PENDIDIKAN ISLAM: Sebuah Tantangan dalam Kebobrokan

Pendahuluan

Kegagalan dan kepurukan pendidikan Islam bisa kita lihat dari tercerminnya prasarana, dana, kualitas pendidik yang jauh dari harapan semestinya, sehingga mengakibatkan kepada menciptakan out-put 1

pendidikan yang tidak dapat terlalu bersaing pada era sekarang ini dengan out-put pendidikan umum. Tetapi persoalannya dan pertanyaan yang mendasar adalah kenapa pendidikan Islam tidak dapat bersaing, dan faktor-faktor apa yang menyebabkan itu semua terjadi.

Memang kalau membicarakan pendidikan Islam dengan kegagalan dan keterpurukannya sangat begitu kompleks persoalan yang dihadapi pendidikan Islam pada dewasa sekarang ini, dan persoalan tersebut untuk memecahkanya atas kerumitan pendidikan Islam tidak hanya sekedar kita bicarakan pada acara seminar, diskusi, forum dan acara-acara serimonial semata saja. Tetapi persoalan pendidikan Islam untuk menyelesaikannya harus dikaji, ditelaah, diteliti dengan mengeluarkan segenap tenaga, pikiran, waktu, kemampuan serta dana yang cukup banyak untuk mencari pangkal penyebabnya dalam mencari solusi dan jawaban yang

1 Kesuksesan masa depan setiap peserta didik perlu dipandang sebagai kesuksesan product (pendidikan), bukan sekedar kesuksesan out-put atau outcome. Ketika peserta didik

(Mahasiswa) dinyatakan lulus, ia adalah out-put dari lembaga pendidikan dimana ia belajar, tetapi outcome apakah segera dapat mengatasi hidupnya untuk bekerja (bukan berarti sekedar mendapatkan pekerjaan). Kemudian bekerja, mengembangkan karier dibidang pekerjaan yang ditekuninya, dalam relatif cepat ia akan tampak sukses sebagai product pendidikan. Sarbiran. Pendidikan Islam dan Tantangan Globalisasi (Ditinjau dari Aspek Ekonomi dan Politik. Dalam Imam Machali dan Musthofa (Editor). Pendidikan Islam dan Tantangan Globalisasi (Buah Pikiran Seputar, Filsafat, Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya) . Yogyakarta: Presma UIN Sunan Kalijaga. 2004), hal. 39

Mulyadi; Pendidikan Islam. … 93 Mulyadi; Pendidikan Islam. … 93

Kita tidak mau lagi mendengar pendidikan Islam hanya sekedar mengajarkan tentang hidup akhirat semata, tidak terlalu memikirkan kehidupan ukhrawi. Tetapi hendaknya dua kepentingan tersebut seyogyanya dapat kita padukan, seimbangkan serta diejawantahkan dalam proses pendidikan dan dalam kehidupan sehari-hari. Romo Mangunwijaya dengan nada menggugat ia berucap, pendidikan agama (Islam) kita saat ini masih mementingkan huruf daripada roh, lebih mendahulukan tafsiran harfiah diatas cinta kasih. Apakah pola pendidikan agama semacam itu punya hak ada didalam masyarakat yang semakin dewasa dengan masalah-masalah yang semakin kompleks. 2

Sayangnya tidak semua edukator agama benar-benar sadar akan persoalan ini.

Sementara Ahmad Najib Burhani mengatakan, mengapa pendidikan agama (Islam) di Indonesia begitu mandul dan tidak memberikan pengaruh apa-apa terhadap peserta didik. Itu sebabkan, karena nilai-nilai agama tidak ditransformasikan secara positif, kritis dan berorientasi kedepan dalam menghadapi era globalisasi dan modernisasi yang ditandai dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ia (pendidikan Islam) sekedar menjadi ornamen pendidikan yang tidak memiliki fungsi kecuali sebagai pajangan ruangan kurikulum pendidikan

nasional. 3 Jika pendidikan agama (Islam) hanya sebuah pajangan atau

ornamen dalam ruang kurikulum nasinal saja, maka pendidika agama Islam yang indah dan cantik hanya dalam bingkai angan-angan yang berada diangkasa nun jauh dilangit biru saja, sehingga jangan terlalu

2 Romo Mangunwijaya. Dalam Widyastuti. Mendiskusikan Pendidikan Pemanusiaan. (Yogyakarta: Kedaulatan Rakyat. 3 Mei 2002), hal. 6

3 Ahmad Najib Burhani. Islam Dinamis Menggugat Peran Agama Membongkar Doktrin Yang Membatu. (Jakarta: Kompas. 2001), hal. 25

94 Jurnal Madania: Volume 5 : 1, 2015 94 Jurnal Madania: Volume 5 : 1, 2015

Muhaimin dkk menjelaskan agar nilai-nilai itu bisa tertanam dalam peserta didik, dia mempunyai strategi (metode. Yaitu;

1) Melalui pendekatan pengalaman, yakni memberikan pengalaman keagamaan kepada peserta didik dalam rangka penanaman nilai-nilai keagamaan,

2) Melalui pendekatan pebebiasaan, yakni memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk senantiasa mengamalkan ajaran agamanya dan akhlakul karimah,

3) Melalui pendekatan emosional, yakni usaha untuk menggugah perasaan dan emosi pesrta didik dalam meyakini, memahami, menghayati akidah Islam serta memberi motivasi agar peserta didik ikhlas menjalankan agamanya, khususnya yang berkaitan dengan akhlakul karimah,

4) Pendekatan rasional, usaha untuk memberikan peranan kepada rasio dalam memahami dan menerima kebenaran ajaran agama,

5) Pendekatan fungsional, yakni usaha menyajikan ajaran agama Islam dengan menekankan kepada segi kemanfaatan bagi peserta didik dalam kehidupan kesehariannya sesuai dengan tingkat perkembangan,

6) Pendekatan keteladanan, yakni menyuguhkan keteladanan, baik yang berlangsung melalui penciptaan kondisi pergaulan yang akrab antara personal sekolah, perilaku pendidik dan tenaga kependidikan lain

4 M.I. Soelaeman. Suatu Telaah Tentang Manusia, Religi Pendidikan. (Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti, PPLTK. 1998), hal. 100

Mulyadi; Pendidikan Islam. … 95 Mulyadi; Pendidikan Islam. … 95

Amin Abdullah mengungkapkan, seharusnya pendidikan Islam dan guru harus concern terhadap persoalan bagaimana mengubah pengetahuan agama yang bersifat kognitif menjadi “makna” dan “nilai” yang perlu diinternalisasikan dalam diri peserta didik lewat berbagai cara, media dan forum. Hendaknya “makna” dan “nilai” yang telah terkunyah dan terhayati tersebut dapat menjadi sumber motivasi bagi peserta didik untuk bergerak, berbuat dan berperilaku secara kongkrit dan agamis

dalam wilayah kehidupan praktis sehari-hari. 6 Melalui konsep dan pemahaman yang benar terhadap pendidikan

Islam, diharapkan pendidikan Islam senantiasa berada dalam lingkup, bingkai dan titian paradigma, teori, konsep yang dijalankan, diterapkan dalam realita keagungan dan kemulian diri manusia sendiri, keseimbangan hubungan manusia dengan Tuhan dan alam sekitar. 7 Jangan sampai kita mengubah 8 arah orientasi pendidikan termasuk

didalam peranan guru itu sendiri.

5 Muhaimin, et, al. Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah. (Bandung: Rosdakarya. 2001), hal. 174

6 Amin Abdullah. “Problem Epistimologi dan Metodologi Pendidikan Agama”, dalam Munir Mulkhan dkk. Rekonstruksi Pendidikan dan Tradisi Pesantren, Religiusitas

Iptek. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2001), hal. 58-59 7 Sebagaimana filsafat pragmatis mengabaikan konsep-konsep kebenaran dan

menggantikannya dengan kegunaan. Pengaruh ini jika berjalan terus, akhirnya akan mengujudkan manusia-manusia yang menghancurkan konsep keagungan dan kemulian diri manusia sendiri, sehingga akan terjadi ketidak kesimbangan hubungan manusia dengan Tuhan dan alam. Ali Ashrof. Horison Baru Pendidikan Islam. (Jakarta: Pustaka Firdaus. 1989), hal. 13-14

8 Pendidikan Islam jangan samapai hanya berorientasi kepada semata-semata ilmu pengetahuan dan itu perlu diseimbangkan dengan makna pendidikan kemanusiaan

yaitu berkembangnya ke segala arah sesuai yang ada pada manusia, hal ini disebabkan karena adanya bukti paradigma pendidikan yang telah mulai bergeser kepada paradigma baru mutu pendidikan yang hanya menekankan kepada rasionalisme, tetapi lebih dari itu yaitu menekankan pada nilai-nilai kemanusiaan secara totalitas. Op.cit, Sarbiran, dalam Imam Machali dan Musthofa (Editor). Pendidikan Islam dan Tantangan Globalisasi

96 Jurnal Madania: Volume 5 : 1, 2015

Kebobrokan Pendidikan Islam

Berbicara tentang pendidikan khususnya pendidikan Islam, rasanya kita malu, sedih dan ingin marah melihat betapa pendidikan Islam begitu jauh dari harapan yang ideal. 9 Sehingga kita tidak mengerti dan paham,

mengapa pendidikan (agama) Islam sangat jauh terpuruknya dari pendidikan umum, baik itu segi sarana, dana, fasilitas, kebijakan pemerintah, kurikulum, dan tenaga pengajarnya. Padahal yang kita ketahui dan yakini bahwa agama Islam adalah agama sebagai rahmatan lil

10 „alamin, 11 agama yang diridhai oleh Allah, dan umat Islam adalah umat

(Buah Pikiran Seputar, Filsafat, Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya) . Yogyakarta: Presma UIN Sunan Kalijaga. 2004), hal. 36-37

9 Idealnya pendidikan Islam harus dapat meresponsif tuntutan hidup manusia dan dapat menghadapi masalah-masalah yang kompleks, tetapi malahan pendidikan

Islam belum responsif terhadap tuntutan hidup manusia yang masih menghadapi masalah-masalah yang kompleks. Hal ini dapat dilihat dari ketertinggalannya pendidikan Islam dengan pendidikan lainnya, baik secara kualitas maupun kuantitas belum meraih keunggulan kompetitif dalam membangun bangsa ini, sehingga masih menempatkan dan menjadikan tidak mampu menunjukkan logika persaingan dan cenderung dilabelkan sebagai pendidikan “kelas dua”. Merasa terasa janggal, dalam suatu komunitas masyarakat Muslim terbesar dan memiliki sejarah panjang dalam pendidikan Islam di indonesia, justru pendidikan Islam tersisih dari mainstrem sistem pendidikan nasional. E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah; Konsep, Strategi dan Implementasi, (Bandung: Remaja Rosda karya, 2002),hal. 4. Abdurrahman Mas‟ud senada denga E. Mulyasa, walaupun beliau berargumentasi dari pandangan masyarakat terhadap pendidikan Islam. Dia mengatakan sampai saat ini masih ada public image bahwa Islamic learning identik dengan kejumudan, kemandekan,dan kemunduran. Kesan ini didasarkan pada kenyataan bahwa dewasa ini mayoritas umat Islam hidup dinegara- negara dunia ketiga dalam serba keterbelakangan ekonomi dan pendidikan. Abdurrahman Mas‟ud. Menggagas Format Pendidikan Non-dikotomik (Humanisme Religius sebagai Paradigma Pendidikan Islam ). (Yogyakarta: Gama media. 2002), hal. 1

10 Harus dimaknai secara kontekstual karena nilai universalitasnya sebagai pemberi moralitas ekternal. Sedangkan yang diharapkan dari misi Islam dan

karekteristik kejuangannya adalah agar manusia tetap memiliki ketinggian harkat dan martabat sehingga dapat menikmati kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Untuk mencapai implementasinya adalah melalui penyelenggaran pendidikan Islam. Achmad Warid Khan, Membebaskan Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Istawa. 2002), hal. 96-97

11 QS, Al- Maidah: 3. “Pada hari ini telah Ku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku cukupkan kepada mu ni‟mat Ku, dan telah Ku ridhai Islam itu jadi agama bagi

mu”.

Mulyadi; Pendidikan Islam. … 97 Mulyadi; Pendidikan Islam. … 97

dimana kesalahannya sehingga pendidikan (agama) Islam begitu terpuruk dan tidak terimplikasi dalam wadah pendidikan Islam.

Nurcholish Madjid mengemukakan, bahwa dewasa ini dunia Islam praktis merupakan kawasan bumi yang paling terbelakang di antara

penganut agama-agama besar. 13 Jadi, praktis tidak satupun agama besar di muka bumi ini yang lebih rendah kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologinya daripada Islam. 14 Ini mungkin disebabkan, karena

12 QS, Ali Imran: 10. “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma‟ruf dan mencegah yang munkar dan beriman kepada Allah”.

13 Negeri-negeri Islam jauh tertinggal oleh Eropa Utara, Amerika Utara, Australia dan Selandia Baru yang beragama Protestan; oleh Eropa Selatan dan Amerika Selatan

yang beragama Katolik Romawi; oleh Eropa Timur bergama Katolik Ortodok; oleh Israel yang Yahudi; oleh India yang Hindu; oleh Cina, Korea Selatan, Taiwan, Hongkong dan Singapura yang Budhis-Konfusionis; oleh Jepang yang Budhis-Taois; dan Thailand yang Budhis. Dari gambaran dan fakta diatas, maka terlihat bahwa dewasa ini dunia Islam praktis merupakan kawasan bumi yang paling terbelakang di antara penganut agama- agama besar. Nurcholish Madjid, Kaki Langit Peradaban Islam, (Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 1997), Hal. 21

14 Rendahnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi umat Islam, karena ketidak berdayaan umat Islam sebagai aktor pengembang ilmu pengetahuan dan

teknologi. Kalau kita memahami dan mengamati kembali secara kritis konteks historis kejayaan umat Islam di masa lalu dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kejayaan tersebut tidak datang begitu saja. Kejayaan Islam tidak turun dari langit, tetapi melalui proses yang sangat panjang dan melelahkan dengan melalui tahapan-tahapan perjuangan yang berkesinambungan. Untuk itu, ada dua hal pokok yang berpengaruh dan bisa dijadikan dasar pijakan untuk melihat mengapa Islam begitu berjaya pada abad itu. Dimana keduanya memang menggambarkan hubungan yang tidak dapat dipisahkan antara kemajuan Islam dan pendidikan; pertama, bahwa para pemikir (ulama) di masa itu senantiasa berupaya melakukan rekonstruksi dan reinterpretasi pemikiran Islam dengan menggunakan berbagai pendekatan disiplin ilmu, termasuk didalamnya pendekatan filsafat. Dan yang kedua, mereka juga secara konsisten melakukan reformasi sistem pendidikan, baik yang bersifat institusional maupun yang bersifat konseptual. Op.cit, Achmad Warid Khan, Membebaskan Pendidikan Islam, hal. 100-101. Upaya rekonstruksi dan reinterpretasi pemikiran Islam dengan berbagai pendekatan oleh cendekiawan Muslim pada masa lalu dianggap sebagai upaya-upaya yang bermotifkan Islam dalam artian yang sebenarnya, bahwa penghargaan kepada ilmu pengetahuan, khususnya kepada kajian-kajian pemikiran Islam (terutama kegiatan

98 Jurnal Madania: Volume 5 : 1, 2015 98 Jurnal Madania: Volume 5 : 1, 2015

Pemerintah sebagai pelaksana dan membuat kebijakan pun tidak berkeinginan membantu dana dalam memperbaiki apakan pula untuk membangun sarana dan prasarana madrasah-madrasah yang hampir rubuh di desa-desa. Semua dikarenakan sistem yang berjalan memang tidak peduli dan malahan mungkin menutup mata mengenai keberlangsungan hidup serta perkembangan pendidikan Islam itu. Pada hal, untuk memajukan dan mengembangkan pendidikan Islam kita harus merubah sistem yang ada, sebab mau kemana pendidikan itu dinginkan yang dapat mencapai keinginana itu adalah melalui sistem yang benar. Contoh, Nabi Muhammad saw datang membawa agama Islam pada bangsa Quraisy, yang beliau ubah bukan orang Quraisynya tetapi adalah sistem yang diyakini dan dijalankan oleh bangsa Quraisy. Mereka mempunyai sistem tuhan banyak, Nabi Muhammad saw datang mengubah sistem ketuhanan tunggal (esa), bangsa Quraisy mempunyai sistem perbudakan wanita dan manusia, ketika Nabi Muhammad saw datang bahwa wanita dan manusia adalah makhluk yang merdeka dan mulia. Sehingga dengan merevolusi sistem yang salah menjadi benar, maka bangsa Quraisy yang dulu mempunyai peradaban yang binatang menjadi bangsa yang melahirkan tammaddun tinggi dan beradab dimuka bumi ini dan malah mereka menjadi leading the change peradaban serta menjadi pewarna dalam semangat peradaban dunia.

Mau pendidikan agama Islam itu maju dan mewarnai peradaban serta sanggup menghadapi perubahan, ubahlah sistem watak pengelola-

penyeledikan tentang alam semesta, manusia dan sejarahnya) dipandang sebagai bagian integral dari proses intelektualisme yang bersifat Islami bahkan sangat religius. Fazlur Rahman, Islam and Modernity; Transformation of an Intelectual Tradision. Dalam Achmad Warid Khan, Membebaskan Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Istawa. 2002), hal. 101

Mulyadi; Pendidikan Islam. … 99 Mulyadi; Pendidikan Islam. … 99

pendidikan Islam yang lain, yaitu: setting pendidikan, lingkungan

15 Sistem pendidikan Islam sekarang sangat masih memegang sistem yang lama yaitu; pertama, minimnya upaya pembaharuan, kalau pun ada kalah cepat dengan

perubahan sosial, politik dan kemajuan iptek. Ini terbukti dari ketidakberdayaan kurikulum dan silabus yang umumnya dipakai oleh lembaga pendidikan Islam. Kedua, praktik pendidikan Islam sejauh ini masih memelihara warisan yang lama, dan tidak banyak melakukan pemikiran kreatif, inovatif dan kritis terhadap isu-isu aktual. Akibatnya, ilmu-ilmu yang dipelajari adalah ilmu-ilmu klasik sementara ilmu-ilmu modern nyaris tidak tersentuh sama sekali. Ketiga, model pembelajaran pendidikan Islam terlalu menekankan pada pendekatan intelektualisme-verbalistik dan menegasikan pentingnya interaksi edukatif dan komunikasi humanistik antara guru-murid. Pembelajarannya menjadi bersifat transfer of knowledge atau learning to know dengan perlakuan bahwa guru diidealisasikan sebagai pihak yang lebih tahu, lebih dewasa, lebih berilmu, yang perlu mentransfer berbagai kelebihannya tadi kepad murid yang dipandangnya sebagai pihak yang kurang tahu, kurangdewasa dan kurang berilmu. Keempat , orientasi pendidikan Islam menitik beratkan pada pembentukan „abd atau hamba Allah dan tidak seimbang dengan pencapaian karakter manusia muslim sebagai khalifah fi al-ardl . Konsekuensinya, pendidikan Islam berjalan ke arah peningkatan daya spritual atau teo-sentris semata, sedang ilmu-ilmu yang dikembangkannya menjadi sebatas religious sciences . Abd. Rachman Assegaf. Membangun Format Pendidikan Islam di Era Globalisasi , dalam Imam Machali dan Musthofa (editor). Pendidikan Islam dan Tantangan Globalisasi (Buah Pikiran Seputar; Filsafat, Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya ), (Yogyakarta: Presma Fak. Tarbiyah UIN Sunan kalijaga. 2004), hal. 8-9. menurut al-Faruqi disebutnya sebagai revaled knowledge (ilmu- ilmu yang diwahyukan), seperti tafsir, hadits, fiqh, da‟wah, ushul al-din, sya ri‟ah, adab beserta cabangnya. Sementara itu ilmu-ilmu modern yang termasuk dalam aquired knowledge (ilmu-ilmu yang diperoleh) seperti ilmu-ilmu kealaman (natural sciences), sosial (social sciences) dan humaniora. Dikesampingkan, kalau dikembangkan berakhir dengan dikotomi ilmu, antara agama-umu, iman-ilmu, ilmu- amal,duniawi-ukhrawi, material-spritual, dan lain-lainnya. Al-Faruqi. Islamization of knowledge: general principles and Work Plan. Dalam Imam Machali dan Musthofa (editor). Pendidikan Islam dan Tantangan Globalisasi (Buah Pikiran Seputar; Filsafat, Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya), (Yogyakarta: Presma Fak. Tarbiyah UIN Sunan kalijaga. 2004), hal.9

100 Jurnal Madania: Volume 5 : 1, 2015 100 Jurnal Madania: Volume 5 : 1, 2015

Abdurrahmansyah mengatakan sebab pendidikan Muslim sejak lama berada pada posisi periperal, sehingga tidak mampu berbuat banyak saat dihadapkan dengan realitas perubahan masyarakat global yang selalu

bergerak cepat. 17 Kalau sejak awal proses pendidikan Islam sudah didasarkan dengan konsep pendidikan secara benar sepadan dengan

konsep Islam tentang kemanusiaan, 18 perubahan (modernisasi) dan kehidupan, maka pendidikan Islam tidak hanya mampu melahirkan

manusia-manusia reaktif, tetapi juga manusia kreatif, bahkan manusia penggagas yang nantinya sanggup mengambil peran strategis dalam menentukan perjalanan sejarah masa depan, khususnya sejarah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Hal ini akan membuat citra umat Islam yang tidak lagi identik dengan umat marginal yang hanya setia menonton pentas perubahan di era global ini. 19 Oleh sebab itu, ketika kita membicarakan pendidikan

Islam dan tantangan globalisasi, maka pendidikan Islam harus mempunyai karakteristik yaitu: (1) penguasaan ilmu pengetahuan, bahkan ajaran dalam Islam mewajibkan pemeluknya mencari ilmu pengetahuan, (2) pengembangan ilmu pengetahuan, yaitu ilmu yang telah dikuasai harus diberikan dan dikembangkan kepada orang lain, (3) penekanan pada nilai-nilai akhlak dalam penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan, (4) dasar beribadah kepada Allah dan kemaslahatan umum, (5) memperhatikan perkembangan anak didik, (6) pengembangan

16 Hujair AH. Sanaky, Paradigma Pendidikan Islam: Membangun Masyarakat Madani Indonesia, (Yogyakarta: Safiria Insania Press. 2003), hal. 11

17 Abddurrahmansyah, Wacana Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Global Pustaka Utama, 2005), Hal. 129

18 Selama ini pendidikan Islam kurang dikembangkan konsep humanisme religius dalam dunia pendidikan, yakni adanya tendensi pendidikan Islam yang lebih

berorientasi pada konsep “abdullah” daripada “khalifatullah” dan “hablum minallah” daripada “hablum minannas”, artinya tidak tersosialisasikan tidak tertanamkan dan tidak terimplikasikan secara proposional budaya belajar bagi anak bangsa. Abdurrahman Mas‟ud. Op.cit, hal. 15.

19 Op. cit. Achmad Warid Khan, Membebaskan Pendidikan Islam, hal. 5

Mulyadi; Pendidikan Islam. … 101 Mulyadi; Pendidikan Islam. … 101

Pengembangan Intelektual dalam Pendidikan Islam

Sebenarnya kita tidak dapat menyangkal betapa pentingnya ilmu pengetahuan, teknologi dan peranannya dalam perkembangan masyarakat modern. Dalam hal ini dunia Muslim inferior karena keterbelakangan dalam science, teknologi, ekonomi dan militer. 21 Untuk itulah, maka pendidikan Islam mulai sekarang jangan “alergi” terhadap namanya science, teknologi, modernisasi 22 dan pengembangan intelektual

dalam mendidik anak didiknya, walaupun itu disekolah agama. Sebab

21 Moch. Fuad. Pendidikan Islam dan Tantangan Globalisasi (Perspektif Sosial Budaya ), dalam Imam Machali dan Musthofa (Editor). Pendidikan Islam dan Tantangan

Globalisasi (Buah Pikiran Seputar Filsafat, Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya), hal. 101

22 Dalam menghadapi arus modernisasi dan sekularisasi, masyarakat Islam merespon dengan dua sikap yang berbeda dan satu sikap yang kritis dan hati-hati:

Pertama , sebagian mereka merespons secara berbalikan, yaitu dari sikap anti modernism dan pada akhirnya “anti Barat”. Kedua, sebagian yang lain terpengaruh oleh arus modernisasi dan sekularisasi, yang berakibat anggapan pemisahan antara agama dan politik atau masalah-masalah keduniaan lainnya. Kelompok ini menjadikan Barat sebgai kiblat dan role model dalam masa depan dan bahkan untuk way of life mereka. Sedangkan yang ketiga, sebagian mereka bersikap kritis, namun tidak secara otomatis anti modernisasi atau anti Barat. Meskipun modernisasi berasal dari Barat dan mempunyai arti yang spesifik serta tidak bisa lepas dari Barat, namun dimata kelompok ini, modernisasi dimodifikasikan sekiranya tidak bertentangan dengan hal-hal yang dianggap prinsip oleh mereka. Kelompok yang ketiga ini menganggap Barat tidak secara otomatis sebagai musuh dan dalam waktu bersamaan tidak pula menganggap Barat sebagai role model yang hebat dalam segalanya dan harus ditiru. Bagi mereka, Barat mengandung unsur kabaikan, sehingga mereka tidak berkeberatan untuk menerima eclecticism, selama tidak harus mengorbankan agamanya. Dan waktu bersamaan mereka juga sadar dan lihai untuk meneropong elemen-elemen sebagai kejelekan dan kekurangan Barat, yang harus disikapi dengan kritis dan dalam batas tertentu harus ditolak. Kelompok ketiga ini bisa bersahabat dan bekerja sama dengan Barat, namun sering menampakkan sikap identitasnya. A. Qodri Azizy. Melawan Globalisasi (Reinterpretasi Ajaran Islam Persiapan SDM dan Terciptanya Masyarkat Madani). (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2003), hal. 28-29

102 Jurnal Madania: Volume 5 : 1, 2015 102 Jurnal Madania: Volume 5 : 1, 2015

ilmiah, rasional dan kontektual. Implikasinya, Islam senantiasa memiliki hubungan fungsional atau sebaliknya menjadi moralitas di dalam proses

perubahan. Dimana kerja intelektualisme 24 Islam menuntut studi analitis- kritis yang bersifat komprehensif dalam memahami ajaran Islam. Studi

tersebut sebagai upaya rekonstruksi pemahaman Islam melalui interpretasi yang mendalam dan kontinu dengan menggunakan pendekatan berbagai disiplin ilmu selaras perkembangan zamannya. Disinilah yang dimaksudkan esensi pendidikan Islam ialah intelektualisme Islam.

Usaha untuk membangkitkan, mengajarkan dan menerapkan intelektual serta ilmu pengetahuan, teknologi didalam pendidikan Islam sudah mulai terlihat, tetapi berbagai usaha tersebut belum melihatkan hasil yang nyata. Usaha-usaha untuk mereformasi pemahaman konservatif ini gagal karena dua alasan. Pertama, di kalangan lulusan sistem pendidikan Islam tradisional sangat terbatas dalam menghasilkan ijtihad, 25 karena keterbatasasn ilmu pengetahuan keislaman mereka dan

tingginya tingkat buta huruf (kebodohan) dikalangan dunia Muslim kontemporer. Kedua, Sarjana-sarjana agama tradisional tidak diberi bekal dalam science modern. Mereka tak mampu melihat permasalahan-

23 Fazlur Rahman. Islam and Modernity; Transformation of an Intelectual Tradision”. Dalam Achmad Warid Khan, Membebaskan Pendidikan Islam, Yogyakarta: Istawa.,

Op.cit, hal. 160. Surat pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad adalah satu seruan pencerahan intelektual yang telah terbukti dalam sejarah mampu mengubah peradaban manusia dari masa kegelapan moral intelektual dan membawanya pada peradaban tinggi dibawah petunjuk Illahi. Abdurrahman Mas‟ud. Op.cit, hal. 13

24 Yang dimaksud dengan kerja intelektualisme adalah sebuah proses pengembangan ilmu- ilmu keIslaman yang berlangsung dalam kinerja pendidikan. Ibid,

Achmad Warid Khan, Membebaskan...., hal. 160 25 Mereka sudah merasa puas dengan eksistensi kerangka kerja hukum, mereka

memandang tidak perlu mengadakan reformasi, dan sarjana-sarjana agama tradisional menyerang semua pihak yang mencoba membuka pintu ijtihad dan mengadakan reformasi secara umum. Salah satu cara menghidupkan kembali kemampuan berfikir kreatif dan mengakomodir berbagai perbedaan pemikiran adalah dengan pengembangan pendidikan Islam dan pemberantasan buta huruf. Muhammad Shafiq, Mendidik Generasi Baru Muslim , (Yogyakarta; Pustaka Pelajar. 2000), hal. 155

Mulyadi; Pendidikan Islam. … 103 Mulyadi; Pendidikan Islam. … 103

Beberapa tawaran pendekatan yang ada bahkan bukan merupakan solusi realitas terhadap sejumlah permasalahan krusial yang sedang dihadapi orang-orang Islam di setiap bidang kehidupan. Padahal intelektual Muslim harus memikirkan gagasan-gagasan abstrak dan sekaligus persoalan-persoalan nyata dan spesifik, karena memang realitas menuntut keduanya. Seharusnya mereka (intelektual) memasuki dunia tanpa keraguan dan kebingungan, tetapi berpegang pada pandangan dunia dengan parameter konseptual dan etis yang sudah mapan. Mereka tidak hanya memiliki otak penerima dan analitis saja, tetapi mereka juga kritis, imajinatif dan kreatif dengan selalu melibatkan diri dengan persoalan-persoalan yang dihadapi umat dan berusaha melakukan transformasi pengetahuan yang mereka miliki.

Supaya usaha-usaha reformasi ini tidak gagal, yang harus kita lakukan adalah: Pertama, mengupayakan semaksimal mungkin agar pemikiran Islam sepenuhnya tidak terpinggirkan pada zaman modern. Karena selama ini, pemikiran Islam tidak dapat memberikan gagasan yang cerdas terhadap bangunan fisik dan khazanah intelektual didalam wacana ilmu pengetahuan kontemporer. Kedua, mengokohkan saling keterkaitan (inter-koneksi) dan saling ketergantungan (inter-dependensi). Ketiga, perbedaan merupakan esensi untuk bertahan hidup. artinnya adalah pendekatan reformasi yang monolitik akan hancur. Bahwa jika disiplin ilmu pengetahuan yang sudah mengalami Islamisasi hanya merupakan embel-embel disiplin ilmu Barat, maka disiplin ilmu itu hanya akan dipilih dan dipakai oleh kaum yang monolitik, tetapi jika ilmu tersebut dibangun secara independen, lepas dari ilmu pengetahuan Barat, maka

26 Al-faruqi, Islamization of Knowledge: General Principle and Workplan. Dalam Muhammad Shafiq, Mendidik Generasi Baru Muslim. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

2000), hal. 155

104 Jurnal Madania: Volume 5 : 1, 2015 104 Jurnal Madania: Volume 5 : 1, 2015

Salah satu sebab penghancuran panorama kekayaan Muslim kontemporer merupakan akibat tidak adanya kaum intelektual yang benar-benar independen dan mau mencurahkan segenap kemampuannya

demi umat. 28 Namun, demikian ada indikasi bahwa kaum intelektual yang benar-benar menggunakan pandangan dunia Islam sudah mulai

muncul, tetapi jumlahnya masih belum mencukupi. Tetapi jika gerakan kaum idealis Muslim yang concern dengan reformasi dan perkembangan intelektual, niscaya jumlah kaum intelektual Muslim sejati akan mulai bertambah dan keberadaan mereka bisa dirasakan baik oleh masyarakat maupun bagi kemajuan pemikiran Islam kontemporer. Untuk menuai hasil itu tidak lain adalah dengan cara meningkatan mutu, kuantitas, peran segenap masyarakat dalam mendukung pendidikan Islam yang

memegang 29 dan menumbuhkan nilai-nilai Illahiyah dan

27 Ziauddin Sardar (editor), Merombak Pola Pikir Intelektual Muslim. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2000), Hal. 119-121

28 Ibid, Ziauddin Sardar...., hal. 130-131. peradaban Muslim merupakan peradaban kaum intelektual, nama-nama seperti al-Farabi, al-Kindi, al-Khaawarizmi, al-

Biruni, al-Razi, al- Mas‟udi, Abdul Wafa dan Omar Khayyam ini merupakan tokoh-tokoh intektual muslim yang mendominasi pemikiran selama berabad-abad. Dulu ketika peradaban Muslim menghadapi krisis dan tidak ada orang yang mampu merumuskan masalahnya, mencari penyebab atau berani mengemukakan solusi pemecahannya, maka datanglah seorang intelektual al-Ghazali (beliau diberi gelar dengan Hujjatul Islam atau Pembela Islam , Zainuddin atau Hiasan Agama dan Bahrun Mughriq atau Samudra yang Menghanyutkan . Karena tanpa kaum intelektual, sejarah peradaban Muslim tidak akan dapat dibayangkan dan tidak akan ada peradaban Muslim masa depan yang tetap hidup, dinamis dan terus berkembang tanpa lembaga kaum intelektual yang kritis dan kreatif.

29 Nilai illahiyah ialah nilai yang dikaitkan dengan konsep yang memandang berharga terhadap Ketuhanan dan segala sesuatu yang bersumber dari Tuhan atau dalam

pengertian lain memandang berharga agama, nilai Illahiyah ini meliputi nilai imaniyah, ubudiyah dan mu‟amalah. Penumbuhan nilai Illahiyah adalah upaya menumbuhkan pandangan dan keyakinan nahwa Tuhan dan sesuatu yang datang dari Tuhan adalah paling berharga dalam hidup dan kehidupan baik itu aspek iman, ibadah dan mu‟amalah. Kamrani Buseri. Antologi Pendidikan Islam dan Dakwah (Pemikiran Teoritis Praktis Kontemporer). (Yogyakarta: UII Press. 2003), hal. 59-60

Mulyadi; Pendidikan Islam. … 105 Mulyadi; Pendidikan Islam. … 105

membumi. Melalui pendidikan pula warisan budaya, ilmu pengetahuan dan

nilai atau norma suatu kelompok sosial bisa dipertahankan dan kelangsungan hidup mereka bisa dijamin. Jadi, pendidikan memberi arti bagi keberadaan suatu kebudayaan dan membantunya mempertahankan pandangan dunia yang dimilikinya. Dengan demikian, ia tidak bisa disamakan dengan penemuan seperangkat instrumen pengajaran, termasuk juga struktur institusi dan struktur eksternalnya. Sebaliknya pendidikan pasti berhubungan dengan intelektualisme masa datang yang tugas utamanya adalah menyediakan suatu forum untuk melakukan oto- analisis dan menyampaikan kritik. Oleh karena itu, filsafat pendidikan tidak hanya membentuk identitas dan tujuan akhir sebuah komunitas, tetapi dalam fungsinya sebagai penjaga dan penanam nilai-nilai dan ia juga merupakan basis yang paling dasar dari semua kebudayaan dan

peradaban. 31

30 Kita jangan sampai memisahkan antara ilmu pengetahuan dan agama, karena ilmu pengetahuan memberikan kepada kita cahaya dan kekuatan, membantu

menciptakan perlatan dan mempercepat laju kemajuan, ilmu pengetahuan membawa revolusi lahiriyah (meterial), ilmu pengetahuan menjadikan dunia ini menjadi milik manusia, ilmu pengetahuan melatih temperamen / watak manusia. Sedangkan agama memberikan kita cinta, harapan dan kehangatan, agama menetapkan maksud upaya manusia dan sekaligus mengarahkan upaya tersebut, agama membawa revolusi batiniyah (spiritual), agama menjadikan kehidupan ini menjadi kehidupan manusia, agama membuat manusia mengalami perubahan. Ilmu pengetahuan dan agama sama-sama memberikan kekuatan pada manusia. Hanya saja kekuatan yang diberikan oleh agama adalah berkesinambungan, sedangkan ilmu pengetahuan memberikan kekuatan terputus-putus. Ilmu pengetahuan memberikan akal pikiran, begitu juga agama mampu memperindah perasaan, ilmu pengetahuan dan agama membuat manusia merasa nyaman. William Wahid. Pendidikan Islam, Sains dan Globalisasi Perspektif Murtadha Muthahhari , (Yogyakarta: Presma UIN Sunan Kalijaga. 2004), hal. 175-176. Didalam ajaran agama Islam yang terdapat dalam Al- Qur‟an, Islam tidak pernah memisahkan antara pendidikan umum dan pendidikan agama (dikotomik/dualisme). Allah Berfirman: “Allah akan meninggikan (mengangkat) orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang- orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”. (QS. 58: 11).

31 Op. cit, Ziauddin Sardar, hal. 95-96

106 Jurnal Madania: Volume 5 : 1, 2015

Pendidikan merupakan salah satu alasan dan faktor yang sangat menentukan akan kebangkitan dan renaisance intelektual Muslim, oleh karena itu, jangan anggap pendidikan hanya sebelah mata saja, dan jangan dipisahkan antara ilmu agama dengan ilmu umum, karena ilmu dalam Islam adalah hubungan yang harmonis dan dialogis, 32 kedua disiplin ilmu ini ternyata saling melengkapi. 33 Oleh karena itu, hendaknya

pendidikan Islam melahirkan serta menciptakan sistem pendidikan Islam yang menumbuhkan pemikiran Islam yang asli, orisinil dan mencukupi. Sehingga nantinya umat Islam dapat mengembangkan dirinya (intelek), tetapi juga bermoral dalam bingkai nilai-nilai Illahiyah disetiap langkah kehidupannya.

Tantangan Pendidikan Islam

Paulo Freire mengatakan bahwa pendidikan yang dibutuhkan sekarang ini adalah pendidikan yang mampu menempatkan manusia (siswa, anak didik, dan mahasiswa) pada posisi sentral dalam setiap perubahan yang terjadi dan mampu pula mengarahkan dan

mengendalikan perubahan tersebut. 34 Untuk menghadapi tantangan

32 QS. Al- Mujaadilah: 11. “ Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara mu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha

Mengetahui apa yang kamu kerjakan ”. Dan harus kita menyadari dan memahami bahwa Allah dalam Al- Qur‟an sangat menekankan keunggulan orang yang alim, yaitu orang yang mempunyai ilmu pengetahuan. Dalam QS. Az- Zumar: 9. “Apakah sama orang berpengetahuan dengan orang-orang yang tidak berpengetahuan ”. Teguran-teguran semacam inilah yang diharapkan menyadarkan umat Islam agar mempunyai kesadaran ilmiah dan mengembangkan intelektualnya dalam mengangkat martabat umat Islam dan peradabannya yang sedang terpuruk. Muhammad Ansorudin Sidik. Pengembangan Wawasan IPTEK Pondok pesantren . (Jakarta: AMZAH. 2000), hal. 22

33 Muhammad Abduh berhujjah, bahwa antara ilmu dan iman tidak mungkin bertentangan, dan bahkan Muhammad Abduh beragumentasi bahwa Islamlah satu-

satunya agama yang dengan konsisten menyeru para pemeluknya untuk menggunakan rasio (intelektual) dan memahami alam. Dan keunggulan agama Islam dibandingkan dengan agama-agama lain, sebagaimana ditunjang oleh banyak tinjauan yang netral ialah bahwa dogma-dogma dsarnya dapat sepenuhnya diterangkan secara rasional dan bebas dari berbagai macam misteri. Nurcholish Madjid (editor). Khazanah Intelektual Islam, (Jakarta: Bulan Bintang. 1994), hal. 60.

34 Paulo Freire, Pendidikan sebagai Praktek Pembebasan, (Jakarta: Gramedia. 1984). Hal. 34

Mulyadi; Pendidikan Islam. … 107 Mulyadi; Pendidikan Islam. … 107

membangun 35 jaringan kemitraan (network). Bangunan sistem

pendidikan Islam ini secara operasional-praktis diproyeksikan melalui aktualisasi Laboratorium Fungsi Ganda, yakni peningkatan mutu akademik dan pengembangan usaha bisnis. 36

Dengan konsep pendidikan seperti ini, dapat diharapkan pendidikan Islam tidak sekedar bersifat reaktif, yakni baru bereaksi setelah munculnya tantangan. Tetapi hendaknya mampu aktif merespon tantangan-tantangan yang ada sekaligus sanggup menghadapinya untuk terlibat aktif memainkan peran penting di dalam mengendalikan dan menciptakan perubahan-perubahan ke arah yang bernilai posistif. Disinilah barangkali, pendidikan Islam bisa menempatkan posisinya untuk ikut menentukan penciptaan sejarah masa depan manusia. Sebab,

35 Surohim, (tesis). Reformulasi Konsep Pendidikan Islam sebagai Konsekuensi Berlakunya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional:

Tinjauan Konseptual , (Yogyakarta: UII. 2004), hal. 21 36 Aspek keilmuan didalamnya terkandung; (1) Nagli, (2) Aqli, (3) Insaniyah dan

(4) Kauniyah, sedangkan aspek ke-Islaman didalamnya terdapat; (1) Aqida h, (2) Syari‟ah,

(3) Akhlak dan (4) Sejarah, dan aspek life skillnya ialah berisi; (1) Bahasa, (2) Teknologi terapan dan (3) Entrepreneur-ship. Dari ketiga keilmuan ini digabungkan dalam proses pendidikan Islam, maka akan lahirkan loboratorium fungsi ganda, yaitu akademik dan bisnis. Usman Abu Bakar, (disampaikan pada perkuliahan), Tentang Sistem Informasi Manajemen Pendidikan Islam, (Yogyakarta: MSI UII. 2003).

108 Jurnal Madania: Volume 5 : 1, 2015 108 Jurnal Madania: Volume 5 : 1, 2015

haruslah senantiasa mengorientasikan 37 diri untuk menjawab kebutuhan dan tantangan yang

pendidikan

Islam

muncul dalam masyarakat kita sebagai konsekuensi logis dari perubahan. Senada dengan itu, Achmad Warid Khan mengatakan Islam tidak

saja secara probabilitas berproaktif menjawab tantangan modernitas dan globalisasi, tetapi Islam lahir memang untuk memberikan arah dan nilai bagi perubahan-perubahan bahkan dituntut tampil sebagai pionir bagi

jalannya proses perubahan dan modernisasi. 38 Untuk itu, lembaga- lembaga pendidikan Islam harus benar-benar mempersiapkan dan

menumpahkan kemampuan dirinya, dalam melihat peluang apa yang harus diajarkan, ditanamkan dari segi materinya kepada anak didiknya agar mereka dapat menghadapi dan merebut setiap perubahan yang ada dan dapat menyongsong masa depan yang lebih baik dan pasti.

Dalam kaitan ini, Fazlur Rahman memberikan tiga hal yang harus diredefinisikan. Pertama, tujuan pendidikan Islam yang bersifat defensif dan cenderung berorientasi hanya kepada kehidupan akhirat harus segera diubah. Kedua, beban psikologi umat Islam dalam menghadapi Barat harus dihilangkan. Dan ketiga, sikap negatif kaum muslim terhadap ilmu pengetahuan Barat juga semestinya dibuang. 39 Bagi Muslim A. Kadir dalam dataran perumusan konsep keilmuan Islam, unsur hipotetis dan verifikatif dalam metode Barat dapat diterima, karena lebih menjamin tercapainya tujuan ilmu secara efektif dan benar. Hanya saja dalam dimensi ontologis dan axiologisnya harus mengalami perubahan mendasar, sebab Islam memandang empiris dan rasio sebagai bagian

37 Orientasi dimaksud adalah kemampuan menyesuaikan diri dengan tantangan dan kebutuhan zamannya. Mastuhu, The New Mind Set of National Education in the 21

Century, (Yogayakrta: Safiria Insania Press. 2003), hal. 67 38 Op. cit, Achmad Warid Khan...., Hal. 92-93. bahwa modernisasi adalah

rasionalisasi atau proses perombakan pola berfikir dan tata kerja lama yang tidak rasional, dan menggantikannya dengan pola berfikir dan tata kerja baru yang rasional, guna memperoleh daya guna dan efisiensi yang maksimal, sebenarnya modernisasi adalah berfikir dan bekerja menurut fitrah. Karenanya, modernisasi adalah perintah Tuhan yang imperatif dan mendasar. Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan , (Bandung: Mizan. 1987), hal. 172-173

39 Muhaimin, Kontraversi Pemikiran Fazlur Rahman: Studi Kritis Pembaharuan Pendidikan Islam , (Cirebon: Pustaka Dinamika. 1999). hal. 105-106

Mulyadi; Pendidikan Islam. … 109 Mulyadi; Pendidikan Islam. … 109

Memang kecenderungan konsep pendidikan Islam lama, pendidikan Islam melahirkan seorang muslim yang kesalehan dan ketaatan serta akhlak yang tinggi, tetapi Islam juga tidak berharap pada waktu yang sama juga dapat menciptakan dan menjadi seorang yang pemeras, koruptor, penipu dan dalam ujian menyontek. Pada hal mereka diajarkan iman, Islam dan ihsan, namun itu tidak terimplikasi dalam ruang hati, denyut jantung, perasaan dan tingkah lakunya sehari-hari melalui pendidikan. Fazlur Rahman mengatakan bahwa Islam bukan agama saja sebagai agama wacana tetapi yang terpenting adalah sebagai agama transformatif. Sebab jika agama Islam itu mau eksis dia ditentukan

oleh intensitas transformasi intelektual 41 lewat kegiatan interpretasi, intelektualisasi dan rekonstruksi sains-sains keislaman yang senantiasa

dilakukan melalui pembaharuan-pembaharuan melalui sistem pendidikan. 42

Dalam rangka menemukan jati diri dan menyosong masa depan lembaga pendidikan baik di rumah, sekolah dan masyarakat harus menumbuhkan kembangkan sikap seperti: pertama, memahami gejala. Dua, menerima pendapat luar yang baik. Tiga, kemampuan mengantisipasi apa yang akan terjadi. Keempat, mendefinisikan orientasi. Kelima, memilah-memilih yang terbenar dan terbaik. Keenam,

40 Muslim A. Kadir, “Filsafat Ilmu dan Nilai dalam Islam”, dalam Abdurrahmnsayah, Wacana Pendidikan Islam. (Yogyakarta: Global Pustaka Utama.

2005), Hal. 140-141 41 Transformasi intelektual dan rekonstruksi sains-sains Islam sangat diperlukan

sebagai pengembangan pemikiran Islam agar dapat berpatisipasi aktif dan mengambil peran strategi di berbagai perubahan sosial budaya, bahkan kalau bisa sebagai pelopor. Sedangkan pembaharuan di bidang pendidikan sangatlah diperlukan untuk memberi tempat bagi jalannya proses transformasi intelektual. Op.cit, Achmad Warid Khan, Hal. 92

42 Op. cit, Fazlur Rahman, Islam and Modernity; Transformation of an Intelectual Tradision. Dalam Achmad Warid Khan, Membebaskan Pendidikan Islam, Hal. 91

110 Jurnal Madania: Volume 5 : 1, 2015 110 Jurnal Madania: Volume 5 : 1, 2015

Kegigihan semua kalangan internal kaum muslim menjadi faktor yang sangat menentukan keberhasilan reformasi atau perbaikan 44

pendidikan Islam, yang merupakan proyek besar buat kemajuan umat Islam. Upaya pemberdayaan pendidikan Islam harus dipahami dalam konteks mengembalikan supremasi dan keunggulan yang pada waktu awalnya pernah dimiliki Islam. Untuk itulah, maka diperlukan pembaharuan pendidikan Islam secara mendasar yaitu: (1) perlu pemikiran kembali konsep pendidikan Islam yang betul-betul didasarkan pada asumsi dasar tentang manusia, terutama pada fitrah atau potensi; (2) pendidikan Islam harus menuju pada integritas antara ilmu agama dan ilmu umum untuk tidak melahirkan jurang pemisah antara ilmu agama dan ilmu bukan agama, karena dalan pandangan Islam, bahwa ilmu pengetahuan adalah satu yaitu yang berasal dari Allah SWT; (3) pendidikan didesain menuju tercapainya sikap dan perilaku “toleransi”, lapang dada dalam berbagai hal dan bidang, terutama toleransi dalam perbedaan pendapat dan penafsiran ajaran Islam, tanpa melepaskan pendapat atau prinsipnya yang diyakini; (4) pendidikan yang mampu menumbuhkan kemampuan untuk berswadaya dan mandiri dalam kehidupan; (5) pendidikan yang menumbuhkan etos kerja, mempunyai

aspirasi pada kerja, disiplin dan kejujuran; 45 (6) pendidikan Islam perlu

43 Untuk kemampuan yang terakhir nampaknya suatu kemampuan yang sudah sejak lama kaum muslim merasa “alergi” melakukannya, sehingga untuk waktu yang

lama juga peradaban kaum muslim mengalami ketertinggalan. Mastuhu. Memeperdayakan Sistem Pendidikan Islam. (Jakarta: Logos. 1999). Hal. 48-49 44 Selama ini upaya perbaikan belum dilakukan secara mendasar, sehingga terkesan seadanya saja. Usaha pembaharuan dan peningkatan pendidikan Islam sering bersifat sepotong-sepotong atau tidak komprehensif dan menyeluruh serta sebagian besar sistem dan lembaga pendidikan Islam belum dikelola secara profesional. Usaha pembaharuan pendidikan Islam secara mendasar selalu terhambat oleh berbagai masalah, mulai dari persoalan dana sampai tenaga ahli, sehingga pendidikan Islam dewasa ini terlihat orientasinya yang semakin kurang jelas. Op. cit, Hujair AH. Sanaky...., hal. 9

45 Akram Dhiyauddin Umari, Masyarakat Madani, Tinjauan Historis Kehidupan Zaman Nabi, (Jakarta: Gema Insani. 1999), hal. 77

Mulyadi; Pendidikan Islam. … 111 Mulyadi; Pendidikan Islam. … 111

Disinilah peran pemerintah yang berwenang dalam memperbaiki dari segala aspek kebobrokan pendidikan agama (Islam) yang terjadi selama ini. Selanjutnya kita harus mempersiapkan para pendidik berkualitas 46 yang mereka menguasai terhadap seluk-beluk pendidikan itu

sendiri, baik materi, kurikulum dan sebagainya. Tidak terlupakan peran orang tua dan lingkungan yang melingkupinya, agar senantiasa memberikan semangat dan motivasi yang maksimal kepada anak-anaknya dalam berjuang mengembangkan dirinya dalam ilmu pengetahuan dan keridhaan Illahi sebagai “Anak Bangsa” yang berguna bagi nusa, bangsa, tanah air dan agamanya.

Penutup

Pendidikan Islam mulai sekarang harus bisa menata sistem pendidikannya dengan baik, dan sesuai dengan filosofis pendidikan Islam, metodologi, propesional, komprehensif, perhatian pemerintah yang sepenuh hati dan ikhlas, sanggup menghadapi tantangan perubahan masa sekarang ini serta segenap masyarakat untuk senantiasa memberikan

46 Yang menyebabkan persoalan-persoalan yang dihadapi pendidikan Islam di Indonesia sekarang ini adalah jeleknya kualitas pengajaran guru di kelas, ternyata

disebabkan rendahnya gaji yang diterima, dan inipun disebabkanrendahnya anggaran pendidikan, sedangkan rendahnya anggaran pendidikan ternyata disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat terhadap arti penting sebuah proses pendidikan bagi perkembangan kehidupan suatu bangsa, dan hal ini disebabkan ketiadaan niat politik para elit untuk memperjuangkan peningkatan pendidikan Islam. Sehingga pada gilirannya “perhatian pemerintah yang dicurahkan terhadap pendidikan Islam sangat kecil porsinya”. Yang dimaksud dengan “porsi” disini adalah tanggung jawab yang diberikan pendidikan Islam, khususnya dalam bidang pembangunan moral anak bangsa hanya dalam porsi kecil, yaitu diberikan sebagai bentuk proses pembelajaran di sekolah umum dan itupun hanya bersifat kognitif. Padahal masyarakat Indonesia selalu diharapkan agar tetap berada dalam lingkaran masyarakat yang sosialistis religius. Muslih Usa, Pendidikan Islam di Indonesia, antara Cita dan Fakta, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1991), hal. 11

112 Jurnal Madania: Volume 5 : 1, 2015 112 Jurnal Madania: Volume 5 : 1, 2015

___________

H. Mulyadi, MA; adalah Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Auliaurrasyidin Tembilahan

47 Mereka (para lulusan atau peserta didik), bukan sekedar bersaing dalam era globalisasi saja berupa inovasi, dan memfilter diri dari hasil globalisasi, namun

diharapkan mereka juga bisa mere-inovasi hasil globalisasi dan modernisasi tersebut buat kemajuan dirinya, dan hendaknya juga menciptakan peradaban baru yang lebih baik dari yang dihasilkan oleh globalisasi dan modernisasi sekarang ini.

48 Al- Ghazali mengatakan “bakat” dengan kalimat “Proses memanusiakan manusia sejak lahir hingga akhir hayatnya”. Dan bakat itu ditemukan dan

dikembangkan hanya melalui proses pendidikan Islam. Dan menurutnya tujuan dari pendidikan jangka pendek adalah diraihnya profesi manusia sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Al-Ghazali. Ihya Ulumuddin, dalam Abidin Ibnu Rusn. Pemikiran Al- Ghazali tentang Pendidikan. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar.1998), hal. 56 dan 59

Mulyadi; Pendidikan Islam. … 113