laporan pendahuluan asuhan keperawatan c
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1. KONSEP DASAR
2.1.1. Definisi
Menurut Taqiyyah Bararah, dkk (2013:75) gagal jantung adalah
ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan oksigen.
Menurut Sudoyo Aru, dkk (2009) gagal jantung adalah sindrome klinis
(sekumpulan tanda dan gejala), ditandai oleh sesak napas dan fatik (saat istirahat
atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung.
Gagal jantung dapat disebabkan oleh gangguan yang mengakibatkan terjadinya
pengurangan pengisian ventrikel (disfungsi diastolik) dan/atau kontraktilitas
miokardial (disfungsi sistolik).
Menurut Susan C. Semeltzer, (2016:286) gagal jantung merupakan
sindrom klinis yang ditandai dengan kelebihan beban (overload) cairan dan
perfusi jaringan yang buruk. Mekanisme terjadinya gagal jantung kongestif
meliputi gangguan kontraktilitas jantung (disfungsi sistolik) atau pengisian
jantung (diastol) sehingga curah jantung lebih rendah dari nilai normal.
Menurut Daulat Manurung (2014:1136) heart failure (HF) atau gagal
jantung adalah suatu sindroma klinis kompleks, yang didasari oleh
ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah keselruh jaringan tubuh
secara adekuat, akibat adanya gangguan struktural dan fungsional dari jantung.
Menurut Ali Ghanie (2014:1148) gagal jantung suatu kondisi patofisiologi,
dimana terdapat kegagalan jantung memompa darah yang sesuai dengan
kebutuhan jaringan.
2.1.2. Klasifikasi
Menurut Tagiyyah Bararah (2013 : 78) Berdasarkan bagian jantung yang
mengalami kegagalan pemompaan, gagal jantung terbagi atas gagal jantung kiri,
gagal jantung kanan, dan gagal jantung kongestif. Klasifikasi fungsional jantung
ada 4 kelas, yaiu:
1. Kelas 1 : penderita kelainan jantung tanpa pembatasan aktivitas fisik.
Aktivitas sehari-hari tidak menyebabkan keluhan.
2. Kelas 2 : penderita dengan kelainan jantung yang mempunyai aktivitas fisik
terbatas. Tidak ada keluhan sewaktu istirahat, tetapi aktivitas sehari-hari
akan menyebabkan capek, berdebar, sesak napas.
3. Kelas 3 : penderita dengan aktivitas fisik yang sangat terbatas. Pada keadaan
istirahat tidak terdapat keluhan, tetapi aktivitas fisik ringan saja akan
menyebabkan capek, berdebar, sesak napas.
4. Penderita yang tidak mampu lagi mengadakan aktivitas fisik tanpa rasa
terganggu. Tanda-tanda dekompensasi atau angina malah muncul pada
kondisi istirahat.
Klasifikasi menurut gejala dan intensitas gejala: (Morton, 2012)
1. Gagal jantung akut
Timbulnya gejala secara mendadak, biasanya selama beberapa hari atau
beberapa jam
2. Gagal jantung kronik
Perkembangan gejala selama beberapa bulan sampai beberapa tahun dan
menggambarkan keterbatasan kehidupan sehari-hari.
Klasifikasi gagal jantung menurut letaknya :
1. Gagal jantung kiri merupakan kegagalan ventrikel kiri untuk mengisi atau
mengosongkan dengan benar dan dapat lebih lanjut diklasifikasikan menjadi
disfungsi sistolik dan diastolik.
2. Gagal jantung kanan merupakan kegagalan ventrikel kanan untuk
memompa secara adekuat. Penyebab gagal jantung kanan yang paling sering
terjadi adalah gagal jantung kiri, tetapi gagal jantung kanan dapat terjadi
dengan adanya ventrikel kiri benar-benar normal dan tidak menyebabkan
gagal jantung kiri. GJ kann dapat juga disebabkan oleh penyakit paru dan
hipertensi arteri pulmonary primer.
2.1.3. Anatomi Fisiologi
2.1.3.1.
Anatomi sistem jantung
Menurut Syaifuddin (2016:191) sistem kardiovaskuler merupakan bagian
dari tubuh yang sangat penting karena merupakan pengatur. Selain itu, sistem
kardiovaskuler bertugas menyalurkan oksigen serta zat gizi ke seluruh tubuh.
Menurut Taqiyyah, dkk (2013:53) sistem sirkulasi terdiri dari atas sistem
kardiovaskuler dan limfe. Sistem kardovaskuler terdiri dari struktur-struktur
sebagai berikut:
1.
Jantung, yang berfungsi untuk memompa darah.
2.
Pembuluh darah yang berfungsi untuk mengalirkan darah menuju ke
jaringan dan sebaliknya.
3.
Cairan darah yang berfungsi mengangkut O2dan CO 2, zat-zat makanan dan
lain sebagainya ke jaringan dan sebaliknya.
Jantung merupakan organ muscular berongga dan pusat sirkulasi darah ke
seluruh tubuh. Jantung terletak dalam rongga toraks pada bagian mediastinum.
Ujung jantung mengarah ke bawah ke depan bagian kiri; basis jantung mengarah
ke atas ke belakang dan sedikit ke arah kanan. Pada basis jantung terdapat aorta,
batang arteri pulmonalis, vena kava superior dan inferior, serta vena pulmonalis.
Menurut Sholeh S. Naga (2013:156) jantung merupakan organ utama
dalam sistem kardiovaskuler. Jantung dibentuk oleh organ-organ muscular, apex
dan basis cordis, atrium kanan dan kiri, serta ventrikel kanan dan kiri. Jantung
memiliki bentuk yang cenderung kerucut tumpul dengan panjang sekitar 12 cm,
lebar 8-9 cm, dan tebal 6 cm. Berat jantung sekitar 7-15 ons atau 200-425 gram,
dan sedikit lebih besar dari kepalan tangan pemiliknya. Setiap harinya, jantung
berdetak 100.000 kali dan dalam masa periode itu jantung memompa 2.000
galon darah atau setara dengan 7.571 liter darah.
Menurut H. Syaifuddin (2013:122) jantung merupakan sebuah organ yang
terdiri dari otot. Otot jantung merupakan jaringan istimewa karena kalau dilihat
dari bentuk susunannya sama dengan otot serat lintang, tetapi cara bekerjanya
menyerupai otot polos yaitu di luar kemauan kita (dipengaruhi oleh susunan
saraf otonom)
Gambar 2.1 : Letak Jantung
(sumber http://www.google.com/search)
Jantung mempunyai beberapa lapisan, menurut Syaifuddin (2016:192):
1. Perikardium
Lapisan perikardium merupakan lapisan ganda tipis yang membungkus
jantung. Diantara dua lapisan itu terdapat cairan sebagai lubrikan atau
pelumas jantung secara terus menerus. Lapisan ganda tersebut adalah viseral
dan parietal.
a.
Perikardium fibrosum (viseral) yaitu lapisan luar yang melekat pada
tulang dada, diafragma, dan pleura.
b.
Perikardium paretalis yang membatasi perikardium fibrosum sering
disebut
epikardium.
mengandung
sedikit
Perikardium
cairan
yang
viseral
(kavitas
berfungsi
perikardialis)
melumas
untuk
mempermudah pergerakan jantung.
2. Miokardium
Lapisan miokardium adalah lapisan tengah dan paling tebal; tersusun atas
otot-otot jantung. Otot jantung menerima darah dari arteri koronaria. Arteri
koronaria kiri (left coronary artery-LCA) bercabang menjadi arteri desending
anterior (left anterior descending-LAD) dan arteri sirkumfleks kiri (left
circumflex artery-LCX). Susunan otot jantung (miokardium) adalah sebagai
berikut.
a.
Susunan otot atria: sangat tipis dan kurang teratur. Serabut-serabutnya
tersusun atas dua lapisan
b.
Susunan otot ventrikular: membentuk bilik janung; dimulai dari cincin
atrioventrikular sampai ke apeks jantung.
c.
Susunan otot atrioventrikular: merupakan dinding pemisah antara
serambi dan bilik (atrium dan ventrikel).
3. Endokardium
Endokardium merupakan lapisan terdalam dari jaringan yang melapisi rongga
jantung. Dinding dalam atrium diliputi oleh membran endokardium yang
mengkilat; terdiri atas jaringan endotel atau selaput lendir dan licin, kecuali
aurikula dan bagian depan sinus vena kava.
Bagian-bagian dari jantung adalah sebagai berikut.
a.
Basis kordis: bagian jantung sebelah atas yang berhubungan dengan
pembuluh darah besar (aorta asenden, arteri/vena pulmonalis, dan vena
kava superior)
b.
Apeks kordis: bagian bawah jantung berbentuk puncak kerucut tumpul.
Bagian ini dibentuk oleh unung ventrikel sinistra dan ventrikel dekstra,
bagian apeks ini tertutupi oleh paru-paru dan pleura sinistra dari dinding
toraks.
Gambar 2.2 : lapisan jantung
(sumber http://www.google.com/search)
Ruang-Ruang Jantung menurut Syaifuddin (2016:193) yaitu:
1. Atrium dekstra (serambi kanan)
Atrium merupakan bilik jantung yang bertugas meerima darah (kebalikan dari
ventrikel). Didalam atrium terdapat alur yang membatasi atrium dekstra
dengan sinus venarum, disebut sulkus terminalis.
2. Ventrikel dekstra (bilik kanan)
Berhubungan dengan atrium dekstra melalui osteum atrioventrikular
dekstrum dan dengan traktus pulmonalis melalui osteum pulmonalis, dinding
ventrikel dekstra jauh lebih tebal dari atrium dekstra.
3. Atrium sinistra (serambi kiri)
Terdiri atas rongga utama dan aurikula; terletak dibelakang atrium dekstra
membentuk sebagian besar basis (fasies posterior), dibelakang atrium sinistra
terdapat sinus obliqus perikardium serosum (viseral) dan perikardium
fibrosum (parietal).
4. Ventrikel sinistra
Ventrikel kiri berhubungan dengan atrium sinistra melalui osteum
atrioventrikular sinistra dan dengan aorta melalui osteum aorta. Dinding
ventrikel sinistra tiga kali lebih tebal daripada ventrikel dekstra. Tekanan
darah intraventrikular kiri enam kali lebih tinggi dibanding tekanan dari
ventrikel dekstra.
Gambar 2.3 : struktur dan ruang jantung
(sumber http://www.google.com/search)
Menurut Ethel Sloane (2012:229) katup jantung terdiri dari:
1. Katup trikuspid terletak antara atrium kanan dan ventrikel kanan. Katup ini
memiliki tiga daun katup (kuspis) jaringan ikat fibrosa ireguler yang dilapisi
endokardium.
a. Bagian ujung daun katup yang mengerucut melekat pada korda jaringan
ikat fibrosa, chordae tendineae (hearth string), yang melekat pada otot
papilaris.
b. Jika tekanan darah pada atrium kanan lebih besar daripada tekanan
darah di atrium kiri, daun katup trikuspid terbuka dan darah mengalir
dari atrium kanan ke ventrikel kanan.
c. Jika tekanan darah dalam ventrikel kanan lebih besar dari tekanan darah
di atrium kanan, daun katup akan menutup dan mencegah aliran balik
ke dalam atrium kanan.
2. Katup bikuspid (mitral) terletak antara atrium kiri dan ventrikel kiri. Katup ini
melekat pada chordae tendinaea dan otot papilaris, fungsinya sama dengan
fungsi katup trikuspid.
3. Katup semilunar aorta dan pulmonar terletak di jalur keluar ventrikular
jantung sampai ke aorta dan trunkus pulmonar. Katup semilunar terdiri dari
tiga kuspis berbentuk bulan sabit, yang tepi konveksnya melekat pada bagian
dalam pembuluh darah. Tepi bebasnya memanjang ke dalam lumen
pembuluh.
a. Katup semilunar pulmonar terletak antara ventrikel kanan dan trunkus
pulmonar.
b. Katup semilunar aorta terletak antara ventrikel kiri dan aorta.
c. Perubahan tekanan dalam ventrikel, dalam aorta, dan dalam pembuluh
pulmonar menyebabkan darah hanya mengalir ke dalam pembuluh dan
mencegah aliran balik ke dalam ventrikel.
Gambar 2.4 : katup jantung
(sumber http://www.google.com/search)
2.1.3.2.
Fisiologi jantung
Menurut syaifuddin (2016:195) otot jantung mengandung serat otot khusus
sebagai pencetus dan pengantar rangsangan-rangsangan. Tipe otot atrium dan
ventrikel berkontraksi dengan cara yang sama seperti otot rangka dengan
kontraksi otot yang lebih lama, sedangkan serat khusus penghantar dan pencetus
rangsangan berkontraksi dengan lemah sekali sebab serat-serat ini hanya
mengandung sedikit serat kontraktif.
1. Fungsi umum otot jantung
a. Sifat otomatis (rhythmicity). Otot jantung secara potensial dapat
berkontraksi tanpa adanya rangsangan dari luar. Jantung dapat
membentuk rangsangan (impuls) sendiri. Pada keadaan fisiologis, sel-sel
miokardium memiliki daya kontraktilitas yang tinggi.
b. Mengikuti hukum gagal atau tuntas. Bila impuls yang dilepas mencapai
ambang rangsang otot jantung, maka seluruh jantung akan berkontraksi
maksimal sebab susunan otot jantung merupakan suatu yang sensitif
sehingga impuls jantung segera dapat mencapai semua bagian jantung.
c. Tidak dapat berkontraksi tetanik. Refraktor absolut pada otot jantung
berlangsung sampai sepertiga masa relaksasi jantung yang merupakan
upaya tubuh untuk melindungi diri.
d. Kekuatan kontraksi dipengaruhi panjang awal otot. Bila seberkas otot
rangka diregang kemudian dirangsang secara maksimal, otot tersebut
akan berkontraksi dengan kekuatan tertentu.
2. Elektrofisiologi sel otot jantung
Aktivitas
listrik
jantung
merupakan
akibat
dari
perubahan
permeabilitas membran sel yang memungkinkan pergerakan ion-ion melalui
membran tersebut. Dengan masuknya ion-ion, maka muatan listrik
sepanjang membran ini mengalami perubahan yang relatif. Terdapat tiga
macam ion yang mempunyai fungsi penting dalam elektrofisiologi sel,
yaitu: kalium (K), natrium (N), dan kalsium (Ca). Natrium lebih banyak
terdapat didalam sel, sedangkan kalsium dan kalium lebih banyak terdapat
di luar sel.
Dalam keadaan istirahat sel-sel otot jantung mempunyai muatan
positif dibagian luar sel dan muatan negative di bagian dalam sel. Ini dapat
dibuktikan dengan galvanometer. Perbedaan muatan bagian luar dan bagian
dalam sel disebut resting membrane potensial. Bila sel dirangsang akan
terjadi perubahan muatan dalam sel menjadi positif, sedangkan diluar
rangsangan dinamakan depolarisasi. Setelah rangsangan sel berusaha
kembali pada keadaan muatan semula proses ini dinamakan repolarisasi.
Seluruh proses tersebut dinamakan aksi potensial.
Potensial aksi terjadi disebabkan oleh rangsangan listrik, kimia,
mekanik, dan termis. Potensial aksi dibagi dalam lima fase:
a.
Fase istirahat: bagian luar sel jantung bermuatan positif dan bagian
dalam bermuatan negatif (polarisasi).
b.
Fase depolarisasi (cepat): disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas
membran terhadap natrium sehingga natrium mengalir dari luar ke
dalam. Akibatnya muatan di dalam sel menjadi positif sedangkan di
luar sel menjadi negatif.
c.
Fase polarisasi parsial: segera setelah terjadi depolarisasi terdapat
sedikit perubahan akibat masuknya kalsium ke dalam sel, sehingga
muatan positif di dalam sel menjadi berkurang.
d.
Fase plato (keadaan stabil) fase depolarisasi diikuti keadaan stabil yang
agak lama sesuai dengan masa refraktor absolut dari miokard. Selama
fase ini tidak terjadi perubahan muatan listrik.
e.
Fase repolarisasi (cepat): pada fase ini muatan kalsium dan natrium
secara berangsur-angsur tidak mengalir lagi dan permeabilitas terhadap
kalium sangat meningkat sehingga kalium keluar dari sel dengan cepat.
(syaifuddin, 2016:196)
3. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi kerja jantung
a.
Beban awal: otot jantung diregangkan sebelum ventrikel kiri
berkontraksi. Beban awal berhubungan dengan panjang dan regangan
otot jantung.
b.
Kontraktilitas (kemampuan): bila saraf simpatis yang menuju ke
jantung dirangsang, maka ketegangan keseluruhan akan bergeser ke
atas atau ke kiri atau meningkatkan kontraktilitas. Frekuensi dan irama
jantung juga mempengaruhi kontraktilitas.
c.
Beban akhir: resistansi (tahanan) yang harus di atasi pada saat darah
dikeluarkan dari ventrikel. Suatu beban ventrikel kiri untuk membuka
katup semilunaris aorta dan mendorong darah selama kontraksi.
d.
Frekuensi jantung: dengan meningkatnya frekuensi jantung akan
memperberat pekerjaan jantung. (syaifuddin, 2016:199)
4. Siklus jantung
Jantung mempunyai empat pompa yang terpisah: 2 pompa primer
atrium dan 2 pompa tenaga ventrikul. Periode akhir kontraksi jantung
sampai akhir kontraksi berikutnya dinamakan siklus jantung. Tiap-tiap
siklus dimulai oleh timbulnya potensial aksi secara spontan. Simpul
sinoatrial (SA) terletak pada dinding posterior atrium dekstra, dekat muara
vena kava superior. Potensial aksi berjalan dengan cepat melalui berkas
atrioventrikular (AV) ke dalam ventrikel karena susunan khusus sistem
1
penghantar atrium ke ventrikel terdapat perlambatan 10 detik antara jalan
impuls jantung dan atrium ke dalam ventrikel. Hal ini memungkinkan
atrium berkontraksi mendahului ventrikel. Atrium bekerja sebagai pompa
primer bagi ventrikel dan ventrikel menyediakan sumber tenaga utama bagi
pergerakan darah melalui sistem vaskular.
5. Sistem konduksi pada jantung
Hambatan impuls-impuls yang memungkinkan pengaturan irama
jantung. Sistem ini modifikasi dari otot jantung disertai tenaga ritmik
spontan dan disertai oleh serabut saraf tertentu.
a.
Nodus sinoatrial (SA Node): suatu tumpukan jaringan neuromuskular
yang kecil berada di dalam dinding atrium dekstra di ujung krista
terminalis. Nodus ini merupakan pendahulu dari kontraksi jantung, dari
sini impuls diteruskan ke nodus atrioventrikular.
b.
Nodus atrioventrikular (AV Node): susunannya sama seperti SA node,
berada di dalam septum atrium dekat muara sinus koronarius. Impulsimpuls
diteruskan
ke
bundel
atrioventrikular
melalui
berkas
wenckebach.
c.
Bundel atrioventrikular: mulai dari bundel AV berjalan ke arah depan
pada pinggir bawah pars membranasea septum interventrikularis. Pada
bagian cincin yang terdapat antara atrium dan ventrikel disebut annulus
1
fibrosus rangsangan terhenti 10 detik, selanjutnya menuju apeks kordis
dan bercabang dua.
i. Pars septalis dekstra: lanjut ke arah bundel AV di dalam pars
muskularis septum interventrikular menuju ke dinding depan
ventrikel dekstra.
ii. Pars septalis sinistra: berjalan di antara pars membranasea dan pars
muskularis sampai di sisi kiri septum interventrikularis menuju basis
M. Papilaris inferior ventrikel sinistra. Serabut-serabut pars septalis
kemudian bercabang-cabang menjadi serabut terminal (serabut
purkinje).
d.
Serabut penghubung terminal (serabut purkinje): anyaman yang berada
pada endokardium menyebar pada kedua ventrikel.
6. Curah jantung
Pada keadaan normal (fisiologis), jumlah darah yang dipompakan oleh
ventrikel kiri dan ventrikel dekstra sama besarnya. Bila tidak demikian,
akan terjadi penimbunan darah di tempat tertentu. Misalnya, bila jumlah
darah yang dipompakan ventrikel dekstra lebih besar dari ventrikel sinistra,
maka jumlah darah tidak dapat diteruskan oleh ventrikel kirike peredaran
darah sistemik sehingga terjadi penimbunan darah di paru-paru. Jumlah
darah yang dipompakan ventrikel dalam satu menit disebut curah jantung
(cardiacoutput) dan jumlah darah yang dipompakan ventrikel setiap kali
sistole (disebut volume sekuncup atau stroke volume). Dengan demikian
curah jantung = isi sekuncup x frekuensi denyut jantung permenit.
Tiap sistole ventrikel tidak terjadi pengosongan total dari ventrikel,
hanya sebagian dari isi ventrikel yang dikeluarkan. Pada akhir sistole 120
cc, isi sekuncup = 80 cc maka pada akhir sistole masih tersisa 40 cc darah
dalam ventrikel. Jumlah darah yang tertinggal ini dinamakan volume residu.
Besar curah jantung seseorang tidak selalu lama, tergantung pada keaktivan
tubuhnya, curah jantung pria dewasa pada keadaan istirahat ±5 liter, dapat
turun-naik pada berbagai keadaan. Meningkat waktu kerja berat, stress,
peningkatan suhu lingkungan, dan keadaan hamil sedangkan curah jantung
menurun waktu tidur.
7. Periode kerja jantung
a.
Periode sistole (periode konstriksi) yaitu keadaan jantung bagian
ventrikel dalam keadaan menguncup; katup bikuspidalis da katup
trikuspidalis dalam keadaan tertutup. Valvula semilunaris aorta dan
valvula semilunaris arteri pulmonalis terbuka, sehingga darah dari
ventrikel dekstra mengalir ke arteri pulmonalis masuk ke dalam paruparu kiri dan kanan. Darah dari ventrikel sinistra mengalir ke aorta,
selanjutnya beredar ke seluruh tubuh.
b.
Periode diastole (periode dilatasi) suatu keadaan dimana jantung
mengembang, katup bikuspidalis dan trikuspidalis dalam keadaan
terbuka sehingga darah dari atrium sinistra masuk ke ventrikel sinistra
dan darah dari atrium dekstra masuk ke ventrikel dekstra. Selanjutnya
darah yang datang dari paru-paru kiri dan kanan melalui vena
pulmonalis masuk ke atrium sinistra dan darah dari seluruh tubuh
melalui vena pulmonalis masuk ke atrium dekstra.
c.
Periode istirahat. Yaitu waktu antara periode diastole dengan periode
1
sistole dimana jantung berhenti kira-kira 10 detik.
8. Bunyi jantung
Selama gerakan jantung, dapat terdengar dua macam suara yang
disebabkan oleh katup-katup yang menutup. Bunyi pertama disebabkan
menutupnya katup atrioventrikel, dan bunyi kedua karena menutupnya
katup aorta dan arteri pulmonar setelah konstriksi dari ventrikel. Bunyi yang
pertama adalah panjang, yang kedua pendek dan tajam. Bila diletakkan
stetoskop pada dada dekat dengan apeks jantung akan kedengaran bunyi
lup-dub lazim disebut sebagai bunyi jantung 1 dan bunyi jantung 2. Bunyi
jantung terjadi karena getaran udara dengan intensitas dan frekuensi
tertentu.
Bunyi jantung 1 disebabkan oleh:
1.
Faktor otot: pada umumnya, bila otot berkontraksi akan terjadi bunyi,
demikian pula pada sistole ventrikel.
2.
Faktor katup: pada saat ventrikel berkontraksi terjadi penutupan katup
atrioventrikular. Penutupan daun-daun katup tersebut menimbulkan
bunyi.
3.
Faktor pembuluh: setelah katup semilunaris terbuka, darah akan
dipompakan oleh ventrikel kiri ke aorta dan ventrikel dekstra ke arteri
pulmonalis. Arus darah ini akan menggetarkan dinding pembuluh
sehingga menimbulkan bunyi.
9. Sirkulasi darah
Menurut Syaifuddin (2013:132) Pembuluh darah pada peredaran
darah kecil terdiri atas:
1.
Arteri pulmonalis, merupakan pembuluh darah yang yang keluar dari
ventrikel dekstra menuju paru-paru, mempunyai 2 cabang yaitu dekstra
dan sinistra untuk paru-paru yang kanan dan kiri yang banyak
mengandung karbondioksida di dalam darahnya.
2.
Vena pulmonalis, merupakan vena pendek yang membawa darah dari
paru-paru masuk ke jantung bagian atrium sinistra. Didalamnya berisi
darah yang banyak mengandung oksigen.
Pembuluh darah pada peredaran darah besar, yaitu aorta, merupakan
pembuluh darah arteri yang besar. Pembuluh ini keluar dari jantung bagian
ventrikel sinistra melalui aorta asendens, lalu membelok ke belakang
melalui radiks pulmonalis sinistra, turun sepanjang kolumna vertebralis
menembus diafragma lalu turun ke bagian perut.
Jalannya arteri terbagi atas tiga bagian:
1.
Aorta asendens, aorta yang naik ke atas dengan panjangnya ± 5 cm.
2.
Arkus aorta, yaitu bagian aorta yang melengkung arah ke kiri, didepan
trakea sedikit ke bawah sampai vena torakalis.
3.
Aorta desendens, bagian aorta yang menurun mulai dari vertebra
torakalis IV sampai vertebra lumbalis IV.
2.1.4. Etiologi
Menurut Taqiyyah bararah, dkk (2013:76) penyebab gagal jantung
kongestif dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
1. Intrinsik:
a. Kardiomiopati.
b. Infark miokard.
c. Miokarditis.
d. Penyakit jantung iskemik.
e. Defek jantung bawaan.
f. Perikarditis/temponade jantung.
2. Sekunder:
a. Emboli paru.
b. Anemia.
c. Tirotoksikosis.
d. Hipertensi sistemik.
e. Kelebihan volume darah.
f. Asidosis metabolik.
g. Keracunan obat.
h. Aritmia jantung.
Penyebab
gagal
jantung
mencakup
apapun
yang
menyebabkan
peningkatan volume plasma sampai derajat tertentusehingga volume diastolik
akhir meregangkan serat-serat ventrikel melebihi panjang optimumnya.
Penyebab tersering adalah cedera pada jantung itu sendiri yang memulai siklus
kegagalan dengan mengurangi kekuatan kontraksi jantung. Penyebab gagal
jantung yang terdapat di jantung antara lain:
1. Disfungsi miokard (kegagalan miokardial).
2. Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (systolic overload)
3. Beban volume berlebihan-pembebanan diastolik (diastolic overload) preload
yang berlebihan dan melampaui kapasitas ventrikel (diastolic overload) akan
menyebabkan volume dan tekanan pada akhir diastolik dalam ventrikel
meninggi.
4. Peningkatan kebutuhan metabolik-peningkatan kebutuhan yang berlebihan
(demand overload). Beban kebutuhan metabolik meningkat melebihi
kemampuan daya kerja jantung dimana jantung sudah bekerja maksimal,
maka akan terjadi keadaan gagal jantung walaupun curah jantung sudah
cukup tinggi tetapi tidak mampu memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh.
5. Gangguan pengisian (hambatan input). Hambatan pada pengisian ventrikel
karena gangguan aliran masuk ke dalam ventrikel atau pada aliran baik vena/
venous return akan menyebabkan pengeluaran atau output ventrikel berkrang
dan curah jantung menurun.
6. Kelainan otot jantung. Gagal jantung yang paling sering terjadi pada
penderita kelainan otot jantung, menyebabkan menurunnya kontraktilitas
jantung.
7. Aterosklerosis koroner. Mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis
(akibat penumpukan asam laktat).
8. Hipertensi sistemik/pulmonal. Meningkatkan beban kerja jantung dan pada
gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
9. Peradangan dan penyakit miokardium. Berhubungan dengan gagal jantung
karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan
kontraktilitas menurun.
10. Penyakit jantung. Penyakit jantung lain seperti stenosis katup semilunar,
tamponade perikardium, perikarditis konstruktif, stenosis katup AV.
11. Faktor sistemik. Seperti hipoksia dan anemia yang memerlukan peningkatan
curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia atau
anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis dan
abnormalitas elektrolit juga dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
Semua situasi diatas dapat menyebabkan gagal jantung kiri atau kanan.
Penyebab yang spesifik untuk gagal jantung kanan antara lain: gagal jantung
kiri, kipertensi paru, PPOM.
Menurut Ali Ghanie (2014:1148) penyebab dari gagal jantung antara lain
disfugsi miokard, endokard, perikardium, pembuluh darah besar, aritmia,
kelainan katup, dan gangguan irama. Sebagaimana diketahui keluhan dan gejala
gagal jantung, edema paru dan syok sering dicetuskan oleh adanya berbagai
faktor pencetus.
2.1.5. Patofisiologi / pathway
Setiap hambatan pada aliran darah (forward flow) dalam sirkulasi akan
menimbulkan bendungan pada arah berlawanan dengan aliran (backward
congestion). Hambatan pengaliran (forward failure) akan menimbulkan adanya
gejala backward failure dalam sistem srikulasi aliran darah. Mekanisme
kompensasi jantung pada kegagalan jantung adalah upaya tubuh untuk
mempertahankan peredaran darah dalam memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan. Mekanisme kompensasi yang terjadi pada gagal jantung ialah: dilatasi
ventrikel, hipertrofi ventrikel, kenaikan rangsang simpatis berupa takikardi dan
vasokonstriksi perifer, peninggian kadar katekolamin plasma, retensi garam dan
cairan badan dan peningkatan ekstraksi oksigen oleh jaringan. Bila jantung
bagian kanan dan bagian kiri bersama-sama dalam keadaan gagal akibat
gangguan aliran darah dan adanya bendungan, maka akan tampak tanda dan
gejala gagal jantung pada sirkulasi sistemik dan sirkulasi paru. Keadaan ini
disebut gagal jantung kongestif (CHF).
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi baik pada
jantung dan secara sistemik. Jika stroke volume kedua ventrikel berkurang oleh
karena penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka
volume dan tekanan pada akhir diastolik dalam kedua ruang jantung akan
meningkat. Ini akan meningkatkan panjang serabut miokardium akhir diastolik,
menimbulkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama,
terjadi dilatasi ventrikel. Output kardiak pada saat istirahat masih bisa baik tapi,
tapi peningkatan tekanan diastolik yang berlngsung lama/kronik akan dijalarkan
ke kedua atriumdan sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sistemik. Akhirnya tekanan
kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul
edema paru atau edema sistemik. Penurunan output kardiak, terutama jika
berkaitan dengan penurunan tekanan arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan
mengaktivasikan beberapa sistem saraf dan humoral.
Peningkata aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi
miokardium, frekuensi denyut jantung dan vena; perubahan yang terakhir ini
akan meningkatkan volume darah sentral yang selanjutnya meningkatkan
preload.
2.1.6. Manifestasi klinis
Menurut Brunner dan Suddarth (2016:286) tanda dan gejala gagal jantung
dapat dihubungkan dengan ventrikel yang mengalami gangguan. Gagal jantung
kiri memiliki manifestasi klinis yang berbeda dari gagal jantung kanan. Pada
gagal jantung kronik, pasien bisa menunjukkan tanda dan gejala dari kedua tipe
gagal jantung tersebut:
Gagal jantung kiri
1. Kongesti pulmonal: disspnea, batuk, krekels paru, kadar saturasi oksigen
yang rendah, adanya bunyi jantung tambahan bunyi jantung S3 atau “gallop
ventrikel” bisa dideteksi melalui auskultasi.
2. Dispnea saat beraktivitas (DOE), ortopnea, dispnea nokturnal paroksimal
(PND).
3. Batuk kering dan tidak berdahak di awal, lama kelamaan dapat berubah
menjadi batuk berdahak.
4. Sputum berbusa, banyak, dan berwarna pink (berdarah).
5. Krekels pda kedua basal paru dan dapat berkembang menjadi krekels di
seluruh area paru.
6. Perfusi jaringan yang tidak memadai.
7. Oliguria dan nokturia.
8. Dengan berkembangnya gagal jantung akan timbul gejala-gejala seperti;
gangguan pencernaan, pusing, sakit kepala, konfusi, gelisah, ansietas; kulit
pucat atau dingin dan lembap.
9. Takikardi, lemah, pulsasi lemah; keletian.
Gagal jantung kanan
1. Kongesti pada jaringan viseral dan perifer
2. Edema ekstremitas bawah (edema dependen), hepatomegali, asites
(akumulasi cairan pada rongga peritoneum), kehilangan nafsu makan, mual,
kelemahan, dan peningkatan berat badan akibat penumpukan cairan.
Menurut Arif Huda N, dkk (2015:20) terdapat beberapa kriteria:
1. Kriteria major
Paroksismal nokturnal dispnea
Distensia vena leher
Ronki paru
Kardiomegali
Edema paru akut
Gallop S3
Peninggian vena jugularis
Refluks hepatojugular
2. Kriteria minor
Edema ekstremitas
Batuk malam hari
Dispnea d’effort
Hepatomegali
Efusi pleura
1
Penurunan kapasitas vital 3 dari normal
Takikardia (>120/menit)
3. Major atau minor
2.1.7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gagal jantung dibagi atas:
2.1.1.1.
Terapi non farmakologi
Menurut brunner dan suddarth (2016:287) pemilihan terapi sangat
bergantng pada tingkat keparahan dan kondisi pasienndan dapat meliputi
medikasi oral dan IV, perubahan besar pada gaya hidup, pemberian tambahan
oksigen, pemasangan alat bantu, dan dengan pembedahan, meliputi transplantasi
jantung. Perubahan gaya hidup mencakup pembatasan diet natrium; menghindari
konsumsi cairan berlebihan, alkohol, dan merokok; upaya menurunkan berat
badan jika diindikasikan dan olahraga teratur. Pembedahan pintas koroner,
angioplasti koroner transluminal perkutan (PTCA), dan beberapa terapi inovatif
yang diindikasikan (pemasangan alat bantung jantung, transplantasi).
Menurut taqiyyah bararah, dkk (2013:85) Pengobatan dilakukan agar
penderita merasa lebih nyaman dalam melakukan berbagai aktivitas fisik, dan
bisa memperbaiki kualitas hidup serta meningkatkan harapan hidupnya.
Pendekatannya dilakukan melalui 3 segi, yaitu:
1. Mengobati penyakit peyebab gagal jantung.
a. Pembedahan bisa dilakukan untuk:
Memperbaiki penyempitan atau kebocoran pada katup jantung.
Memperbaiki hubungan abnormal diantara ruang0ruang jantung.
Memperbaiki penyumbatan arteri koroner yang kesemuanya bisa
menyebabkan gagal jantung.
b. Pemberian antibiotik untuk mengatasi infeksi.
c. Kombinasi obat-obatan, pembedahan dan terapi penyinaran terhadap
kelenjar tiroid yang terlalu aktiv.
d. Pemberian obat anti-hipertensi.
2. Menghilangkan faktor yang memperburuk gagal jantung.
Menghilangkan aktivitas fisik yang berlebihan merupakan tindakan awal
yang sederhana namun sangat tepat dalam penanganan gagal jantung.
Dianjurkan untuk berheti merokok, melakukan perubahan pola makan,
berhenti minum alkohol atau melakukan olahraga ringan secra teraturuntuk
memperbaiki kondisi tubuh secara keseluruhan.
3. Mengobati gagal jantung.
Prinsipnya adalah pencegahan dan pengobatan dini terhadap penyebabnya.
Pengobatan tahap ini adalah secara medis dan dilakukan oleh dokter.
2.1.1.2.
Terapi farmakologi
Menurut Taqiyyah Bararah, dkk (2013:86)
1. Glikosida jantung
Digitalis,
meningkatkan
kekuatan
kontraksi
otot
jantung
dan
memperlambat frekuensi jantung. Efek yang dihasilkan: peningkatan curah
jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah dan peningkatan
diuresisi dan mengurangi edema.
2. Terapi diuretik
Diberikan untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal.
Penggunaan harus hati-hati karena efek samping hiponatremia dan
hipokalemia.
3. Terapi vasodilator
Obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi impedansi tekanan
terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki
pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan
pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan.
4. Diet
Pembatasan natrium untuk mencegah, mengontrol, atau menghilangkan
edema.
Diuretik: untuk mengurangi penimbunan cairan dan pembengkakan.
Penghambat ACE (ACE inhibitors): untuk menurunkan tekanan darah
dan mengurangi beban kerja jantung.
Penyekat beta (beta blockers): untuk mengurangi denyut jantung dan
menurunkan tekanan darah agar beban jantung berkurang.
Digoksin: memperkuat denyut dan daya pompa jantung.
Terapi nitrat dan vasodilator koroner: menyebabkan vasodilatasi
perifer dan penurunan konsumsi oksigen miokard.
Digitalis: memperlambat frekuensi ventrikel dan meningkatkan
kekuatan kontraksi, peningkatan efisiensi jantung. Saat curah jantung
meningkat, volume cairan lebih besar dikirim ke ginjal untuk filtrasi
dan ekskresi dan volume intravaskuler menurun.
Inotropik positif: dobutamin adalah obat simpatomimetik dengan kerja
beta 1 adrenergik. Efek beta 1 meningkatkan kekuatan kontraksi
miokardium (efek inotropik positif) dan meningkatkan denyut jantung
(efek kronotropik positif).
Sedati: pemberian sedative untuk mengurangi kegelisahan bertujuan
mengistirahatkan dan memberi relaksasi.
Menurut brunner dan suddarth (2016:287)
1. Tunggal atau kombinasi: pemberian terapi vasodilator (inhibitor ACE),
penyekat reseptor angiotensin II (ARB), penyekat beta, penyekat saluran
kalsium, terapi diuretik, glikosida jantung (digitalis), dan lain-lain.
2. Infusi intravena: nesiritida, milrinzne, dobutamin.
3. Obat-obat untuk mengurangi disfungsi diastolik.
4. Antikoagulan, obat-obatan untuk mengontrol hiperlipidemia (statins).
2.1.8. Komplikasi
Menurut Taqiyyah Bararah (2013:87) komplikasi dapat berupa:
1. Kerusakan atau kegagalan ginjal.
Gagal jantung dapat mengurangi aliran darah ke ginjal, yang akhirnya dapat
menyebabkan gagal ginjal jika tidak di tangani. Kerusakan ginjal dari gagal
jantung dapat membutuhkan dialisis untuk pengobatan.
2. Masalah katup jantung.
Gagal jantung menyebabkan penumpukan cairan sehingga dapat terjadi
kerusakan pada katup jantung.
3. Kerusakan hati.
Gagal jantung dapat menyebabkan penumpukan cairan yang menempatkan
terlalu banyak tekanan pada hati. Cairan ini dapat menyebabkan jaringan
parut yang mengakibatkan hati tidak dapat berfungsi dengan baik.
4. Serangan jantung dan stroke.
Karena aliran darah melalui jantung lebih lambat pada gagal jantung daripada
di jantung yang normal, maka semakin besar kemungkinan anda akan
mengembangkan pembekuan darah, yang dapat meningkatkan resiko terkena
serangan jantung atau stroke.
2.2. Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.1. Pengkajian
Menurut Andra Saferi Wijaya dan Yessie Mariza Putri (2014:162)
pengkajian pada pasien CHF antara lain sebagai berikut:
1.
Aktivitas/istirahat
Gejala :
a. Keletihan, kelelahan terus sepanjang hari.
b. Insomnia
c. Nyeri dada dengan aktivitas
d. Dispnea pada saat istirahat atau pada pengerahan tenaga.
Tanda : Gelisah, perubahan status mental: letargi, TTV berubah pada saat
aktivitas.
2.
Sirkulasi
Gejala :
a. Riwayat hipertensi, MCI, episode gagal jantung kanan sebelumnya
b. Penyakit katub jantung, bedah jantung, endokarditis, SLE, anemia,
syok septik, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen, sabuk terlalu
kuat (pada gagal jantung kanan).
Tanda :
a. TD
mungkin
menurun
(gagal
pemompaan),
normal
GJK
ringan/kronis atau tinggi (kelebihan volume cairan/peningkatan TD)
b. Tekanan nadi menunjukkan peningkatan volume sekuncup
c. Frekuensi jantung takikardia (gagal jantung kiri)
d. Irama jantung: sistemik, misalya; fibrilasi atrium, kontraksi ventrikel
prematur/takikardia blok jantung
e. Nadi apikal disritmia, misal: PMI mungkin menyebar dan berubah
posisi secara interior kiri
f. Bunyi jantung S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat terjadi, S1
dan S2 mungkin lemah
g. Murmur sistolik dan diastolik dapat menandakan adanya katup atau
insufisiensi
h. Nadi : nadi perifer berkurang, perubahan dalam kekuatan denyutan
dapat terjadi, nadi sentral mungkin kuat, misal: nadi jugularis coatis
abdominal terlihat
i. Warna kulit: kebiruan, pucat, abu-abu, sianotik
j. Punggung kuku: pucat atau sianotik dengan pengisian kapiler lambat
k. Hepar: pembesaran/dapat teraba, reflek hepato jugularis
l. Bunyi napas: krekels, ronchi
m. Edema: mungkin dependen, umum atau pitting, khususnya pada
ekstremitas
n. DVJ.
3.
Integritas ego
Gejala : ansietas, khawatir, takut, stres yang B.D penyakit/finansial
Tanda : berbagai manifestasi prilaku, misal: ansietas, marah, ketakutan.
4.
Eliminasi
Gejala : penurunan berkemih, urine berwarna gelap, berkemih malam hari
(nokturia), diare/konstipasi.
5.
Nutrisi
Gejala :
a. Kehilangan nafsu makan
b. Mual/ muntah
c. Penambahan BB signifikan
d. Pembengkakan pada ekstremitas bawah
e. Pakaian/ sepatu terasa sesak
f. Diet tinggi garam/ makanan yang telah di proses, lemak gula dan
kafein
g. Penggunaan diuretik.
Tanda : penambahan BB cepat, distensi abdomen (asites), edema (umum,
dependen atau pitting).
6.
Hygiene
Gejala : keletihan, kelemahan, kelelahan selama aktivitas perawatan diri
Tanda : penampilan menandakan kelalaian perawatan personal
7.
Neurosensori
Gejala : kelemahan, peningkatan episode pingsan
Tanda : letargi, kuat fikir, disorientasi, perubahan perilaku, mudah
tersinggung
8.
Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas
Tanda : tidak tenang, gelisah, fokus menyempit (menarik diri), perilaku
melindungi diri
9.
Pernapasan
Gejala :
a. Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa
bantal
b. Batuk dengan tanpa sputum
c. Riwayat penyakit paru kronis
d. Penggunaan bantuan pernapasan, misal oksigen atai medikasi
Tanda :
a. Pernapasan
takipnea,
penggonaan otot aksesori
b. Pernapasan nasal faring
napas
dangkal,
pernapasan
laboral,
c. Batuk kering/ nyaring/ non produktif atau mungkin batuk terus
menerus dengan tanpa sputum
d. Sputum; mungkin bercampur darah, merah muda/ berbuih, edema
pulmonal
e. Bunyi napas; mungkin tidak terdengar dengan krakels banner dan
mengi
f. Fungsi mental; mungkin menurun, letargik, kegelisahan, warna kulit
pucat/ sianosis.
10. Pemeriksaan penunjang
a. Radiogram dada; kongesti vena paru, redistribusi vaskular pada
lobus-lobus atas paru, kardiomegali
b. Kimia darah; hiponatremia, hiperkalemia pada tahap lanjut dari
gagal jantung, BUN dan kreatinin meningkat
c. Urine; lebih pekat, BJ meningkat, Na meningkat
d. Fungsi hati; pemanjangan masa protombin, peningkatan bilirubin
dan enzime hati (SGOT dan SPGT meningkat).
Menurut Taqiyyah Bararah (2013:84) pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa CHF yaitu:
a. Elektro kardiogram (EKG): hipertropi atrial atau ventrikuler,
penyimpangan aksis, iskemia, disritmia, takikardi, fibrilasi atrial.
Hipertropi atrial atau ventrikular, penyimpangan aksis, iskemia dan
kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia misalnya: takikardi,
fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih
setelah infark miokard menunjukkan adanya aneurime ventrikular.
b. Scan jantung: tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan
gerakan dinding.
c. Sonogram
menunjukkan
(ekokardiogram,
dimensi
ekokardiogram
pembesaran
bilik,
dopple):
dapat
perubahan
dalam
fungsi/struktur katup, atau area penurunan kontraktili tas ventrikular.
d. Kateterisasi jantung: tekanan abnormal merupakan indikasi dan
membantu membedakan gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri
dan stenosis katup atau insufisiensi.
e. Rongent dada: dapat menunjukan pembesaran jantung, bayangan
mencerminkan dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam
pembuluh darah abnormal.
f. Enzim hepar: meningkat dalam gagal/kongesti hepar.
g. Elektrolit: mungkin berubah karena perpindahan cairan/penurunan
fungsi ginjal, terapi diuretik.
h. Oksimetri nadi: saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal
jantung kongestif akut menjadi kronis.
i. Analisa gas darah (AGD): gagal ventrikel kiri ditandai dengan
alkaliosis
respiratori ringan (dini) atau hipoksemia dengan
peningkatan PCO2 (akhir).
j. Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin: peningkatan BUN
menunjukanpenurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik BUN dan
kretinin merupakan indikasi gagal ginjal.
k. Pemeriksaan tiroid: peningkatan aktivitas tiroid menunjukan
hiperaktivitas tiroid sebagai pre pencetus gagal jantung.
2.2.2. Diagnosa keperawatan dan Intervensi keperawatan
Menurut Andra Saferi Wijaya dan Yessie Mariza Putri (2014:165)
diagnosa keperawatan pada pasien CHF yaitu:
1.
Penurunan curah jantung B.d perubahan kontraktilitas miocard, perubahan
struktural, perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik.
Tujuan :
Diharapkan curah jantung kembali adekuat
Kriteria hasil :
TTV dalam batas normal
Ortopnea tidak ada
Nyeri dada tidak ada
Terjadi penurunan episode dispnea
Hemodinamik DBN
Intervensi :
Auskultasi nadi apikal, kaji frekuensi dan irama jantung
Rasional : biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat)
untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.
Catat bunyi jantung
Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja
pompa. Irama Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran
darah ke serambi yang distensi. Murmur dapat menunjukkan
inkompetensi/ stenosis katup.
Palpasi nadi perifer
Rasional : penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya
nadi radial, popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin
cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan pulsus alternan.
Pantau TD
Rasional : pada GJK dini, sedang atau kronis tekanan darah dapat
meningkat.
Pada
HCF
lanjut
tubuh
tidak
mampu
lagi
mengkompensasi dan hipotensi tidak dapat normal lagi.
Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis
Rasional : pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer sekunder
terhadap tidak adekuatnya curah jantung, vasokontriksi dan anemia.
Sianosis dapat terjadi sebagai refraktori GJK. Area yang sakit sering
berwarna biru atau belang karena peningkatan kongesti vena.
Berikan obat sesuai indikasi
Rasional : tipe dan dosis diuretik tergantung pada derajat gagal
jantung dan status fungsi ginjal. Penurunan preload paling banyak
digunakan dalam mengobati pasien dengan curah jantung relative
normal ditambah dengan gejala kongesti. Diuretik mempengaruhi
reabsorpsi
natrium
dan
air.
Vasodilator
digunakan
untuk
meningkatkan curah jantung, menurunkan volume sirkulasi dan
tahanan vaskuler sistemik, juga kerja ventrikel. Antikoagulan
digunakan untuk mencegah pembentukan thrombus/emboli pada
adanya faktor risiko seperti statis vena, tirah baring, disritmia
jantung.
Pantau EKG dan perubahan foto dada
Rasional : depresi segmen ST dan datarnya gelombang T dapat
terjadi karena peningkatan kebutuhan oksigen miokard, meskipun
tak ada penyakit arteri koroner. Foto dada dapat menunjukan
pembesaran jantung.
Pantau pemeriksaan lab BUN, kreatinin
Rasional : peningkatan BUN/kreatinin hipoperfusi/gagal ginjal.
2.
Intoleransi aktivitas B.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan
kebutuhan tubuh.
Tujuan :
Diharapkan klien dapat beraktivitas dengan bantuan minimal atau
peningkatan toleransi aktivitas
Kriteria hasil :
Menurunnya kelemahan dan kelelahan
HB meningkat
Diaporesis berkurang/tidak ada
TTV DBN
Intervensi :
Periksa TTV sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila
klien menggunakan vasodilator, diuretik dan penyekat beta.
Rasional : hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena
efek obat (vasodilasi), perpindahan cairan (diuretik) atau pengaruh
fungsi jantung.
Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi,
disritmia, dispnea dan pucat.
Rasional
:
meningkatkan
penurunan/ketidakmampuan
volume
sekuncup
miokardium
selama
aktivitas
untuk
dapat
menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan
oksigen juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas
Rasional : dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung
daripada kelebihan aktivitas.
Implementasi program rehabilitasi jantung aktivitas
Rasional : peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja
jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan
fungsi jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat
membaik kembali.
3.
Kaji penyebab kelemahan, contoh pengobatan nyeri otot
Diet yang sesuai
Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas B.d perubahan membran kapiler
alveolus.
Tujuan :
mempertahankan pertukaran gas dalam paru secara adekuat untuk
meningkatkan oksigenase jaringan
kriteria hasil :
tidak terdapat tanda sianosis
bunyi napas normal
nilai ABG dalam rentang normal
intervensi :
Posisi tidur semi fowler dan batasi jumlah pengunjung
Batasi aktivitas selama periode sesak napas, bantu mengubah posisi
Rasional : memfasilitasi ekspansi paru dan mengurangi oksigen
miokard
Auskultasi suara napas, dan catat adanya rales (krekels) atau ronkhi
di basal paru, wheezing
Observasi kecepatan pernapasan dan kedalaman pola napas tiap 1-4
jam
Monitor tanda dan gejala edema pulmonal (sesak napas saat
aktivitas; PND/ortopnea; batuk; takipnea; sputum: bau, jumlah,
warna, viskositas; peningkatan pulmonary artery wedge pressure)
Monitor tanda dan gejala hipoksia (perubahan nilai gas darah;
takikardi; peningkatan sistolik tekanan darah; gelisah, bingung,
pusig, nyeri dada, sianosis di bibir.
Observasi tanda-tanda kesulitan respirasi, pernapasan cheyne stokes,
segera laporkan tim medis
Rasional : terdengarnya krekels, pola napas PND atau orthopnea,
sianosis, peningkatan PAWP mengindikasikan kongesti pulmonal,
akibat peningkatan tekanan jantung sisi kiri. Tanda dan gejala
hipoksia mengindikasikan tidak adekuatnya perfusi jaringan akibat
kongesti pulmonal dampak dari gagal jantung kiri.
4.
Kelebihan volume cairan B.d menurunnya laju filtrasi glomerulus/
meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium dan air.
Tujuan : tidak terjadi kelebihan volume cairan
Kriteria hasil :
TTV dalam rentang normal
Bunyi napas bersih/jelas
BB stabil tidak terdapat edema
Intervensi :
Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat hari dimana
diuresis terjadi.
Rasional : pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena
penurunan perfusi ginjal. Posisi terlentang membantu diuresis
sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan selama tirah baring.
Pantau/hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24
jam.
Rasional: terapi diuretik dapat disebabkan oleh kehilangan cairan
tiba-tiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites masih
ada.
Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama
fase akut.
Rasional : posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan
menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
Pantau TD dan CVP (bila ada).
Rasional : hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan
cairan dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru,
gagal jantung.
Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi) : diuretik,
tiazid. Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi) :
diuretik, tiazid.
Rasional : diuretik meningkatkan laju aliran urine dan
dapat menghambat reabsorpsi natrium/klorida pada
tubulus ginjal. Tiazid meningkatkan diuresis tanpa
kehilangan kalium berlebihan.
Konsultasi dengan ahli diet.
Rasional : perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang
memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium.
5.
Gangguan perfusi jaringan perifer B.d stasis vena.
6.
Kecemasan B.d kesulitan napas dan kegelisahan akibat oksigenasi yang
tidak adekuat.
7.
Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan B.d anoreksia, mual dan muntah.
8.
Resiko kurangnya pengetahuan mengenai program perawatan B.d tidak bisa
menerima perubahan gaya hidup baru yang dianjurkan.
9.
Bersihan jalan napas tidak efektif B.d peningkatan produksi sekret, sekret
tertahan, sekresi kental, peningkatan energi dan kelemahan.
2.2.3. Implementasi
Menurut effendy, implementasi adalah pengolahan dan perwujudan dari
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Jenis tindakan
pada
implementasi
ini
terdiri
dari
tindakan
mandiri,
saling
ketergantungan/kolaborasi, dan tindakan rujukan/ketergantungan.
Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan. Pada situasi nyata sering implementasi juh berbeda dengan
rencana. Hal ini terjadi karena peawat belum terbiasa menggunakan rencana
tertulis dalam melaksanakan tindakan keperawatan. Yang biasa adalah rencana
tidak tertulis yaitu apa yang dipikirkan, dirasakan, itu yang dilaksanakan. Hal ini
sangat membahayakan klien dan perawat jika berakibat fatal, dan juga tidak
memenuhi aspek legal.
Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlu
memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dan
dibutuhkan kliensesuai dengan kondisi saat ini. Perawat juga menilai diri sendiri,
apakah mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual, teknik sesuai dengn
tindakan yang akan dilaksanakan. Kutipan dari taqiyyah bararah dan muhammad
jauhar (2013:13-14)
2.2.4. Evaluasi
Menurut Alfaro-LeFevre, evaluasi mengacu kepada penilaian, tahapan,
dan perbaikan. Pada tahap ini perawat menemukan penyebab mengapa suatu
proses keperawatan dapat berhasil atau gagal. Evaluasi dibagi menjadi dua jenis
yaitu:
1. Evaluasi Formatif
:
Hasil observasi dan analisa perawat terhadap
respon segera pada saat dan setelah dilakukan tindakan keperawatan.
2. Evaluasi Sumatif
:
Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan
analisa status kesehatan sesuai waktu pada tujuan ditulis pada catatan
perkembangan.
Hasil yang diharapkan untuk pasien dengan gagal jantung menurut
Brunner dan Suddarth (2016:291)
1. Menunjukkan toleransi terhadap peningkatan aktivitas.
2. Mempertahankan keseimbangan cairan.
3. Kecemasan berkurang.
4. Membuat keputusan yang bijaksana terkait perawatan dan pengobatan.
5. Mematuhi regimen pe
TINJAUAN TEORITIS
2.1. KONSEP DASAR
2.1.1. Definisi
Menurut Taqiyyah Bararah, dkk (2013:75) gagal jantung adalah
ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan oksigen.
Menurut Sudoyo Aru, dkk (2009) gagal jantung adalah sindrome klinis
(sekumpulan tanda dan gejala), ditandai oleh sesak napas dan fatik (saat istirahat
atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung.
Gagal jantung dapat disebabkan oleh gangguan yang mengakibatkan terjadinya
pengurangan pengisian ventrikel (disfungsi diastolik) dan/atau kontraktilitas
miokardial (disfungsi sistolik).
Menurut Susan C. Semeltzer, (2016:286) gagal jantung merupakan
sindrom klinis yang ditandai dengan kelebihan beban (overload) cairan dan
perfusi jaringan yang buruk. Mekanisme terjadinya gagal jantung kongestif
meliputi gangguan kontraktilitas jantung (disfungsi sistolik) atau pengisian
jantung (diastol) sehingga curah jantung lebih rendah dari nilai normal.
Menurut Daulat Manurung (2014:1136) heart failure (HF) atau gagal
jantung adalah suatu sindroma klinis kompleks, yang didasari oleh
ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah keselruh jaringan tubuh
secara adekuat, akibat adanya gangguan struktural dan fungsional dari jantung.
Menurut Ali Ghanie (2014:1148) gagal jantung suatu kondisi patofisiologi,
dimana terdapat kegagalan jantung memompa darah yang sesuai dengan
kebutuhan jaringan.
2.1.2. Klasifikasi
Menurut Tagiyyah Bararah (2013 : 78) Berdasarkan bagian jantung yang
mengalami kegagalan pemompaan, gagal jantung terbagi atas gagal jantung kiri,
gagal jantung kanan, dan gagal jantung kongestif. Klasifikasi fungsional jantung
ada 4 kelas, yaiu:
1. Kelas 1 : penderita kelainan jantung tanpa pembatasan aktivitas fisik.
Aktivitas sehari-hari tidak menyebabkan keluhan.
2. Kelas 2 : penderita dengan kelainan jantung yang mempunyai aktivitas fisik
terbatas. Tidak ada keluhan sewaktu istirahat, tetapi aktivitas sehari-hari
akan menyebabkan capek, berdebar, sesak napas.
3. Kelas 3 : penderita dengan aktivitas fisik yang sangat terbatas. Pada keadaan
istirahat tidak terdapat keluhan, tetapi aktivitas fisik ringan saja akan
menyebabkan capek, berdebar, sesak napas.
4. Penderita yang tidak mampu lagi mengadakan aktivitas fisik tanpa rasa
terganggu. Tanda-tanda dekompensasi atau angina malah muncul pada
kondisi istirahat.
Klasifikasi menurut gejala dan intensitas gejala: (Morton, 2012)
1. Gagal jantung akut
Timbulnya gejala secara mendadak, biasanya selama beberapa hari atau
beberapa jam
2. Gagal jantung kronik
Perkembangan gejala selama beberapa bulan sampai beberapa tahun dan
menggambarkan keterbatasan kehidupan sehari-hari.
Klasifikasi gagal jantung menurut letaknya :
1. Gagal jantung kiri merupakan kegagalan ventrikel kiri untuk mengisi atau
mengosongkan dengan benar dan dapat lebih lanjut diklasifikasikan menjadi
disfungsi sistolik dan diastolik.
2. Gagal jantung kanan merupakan kegagalan ventrikel kanan untuk
memompa secara adekuat. Penyebab gagal jantung kanan yang paling sering
terjadi adalah gagal jantung kiri, tetapi gagal jantung kanan dapat terjadi
dengan adanya ventrikel kiri benar-benar normal dan tidak menyebabkan
gagal jantung kiri. GJ kann dapat juga disebabkan oleh penyakit paru dan
hipertensi arteri pulmonary primer.
2.1.3. Anatomi Fisiologi
2.1.3.1.
Anatomi sistem jantung
Menurut Syaifuddin (2016:191) sistem kardiovaskuler merupakan bagian
dari tubuh yang sangat penting karena merupakan pengatur. Selain itu, sistem
kardiovaskuler bertugas menyalurkan oksigen serta zat gizi ke seluruh tubuh.
Menurut Taqiyyah, dkk (2013:53) sistem sirkulasi terdiri dari atas sistem
kardiovaskuler dan limfe. Sistem kardovaskuler terdiri dari struktur-struktur
sebagai berikut:
1.
Jantung, yang berfungsi untuk memompa darah.
2.
Pembuluh darah yang berfungsi untuk mengalirkan darah menuju ke
jaringan dan sebaliknya.
3.
Cairan darah yang berfungsi mengangkut O2dan CO 2, zat-zat makanan dan
lain sebagainya ke jaringan dan sebaliknya.
Jantung merupakan organ muscular berongga dan pusat sirkulasi darah ke
seluruh tubuh. Jantung terletak dalam rongga toraks pada bagian mediastinum.
Ujung jantung mengarah ke bawah ke depan bagian kiri; basis jantung mengarah
ke atas ke belakang dan sedikit ke arah kanan. Pada basis jantung terdapat aorta,
batang arteri pulmonalis, vena kava superior dan inferior, serta vena pulmonalis.
Menurut Sholeh S. Naga (2013:156) jantung merupakan organ utama
dalam sistem kardiovaskuler. Jantung dibentuk oleh organ-organ muscular, apex
dan basis cordis, atrium kanan dan kiri, serta ventrikel kanan dan kiri. Jantung
memiliki bentuk yang cenderung kerucut tumpul dengan panjang sekitar 12 cm,
lebar 8-9 cm, dan tebal 6 cm. Berat jantung sekitar 7-15 ons atau 200-425 gram,
dan sedikit lebih besar dari kepalan tangan pemiliknya. Setiap harinya, jantung
berdetak 100.000 kali dan dalam masa periode itu jantung memompa 2.000
galon darah atau setara dengan 7.571 liter darah.
Menurut H. Syaifuddin (2013:122) jantung merupakan sebuah organ yang
terdiri dari otot. Otot jantung merupakan jaringan istimewa karena kalau dilihat
dari bentuk susunannya sama dengan otot serat lintang, tetapi cara bekerjanya
menyerupai otot polos yaitu di luar kemauan kita (dipengaruhi oleh susunan
saraf otonom)
Gambar 2.1 : Letak Jantung
(sumber http://www.google.com/search)
Jantung mempunyai beberapa lapisan, menurut Syaifuddin (2016:192):
1. Perikardium
Lapisan perikardium merupakan lapisan ganda tipis yang membungkus
jantung. Diantara dua lapisan itu terdapat cairan sebagai lubrikan atau
pelumas jantung secara terus menerus. Lapisan ganda tersebut adalah viseral
dan parietal.
a.
Perikardium fibrosum (viseral) yaitu lapisan luar yang melekat pada
tulang dada, diafragma, dan pleura.
b.
Perikardium paretalis yang membatasi perikardium fibrosum sering
disebut
epikardium.
mengandung
sedikit
Perikardium
cairan
yang
viseral
(kavitas
berfungsi
perikardialis)
melumas
untuk
mempermudah pergerakan jantung.
2. Miokardium
Lapisan miokardium adalah lapisan tengah dan paling tebal; tersusun atas
otot-otot jantung. Otot jantung menerima darah dari arteri koronaria. Arteri
koronaria kiri (left coronary artery-LCA) bercabang menjadi arteri desending
anterior (left anterior descending-LAD) dan arteri sirkumfleks kiri (left
circumflex artery-LCX). Susunan otot jantung (miokardium) adalah sebagai
berikut.
a.
Susunan otot atria: sangat tipis dan kurang teratur. Serabut-serabutnya
tersusun atas dua lapisan
b.
Susunan otot ventrikular: membentuk bilik janung; dimulai dari cincin
atrioventrikular sampai ke apeks jantung.
c.
Susunan otot atrioventrikular: merupakan dinding pemisah antara
serambi dan bilik (atrium dan ventrikel).
3. Endokardium
Endokardium merupakan lapisan terdalam dari jaringan yang melapisi rongga
jantung. Dinding dalam atrium diliputi oleh membran endokardium yang
mengkilat; terdiri atas jaringan endotel atau selaput lendir dan licin, kecuali
aurikula dan bagian depan sinus vena kava.
Bagian-bagian dari jantung adalah sebagai berikut.
a.
Basis kordis: bagian jantung sebelah atas yang berhubungan dengan
pembuluh darah besar (aorta asenden, arteri/vena pulmonalis, dan vena
kava superior)
b.
Apeks kordis: bagian bawah jantung berbentuk puncak kerucut tumpul.
Bagian ini dibentuk oleh unung ventrikel sinistra dan ventrikel dekstra,
bagian apeks ini tertutupi oleh paru-paru dan pleura sinistra dari dinding
toraks.
Gambar 2.2 : lapisan jantung
(sumber http://www.google.com/search)
Ruang-Ruang Jantung menurut Syaifuddin (2016:193) yaitu:
1. Atrium dekstra (serambi kanan)
Atrium merupakan bilik jantung yang bertugas meerima darah (kebalikan dari
ventrikel). Didalam atrium terdapat alur yang membatasi atrium dekstra
dengan sinus venarum, disebut sulkus terminalis.
2. Ventrikel dekstra (bilik kanan)
Berhubungan dengan atrium dekstra melalui osteum atrioventrikular
dekstrum dan dengan traktus pulmonalis melalui osteum pulmonalis, dinding
ventrikel dekstra jauh lebih tebal dari atrium dekstra.
3. Atrium sinistra (serambi kiri)
Terdiri atas rongga utama dan aurikula; terletak dibelakang atrium dekstra
membentuk sebagian besar basis (fasies posterior), dibelakang atrium sinistra
terdapat sinus obliqus perikardium serosum (viseral) dan perikardium
fibrosum (parietal).
4. Ventrikel sinistra
Ventrikel kiri berhubungan dengan atrium sinistra melalui osteum
atrioventrikular sinistra dan dengan aorta melalui osteum aorta. Dinding
ventrikel sinistra tiga kali lebih tebal daripada ventrikel dekstra. Tekanan
darah intraventrikular kiri enam kali lebih tinggi dibanding tekanan dari
ventrikel dekstra.
Gambar 2.3 : struktur dan ruang jantung
(sumber http://www.google.com/search)
Menurut Ethel Sloane (2012:229) katup jantung terdiri dari:
1. Katup trikuspid terletak antara atrium kanan dan ventrikel kanan. Katup ini
memiliki tiga daun katup (kuspis) jaringan ikat fibrosa ireguler yang dilapisi
endokardium.
a. Bagian ujung daun katup yang mengerucut melekat pada korda jaringan
ikat fibrosa, chordae tendineae (hearth string), yang melekat pada otot
papilaris.
b. Jika tekanan darah pada atrium kanan lebih besar daripada tekanan
darah di atrium kiri, daun katup trikuspid terbuka dan darah mengalir
dari atrium kanan ke ventrikel kanan.
c. Jika tekanan darah dalam ventrikel kanan lebih besar dari tekanan darah
di atrium kanan, daun katup akan menutup dan mencegah aliran balik
ke dalam atrium kanan.
2. Katup bikuspid (mitral) terletak antara atrium kiri dan ventrikel kiri. Katup ini
melekat pada chordae tendinaea dan otot papilaris, fungsinya sama dengan
fungsi katup trikuspid.
3. Katup semilunar aorta dan pulmonar terletak di jalur keluar ventrikular
jantung sampai ke aorta dan trunkus pulmonar. Katup semilunar terdiri dari
tiga kuspis berbentuk bulan sabit, yang tepi konveksnya melekat pada bagian
dalam pembuluh darah. Tepi bebasnya memanjang ke dalam lumen
pembuluh.
a. Katup semilunar pulmonar terletak antara ventrikel kanan dan trunkus
pulmonar.
b. Katup semilunar aorta terletak antara ventrikel kiri dan aorta.
c. Perubahan tekanan dalam ventrikel, dalam aorta, dan dalam pembuluh
pulmonar menyebabkan darah hanya mengalir ke dalam pembuluh dan
mencegah aliran balik ke dalam ventrikel.
Gambar 2.4 : katup jantung
(sumber http://www.google.com/search)
2.1.3.2.
Fisiologi jantung
Menurut syaifuddin (2016:195) otot jantung mengandung serat otot khusus
sebagai pencetus dan pengantar rangsangan-rangsangan. Tipe otot atrium dan
ventrikel berkontraksi dengan cara yang sama seperti otot rangka dengan
kontraksi otot yang lebih lama, sedangkan serat khusus penghantar dan pencetus
rangsangan berkontraksi dengan lemah sekali sebab serat-serat ini hanya
mengandung sedikit serat kontraktif.
1. Fungsi umum otot jantung
a. Sifat otomatis (rhythmicity). Otot jantung secara potensial dapat
berkontraksi tanpa adanya rangsangan dari luar. Jantung dapat
membentuk rangsangan (impuls) sendiri. Pada keadaan fisiologis, sel-sel
miokardium memiliki daya kontraktilitas yang tinggi.
b. Mengikuti hukum gagal atau tuntas. Bila impuls yang dilepas mencapai
ambang rangsang otot jantung, maka seluruh jantung akan berkontraksi
maksimal sebab susunan otot jantung merupakan suatu yang sensitif
sehingga impuls jantung segera dapat mencapai semua bagian jantung.
c. Tidak dapat berkontraksi tetanik. Refraktor absolut pada otot jantung
berlangsung sampai sepertiga masa relaksasi jantung yang merupakan
upaya tubuh untuk melindungi diri.
d. Kekuatan kontraksi dipengaruhi panjang awal otot. Bila seberkas otot
rangka diregang kemudian dirangsang secara maksimal, otot tersebut
akan berkontraksi dengan kekuatan tertentu.
2. Elektrofisiologi sel otot jantung
Aktivitas
listrik
jantung
merupakan
akibat
dari
perubahan
permeabilitas membran sel yang memungkinkan pergerakan ion-ion melalui
membran tersebut. Dengan masuknya ion-ion, maka muatan listrik
sepanjang membran ini mengalami perubahan yang relatif. Terdapat tiga
macam ion yang mempunyai fungsi penting dalam elektrofisiologi sel,
yaitu: kalium (K), natrium (N), dan kalsium (Ca). Natrium lebih banyak
terdapat didalam sel, sedangkan kalsium dan kalium lebih banyak terdapat
di luar sel.
Dalam keadaan istirahat sel-sel otot jantung mempunyai muatan
positif dibagian luar sel dan muatan negative di bagian dalam sel. Ini dapat
dibuktikan dengan galvanometer. Perbedaan muatan bagian luar dan bagian
dalam sel disebut resting membrane potensial. Bila sel dirangsang akan
terjadi perubahan muatan dalam sel menjadi positif, sedangkan diluar
rangsangan dinamakan depolarisasi. Setelah rangsangan sel berusaha
kembali pada keadaan muatan semula proses ini dinamakan repolarisasi.
Seluruh proses tersebut dinamakan aksi potensial.
Potensial aksi terjadi disebabkan oleh rangsangan listrik, kimia,
mekanik, dan termis. Potensial aksi dibagi dalam lima fase:
a.
Fase istirahat: bagian luar sel jantung bermuatan positif dan bagian
dalam bermuatan negatif (polarisasi).
b.
Fase depolarisasi (cepat): disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas
membran terhadap natrium sehingga natrium mengalir dari luar ke
dalam. Akibatnya muatan di dalam sel menjadi positif sedangkan di
luar sel menjadi negatif.
c.
Fase polarisasi parsial: segera setelah terjadi depolarisasi terdapat
sedikit perubahan akibat masuknya kalsium ke dalam sel, sehingga
muatan positif di dalam sel menjadi berkurang.
d.
Fase plato (keadaan stabil) fase depolarisasi diikuti keadaan stabil yang
agak lama sesuai dengan masa refraktor absolut dari miokard. Selama
fase ini tidak terjadi perubahan muatan listrik.
e.
Fase repolarisasi (cepat): pada fase ini muatan kalsium dan natrium
secara berangsur-angsur tidak mengalir lagi dan permeabilitas terhadap
kalium sangat meningkat sehingga kalium keluar dari sel dengan cepat.
(syaifuddin, 2016:196)
3. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi kerja jantung
a.
Beban awal: otot jantung diregangkan sebelum ventrikel kiri
berkontraksi. Beban awal berhubungan dengan panjang dan regangan
otot jantung.
b.
Kontraktilitas (kemampuan): bila saraf simpatis yang menuju ke
jantung dirangsang, maka ketegangan keseluruhan akan bergeser ke
atas atau ke kiri atau meningkatkan kontraktilitas. Frekuensi dan irama
jantung juga mempengaruhi kontraktilitas.
c.
Beban akhir: resistansi (tahanan) yang harus di atasi pada saat darah
dikeluarkan dari ventrikel. Suatu beban ventrikel kiri untuk membuka
katup semilunaris aorta dan mendorong darah selama kontraksi.
d.
Frekuensi jantung: dengan meningkatnya frekuensi jantung akan
memperberat pekerjaan jantung. (syaifuddin, 2016:199)
4. Siklus jantung
Jantung mempunyai empat pompa yang terpisah: 2 pompa primer
atrium dan 2 pompa tenaga ventrikul. Periode akhir kontraksi jantung
sampai akhir kontraksi berikutnya dinamakan siklus jantung. Tiap-tiap
siklus dimulai oleh timbulnya potensial aksi secara spontan. Simpul
sinoatrial (SA) terletak pada dinding posterior atrium dekstra, dekat muara
vena kava superior. Potensial aksi berjalan dengan cepat melalui berkas
atrioventrikular (AV) ke dalam ventrikel karena susunan khusus sistem
1
penghantar atrium ke ventrikel terdapat perlambatan 10 detik antara jalan
impuls jantung dan atrium ke dalam ventrikel. Hal ini memungkinkan
atrium berkontraksi mendahului ventrikel. Atrium bekerja sebagai pompa
primer bagi ventrikel dan ventrikel menyediakan sumber tenaga utama bagi
pergerakan darah melalui sistem vaskular.
5. Sistem konduksi pada jantung
Hambatan impuls-impuls yang memungkinkan pengaturan irama
jantung. Sistem ini modifikasi dari otot jantung disertai tenaga ritmik
spontan dan disertai oleh serabut saraf tertentu.
a.
Nodus sinoatrial (SA Node): suatu tumpukan jaringan neuromuskular
yang kecil berada di dalam dinding atrium dekstra di ujung krista
terminalis. Nodus ini merupakan pendahulu dari kontraksi jantung, dari
sini impuls diteruskan ke nodus atrioventrikular.
b.
Nodus atrioventrikular (AV Node): susunannya sama seperti SA node,
berada di dalam septum atrium dekat muara sinus koronarius. Impulsimpuls
diteruskan
ke
bundel
atrioventrikular
melalui
berkas
wenckebach.
c.
Bundel atrioventrikular: mulai dari bundel AV berjalan ke arah depan
pada pinggir bawah pars membranasea septum interventrikularis. Pada
bagian cincin yang terdapat antara atrium dan ventrikel disebut annulus
1
fibrosus rangsangan terhenti 10 detik, selanjutnya menuju apeks kordis
dan bercabang dua.
i. Pars septalis dekstra: lanjut ke arah bundel AV di dalam pars
muskularis septum interventrikular menuju ke dinding depan
ventrikel dekstra.
ii. Pars septalis sinistra: berjalan di antara pars membranasea dan pars
muskularis sampai di sisi kiri septum interventrikularis menuju basis
M. Papilaris inferior ventrikel sinistra. Serabut-serabut pars septalis
kemudian bercabang-cabang menjadi serabut terminal (serabut
purkinje).
d.
Serabut penghubung terminal (serabut purkinje): anyaman yang berada
pada endokardium menyebar pada kedua ventrikel.
6. Curah jantung
Pada keadaan normal (fisiologis), jumlah darah yang dipompakan oleh
ventrikel kiri dan ventrikel dekstra sama besarnya. Bila tidak demikian,
akan terjadi penimbunan darah di tempat tertentu. Misalnya, bila jumlah
darah yang dipompakan ventrikel dekstra lebih besar dari ventrikel sinistra,
maka jumlah darah tidak dapat diteruskan oleh ventrikel kirike peredaran
darah sistemik sehingga terjadi penimbunan darah di paru-paru. Jumlah
darah yang dipompakan ventrikel dalam satu menit disebut curah jantung
(cardiacoutput) dan jumlah darah yang dipompakan ventrikel setiap kali
sistole (disebut volume sekuncup atau stroke volume). Dengan demikian
curah jantung = isi sekuncup x frekuensi denyut jantung permenit.
Tiap sistole ventrikel tidak terjadi pengosongan total dari ventrikel,
hanya sebagian dari isi ventrikel yang dikeluarkan. Pada akhir sistole 120
cc, isi sekuncup = 80 cc maka pada akhir sistole masih tersisa 40 cc darah
dalam ventrikel. Jumlah darah yang tertinggal ini dinamakan volume residu.
Besar curah jantung seseorang tidak selalu lama, tergantung pada keaktivan
tubuhnya, curah jantung pria dewasa pada keadaan istirahat ±5 liter, dapat
turun-naik pada berbagai keadaan. Meningkat waktu kerja berat, stress,
peningkatan suhu lingkungan, dan keadaan hamil sedangkan curah jantung
menurun waktu tidur.
7. Periode kerja jantung
a.
Periode sistole (periode konstriksi) yaitu keadaan jantung bagian
ventrikel dalam keadaan menguncup; katup bikuspidalis da katup
trikuspidalis dalam keadaan tertutup. Valvula semilunaris aorta dan
valvula semilunaris arteri pulmonalis terbuka, sehingga darah dari
ventrikel dekstra mengalir ke arteri pulmonalis masuk ke dalam paruparu kiri dan kanan. Darah dari ventrikel sinistra mengalir ke aorta,
selanjutnya beredar ke seluruh tubuh.
b.
Periode diastole (periode dilatasi) suatu keadaan dimana jantung
mengembang, katup bikuspidalis dan trikuspidalis dalam keadaan
terbuka sehingga darah dari atrium sinistra masuk ke ventrikel sinistra
dan darah dari atrium dekstra masuk ke ventrikel dekstra. Selanjutnya
darah yang datang dari paru-paru kiri dan kanan melalui vena
pulmonalis masuk ke atrium sinistra dan darah dari seluruh tubuh
melalui vena pulmonalis masuk ke atrium dekstra.
c.
Periode istirahat. Yaitu waktu antara periode diastole dengan periode
1
sistole dimana jantung berhenti kira-kira 10 detik.
8. Bunyi jantung
Selama gerakan jantung, dapat terdengar dua macam suara yang
disebabkan oleh katup-katup yang menutup. Bunyi pertama disebabkan
menutupnya katup atrioventrikel, dan bunyi kedua karena menutupnya
katup aorta dan arteri pulmonar setelah konstriksi dari ventrikel. Bunyi yang
pertama adalah panjang, yang kedua pendek dan tajam. Bila diletakkan
stetoskop pada dada dekat dengan apeks jantung akan kedengaran bunyi
lup-dub lazim disebut sebagai bunyi jantung 1 dan bunyi jantung 2. Bunyi
jantung terjadi karena getaran udara dengan intensitas dan frekuensi
tertentu.
Bunyi jantung 1 disebabkan oleh:
1.
Faktor otot: pada umumnya, bila otot berkontraksi akan terjadi bunyi,
demikian pula pada sistole ventrikel.
2.
Faktor katup: pada saat ventrikel berkontraksi terjadi penutupan katup
atrioventrikular. Penutupan daun-daun katup tersebut menimbulkan
bunyi.
3.
Faktor pembuluh: setelah katup semilunaris terbuka, darah akan
dipompakan oleh ventrikel kiri ke aorta dan ventrikel dekstra ke arteri
pulmonalis. Arus darah ini akan menggetarkan dinding pembuluh
sehingga menimbulkan bunyi.
9. Sirkulasi darah
Menurut Syaifuddin (2013:132) Pembuluh darah pada peredaran
darah kecil terdiri atas:
1.
Arteri pulmonalis, merupakan pembuluh darah yang yang keluar dari
ventrikel dekstra menuju paru-paru, mempunyai 2 cabang yaitu dekstra
dan sinistra untuk paru-paru yang kanan dan kiri yang banyak
mengandung karbondioksida di dalam darahnya.
2.
Vena pulmonalis, merupakan vena pendek yang membawa darah dari
paru-paru masuk ke jantung bagian atrium sinistra. Didalamnya berisi
darah yang banyak mengandung oksigen.
Pembuluh darah pada peredaran darah besar, yaitu aorta, merupakan
pembuluh darah arteri yang besar. Pembuluh ini keluar dari jantung bagian
ventrikel sinistra melalui aorta asendens, lalu membelok ke belakang
melalui radiks pulmonalis sinistra, turun sepanjang kolumna vertebralis
menembus diafragma lalu turun ke bagian perut.
Jalannya arteri terbagi atas tiga bagian:
1.
Aorta asendens, aorta yang naik ke atas dengan panjangnya ± 5 cm.
2.
Arkus aorta, yaitu bagian aorta yang melengkung arah ke kiri, didepan
trakea sedikit ke bawah sampai vena torakalis.
3.
Aorta desendens, bagian aorta yang menurun mulai dari vertebra
torakalis IV sampai vertebra lumbalis IV.
2.1.4. Etiologi
Menurut Taqiyyah bararah, dkk (2013:76) penyebab gagal jantung
kongestif dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
1. Intrinsik:
a. Kardiomiopati.
b. Infark miokard.
c. Miokarditis.
d. Penyakit jantung iskemik.
e. Defek jantung bawaan.
f. Perikarditis/temponade jantung.
2. Sekunder:
a. Emboli paru.
b. Anemia.
c. Tirotoksikosis.
d. Hipertensi sistemik.
e. Kelebihan volume darah.
f. Asidosis metabolik.
g. Keracunan obat.
h. Aritmia jantung.
Penyebab
gagal
jantung
mencakup
apapun
yang
menyebabkan
peningkatan volume plasma sampai derajat tertentusehingga volume diastolik
akhir meregangkan serat-serat ventrikel melebihi panjang optimumnya.
Penyebab tersering adalah cedera pada jantung itu sendiri yang memulai siklus
kegagalan dengan mengurangi kekuatan kontraksi jantung. Penyebab gagal
jantung yang terdapat di jantung antara lain:
1. Disfungsi miokard (kegagalan miokardial).
2. Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (systolic overload)
3. Beban volume berlebihan-pembebanan diastolik (diastolic overload) preload
yang berlebihan dan melampaui kapasitas ventrikel (diastolic overload) akan
menyebabkan volume dan tekanan pada akhir diastolik dalam ventrikel
meninggi.
4. Peningkatan kebutuhan metabolik-peningkatan kebutuhan yang berlebihan
(demand overload). Beban kebutuhan metabolik meningkat melebihi
kemampuan daya kerja jantung dimana jantung sudah bekerja maksimal,
maka akan terjadi keadaan gagal jantung walaupun curah jantung sudah
cukup tinggi tetapi tidak mampu memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh.
5. Gangguan pengisian (hambatan input). Hambatan pada pengisian ventrikel
karena gangguan aliran masuk ke dalam ventrikel atau pada aliran baik vena/
venous return akan menyebabkan pengeluaran atau output ventrikel berkrang
dan curah jantung menurun.
6. Kelainan otot jantung. Gagal jantung yang paling sering terjadi pada
penderita kelainan otot jantung, menyebabkan menurunnya kontraktilitas
jantung.
7. Aterosklerosis koroner. Mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis
(akibat penumpukan asam laktat).
8. Hipertensi sistemik/pulmonal. Meningkatkan beban kerja jantung dan pada
gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
9. Peradangan dan penyakit miokardium. Berhubungan dengan gagal jantung
karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan
kontraktilitas menurun.
10. Penyakit jantung. Penyakit jantung lain seperti stenosis katup semilunar,
tamponade perikardium, perikarditis konstruktif, stenosis katup AV.
11. Faktor sistemik. Seperti hipoksia dan anemia yang memerlukan peningkatan
curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia atau
anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis dan
abnormalitas elektrolit juga dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
Semua situasi diatas dapat menyebabkan gagal jantung kiri atau kanan.
Penyebab yang spesifik untuk gagal jantung kanan antara lain: gagal jantung
kiri, kipertensi paru, PPOM.
Menurut Ali Ghanie (2014:1148) penyebab dari gagal jantung antara lain
disfugsi miokard, endokard, perikardium, pembuluh darah besar, aritmia,
kelainan katup, dan gangguan irama. Sebagaimana diketahui keluhan dan gejala
gagal jantung, edema paru dan syok sering dicetuskan oleh adanya berbagai
faktor pencetus.
2.1.5. Patofisiologi / pathway
Setiap hambatan pada aliran darah (forward flow) dalam sirkulasi akan
menimbulkan bendungan pada arah berlawanan dengan aliran (backward
congestion). Hambatan pengaliran (forward failure) akan menimbulkan adanya
gejala backward failure dalam sistem srikulasi aliran darah. Mekanisme
kompensasi jantung pada kegagalan jantung adalah upaya tubuh untuk
mempertahankan peredaran darah dalam memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan. Mekanisme kompensasi yang terjadi pada gagal jantung ialah: dilatasi
ventrikel, hipertrofi ventrikel, kenaikan rangsang simpatis berupa takikardi dan
vasokonstriksi perifer, peninggian kadar katekolamin plasma, retensi garam dan
cairan badan dan peningkatan ekstraksi oksigen oleh jaringan. Bila jantung
bagian kanan dan bagian kiri bersama-sama dalam keadaan gagal akibat
gangguan aliran darah dan adanya bendungan, maka akan tampak tanda dan
gejala gagal jantung pada sirkulasi sistemik dan sirkulasi paru. Keadaan ini
disebut gagal jantung kongestif (CHF).
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi baik pada
jantung dan secara sistemik. Jika stroke volume kedua ventrikel berkurang oleh
karena penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka
volume dan tekanan pada akhir diastolik dalam kedua ruang jantung akan
meningkat. Ini akan meningkatkan panjang serabut miokardium akhir diastolik,
menimbulkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama,
terjadi dilatasi ventrikel. Output kardiak pada saat istirahat masih bisa baik tapi,
tapi peningkatan tekanan diastolik yang berlngsung lama/kronik akan dijalarkan
ke kedua atriumdan sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sistemik. Akhirnya tekanan
kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul
edema paru atau edema sistemik. Penurunan output kardiak, terutama jika
berkaitan dengan penurunan tekanan arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan
mengaktivasikan beberapa sistem saraf dan humoral.
Peningkata aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi
miokardium, frekuensi denyut jantung dan vena; perubahan yang terakhir ini
akan meningkatkan volume darah sentral yang selanjutnya meningkatkan
preload.
2.1.6. Manifestasi klinis
Menurut Brunner dan Suddarth (2016:286) tanda dan gejala gagal jantung
dapat dihubungkan dengan ventrikel yang mengalami gangguan. Gagal jantung
kiri memiliki manifestasi klinis yang berbeda dari gagal jantung kanan. Pada
gagal jantung kronik, pasien bisa menunjukkan tanda dan gejala dari kedua tipe
gagal jantung tersebut:
Gagal jantung kiri
1. Kongesti pulmonal: disspnea, batuk, krekels paru, kadar saturasi oksigen
yang rendah, adanya bunyi jantung tambahan bunyi jantung S3 atau “gallop
ventrikel” bisa dideteksi melalui auskultasi.
2. Dispnea saat beraktivitas (DOE), ortopnea, dispnea nokturnal paroksimal
(PND).
3. Batuk kering dan tidak berdahak di awal, lama kelamaan dapat berubah
menjadi batuk berdahak.
4. Sputum berbusa, banyak, dan berwarna pink (berdarah).
5. Krekels pda kedua basal paru dan dapat berkembang menjadi krekels di
seluruh area paru.
6. Perfusi jaringan yang tidak memadai.
7. Oliguria dan nokturia.
8. Dengan berkembangnya gagal jantung akan timbul gejala-gejala seperti;
gangguan pencernaan, pusing, sakit kepala, konfusi, gelisah, ansietas; kulit
pucat atau dingin dan lembap.
9. Takikardi, lemah, pulsasi lemah; keletian.
Gagal jantung kanan
1. Kongesti pada jaringan viseral dan perifer
2. Edema ekstremitas bawah (edema dependen), hepatomegali, asites
(akumulasi cairan pada rongga peritoneum), kehilangan nafsu makan, mual,
kelemahan, dan peningkatan berat badan akibat penumpukan cairan.
Menurut Arif Huda N, dkk (2015:20) terdapat beberapa kriteria:
1. Kriteria major
Paroksismal nokturnal dispnea
Distensia vena leher
Ronki paru
Kardiomegali
Edema paru akut
Gallop S3
Peninggian vena jugularis
Refluks hepatojugular
2. Kriteria minor
Edema ekstremitas
Batuk malam hari
Dispnea d’effort
Hepatomegali
Efusi pleura
1
Penurunan kapasitas vital 3 dari normal
Takikardia (>120/menit)
3. Major atau minor
2.1.7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gagal jantung dibagi atas:
2.1.1.1.
Terapi non farmakologi
Menurut brunner dan suddarth (2016:287) pemilihan terapi sangat
bergantng pada tingkat keparahan dan kondisi pasienndan dapat meliputi
medikasi oral dan IV, perubahan besar pada gaya hidup, pemberian tambahan
oksigen, pemasangan alat bantu, dan dengan pembedahan, meliputi transplantasi
jantung. Perubahan gaya hidup mencakup pembatasan diet natrium; menghindari
konsumsi cairan berlebihan, alkohol, dan merokok; upaya menurunkan berat
badan jika diindikasikan dan olahraga teratur. Pembedahan pintas koroner,
angioplasti koroner transluminal perkutan (PTCA), dan beberapa terapi inovatif
yang diindikasikan (pemasangan alat bantung jantung, transplantasi).
Menurut taqiyyah bararah, dkk (2013:85) Pengobatan dilakukan agar
penderita merasa lebih nyaman dalam melakukan berbagai aktivitas fisik, dan
bisa memperbaiki kualitas hidup serta meningkatkan harapan hidupnya.
Pendekatannya dilakukan melalui 3 segi, yaitu:
1. Mengobati penyakit peyebab gagal jantung.
a. Pembedahan bisa dilakukan untuk:
Memperbaiki penyempitan atau kebocoran pada katup jantung.
Memperbaiki hubungan abnormal diantara ruang0ruang jantung.
Memperbaiki penyumbatan arteri koroner yang kesemuanya bisa
menyebabkan gagal jantung.
b. Pemberian antibiotik untuk mengatasi infeksi.
c. Kombinasi obat-obatan, pembedahan dan terapi penyinaran terhadap
kelenjar tiroid yang terlalu aktiv.
d. Pemberian obat anti-hipertensi.
2. Menghilangkan faktor yang memperburuk gagal jantung.
Menghilangkan aktivitas fisik yang berlebihan merupakan tindakan awal
yang sederhana namun sangat tepat dalam penanganan gagal jantung.
Dianjurkan untuk berheti merokok, melakukan perubahan pola makan,
berhenti minum alkohol atau melakukan olahraga ringan secra teraturuntuk
memperbaiki kondisi tubuh secara keseluruhan.
3. Mengobati gagal jantung.
Prinsipnya adalah pencegahan dan pengobatan dini terhadap penyebabnya.
Pengobatan tahap ini adalah secara medis dan dilakukan oleh dokter.
2.1.1.2.
Terapi farmakologi
Menurut Taqiyyah Bararah, dkk (2013:86)
1. Glikosida jantung
Digitalis,
meningkatkan
kekuatan
kontraksi
otot
jantung
dan
memperlambat frekuensi jantung. Efek yang dihasilkan: peningkatan curah
jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah dan peningkatan
diuresisi dan mengurangi edema.
2. Terapi diuretik
Diberikan untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal.
Penggunaan harus hati-hati karena efek samping hiponatremia dan
hipokalemia.
3. Terapi vasodilator
Obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi impedansi tekanan
terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki
pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan
pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan.
4. Diet
Pembatasan natrium untuk mencegah, mengontrol, atau menghilangkan
edema.
Diuretik: untuk mengurangi penimbunan cairan dan pembengkakan.
Penghambat ACE (ACE inhibitors): untuk menurunkan tekanan darah
dan mengurangi beban kerja jantung.
Penyekat beta (beta blockers): untuk mengurangi denyut jantung dan
menurunkan tekanan darah agar beban jantung berkurang.
Digoksin: memperkuat denyut dan daya pompa jantung.
Terapi nitrat dan vasodilator koroner: menyebabkan vasodilatasi
perifer dan penurunan konsumsi oksigen miokard.
Digitalis: memperlambat frekuensi ventrikel dan meningkatkan
kekuatan kontraksi, peningkatan efisiensi jantung. Saat curah jantung
meningkat, volume cairan lebih besar dikirim ke ginjal untuk filtrasi
dan ekskresi dan volume intravaskuler menurun.
Inotropik positif: dobutamin adalah obat simpatomimetik dengan kerja
beta 1 adrenergik. Efek beta 1 meningkatkan kekuatan kontraksi
miokardium (efek inotropik positif) dan meningkatkan denyut jantung
(efek kronotropik positif).
Sedati: pemberian sedative untuk mengurangi kegelisahan bertujuan
mengistirahatkan dan memberi relaksasi.
Menurut brunner dan suddarth (2016:287)
1. Tunggal atau kombinasi: pemberian terapi vasodilator (inhibitor ACE),
penyekat reseptor angiotensin II (ARB), penyekat beta, penyekat saluran
kalsium, terapi diuretik, glikosida jantung (digitalis), dan lain-lain.
2. Infusi intravena: nesiritida, milrinzne, dobutamin.
3. Obat-obat untuk mengurangi disfungsi diastolik.
4. Antikoagulan, obat-obatan untuk mengontrol hiperlipidemia (statins).
2.1.8. Komplikasi
Menurut Taqiyyah Bararah (2013:87) komplikasi dapat berupa:
1. Kerusakan atau kegagalan ginjal.
Gagal jantung dapat mengurangi aliran darah ke ginjal, yang akhirnya dapat
menyebabkan gagal ginjal jika tidak di tangani. Kerusakan ginjal dari gagal
jantung dapat membutuhkan dialisis untuk pengobatan.
2. Masalah katup jantung.
Gagal jantung menyebabkan penumpukan cairan sehingga dapat terjadi
kerusakan pada katup jantung.
3. Kerusakan hati.
Gagal jantung dapat menyebabkan penumpukan cairan yang menempatkan
terlalu banyak tekanan pada hati. Cairan ini dapat menyebabkan jaringan
parut yang mengakibatkan hati tidak dapat berfungsi dengan baik.
4. Serangan jantung dan stroke.
Karena aliran darah melalui jantung lebih lambat pada gagal jantung daripada
di jantung yang normal, maka semakin besar kemungkinan anda akan
mengembangkan pembekuan darah, yang dapat meningkatkan resiko terkena
serangan jantung atau stroke.
2.2. Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.1. Pengkajian
Menurut Andra Saferi Wijaya dan Yessie Mariza Putri (2014:162)
pengkajian pada pasien CHF antara lain sebagai berikut:
1.
Aktivitas/istirahat
Gejala :
a. Keletihan, kelelahan terus sepanjang hari.
b. Insomnia
c. Nyeri dada dengan aktivitas
d. Dispnea pada saat istirahat atau pada pengerahan tenaga.
Tanda : Gelisah, perubahan status mental: letargi, TTV berubah pada saat
aktivitas.
2.
Sirkulasi
Gejala :
a. Riwayat hipertensi, MCI, episode gagal jantung kanan sebelumnya
b. Penyakit katub jantung, bedah jantung, endokarditis, SLE, anemia,
syok septik, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen, sabuk terlalu
kuat (pada gagal jantung kanan).
Tanda :
a. TD
mungkin
menurun
(gagal
pemompaan),
normal
GJK
ringan/kronis atau tinggi (kelebihan volume cairan/peningkatan TD)
b. Tekanan nadi menunjukkan peningkatan volume sekuncup
c. Frekuensi jantung takikardia (gagal jantung kiri)
d. Irama jantung: sistemik, misalya; fibrilasi atrium, kontraksi ventrikel
prematur/takikardia blok jantung
e. Nadi apikal disritmia, misal: PMI mungkin menyebar dan berubah
posisi secara interior kiri
f. Bunyi jantung S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat terjadi, S1
dan S2 mungkin lemah
g. Murmur sistolik dan diastolik dapat menandakan adanya katup atau
insufisiensi
h. Nadi : nadi perifer berkurang, perubahan dalam kekuatan denyutan
dapat terjadi, nadi sentral mungkin kuat, misal: nadi jugularis coatis
abdominal terlihat
i. Warna kulit: kebiruan, pucat, abu-abu, sianotik
j. Punggung kuku: pucat atau sianotik dengan pengisian kapiler lambat
k. Hepar: pembesaran/dapat teraba, reflek hepato jugularis
l. Bunyi napas: krekels, ronchi
m. Edema: mungkin dependen, umum atau pitting, khususnya pada
ekstremitas
n. DVJ.
3.
Integritas ego
Gejala : ansietas, khawatir, takut, stres yang B.D penyakit/finansial
Tanda : berbagai manifestasi prilaku, misal: ansietas, marah, ketakutan.
4.
Eliminasi
Gejala : penurunan berkemih, urine berwarna gelap, berkemih malam hari
(nokturia), diare/konstipasi.
5.
Nutrisi
Gejala :
a. Kehilangan nafsu makan
b. Mual/ muntah
c. Penambahan BB signifikan
d. Pembengkakan pada ekstremitas bawah
e. Pakaian/ sepatu terasa sesak
f. Diet tinggi garam/ makanan yang telah di proses, lemak gula dan
kafein
g. Penggunaan diuretik.
Tanda : penambahan BB cepat, distensi abdomen (asites), edema (umum,
dependen atau pitting).
6.
Hygiene
Gejala : keletihan, kelemahan, kelelahan selama aktivitas perawatan diri
Tanda : penampilan menandakan kelalaian perawatan personal
7.
Neurosensori
Gejala : kelemahan, peningkatan episode pingsan
Tanda : letargi, kuat fikir, disorientasi, perubahan perilaku, mudah
tersinggung
8.
Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas
Tanda : tidak tenang, gelisah, fokus menyempit (menarik diri), perilaku
melindungi diri
9.
Pernapasan
Gejala :
a. Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa
bantal
b. Batuk dengan tanpa sputum
c. Riwayat penyakit paru kronis
d. Penggunaan bantuan pernapasan, misal oksigen atai medikasi
Tanda :
a. Pernapasan
takipnea,
penggonaan otot aksesori
b. Pernapasan nasal faring
napas
dangkal,
pernapasan
laboral,
c. Batuk kering/ nyaring/ non produktif atau mungkin batuk terus
menerus dengan tanpa sputum
d. Sputum; mungkin bercampur darah, merah muda/ berbuih, edema
pulmonal
e. Bunyi napas; mungkin tidak terdengar dengan krakels banner dan
mengi
f. Fungsi mental; mungkin menurun, letargik, kegelisahan, warna kulit
pucat/ sianosis.
10. Pemeriksaan penunjang
a. Radiogram dada; kongesti vena paru, redistribusi vaskular pada
lobus-lobus atas paru, kardiomegali
b. Kimia darah; hiponatremia, hiperkalemia pada tahap lanjut dari
gagal jantung, BUN dan kreatinin meningkat
c. Urine; lebih pekat, BJ meningkat, Na meningkat
d. Fungsi hati; pemanjangan masa protombin, peningkatan bilirubin
dan enzime hati (SGOT dan SPGT meningkat).
Menurut Taqiyyah Bararah (2013:84) pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa CHF yaitu:
a. Elektro kardiogram (EKG): hipertropi atrial atau ventrikuler,
penyimpangan aksis, iskemia, disritmia, takikardi, fibrilasi atrial.
Hipertropi atrial atau ventrikular, penyimpangan aksis, iskemia dan
kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia misalnya: takikardi,
fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih
setelah infark miokard menunjukkan adanya aneurime ventrikular.
b. Scan jantung: tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan
gerakan dinding.
c. Sonogram
menunjukkan
(ekokardiogram,
dimensi
ekokardiogram
pembesaran
bilik,
dopple):
dapat
perubahan
dalam
fungsi/struktur katup, atau area penurunan kontraktili tas ventrikular.
d. Kateterisasi jantung: tekanan abnormal merupakan indikasi dan
membantu membedakan gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri
dan stenosis katup atau insufisiensi.
e. Rongent dada: dapat menunjukan pembesaran jantung, bayangan
mencerminkan dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam
pembuluh darah abnormal.
f. Enzim hepar: meningkat dalam gagal/kongesti hepar.
g. Elektrolit: mungkin berubah karena perpindahan cairan/penurunan
fungsi ginjal, terapi diuretik.
h. Oksimetri nadi: saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal
jantung kongestif akut menjadi kronis.
i. Analisa gas darah (AGD): gagal ventrikel kiri ditandai dengan
alkaliosis
respiratori ringan (dini) atau hipoksemia dengan
peningkatan PCO2 (akhir).
j. Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin: peningkatan BUN
menunjukanpenurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik BUN dan
kretinin merupakan indikasi gagal ginjal.
k. Pemeriksaan tiroid: peningkatan aktivitas tiroid menunjukan
hiperaktivitas tiroid sebagai pre pencetus gagal jantung.
2.2.2. Diagnosa keperawatan dan Intervensi keperawatan
Menurut Andra Saferi Wijaya dan Yessie Mariza Putri (2014:165)
diagnosa keperawatan pada pasien CHF yaitu:
1.
Penurunan curah jantung B.d perubahan kontraktilitas miocard, perubahan
struktural, perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik.
Tujuan :
Diharapkan curah jantung kembali adekuat
Kriteria hasil :
TTV dalam batas normal
Ortopnea tidak ada
Nyeri dada tidak ada
Terjadi penurunan episode dispnea
Hemodinamik DBN
Intervensi :
Auskultasi nadi apikal, kaji frekuensi dan irama jantung
Rasional : biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat)
untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.
Catat bunyi jantung
Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja
pompa. Irama Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran
darah ke serambi yang distensi. Murmur dapat menunjukkan
inkompetensi/ stenosis katup.
Palpasi nadi perifer
Rasional : penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya
nadi radial, popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin
cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan pulsus alternan.
Pantau TD
Rasional : pada GJK dini, sedang atau kronis tekanan darah dapat
meningkat.
Pada
HCF
lanjut
tubuh
tidak
mampu
lagi
mengkompensasi dan hipotensi tidak dapat normal lagi.
Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis
Rasional : pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer sekunder
terhadap tidak adekuatnya curah jantung, vasokontriksi dan anemia.
Sianosis dapat terjadi sebagai refraktori GJK. Area yang sakit sering
berwarna biru atau belang karena peningkatan kongesti vena.
Berikan obat sesuai indikasi
Rasional : tipe dan dosis diuretik tergantung pada derajat gagal
jantung dan status fungsi ginjal. Penurunan preload paling banyak
digunakan dalam mengobati pasien dengan curah jantung relative
normal ditambah dengan gejala kongesti. Diuretik mempengaruhi
reabsorpsi
natrium
dan
air.
Vasodilator
digunakan
untuk
meningkatkan curah jantung, menurunkan volume sirkulasi dan
tahanan vaskuler sistemik, juga kerja ventrikel. Antikoagulan
digunakan untuk mencegah pembentukan thrombus/emboli pada
adanya faktor risiko seperti statis vena, tirah baring, disritmia
jantung.
Pantau EKG dan perubahan foto dada
Rasional : depresi segmen ST dan datarnya gelombang T dapat
terjadi karena peningkatan kebutuhan oksigen miokard, meskipun
tak ada penyakit arteri koroner. Foto dada dapat menunjukan
pembesaran jantung.
Pantau pemeriksaan lab BUN, kreatinin
Rasional : peningkatan BUN/kreatinin hipoperfusi/gagal ginjal.
2.
Intoleransi aktivitas B.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan
kebutuhan tubuh.
Tujuan :
Diharapkan klien dapat beraktivitas dengan bantuan minimal atau
peningkatan toleransi aktivitas
Kriteria hasil :
Menurunnya kelemahan dan kelelahan
HB meningkat
Diaporesis berkurang/tidak ada
TTV DBN
Intervensi :
Periksa TTV sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila
klien menggunakan vasodilator, diuretik dan penyekat beta.
Rasional : hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena
efek obat (vasodilasi), perpindahan cairan (diuretik) atau pengaruh
fungsi jantung.
Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi,
disritmia, dispnea dan pucat.
Rasional
:
meningkatkan
penurunan/ketidakmampuan
volume
sekuncup
miokardium
selama
aktivitas
untuk
dapat
menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan
oksigen juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas
Rasional : dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung
daripada kelebihan aktivitas.
Implementasi program rehabilitasi jantung aktivitas
Rasional : peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja
jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan
fungsi jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat
membaik kembali.
3.
Kaji penyebab kelemahan, contoh pengobatan nyeri otot
Diet yang sesuai
Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas B.d perubahan membran kapiler
alveolus.
Tujuan :
mempertahankan pertukaran gas dalam paru secara adekuat untuk
meningkatkan oksigenase jaringan
kriteria hasil :
tidak terdapat tanda sianosis
bunyi napas normal
nilai ABG dalam rentang normal
intervensi :
Posisi tidur semi fowler dan batasi jumlah pengunjung
Batasi aktivitas selama periode sesak napas, bantu mengubah posisi
Rasional : memfasilitasi ekspansi paru dan mengurangi oksigen
miokard
Auskultasi suara napas, dan catat adanya rales (krekels) atau ronkhi
di basal paru, wheezing
Observasi kecepatan pernapasan dan kedalaman pola napas tiap 1-4
jam
Monitor tanda dan gejala edema pulmonal (sesak napas saat
aktivitas; PND/ortopnea; batuk; takipnea; sputum: bau, jumlah,
warna, viskositas; peningkatan pulmonary artery wedge pressure)
Monitor tanda dan gejala hipoksia (perubahan nilai gas darah;
takikardi; peningkatan sistolik tekanan darah; gelisah, bingung,
pusig, nyeri dada, sianosis di bibir.
Observasi tanda-tanda kesulitan respirasi, pernapasan cheyne stokes,
segera laporkan tim medis
Rasional : terdengarnya krekels, pola napas PND atau orthopnea,
sianosis, peningkatan PAWP mengindikasikan kongesti pulmonal,
akibat peningkatan tekanan jantung sisi kiri. Tanda dan gejala
hipoksia mengindikasikan tidak adekuatnya perfusi jaringan akibat
kongesti pulmonal dampak dari gagal jantung kiri.
4.
Kelebihan volume cairan B.d menurunnya laju filtrasi glomerulus/
meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium dan air.
Tujuan : tidak terjadi kelebihan volume cairan
Kriteria hasil :
TTV dalam rentang normal
Bunyi napas bersih/jelas
BB stabil tidak terdapat edema
Intervensi :
Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat hari dimana
diuresis terjadi.
Rasional : pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena
penurunan perfusi ginjal. Posisi terlentang membantu diuresis
sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan selama tirah baring.
Pantau/hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24
jam.
Rasional: terapi diuretik dapat disebabkan oleh kehilangan cairan
tiba-tiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites masih
ada.
Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama
fase akut.
Rasional : posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan
menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
Pantau TD dan CVP (bila ada).
Rasional : hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan
cairan dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru,
gagal jantung.
Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi) : diuretik,
tiazid. Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi) :
diuretik, tiazid.
Rasional : diuretik meningkatkan laju aliran urine dan
dapat menghambat reabsorpsi natrium/klorida pada
tubulus ginjal. Tiazid meningkatkan diuresis tanpa
kehilangan kalium berlebihan.
Konsultasi dengan ahli diet.
Rasional : perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang
memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium.
5.
Gangguan perfusi jaringan perifer B.d stasis vena.
6.
Kecemasan B.d kesulitan napas dan kegelisahan akibat oksigenasi yang
tidak adekuat.
7.
Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan B.d anoreksia, mual dan muntah.
8.
Resiko kurangnya pengetahuan mengenai program perawatan B.d tidak bisa
menerima perubahan gaya hidup baru yang dianjurkan.
9.
Bersihan jalan napas tidak efektif B.d peningkatan produksi sekret, sekret
tertahan, sekresi kental, peningkatan energi dan kelemahan.
2.2.3. Implementasi
Menurut effendy, implementasi adalah pengolahan dan perwujudan dari
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Jenis tindakan
pada
implementasi
ini
terdiri
dari
tindakan
mandiri,
saling
ketergantungan/kolaborasi, dan tindakan rujukan/ketergantungan.
Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan. Pada situasi nyata sering implementasi juh berbeda dengan
rencana. Hal ini terjadi karena peawat belum terbiasa menggunakan rencana
tertulis dalam melaksanakan tindakan keperawatan. Yang biasa adalah rencana
tidak tertulis yaitu apa yang dipikirkan, dirasakan, itu yang dilaksanakan. Hal ini
sangat membahayakan klien dan perawat jika berakibat fatal, dan juga tidak
memenuhi aspek legal.
Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlu
memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dan
dibutuhkan kliensesuai dengan kondisi saat ini. Perawat juga menilai diri sendiri,
apakah mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual, teknik sesuai dengn
tindakan yang akan dilaksanakan. Kutipan dari taqiyyah bararah dan muhammad
jauhar (2013:13-14)
2.2.4. Evaluasi
Menurut Alfaro-LeFevre, evaluasi mengacu kepada penilaian, tahapan,
dan perbaikan. Pada tahap ini perawat menemukan penyebab mengapa suatu
proses keperawatan dapat berhasil atau gagal. Evaluasi dibagi menjadi dua jenis
yaitu:
1. Evaluasi Formatif
:
Hasil observasi dan analisa perawat terhadap
respon segera pada saat dan setelah dilakukan tindakan keperawatan.
2. Evaluasi Sumatif
:
Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan
analisa status kesehatan sesuai waktu pada tujuan ditulis pada catatan
perkembangan.
Hasil yang diharapkan untuk pasien dengan gagal jantung menurut
Brunner dan Suddarth (2016:291)
1. Menunjukkan toleransi terhadap peningkatan aktivitas.
2. Mempertahankan keseimbangan cairan.
3. Kecemasan berkurang.
4. Membuat keputusan yang bijaksana terkait perawatan dan pengobatan.
5. Mematuhi regimen pe