Analisis Hidrolis Bangunan Kantong Lumpur Pada Bendung Namu Sira-Sira

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Umum
Sebagian besar air hujan yang turun ke permukaan tanah, mengalir ke tempattempat yang lebih rendah dan setelah mengalami bermacam-macam perlawanan
akibat gaya berat, akhirnya melimpah ke danau atau ke laut. Suatu alur yang panjang
di atas permukaan bumi tempat mengalirnya air yang berasal dari hujan disebut alur
sungai. Bagian yang senantiasa tersentuh aliran air ini disebut alur sungai. Dan
perpaduan antara alur sungai dan aliran air di dalamnya disebut sungai.
Definisi tersebut merupakan definisi sungai yang ilmiah alami. Suatu daerah
yang tertimpa hujan dan kemudian air hujan ini menuju sungai, sehingga berperan
sebagai sumber air sungai tersebut dinamakan daerah pengaliran sungai dan batas
antara dua daerah pengaliran sungai yang berdampingan disebut batas daerah
pengaliran.
Mulai dari mata airnya di bagian yang paling hulu di daerah pegunungan
dalam perjalanannya ke hilir di daerah dataran, aliran sungai secara berangsur-angsur
berpadu dengan banyak sungai lainnya, sehingga lambat laun tubuh sungai menjadi
semakin besar.
Sungai mempunyai peranan yang sangat besar bagi perkembangan peradaban
manusia di seluruh dunia, yakni dengan menyediakan daerah-daerah subur yang
umumnya terletak di lembah-lembah sungai dan sumberdaya air sebagai sumber
kehidupan yang paling utama bagi kemanusiaan.


6
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

7

Berdasarkan salah satu dari 3 (pilar) utama dalam visi Undang - Undang No.
7 Tahun 2004 tentang pengelolaan sumber daya air adalah pendayagunaan sumber
daya air. Visi ini direncanakan guna terwujudnya pengelolaan sumber daya yang
efisien, efektif dan berkesinambungan. Yang dimaksud dengan pengelolaan sumber
daya air pada Visi ini antara lain adalah perencanaan, pengembangan, pengoperasian,
pemeliharaan, perlindungan, pelestarian, pembinaan dan pengawasan sumber daya
air dan atau prasarana dan sarana sumber daya air.
Pendayagunaan sumber daya air ini bertujuan untuk memanfaatkan sumber
daya air secara berkelanjutan dengan mengutamakan pemenuhan kebutuhan pokok
masyarakat secara adil dengan menjalankan beberapa aspek yaitu;
-

Mengutamakan pendayagunaan air permukaan, yang berada diluar kawasan
suaka alam/kawasan pelestarian alam


-

Diselenggarakan secara terpadu dan adil dengan mendorong pola kerjasama
antar sektor, antar kelompok dan antar wilayah serta melibatkan peran
masyarakat.

Pendayagunaan meliputi penatagunaan sumber daya air dan penyediaan air,
dalam hal ini air disediakan untuk memenuhi kebutuhan air pada berbagai keperluan
sesuai dengan kualitas dan kuantitasnya, Penyediaan sumber daya air untuk setiap
wilayah sungai dilaksanakan sesuai dengan penatagunaan sumber daya air yang
ditetapkan untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, sanitasi, lingkungan,
pertanian, industri dan jenis penggunaan lainnya. Hal yang paling berkaitan dengan
penyediaan air terhadap kebutuhan pertanian adalah kegiatan irigasi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

8

II.2. Teori Hidrolika dan Aliran Air

Aliran air dalam suatu saluran dapat berupa aliran saluran terbuka (open
channel flow) maupun aliran pipa (pipe flow). Kedua jenis aliran tersebut sama dalam
banyak hal, namun berbeda dalam satu hal yang penting. Aliran saluran terbuka
harus memiliki permukaan bebas (free surface) sehingga dipengaruhi oleh tekanan
udara bebas (atmospheric pressure), sedangkan aliran pipa tidak demikian, karena
iair harus mengisi seluruh saluran. Aliran pipa, yang terkurung dalam saluran
tertutup, tidak terpengaruh langsung oleh tekanan udara, kecuali oleh tekanan
hidrolik.
1

�1

2

1

Garis Energi

he


2

hf



y1

2

y2

z1
z2
Garis Persamaan

Gambar 2.1 Energi Aliran Saluran Terbuka dan Sketsa Tekanan Udara (Chow,1997)
Jumlah energi dalam aliran di penampang berdasarkan suatu garis persamaan
adalah jumlah tinggi tempat z diukur dari garis dasar saluran, tinggi tekan y dan
tinggi kecepatan


, dengan v adalah kecepatan rata-rata aliran. Terlihat bahwa

energi yang hilang dari penampang 1 ke penampang 2 dinyatakan dengan hf.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

9

Dalam saluran terbuka, perhitungan untuk aliran steady (mantap) dapat
dinyatakan berdasarkan persamaan energi berikut ini (Chow,1997)
Z1 + α1

= Z2 + α2

+ hf + he ............................................................ (2-1)

dimana: g = Percepatan gravitasi (m/detik2)
hf = Kehilangan energi akibat gesekan (m)
he = Kehilangan energi akibat perubahan penampang (m)

v = Kecepatan rerata (m/detik)
α = Koefisien distribusi kecepatan
z = Tinggi energi dari datum (m)
Gesekan dan perubahan penampang sungai dapat mengakibatkan kehilangan
tinggi energi. Kehilangan akibat gesekan merupakan hasil dari kemiringan garis
energi (Sf) dan panjang (L), seperti persamaan berikut:
hf = L ̅ .................................................................................................(2-2)
Sf =

.................................................................................................(2-3)

̅=

..............................................................................................(2-4)

Dimana: hf = Kehilangan energi akibat gesekan (m)
L = Jarak antar sub bagian (m)
Sf = Kemiringan garis energi (friction slope)
K = Pengangkutan aliran tiap sub bagian
Q = Debit air (m3/detik)


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

10

Pada umumnya perhitungan pada aliran-saluran terbuka hanya digunakan pada
aliran tetap dengan debit Q dinyatakan sebagai.
Q = A.v ................................................................................................................(2-5)
Dengan: Q = Debit aliran (m3/detik)
A = Luas Penampang melintang saluran (m2)
v = Kecepatan aliran (m/detik)
II.2.1.Klasifikasi Aliran Saluran Terbuka
II.2.1.1.Klasifikasi Aliran berdasarkan Fungsi Ruang dan Waktu
Aliran saluran terbuka dapat diklasifikasikan dalam beberapa kelas
diantaranya berdasarkan pada perubahan kedalaman aliran mengikuti fungsi waktu
dan ruang sebagaimana yang dapat dilihat pada diagram berikut.
Aliran Saluran Terbuka

Fungsi Waktu


Aliran Mantap
(Steady Flow)

Aliran tidak Mantap
(Unsteady flow)

Fungsi Ruang

Aliran Seragam
(Uniform Flow)

Aliran Berubah
(Varied Flow)

Gambar 2.2 Diagram Klasifikasi Aliran Saluran Terbuka
Aliran mantap adalah aliran yang terjadi apabila kedalaman aliran tidak
berubah atau konstan sepanjang waktu tertentu, sedangkan aliran tidak mantap

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

adalah aliran yang

terjadi apabila kedalaman aliran berubah sepanjang waktu

tertentu.
Aliran Seragam adalah aliran yang terjadi apabila kedalaman aliran sama
pada setiap penampang saluran, suatu aliran seragan dapat bersifat tunak atau tidak
tunak, tergantung apakah kedalamannya berubah sesuai dengan perubahan waktu.
Aliran seragam yang mantap (steady uniform flow) adalah jenis pokok aliran yang
digunakan dalam analisis hidrolika saluran terbuka. Kedalaman aliran tidak berubah
selama suatu waktu tertentu yang telah diperhitungkan. Penetapan bahwa suatu aliran
bersifat seragam yang tidak mantap (unsteady uniform flow) harus dengan syarat
bahwa permukaan air berfluktuasi sepanjang waktu dan tetap sejajar dasar saluran.
Aliran berubah (varied flow) adalah aliran yang terjadi bila kedalaman aliran berubah
disepanjang saluran.
Ciri-ciri pokok aliran seragam adalah sebagai berikut:
1. Kedalaman, luas basah, kecepatan, dan debit pada setiap penampang pada
saluran yang lurus adalah konstan.

2. Garis energi, muka air dan dasar saluran saling sejajar, berarti kemiringanya
sama.
Berdasarkan pengaruh gaya tarik bumi aliran dibedakan menjadi aliran sub
kritis, kritis, dan super kritis. Aliran disebut sub kritis apabila gangguan (misalnya
batu dilemparkan ke dalam aliran sehingga menimbulkan geombang) yang terjadi di
suatu titik pada aliran dapat menjalar ke arah hulu. Aliran sub kritis dipengaruhi oleh
kondisi hilir, dengan kata lain keadaan di hilir akan mempengaruhi aliran di sebelah
hulu. Apabila kecepatan aliran cukup besar sehingga gangguan yang terjadi tidak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

12

menjalar ke hulu maka aliran disebut super kritis. Dalam hal ini kondisi di hulu akan
mempengaruhi aliran di sebelah hilir. Apabila kecepatan aliran cukup besar sehingga
gangguan yang terjadi tidak menjalar ke hulu maka aliran adalah super
kritis.Penentuan tipe aliran dapat didasarkan pada nilai bilangan Froude Fr, yang
mempunyai bentuk:




..............................................................................................(2-6)

dengan: Fr = Bilangan Froude
v = Kecepatan aliran (m/detik)
g = Percepatan gravitasi (m/detik2)
y = Kedalaman aliran (m)
Gambar 2.3 menunjukkan perbandingan antara kecepatan aliran dan
kecepatan rambat gelombang karena adanya gangguan. Pada Gambar 2.3.a gangguan
pada r diam (V = 0) akan menimbulkan gelombang yang merambat ke segala arah.
Gambar 2.3b menunjukkan aliran sub kritis dimana gelombang masih bisa menjalar
ke arah hulu. Pada kondisi ini bilangan Froude Fr < 1. Gambar 2.3.c adalah aliran
kritis dimana kecepatan aliran sama dengan kecepatan rambat gelombang. Dalam
keadaan ini Fr = 1. Sedangkan Gambar 2.3 d adalah aliran super kritis dimana
gelombang tidak bisa merambat ke hulu karena kecepatan aliran lebih besar dari
kecepatan rambat gelombang. Keadaan ini bilangan Froude Fr > 1.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

13

Gambar 2.3 Pola Penjalaran Gelombang di Saluran Terbuka (Triatmodjo,1993)

II.2.1.2.Klasifikasi Aliran berdasarkan Perilaku Aliran
Keadaan atau perilaku aliran saluran terbuka pada dasarnya ditentukan oleh
pengaruh kekentalan dan grabitasi sehubungan dengan gaya-gaya inersia aliran.
Tegangan permukaan air dalam keadaan tertentu dapat pula mempengaruhi perilaku
aliran, tetapi pengaruh ini tidak terlalu besar dalam masalah saluran terbuka pada
umumnya yang ditemui dalam dunia perekayasaan.
Menurut ilmu mekanika fluida aliran fluida khususnya air diklasifikasikan
berdasarkan perbandingan antara gaya-gaya inersia (inertial forces) dengan gaya-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

14

gaya akibat kekentalannnya (viscous forces) menjadi tiga bagian yaitu: aliran
laminer, aliran transisi dan aliran turbulen. Variabel yang dipakai untuk klasifikasi
ini adalah bilangan Reynolds yang didefinisikan sebagai
Re =

................................................................................................................ (2-7)

Dimana:

v = Karakteristik kecepatan aliran (m/detik)
L = Panjang karakteristik (m)
ν = kekentalan kinematik (m2/detik)

Kekentalan kinematik didefinisikan sebagai
= .................................................................................................... (2-8)

dimana:

= kekentalan dinamik dengan satuan kg/m.d
ρ = kerapatan air dengan satuan kg/m3

Untuk air, perubahan kekentalan kinematik terhadap temperatur dapat
diperkirakan dengan persamaan berikut ini.
= =[

]

......................... (2-9)

Kerapatan air juga mengalami perubahan dengan perubahan temperatur. Dari suhu
0oC sampai 10oC, besarnya ρair = 1000 kg/m3. Kenaikan temperatur menyebabkan
turunnya harga kerapatan air. Untuk temperatur 15 oC naik menjadi 100oC, kerapatan
air turun dari 999 kg/m3 menjadi 958 kg/m3.
Klasifikasi aliran berdasarkan bilangan Reynolds dapat dibedakan menjadi
tiga kategori seperti berikut ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

15

-

Re < 500

aliran laminer

-

500 < Re 12.500

aliran turbulen

Umumnya aliran pada saluran terbuka mempunyai R e > 12.500 sehingga
alirannya termasuk dalam kategori aliran turbulen.
II.2.1.3. Klasifikasi Saluran Saluran Terbuka Berdasarkan Asalnya
Saluran yang mengalirkan air dengan suatu permukaan bebas disebut saluran
terbuka. Menurut asalnya, saluran dapat digolongkan menjadi saluran alam (natural)
dan saluran buatan (artificial). Saluran alam meliputi semua alur air yang terdapat
secara alamiah di bumi, mulai dari anak selokan kecil di pegunungan, selokan kecil,
kali, sungai kecil dan sungai besar sampai ke muara sungai. Aliran air di bawah
tanah dengan permukaan bebas juga dianggap sebagai saluran terbuka alamiah.
Saluran buatan adalah saluran yang dibentuk oleh manusia seperti saluran
pelayaran, saluran pembangkit listrik, saluran irigasi, saluran banjir, termasuk model
saluran yang dibuat di laboratorium untuk keperluan penelitian. Sifat-sifat hidrolik
saluran semacam ini dapat diatur menurut keinginan atau dirancang untuk memenuhi
persyaratan tertentu. Oleh karena itu, penerapan teori hidrolika untuk saluran buatan
dapat membuahkan hasil yang cukup sesuai dengan kondisi sesungguhnya, dan
dengan demikian cukup teliti untuk keperluan perancangan praktis.
Pada berbagai keadaan praktek teknik saluran terbuka buatan diberi istilah
yang berbeda-beda seperti “saluran” (canal), “talang”(flume), “got miring”(chute),
“terjunan”(drop), “gorong-gorong”(culvert), “terowongan air terbuka”(open flow
tunnel) dan sebagainya. Namun istilah-istilah ini tidak diterapkan secara ketat dan
hanya didefinisikan secara umum. Saluran, biasanya panjang dan merupakan selokan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

16

landai yang dibuat di tanah, dapat dilapisi pasangan batu maupun tidak, atau beton,
semen, kayu maupun aspal. Talang, merupakan selokan dari kayu logam, beton atau
pasangan batu, biasanya disangga atau terletak di atas permukaan tanah, untuk
mengalirkan air berdasarkan perbedaan tinggi tekan. Got miring, adalah selokan
yang curam. Terjunan sama dengan got miring namun perubahan tinggi air terjadi
dalam jarak pendek. Gorong-gorong, merupakan selokan tertutup yang pendek,
dipakai untuk mengalirkan air melalui tanggul jalan kereta api maupun jalan raya.
Terowongan air terbuka, adalah selokan tertutup yang cukup panjang, dipakai untuk
mengalirkan air menembus bukit atau setiap gundukan tanah.
II.2.1.4. Klasifikasi Saluran Saluran Terbuka Berdasarkan Konsistensi Bentuk
Penampang dan Kemiringan Dasar
Suatu saluran yang penampang melintangnya dibuat tidak berubah-ubah dan
kemiringan dasarnya tetap, disebut saluran prismatik (prismatic channel). Bila
sebaliknya, disebut saluran tak prismatik (nonprismatic channel). Contohnya adalah
pelimpah tekanan yang memiliki lebar berubah-ubah dengan trase melengkung.
Saluran yang dibahas dalam tugas akhir ini adalah prismatik.
II.2.2. Geometri Penampang Saluran Terbuka
Istilah penampang saluran (channel section) yang dipakai dalam tugas akhir
ini tegak lurus terhadap arah aliran. Sedangkan penampang vertikal saluran (vertical
channel section) adalah penampang melintang vertikal melalui titik terbawah atau
terendah dari penampang saluran. Oleh sebab itu pada saluran mendatar maka
penampang salurannya selalu merupakan penampang vertikal saluran.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

17

Penampang saluran alam umumnya sangat tidak beraturan, biasanya
bervariasi dari bentuk seperti parabola sampai trapesium. Penampang saluran buatan
biasanya dirancang berdasarkan bentuk geometris yang umum. Gambar 2.4
merupakan contoh bentuk geometris yang biasa dipakai. Bentuk paling umum
dipakai untuk saluran berdinding tanah yang tidak dilapisi adalah bentuk trapesium,
sebab stabilitas kemiringan dindingnya dapat disesuaikan. Bentuk persegi panjang
dan segitiga merupakan bentuk khusus selain trapesium. Berhubung bentuk persegi
panjang mempunyai sisi tegak, biasanya dipakai untuk saluran yang dibangun
dengan bahan yang stabil, seperti pasangan batu, padas, logam atau kayu.
Penampang segitiga hanya dipakai untuk saluran kecil, selokan, dan penyelidikan di
laboratorium. Penampang lingkaran banyak dipakai untuk saluran pembuangan air
kotor dan gorong-gorong berukuran sedang maupun kecil. Penampang parabola
dipakai sebagai penampang pendekatan untuk saluran alam berukuran sedang
maupun kecil.
II.2.2.1. Unsur-Unsur Geometrik Penampang Saluran Terbuka
Unsur-unsur Geometrik adalah sifat-sifat suatu penampang saluran yang
dapat diuraikan seluruhnya berdasarkan geometri penampang dan kedalaman aliran.
Unsur-unsur ini sangat penting dan banyak sekali dipakai dalam perhitungan aliran.
Untuk penampang biasa yang sederhana unsur geometrik dapat dinyatakan
secara matematik menurut kedalaman aliran dan dimensi lainnya dari penampang
tersebut. Namun untuk penampang yang rumit dan penampang saluran alam, belum
ada rumus tertentu untuk menyatakan unsur-unsur tersebut, selain kurva-kurva yang
menyatakan hubungan unsur-unsur ini dengan kedalaman aliran yang isiapkan untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

18

perhitungan hidrolik. Definisi beberapa unsur geometrik dasar yang penting
diberikan dibawah ini.

T

T

T

d

y

y

b

y

b

Persegi

Trapesium

Segitiga

T

T

d

d
y

Parabola

y

Lingkaran

Gambar 2.4 Geometri Penampang Saluran Terbuka
Kedalaman aliran y (depth of flow) adalah jarak vertikal titik terendah pada
suatu penampang saluran sampai ke permukaan bebas. Kedalaman penampang aliran
d (depth of flow section) adalah tinggi penampang saluran yang diliputi air.
Taraf (stage) adalah elevasi atau jarak vertikal dari permukaan bebas di atas
suatu bidang persamaan. Bila titik terendah dari penampang saluran dipilih sebagai
bidang persamaan, taraf ini sama dengan kedalaman aliran.
Lebar puncak (top width) T adalah lebar penampang saluran pada permukaan
bebas.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

19

Luas basah (water area) A adalah luas penampang melintang aliran yang
tegak lurus aliran.
Keliling basah (wetted perimeter) P adalah panjang garis perpotongan dari
permukaan basah saluran dengan bidang penampang melintang yang tegak lurus arah
aliran.
Jari-jari hidrolik (hydraulic radius) R adalah rasio luas basah dengan keliling
basah, atau

............................................................................................ (2-10)
Kedalaman hidrolik (hydraulic depth) D adalah rasio luas basah dengan lebar
puncak atau

...............................................................................................................(2-11)

Faktor penampang (section factor) untuk perhitungan aliran kritis Z adalah
hasil perkalian luas basah dan akar kedalaman hidrolik, atau





..............................................................................................(2-12)

Dimana: A : Luas basah (m2)
R : Jari-jari hidrolik (m)
P : Keliling basah (m)
D : Kedalaman hidrolik (m)
Z: Faktor penampang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

20

Untuk beberapa unsur tipe penampang saluran yang lazim digunakan dapat
dilihat pada tabel 2.1. dibawah ini.
Tabel 2.1 Unsur Geometris Penampang Saluran

Penampang

Luas

Keliling Basah
P

A

by

1

z

Lebar

Kedalaman

Hidrolik

Puncak

Hidrolik

R

T

D

b

y

b+2y

(b+zy)y

b+2y√

zy2

2 √

z

1

Jari-Jari

√1

√1

b+2zy

2zy

1/2y

Sumber: Open Channel Hydraulics,Chow,1997
II.2.3. Distribusi Kecepatan pada Penampang Saluran
Dengan adanya suatu permukaan bebas dan gesekan di sepanjang dinding
saluran, maka kecepatan dalam saluran tidak terbagi merata dalam penampang
saluran. Kecepatan maksimum dalam saluran biasa umumnya terjadi di bawah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

21

permukaan bebas sedalam 0,05 sampai 0,25 kali kedalamannya; makin dekat ke tepi
berarti makin dalam dan mencapai maksimum. Gambar 2.5 menggambarkan pola
umum distribusi kecepatan untuk beberapa bentuk penampang saluran.

Gambar 2.5 Kurva kecepatan sama yang khas pada berbagai penampang saluran
Distribusi kecepatan pada penampang saluran juga tergantung pada faktorfaktor lain, seperti penampang yang tidak lazim, kekasaran saluran dan adanya
tekukan-tekukan. Pada arus yang lebar, deras dan dangkal atau saluran yang sangat
licin kecepatan maksimum sering terjadi di permukaan bebas. Kekasaran dapat
menyebabkan pertambahan kelengkungan kurva distribusi kecepatan vertikal. Pada
tikungan, kecepatan meningkat pada bagian cembung, menimbulkan gaya sentrifugal
pada aliran. Berbeda dengan pendapat umum, angin permukaan hanya kecil
pengaruhnya terhadap distribusi kecepatan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

22

II.2.4. Kecepatan Aliran pada Aliran Seragam
Di dalam aliran seragam, dianggap bahwa aliran adalah mantap dan satu
dimensi. Aliran tidak mantap yang seragam hampir tidak ada di alam. Dengan
anggapan satu dimensi berarti kecepatan aliran di setiap titik pada penampang
melintang adalah sama. Contoh aliran seragam adalah aliran melalui saluran irigasi
yang sangat panjang dan tidak ada perubahan penampang. Aliran di saluran irigasi
yang dekat bangunan irigasi tidak lagi seragam karena adanya pembendungan atau
terjunan, yang menyebabkan aliran menjadi tidak seragam (non uniform). Pada
umumnya aliran seragam di saluran terbuka adalah turbulen, sedang laminer jarang
terjadi.
Kecepatan aliran pada saluran terbuka dapat ditentukan dengan rumus Chezy,
dan rumus Manning atau rumus Strickler. Kedua rumus tersebut hanya dibedakan
pada nilai koefisien kekasarannya. Rumus Chezy menggunakan nilai koefisien
kekasaran kekasaran C yang ditentukan oleh Ganguillet dan Kutter, H. Bazin, atau
Powell (Chow dkk., 1989). Sedangkan rumus Manning yang memiliki nilai koefisien
kekasaran

n

yang

dipengaruhi

oleh

kekasaran

permukaan,

tetumbuhan,

ketidakteraturan saluran, trase saluran, pengendapan dan penggerusan, hambatan,
ukuran dan bentuk saluran, serta taraf dan debit air (Chow dkk.,1989).
Dalam penelitian ini akan digunakan rumus Manning karena rumus tersebut
sering digunakan untuk penentuan kecepatan di saluran terbuka.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

23

II.2.4.1. Formula Manning
Pada tahun 1889 seorang insinyur asal Irlandia, Robert Manning
mengemukakan sebuah rumus yang akhirnya menjadi rumus yang sangat dikenal
dengan
1

1

..................................................................................................(2.13)

dengan: v = Kecepatan aliran (m/detik)
n = Koefisien Kekasarang Manning
R = Jari-jari hidraulis (m)
I = Kemiringan dasar saluran
Akibat sederhananya rumus ini dan hasilnya sangat memuaskan dalam
pemakaian praktis, rumus Manning menjadi sangat banyak dipakai dibandingkan
dengan rumus aliran seragam lainnya.
II.2.4.2. Penentuan Koefisien Kekasaran Manning
Kesulitan terbesar dalam pemakaian rumus Manning adalah menentukan
koefisien kekasaran n, sebab tidak ada cara tertentu untuk pemilihan nilai n. Pada
tingkat pengetahuan saat ini. Memilih suatu nilai n sebenarnya berarti
memperkirakan hambatan aliran pada saluran tertentu, yang benar-benar tidak dapat
diperhitungkan.
Untuk sekedar tuntutan bagi penentuan yang wajar mengenai koefisien
kekasaran, akan dibahas 4 pendekatan umum, yakni (1) memahami faktor-faktor
yang mempengaruhi nilai n dan hal ini memerlukan suatu pengetahuan dasar
mengenai persoalannya dan kadar perkiraannya; (2) mencocokkan tabel dari nilai-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

24

nilai n untuk berbagai tipe saluran; (3) memeriksa dan memahami sifat beberapa
saluran yang koefisien kekasarannya telah diketahui; (4) menentukan nilai n dengan
cara analitis berdasarkan distribusi kecepatan teoritis pada penampang saluran dan
data pengukuran kecepatan maupun pengukuran kekasaran. Berikut ini adalah tabel
nilai koefisien kekasaran Manning yang lazim digunakan.
Tabel 2.2 Nilai Koefisien Kekasaran Manning (Triatmodjo,1993)
Koefisien Manning
n
0,014

Bahan
Besi tuang dilapis
Kaca

0,010

Saluran Beton

0,013

Bata dilapisi mortar

0,015

Pasangan batu disemen

0,025

Saluran tanah bersih

0,022

Saluran tanah

0,030

Saluran dengan dasar batu dan tebing rumput

0,040

Saluran pada galiran batu padas

0,040

Sumber: Hidraulika II, Triatmodjo,1993
II.2.4.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Koefisien Kekasaran Manning
Suatu saluran tidak harus memiliki satu nilai n saja untuk setiap keadaan.
Sebenarnya nilai n sangat bervariasi dan tergantung pada berbagai faktor. Dalam
memilih nilai n yang sesuai untuk berbagai kondisi perancangan maka adanya
pengetahuan dasar tentang faktor-faktor tersebut akan sangat banyak membantu.
Faktor-faktor yang memiliki pengaruh besar terhadap koefisien kekasaran baik bagi
saluran buatan maupun alam diuraikan sebagai berikut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

25

-

Kekasaran Permukaan, yang ditandai dengan ukuran dan bentuk butiran
bahan yang membentuk luas basah dan menimbulkan efek hambatan terhadap
aliran. Hal ini sering dianggap sebagai satu-satunya faktor dalam memilih
koefisien kekasaran, tetapi sebenarnya hanyalah satu dari beberapa faktor
utama lainnya. Secara umum dikatakan bahwa butiran halus mengakibatkan
nilai n yang relatif rendah dan butiran kasar memiliki nilai n yang tinggi.

-

Tetumbuhan, digolongkan sebagai jenis kekasaran permukaan, tetapi hal ini
juga memperkecil kapasitas saluran dan menghambat aliran.

-

Ketidakteraturan saluran, mencakup pula ketidakteraturan keliling basah dan
variasi penampang, ukuran dan bentuk di sepanjang saluran.

-

Trase saluran, kelengkungan yang landai dengan garis tengah yang besar
akan mengakibatkan nilai n yang relatif rendah, seadngkan kelengkungan
yang tajam dengan belokan-belokan yang patah akan memperbesar nilai n.

-

Hambatan, adanya balok sekat, pilar jembatan dan sejenisnya cenderung
memperbesar n. Besarnya kenaikan ini tergantung pada sifat alamiah
hambatan, ukuran, bentuk, banyaknya dan penyebarannya.

-

Taraf air dan debit, nilai n pada saluran umumnya erkurang bila taraf dan
debitnya bertambah. Bila air rendah, ketidakteraturan dasar saluran akan
menonjol dan efeknya kelihatan. Namun nilai n dapat pula besar pada taraf
air yang tinggi bila dinding saluran kasar dan berumput.

II.3. Irigasi dan Bangunan Air
Irigasi berasal dari istilah irrigatie dalam bahasa Belanda atau irrigation
dalam bahasa Inggris. Irigasi dapat diartikan sebagai suatu usaha yang dilakukan
untuk mendatangkan air dari sumbernya guna keperluan pertanian, mengalirkan dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

26

membagikan air secara teratur dan setelah digunakan dapat dibuang kembali. Sistem
irigasi di Indonesia yang bergantung pada bantuan pemerintah salah satunya adalah
sistem irigasi teknis. Sistem ini mempunyai jaringan air yang mendapatkan pasokan
air terpisah dengan jaringan pembuang, dan pemberian airnya dapat diukur, diatur
dan terkontrol pada beberapa titik tertentu.
Sistem irigasi teknis mengalirkan air dengan beberapa cara, antara lain
dengan membendung air kemudian menyadapnya menuju saluran utama ataupun
mengambil air secara bebas (free intake) dengan mengandalkan gravitasi, beda tinggi
antara air sungai yang akan dialirkan dan saluran utama yang akan dialiri. Dalam
penelitian Tugas Akhir ini lokasi irigasi yang ditinjau merupakan sistem irigasi
teknis dengan sistem bendung sebagai bangunan utama (Headworks).
II.3.1 Bangunan Utama (Headworks)
Bangunan utama adalah kompleks bangunan yang direncanakan melintang
pada sungai atau aliran air untuk membelokkan air ke dalam jaringan saluran agar
dapat dipakai untuk berbagai keperluan, umumnya terdiri dari bangunan bendung
(weir), bangunan pengambilan (intake structure), bangunan pembilas (scouring
sluice), kantong lumpur (settling basin atau sediment trap) dan saluran pembilas
(flushing out channel), tanggul banjir dan bangunan-bangunan pelengkap lainnya.
II.3.1.1 Pengambilan (Intake)
Bangunan pengambilan (intake) berfungsi untuk membelokkan air dari
sungai ke saluran dalam jumlah yang telah ditentukan. Bangunan ini delengkapi
dengan pintu (gate) dan bagian depannya terbuka untuk menjaga bila terjadi muka
air tinggi selama banjir. Kapasitas pengambilan sekurang-kurangnya 120% dari

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

27

kebutuhan pengambilan dengan kecepatan masuk 0,8 sampai 2,0 m/s bergantung
pada ukuran butir-butir yang diangkut.
Untuk menghitung debit yang mengalir pada intake dapat digunakan rumus
sebagai formula sebagai berikut:
Q = µ x b x a x (2 x g x z)1/2 ....................................................................(2.14)
Atau
v = µ x (2 x g x z)1/2 .................................................................................(2.15)
dimana : Q : debit rencana saluran (m3/det)
v : kecepatan aliran (m/det)
µ : koefisien debit = 0.80 m
b : lebar bukaan (m)
a

: tinggi bukaan (m)

g

: percepatan gravitasi (9.81 m/det2)

z

: kehilangan tinggi energi pada bukaan (antara 0.10 – 0.30 m)

II.3.1.2 Kantong Lumpur
Bangunan kantong lumpur merupakan bangunan pelengkap atau bagian dari
bangunan utama yang berfungsi untuk mengelakkan angkutan sedimen dasar dan
layang terutama fraksi pasir dan yang lebih besar agar tidak masuk ke jaringan
pengairan. Bangunan kantong lumpur pada umumnya dibangun di hilir bangunan
pengambil (intake) sebelum masuk ke saluran induk.
Yang pertama-tama mencegah masuknya sedimen ke dalam saluran irigasi
adalah bangunan pengambilan dan pembilas, dan oleh karena itu pengambilan yang
direncakan dengan baik dapat mengurangi biaya pembuatan kantong lumpur yang
mahal. Penyebaran sedimen ke arah vertikal memberikan dasar diambilnya beberapa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

28

langkah perencanaan untuk membangun sebuah penegambilan yang dapat berfungsi
dengan baik.
Partikel-partikel yang lebih halus di sungai diangkut dalam bentuk sedimen
layang dan tersebar merata di seluruh kedalaman aliran. Semakin besar dan berat
partikel yang terangkut, semakin partikel-partikel itu terkonsentrasi ke dasar sungai;
bahan-bahan yang terbesar diangkur sebagai sedimen dasar.
Jaringan saluran direncana untuk membuat kapasitas angkutan sedimen
konstan atau makin bertambah di arah hilir. Dengan kata lain, sedimen yang
memasuki jaringan saluran akan diangkut lewat jaringan tersebut ke sawah-sawah.
Dalam kaitan dengan perencanaan kantong lumpur, ini berarti bahwa kapasitas
angkutan sedimen pada bagian awal dari saluran primerpenting artinya untuk ukuran
partikel yang akan diendapkan. Biasanya ukutan partikel ini diambil 0,06 – 0,07 mm
guna memperkecil kemiringan saluran primer.
Bila kemiringan saluran primer serta kapastias angkutan jaringan selebihnya
dapat direncana lebih besar, maka tidak perlu menambah ukuran minimum partikel
yang akan diendapkan. Umumnya hal ini akan menghasilkan kantong lumpur yang
lebih murah, karena dapat dibuat lebih pendek.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

29

II.3.2. Dimensi Kantong Lumpur
II.3.2.1. Panjang dan Lebar Kantong Lumpur
Dimensi-dimensi L (panjang) dan B (lebar) kantong lumpur dapat diturunkan
dari gambar berikut.

Gambar 2.6 Skematisasi Ruang Kantong Lumpur (PUSAIR,2004)
Partikel yang masuk ke kolam pada titik 1, dengan kecepatan endap pertikel
w dan kecepatan air v harus mencapai dasar pada titik 2. Ini berakibat bahwa,
partikel, selama waktu (h/w) yang diperlukan untuk mencapai dasar, akan berjalan
(berpindah) secara horizontal sepanjang jarak L dalam waktu L/v.
Agar butir sedimen di titik 1 dapat mengendap di kantong lumpur diperlukan
estimasi awal kebutuhan luas bidang pengendap berikut.

=

.............................................................................................. (2-16)

Karena

maka didapat hubungan:

.....................................................................................................(2-17)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

30

Karena sangat sederhana, rumus ini dapat dipakai untuk membuat perkiraan awal
dimensi-dimensi tersebut. Untuk perencanaan yang lebih detail, harus dipakai faktor
koreksi guna menyelaraskan faktor-faktor yang menganggu seperti:


Turbulensi air



Pengendapan yang terhalang



Bahan layang sangat banyak
Velikanov menganjurkan faktor-faktor koreksi dalam rumus berikut:

LB =

1

(√

)

...................................................................(2-18)

Dimana: L : Panjang kantong lumpur (m)
Q

: Debit rencana (m3/s)

W : Kecepatan jatuh rencana (0,027 m/s sampai
0,2 m/s)
λ

: Fungsi dari D/T, D adalah jumlah sedimen
yang terkumpul dan T adalah jumlah angkutan
sedimen. ( =1,55 untuk D/T = 0,λ8)

v

: Kecepatan aliran rata-rata (m/s)

H

: Kedalaman aliran pada saluran (m)

Dimensi kantong sebaiknya juga sesuai dengan kaidah bahwa L/B > 8, untuk
mencegah agar aliran tidak meander di dalam kantong. Apabila topografi tidak
memungkinkan diturutinya kaidah ini, maka kantong harus dibagi-bagi ke arah
memanjang dengan dinding-dinding pemisah (divider wall) untuk mencapai
perbandingan antara L dan B ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

31

Menurut Nippon Koei dalam Design Report of Modification Design Work for
Rehabilitation for Ular River Flood Control and Improvement of Irrigation Project
(TOR-3) Volume VI Main Report, untuk menghitung dimensi lebar dan panjang
settling basin adalah sebagai berikut:
a) Panjang settling basin
L= 20√

..................................................................................(2.19)

b) Panjang settling basin
B=

.......................................................................(2.20)

Dimana : L : Panjang settling basin rencana (m)
B : Lebar settling basin rencana (m)
Q : Debit rencana (m3/s)
h : Kedalaman air pada settling basin (m)
k : Faktor keamanan dari kecepatan geser butir sedimen (m 2/s2)

Berikut ini Formula Iwagaki mengetahui kecepatan geser sedimen untuk mengetahui
nilai k
u*c2 = (gRI)c

..................................................................(2.21)

d ≥ 0,303 cm

u*c2 = 80,9d

0,303 ≥ d ≥ 0,118

u*c2 = 134,6d31/32

0,118 ≥ d ≥ 0,0565

u*c2 = 55,0d

0,0565 ≥ d ≥ 0,00065

u*c2 = 8,41d11/32

0,0065 ≥ d

u*c2 = 226d

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

32

Dimana, u*c2 : Kecepatan geser kritis (m2/s)
g

: Percepatan gravitasi (m/s2)

R

: Jari-jari hidraulis (m)

I

: Gradien hidraulis

d

: Ukuran butiran sedimen (cm)

II.3.2.2. Kecepatan Endap pada Kantong Lumpur
Dalam rumus-rumus ini, penentuan kecepatan endap amat penting karena
sangat berpengaruh terhadap dimensi kantong lumpur. Ada dua metode yang bisa
digunakan untuk menentukan kecepatan endap yakni:
1. Pengukuran di tempat, yaitu pengukuran kecepatan endap terhadap
contoh-contoh yang diambil dari sungai adalah metode yang paling
akurat jika dilaksanakan oleh tenaga berpengalaman. Metode ini
dijelaskan dalam “ Konstruksi Cara-Cara untuk Mengurangi
Angkuran Sedimen yang akan Masuk ke Intake dan Saluran Irigasi”
(DPMA,1981). Dalam metode ini dilakukan analisis tabung
pengendap (settling tube) terhadap contoh air yang diambil dari
lapangan.
2. Dalam metode kedua, digunakan grafik Shields untuk kecepatan
endap bagi partikel-partikel individual (discrete particles) dalam air
yang tenang. Rumus Velikanov menggunakan faktor koreksi guna
mengkompensasi penggunaan harga-harga kecepatan endap ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

33

Faktor-faktor lain yang dipertimbangkan dalam pemilihan dimensi kantong lumpur
adalah:
1. Kecepatan aliran dalam kantong lumpur hendaknya cukup rendah, sehingga
partikel yang telah mengandap tidak menghambur lagi
2. Turbulensi yang mengganggu proses pengendapan harus dicegah
3. Kecepatan hendaknya tersebar secara merata di seluruh potongan melintang,
sehingga sedimentasi juga tersebar merata.
4. Kecepatan aliran tidak boleh kurang dari 0,30 m/detik, guna mencegah
tumbuhnya vegetasi
5. Peralihan/transisi dari pengambilan ke kantong dan dari kantong ke saluran
primer harus mulus, tidak menimbulkan turbulensi atau pusaran

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

34

Gambar 2.7 Hubungan antara diameter saringan dan kecepatan endap untuk air tenang

II.3.2.3. Volume Tampungan
Tampungan sedimen di luar (di bawah) potongan melintang air bebas dapat
mempunyai beberapa macam bentuk. gambar 2.9 memberikan beberapa mode
pembuatan volume tampungan. Volume tampungan bergantung kepada banyaknya
sedimen (sedimen dasar maupun sedimen melayang) yang akan diendapkan hingga
tiba saat pembilasan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

35

-

Banyaknya sedimen yang terbawa masuk dapat ditentukan dari:

-

Pengukuran langsung di lapangan

-

Rumus angkutan sedimen yang cocok (Einstein-Brown, Meyer-Peter Muller),
atau kalau tidak ada data yang andal

-

Kantong lumpur yang ada di lokasi lain yang sejenis.

Sebagai perkiraan kasar yang masih harus dicek ketepatannya, jumlah bahan
dalam aliran masuk yang akan diendapkan adalah 0,5 0/00. Kedalaman tampungan di
ujung kantong lumpur (ds pada gambar 2.8) biasanya sekitar 1,0 m untuk jaringan
kecil (sampai 10 m3/dt), hingga 2,50 m untuk saluran yang sangat besar (100 m3/dt).
Untuk menghitungan estimasi volume tampungan dan volume yang tersedia pada
settling basin untuk mengendapkan sedimen adalah sebagai berikut:
a) Volume Tampungan yang dibutuhkan
Qr = 86.400 x Q/n x Rs x Rc x Fi .....................................(2.22)
Dimana : Qr : Volume yang dibutuhkan untuk kantong lumpur
(m3)
Q : Debit rencana (m3/s)
n : Jumlah jalur
Rs : Rasio material melayang/suspended (0,01%)
Rc : Kandungan muatan melayang dengan ukuran
Partikel 0,2 mm (95%)
Fi : Interval pembilasan (11 hari)
b) Volume kantong lumpur yang tersedia
Qv = b x { W’ x L1 + D x (L-L1)} .............................(2.23)
Dimana : Qv : Volume kantong lumpur dalam kolam endap

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

36

(m3)
b : Lebar settling basin (m)
W’μ Ketinggian beranda sedimen hilir (m)
L : panjang settling basin (L1+ L2 + L3, m)
L1 : Panjang beranda sedimen (m)
L2 : Jarak antara beranda hilir dan titik dimana
Partikel minimum dapat terendapkan
Sepenuhnya (m)
L3 : Panjang tambahan dari saluran (terletak di akhir
saluran sedimen, m)
D : Ketebalan dari sedimen (di titik dimana partikel
Minimum terendapkan sepenuhnya, m)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

37

Gambar 2.8 Potongan Melintang dan Potongan Memanjang Kantong Lumpur yang
Menunjukkan Metode Pembuatan Tampungan (KP-02)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

38

II.3.3. Pembersihan Kantong Lumpur
II.3.3.1. Pembersihan Secara Hidrolis
Pembilasan secara hidrolis membutuhkan beda tinggi muka air dan debit yang
memadai pada kantong lumpur guna menggerus dan mengelontor bahan yang telah
terendap kembali ke sungai. Frekuensi dan lamanya pembilasan bergantung pada
banyaknya bahan yang akan dibilas, tipe bahan kohesif atau nonkohesif dan tegangan
geser yang tersedia oleh air. Kemiringan dasar kantong serta debit pembilasan
hendaknya di dasarkan pada besarnya tegangan geser yang diperlukan yang akan
dipakai untuk menggerus sedimen yang terendap. Dianjurkan untuk mengambil debit
pembilasan sebesar yang dapat diberikan oleh pintu pengambilan dan beda tinggi
muka air. Untuk keperluan-keperluan perencanaan, debit pembilasan diambil 20%
lebih besar dari debit normal pengambilan. Tegangan geser yang diperlukan
tergantung pada tipe sedimen yang bisa berupa:
-

Pasir lepas, dalam hal ini parameter yang terpenting adalah ukuran butirnya
atau,

-

Partikel-partikel pasir, lanau dan lempung dengan kohesi tertentu. Jika bahan
yang mengendap terdiri dari pasir lepas, maka untuk menentukan besarnya
tegangan geser dapat dipakai diagram Shield. Pada gambar 2.9. Besarnya
tegangan geser dan kecepatan geser untuk diameter pasir terbesar yang akan
dibilas sebaiknya dipilih di atas harga kritis. Dalam grafik ini ditunjukkan
dengan kata bergerak (“movement”).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

39

Gambar 2.9 Diagram shield

Untuk keperluan perhitungan pendahuluan, kecepatan rata-rata yang
diperlukan selama pembilasan dapat diandaikan sebagai berikut:
-

1,0 m/dt untuk pasir halus

-

1,5 m/dt untuk pasir kasar

-

2,0 m/dt untuk kerikil dan pasir kasar

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

40

Bagi bahan-bahan kohesif, dapat dipakai gambar 2.10 dibawah ini yang
diturunkan dari data USBR oleh Lane. Makin tinggi kecepatan selama pembilasan,
operasi menjadi semakin cepat. Namun demikian, besarnya kecepatan hendaknya
selalu di bawah kecepatan kritis, karena kecepatan super kritis akan mengurangi
efektifitas proses pembilasan.

Gambar 2.10 Tegangan Geser Kritis dan Kecepatan Geser Kritis sebagai Fungsi
Besarnya Butir untuk ρs = 2650 kg/m3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

41

II.3.3.2. Pembersihan secara manual/mekanis
Pembersihan kantong lumpur dapat juga dilakukan dengan peralatan mekanis.
Pembersihan kantong lumpur secara menyeluruh jarang dilakukan secara manual.
Dalam hal-hal tertentu, pembersihan secara manual bermanfaat untuk dilakukan di
samping pembilasan secara hidrolis terhadap bahan-bahan kohesif atau bahan-bahan
yang sangat kasar. Dengan menggunakan tongkat, bahan endapan ini dapat diaduk
dan dibuat lepas sehingga mudah terkuras dan hanyut. Pembersihan secara mekanis
bisa menggunakan mesin pengeruk, pompa (pasir), singkup tarik/backhoe atau
mesin-mesin sejenis itu. Semua peralatan ini mahal dan sebaiknya tidak usah dipakai.

Gambar 2.11 Gaya Geser pada bahan kohesif

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

42

II.3.4 Pemeriksaan Terhadap Berfungsinya Kantong Lumpur
Perencanaan kantong lumpur hendaknya mencakup cek terhadap efisiensi
pengendapan dan efisiensi pembilasan.
II.3.4.1. Efisiensi Pengendapan
Untuk mencek efisiensi kantong lumpur, dapat dipakai grafik pembuangan
sedimen dari Camp.
Dengan menggunakan grafik Camp, efisiensi proses pengendapan untuk
partikelpartikel dengan kocepatan endap yang berbeda-beda dari kecepatan endap
partikel rencana, dapat dicek. Suspensi sedimen dapat dicek dengan menggunakan
kriteria Shinohara Tsubaki. Bahan akan tetap berada dalam suspensi penuh jika:

................................................................................................................(2-24)
Dimana: v* = Kecepatan geser (ghI)0,5 dalam m/detik
g = Percepatan gravitasi (m/detik2)
h = Kedalaman air (m)
I = Kemiringan garis energi
w = Kecepatan endap sedimen (m/detik)
Efisiensi pengendapan sebaiknya dicek untuk dua keadaan yang berbeda:
-

untuk kantong kosong

-

untuk kantong penuh

Untuk kantong kosong, kecepatan minimum harus dicek. Kecepatan ini tidak boleh
terlalu kecil yang memungkinkan tumbuhnya vegetasi atau mengendapnya
partikelpartikel lempung.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

43

Menurut Vlugter, untuk:

1

.......................................................................................................(2-25)

Dimana: v = Kecepatan rata-rata (m/detik)
w = Kecepatan endap sedimen (m/detik)
I = Kemiringan garis energi
semua bahan dengan kecepatan endap w akan berada dalam suspensi pada
sembarang konsentrasi. Apabila kantong penuh, maka sebaiknya dicek apakah
pengendapan masih efektif dan apakah bahan yang sudah mengendap tidak akan
menghambur lagi. Yang pertama dapat dicek dengan menggunakan grafik Camp
(gambar 2.12) dan yang kedua dengan grafik Shields (gambar 2.8).

Gambar 2.12 Grafik Pembuangan Sedimen Camp untuk Aliran Turbulensi
(Camp,1945)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

44

II.3.4.2 Efisiensi Pembilasan
Efisiensi pembilasan bergantung kepada terbentuknya gaya geser yang
memadai pada permukaan sedimen yang telah mengendap dan pada kecepatan yang
cukup untuk menjaga agar bahan tetap dalam keadaan suspensi sesudah itu. Gaya
geser dapat dicek dengan grafik Shields (gambar 2.8); dan kriteria suspensi dari
Shinohara/Tsubaki (Persamaan 2-24)
II.4 Erosi dan Angkutan Sedimen
Erosi adalah pemindahan dan transportasi material permukaan bumi yang
kebanyakan berupa tanah dan debris batuan (regolith), bahan-bahan yang tererosi
secara alami.( HR. Mulyanto)
Proses dari erosi yaitu tanah dapat tererosi yakni terlepas dari lokasinya, oleh
aksi angin, air, gaya gravitasi (tanah longsor), dan aktivitas manusia. Erosi oleh air
dapat dianggap dimulai oleh pelepasan partikel-partikel tanah oleh hempasan
percikan air hujan. Proses-proses percikan dan aliran permukaan itulah yang
menyebabkan erosi lapisan (sheet erosion), yakni degradasi permukaan tanah yang
relatif merata (Ray K. Linsley, JR 1982).
Sedimen yang dibawa oleh aliran air pada sungai disebabkan oleh beberapa
faktor, kemungkinan terbesar adalah akibat erosi pada dasar sungai dan tebing
sungai. Aliran air akan membawa hanyut bahan-bahan sedimen, yang menurut
mekanisme pengangkutannya dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

45

1. Muatan dasar (bed load)
Pergerakan partikel di dalam aliran air sungai dengan cara
menggelinding, meluncur dan meloncat-loncat di atas permukaan dasar
sungai.
2. Muatan melayang (suspended load)
Terdiri dari butiran halus yang senantiasa melayang di dalam aliran
sungai. Kecenderungan partikel untuk mengendap selalu terkompensasi oleh
aksi difusif dari aliran turbulen air sungai.
Pembedaan yang tajam antara keduanya cukup sulit. Kriteria umum untuk
menentukan muatan layang ialah perbandingan antara kecepatan gesek (u*) dan
kecepatan jatuh (w), yaitu apabila u*/w > 1,5 maka termasuk sebagai muatan
melayang. Sedangkan untuk muatan dasar dibatasi bahwa elevasi partikel pada saat
pergerakannya di dalam air maksimum 2 sampai 3 kali dari ukuran diameter
butirnya, jika lebih dari itu maka termasuk muatan melayang.(Fadlun, 2009)
Sedimen dari sungai harus dielakkan pada tubuh bendung beserta
bangunanbangunan pelengkapnya, sehingga tidak mencapai saluran pembawa
(primer, sekunder, maupun tersier). Penumpukan sedimen di saluran irigasi akan
mempersingkat umur pelayanan jaringan irigasi karena pendangkalan dan penurunan
kapasitas. Selanjutnya, penumpukan sedimen di petak sawah akan menaikkan
permukaan sawah, sehingga mempersulit air untuk mencapai permukaan sawah dan
mengairi sawah. Partikel sedimen yang halus bahkan bisa menyumbat pori-pori tanah
dan menghambat penyerapan air oleh tanaman. Meskipun demikian tidak semua
fraksi sedimen berpotensi merusak jaringan irigasi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

46

Fraksi sedimen batuan dan bed load biasanya sudah teratasi dengan
konstruksi pembilas bawah (under sluice) sehingga tidak masuk ke intake. dalam
kondisi debit normal. Tetapi fraksi pasir, lanau, dan lempung akan terbawa melewati
pintu intake dan dapat mencapai saluran irigasi dan petak sawah. Fraksi lanau dan
lempung (< 70 m) diperbolehkan masuk ke sawah, karena dapat meningkatkan
kesuburan tanah (Puslitbang Pengairan, 1986). Fraksi pasir (> 0.063 mm), disisi lain,
harus ditahan jangan sampai masuk ke sawah. Fraksi pasir ini diusahakan untuk
mengendap di penangkap sedimen (sediment trap/settling basin), yang berada di hilir
pintu pengambilan (intake).
Pada kenyataannya pada tiap satu satuan waktu pergerakan angkutan sedimen
yang dapat diamati adalah bed load dan suspended load, sehingga penjumlahan
keduanya dapat didefinisikan sebagai total load transport. Beban total inilah yang
disebut dengan angkutan sedimen.
Menurut Mulyanto faktor-faktor yang terpenting yang menentukan kuantitas
produksi sedimen (sediment yield) suatu DAS antara lain sebagai berikut:
1. Tinggi curah hujan dan intensitasnya.
2. Jenis tanah dan formasi geologi.
3. Tetumbuhan penutup.
4. Tata guna lahan.
5. Topografi DAS.
6. Erosi lahan tinggi, kemiringan lereng lahan, berat jenis dan trase alur patusan
alam, bentuk dsn luas DAS.
7. Run off: koefisien run off dari DAS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

47

II.4.1 Formula Angkutan Sedimen untuk Muatan Melayang
Sedimen yang masuk ke intake sebagian besar adalah golongan muatan
melayang karena muatan dasar tertahan di bawah ambang intake dan dibilas melalui
undersluice/scouring sluice. Metode-metode yang dipakai dalam perhitungan
angkutan sedimen adalah persamaan-persamaan sebagai berikut:
1. Metode Lane and Kalinske (1941)
2. Metode Einstein (1950)
3. Metode Seksi Hidrometri (1985)
II.4.1.1 Metode Lane and Kalinske (1941)
Analisis perhitungan:
1
1

....................................................................................(2-26)

.................................................................................................(2-27)

Dimana: qsw = Besar Muatan melayang/suspended load {(kg/s)/m}
q

= Debit aliran per satuan lebar {(m3/s)/m}

ω = Kecepatan jatuh (m/s)
PL = Koefisien yang bergantung pada kecepatan relatif dan
n

= Koefisien Manning

a

= Ketebalan muatan dasar (m)

Df

= Kedalaman Aliran (m)

Ca

= Konsentrasi Sedimen melayang (ppm)

U* =Kecepatan geser (m/s)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

48

Gambar 2.13 Hubungan antara PL dan ω/U* (Lane dan Kalinske,1941)

II.4.1.2 Metode Einstein

=

2

2

1

.................................................(2-28)

...........................................................................................................(2-29)

11

=

........................................................................................................(2-30)

.........................................................................................................(2-31)
............................................................................................................(2-32)
........................................................................................................(2-33)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

49

Parameter x:

Gambar 2.14 Faktor koreksi pada distribusi kecepatan logaritmik (Einstein,1950)
Parameter I1:

Gambar 2.15 Fungsi I1 pada A untuk harga Z yang berbeda (Einstein,1950)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

50

Parameter I2:

Gambar 2.16 Fungsi I2 pada A untuk harga Z yang berbeda (Einstein,1950)

II.4.1.3 Metode Seksi Hidrometri (1985)
̅

Dimana :
k

...............................................................................................(2-34)
= Debit sedimen (Ton/hari)

̅

= konstanta (0,0864) konversi dari satuan berat, volume dan waktu
= Konsentrasi sedimen (mg/L)

Qw = Debit aliran (m3/detik)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA