Metode Ijtihad Yusuf Al-Qardhawi dalam Fatawa Mu’ashirah

Metode Ijtihad Yusuf Al-Qardhawi

dalam Fatawa Mu’ashirah

Oleh : Ali Akbar

Yusuf al-Qardhawi adalah salah seorang ulama kontemporer yang memiliki gagasan dan ide cemerlang dalam upaya pembinaan hukum Islam seiring dengan perjalanan waktu dan perkembangan zaman. Di antara karyanya yang berkaitan dengan pemikiran ijtihad dikemas dalam karya monumentalnya “Fatawa Mu’ashirah”. Di dalamnya beliau mengupas tentang masalah-masalah kontemporer yang berkaitan dengan; akidah, ibadah, mu’amalah, jinayat, perkawinan, ekonomi, sosial, politik, kedokteran dan sebagainya dengan menggunakan beberapa macam pendekatan serta menawarkan metode-metode ijtihad kontemporer sesuai dengan tujuan syari’at.

Keyword : Qardhawi, ijtihad, kontemporer

A. Pendahuluan

Islam telah mengatur segala aspek dan tatanan kehidupan umatnya mulai dari hal yang terkecil sampai pada hal yang diluar jangkauan manusia (gaib dan metafisik). Segala permasalahan yang menuntut legalitas hukum dapat dicarikan solusinya dalam al-Quran. 1 Kemudian dalam keadaan tertentu yang tidak ditemukan jawaban hukumnya secara ekplisit dalam al-Qur’an, maka dicarikan jawabannya melalui penkataan ataupun perbuatan visual Nabi, yang kemudian dikenal dengan Hadits atau Sunnah. 2

Akan tetapi, seiring dengan tuntutan zaman dan perkembangan dinamika manusia, maka bertambah pula permasalahan baru yang muncul dan menuntut pembuktian bahwa Islam mampu menjawab tantangan zaman, sementara al-Quran dan al-Sunnah sebagai sumber hukum tidak menjelaskan hukumnya secara jelas dan terinci. Meskipun demikian, bukan berarti al-Quran maupun al-Sunnah tidak mampu menjawab permasalahan tersebut. Namun dalam hal ini, Islam memberikan legitimasi kepada “mujtahid” yang mempunyai otoritas turut menyelesaikan problematika tersebut, yaitu dengan mengerahkan segala potensi yang ada padanya guna memecahkan masalah- masalah baru dengan mengembalikannya kepada prinsip-prinsip yang ada dalam al-

Qur’an dan al-Sunnah”, 3 yang dalam kajian hukum Islam lazim disebut ijtihad. 4 Sehingga Islam sebagai agama “rahmatan li al-‘alamin” tetap terpertahankan sampai kapan dan dimana saja.

Dalam Islam, ijtihad merupakan bagian yang menarik dan bahasan yang tak henti-

hentinya di kalangan para ulama dari zaman klasik hingga sekarang. Salah seorang ulama kontemporer yang memiliki gagasan dan ide cemerlang dalam upaya pembinaan hukum Islam seiring dengan perjalanan waktu dan perkembangan zaman adalah Yusuf al- Qardhawi (ada yang menulisnya dengan Yusuf al-Qaradhawi, selanjutnya di sini ditulis al-Qardhawi).

Dalam lentera pemikiran dan dakwah Islam, kiprah Yusuf al-Qardhawi menempati posisi vital dalam pergerakan Islam kontemporer. Ia memiliki cara atau konsep tersendiri dalam menyampaikan risalah Islam, terutama dalam pergerakan Islam kontemporer melalui karya-karyanya Dalam lentera pemikiran dan dakwah Islam, kiprah Yusuf al-Qardhawi menempati posisi vital dalam pergerakan Islam kontemporer. Ia memiliki cara atau konsep tersendiri dalam menyampaikan risalah Islam, terutama dalam pergerakan Islam kontemporer melalui karya-karyanya

sebagainya. Pada usia sepuluh tahun, ia telah dengan pemikiran ijtihadnya dikemas dalam

hafal al-Quran dan menguasai ilmu tilawah, karya monumentalnya “Fatawa Mu’ashirah”.

suaranya merdu dan bacaannya fasih. Sejak Karya ini terdiri dari tiga jilid dan bebarapa

saat itu, al-Qardhawi sering diangkat menjadi bagian. Masing-masing jilid mengupas

imam oleh penduduk desanya, terutama tentang berbagai masalah kontemporer yang

dalam sholat berjama’ah al-jahriyah (maghrib, berkaitan dengan; akidah, ibadah, mu’amalah, 7 isya’ dan shubuh).

jinayat, perkawinan, ekonomi, sosial, politik, Setelah tamat dari sekolah “al-Ilzamiyah”, kedokteran dan sebagainya.

ia melanjutkan pendidikannya ke Ma’had al- Tulisan yang akan diturunkan ini akan

I’dadiyah , kemudian di Ma’had Tsanawy di membahas tentang metode yang digunakan

Propinsi Thanta Mesir. Setelah itu, al- Yusuf al-Qardhawi dalam mengistinbathkan

Qardhawi terus melanjutkan pendidikannya hukum dalam masalah ibadah, mu’amalah,

ke Fakultas Ushuluddin Universitas al-Azhar jinayat dan perkawinan yang dituangkannya

pada tahun 1952/1953 dengan prediket dalam kitab “Fatawa Mu’ashirah”, serta sekilas

terbaik. Setelah itu, ia belajar bahasa Arab tentang profil al-Qardhawi sebagai sosok

di Fakultas Bahasa Arab Universitas al- keilmuan, karena ini dipandang berkait erat

Azhar selama dua tahun dan memperoleh dengan alur pemikirannya.

ijazah internasional dan sertifikat mengajar. Pada tahun 1957, ia melanjutkan

B. Sekilas Tentang Yusuf Al-Qardhawi

pendidikannya di “Ma’had al-Buhus wa al- Dirasat al-Arabiyah al-Aliyah” (Lembaga

Nama lengkapnya adalah Yusuf Tinggi Riset dan Kajian Kearaban). Pada

tahun yang sama, ia melanjutkan tanggal 9 September 1926 di sebuah desa

Abdullah al-Qardhawi, 5 ia dilahirkan pada

pendidikannya ke Fakultas Ushuluddin yang bernama Shafath Turaab, daerah

program Pascasarjana di Universitas al- Mahallah al-Kubra Provinsi al-Garbiyah

Azhar dengan konsentrasi Tafsir-Hadits, dan Republik Arab Mesir, dari kalangan keluarga

tamat pada tahun 1960. Setelah berhasil yang taat beragama dan hidup sederhana. 6 memperoleh gelar Magister, ia melanjutkan

Ayahnya adalah seorang petani yang studi pada program Doktor dengan disertasi wafat pada saat al-Qardhawi berusia dua

“Al-Zakat fi al-Islam wa Atsaruha fi Hall al- tahun, sehingga ia dipelihara oleh pamannya

Masyakil al-Ijtima’iyah”. Disertasi itu dan hidup bergaul dengan putra-putri

direncanakan akan selesai dalam waktu dua pamannya yang dianggap sebagai saudara

tahun, namun karena terjadi krisis politik di kandungnya sendiri. Ketika berusia lima

Mesir, seingga penyelesaiannya tertunda tahun, ia dimasukkan ke salah satu lembaga

selama tiga belas tahun. Akhirnya pada pendidikan al-Quran “al-Quttab” di desanya.

tahun 1972, ia berhasil mendapat gelar Kemudian saat berusia sepuluh tahun, pada 8 Doktor dengan predikat cumlaude.

pagi hari ia belajar pada sekolah “al- Dalam pengembaraan ilmiahnya, al- Ilzamiyah” yang berada di bawah

Qardhawi banyak menelaah pendapat para Departemen Pendidikan Mesir dan sore

ulama terdahulu seperti al-Ghazali, Ibnu harinya ia belajar al-Quran di “al-Kuttab”. Di

Taimiyah, Ibnu Qayyim, Syaikh al-Bakhi al- sekolah ini, ia belajar pengetahuan umum

Khauli, Muhammad Abdullah Darraz serta seperti; matematika, ilmu sejarah, ilmu

Syaikh Mahmud Syaltut. 9 Ia juga sangat 2 J URNAL U SHULUDDIN Vol. XVIII No. 1, Januari 2012

J URNAL U SHULUDDIN Vol. XVIII No. 1, Januari 2012 3

menghayati pengajaran dan perjuangan gurunya Hasan al-Bana (Pendiri Gerakan Islam Ikhwan al-Muslimun pada tahun 1928 di Propinsi Ismailiyah Mesir). Berdasarkan imformasi yang diterima, al-Qardhawi sering mendengar ceramah Hasan al-Bana ketika ia datang ke Thahta, tempat ia sekolah di Madarasah I’dadiyah, bahkan al-Qardhawi juga selalu mengikuti kunjungan al-Bana ke beberapa daerah untuk mendengarkan ceramah-ceramahnya. Ia juga membaca hampir seluruh tulisan al-Bana, baik dalam bentuk buku maupun artikel yang sering dimuat dalam majalah “al-Syabab”. Menurutnya, karya-karya hasil pikiran al-Bana sederhana bahasannya, menyenangkan, menyentuh akal dan hati, serta mudah dipahami oleh semua lapisan masyarakat.

Selain mengembangkan misi berkhidmat kepada Islam, bercearamah, menyampaikan masalah-masalah aktual dan keislaman dalam pergerakan Islam kontemporer di berbagai tempat belahan dunia, al- Qardhawi pernah memegang berbagai jabatan penting, yakni:

1. Pengawas Pendidikan Agama pada Kementerian Wakaf di Mesir.

2. Biro Umum Bidang Kebudayaan Islam di Universitas Al-Azhar di Mesir.

3. Dekan Fakultas Syariah dan Studi Islam di Universitas Qatar.

4. Direktur Kajian Sunnah dan Sirah di Universitas Qatar.

5. Anggota Lembaga Tertinggi Dewan Fatwa dan Pengawasan Syariah di Persatuan Bank Islam Internasional.

6. Pakar Fikih Islam di Organisasi Konferensi Islam.

7. Anggota/Pendiri Yayasan Kebajikan Islam Internasional.

8. Ang gota Majelis Pengembangan Dakwah Islamiyah di Afrika.8

9. Ketua Persatuan Ulama Internasional yang berpusat di Qatar sampai sekarang.

Popularitasnya sebagai ulama dan pemikir Islam yang selalu menampilkan Islam secara ramah, santun, dan moderat dengan cara atau metodologi tersendiri, al- Qardhawi kerap kali diundang menghadiri pertemuan internasional para pemuka agama di Eropa maupun di Amerika sebagai wakil dari kelompok Islam. Bahkan beberapa kali, ia pernah berkunjung ke Indonesia. Terakhir pada tahun 2007 ia diundang oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono sebagai tamu negara.

C. Karya-Karya Yusuf Al-Qardhawi

Sebagai seorang intelektual muslim, Yusuf al-Qardhawi memiliki karya yang jumlahnya sangat banyak dalam berbagai dimensi keislaman dan hasil karangan yang berkualitas, seperti masalah-masalah; fiqh dan ushul fiqh, ekonomi Islam, ulum al- Quran dan al-Sunnah, akidah dan filsafat, fiqh prilaku, dakwah dan tarbiyah, gerakan dan kebangkitan Islam, penyatuan pemikiran Islam, pengetahuan Islam umum, serial tokoh- tokoh Islam, sastra dan lainnya. Sebagian dari karyanya itu telah diterjemahkan ke berbagai bahasa termasuk bahasa Indonesia, tercatat sedikitnya 55 judul buku karya al-Qardhawi yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Akan tetapi karena mengingat ruang dan lembaran tersedia, berikut ini hanya akan disebutkan sejumlah karya Al- Qardhawi, antara lain:

1. Al-Halal wa al-Haram fi al-Islam (Halal dan Haram dalam Islam).

2. Fiqh al-Zakat , yang berasal dari Disertasinya yang berjudul “Al-Zakat fi al-Islam wa Atsaruha fi Hall al-Masyakil al-Ijtima’iyah” (Zakat dalam Islam dan Pengaruhnya bagi Solusi Problematika Sosial).

3. Al-Ijtihad fi al-Syari’at al-Islamiah ma’a Nazharat Tahliliyah fi al-Ijtihadi al-Mu’ashir (Ijtihad dalam Syari’at Islam dan

Beberapa Ijtihad Kontemporer). sendiri. Dalam hal ini, terdapat berbagai

4. Al-Sunnah Mashdaran li al-Ma’rifah wa al- macam rumusan yang dikemukakan ulama Hadharah (Sunnah sebagai Sumber

berkaitan tentang ijtihad, namun al- Pengetahuan dan Peradaban).

Qardhawi tidak membuat definisi sendiri.

5. Musykilat al-Faqr wa Kaifa ‘Alajaha al-Islam Akan tetapi, ia lebih memilih definisi ijtihad (Problema Kemiskinan dan Bagaimana

yang dikemukakan oleh Imam al-Syaukani Solusinya Menurut Islam).

(w. 1255 H) dalam kitabnya “Irsyad al-Fuhul”

6. Hady al-Islam Fatawa Mu’ashirah (Petunjuk setelah membandingkannya dengan definisi Islam, Fatwa-Fatwa Kontemporer)

yang dikemukakan al-Amidi (w. 631 H)

7. Madkhal li Dirasat al-Syari’at al-Islamiyah dalam kitabnya “al-Ihkam fi Ushul al- Ahkam” (Pengantar Studi Syari’at Islam) 10 . Definisi ijtihad yang dikemukan

8. Dirasah fi fiqh maqashid al-Syari’ah baina al- al-Syaukani sebagai berikut: Maqashid al-Kulliyah wa al-Nushush al-Juz’iyah (Fiqih Maqashid Syari’ah: Moderasi Islam antara Aliran Tekstual dan Aliran Liberal).

9. Fawa’id al-Bunuk Hiya al-Riba al-Haram (Manfaat Diharamkannya Bunga Bank).

“Mencurahkan seluruh kemampuan guna

10. Dawr al-Qiyam wa al-Akhlaq fi al-Iqtisad menemukan hukum syari’at yang bersifat al-Islami (Peranan Nilai dan Akhlak

praktis dengan cara mengambil kesimpulan dalam Ekonomi Islam).

hukum”

11. Dur al-Zakat fi alaj al-Musykilat al- Iqtisadiyyah (Peranan zakat dalam

Sedangkan menurut al-Amidi, definisi Mengatasi Masalah Ekonomi).

ijtihad sebagai berikut:

12. Kayfa Nata’amal ma’a al-Sunnah al- Nabawiyyah (Bagaimana Berinteraksi dengan Sunnah).

13. Al-Tarbiyah al-Islamiyah wa Madrasah

Hasan al-Bana (Pendidikan Islam dan Pembinaan Hasan al-Bana).

“Mencurahkan seluruh kemampuan untuk mencari hukum syari’at yang bersifat zhanni,

Selain karya di atas, al-Qardhawi juga sampai dirinya tidak merasa mampu lagi banyak menulis buku tentang tokoh-tokoh

mencari tambahan kemampuannya tersebut”. Islam seperti al-Ghazali, Para Wanita Beriman dan Abu Hasan al-Nadwi. Al-

Terhadap kedua definisi tersebut, al- Qardhawi juga menulis buku Akhlak

Qardhawi mengatakan bahwa sudah cukup berdasarkan al-Quran dan al-Sunnah,

memadai sebenarnya, meskipun tanpa Kebangkitan Islam, Sastra dan Sya’ir serta

megungkapkan kata “ “ (mengerahkan banyak lagi yang lainnya.

seluruh kemampuan) . Sebab -menurutnya- seorang mukallaf tidak dibebani kecuali

D. Metode Ijtihad Al-Qardhawi

sesuai kemampuannya, seperti diterangkan Allah dalam surat al-Baqarah ayat 286:

Sebelum mengemukakan tentang “(Allah tidak membebani metode ijtihad Yusuf al-Qardhawi, terlebih

seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya). dahulu akan dikemukakan definisi ijtihad itu

Penambahan kalimat “ ” dalam 4 J URNAL U SHULUDDIN Vol. XVIII No. 1, Januari 2012 Penambahan kalimat “ ” dalam 4 J URNAL U SHULUDDIN Vol. XVIII No. 1, Januari 2012

konteks ini, ketika seorang faqih melakukan ijtihad tidak mungkin berpikir

berhadapan dengan beberapa fatwa lebih dari apa yang ia hasilkan. Hal ini,

dalam suatu masalah, maka ia mesti bertujuan untuk menutup kemungkinan

melakukan seleksi terhadap pendapat- terjadinya ijtihad secara tergesa-gesa,

pendapat tersebut, apakah formulasi sehing ga tersalah dalam mengambil

dalil yang digunakan berasal dari nash ketetapan hukum, berpikir seenaknya tanpa

atau interpretasi terhadap nash. memeras segenap kemampuannya terlebih

Kemudian dilakukan tar jih dengan dahulu, terutama dalam meneliti dalil-

mengambil pendapat yang terkuat sesuai dalilnya, memahami secara mendalam dan

dengan realita, dalam kerangka al- mengambil konklusi dari dalil-dalil tersebut

Maqashid al-Syar’iyyah , dengan tetap serta membandingkannya dengan dalil-dalil

mempertimbangkan kepentingan publik lain yang secara sepintas kelihatan

dan menghindari Mafsadah. 15 bertentangan. 13 Adapun kriteria yang digunakan Dengan demikian, ijtihad yang

untuk melakukan tarjih, menurut al- diser ukan al-Qardhawi memberikan

Qardhawi seperti berikut: kemudahan dan kehati-hatian kepada orang-

x Mempunyai relevansi dengan orang yang berkompeten (qualified) untuk

kehidupan sekarang mencurahkan segenap kemampuan berfikir

x Lebih memprioritaskan untuk dalam menggali dan merumuskan hukum

merealisasikan maksud-maksud Islam berdasarkan wahyu dengan

syara’

pendekatan tertentu. x Untuk kemaslahatan manusia Ijtihad – menurutnya - merupakan suatu

x Menolak bahaya hal yang mendapat legitimasi dalam Islam, karena itu peluang ulama untuk berijtihad

Selanjutnya, al-Qardhawi menambah saat ini merupakan suatu keharusan dan

kan bahwa kegiatan tarjih yang dilakukan hukumnya fardu kifayah, guna menentukan

oleh ahli tarjih pada masa kebangkitan suatu hukum dalam konteks global dan

kembali hukum Islam berbeda dengan dinamis. Untuk itu, ada tiga macam

kegiatan tarjih pada masa kemunduran metodologis dan alternatif dalam ijtihad

hukum Islam. Pada masa yang disebutkan yang ditawarkan oleh al-Qardhawi, yaitu

terakhir ini, tarjih diartikan sebagai ijtihad intiqa’i (ijtihad selektif), ijtihad insya’i

kegiatan yang tugas pokoknya adalah (ijtihad kreatif), dan ijtihad integrasi antara

menyeleksi pendapat para ahli fikih di ijtihad intiqa’i dan insya’i. 14 lingkungan intern madzhab tertentu, seperti hanafiyah, malikiyah, syafi’iyah dan

1. Ijtihad Intiqa’i/Tarjih hanabilah. Sedangkan pada periode Yang dimaksud Ijtihad al-Intiqa’i atau

kebangkitan Islam, tar jih berarti tarjih adalah memilih salah satu dari

menyeleksi berbagai pendapat ijtihad beberapa pendapat yang terdapat dari

para shahabat, tabi’in dan ulama dari beberapa khazanah fiqh Islam, baik

bermacam madzhab, beraliran sunni dalam formulasi fatwa atau keputusan

(ahli al-sunnah wa al-jama’ah), dan juga hakim, dengan meng gunakan

meneliti pendapat-pendapat dari ulama instrument eksplanasi untuk mengambil

syi’ah al-zaidiyah dan imamiyah. Jadi,

J URNAL U SHULUDDIN Vol. XVIII No. 1, Januari 2012 5 J URNAL U SHULUDDIN Vol. XVIII No. 1, Januari 2012 5

syar’iyah sambil berdo’a semoga Allah terdahulu menempati pada posisi yang

mengilhamkan kebenaran, tidak sejajar.

menghalangi tabir pahala,dan menjaga Ada beberapa faktor yang dapat

dari belenggu fanatisme dan taqlid serta mempengaruhi hasil dari ijtihad tarjih ini.

hawa nafsu dan prasangka buruk Sedikitnya menurut al-Qardhawi ada

terhadap orang lain. tiga hal, yakni perubahan sosial politik, kemajuan ilmu pengetahuan dan

3. Integrasi antara Ijtihad Intiqa’i dan teknologi modern, dan adanya desakan

Insya’i

dari perkembangan zaman. 16 Di antara bentuk ijtihad kontemporer adalah ijtihad perpaduan

2. Ijtihad Insya’i antara intiqa’i dan insya’i, yaitu memilih Yang dimaksud dengan ijtihad insya’i

pendapat para ulama terdahulu yang adalah usaha untuk menetapkan

dipandang lebih relevan dan kuat konkluse hukum dari suatu persoalan

kemudian dalam pendapat tersebut

baru yang belum pernah dikemukakan 18 ditambah unsur-unsur ijtihad baru. oleh ulama terdahulu, karena memang

belum muncul waktu itu. Atau dalam

E. Pemikiran Hukum al-Qardhawi dan

masalah lama, tetapi mujtahid

Metode Ijtihadnya

kontemporer mempunyai pendapat baru dalam masalah itu, karena belum

Aktualisasi dari metode ijtihad yang ditemukan didalam pendapat ulama

digunakan al-Qardhawi dalam pemikiran terdahulu. Boleh juga ketika para pakar

fiqhnya, dapat dilihat dari beberapa masalah fikih terdahulu berselisih pendapat

kontemporer yang dituangkannya dalam sehingga terkatub pada dua pendapat,

kitab “al-Fatawa al-Mu’ashirah”, sebagaimana maka mujtahid masa kini memunculkan

yang akan dijelaskan berikut, antara lain: pendapat ketiga. 17

Sebagian besar ijtihad insya’i ini

1. Bidang Ibadah

terjadi pada masalah-masalah baru yang Sebuah persoalan yang masih belum dikenal dan diketahui oleh ulama

menjadi ruang perdebatan hingga hari terdahulu serta belum pernah terjadi

ini adalah tentang hukum berjabat pada masa mereka. Kalaupun

tangan antara laki-laki dan perempuan mengenalnya, tentu masih dalam skala

yang bukan mahram. 19 kecil yang belum mendorong mereka

Dalam hal ini, al-Qardhawi terlebih untuk mengadakan penelitian demi

dahulu mengemukakan dua pendapat mencari penyelesaiannya.

ulama yang dijadikannya sebagai bahan Mengenai ijtihad insya’i ini, al-

pertimbangan, yaitu: Pertama, pendapat Qardhawi berpendapat bahwa setelah

yang mengatakan haram berjabat tangan mengutip berbagai pendapat para

antara laki dan perempuan bila disertai ulama, maka langkah selanjutnya adalah

syahwat dan bersenang-senang mengkaji kembali berbagai pendapat

(taladzdzudz) terhadap salah satunya atau tersebut, kemudian menarik simpulan

keduanya (laki-laki atau perempuan), yang sesuai dengan nash al-Quran dan

atau dikhawatirkan akan terjadi fitnah. 6 J URNAL U SHULUDDIN Vol. XVIII No. 1, Januari 2012

Pendapat ini, diperkuat oleh ulama yang Di samping itu, ditemukan pula mengatakan bahwa bersintuhan kulit

sebuah hadits yang diriwayatkan oleh laki-laki dengan perempuan – pada asal

Ummu ‘Athiyah al-Anshoriyah r.a yang hukum mubah – bisa berubah menjadi

menyebutkan bahwa Nabi Saw. pernah haram bila disertai dengan syahwat atau

berjabat tangan dengan perempuan dikhawatirkan timbul fitnah. Kedua,

pada waktu bai’t , berbeda dengan hadits diperbolehkan bejabat tangan antara

riwayat dari ‘Aisyah r.a, dimana ummul laki-laki dan perempuan tua yang sudah

mukminin mengingkari bahwa Nabi tidak punya gairah lagi terhadap laki-laki,

Saw. tidak pernah berjabat tangan atau sebaliknya. Begitu juga anak kecil

dengan perempuan manapun. yang belum punya syahwat terhadap

Alasan lain, yang dijadikan ulama lawan jensinya, karena diyakini akan

keharaman berjabat tangan dengan terhindar dari fitnah. Pendapat ini

lawan jenis berdasarkan hadits yang didasarkan pada riwayat dari Abu Bakar

diriwayatkan oleh Thabrani dan r.a bahwa beliau berjabat tangan dengan

Baihaqqi:

beberapa perempuan tua, dan Abdullah mengambil pembantu perempuan tua untuk merawatnya, maka perempuan itu mengusapnya dengan tangannya dan membersihkan kepalanya dari kutu. 20

Sementara alasan bagi ulama yang mengatakan keharaman berjabat tangan antara laki-laki dan perempuan yang

“Sesunguguhnya ditusuknya kepala salah bukan mahram berdasarkan sikap Nabi

seorang diantara kamu dengan jarum besi Saw. tidak pernah berjabatan tangan

itu lebih baik daripada ia menyentuh dengan perempuan ketika membai’atnya

wanita yang tidak halal baginya”. dalam pristiwa penaklukan Mekkah, sebagaimana disebut dalam QS. al-

Terhadap hadits-hadits yang Mumtahanah : 12.

dijadikan dalil keharaman berjabat Menurut al-Qardhawi, sikap Nabi

dengan lawan jenis di atas, menurut al- Saw. tidak berjabat tangan dengan

Qardhawi ada beberapa hal-hal yang perempuan tidak dapat dijadikan sebagai

perlu diperhatikan, yaitu : dalil untuk pengharamannya, karena

1. Hadits-hadits tersebut tidak suatu ketentuan yang menyatakan bahwa

seorangpun dari imam-imam hadits bilamana Rasulullah meninggalkan suatu

yang menyatakan secara jelas urusan, maka bukan berarti hal ini

keshohihannya, karena itu ada menunjukkan –secara otomatis–

kemungkinan terputus jalan keharamannya. Bisa jadi beliau

periwayatnnya (inthiqa’), atau bisa jadi meninggalkan sesuatu karena haram,

terdapat cacat (‘illat) yang samar-samar. makruh, kurang penting, atau karena

Oleh karena itu, tidak dapat djadikan Nabi Saw. memang tidak berhasrat sama-

sebagai alasan keharaman berjabat sekali, sama halnya dengan Nabi Saw.

tangan antara laki-laki dan perempuan. tidak memakan daging biawak, padahal

2. Ulama Hanafiyah dan sebagian hukumnya mubah.

ulama Malikiyah mengatakan J URNAL U SHULUDDIN Vol. XVIII No. 1, Januari 2012 7 ulama Malikiyah mengatakan J URNAL U SHULUDDIN Vol. XVIII No. 1, Januari 2012 7

b. Tindakan-tindakan dibawah dalil qath’i, yaitu al-Quran dan hadits-

kategori jima’ (prabiologis) yang hadits mutawatir dan masyhur. Bila

merangsang syahwat, seperti tingkat keshohihannya diragukan

mencium, merangkul, dan karena ada samar-samar, maka hal itu

lainnya yang disertai syahwat hanya menunjukkan hukum makruh,

dan kelezatan. Sebagaimana seperti hadits-hadits ahad yang

terdapat dalam menafsirkan shohih lainnya.

kata “

“ yang terdapat

3. Hadits-hadits yang dijadikan alasan dalam hadits Abu Hurairah: pengharaman berjabat tangan, terdapat kalimat “menyentuh kulit wanita yang tidak halal baginya” tidak dimaksudkan

“Tangan, z inanya ialah semata-mata bersintuhan kulit dengan

menyentuh....”. kulit tanpa syahwat. Sebab kata-kata “

“ yang terdapat dalam Dan hadits Ibn Abbas: hadits di atas, tidak hanya memiliki arti menyentuh kulit, tetapi juga memiliki arti:

“Barangkali engkau

a. Hubungan biologis (makna menyentuhnya...?”. kiasan), sebagaimana diriwayat kan Ibn Abbas dalam menafsir

Setelah mengemukakan berbagai kan firman Allah dalam surat

pendapat ulama di atas, al-Qardhawi Ali Imran ayat 47:

menetapkan bahwa hukum berjabat tangan antara laki-laki dan perempuan, adalah:

1. Dibolehkan bila tidak disertai dengan syahwat dan tidak menimbulkan fitnah. Akan tetapi, apabila

“... Betapa mungkin aku dikhawatirkan akan terjadi fitnah mempunyai anak, padahal aku

terhadap salah satunya atau keduanya belum pernah disentuh oleh

atau disertai syahwat dan bersenang- seorang laki-lakipun ”. (QS.

senang (taladzdzudz), maka berjabat Ali Imran [3]: 47).

tangan antara lawan jenis keharamannya tidak diragukan lagi.

Dan juga fir man Allah Sebaliknya, apabila kedua syarat – dalam surat al-Baqarah ayat 237:

yaitu tidak ada syahwat dan aman dari fitnah – tidak terpenuhi, meskipun berjabat tangan itu antara seseorang dengan mahramnya, maka pada kondisi seperti itu hukumnya

“Jika kamu menceraikan isteri- adalah haram. Begitu juga terhadap isterimu sebelum kamu

anak kecil, jika kedua syarat itu tidak bercampur dengan mereka....”

terpenuhi hukumnya tetap haram. .(QS. Al-Baqarah [2] 237).

2. Diperbolehkan berjabat tangan 8 J URNAL U SHULUDDIN Vol. XVIII No. 1, Januari 2012 2. Diperbolehkan berjabat tangan 8 J URNAL U SHULUDDIN Vol. XVIII No. 1, Januari 2012

bayi-bayi yang membutuhkan dapat atau semenda yang terjadi

mengharamkan pernikahan ? hubungan erat dan akrab di antara

Untuk menjelaskan persoalan bank mereka, serta tidak menimbulkan

ASI ini, al-Qardhawi menjelaskan syahwat dan fitnah.

terlebih dahulu tentang hakikat menyusui dan kadar susuan yang

Ketetapan ini – menurut al- menyebabkan haramnya perkawinan. Qardhawi - bertujuan untuk menutup

Dalam hal ini, al-Qardhawi pintu fitnah dan menghambat gejolak

mengemukakan pengertian menyusui nafsu. Dengan demikian, pemikiran

(radha’) yang menyebabkan haram fiqih yang dilakukan Al-Qardhawi dalam

perkawinan – menurut jumhur ulama ijtihadnya adalah menggunakan metode

dari mazhab Hanafiyah, Malikiyah dan

Safi’iyah – yaitu segala sesuatu (air susu) merupakan suatu upaya pencegahan

“Saddu al-Zari’ah” 21 Metode ini

yang sampai ke perut bayi melalui untuk tidak terjadinya pristiwa yang dapat

kerongkongan atau lainnya, dengan membawa kepada perbuatan-perbuatan

mengisap puting susu maupun melalui haram, sebagai konsekuensi dari

cara lain, seperti menuangkan air susu penerapan kaedah yang mengatakan:

lewat mulut (al-wajur), atau melalui hidung (al-sa’uth) ke kerongkongan, atau melalui suntikan lewat dubur.

Imam Nawawi (w. 676 H)

22 menjelaskan bahwa penyusuan yang “Sesuatu yang diharamkan

menimbulkan haramnya nikah adalah karena menutup pintu

bila air susu sampai ke perut bayi dan kemaksiatan, maka hal itu

mengenyangkan (al-washil ila al-jauf ma’a dibolehkan karena adanya

al-isyba) 24 Sementara, Ibn Qudamah kemasalahatan yang kuat dan

menyebutkan ada dua riwayat dari imam pasti”

Ahmad (w. 241 H) mengenai penyusuan, yaitu lewat mulut (al-wajur) dan lewat

Kemaslahatan ini mer upakan hidung (al-sa’uth). pertimbangan yang sangat penting,

Riwayat pertama dan sesuai dengan karena dengan melalui pendekatan ini

pendapat jumhur ulama menyatakan akan menutup atau menghentikan suatu

“bahwa menyusui lewat mulut (al-wajur) perbuatan yang dilarang oleh Allah Swt.,

dan lewat hidung (al-sa’uth) merupakan seperti zina misalnya.

bentuk menyusui yang mengharamkan pernikahan”. Sebab menyusui lewat

2. Bidang Mu’amalah mulut (al-wajur) akan menumbuhkan Fatwa al-Qardhawi dalam bidang

daging dan membentuk tulang, maka mu’amalah yang dikemukakan di sini

sama halnya dengan menyusu biasa. adalah mengenai Bank Air Susu Ibu

Sedangkan lewat hidung (al-sa’uth) (ASI). 23 Fatwa ini sebagai jawaban atas mer upakan jalan yang dapat

pertanyaan yang intinya; apakah Bank membatalkan puasa, maka ia juga Air Susu Ibu (ASI) yang sudah

menyebabkan haramnya pernikahan J URNAL U SHULUDDIN Vol. XVIII No. 1, Januari 2012 9 menyebabkan haramnya pernikahan J URNAL U SHULUDDIN Vol. XVIII No. 1, Januari 2012 9

sependapat dengan pendapat imam Sedangkan riwayat kedua,

Ahmad pertama di atas, meskipun menyatakan bahwa menyusui lewat

jumhur ulama juga berpendapat mulut (al-wajur) maupun lewat hidung

demikian. Sebab – menurutnya – kalaulah (al-sa’uth ) tidak menyebabkan haramnya

‘illat -nya karena mengembangkan tulang pernikahan. Sebab kedua cara ini tidak

dan menumbuhkan daging dengan cara sama dengan menyusui biasa (melalui

bagaimanapun, maka transfusi darah puting). Kedua cara itu sama dengan

seorang wanita kepada seorang anak memasukkan sesuatu ke dalam tubuh

tentu menyebabkan wanita itu haram melalui luka yang ada di tubuh.

kawin dengan anak tersebut. Sebab Penyusuan yang diharamkan Allah dan

transfusi lewat pembuluh darah ini lebih Rasul-Nya adalah penyusuan melalui

cepat prosesnya dan lebih kuat puting susu. Riwayat kedua ini

pengaruhnya daripada susu. Oleh merupakan pendapat Daud al-Zhahiri

karena itu, ‘illat logis yang dapat (w. 270 H) dan ‘Atha’ al-Khurrasani (w.

dijadikan alasan haramnya nikah antara

35 H). 25 anak dengan ibu susunya atau antara Pengarang al-Mu’ghni sendiri

sesama saudara sepersusuan adalah menguatkan riwayat yang pertama, yaitu

karena al-ummah al-murdhi’ah (keibuan menyusui lewat mulut (al-wajur) dan

yang menyusukan). lewat hidung (al-sa’uth) merupakan

Adanya rasa “keibuan yang bentuk menyusui yang mengharamkan

menyusukan” itu terbentuk bukan pernikahan. Berdasarkan hadits Ibn

semata-mata karena diambil air susunya, Mas’ud yang diriwayatkan Abu Daud:

tetapi karena mengisap puting susunya, sehingga si bayi itu selalu merasa dekat kepada ibu yang menyusuinya dan menimbulkan rasa kasih sayang ibu yang

“Tidak ada penyusuan kecuali yang mendalam dan ketergantungan si bayi membesarkan tulang dan menumbuhkan

pada sang ibu susunya, dan karena dari daging”

rasa keibuan seperti inilah timbulnya saudara sepersusuan, dan sekaligus

Menurut al-Qardhawi, hadits ini mengharamkan perkawinan. Sebagaimana tidak dapat dijadikan hujjah, karena bila

firman Allah Swt. dalam surat an-Nisa’ direnungkan justr u hadits ini

ayat 23:

membicarakan penyusuan yang mengharamkan pernikahan, yaitu yang mempunyai pengar uh terhadap pembentukan fisik anak (membesarkan tulang dan menumbuhkan daging). Hal ini, tentu saja akan menafikan penyusuan yang sedikit (sekali atau dua kali isapan), karena itu tidak akan mempengaruhi terhadap pembentukan fisik anak.

10 J URNAL U SHULUDDIN Vol. XVIII No. 1, Januari 2012

“… dan diharamkan bagimu menikah Bila dicer mati pemikiran al- dengan ibu-ibumu yang menyusui kamu, dan

Qardhawi sepertimana disebut di saudari-saudarai kamu sepersusuan….”

atas, nampaknya al-Qardhawi telah mengunakan metode istihsan 27 dalam Untuk meyakini hal ini, perlu

ijthadnya, karena menyusui dengan direnungkan makna kata “irdha’” dan

mengisap puting susu ibu susunya “radha’ah” (penyusuan) yang dipergunakan

akan menimbulkan rasa kasih sayang dalam al-Quran dan Sunnah. Kedua kata

dan keterdekatan yang melekat antra ini bermakna menetek atau menyusu, 26 si bayi dengan ibu susunya, bukan

yaitu memasukkan puting susu (tetek) ke karena ‘illat menyusui dapat dalam mulut bayi dan mengisapnya, bukan

menumbuhkan perkembangan fisik sekedar memberi minum susu dengan

(tulang dan tubuh) bayi. cara-cara lain seperti disebut di atas. Atas dasar ini, al-Qardhawi

3. Bidang Munakahat menyatakan bahwa penyusuan bayi

Salah satu fatwa al-Qardhawi dalam melalui Bank ASI diperbolehkan dan

masalah munakahat yang dicontohkan tidak menyebabkan haramnya 28 di sini adalah mengenai kawin paksa,

pernikahan. Pendapat al-Qardhawi ini, apakah benar menurut mazhab Syafi’i senada dengan apa yang dikemukakan

seorang bapak berhak menikahkan Ibn Hazm –sebagaimana dikutip al-

putrinya yang telah dewasa tanpa Qardhawi dalam kitabnya - yang

persetujuan dari putrinya ?. menyatakan bahwa sifat penyusuan yang

Untuk menjawab masalah ini, al- mengharamkan perkawinan hanyalah

Qardhawi melakukan seleksi terhadap yang menyusu dengan cara mengisap

beberapa pendapat ulama terdahulu, tetek wanita dan menyusui dengan

serta tinjauan terhadap kedudukan para mulutnya. Sedangkan orang yang diberi

imam mazhab, kondisi masyarakat pada minum susu seorang wanita dengan

zaman munculnya fatwa tersebut, menggunakan bejana atau dituangkan ke

hadits-hadits lain yang menolak, ijma’ dalam mulutnya lantas ditelannya,

ulama, dalil rasional dan lainnya. dimakan bersama roti atau dicampur

Selanjuntnya, terkait dengan masa dengan makanan lain, dituangkan ke

dimana mujtahid mengeluarkan pendapat dalam mulut, hidung atau telinganya,

– menurut al-Qardhawi - akan atau dengan suntikan, maka yang

mempengaruhi produk hukumnya. Imam demikian itu sama sekali tidak

Syafi’i hidup pada masa jarang sekali mengharamkan perkawinan, meskipun

seorang gadis mengenal pria yang akan sudah menjadi makanan pokoknya

meminangnya, kecuali setelah dikenal oleh sehari-hari. Alasannya sebagaimana

keluarganya. Oleh sebab itu, hak disebut dalam surat an-Nisa’ ayat 23 di

menikahkan diberikan khusus kepada atas, dan dan juga sabda Nabi Saw.:

bapaknya, meskipun ia sendiri tidak setuju, karena sempurnanya kasih sayang seorang bapak ketika itu pada anak gadisnya. Juga pertimbangan kematangan pendapat

“Haram karena susuan apa yang haram seorang bapak terhadap calon menantu karena nasab”.

yang se-kufu’ dan tepat bagi putrinya. J URNAL U SHULUDDIN Vol. XVIII No. 1, Januari 2012 11

Andai saja Imam Syafi’i hidup di akan tetapi itu hanya meringakan zaman ini dan menyaksikan kemajuan

pemaksaan bapak terhadap anaknya. ilmu pengetahuan kaum wanita hingga

Sebab menurutnya, dari sejumlah hadits mampu membedakan para lelaki yang

Nabi Saw. berkaitan dengan masalah ini ingin meminangnya, jika ia tetap

adalah mewajibkan bapak mengajak dinikahkan dengan seseorang tanpa

berunding dan meninta persetujuan persetujuannya, tentulah rumah tangga

putriya ketika hendak dinikahkan. Oleh mereka akan berubah menjadi neraka.

karena itu, seorang bapak tidak menikahkan Andai Imam Syafi’i menyaksikan semua

putrinya tanpa persetujuannya, meskipun itu, tentulah beliau akan merubah

yang menikahkan ayahnya sendiri. pendapatnya, sebagaimana beliau

Berdasarkan hadits, antara lain: pernah merubah beberapa pendapatnya di masa silam yang dikenal dengan istilah Qaul Qadim; sebelum beliau pindah ke

Mesir, dan Qaul Jadid; setelah beliau pindah dan menetap di Mesir. Disana

“Tidak boleh seorang gadis dinikahkan beliau menyaksikan banyak hal yang

sehingga ia diminta persetujuannya belum pernah beliau lihat sebelumnya.

terlebih dahulu. “Para sahabat bertanya, Menurut Al-Qardhawi, mazhab

“Bagaimanakah persetujuannya itu ? Syafi’i menyatakan bahwa seorang

Nabi menjawab, “Jika ia diam saja bapak berhak menikahkan putrinya yang

(tidak menjawab” (HR. Al-Bukhari telah dewasa tanpa meminta persetujuan

dan Muslim). putrinya. Sedangkan golongan Syafi’iyah, membolehkan seorang bapak

Dan juga hadits lain, disebutkan: boleh menikahkan anaknya tanpa

seizinnya, dengan sayarat, yaitu;

1. Tidak ada permusuhan diantara “Gadis itu dimintai persetujuannya sang bapak dengan putrinya,

mengenai pernikahan dirinya, dan misalnya sang bapak menceraikan

izinnya diam”. istrinya (ibu putrinya tersebut) dan sebab-sebab lainnya.

Dengan demikian dipahami bahwa

2. Laki-laki yang akan menikahi janda lebih berhak terhadap dirinya, putrinya se-kufu’(setara, cocok, dan

sedangkan anak gadis harus diminta serasi).

persetujuannya terlebih oleh ayahnya.

3. Mahar (maskawin) sesuai. Kemudian juga hadits riwayat dari

4. Calon mempelai tidak merasa berat Ibnu Abbas r.a: dalam membayar mahar.

5. Laki-laki yang menikahi putrinya itu tidak akan menjadikan putrinya menderita, serti tuna netra, tuna

renta dan lain sebagainya. 31 Menurut al-Qardhawi, syarat-syarat

“Bahwa ada seorang perempuan datang tersebut tidaklah memecahkan masalah,

menghadap Rasulullah Saw., ia 12 J URNAL U SHULUDDIN Vol. XVIII No. 1, Januari 2012 menghadap Rasulullah Saw., ia 12 J URNAL U SHULUDDIN Vol. XVIII No. 1, Januari 2012

persetujuan seorang gadis yang telah Maka Rasulullah Saw. memberinya hak

dewasa itu wajib bagi bapak atau wali untuk memilih’.

lain yang akan menikahkannya, dan tidak boleh memaksanya untuk menikah.

Dan hadits riwayat dari ‘Aisyah, yang Menurut satu riwayat, inilah pendapat menyatakan bahwa ada seorang gadis

yang dipilih imam Ahmad dan sebagian menemui ‘Aisyah seraya berkata, “Bapak

dari sahabatnya, mazhab Hambali dan saya menikahkan saya dengan anak

juga mazhab Abu Hanifah dan lainnya. 32 paman saya demi untuk memperbaiki

Sebab menur ut Ibn Taimiyah, reputasinya. Sedangkan saya tidak suka”.

pemaksaan itu karena ia masih kecil, ‘Aisyah berkata: “Duduklah hing ga

akan tetapi kalau gadis itu sudah dewasa Rasulullah Saw. tiba”. Setelah Rasulullah

tentu tidak dapat dipaksa oleh siapapun Saw. datang, maka aku sampaikan

untuk menikah. Berdasarkan hadits permasalahan itu kepada Rasulullah Saw,

Ralullah Saw.:

lalu beliau menyuruh orang memanggil ayahnya dan menyerahkan urusan itu kepada wanita tersebut, lantas wanita itu berkata:

“Tidak boleh seorang gadis dinikahkan sehingga ia dimintai persetujuannya terlebih dahulu, dan tidak boleh seorang janda dinikahkan sehingga ia diajak musyawarah”.

“Wahai Rasulullah, saya menyetujui apa Lalu ada yang berkata: “Sesungguhnya gadis yang telah dilakukan bapak saya

itu bersifat pemalu”. Beliau menjawab, terhadap diri saya. Saya hanya ingin agar

“Persetujuannya adalah diamnya”. semua orang tahu bahwa para bapak tidak memiliki kuasa dalam masalah

Dan lafaz lain menyebutkan: ini” . (HR. Al-Nasa’i).

Selanjutnya, al-Qardhawi menyebutkan “Gadis itu dimintai izinnya oleh beberapa pendapat ulama tentang

bapaknya”.

persetujuan seorang gadis yang akan dinikahkan oleh bapaknya. Dalam kitab

Dalam hal memintai persetujuan ini “Nailu al-Authar “, imam al-Syaukani

sama halnya dengan harta yang dimiliki mengatakan bahwa “Makna hadits-hadits

oleh seorang anak perempuan, di atas adalah jika seorang gadis yang telah

bapaknya tidak boleh membelanjakan dewasa dinikahkan tanpa iz in

nya jika anak itu telah dewasa dan (persetujuannya), maka nikahnya tidak sah”.

normal pikirannya. Apalagi hal ini Demikian juga menurut al-Auza’i, al-

menyangkut tentang “dirinya”, yang Tsauri dan mazhab Hanafi, disebutkan

nota benenya lebih terhormat daripada oleh al-Tirmidzi dari pada ulama.

hartanya. Oleh karena itu, tidaklah Sedangkan Ibnu Taimiyah dalam

mungkin si bapak diperbolehkan J URNAL U SHULUDDIN Vol. XVIII No. 1, Januari 2012 13 mungkin si bapak diperbolehkan J URNAL U SHULUDDIN Vol. XVIII No. 1, Januari 2012 13

dilarang, mulai sejak bertemunya sel memiliki sikap dan perasaan tersendiri.

sperma laki-laki dengan sel indung telur Dalam hal ini, al-Qardhawi

perempuan, yang dari keduanya muncul memilih pendapat jumhur ulama Salaf,

makhluk baru (janin) dan menetap di mazhab Abu Hanifah, Ahmad dan

dalam rahim. Islam sangat menghomati lainnya, yaitu melarang anak gadis yang

makhluk baru ini, bahkan wanita hamil sudah dewasa dipaksa untuk dinikahkan,

dibolehkan tidak berpuasa di bulan kecuali dengan meminta persetujuannya

Ramadhan. Apalagi melakukan perbuatan terlebih dahulu. Berdasarkan sejumlah

zalim terhadapnya, walaupun yang hadits shahih dan juga kesepakatan

melakukannya ibu yang mengandungnya, (ijma’) para ulama terdahulu, qawa’id al-

karena hasil perbuatan haram seperti zina syari’ah , dan juga sesuai maqashid syari’at,

sekalipun. Pendapat ini didasarkan pada yaitu mewujudkan kemaslahatan umat.

hadits Rasulullah Saw. yang Metode yang digunakannya adalah istihsan,

memerintahkan seorang perempuan al- yakni mendatangkan kemaslahatan atau

Ghamidiyah yang mengaku berzina dan kabaikan, sesuai dengan kaedah:

akan dijatuhi hukuman rajam agar

menunggu hingga ia melahirkan anaknya. mafsadah (kerusakan) lebih ditamakan

(menolak

Kemudian setelah anaknya lahir, ia disuruh daripada meraih maslahah (kebaikan).

menunggu sampai anaknya tidak menyusui lagi, setelah itu barulah ia dijatuhi

4. Bidang Jinayat

hukum rajam.

Fatwa al-Qardhawi dalam bidang Selanjutnya, al-Qardhawi jinayat yang akan dikemukan di sini

menyebutkan pula beberapa pendapat adalah masalah meng gugurkan

ulama tentang batasan waktu kandungan

(aborsi) akibat dibolehkannya melakukan aborsi. pemerkosaan. 33 Fatwa ini muncul

Sebagain fuqaha’ memperbolehkan aborsi sebagai jawaban atas pertanyaan yang

sebelum berusia 40 hari, berdasarkan dilontarkan DR. Mustafa Siraticy, Ketua

beberapa riwayat yang menyatakan al-Mu’tamar al-‘Alami li Ri’ayati Huquq al-

bahwa tiupan ruh dalam janin terjadi Insan fi al-Busna wa al-Hersik (Konferensi

setelah 40 atau 42 hari kehamilan. Internasional Untuk Perlindungan Hak-

Bahkan sebagian fuqaha’ lain ada yang Hak Asasi Manusia di Bosnia-

membolehkan melakukan aborsi Herzegovina) yang diadakan di kota

sebelum berusia 120 hari, berdasarkan Zaghreb ibukota Kroasia pada tanggal

riwayat yang masyhur yang menyatakan 18-19 September 1992. Inti pertanyaan

bahwa peniupan ruh terjadi setelah 120 tersebut adalah berkaitan dengan

hari.

wanita-wanita muslimah warga Bosnia- Selain itu, ada pula sebagian fuqaha’ Herzegovina yang menjadi korban

yang sangat ketat dalam masalah ini, pemerkosaan tentara Serbia, apakah

mereka melarang aborsi meskipun baru mereka boleh meng gugurkan

berusia 1 hari. Bahkan ada fuqaha’ yang kandungannya?.

mengharamkan usaha pencegahan Menur ut al-Qardhawi pada

kehamilan, baik keinginan tersebut dari pihak suami atau istri atau kedua-duanya

14 J URNAL U SHULUDDIN Vol. XVIII No. 1, Januari 2012 14 J URNAL U SHULUDDIN Vol. XVIII No. 1, Januari 2012

penentuan kondisi sangat buruk itu, (mencabut penis pada saat enjakulasi agar

harus sesuai dengan ketentuan agama, sperma tidak masuk ke dalam vagina

hasil pemeriksan dokter, dan penelitian guna menghindari terjadinya

ilmiah lainnya. Jika kondisinya tidak pembuahan) dengan makna al-Wa’du al-

demikian, maka tetaplah berlaku hukum Khafi (pembunuhan tersembunyi).

asal, yaitu terlarang menggugurkannya. Dengan demikian, ulama yang tidak

Apabila diperhatikan alur pemikiran membolehkan ‘azl, tentu tidak

al-Qardhawi di atas, nampaknya metode membolehkan aborsi. Sebaliknya, ulama

yang digunakannya dalam masalah aborsi yang membolehkan ‘azl, ada

akibat pemerkosaan ini berdasarkan kemungkinan akan membolehkan aborsi.

istihsan sesuai dengan ketentuan maqashid Padahal antara ‘azl dengan aborsi

al-syari’ah, yaitu mendatangkan terdapat perbedaan. ‘Azl dilakukan

kemasalahatan dan menolak sebelum adanya sebab kehidupan,

kemudharatan, seperti tertuang dalam sedangkan aborsi dilakukan setelah

kaedah:

adanya sebab kehidupan janin. Oleh karena itu, tentu saja aborsi setelah hamil jauh lebih haram daripada perbuatan

‘azl . 34 “Menolak mafsadah (kerusakan) lebih Setelah menyebutkan beberapa

ditamakan daripada meraih maslahah pendapat di atas, sesuai dengan metode

(kebaikan)”. yang disebut al-Qardhawi di muqaddimah al-Fatawa al-Mu’ashirah sebagai al-Nahj al-

Lalu, terhadap wanita yang Wasath (metode moderat), yaitu

mengalami korban pemerkosaan seperti mengambil pendapat pertengahan.

ini, al-Qardhawi mengingatkan supaya Menur ut al-Qardhawi, pendapat

mereka memelihara janin tersebut. pertengahan tersebut adalah haram

Sebab menur ut syara’ ia tidak melakukan aborsi ketika bertemunya

menanggung dosa. Begitu pula janin sperma dengan indung telur, dan

yang ada dalam kandungannya, selama menghasilkan makhluk dalam bentuk

kehamilan hingga ia lahir, maka dia baru yang menetap di dalam rahim,

adalah anak muslim. Berdasarkan hadits walaupun janin belum berumur 120 hari,

Nabi Saw. :

kecuali karena kondisi darurat yang

mu’tabar (akurat), maka tidak ada halangan menerapkan salah satu dari dua pendapat di atas (apakah pendapat

“Tiap-tiap anak itu dilahirkan dalam yang mengatakan boleh aborsi sebelum

keadaan fitrah” (HR. Bukhari).

40 atau 42 hari dan sebelum 120 hari). Pengertian kondisi sangat darurat

Menurut ketentuan fiqh, bahwa itu adalah keberadaan janin itu akan

seorang anak apabila kedua orang tuanya mengancam kehidupan si ibu, atau

berbeda agama, maka dia mengikuti kondisi janin itu akan membahayakan

agama orang tua yang baik agamanya dan menyiksa kehidupannya, begitu juga

(Islam-pen). Begitu juga bagi anak yang J URNAL U SHULUDDIN Vol. XVIII No. 1, Januari 2012 15 (Islam-pen). Begitu juga bagi anak yang J URNAL U SHULUDDIN Vol. XVIII No. 1, Januari 2012 15

menimbulkan syahwat dan lagi.

kelezatan. Pemalingan makna ashl “menyentuh” kepada makna majazi

F. Analisa Terhadap Pemikiran Al-

adalah untuk menghindari

Qardhawi

terjadinya perbuatan-perbuatan haram yang bertentangan dengan

Apabila diperhatikan alur pemikiran Al- maqshid syaria’t , seperti bezina Qardhawi terhadap fatwa-fatwa hukum yang

misalnya. Sebab maka kata “ dikemukakan di atas, maka terlihat bahwa

“ seperti terdapat al-Qardhawi sangat selektif dan rasional

dalam firman Allah (QS. 2; 47 dan dalam menetapkan hukum terhadap sesuatu

QS. 2; 237) di sebut di atas, adalah persoalan yang dihadapi. Untuk

hubungan suami isteri. menyelesaikan persoalan tesebut, ada

Mempertimbangkan kepentingan beberapa langkah yang ia lakukan dalam

publik dan menghindari mafsadah, penetapan hukum, misalnya:

karena ada kekhawatiran dengan

1. Penetapan hukum bersalaman antara bersalaman dengan lawan jenis akan laki-laki dan perempuan yang bukan

merangsang nafsu dan bisa mahram, ada beberapa langkah ijtihad

menimbulkan syahwat dan fitnah. yang ia lakukan, yaitu:

2. Penetapan tentang diperbolehkan

a. Menelusuri pendapat-pendapat menyusui melalui Bank ASI (Air Susu yang shahih, terutama dari kalangan

Ibu), dan tidak mengharamkan shahabat dan tabi’in tentang hukum

perkawinan antara ibu susu mapun bersalaman dengan lawan jenis,

saudara sepersusuan, dengan langkah- kemudian memilih mana yang lebih

langkah ijtihad seperti berikut: kuat tanpa ta’assub pada satu

a. Sepertimana juga pada kasus-kasus mazhab, serta sesuai dengan tujuan-

lainnya, al-Qardhawi tetap melacak tujuan syari’at serta kemaslahatan

terlebih dahulu pendapat-pendapat umat dalam kondisi yang aktual.

ulama tedahulu, kemudian memilih

b. Kembali kepada sumber, nash-nash mana pendapat yang lebih kuat. yang shahih yang sesuai dengan

b. Sebagai alasan untuk menguatkan maqashid al-syari’at (tujuan umum

argumennya, al-Qarhawi menelesuri syari’at). Dalam hal ini, hadits yang

makna kata al-Radha’ yang terdapat dijadikan sebagai argumen untuk

dalam nash dan konsekwensi mengharamkan berjabat tangan

hukumnya. Kemudian menyatakan dengan lawan jenis itu, tidak hanya

bahwa makna al-Radha’ adalah bermakna bersintuhan kulit tanpa

menyusu secara langsung, bukan syahwat, tetapi - menurutnya - makna

sekedar mengkonsumsi ASI. kata “

c. Sebagai ‘Illat yang menyebabkan terdapat dalam hadits di atas, bisa

“ sebagaimana

nasab adalah karena adanya kasih berati hubungan suami isteri (biologis)

sayang keibuan dari ibu susuan dan juga perbuatan-perbuatan yang

kepada bayi yang ia susukan, dan itu medekati jima’ (prabiologis), seperti

hanya terwujud ketika terjadi proses mencium, merangkul, meraba-raba

menyusukan secara langsung. 16 J URNAL U SHULUDDIN Vol. XVIII No. 1, Januari 2012 menyusukan secara langsung. 16 J URNAL U SHULUDDIN Vol. XVIII No. 1, Januari 2012

b. Merujuk kepada nah-nash yang Qardhawi tidak menemukan ada

menyatakan tidak boleh seorang dalil yang melarang pendirian Bank

bapak menikahkan putrinya secara ASI. Oleh sebab itu, selama

paksa, tanpa diminta persetujuannya pendirian Bank ASI membawa

terlebih dahulu, antara lain seperti mashlahah bagi umat, maka boleh

(“Tidak diselenggarakan. Dalam masalah ini

hadits

boleh seorang gadis dinikahkan sehingga ia al-Qardhawi menetapkan hukum

dimintai persetujuannya terlebih dahulu). Di berdasarkan al-Istihsan yang

dalamnya terselip pemahaman bahwa merupakan salah satu dasar hukum

seorang bapak hendaklah menurut mazhab Hanafi, meskipun

bermusyawarah terlebih dahulu al-Qaradhawi tidak mengaku

dengan putri yang akan bermazhab Hanafi, akan tetapi

dinikahkannya, guna mendapatkan pendidikan fiqh formal yang beliau

persetujuan putrinya tersebut. jalani adalah Fiqh Mazhab Hanafi,

c. Mempertimbangkan tujuan-tujuan sebagaimana yang beliau nyatakan

syari’at serta kemaslahatan umat dalam muqaddimah Fatawa

dalam kondisi yang aktual. Sebab wanita pada zaman sekarang

Mu’ashirah. 36

e. Berpegang pada prinsip memberi mempunyai kesempatan luas untuk kemudahan untuk kepentingan

mempelajari dan berinteraksi dengan umat, berdasarkan hadits:

laki-laki yang akan mendampinginya, guna mengetahhui sikap dan karakternya masing-masing.

“Aku diutus dengan (membawa) Perimbangan ini dimaksudkan, agar agama yang lurus dan toleran ”.

kehidupan rumah tangga mereka kelak akan langgeng, aman dan

Dan juga hadits:

bahagia.

4. Terhadap fatwa al-Qaradhawi mengenai aborsi akibat pemerkosaan yang terjadi

“Sesung guhnya kamu diutus di Bosnia. Menurut al-Qaradhawi boleh memberi kemudahan, kamu tidak

(bersyarat) hukumnya bagi muslimah diutus untuk mempersulit ”.

Bosnia meng gugurkan kandungan akibat perkosaan tentara Serbia. al-

3. Penetapan tentang kewajiban seorang Qaradhawi sampai kepada fatwa ini bapak meminta persetujuan putrinya

setelah melalui beberapa langkah: yang akan dinikahkannya, dan tidak

a. Menelusuri beberapa pendapat para boleh memaksanya untuk menikah.

fuqaha’ yang membolehkan aborsi Adapun langkah-langkah ijtihad yang

sebelum ditiupkan ruh. Dalam hal dilakukannya untuk melahirkan fatwa

ini al-Qaradhawi menyebutkan tiga ini, adalah berikut:

pendapat yang membolehkan

a. Melakukan seleksi terhadap aborsi; sebelum 40 hari, 42 hari dan beberapa pendapat ulama terdahulu,

120 hari.

kemudian mengambil mana pendapat

b. Hukum boleh melakukan aborsi yang kuat berserta argumertasinya.

tersebut merupakan rukhshah J URNAL U SHULUDDIN Vol. XVIII No. 1, Januari 2012 17 tersebut merupakan rukhshah J URNAL U SHULUDDIN Vol. XVIII No. 1, Januari 2012 17

dikemukakan disini. yang terlarang”.

G. Kesimpulan

Rukhshah yang diberikan tidak bersifat mutlak; bebas tanpa ikatan,

Berdasarkan penjelasan yang telah akan tetapi diikat oleh aturan dan

dikemukakan di atas, dapat diekspolarasikan ketentuan yang ditetapkan para ahli

bahwa al-Qardhawi adalah sosok intelektual yang terdiri dari ulama dan dokter.

muslim kontemporer yang memiliki Sesuai dengan kaedah:

apresiasi tinggi dalam menafsirkan al-Quran dan hadits secara rasional, lebih-lebih lagi mengenai persoalan hukum yang terjadi.

Selain itu, dalam memahami dan “Dharurat itu diukur dengan

mener jemahkan nash-nash, beliau kadar/ukurannya”. Dan yang

menggunakan beberapa macam pendekatan menetapkan ukuran/kadar dalam

serta menawarkan metode-metode ijtihad kasus ini adalah para ulama yang

kontemporer, sehingga nantinya mampu mengerti hukum fiqh dan dokter

membangun sebuah fiqh baru yang dapat yang memahami masalah janin dan

membantu dalam menyelesaikan persoalan- kehamilan.

persoalan baru yang hadir di era globalisasi

c. Memperhatikan ‘udzur (alasan saat ini. Dengan metode ijtihad yang Syar’i) yang menyebabkan adanya

diterapkannya, yakni berupa ijtihad intiqa’i rukhshah dalam masalah ini, yaitu

(tarjih), ijtihad insya’i (kreasi) dan perpaduan tindakan perkosaan yang dilakukan

antara keduanya, Qardhawi mampu tentara kafir Serbia terhadap