Pengendalian Gerak Longitudinal Pesawat Terbang dengan Metode Decoupling

  POLITEKNOLOGI VOL. 9 NO. 3, SEPTEMBER 1010

  

Pengendalian Gerak Longitudinal Pesawat Terbang dengan

Metode Decoupling

  • *

  Agus Sukandi

  

Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Jakarta,

Kampus Baru Universitas Indonesia, Depok 16425

Email :

  

Abstract

Aircraft is mode air transportation faster movement. For designing model an aircraft need sufficient

knowledge field of controls such as kinematic, dynamics and stability to fulfill requirement as needed.

Aircraft motions system are MIMO (Multi Input Multi Output) system, where each input to influence

(interaction) to all output, so very complex to analysis. Application of decoupling method for Aircraft

motion MIMO system will be eliminate interaction input-output, so each output are influenced by each

input only. Result of computation using CHARLIE aircraft data [2] are before using controller, aircraft

  

has unstable characteristics, because it has two positive eigen value i.e.  0.0006  0.0512i . Aircraft

3,4

still both controllable and observable, because has full rank controllability and observability matrix i.e.

  

4. After using decoupling method controller, motion of aircraft is very stable, both output, vertical

velocity w and angular speed q match set-point. Vertical velocity w followed set-point after 12 second,

and angular speed q followed set-point after 14 second.

  Key words : Longitudinal, decoupling, and stability.

  

Abstrak

Pesawat terbang merupakan wahana udara yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan manusia akan

transportasi yang lebih cepat. Dalam merancang pesawat terbang yang perlu diperhatikan adalah

memodelkan dan mengendalikan gerakan pesawat sehingga pesawat mampu bermanouver sesuai dengan

yang diinginkan. Sistem gerak pesawat merupakan sistem MIMO (Multi Input Multi Output), di mana

masing-masing input saling mempengaruhi (berinteraksi) terhadap semua output sehingga relatif

kompleks untuk dianalisa. Penerapan metode decoupling pada sistem MIMO gerak pesawat akan

menghilangkan pengaruh interaksi tersebut, sehingga masing-masing output hanya dipengaruhi oleh

masing-masing input.

Hasil perhitungan dari data pesawat CHARLIE [2] menunjukkan (sebelum adanya pengendali), gerak

pesawat mempunyai karakteristik tidak stabil, karena ada nilai eigen yang positif yaitu

  =0.0006 0.0512i. Tetapi gerak pesawat masih dapat dikontrol (controllability) dan dapat diamati 3,4

(observability) secara lengkap, karena matriks controllability dan matriks observability mempunyai full

rank yaitu 4. Kemudian, setelah menggunakan pengendali dengan metoda decoupling gerakan pesawat

sangat setabil, karena output w dapat mengikuti set-point setelah sekitar 12 detik, dan output q dapat

mengikuti set-point setelah sekitar 14 detik.

  Kata Kunci: Longitudinal, decoupling, dan stabilitas

  Tujuan penelitian ini adalah I.

   PENDAHULUAN

  memodelkan, menganalisa, Pesawat terbang merupakan wahana mengendalikan dengan metode udara yang dirancang untuk memenuhi decuopling, dan mensimulasikan kebutuhan manusia akan transportasi gerakan longitudinal pesawat terbang. yang lebih cepat. Dalam merancang

  Metoda pada penelitian ini adalah merujuk

  pesawat terbang bidang ilmu penting

  kepada buku referensi dan eksperimen

  yang perlu diperhatikan adalah

  simulasi menggunakan Simulink

  mengendalikan gerakan pesawat, MATLAB. sehingga pesawat mampu bermanouver sesuai dengan yang diinginkan.

  Agus Sukandi, Pengendalian Gerak Longitudinal Pesawat Terbang …….

  Karena sangat kompleksnya persyaratan yang harus dipenuhi dalam sistem gerak pesawat, maka untuk menyederhanakan analisa, diambil beberapa asumsi, yaitu :

  • Gerakan pesawat adalah

  longitudinal

  • Struktur pesawat dianggap rigid

  body

  • Metode pengendali yang digunakan

Gambar 2.2 Sumbu arah gerak

  adalah metode decoupling translasi dan rotasi [3]

II. PESAWAT DINAMIKA Gaya pada sumbu (x,y,z) TERBANG

  Komponen arah gaya, momen, Pesawat terbang memiliki kemampuan kecepatan translasi dan rotasi (angular) bergerak dalam tiga sumbu (x,y,z), pada koordinat (x,y,z) dijelaskan pada yakni rolling, pitching, dan yawing. gambar (2.3) dan gambar (2.4). Gerak naik turunnya hidung pesawat

  (pitching) dikontrol oleh elevator, gerak Lift

  naik turunnya sayap kiri atau kanan r pesawat (rolling) dikontrol oleh aileron, udde R sedangkan gerak berbelok dalam bidang Drag P , ,  L U,X horizontal (yawing) dikontrol oleh El Thrust evator x b

  rudder . Pada bagian belakang sayap F laps

  terdapat flap yang berfungsi membantu , M ,,ler ons RN Q ,  meningkatkan gaya angkat (Lift) pada Ai W,Z z b saat take off maupun mengurangi gaya V ,Y Weight angkat pada saat landing [1],[2],[3]. y b

  Struktur pesawat, arah gaya, momen, dan kecepatan dijelaskan pada gambar

Gambar 2.3 Komponen arah gaya, (2.1), (2.2) dan (2.3).

  momen, dan kecepatan

  Gerak Translasi

  Hukum II Newton :

  Fma

  (2.1) di mana :

   F = resultan gaya yang bekerja pada

  pesawat [N] m = massa dari elemen pesawat [kg].

  2 Gambar 2.1 Struktur Pesawat Terbang a  percepatan translasi [m/s ].

  [3]

Tabel 2.1 Komponen arah gaya, momen, dan

  kecepatan pada sumbu (x, y, z) [1] Roll Pitch Yaw

  Properties x y z b b b

  10 POLITEKNOLOGI VOL. 9 NO. 3, SEPTEMBER 1010

  Kecepatan sudut P Q R Kecepatan translasi U

  I I dt dt dt     

  I

  2 .rad/sec .]

  = momentum angular [kg.m

  H

  .]

  2

  2 .rad/sec

  = torsi [kg.m

  M

   (2.7) di mana,

      d d d M H

  2

  Torsi pada center of gravity pesawat [2] :

  Gerak Rotasi

  (2.6)

                  

      

  VR Y mg m V UR PW Z mg m W

  X mg m U QW

      sin ( ) cos sin cos cos

  gaya pada sumbu (x, y, z) menjadi [1] :

  X F Y F Z    persamaan

  F

  = momen inertia [kg.m

  ] x xx xy xz y xy yy yz z xz yz zz

  V W Gaya Aerodynamic

  I P

  (2.9)

                     

  I I PQ

  I P QR

  I R

  I I PR M

  I P R

  I Q

  I I QR M

  I R PQ

      2 2 x xx xz zz yy y yy xz xx zz z zz xz yy zz M

  H

         

  (2.8) Dari persamaan (2.7), (2.8) dan diperoleh :

  I R           

  I Q

  I P

  I R H

  I Q

  I P

  I R H

  I Q

  I P

  (2.5) Karena , , , x y z

                  

      

  V m

        i j k i j k

         i j k  

  VR F mg m V UR PW F mg m W

  V W dt    

  V W P Q R d U

  V U

  ˆ ˆ ˆ ˆ ˆ ˆ ˆ ˆ ˆ T T

  [rad/sec]

   = kecepatan angular pesawat

  V = kecepatan translasi [m/s].

  (2.2) T

          

  V V dt dt   

      T T T d d F m

  V i j k      

     Gaya karena gaya dorong mesin [1] pesawat :

  I xy Perubahan sudut

  I xz

  I zz Products of Inertia I yz

  I yy

  I xx

  X Y Z Momen Aerodynamic L M N Moment of Inertia

   

    Y co s sin mg  

Gambar 2.4 Komponen gaya gravitasi

  [1] Dari persamaan (2.3) dan (2.4) diperoleh :

      sin ( ) cos sin cos cos x y z

  F mg m U QW

VP UQ

  ˆ ˆ ˆ T

VP UQ

  V QW

VR UR PW PV UQ

  ˆ ˆ ˆ ˆ ˆ ˆ T x y z

   cos mgmg cos mg

  δe   mg X sin mg

  (2.4)

          

      

  F mg F mg F mg

  Gaya karena gravitasi bumi :       sin cos sin cos cos x gravity y gravity z gravity

  (2.3)

                  

  VR F m V UR PW F m W

  F m U QW

      ( ) x y z

  Sehingga [1],[2] :

         i j k i j k

                  

  VP UQ F F F F        

  V UR PW dt W

  VR d F m V m

  U QW

       

VP UQ

  

  0.8 Speed cruising, U

  Z   1 s

   0.039 w

  X   1 s

  0.00006 W-derivative,

  . m s  

  M   1 1

  

  Z   1 s

   0.0002 u

  X   1 s

  4.6 U-derivative,

  Angle of attack,  (degrees)

  (m.s -1 ) 250 Pressure dynamics, q (N.m -2 ) 9911

  I (kg.m 2 ) 1.32 x 10 6 Flight Condition, Height (m) 12200 Mach Number, M -

  M   1 1

  I (kg.m 2 ) 67.5 x 10 6 Moment Inertia, xz

  I (kg.m 2 ) 45 x 10 6 Moment Inertia, zz

  I (kg.m 2 ) 24.6 x 10 6 Moment Inertia, yy

  (m) -3.05 Moment Inertia, xx

  26.2 Pilot location, P z l

  (m)

  Pilot location, P x l

  0.25 c

  7.0 c.g. (center of gravity) (%) c

  8.3 Aspect ratio -

  (m)

  Massa, m (kg) 290000 Wing area, S (m 2 ) 510 Wing m.a.c c

  • 0.007 u
  • 0.317 w
  • 0.003 w
  • 0.0004 q-derivative,

    

  . m s  

  • 1.57 q
  • 0.339 T
  • 1.5 x 10 -7 T

  (2.13) III.

  

   

    1 1 . m s

  M

  

     1 s

  0.44 E Z

  

    1 s

  X

    0.67 x 10 -7 E

    1 1 . m s

  M

     1 s

  X   1 s

  X   1 s

   w Z

    1 s

   w M

    1 1 . m s

   

   q Z

   3.434 x 10 - 6 T Z

    1 s

  

  M   1 1 . m s

   

  X

    1 s

  • 5.46 E

  

        

                      

  I P QR

  (2.11) dan persamaan (2.10) menjadi : xx xz yy zz xz

                         

       

  X mg m U Y mg U R m V Z mg U Q m W

        cos cos sin

  , persamaan (2.6) menjadi :

  P Q R       

  ,

  V W     

  X Y Z

  (2.10) Pesawat diasumsikan terbang simestris, di mana kondisi awal (initial condition)

                     

  I I PQ

  I R

  I P

  I I PR N

  I P R

  I Q

  I I QR M

  I R PQ

  I P

      2 2 xx xz zz yy yy xz xx zz zz xz yy zz L

         

  persamaan torsi pada sumbu (x, y, z) menjadi :

    

  , , x y z M L M M M N

  (3.1) Persamaan (3.1) dalam diagram blok adalah : B A + - C x x

  Agus Sukandi, Pengendalian Gerak Longitudinal Pesawat Terbang …….

  L

  I R M

  x Ax B y Cx

  ,

       

  X X u g Z u Z w Z Z w u q M u M w M w M q M M q

  e T u w e T u w e T u w w q e T X u X w

  menjadi : e T e T

  gerak longitudinal (2.11) dilinearkan

  relatif kecil, di mana   , maka cos  = 1 dan sin  = 0, [1], [2], [3], maka persamaan

  stability derivatives . Karena sudut 

  . dengan , , x x x X Z M

     

  dan

     

  ,

  Q q  

   

  I Q N

  , Z 1 x Z m x

  I R

  I P

                   

  (2.12) Untuk menyederhanakan notasi, didefinisikan : 1 x X X m x

    

    

  , W w

  , M 1 x yy M I x

    

  , U u

   

  , V v

   

  • 1.16

  Persamaan ruang keadaan (state space)

PEMODELAN GERAK PESAWAT DALAM RUANG KEADAAN

  [2] Parameters Unit Value

  Gerak longitudinal pesawat terbang adalah gerak sepanjang sumbu x, di mana control surface yang sangat berpengaruh adalah elevator dan flaps.

  12 Karena

   y

Gambar 3.1 Diagram blok sistemTabel 3.1 Parameter Pesawat CHARLIE

  POLITEKNOLOGI VOL. 9 NO. 3, SEPTEMBER 1010

  λ - 0.0002 -0.039

  9.81 Penurunan model matematis gerak

  longitudinal diperoleh dari persamaan
  • -5 = 0
  •   0.07 λ+0.317 -250

      (2.13) yang disusun kembali menjadi :

    • -8.8* 10 0.002873 λ+0.439
    • -1 λ

      u = X u + X w - g θ + X δ + X δ u w δ e δ T e T

      diperoleh nilai eigen :

       w = Z u + Z w+ u q + Z δ + Z δ u w δ e δ T e T

      λ = -0.3785 + 0.8456i 1 

      = M + M Z    u + M + M Zw+ M + M u q u w u w w wq w 0 qλ = -0.3785 - 0.8456i 2

      

    • + M + M Z δ w δ δ + M + M Z δ e δ w δ T e e T T

          λ = 0.0006 + 0.0512i 3

       θ = q

       λ = 0.0006 - 0.0512i 4

      (3.2) Karakteristik pesawat CHARLIE tidak

      Persamaan (3.2) dalam persamaan stabil, karena ada nilai eigen yang ruang keadaan menjadi :

        positif (yaitu

      3 dan 4 ).

      X X -g u       u w

       u

      Vektor eigen ditentukan dengan        w Z Z u w u w

             =

      persamaan :

          q M + M Z M + M Z M + M u    q u w u w w w q w 0        θ 1 0 θ

         λ I - A V = 0 (3.6)

       ii

          

      X Xδ δe T     dengan i = 1, 2, 3, 4 dan V = vector i Z Z δ δ   δ e

       e T    

    • +   eigen.

       M + M Z M + M Z δ T δ w δ δ w δ   e e T T

              

      diperoleh :

      v i    11 0.0098 - 0.0106     

      (3.3)

      v 21 0.9999     V   1

          vi 31 -0.0002 0.0034

      Dengan memasukkan data pesawat

          v i 41 0.0034 - 0.0013    

      CHARLIE pada table (3.1) dan table

      vi    12 0.0098 0.0106 

      (3.3) ke dalam persamaan (3.3) maka

          v 22 0.9999    

      V

      diperoleh :   2

          v i 32 -0.0002 - 0.0034 -6     0.0002 0.039 -9.81

      0.44 3.434* 10v i   0.0034  0.0013 42    

         -7

    • -0.07 -0.317 250 -5.46 -1. 5* 10

          x = x + u -5 -7 v

         13 -0.9999      8.8* 10 -0.002873 -0.439 -1.1578 6.701* 10

              v i 23 0.0104  0.0037

      1          

      V 3       vi 33 -0.0003 0.0000 1 0

            y = x (3.4)

        vi 43 0.0001 0.0052     1 0

        v

         14 -0.9999  Nilai Eigen dan Vektor Eigen

          v i 24 0.0104 - 0.0037

          V  

      Karakteristik sistem ditentukan oleh 4

         v i34 -0.0003 - 0.0000     nilai eigen melalui persamaan : v i 44 0.0001 - 0.0052

          IA

       (3.5) Uji Controllability dan Observability

      di mana,  merupakan nilai eigen dari Keterkontrolan (controllability) dan sistem. Sistem dikatakan stabil jika keteramatan (observability) suatu sistem semua pole (nilai eigen) adalah dapat ditentukan dengan mengetahui

      I A   

      negative, atau rank dari matriks M dan O, jika full

      rank maka sistem tersebut

      Karakteristik pesawat CHARLIE :

      Controllability dan ObservabilityIA  lengkap [1],[2],[3]. 2 3

        M = B AB A B A B

      (3.7)

       

    • -1.5* 0.44 -0.2129 -0.0000 0.1357 -0.0000 3.5267 -0.000
    • -5.46 - 287.754 0.0002 222.2348 -0.0001 78.7
    • -0.000 M =
    • -1.158 0.5240 -0.0000 0.5967 -0.0000 -0.9005 0.0000 0 0 -1.1578 0.0000 0.5240 -0.0000 0.5967 -0.000

      R = feedback gain, V = pre-fliter, dan

    w

    = sinyal acuan.

      engine ), sedangkan jumlah output = 2

      (kecepatan ke arah vertical w dan kecepatan sudut q pitching), sehingga metode decoupling dapat digunakan. y C x Ax Bu   w V R

       x u

    Gambar 4.1 Diagram Blok Sistem Kontrol Metode

      Decoupling

      Dengan state feedback (metode

      decoupling

      ), sinyal kendali u pada diagram blok (4.1) menjadi [4]: ( , ) ( ,1) ( ,1) ( , ) ( ,1) p n p n p p p

      u x V w R    (4.1)

      Syarat metode decoupling [4] adalah p = q (jumlah input = jumlah output). Pada penelitian ini jumlah input = 2 (defleksi elevator dan change thrust

    • -0.0002 0.0008 0.7738 - 0.0016 0.0002 0.0022 - 0.5256 - 0.0009

      Tujuan pengendalian

      Tujuan pengendalian adalah menentukan matriks pengendali (feedback gain) R dan matriks pre-

      filter

      V

      sedimikan rupa, sehingga [4] :

    • Setiap sinyal output y i (t) mengikuti sebaik mungkin sinyal acuannya
    • di mana
    • Setiap sinyal output y

      w i (t)

      , i=1,2,…,p

      i (t) hanya

    Gambar 4.2 Control surface [3] pesawat terbang

      Multi Output ) di mana masing-masing input (masukan) sangat mempengaruhi

      semua output (keluaran), maka akan dipilih perancangan sistem kendali dengan metode decoupling, karena metode ini akan menghilangkan pengaruh interaksi input-output , sehingga masing-masing input hanya untuk satu (masing-masing) output [4].

      6.70 212 1*10

      

    Agus Sukandi, Pengendalian Gerak Longitudinal Pesawat Terbang

    …….

      14

      di mana M merupakan Matriks Controllability T 2 3 O = C CA CA CA    

      (3.8)

      di mana merupakan Matriks Observability O Uji Controllability 2 3 M = B AB A B A B

         

    • -6 -7 -7

      3.434*10

      10

               

      Persamaan gerak longitudinal merupakan sistem MIMO (Multi Input

      Rank dari matriks M adalah 4 (baris 1,2,3,4 pada matriks saling independent), maka pesawat dapat dikontrol (controllability) secara lengkap.

      Uji Observability di mana O merupakan Matriks T 2 3 O = C CA CA CA

      Observability    

       0 0 1 0 0 0 0 1 0.0001 - 0.0029 - 0.4390 0 0 0 1 0

      O = 0.0002 0.0022 - 0.5256 - 0.0009 0.0001 - 0.0029 - 0.4390 0

                       

      Karena rank dari matriks O adalah 4 (kolom 1,2,3,4 pada matriks saling independent), maka pesawat dapat diamati (observability) secara lengkap IV.

       PERANCANGAN SISTEM KENDALI DENGAN METODE DECOUPLING

      dipengaruhi oleh masing-masing sinyal acuannya w i (t) . Persamaan ruang keadaan (state space) :

      POLITEKNOLOGI VOL. 9 NO. 3, SEPTEMBER 1010

        i 1 xAxBu

        x Ax Bu

        Tv   i   

      menjadi (4.2)

      C Aq A   y Cx 1  iv

       yC xD u T   i 1    C A B v1    

       R

         

      (4.10)

       1T     1

      di mana [4], p p

        C A B   p T v

        p    C A q Ap pv    (  ) i

               v Ti Ti 1     y     D

        i C A C A B i i    

          

      Q yC D (4.3)

              (  ) p   p    p T T 1   

      C A C A B p p         y

      Dari persamaan di atas diperoleh

        i : T

      matriks R

      y C x i iT T T T  1 y C x C Ax Bu C Ax C Bu i i i   i i      T T T T (4.11) RD Q y C x C Ax Bu C Ax C Bu (  1) i i i   i i      iT (   1) i Penentuan parameter bebas untuk y C A x i i( )i TT   i i 1 memenuhi respon dinamik yang y C A x C A Bu i p i i i    1,..., diinginkan k , q : (  i )

       i ivTi Ti 1 Ti 1 Solusi persamaan (4.9) dengan yC AC A BR xC A BV w i i i i i

       

      transformasi Laplace

      i  1,..., p

      (4.4)

      k i  

      Y s ( ) W s ( ); i 1,., p ii i

      (4.12)

      s   ... q s qi 1 i y hanya tergantung w

      Setiap : i i T   i 1 G s ( ) i C A BV wk w i  1,..., p i i i i = 0, . 0, k , 0, w T 1ii q i

      

      di mana, ditentukan dengan iv

      C A BV  0, . 0, k , 0, ii penempatan kutub yang diinginkan.

      (4.5)

      k q Ti 1 i i  (untuk zero steady state error).

        C A Bki 1 Sehingga dengan metode decoupling ,

          V

      (4.6)

        pT 1    interaksi multi input-multi output k C A B p

       p     

      disintesa menjadi satu input hanya

      K

      D

      berpengaruh kepada satu output tanpa mempengaruhi input dan output yang Sehingga diperoleh matriks pre-filter

      V lainnya.

      : W Y W 1 1 1 Y 1

       1 G s 1 ( ) VD K

      (decoupling pre-filter) Sistem G s ( ) (4.7) W Y W Y p p p p p

       det( D ) 

      Syarat decoupling (4.8)

    Gambar 4.3 Ilustrasi sitem coupling

      Penentuan matriks pengendali : R

      menjadi decoupling Terbentuk persamaan diferensial hanya

      Kemudian dengan memasukan nilai A, antara y i dan w i B, C pada persamaan ruang keadaan TT  

    i i (state space) pesawat CHARLIE ke

    1   i ( ) v 1 C AC A BR x   q y ( q = konstan, sembarang) i i iv i iv

        v

      dalam persamaan (4.6) diperoleh : (  ) i i ( ) v   1

      y q y = k w i 1,..., p i iv i i i   v

      (4.9)

      Agus Sukandi, Pengendalian Gerak Longitudinal Pesawat Terbang ……. * Uji Simulasi Pengendalian

         1 1    1

      1 pada kondisi ini

      1

      1

            2 2

      elemen matriks D sudah memenuhi syarat, maka : T   i 1  

      C A B 1 T   1 1 T 1 1  C A B C A B     1 1   

      D    T   2 1 T 1 1     

       1 C A B C A BT   p 2 2    

      C A B p    

      A B  0 1 0 

       

         A B

      0 1 0

       

       

    Gambar 4.4 Diagram blok State space tanpa pengendali

        5.460  0.00000015  

      D    1.157816 0.00000067    50 Step response w dan q sebelum dikontrol

      (4.13) q (rad/sec) w (m/sec) Dengan menguji decoupleability sesuai -50 syarat persamaan (4.8) : (r a d /s -150 e c ) q d c ) a n -200 -100

       5.460 0.00000015 e   /s

      D ( m -250   1.157816 0.00000067 6 w

       -300 3.8322*10   

    • -350

      (decoupleability) -450 -400 Kemudian menempatan kutub yang 10 20 Time (sec.) 30 40 50 60 diinginkan (dipilih p = -1 dan -0.5) maka dengan persamaa (4.12) :

    Gambar 4.5 Step response w dan q tanpa pengendali

    1 Y k

       k 1

      1 1     1 Step response w (m/sec)  50 sq s10

      1 w (m/sec)k 2

      0.5 Y k 0.5  2     2 -50 s q s

      0.5   20 

    • -100

      k

      1     1 K   

    • -150k  

      0.5 2 .)      ( m /s -200 e c w

       * * -2501

      1   V inv D K D  

        

           0.5     -300

       (4.14)  0.175  0.0195   -350 5 5   

        3.021*10 7.124 *10     -400 -450 10 20 30 40 50 60 Dengan persamaan (4.10) diperoleh : Time (sec.)

       1 1      Tv 1 Gambar 4.6 Step response w tanpa

      C A q A 11 v T       C A q Av   v 11  

      pengendali

        Q

        1   T 2

         C A q A Tv 2   22 v    

      C A q A 22 v      v    

       -0.0700 0.6830 250.  Q

        0.0001 -0.0029 0.0610   

      (4.15) Kemudian dengan persamaan (4.11) diperoleh matriks pengendali R :
    • * R inv D
      • Q

          0.01223 -0.1193 -43.71 (4.16)   4 7   

        21274.359 -21.044*10 -7.5445*10 0  

        16 POLITEKNOLOGI VOL. 9 NO. 3, SEPTEMBER 1010

      Gambar 4.7 Step response q tanpa pengendaliGambar 4.8 Diagram blok state space dengan pengendaliGambar 4.9 Step response w dan q setelah dikendalikanGambar 4.10 Step response w setelah dikendalikanGambar 4.11 Step response q setelah dikendalikan

        Dari hasil simulasi menggunakan diagram blok (4.4) kemudian diplot pada gambar (4.5), (4.6) dan (4.7) terlihat bahwa step respon w dan q tidak stabil. Dari hasil simulasi menggunakan diagram blok (4.8) dengan metoda

        decoupling yang diplot pada gambar

        (4.9), (4.10) dan (4.11) terlihat bahwa step respon w dan q jelas mengikuti

        set-point .

        Kecepatan vertical w dapat mengikuti

        set-point setelah sekitar 12 detik,

        sedangkan kecepatan sudut q (pitching) dapat mengikuti set-point setelah sekitar 14 detik. Ini berarti metoda

        decoupling dapat digunakan dengan baik. 10 20 30 40 50 60 -1.5 -1 -0.5 0.5 1 Time (sec.) q ( ra d /s e c .) Step response q (rad/sec) q (rad/sec) 10 20 30 40 50 60 70 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 Step Response w and q due to the deflection elevator and change throtlle engine Time (sec.) w ( m /s e c ) a n d q ( ra d /s e c ) w (m/s) q (rad/sec) 10 20 30 40 50 60 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 Time (sec.) w ( m /s e c ) Step Respon W due to the deflection elevator and change throtlle engine w (m/sec) 10 20 30 40 50 60 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 Time (sec.) Q ( ra d /s e c ) Step response Q (rad/sec) due to the deflection elevator and change throtlle engine q (rad/sec)

        Agus Sukandi, Pengendalian Gerak Longitudinal Pesawat Terbang …….

        V. KESIMPULAN

        Dari hasil perhitungan dan simulasi, dapat diambil kesimpulan, bahwa :

        1. Sebelum adanya pengendali, pesawat CHARLIE mempunyai karakteristik tidak stabil, karena ada nilai eigen yang positif (

          0.0006  0.0512i ). 3,4

        2. Pesawat CHARLIE dapat dikontrol (controllability) dan dapat diamati (observability) secara lengkap, karena matriks controllability dan matriks observability mempunyai full rank yaitu 4.

        3. Setelah menggunakan pengendali dengan metoda decoupling gerakan pesawat sangat stabil, karena output

        w dapat mengikuti set-point

        setelah sekitar 12 detik, dan output q dapat mengikuti set-point setelah sekitar 14 detik.

        VI. DAFTAR PUSTAKA

        How, Jonathan, Aircraft Dynamics, (Lecture Notes : 16.61 AC 1

      • –2 to 1- 16 and 2-1 to 2-17 )

        MITOpenCourseWare Spring 2003, (web.mit.edu), Department of Aeronautics and Astronautics Massachusetts Institute of Technology, Cambridge, Massachusetts, Spring 2003.