk penyerapan atau peminjaman kosakata baru dari bahasa sumber untuk memberikan
sinonim pada bahasa penerima. Dengan demikian, kebutuhan kosakata yang bersinonim dapat
mendorong timbulnya interferensi.
6) Prestise bahasa sumber dan gaya bahasa
Prestise bahasa sumber dapat mendorong timbulnya interferensi, karena pemakai bahasa
ingin menunjukkan bahwa dirinya dapat menguasai bahasa yang dianggap berprestise tersebut.
Prestise bahasa sumber dapat juga berkaitan dengan keinginan pemakai bahasa untuk bergaya
dalam berbahasa. Interferensi yang timbul karena faktor itu biasanya berupa pamakaian unsurunsur bahasa sumber pada bahasa penerima yang dipergunakan
7). Terbawanya kebiasaan dalam bahasa ibu
Terbawanya kebiasaan dalam bahasa ibu pada bahasa penerima yang sedang digunakan,
pada umumnya terjadi karena kurangnya kontrol bahasa dan kurangnya penguasaan terhadap
bahasa penerima. Hal ini dapat terjadi pada dwibahasawan yang sedang belajar bahasa kedua,
baik bahasa nasional maupun bahasa asing. Dalam penggunaan bahasa kedua, pemakai bahasa
kadang-kadang kurang kontrol. Karena kedwibahasaan mereka itulah kadang-kadang pada saat
berbicara atau menulis dengan menggunakan bahasa kedua yang muncul adalah kosakata bahasa
ibu yang sudah lebih dulu dikenal dan dikuasainya.
2.3 Sufiks –e dalam Bahasa Jawa


Kata dasar yang berakhir berupa vocal /a, i, u, e, o/ dan diberi akhiran –e, maka akhiran
-e akan berubah menjadi –ne. tetapi kata dasar yang berakhir dengan huruf konsonan dan diberi
akhiran –e, penulisannya tetap tidak mengalami perubahan.
Dara
Pari
Tahu
Sate
Kebo

+ -e
+ -e
+ -e
+ -e
+ -e

 darae  darane
 parie  parine
 tahue  tahune
 satee  satene

 keboe  kebone

Joged + -e  jogede
Pacul + -e  pacule
Wajik + -e  wajike
Ilang
+ -e  ilange
Siwur + -e  siwure

Sufiks -e menyatakan makna :

4

1) Milik meskipun disertai kata ganti milik sufiks –e masih digunakan.
Contoh :
(1) Adi nyemir sepatune Bapak.
(2) Sari ngresiki kamare Ibu.
(3) Pitike Adi dibeleh Bapak.
Apabila –e dalam kalimat di atas dihilangkan akan mengubah arti(menimbulkaan
konotasi yang berbeda)

Menjadi :
(1) Adi nyemir sepatu Bapak.
(2) Sari ngresiki kamar Ibu.
(3) Pitik Adi dibeleh Bapak.
2). Menyatakan kata benda
Misalnya:
(1) Dhuwure telung meter
(2) Tekane bocah-bocah rodo kasep.
3). Menyatakan pemanis kata; jadi tidak mengubah arti
Misalnya:
(1) Endi mangsine selak tak enggo nulis.
(2) Karepe mono ana, mung dhuwite bae kang ora ana.
4). Menyatakan kata keterangan
Misalnya:
(1) Wong iku salawase urip mung tetanen bae.
(2) Sadurunge mangkat nyuwuno pamit para sepuh dhisik .
2.4 Sufiks –nya dalam Bahasa Indonesia
5

Bentuk sufiks –nya dalam bahasa Indonesia dapat dibedakan menjadi 2 macam arti, yaitu

1) Sufiks –nya sebagai kata ganti ketiga tunggal yang berlaku objek atau pemilik .
Misalnya :
(1) Saya minta tolong kepadanya.
(2) Bukunya sudah koyak, buku saya masih bagus.
2) Sufiks –nya sebagai akhiran berfungsi untuk:
(1) Membentuk kata benda
Untuk membentuk kata benda sufiks –nya harus diimbuhkan pada beberapa kata kerja
yang mengatakan keadaan atau kata sifat.
Misalnya:
 Tenggelamnya kapal Tampomas banyak menelan korban.
 Sukarnya mencari pekerjaan di kota menyebabkan kami kembali ke desa.
 Naiknya harga beras menyenangkan petani.
(2) Memberi penekanan atau penegasan
Untuk member I penekanan pada bagian kalimat sufiks –nya harus diimbuhkan pada
kata benda.
Misalnya:
 Saya ingin mandi, airnya tidak ada.
 Ambillah obatnya, lalu minumlah!
(3) Membentuk kata keterangan
Akhiran –nya harus diimbuhkan pada beberapa kata tertentu.
Misalnya:
 Rupanya anak itu belum sehat benar.
 Kiranya dialah yang mencuri uangku
2.5 Sufiks –e Bahasa Jawa Menjadi –nya Bahasa Indonesia
Pemakaian –nya dalam kalimat-kalimat berikut merupakan penyimpangan dari fungsi
-nya dalam bahasa Indonesia.
1) “O…. itu kan tamunya Pak Tohir,” kata Bibi.
Hubungan posesif (menyatakan kepunyaan) dalam bahasa Indonesia dinyatakan oleh
hubungan dua kata benda yang dirangkaikan. /tamu Pak Tohir/ berarti tamu milik Pak Tohir
bukan Pak Ahmad. Antara kedua kata yaitu “tamu” dan “Pak Tohir” tidak perlu diselipkan kata
lain yang berfungsi menyatakan kepunyaan karena hubungan kedua kata itu sudah jelas
menyatakan kepunyaan.
Pemakaian sufiks –nya seperti di atas dipengaruhi oleh struktur posesif bahasa Jawa.
Tamune Pak Tohir. Dalam bahasa Jawa unsur sufiks –e sebagai alat pengeksplisitan
hubungan posesif. Karena, jika –e dihilangkan akan mengubah makna. Kalau dalam bahasa
Indonesia dikatakan / tamunya Pak Tohir/ maka strukturnya meniru bahasa Jawa. Sifat
posesifnya dinyatakan dua kali. Pada kalimat di atas terjadi pemindahan kaidah dari bahasa
Jawa. Seharusnya hal demikian tidak terjadi apabila penutur memahami kaidah bahasa Indonesia
dalam hal ini sebagai bahasa kedua yang dipelajarinya.
2) “Kami semua bingung siapa yang memberi makan ayamnya,” kata Kakak.
Arti kalimat langsung yang diucapkan oleh Kakak di atas adalah ‘Kakak dan seluruh
anggota keluarga bingung siapa yang akan memberi makan ayam. Makna –nya pada kata
ayamnya tidak jelas. Apakah mengacu pada kata ‘kami’ ataukah mengacu pada ‘dia’. Kalau –nya
6

mengacu pada ‘kami’ seharusnya kalimat itu menjadi /Kami semua bingung siapa yang memberi
makan ayam-ayam kami./ kalau –nya mengacu pada ‘dia’ dalam kalimat itu tidak ada
penyebutan kata ‘dia’ sebelumnya. Jadi penggunaan –nya pada kata ‘ayamnya’ dalam kalimat di
atas tidak tepat. Pada kalimat di atas terjadi pemindahan kaidah dari bahasa Jawa yaitu
kalimat/Awake dewe kabeh bingung sopo sing makani pitike./
3) “Mana sepedanya?” tanya kakak kepada Adik.
Dilihat dari segi menyatakan kepunyaan, bentuk pemakain –nya pada “sepedanya” tidak
tepat. Seharusnya /Mana sepedamu?/ -nya yang digunakan dalam kalimat langsung di atas tidak
berfungsi sebagai penunjuk kepunyaan melainkan sebagai kata sandang penentu. /Mana
sepedanya?/ artinya ‘mana sepeda itu?’ Jadi –nya dipakai sebagai alat penunjuk suatu benda yang
sudah diketahui.
III. Penutup
III.1

Simpulan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terjadi interferensi morfologis sufiks –e
Bahasa Jawa terhadap sufiks -nya bahasa Indonesia dari unsur pemindahan kaidah posesif dalam
bahasa Jawa terhadap bahasa Indonesia dan pemindahan makna penunjuk.
Latar belakang terjadinya interferensi morfologi sufiks-e bahasa Jawa terhadap
penggunaan sufiks-nya bahasa Indonesia adalah kebiasaan penutur menggunakan bahasa Jawa
sebagai bahasa pertama tingkat pemahaman penutur terhadap kaidah bahasa Indonesia terutama
tentang morfologi sufiks-nya masih rendah.
III.2 Saran
Penelitian tentang interferensi morfologi bahasa Jawa yaitu afiks, infiks ,dan sufiks yang
lain perlu dilakukan agar lebih lengkap penelitian tentang interferensi morfologi bahasa Jawa
terhadap bahasa Indonesia.
Daftar Rujukan
Chaer, Abdul dan Agustina, Leonie.2004. Sosiolinguistik, perkenalan Awal (ed. Revisi). Jakarta :
Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2006. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia (Ed. Revisi). Jakarta: Rineka Cipta.
Setiyanto, Aryo Bimo. 2010. Paramasastra Basa Jawa. Yogyakarta : PanjiPustaka.
http://lihumbakulum.wordpress.com/2011/01/31/interferensi-danintegrasi /http://ithasartika91.blogspot.com/2011/02/pengertian-dan-jenis-variasi-bahasa.html
http://ithasartika91.blogspot.com/2011/04/analisis-kesalahan-berbahasa.html
http://ithasartika91.blogspot.com/2011/02/jenis-jenis-interferensi.html

7

Interferensi Morfologi Bahasa Jawa terhadap Bahasa Indonesia
(Sufiks e- Bahasa Jawa menjadi –nya Bahasa Indonesia)

8

Disusun untuk memenuhi
Tugas Mata Kuliah
Sosiolinguistik Lanjut

Oleh :
Hariyani
Yanik Ekowati R.N.

PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS MALANG
2011

9

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Pengaruh metode sorogan dan bandongan terhadap keberhasilan pembelajaran (studi kasus Pondok Pesantren Salafiyah Sladi Kejayan Pasuruan Jawa Timur)

45 253 84

Kesesuaian konsep islam dalam praktik kerjasama bagi hasil petani desa Tenggulun Kecamatan Solokuro Kabupaten Lamongan Jawa Timur

0 86 111

EFEKTIVITAS siaran dialog interaktif di Radio Maraghita sebaga media komunikasi bagi pelanggan PT.PLN (persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten di Kelurahan Lebakgede Bandung

2 83 1

Prosedur Verifikasi Internal Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) Pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat

2 110 1

Prosedur Promosi Jabatan Karyawan pada PT. PLN (PERSERO) Distribusi Jawa Barat dan Banten UPJ Majalaya

3 53 1

Laporan Praktek Kerja Lapangan Di Divisi Humas Dan Rumah Tangga Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai Jawa Barat

5 91 1

Tinjauan seksi penagihan terhadap tata usaha piutang pajak kantor pelayanan pajak Bandung Karees Wilayah VII Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat

2 91 29

Kolokial Bahasa Inggris Dalam Novel A Diary OF Wimpy Kid Karya Jeff Kinney Dan Terjemehannya Diary Bocah Tengil

4 132 1