Studi Sedimentasi di Bendung Namu Sira-Sira dan Kaitannya Terhadap Tinggi Mercu Bendung
PENGAMBILAN ELEVASI DENG
(2)
KONDISI SEDIMEN DI HULU BENDUNG
(3)
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Linsley, Ray K. 2007. Teknik Sumber Daya Air, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1995.
Soekarto B.Sc, Haryanto, Irfan BE, Ilmu Irigasi 2, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Jakarta, 1980.
Data Lapangan, Daerah Irigasi Namu Sira Sira Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera
Utara.
Direktorat Jenderal Pengairan Departemen PU. KP – 01 Standar Perencanaan Irigasi,
Galang Media, 1986.
Direktorat Jenderal Pengairan Departemen PU. KP – 02 Standar Perencanaan Irigasi,
Galang Media, 1986.
Direktorat Jenderal Pengairan Departemen PU. KP – 04 Standar Perencanaan Irigasi,
Galang Media, 1986.
Bowles, J.E. (1993). Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah).
Penerbit Erlangga. Jakarta.
Yang, C.T. (2003). Sedimen Transport. Kieger Publishing Company, Malabar,
Florida.
(5)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian
Letak geografis daerah Namu Sira-sira berada pada kisaran 3’ 31’ LU dan 98’ 27’ BT. Mencakup empat bagian kecamatan yaitu kecamatan Sei Binge, Kecamatan Kuala, Kecamatan Selesai, dan Kecamatan Binjai Selatan. Kecamatan yang paling luas mendapat pelayanan dari irigasi Namu Sira – Sira adalah Kecamatan Sei Binge.
(6)
3.2. Pengumpulan Data
Data diperoleh menggunakan data-data yang pernah dicatat dan di desain oleh instansi yang berkepentingan dalam hal ini DPU Pengairan Sumatera Utara dan data mentah yang diambil langsung di lapangan. Data tersebut kemudian diolah menjadi data siap pakai yang nantinya menjadi masukan dalam analisa selanjutnya.
Adapun data tersebut adalah: 1) Peta
Peta lokasi bendung Namu Sira-Sira
2) Data Bendung
Grafik elevasi dan volume air bendung
Data elevasi mercu pelimpah dan lebar pelimpah Data elevasi tanggul
Data jaringan irigasi bendung
(7)
3.3. Metode Diagram Alir
(8)
BAB IV
ANALISA DATA
4.1.
Analisa Sedimen
Setelah pengambilan sampel di lapangan, dilakukan uji laboratorium yang
menghasilkan distribusi ukuran sedimen. Selanjutnya dicari diameter rata-rata.
Mencari diameter rata-rata, jika ukuran sedimen tidak simetris dapat digunakan cara
Skewness:
Otto (1939) dan Inman (1952) mendefenisikan diameter rata-rata sebagai berikut:
Sebelum mencari diameter rata-rata, terlebih dahulu mencari nilai Ø dengan
persamaan sebagai berikut:
Untuk Sampel 1
Ø84
Ø50
k
Ø16
(9)
Untuk Sampel 2
Ø
84Ø
50Ø
16Untuk Sampel 3
Ø84
Ø50
Ø16
Maka, diameter rata-rata adalah sebagai berikut:
Untuk Sampel 1
(10)
Untuk Sampel 2
M
ØUntuk Sampel 3
M
ØDidapat nilai Standar Deviasi (σ
Ø) sebagai berikut:
Untuk Sampel 1
Untuk Sampel 2
Untuk Sampel 3
σ
Øσ
Øσ
ØNilai dari M84, Ø50
, dan σ
Ø disubstitusikan ke persamaan 2.29 sebagai berikut:α
ØUntuk Sampel 1
Untuk Sampel 2
Untuk Sampel 3
α
Øα
Øα
Ø(11)
Suatu nilai skewness yang negative mengindikasikan bahwa distribusi
condong kepada ukuran PH yang lebih kecil (ukuran butiran yang lebih besar ).
Sumber: Analisa dan Perhitungan
Tabel 4.1 Analisa Perbandingan Ukuran Sedimen yang Tidak Simetris
4.2.
Analisa Butiran Sedimen
Sampel yang diambil di lapangan dikelompokkan pada tiga sampel yang
dianggap mewakili sedimen yang terdapat di hulu mercu. Kemudian ketiga sampel ini
diuji di laboratorium dan didapat analisa butiran sedimennya sebagai berikut:
a.
Sampel Satu
A. Fraksi Kasar Berat Tanah Kering = 952.00 gr
Saringan Berat diatas JlhBrtdiatas Persen diatas Persen melalui Persen seluruh
Nomor (gr) (gr) (%) (%) Contoh melalui (%)
3 inch - - - 100.00 100.00
1 inch - - - 100.00 100.00
3/4 inch - - 0.00 100.00 100.00
1/2 inch - 0.00 0.00 100.00 100.00
Tabel 4.2.1 Analisa Butiran Sedimen Satu Fraksi Halus
Sampel
Φ
84(mm)Φ
50(mm)Φ
16(mm)M
φ(mm)
σ
φα
φ(mm)
1
1
1
2
1,5
0,5
1
2
1
1
2,05
1,525
-0,525
-1
(12)
B. Fraksi Sedang Berat Tanah Kering = 952.00 gr
Saringan Berat diatas JlhBrtdiatas Persen diatas Persen melalui Persen seluruh
Nomor (gr) (gr) (%) (%) Contoh melalui (%)
3/8 inch - 0.00 0.00 100.00 100.00
No. 4 0.00 0.00 0.00 100.00 100.00
No. 8 0.00 0.00 0.00 100.00 100.00
Tabel 4.2.2 Analisa Butiran Sedimen Satu Fraksi Sedang
C. Fraksi Halus Berat Tanah Kering = 952.00 gr
Saringan Berat diatas JlhBrtdiatas Persen diatas Persen melalui Persen seluruh
Nomor (gr) (gr) (%) (%) Contoh melalui (%)
No. 10 474.00 474.00 49.79 50.21 50.21
No. 20 44.00 518.00 54.41 45.59 45.59
No. 40 116.00 634.00 66.60 33.40 33.40
No. 60 136.00 770.00 80.88 19.12 19.12
No. 80 98.00 868.00 91.18 8.82 8.82
No. 100 48.00 916.00 96.22 3.78 3.78
No. 200 28.00 952.00 99.16 0.84 0.84
Table 4.2.3 Analisa Butiran Sedimen Satu Fraksi Halus
(13)
b.
Sampel Dua
A. Fraksi Kasar Berat Tanah Kering = 918.00 gr
Saringan Berat diatas JlhBrtdiatas Persen diatas Persen melalui Persen seluruh
Nomor (gr) (gr) (%) (%) Contoh melalui (%)
3 inch - - - 100.00 100.00
1 inch - - - 100.00 100.00
3/4 inch - - 0.00 100.00 100.00
1/2 inch - 0.00 0.00 100.00 100.00
Tabel 4.3.1 Analisa Butiran Sedimen Sampel Dua Fraksi Kasar
B. Fraksi Sedang Berat Tanah Kering = 918.00 gr
Saringan Berat diatas JlhBrtdiatas Persen diatas Persen melalui Persen seluruh
Nomor (gr) (gr) (%) (%) Contoh melalui (%)
3/8 inch - 0.00 0.00 100.00 100.00
No. 4 0.00 0.00 0.00 100.00 100.00
No. 8 0.00 0.00 0.00 100.00 100.00
Tabel 4.3.2 Analisa Butiran Sedimen Sampel Dua Fraksi Sedang
C. Fraksi Halus Berat Tanah Kering = 918.00 gr
Saringan Berat diatas JlhBrtdiatas Persen diatas Persen melalui Persen seluruh
Nomor (gr) (gr) (%) (%) Contoh melalui (%)
No. 10 460 460 50.11 49.89 49.89
No. 20 46 506 55.12 44.88 44.88
No. 40 106 612 66.67 33.33 33.33
No. 60 136 748 81.48 18.52 18.52
No. 80 100 848 92.37 7.63 7.63
No. 100 40 888 96.73 3.27 3.27
No. 200 24 912 99.35 0.65 0.65
(14)
Gambar 4.2 Grafik Analisa Butiran Sedimen Sampel Dua
c.
Sampel Tiga
A. Fraksi Kasar Berat Tanah Kering = 1078.00 gr
Saringan Berat diatas JlhBrtdiatas Persen diatas Persen melalui Persen seluruh
Nomor (gr) (gr) (%) (%) Contoh melalui (%)
3 inch - - - 100.00 100.00
1 inch - - - 100.00 100.00
3/4 inch - - 0.00 100.00 100.00
1/2 inch - 0.00 0.00 100.00 100.00
Tabel 4.4.1 Analisa Butiran Sedimen Sampel Tiga Fraksi Kasar
B. Fraksi Sedang Berat Tanah Kering = 1078.00 gr
Saringan Berat diatas JlhBrtdiatas Persen diatas Persen melalui Persen seluruh
Nomor (gr) (gr) (%) (%) Contoh melalui (%)
3/8 inch - 0.00 0.00 100.00 100.00
No. 4 0.00 0.00 0.00 100.00 100.00
No. 8 0.00 0.00 0.00 100.00 100.00
Tabel 4.4.2 Analisa Butiran Sedimen Sampel Tiga Fraksi Sedang
(15)
Saringan Berat diatas JlhBrtdiatas Persen diatas Persen melalui Persen seluruh
Nomor (gr) (gr) (%) (%) Contoh melalui (%)
No. 10 586.00 586.00 54.36 45.64 45.64
No. 20 56.00 642.00 59.55 40.45 40.45
No. 40 118.00 760.00 70.50 29.50 29.50
No. 60 146.00 906.00 84.04 15.96 15.96
No. 80 98.00 1004.00 93.14 6.86 6.86
No. 100 36.00 1040.00 96.47 3.53 3.53
No. 200 26.00 1078.00 98.89 1.11 1.11
Tabel 4.4.3 Analisa Butiran Sedimen Sampel Tiga Fraksi Halus
Gambar 4.3 Grafik Analisa Butiran Sedimen Sampel 3
4.3.
Perhitungan Fall Velocity
Berdasarkan data analisa distribusi sedimen pada pembahasan sebelumnya,
maka kecepatan jatuh (fall velocity) dapat dihitung dan pada perhitungan di bawah ,
suhu air diasumsikan sebesar 30°C. Data dapat dilihat pada Tabel Viskositas Air.
(16)
Temperatur °C
ViskositasKinematik (m
2/s) x 10
-60
1,79
10
1,31
20
1,00
30
0,801
40
0,658
50
0,554
60
0,474
70
0,413
80
0,365
90
0,326
100
0,294
Tabel 4. 5 Viskositas Air
Dari tabel viskositas di atas dan data analisa ukuran sedimen sampel 1, 2,
dan 3 di ambil nilai D50
sebagai representasi ukuran sedimen untuk perhitungan fall
velocity. Dan nilai density air adalah 1,0 m/s
2, sehingga kecepatan jatuh dihitung
sebagai berikut:
(17)
•
Untuk sampel 1
ω
•
Untuk sampel 2
ω
•
Untuk sampel 3
ω
(18)
LUAS AREA ENDAPAN : M²231.011
42000000.0000
100000000.0000
42 m
100 m
ENDAPAN DI HULU BENDUNG NAMU SI RA SI RA
4.4.
Volume Sedimen Dengan Hasil Pengukuran di Lapangan
Volume sedimen di hulu mercu bendung hampir memenuhi seluruh
tampungan mati. Dari hasil pengukuran di lapangan, gambaran sedimen ditunjukkan
dalam sketch sebagai berikut:
Gambar 4.4 Gambar Skecth Endapan
Dari gambar terlihat endapan menyebar di sebelah kiri bendung karena
adanya kerusakan pintu, sehingga sedimen menumpuk di bagian kiri bendung.
Dari hasil perhitungan AutoCad potongan melintang, didapat volume
sedimen yang dihitung berdasarkan station yang dibuat berjarak 20 m. hasilnya
dirata-ratakan agar didapat nilai yang lebih mendekati, sebagai berikut:
(19)
ENDAPAN DI HULU MERCU BENDUNG NAMU SIRA SIRA
Description : SEDIMENT
No Sta
Area Average Area Length Quantity
Remarks ( sq.m ) ( sq.m ) ( m ) ( cu.m )
1 0+000
76,380 75,750 20,00 1.515,00 2 0+020
75,120 79,480 20,00 1.589,60 3 0+040
83,840 80,425 20,00 1.608,50 4 0+060
77,010 76,380 20,00 1.527,60 5 0+080
75,750 75,700 20,00 1.514,00 6 0+100
75,650
Total Quantity 7.754,70
Tabel 4.3 Volume Sedimen di hulu mercu bendung
4.5.
Perhitungan Volume Sedimen dengan Metode Engelund Hansen
Angkutan sedimen dihitung dengan menggunakann metode Engelund &
Hansen. Terlebih dahulu dicari nilai; luas penampang (A), keliling basah (P), jari-jari
hidrolis (R), kecepatan aliran (v), dan tegangan geser (
).
(20)
D=2,1 m
W=42 m
•
Luas penampang (A)
A = W x D
= 42 x 2,1
= 88,2
•
Kelilingbasah (P)
P = W+2D
= 42+4,2
= 46,2 m
•
Jari-jari hidrolis (R)
R =
R=
= 1,91m
•
Kecepatan aliran (V)
V =
(21)
= 0,283 m/detik
•
Tegangan geser (
)
=
= 1000 x 2,1 x0,000166
= 0,3486
= 0,4 kg/
Maka angkutan sedimen dengan metode Engelund dan Hansen:
=
= 1,442 x 10
-5kg/m/ detik
•
Muatan sedimen
= 42 m x 1,442 x 10
-5kg/m/ detik
= 6,0557 kg/detik
= 52,3215 kg/hari
(22)
v =
=
= 19,744 m
3/ hari
*1 bulan = 30 hari
•
Untuk 1 bulan
Qs = 19,744 m
3/ hari x 30 hari
= 592,32 m
3/ bulan
•
Untuk 1 tahun
Q
s= 592,32 m
3/ bulan x 12
= 7107,826 m
3/ tahun
Sehingga, dengan asumsi pertumbuhan laju sedimen tiap tahun adalah sama,
maka didapat muatan sedimen selama 22 tahun ( sejak awal mula bendung berfungsi
tahun 1992 hingga tahun 2014) adalah sebesar:
•
Selama 22 tahun
Qs = 7107,826 m
3/ tahun x 22
= 156.372,1677 m
3Perhitungan yang di dapat tanpa adanya
flushing (pembilasan di kantong lumpur), tetapi karena adanya pembilasan,maka
sedimen yang ada sesuai dengan pengukuran di lapangan.
•
Perhitungan muatan sedimen berdasarkan
pengukuran di lapangan
(23)
4.6.
Perbandingan Muatan Sedimen Metode Engelund & Hansen dan
Berdasarkan Pengukuran di Lapangan
Didapat muatan sedimen berdasarkan perhitungan dengan metode Engelund
dan Hansen adalah sebesar 406.794,96 m
3dan dengan hasil pengukuran di lapangan
adalah sebesar 7.754,7 m
3, maka di dapat pertumbuhan laju sedimen adalah sebesar :
selama 22 tahun
Sehingga,pertumbuhan laju sedimen yang tertinggal pertahunnya adalah
sampai pada tahun 2014.
Maka untuk umur 100 tahun ,banyaknya sedimen yang mengendap adalah
sebesar 8,6% dari total sedimen yg mengendap (tanpa memperhitungkan pembilasan)
yaitu sekitar 349.843,665 m
3.
4.8 Perbandingan dengan tinggi elevasi mercu bendung.
Kapasitas tampungan mati pada bendingan adalah sebesar:
Q =42 x 100 x 2,1
=
dibandingkan dengan laju tingkat pertumbuhan sedimen
Maka didapat:
8.820 m
3=
x lamanya waktu pengendapan Y tahun
(24)
Dengan demikian didapat kesimpulan :
Jika keadaan bendung tidak mengalami perubahan maka tampungan mati
bending akan penuh dalam 2,5 tahun kedepan.jika dead storge penuh, maka bending
tidak dapat berfungsi dengan baik lagi.
(25)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Ada beberapa kesimpulan yang bisa kita ambil dari hasil penelitian ini yaitu:
1. Penyebab utama sedimen yang mengendap di mercu hulu adalah kerusakan pintu
pembilas sebelah kanan sehingga sedimen yang seharusnya masuk ke saluran
pembilas tetap tinggal di hulu mercu bendung.
2. Dari hasil perhitungan distribusi sedimen dengan cara skewness pada setiap sampel
menunjukkan bahwa nilai skewness dominan negative mengindikasikan bahwa
distribusi condong kepada ukuran phi yang kecil (ukuran butiran yang besar).
3. Dari hasil perhitungan yang dilakukan dengan metode Engelund and Hansen
jumlah sedimen yang didapat sebesar 1.078.014,96 ton adalah tanpa
memperhitungkan pembilasan, sehingga untuk mendapatkan jumlah
sedimen,dilakukan pengukuran langsung di lapangan dan didapat hasilnya adalah
sebesar 20.549,955 ton.
4. Dengan keadaan sedimen yang demikian besar telah terjadi kekeringan dimusim
kemarau dan kebanjiran pada musim hujan, karena volume air yang seharusnya
dibendung telah digantikan oleh volume sedimen yang mengendap di hulu mercu
bendung.
(26)
5.2 Saran
1. Perlu adanya pengerukan di hulu mercu bendung agar sedimen yang mengendap
tidak memenuhi tampungan mati (dead storage).
2. Perlu adanya perbaikan pintu pembilas sebelah kiri agar sedimen dialihkan ke
saluran pembilas.
3. Perlu adanya perawatan rutin yang dilakukan guna menjaga sedimen agar tidak
mengendap di daerah tampungan mati.
4. Membuat penangkap sedimen si daerah hulu agar sedimen yang masuk saluran
intake tidak banyak yang lolos.
5. Sebagai saran dapat dilakukan penelitian lanjutan mengenai kualitas dan kuantitas
serta nilai jual butiran material sedimen dalam kantong lumpur apakah bisa
menjadi bahan campuran pada bahan material untuk beton, perkerasan jalan
ataupun konstruksi lain.
(27)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Uraian Umum
Hidrologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang air dalam segala bentuknya (cairan, gas, maupun padat) di dalam dan di atas permukaan tanah. Termasuk di dalamnya adalah penyebaran, daur, dan perilakunya, sifat-sifat fisik dan kimianya, serta hubungannya dengan unsur-unsur hidup dalam air itu sendiri.
Sedangkan daur hidrologi itu sendiri adalah gerakan air laut ke udara yang kemudian jatuh ke permukaan tanah yang berupa air hujan dan akhirnya kembali lagi mengalir ke laut. Air tersebut juga akan tertahan (sementara) di sungai, danau, sungai dan dalam tanah sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia ataupun makhluk lainnya.
Jumlah air di Bumi adalah tetap. Perubahan yang dialami air di Bumi hanya terjadi pada sifat, bentuk, dan persebarannya. Air akan selalu mengalami perputaran dan perubahan bentuk selama siklus hidrologi berlangsung. Air mengalami gerakan dan perubahan wujud secara berkelanjutan. Perubahan ini meliputi wujud cair, gas, dan padat. Air di alam dapat berupa air tanah, air permukaan, dan awan.
Air tersebut mengalami perubahan wujud melalui siklus hidrologi. Matahari pada siang hari menyebabkan air di permukaan bumi mengalami evaporasi (penguapan) maupun transpirasi (penguapan oleh tumbuhan) menjadi uap air. Uap air akan naik hingga mengalami pengembunan (kondensasi) membentuk awan. Akibat pendinginan, butir-butir air di awan bertambah besar hingga akhirnya jatuh menjadi hujan (presipitasi).
Selanjutnya air hujan ini akan meresap ke dalam tanah (infiltrasi dan perkolasi) atau mengalir menjadi air permukaan (run-off). Baik aliran air bawah tanah maupun air
(28)
permukaan, keduanya mengalir menuju ke tubuh air di permukaan Bumi (laut, danau, dan sungai).
Secara umum siklus hidrologi dapat dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu: 1. Siklus Pendek
Penguapan terjadi di permukaan laut, terjadi kondensasi kemudian membentuk awan dan akhirnya terjadi hujan yang jatuh ke laut.
Gambar 2.1 Siklus Pendek
2. Siklus Sedang
Penguapan terjadi di permukaan laut, terjadi kondensasi kemudian membentuk awan, awan bergerak menuju daratan kemudian terjadi hujan di daratan dan akhirnya air mengalir melalui sungai menuju laut.
(29)
Gambar 2.2 Siklus Sedang
3. Siklus Panjang
Penguapan terjadi di permukaan laut, terjadi kondensasi, uap air terbawa angin dan membentuk awan di atas daratan hingga ke pegunungan tinggi, kemudian jatuh sebagai salju, terbentuk gletser, mengalir ke sungai dan kembali lagi ke laut.
(30)
2.2. Analisa hidrologi
Faktor-faktor hidrologi yang sangat berpengaruh terhadap terjadinya erosi lahan adalah curah hujan rata-rata. Intensitas hujan merupakan salah satu faktor yang menentukan besarnya debit banjir (banjir kiriman dan banjir lokal) bagi daerah tersebut. Semakin besar curah hujan yang ada maka semakin besar pula banjir yang terjadi sehingga mengakibatkan semakin besasr pula jumlah sedimen yang hanyut dalam aliran air akibat proses erosi. Dengan diketahui besarnya curah hujan pada suatu daerah maka dapat diketahui pula besarnya
intensitas hujan pada daerah tersebut, yang dapat digunakan untuk menghitung besarnya debit banjir pada daerah tersebut.
Untuk mendapatkan besarnya intensitas hujan rencana, perlu dilakukan perhitungan data curah hujan rata-rata DAS. Dalam perhitungan hujan areal ini ada beberapa rumus yang dapat digunakan untuk menghitungnya. Metode tersebut diantaranya adalah metode rata-rata Aljabar, metode Thiessen, dan metode Isohyet. Metode-metode tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1. Metode rata-rata Aljabar
Metode rata-rata Aljabar ditentukan dengan cara menjumlahkan tinggi hujan dari suatu tempat pengukuran selama jangka waktu tertentu, dibagi dengan jumlah pos pengukuran hujan. Penggunaan metode ini mendapatkan hasil yang memuaskan apabila dipakai pada daerah datar, serta curah hujan yang tidak bervariasi banyak dari harga tengahnya dan penempatan alat ukur yang tersebar merata. Metode ini disajikan dengan rumus: i n i
R
n
R
11
=Σ
(31)
dimana:
R = curah hujan rata-rata (mm)
Ri = curah hujan pada pos yang diamati (mm) n = banyak pos hujan
2. Metode Polygon Thiessen
Metode Thiessen ditentukan dengan cara membuat polygon antar pos hujan pada suatau wilayah DAS kemudian tinggi hujan rata-rata dihitung dari jumlah perkalian antara tiap-tiap luas polygon dan tinggi hujannya dibagi dengan luas seluruh DAS. Luas masing-masing polygon tersebut diperoleh dengan cara sebagai berikut:
a. Semua stasiun yang terdapat di dalam atau di luar DAS yang berpengaruh dihubungkan dengan garis sehingga terbentuk jaring-jaring segitiga.
b. Pada masing-masing segitiga ditarik garis sumbu tegak lurus, dan semnua garis sumbu tersebut membentuk polygon.
c. Luas daerah yang hujannya dianggap mewakili oleh salah satu stasiun yang bersangkutan adalah daerah yang dibatasi oleh polygon tersebut.
Metode ini cocok untuk menentukan tinggi hujan rata-rata, apabila pos hujannya tidak banyak dan tinggi hujannya tidak merata. Adapun rumus dari metode tersebut adalah:
i i i
A
R
A
R
Σ
×
Σ
(32)
dimana:
R = curah hujan rata-rata (mm)
Ri = curah hujan pada pos yang diamati (mm) Ai = luas yang dibatasi polygon (km
2 )
3. Metode Rata-rata Isohyet
Metode Isohyet ditentukan dengan cara menggunakan kontur tinggi hujan suatu daerah dan tinggu hujan rata DAS dihitung dari jumlah perkalian tinggi hujan rata-rata diantara garis Isohyet tersebut dibagi luas seluruh DAS. Metode ini cocok untuk daerah pegunungan dan yang berbukit-bukit. Adapun rumus dari metode ini adalah:
(
)
(
)
(
)
(
)
total n n nA
R
R
A
R
R
A
R
R
A
R
R
A
R
1 1 4 3 3 3 2 2 2 1 12
2
2
2
− −+
+
+
+
+
+
+
=
……… 2.3dimana:
R = curah hujan rata-rata (mm)
A1 – An = luas daerah yang dibatasi oleh garis Isohyet (km 2
) R1 – Rn = tinggi curah hujan pada setiap garis Isohyet (mm) Atotal = luas total DAS (km
2 )
(33)
2.3. Erosi
Erosi tanah merupakan suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan pergerakan air maupun angin. Proses erosi tanah yang disebabkan oleh air meliputi tiga tahap yang terjadi dalam keadaan normal di lapangan, yaitu :
1. Pemecahan bongkah-bongkah atau agregat tanah dalam butir-butir kecil atau partikel tanah.
2. Pemindahan atau pengangkutan butir-butir yang kecil sampai sangat halus.
3. Pengendapan partikel-partikel tersebut di tempat yang lebih rendah atau di dasar sungai (kemudian disebut dengan sedimentasi)
Hujan merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya erosi tanah. Tetesan air hujan merupakan media utama pelepasan partikel tanah. Pada saat butiran air hujan mengenai permukaan tanah yang gundul, partikel tanah dapat terlepas dan terlempar sampai beberapa sentimeter ke udara. Pada lahan datar partikel-partikel tanah tersebar lebih kurang merata ke segala arah, tetapi untuk lahan miring, terjadi dominasi ke arah bawah searah lereng. Partikel-partikel tanah yang terlepas ini akan menyumbat pori-pori tanah sehingga akan menurunkan kapasitas dan laju infiltrasi, maka akan terjadi genangan air di permukaan tanah, yang kemudian akan menjadi aliran permukaan. Aliran permukaan ini menyediakan energi untuk mengangkut pertikel-partikel yang terlepas baik oleh tetesan air hujan maupun oleh adanya aliran permukaan itu sendiri.
Untuk menghitung banyaknya erosi tanah yang terjadi digunakan metode Universal
Soil Loss Equation (USLE). USLE memungkinkan untuk memprediksi laju erosi rata-rata
lahan tertentu pada suatu kemiringan dengan pola hujan tertentu untuk setiap macam jenis tanah dan penerapan pengolahan lahan. USLE merupakan gabungan dari 4 (empat) parameter utama. Adapun persamaan USLE adalah sebagai berikut.
CP LS K R
(34)
dimana:
A = nilai kehilangan tanah R = indeks erovitas hujan K = nilai erodibilitas tanah LS = panjang kemiringan lereng CP = faktor pengelolaan & penanaman
Dengan penjelasan dari faktor-faktor di atas adalah sebagai berikut.
A : banyaknya tanah tererosi per satuan luas per satuan waktu, yang dinyatakan sesuai dengan satuan K dan periode R yang dipilih, dalam praktek dipakai satuan ton/ha/tahun
R : merupakan faktor erosivitas hujan di aliran permukaan, yaitu jumlah satuan indeks erosi hujan, yang merupakan perkalian antara energi hujan total (E) dengan intensitas hujan maksimum 30 menit (I30) untuk suatu tempat dibagi 100, biasanya diambil energi hujan tahunan dalam N/h dengan menggunakan model matematis yang dikembangkan oleh Utomo.
K : faktor erodibilitas tanah, yaitu laju erosi per indeks erosi hujan (R) untuk suatu jenis tanah tertentu dalam kondisi dibajak dan ditanami terus-menerus, yang diperoleh dari petak percobaan yang panjangnya 22,13 m dengan kemiringan seragam sebesar 9% tanpa tanaman, dalam satuan ton.h/ha.N
LS : faktor panjang kemiringan lereng (length of slope factor) yaitu nisbah antara besarnya erosi per indeks erosi dari suatu lahan dengan panjang dan kemiringan lahan tertentu terhadap besarnya erosi dari plot lahan dengan panjang 22,13 m dan kemiringan 9% di bawah keadaan yang identik, tidak berdimensi.
(35)
CP : faktor tanaman penutup lahan dan manajemen tanaman, yaitu nisbah antara besarnya erosi lahan dengan penutup tanaman dan manajemen tanaman tertentu terhadap lahan yang identik tanpa tanaman, tidak berdimensi. Faktor konservasi praktis yaitu rasio kehilangan tanah antara besarnya dari lahan dengan tindakan konservasi praktis dengan besarnya erosi dari tanah yang diolah searah lereng dalam keadaan yang identik, tidak berdimensi.
(36)
2.4. Sedimentasi
Sedimentasi adalah suatu proses terbawanya material hasil pelapukan dan erosi oleh air, angin, atau gletser untuk diendapkan di suatu wilayah. Proses sedimentasi berkaitan erat dengan peristiwa erosi sehingga dapat dikatakan sebagai suatu proses pengendapan hasil erosi oleh tenaga erosi pada tempat-tempat yang lebih rendah berupa cekungan seperti sungai, waduk, danau, dan sebagainya.
Banyaknya endapan sedimentasi hasil erosi menunjukkan tingkat sedimentasi yang tinggi. Akibat dari proses sedimentasi tersebut memberikan banyak dampak sebagai berikut: a. Di sungai, pengendapan sedimen di dasar sungai yang menyebabkan naiknya dasar
sungai, kemudian menyebabkan tingginya permukaan air sehingga dapat mengakibatkan banjir yang menimpa lahan-lahan yang tidak dilindungi (unprotected land). Hal tersebut dapat menybebabkan aliran mengering dan mencari alur baru.
b. Di saluran, jika saluran irigasi atau saluran pelayaran dialiri oleh air yang penuh sedimen akan terjadi pengendapan sedimen di dasar saluran. Hal ini akan memerlukan biaya yang cukup besar untuk pengerukan sedimen tersebut. Pada keadaan tertentu pengerukan sedimen menyebabkan terhentinya operasi saluran. c. Di waduk, pengendapan sedimen akan mengurangi volume efektifnya. Sebagian
besar jumlah sedimen yang dialirkan oleh waduk adalah sedimen yang dialirkan oleh sungai-sungai yang mengalir ke dalam waduk; hanya sebagian kecil yang berasal dari longsoran tebing waduk atau yang berasal dari gerusan tebing-tebing waduk oleh limpasan permukaan. Butir-butir yang kasar akan diendapakan di bagian hulu waduk, sedangkan yang halus diendapkan di dekat bendungan. Jadi sebagian besar sedimen akan diendapkan di bagian volume aktif waduk, dan sebagian dapat dibilas ke bawah, ketika terjadi banjir pada saat permukaan air waduk masih rendah.
(37)
d. Di bendungan atau pintu-pintu air, yang menyebabkan kesulitan dalam mengoperasikan pintu-pintu tersebut juga karena pembentukan pulau-pulau pasir (sand bars) di sebelah hulu bendungan atau pintu air akan mengganggu aliran air yang melalui bendungan atau pintu air. Di sisi lain, akan terjadi bahaya penggerusan terhadap bagian hilir bangunan, jika beban sedimen di sungai tersebut berkurang karena pengendapan di bagian hulu bendungan, maka aliran dapat mengangkut material alas sungai.
e. Di daerah sepanjang sungai, sebagaimana telah diuraikan di atas, banjir akan lebih sering terjadi di daerah yang tidak terlindung. Daerah yang dilindungi oleh tanggul akan aman, selama tanggulnya selalu dipertinggi sesuai dengan kenaikan dasar sungai, dan permukaan airnya akan mempengaruhi drainase daerah sekitar. Lama-kelamaan drainase dengan cara gravitasi tidak dimungkinkan lagi.
2.4.1. Pengertian Sedimentasi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata sedimen adalah benda padat berupa serbuk yang terpisah dari cairan dan mengendap di dasar bejana. Sedangkan dalam ilmu alam, kata sedimen digunakan sebagai material yang lepas dari permukaan bumi, yang dihasilkan dari pelapukan bebatuan dan kemudian terbawa karena angin, air atau es.
Sedimentasi merupakan proses terlepasnya butiran tanah dari induknya di suatu tempat dan terangkutnya material tersebut oleh gerakan air atau angin kemudian diikuti dengan pengendapan material yang terdapat di tempat lain (Suripin, 2002).
Sedimentasi menurut Suripin (2002) tergantung dari beberapa faktor yaitu karakteristik hujan, kemiringan lereng, tanaman penutup dan kemampuan tanah untuk menyerap dan melepas air ke dalam lapisan tanah dangkal, dampak dari erosi tanah dapat menyebabkan sedimentasi di sungai sehingga dapat mengurangi daya tampung sungai.
(38)
2.4.2. Sifat-sifat Sedimen
Sedimen bisa berasal dari erosi garis pantai, daratan yang dibawa oleh sungai, dan dari laut dalam yang terbawa arus ke daerah pantai. Sifat-sifat sedimen adalah sangat penting di dalam mempelajari proses erosi dan sedimentasi. Sifat-sifat tersebut adalah ukuran partikel dan distribusi butir sedimen, rapat massa, bentuk, kecepatan endap, tahanan terhadap erosi, dan sebagainya. Di antara beberapa sifat tersebut, distribusi ukuran butir adalah yang paling penting.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil sedimen adalah sebagai berikut: • Jumlah dan intensitas curah hujan.
• Tipe tanah dan formasi geologi. • Lapisan tanah.
• Tata guna lahan. • Topografi.
• Jaringan sungai yang meliputi kerapatan sungai, kemiringan sungai, bentuk, ukuran, dan jenis saluran.
2.4.3. Ukuran Partikel Sedimen
Skala besar butir yang biasa digunakan oleh para ilmuwan di Amerika Utara adalah karya J.A. Udden (1898, 1914). Udden mengembangkan suatu skala geometri dan
menggunakan istilah umum untuk menamakan setiap kelas besar butir (gravel, pasir, lanau, dan lempung). Pada 1922, Wentworth menyempurnakan skala Udden dengan
mempertimbangkan pendapat para ahli yang didapatkannya melalui kuestioner. Pada 1947, suatu komite ahli geologi dan hidrologi mendukung penggunaan skala dan istilah besar butir Wentworth, kecuali untuk granul (granule) (Lane dkk, 1947). Sejak itu, skala Udden-Wentworth digunakan secara luas oleh para peneliti di Amerika Utara. Kemudian, setelah
(39)
dilengkapi dengan notasi phi yang diperkenalkan oleh Krumbein pada 1938, skala besar butir Udden-Wentworth juga banyak dipakai di tempat lain.
Committee on Sedimentation dari National Research Council (Amerika Serikat) telah menerbitkan sejumlah laporan tentang tatanama sedimen, termasuk didalamnya pendefinisian ulang istilah-istilah besar butir. Sedimen diklasifikasikan berdasarkan ukuran butir menjadi lempung, lumpur, pasir, kerikil, koral (pebble), cobble, dan batu (boulder). Berdasarkan klasifikasi yang akan di jelaskan tersebut pasir mempunyai diameter antara 0,063 dan 2,0 mm yang selanjutnya dibedakan menjadi 5 (lima) kelas. Sedangkan material sangat halus seperti lumpur dan lempung berdiameter di bawah 0,063 mm yang merupakan sedimen kohesif.
Klasifikasi
Diameter Partikel
mm
Satuan phi
Batu
256
-8
Cobble
128
-7
Koral
(Pebble)
Besar
64
-6
Sedang
32
-5
Kecil
16
-4
Sangat kecil
8
-3
Kerikil
4
-2
(40)
Klasifikasi
Diameter Partikel
mm
Satuan phi
Kasar
1
0
Sedang
0,5
1
Halus
0,25
2
Sangat Halus
0,125
3
Lumpur
Kasar
0,063
4
Sedang
0,031
5
Halus
0,015
6
Sangat Halus
0,0075
7
Lempung
Kasar
0,0037
8
Sedang
0,0018
9
Halus
0,0009
10
Sangat Halus
0,0005
11
Koloid
0,0003
12
Sumber: Bambang Triatmodjo (1999)
(41)
• Kekurangan
Sistem Klasifikasi USDA memiliki kelemahan karena kriterianya yang sangat mendasarkan pada analisis laboratorium yang rinci, sehingga para praktisi sulit untuk mengaplikasikannya langsung di lapangan.
2.4.4. Berat Spesifik Partikel Sedimen
Berat spesifik adalah berat sedimen per satuan volume dari bahan angkutan sedimen. Dirumuskan sebagai berikut:
γ
s=
……….2.5
dimana: γ
s = Berat jenis air (kg/m3)
Di bawah ini berat jenis tanah ditunjukkan pada Tabel 2.2 berat jenis tanah Jenis Tanah Berat Jenis (gr/cm3)
Kerikil 2,65-2,68
Pasir 2,65-2,68
Lanau non Organik 2,62-2,68
Lempung Organik 2,58-2,65
Lempung non Organik 2,68-2,75
Sumber: Braja M. Das
(42)
2.4.5. Rapat Massa, Berat Jenis dan Rapat Relatif
Rapat massa
adalah massa tiap satuan volume, sedang berat jenis ( )
adalah berat tiap satuan volume. Berat jenis dan rapat massa saling berhubungan dan
mempunyai bentuk seperti Persamaan 2.6.
g ..………...……..2.6
Berat jenis sedimen atau rapat massa merupakan fungsi dari komposisi
mineral. Rapat relatif adalah perbandingan antara rapat massa suatu zat dengan rapat
massa air pada 4
0. Rapat massa air pada temperatur tersebut adalah 1000 kg/m
3.
Sedangkan rapat relatif pasir adalah sekitar 2,65.
Untuk sedimen kohesif rapat massa sedimen tergantung pada konsentrasi
endapan. Konsentrasi endapan dipengaruhi oleh waktu konsolidasi. Bisa dilihat di
Gambar 2.15 pengaruh waktu konsolidasi terhadap rapat massa endapan.
Gambar 2.15 Pengaruh Waktu Konsolidasi Terhadap rapat massa Endapan Beberapa terminologi yang digunakan untuk mendeskripsikan ciri-ciri dari air dan sedimen antara lain sebagai berikut:
(43)
Density adalah massa per unit volume.
Berat spesifik (specific weight) adalah berat per unit volume. Hubungan antara
Density dan berat spesifik adalah
γ = ρ g ………...… 2.7 dimana:
γ = berat spesifik (N/m3 )
ρ = density (kg/m3)
g = kecepatan gravitasi (m/s2)
Specific gravity adalah perbandingan antara berat spesifik material tertentu dengan
berat spesifik air pada suhu 4
0C atau 39,2
0F. Spesific gravity sedimen rata-rata
adalah 2,65.
Nominal diameter adalah diameter butiran yang sama dengan volume partikel.
Sieve diameter adalah diameter butiran yang yang sama dengan diameter saringan
juga partikel yang bisa lolos saringan.
Fall diameter adalah diameter butiran yang mempunyai spesifik gravity 2,65. Fall
diameter standar adalah fall diameter pada saat temperatur air 24
0C.
Fall velocity adalah rata-rata kecepatan partikel jatuh bebas dalam air suling yang
tenang dalam waktu yang tidak terbatas. Ketika fall velocity terjadi pada suhu
24
0C, maka disebut standard fall velocity.
Porosity adalah ukuran volume rongga per unit volume sedimen.
……… 2.8
(44)
= volume rongga (m3)
= total volume sedimen, termasuk rongga (m3)
= volume sedimen tidak termasuk rongga (m3)
Viscosity (kekentalan) adalah derajat yang menujukkan kekentalan suatu aliran fluida
cair terhadap gaya yang bekerja padanya.
2.4.6. Kecepatan Endap
Kecepatan endap butir sedimen penting dalam mempelajari mekanisme transport sedimen, terutama untuk sedimen suspensi.
Sedangkan untuk sedimen non kohesif, seperti pasir, kecepatan endap dapat dihitung dengan menggunakan rumus Stokes yang tergantung pada rapat massa sedimen, air, viskositas air, dimensi dan bentuk partikel sedimen. Kecepatan endap butir kwarsa berbentuk bola di air sebagai fungsi ukuran butir dan temperatur air. Bisa dilihat di Gambar 2.16 kecepatan endap butir kwarsa berbentuk bola.
(45)
Gambar 2.16 Kecepatan Endap Butir Kwarsa Berbentuk Bola
Dalam gambar tersebut Rw adalah angka Reynolds butiran yang berbentuk:
RW = ..……….……….……….2.9
Dengan D adalah diameter butir, W adalah kecepatan endap dan adalah
kekentalan kinematik air. Apabila butir pasir tidak berbentuk bola, seperti kebanyakan pasir yang ada di alam, maka perlu diperhitungkan berbentuk butiran yang dinyatakan dengan faktor berbentuk yang diberikan berikut ini.
SF = ………...……….……….2.10
Dengan D1, D2 dan D3 adalah panjang sumbu-sumbu terpendek, menengah dan terpanjang. Untuk sedimen kohesif kecepatan endap dipengaruhi oleh banyak faktor seperti
(46)
konsentrasi sedimen suspensi, salinitas dan diameter partikel. Konsentrasi suspensi adalah parameter paling penting dalam proses flokulasi, yang berarti juga pada kecepatan endap.
2.4.7. Pergerakan Sedimen
Pergerakan awal sedimen, gaya yang ditimbulkan oleh aliran air adalah seimbang dengan gaya hambatan dari sedimen dasar. Dimisalkan partikel sedimen adalah berbentuk bola dengan diameter D dan rapat massa . Sedangkan berat partikel W kemudian dinyatakan dalam rumus adalah sebagai berikut:
W = - ……….………..………..…2.11
Dengan adalah rapat massa air dan g adalah percepatan gravitasi. Apabila f adalah koefisien gesekan, maka gaya hambatan dari partikel adalah:
Fh = fW = f g ………...……2.12
Dimana, W adalah berat partikel, f adalah koefisien gesekan, adalah rapat massa. Gaya yang ditimbulkan oleh aliran air pada butir dengan luas tampang adalah
………..2.13
Dimana, adalah tegangan geser dasar dan adalah kecepatan geser.
Didefenisikan angka Reynolds bintang dari butiran yang berbentuk:
(47)
atau
D = …...………..…………...……….2.15
Substitusi nilai D adalah sebagai berikut:
= ………….….………...2.16
………….………...……..2.17
Dengan menyamakan persamaan maka didapat :
= ……….2.18
Dengan, s = maka,
……….…..………....2.19
Koefisien gesekan f tergantung pada sifat sedimen dasar seperti diameter, bentuk, rapat relatif, dan gradasi butir.
2.4.8. Pengukuran Distribusi Ukuran
Pemilihan ukuran berdasarkan saringan bisa digunakan untuk partikel sampai dengan 50 μm, tetapi untuk mendapatkan hasil yang baik, digunakan sampai dengan 75 μm. Ukuran saringan dibuat berdasarkan deret geometrik dengan setiap saringan (2)1/4 lebih besar dari sebelumnya. Jika pasir cukup seragam, tahapan (2)1/4sebaiknya digunakan. Adapun no
(48)
ayakan dan gambar ayakan yang biasa digunakan bisa dilihat di Tabel 2.3 diameter ayakan dan Gambar 2.17 satu set ayakan yaitu:
Tabel 2.3 Diameter Ayakan No. Ayakan Diameter Lubang
Ayakan (mm)
4 4,75
6 3,35
8 2,36
10 2,00
16 1,19
20 0,85
30 0,60
40 0,425
50 0,30
60 0,25
80 0,18
100 0,15
140 0,106
170 0,088
(49)
Sumber: Chih Ted Yang (2003)
Gambar 2.17 satu set ayakan
2.4.9. Distribusi Ukuran Partikel
Distribusi ukuran butir biasanya dianalisis dengan saringan dan dipresentasikan dalam bentuk kurva persentase berat kumulatif seperti yang akan dijelaskan di Gambar 2.18 distribusi ukuran butir.
(50)
Pada umumnya distribusi ukuran butiran pasir mendekati distribusi log normal, sehingga sering digunakan skala satuan phi, yang didefinisikan di persamaan 2.1 sebagai berikut:
……….…….…… .2.20
dengan D adalah diameter butir dalam milimeter.
Ukuran butir D50 adalah paling banyak digunakan untuk ukuran butir pasir. Berdasarkan distribusi log normal tersebut, ukuran butir rerata (Dm) dan standar deviasi D) dapat dihitung dengan cara berikut:
Dm = ………...………..……2.21
D = 16 84 D D
………...……….………2.22
Dimana:
•
Dm = ukuran butir rerata (mm)
•
D= standar deviasi
•
D84 = diameter butiran (mm)
Sedangkan untuk mengukur derajat penyebaran ukuran butir terhadap nilai
rerata sering digunakan koefisien So, sebagai berikut:
So =
………. ...2.23
Apabila 1,0 SO
1,5 ukuran butir pasir seragam, untuk 1,5 So 2,0
penyebaran ukuran butir pasir sedang jika 2,0 S
ogradasi ukuran pasir sangat
bervariasi.
(51)
Dengan menggunakan ayakan, distribusi ukur an partikel dari sampel material
dasar dapat diperoleh hubungan antara persentase dari berat dibandingkan ukuran
partikel dan dinyatakan dengan gradasi garis lengkung. Untuk melihat contoh gradasi
garis lengkung bisa dilihat di Gambar 2.19 kurva distribusi ukuran butiran. Distribusi
ukuran Kumulatif dari kebanyakan sampel dapat ditaksir menggunakan distribusi
log-normal, jadi dengan menggunakan skala probabilitas logaritma, dapat diperoleh ±
garis lurus. Untuk distribusi log normal, diameter rerata geometri dapat dinyatakan
sebagai berikut:
Dg = (D16*D84) 1/2
………..……….2.24
dimana D84 dan D16 adalah diameter yang mengindikasikan bahwa 84 % dan 16 % berat dari diameter sampel memiliki diameter yang lebih kecil dari D84 dan D16. Dg untuk distribusi log normal sama dengan D50.
Standardeviasi geometrik bisa dilihat di Persamaan 2.19 sebagai berikut: 1/2 16 84 g D D σ = ……….………..2.25
Untuk menghitungkoefisien gradasi bisa digunakan rumus sebagai berikut:
+ = 16 50 50 84 D D D D 2 1 G ………...………2.26
Sedangkan untuk mencari standar deviasi dari hasil distribusi kumulatif, harus menghitung terlebih dahulu diameter rata-rata dari sedimen, dengan menggunakan rumus yang ada di Persamaan 2.21, kemudian menghitung variannya dengan rumus yang ada di Persamaan 2.22 sebagai berikut:
(52)
) ( ) ( 1 k 1
∑
∑
= = ∆ ∆ = k i i Xi Xi f Xi Xi Xif d ………..………...…..2.27)
(
)
(
)
(
1 1 2 2∑
∑
= =∆
∆
−
=
k i k iXi
Xi
f
Xi
Xi
f
X
Xi
σ
………2.28Gambar 2.19 Kurva Distribusi Ukuran Butiran
Dilihat dari sedimen tidak semunya berbentuk simetris. Ketika melakukan perhitungan distribusi sedimen tidak simetris bisa digunakan dengan cara skewness sebagai berikut: φ 50 dφ φ
σ
φ
M
(53)
dimana:
Mdφ = diameter rata-rata (mm),
αφ = nilai skewness (mm)
σφ = standar deviasi
φ50 = ukuran diameter (mm).
Suatu skewness yang negatif mengindikasikan bahwa distribusi condong kepada ukuran phi yang kecil (ukuran butiran yang besar). Duane (1964) menunjukkan bahwa skewness yang negatif adalah suatu indikator akan suatu lingkungan yang mudah longsor, untuk material yang lebih halus dipisahkan oleh aksi arus dan gelombang. Sedangkan nilai skewness positif menyatakan lingkungan deposisi.
Otto (1939) dan Inman (1952) mendefinisikan diameter rata-rata sebagai berikut:
2
)
φ
(
φ
M
84 16dφ
+
=
………...……….2.30 2 ln D ln -=ϕ
…...………..………..…………2.31 dimana:D = diameter butiran (mm)
Penyortiran dari sampel menyatakan batas dari ukuran sampel yang dihadirkan. Penyortiran di katakan sempurna apabila sedimen berdiameter sama seluruhnya, sedangkan penyortiran di katakan jelek apabila ukuran sedimen rentangnya luas. Adapun pengukuran secara numerik dari penyortiran adalah standar deviasi (σφ) bisa dilihat di Persamaan 2.26
(54)
2
)
φ
(
φ
σ
84 16φ
=
−
………...2.322.5. Kecepatan Jatuh (Fall Velocity)
Fall velocity adalah kecepatan jatuh terminal sebuah partikel sedimen di air suling
yang tenang. Kecepatan ini merefleksikan ukuran, bentuk, dan berat partikel, serta karekteristik fluidanya. Adapun rumus untuk mencari nilai fall velocity adalah sebagai berikut:
ν
d
g
γ
γ
γ
8
1
ω
=
s−
2……….2.33
dimana:
ω = fall velocity (m/det) γs = berat jenis sedimen (gr/cm
3 ) γ = berat jenis air (gr/cm3) g = gravitasi (m/det2) d = diameter sedimen (mm) υ = viskositas kinematik (m2/det)
Nilai fall velocity dapat diselesaikan apabila diketahui diameter sedimen, temperatur air dan shape factor dari sedimen. Untuk menentukan fall velocity dapat diperoleh dengan melihat Gambar 2.20 grafik fall velocity.
(55)
Gambar 2.20 Grafik Fall Velocity
Pikirkan sebuah bola berdiameter D dilepaskan dengan kecepatan nol didalam air yang tenang. Saat kecepatan W meningkat, resistensi air mengurangi percepatan menuju keseimbangan. Pada keseimbangan, gaya gravitasi diimbangi oleh gaya dorong (drag force) dan kecepatan terminal WT terjadi. Persamaan kecepatan jatuh dapat dikembangkan dengan menggunakan prinsip impuls-momentum:
Ada dua jenis dorongan (drag), yaitu:
1) Dorongan bentuk (Form drag), yaitu disebabkan oleh perbedaan yang tekanan antara bagian depan dan belakang partikel
2) Dorongan Permukaan (Surface drag), yaitu disebabkan oleh pergesekan sepanjang permukaan dari partikel.
(56)
2.6. Bed Form dan Flow Resistence 2.6.1. Bed Form
Aliran permukaan bebas di atas dasar pasir yang dapat tererosi menghasilkan jenis dan bentuk dasar saluran yang berbeda. Tipe dan dimensi suatu dasar tergantung kepada sifat-sifat aliran, cairan, dan material dasar. Mendeskripsikan jenis
konfigurasi dasar yang mempengaruhi kekasaran suatu saluran alluvial. Adapun jenis-jenis bed form adalah sebagai berikut:
• Plane Bed
• Ripples yaitu gundukan kecil yang panjangnya lebih kecil dari 30 cm dan tingginya
lebih kecil dari 5 cm,bentuknya seperti segitiga yang seluruhnya landai di down
stream dan di up stream lebih tajam.
• Bars yaitu gundukan besar, di pantai terdapat sand bars (ukuran nya berkisar dari dm
ke m).
• Dunes lebih kecil dari Bars dan lebih besar dari ripples. • Transition yaitu peraihan dari dunes ke antidunes.
• Antidunes standing waves yang permukaan bednya menuju ke upstream (upstream
direction ).
2.6.2. Angkutan Sedimen
Erosi merupakan pemindahan dan transportasi material permukaan bumi yang kebanyakan berupa tanah dan debris batuan (regolith), bahan-bahan yang tererosi secara alami.
Proses dari erosi yaitu tanah dapat tererosi yakni terlepas dari lokasinya, oleh aksi angin, air, gaya gravitasi (tanah longsor), dan aktivitas manusia. Erosi oleh air dapat dianggap dimulai oleh pelepasan partikel-partikel tanah oleh hempasan percikan air hujan. Proses-proses percikan dan aliran permukaan itulah yang menyebabkan erosi lapisan (sheet erosion), yakni degradasi permukaan tanah yang relatif merata (Ray K. Linsley, JR 1982).
(57)
Sedimen yang dibawa oleh aliran air pada sungai disebabkan oleh beberapa faktor, kemungkinan terbesar adalah akibat erosi pada dasar sungai dan tebing sungai. Aliran air akan membawa hanyut bahan-bahan sedimen, yang menurut mekanisme pergerakaannya dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu:
1.
Muatan dasar (bed load)
Bed load merupakan partikel dasar kasar atau gerakan material di atau dekat
dasar sungai dengan berguling (rolling), bergelincir (sliding), dan terkadang
masuk sebentar ke dalam aliran dalam beberapa diameter di atas dasar
(jumping).
2.
Wash Load
Wash load merupakan angkutan partikel halus yang dapat berupa lempung (silt)
dan debu (dust), yang terbawa oleh aliran sungai. Partikel ini akan terbawa
aliran sampai ke laut, atau dapat juga mengendap pada aliran yang tenang atau
pada air yang tergenang. Wash load berasal dari hasil pelapukan lapisan atas
batuan atau tanah di dalam daerah aliran sungai.
3.
Muatan melayang (suspended load)
Suspended load adalah material dasar sungai (bed material) yang melayang di
dalam aliran dan terutama terdiri dari butir pasir halus yang senantiasa
mengambang di atas dasar sungai karena selalu didorong ke atas oleh
turbulensi aliran. Jika kecepatan aliran semakin cepat, gerakan loncatan material
akan semakin sering terjadi sehingga apabila butiran tersebut tergerus oleh
aliran utama atau aliran turbulen ke arah permukaan, maka material tersebut
tetap bergerak (melayang) di dalam aliran dalam selang waktu tertentu.
(58)
Bedload
(muatan dasar)
Asal dari angkutan sedimen Angkutan Material Dasar WashLoad (muatan tererosi) Suspendedload (muatan melayang) Mekanisme angkutan sedimen
Rumus angkutan sedimen berdasarkan metode Engelund & Hansen
2 3 0 2 1 50 2
1
05
,
0
−
−
=
γ
γ
τ
γ
γ
γ
s s s Sg
d
V
q
………. 2.37
S S
W
q
Q
=
×
……….…………. 2.38
dimana:
0τ
=
γ
×
D
×
S
0
τ
= tegangan geser (kg/m
2)
Q
s= muatan sedimen (kg/s)
(59)
Pembedaan yang tajam antara ketiganya cukup sulit. Kriteria umum untuk menentukan muatan layang ialah perbandingan antara kecepatan gesek (u*) dan kecepatan jatuh (w), yaitu apabila u*/w > 1,5 maka termasuk sebagai muatan melayang. Sedangkan untuk muatan dasar dibatasi bahwa elevasi partikel pada saat pergerakannya di dalam air maksimum 2 sampai 3 kali dari ukuran diameter butirnya, jika lebih dari itu maka termasuk muatan melayang.(Fadlun, 2009).
Sedimen dari sungai harus dielakkan pada tubuh bendung beserta bangunan-bangunan pelengkapnya, sehingga tidak mencapai saluran pembawa (primer, sekunder, maupun tersier). Penumpukan sedimen di saluran irigasi akan mempersingkat umur pelayanan jaringan irigasi karena pendangkalan dan penurunan kapasitas. Selanjutnya, penumpukan sedimen di petak sawah akan menaikkan permukaan sawah, sehingga mempersulit air untuk mencapai permukaan sawah dan mengairi sawah. Partikel sedimen yang halus bahkan bisa menyumbat pori-pori tanah dan menghambat penyerapan air oleh tanaman. Meskipun demikian tidak semua fraksi sedimen berpotensi merusak jaringan irigasi.
Fraksi sedimen batuan dan bed load biasanya sudah teratasi dengan konstruksi pembilas bawah (under sluice) sehingga tidak masuk ke intake dalam kondisi debit normal. Tetapi fraksi pasir, lanau, dan lempung akan terbawa melewati pintu intake dan dapat
mencapai saluran irigasi dan petak sawah. Fraksi lanau dan lempung (< 70μm) diperbolehkan masuk ke sawah, karena dapat meningkatkan kesuburan tanah (Puslitbang Pengairan, 1986). Fraksi pasir (> 0.063 mm), disisi lain, harus ditahan jangan sampai masuk ke sawah. Fraksi pasir ini diusahakan untuk mengendap di penangkap sedimen (sediment trap/ settling basin), yang berada di hilir pintu pengambilan (intake).
Pada kenyataannya pada tiap satu satuan waktu pergerakan angkutan sedimen yang dapat diamati adalah bed load dan suspended load, sehingga penjumlahan keduanya dapat didefinisikan sebagai total load transport. Beban total inilah yang disebut dengan angkutan sedimen.
(60)
Menurut Mulyanto faktor-faktor yang terpenting yang menentukan kuantitas produksi sedimen (sediment yield) suatu DAS antara lain sebagai berikut:
1.
Tinggi curah hujan dan intensitasnya.
2.
Jenis tanah dan formasi geologi.
3.
Tetumbuhan penutup.
4.
Tata guna lahan.
5.
Topografi DAS.
6.
Erosi lahan tinggi, kemiringan lereng lahan, berat jenis dan trase alur patusan
alam, bentuk dsn luas DAS.
7.
Run off yaitu koefisien run off dari DAS.
2.6.3 Formula Angkutan Sedimen untuk Muatan Melayang
Sedimen yang masuk ke intake sebagian besar adalah golongan muatan melayang karena muatan dasar tertahan di bawah ambang intake dan dibilas melalui
undersluice/scouring sluice.
Metode-metode yang dipakai dalam perhitungan angkutan sedimen adalah persamaan-persamaan sebagai berikut:
1.
Metode Lane and Kalinske (1941)
2.
Metode Einstein (1950)
(61)
2.6.3.1.Metode Lane and Kalinske (1941) Analisis perhitungan:
………. 2.39
……….2.40
dimana:
qsw = Besar Muatan melayang/suspended load {(kg/s)/m}
q = Debit aliran per satuan lebar {(m3/s)/m}
ω = Kecepatan jatuh (m/s)
PL = Koefisien yang bergantung pada kecepatan relatif dan
n = Koefisien Manning
a = Ketebalan muatan dasar (m)
Df = Kedalaman Aliran (m)
Ca = Konsentrasi Sedimen melayang (ppm)
(62)
Gambar 2.22 Hubungan antara PL dan ω/U* (Lane dan Kalinske,1941)
2.6.3.2.Metode Einstein Analisis perhitungan :
... 2.41
... 2.42
= ... 2.43
= ... 2.44
... 2.45
(63)
Parameter x:
Gambar 2.23 Faktor koreksi pada distribusi kecepatan logaritmik (Einstein,1950)
Parameter I1:
(64)
Parameter I2:
Gambar 2.25 Fungsi I2 pada A untuk harga Z yang berbeda (Einstein,1950) 2.6.3.3. Metode Seksi Hidrometri (1985)
Analisis perhitungannya adalah :
... 2.47
dimana : = Debit sedimen (Ton/hari)
k = konstanta (0,0864) konversi dari satuan berat, volume dan waktu
= Konsentrasi sedimen (mg/L)
Qw = Debit aliran (m 3
(65)
2.6.4. Tampungan Sedimen
Tampungan sedimen dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
S m
I
I
h
B
V
−
⋅
×
=
0 22
1
……… 2.48 dimana:v = volume sedimen (m3) B = lebar sungai (m)
Hm = tinggi efektif main dam (m)
I0 = kemiringan dasar sungai yang ada (m) IS = kemiringan dasar sungai yang stabil (m)
2.7. Bendung
Dalam merencanakan sebuah bendung diperlukan penelitian-penelitian yang seksama terhadap problema yang diakibatkan sedimentasi dalam bendung maupun perubahan-perubahan konfigurasi alur sungai di sekitar bendung tersebut. Pembangunan sebuah bendung biasanya direncanakan untuk dapat berfungsi dalam jangka waktu lebih dari 50 tahun dan bahkan ada yang 100 tahun. Fungsi utama sebuah bendung adalah untuk menstabilkan atau menciptakan pemerataan aliran sungai baik dengan cara menampung persediaan air sungai yang beribah sepanjang tahun maupun dengan melepas air tampungan itu secara terprogram melalui saluran air yang dibuat khusus di dalam tubuh bendung sesuai kebutuhan.
(66)
2.7.1 DAS (Daerah Aliran Sungai)
Menurut Sri Br. Harto (1993), ada beberapa pengertian tentang DAS dan beberapa yang terkait di dalamnya, antara lain:
1. Daerah aliran sungai (DAS)
Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu daerah tertentu yang bentuk dan sifatnya sedemikian rupa, sehingga merupakan kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang melalui daerah tersebut, dalam fungsinya untuk menampung air yang berasal dari curah hujan dan sumber air lainnya dan kemudian mengalirkannya melalui sungai utama.
3. Sub DAS
Sub DAS adalah bagian DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama.
4. Pengelolaan DAS
Pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara sumber daya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya. Ini bertujuan untuk membina kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan kemanfaatan sumber daya alam bagi manusia secara berkelanjutan.
5. Wilayah Sungai atau Wilayah DAS
Wilayah Sungai atau Wilayah DAS adalah suatu wilayah yang terdiri dari dua atau lebih DAS yang secara gerografi berdekatan dan karakteristik yang sama serta secara fisik teknis layak digabungkan sebagai unit perencanaan dalam rangka pennyusunan rencana maupun pengolahannya.
(67)
6. Tata Air DAS
Tata air DAS adalah hubungan antara kesatuan individual unsur-unsur hidrologis yang meliputi hujan, aliran permukaan dan aliran sungai, peresapan, aliran air, dan evapotransiprasi dan unsur yang lain.
2.8. Elevasi Mercu Bendung
Tubuh bendung diletakan kurang lebih tegak lurus arah aliran sungai saat banjir besar dan sedang, maksudnya agar arah aliran utama menuju bendung dan yang keluar dari bendung terbagi merata, sehingga tidak menimbulkan pusaran-pusaran aliran di udik bangunan pembilas (penguras) dan pengambilan (intake). Pusaran aliran ini dapat
menimbulkan gangguan penyadapan aliran ke intake dan pembilasan sedimen. Bila aliran utama yang keluar dari bendung ke hilir tidak merata, maka akan dapat menimbulkan penggerusan setempat di hilir bendung lebih dalam di satu bangian dari bagian lainnya. Tubuh bendung harus didesain kuat untuk menahan beban-beban statik dan dinamik. Bidang miring tubuh bendung bagian udik dan hilir dapat didesain tegak atau miring, gemuk atau ramping dengan memperhatikan faktor kekuatan material yang dipakai, bahaya beban, benturan sedimen dan batu, tipe peredam energi, rembesan, stabilitas dan kekuatan struktur. Tubuh bendung anatara lain terdiri dari ambang tetap dan mercu bendung.
Mercu bendung yaitu bagian teratas tubuh bendung dimana aliran dari udik dapat melimpah ke hilir. Fungsinya sebagai penentu tinggi muka air minimum di sungai bagian udik bendung; sebagai pengempang sungai dan sebagai pelimpah aliran sungai. Letak mercu bendung bersama-sama tubuh bendung diusahakan tegak lurus arah aliran sungai agar aliran yang menuju bendung terbagi merata. Mercu bendung harus didesain sederhana sesuai dengan kriteria desain untuk memudahkan pelaksanaan, bentuk mercu bendung dapat didesain berupa mercu bulat (dengan satu atau dua radius) atau ambang lebar. Kriteria desain yang dimaksud menyangkut parameter aliran, debit rencana untuk kapasitas limpah,
(68)
kemungkinan kavitasi (gejala mengelupasnya permukaan bangunan akibat tersedot oleh tekanan negatif aliran yang melampaui batas kekuatan material bangunan), dan benturan batu.
Panjang mercu atau lebar bendung adalah jarak antara tembok pangkal (abutment) disatu sisi den tembok pangkal di sisi lain, yang paling ideal lebar bendung adalah sama dengan lebar rata sungai pada bagian yang stabil. Dibagian ruas bawah sungai, lebar rata-rata ini dapat diambil pada debit penuh (bankful discharge); di bagian atas mungkin sulit untuk menentukan debit penuh, dalam hal ini banjir rata-rata tahunan dapat diambil untuk menentukan lebar rata-rata bendung. Lebar maksimum bendung hendaknya tidak lebih dari 1,2 kali lebar rata-rata sungai pada ruas yang stabil. Untuk sungai-sungai yang mengangkut bahan-bahan sedimen kasar yang berat, lebar bendung tersebut harus lebih disesuiakan lagi terhadap lebar rata-rata sungai. Tidak seluruh lebar bendung ini akan bermanfaat untuk melewatkan debit, oleh karena kemungkinan adanya pintu-pintu penguras. Lebar bendung yang bermanfaat untuk melewatkan debit disebut lebar efektif. Lebar efektif ini kurang dari lebar seluruhnya atau paling besar adalah sama, untuk menetapkan besarnya lebar efektif perlu diketahui mengenai eksploitasi bendung.
Lebar bendung (panjang mercu) harus diperhitungkan terhadap :
1) Kemampuan melewatkan banjir rencana dengan tinggi jagaan sehingga bangunan aman dari kerusakan berat akibat behaya pelimpasan
2) Batasan tinggi muka air genangan maximum yang diijinkan pada debit banjir desain sehubungan dengan pengaruhnya terhadap keamanan, dimensi bagian bangunan lain seperti tanggul banjir, dan peredam energi.
Tinggi bendung adalah jarak antara lantai muka bendung sampai puncak bendung. Peil mercu bendung (tinggi bendung tempat melimpasnya air) ditentukan oleh beberapa macam faktor, antara lain elevasi sawah tertinggi yang akan diairi, bangunan-bangunan lain yang terdapat di saluran-saluran, alat-alat ukur yang dijadikan parameter saluran, dan sebagainya. Tinggi mercu bendung harus ditentukan dengan mempertimbangkan :
(69)
a)Kebutuhan penyadapan untuk memperoleh debit dan perbedaan tinggi tekan yang diperlukan untuk irigasi (eksploitasi normal).
b) Beda tinggi energi pada kantong lumpur yang diperlukan untuk membilas sedimen dari kantong.
c)Tinggi muka air genangan yang terjadi di udik bangunan pada debit banjir rencana, dan panjang mercu.
d) Kesempurnaan aliran pada bendung, bangunan pengambil, dan mercu bendung. e)Kebutuhan pengendalian angkutan sedimen yang terjadi di bendung.
Elevasi mercu bendung ditentukan berdasarkan beberapa pertimbangan : a) elevasi sawah yang akan diairi.
b) kedalaman air disawah.
c) kehilangan tinggi energi di saluran dan boks tersier. d) kehilangan tinggi energi di bangunan sadap tersier. e) variasi muka air untuk eksploitasi di jaringan primer. f) panjang dan kemiringan saluran primer.
g) kehilangan tinggi energi pada bangunan-bangunan di jaringan primer h) kehilangan tinggi energi di bangunan utama.
Dalam mendesain tinggi bendung harus diperhitungkan pula keadaan muka air maksimum di sungai dan muka air diatas mercu. Muka air maksimum di sungai adalah tinggi air banjir di sungai sebelum ada bendung. Ini akan sama dengan tingginya air banjir di hilir bendung setelah adanya bendung, karena profil sungai disitu tidak berubah. Dari profil memanjang sungai dicari kemiringan sungai rata-rata, garis miring sungai rata-rata digambar pada potongan memanjang sungai sehingga bagian atas dan bagian bawah yang terpotong mempunyai jumlah luas yang kira-kira sama. Dipilih beberapa profil melintang yang baik untuk mengetahui tingginya air untuk debit-debit tertentu. Yang dimaksud dengan profil melintang yang baik ialah profil dititik potong antara garis miring sungai rata-rata dan garis profil memnajang. Pada profil-profil melintang ini digambarkan suatu tinggi air dan akan
(70)
didapat luas penampang basah serta keliling basahnya. Harga-harga ini dirata-ratakan
sehingga hanya didapat satu angka untuk luas penampang basah dan satu harga keliling basah
Muka air diatas mercu adalah muka air sedikit diudik mercu, sebelum muka air itu berubah bentuknya menjadi melengkung ke bawah. Tinggi air maksimum diatas mercu sampai sekarang belum ada ketentuan yang pasti, tetapi dilihat dari segi keamanan stabilitas bendung, ukuran pintu-pintu, tinggi tanggul banjir, dan sebagainya, maka dianjurkan untuk tidak melebihi 4,5 meter. Untuk mencari tinggi air maksimum diatas mercu bendung tergantung dari sifat pengalirannya. Sifat pengaliran disebut sempurna, kalau debit
pengalirannya tidak dipengaruhi oleh tingginya air dibelakang bendung. Setelah tinggi mercu ditetapkan dan muka air dihilir bendung kita ketahui, maka akan diketahui pula sifat
pengalirannya.
Elevasi mercu bendung direncanakan 0,01 diatas elevasi pengambilan untuk mencegah kehilangan air pada bendung akibat gelombang. Elevasi ambang bangunan pengambilan di tentukan dari tinggi dasar sungai. Ambang direncanakan diatas dasar dengan ketentuan berikut :
1. 0,50 m jika sungai hanya mengangkut lanau 2. 1,00 m bila sungai mengangkut pasir dan kerikil 3. 1,50 m kalau sungai mengangkut batu-batu bongkah
(71)
2.8.1. Perhitungan Muka Air Banjir di Atas Mercu Bendung
Persamaan tinggi energi debit untuk bendung ambang pendek dengan pengontrol segi empat adalah :
Q = Cd 2
/3 ………..……….. 2.49 Dengan : Q = Debit banjir
Cd = koef. Debit ( Cd = C0. C1. C2) g = gravitasi (9.8 m/detik)
Be = lebar efektif bendung
He = tinggi energi di atas mercu bendung C0 = merupakan fungsi He/ r
C1 = merupakan fungsi P/ He
C2 = merupakan fungsi P/ He dan kemiringan muka hulu bendung. Bila disederhanakan rumus di atas menjadi :
Q = 1.704 . Be . He 1.5………..……2.50 Dimana L = Be , C mempunyai nilai antara 1.7 – 2.2.
(72)
2.8.2. Tekanan Lumpur
Tekanan lumpur yang bekerja terhadap muka hulu bendung atau terhadap pintu dapat dihitung sebagai berikut:
2
2
s
Ps
=
λ
×
h
(θ
θ
sin
1
sin
-1
+
) ……….………..2.51Dimana :
Ps = gaya yang terletak pada 2/3 kedalaman dari atas lumpur yang bekerja secara horizontal
γs = berat lumpur, kN h = dalamnya lumpur, m θ = sudut gesekan dalam, derajat
Beberapa andaian/ asumsi dapat dibuat seperti berikut:
γs =
G
G
1
s'
−
λ
………...………2.52dimana:
γs ‘ = berat volume kering tanah = 16 kN/ m 2
(setara dengan 1600 kg f/m3 ) γ = berat volume butir = 2,65
menghasilkan γs = 10 kN/m3 (1000 kgf/ m3)
sudut gesekan dalam, yang bisa diandaikan 30° untuk kebanyakan hal, menghasilkan : Ps = 1,67 h2………..…………2.53
(73)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Air mempunyai arti yang penting dalam kehidupan, salah satunya adalah
dalam usaha pertanian. Aliran air pada sungai atau rawa adalah sumber air yang dapat
digunakan untuk keperluan irigasi untuk memenuhi kebutuhan air pada tanaman.
Salah satu daerah irigasi di Sumatera Utara adalah Bendungan Namu Sira-sira.
Irigasi adalah suatu usaha manusia untuk menambah kekurangan air dari
pasokan hujan untuk pertumbuhan tanaman yang optimum. Bendung merupakan
bangunan air yang dibangun secara melintang sungai, sedemikian rupa agar
permukaan air sungai disekitarnya naik sampai ketinggian tertentu, sehingga air
sungai tadi dapat dialirkan melalui pintu sadap ke saluran – saluran pembagi
kemudian hingga ke lahan – lahan pertanian.
Letak geografis daerah Namu Sira-sira berada pada kisaran 3’ 31’ LU dan 98’
27’ BT. Mencakup empat bagian kecamatan yaitu Kecamatan Sei Binge, Kecamatan
Kuala, Kecamatan Selesai, dan Kecamatan Binjai Selatan. Kecamatan yang paling
luas mendapat pelayanan dari irigasi Namu Sira – Sira adalah Kecamatan Sei Binge.
Daerah irigasi Namu Sira – Sira digagas sejak tahun 70-an. Studi kelayakannya
diselesaikan pada bulan maret 1979 yang didanai oleh pemerintah Inggris (Overseas
Development Administration), sedang desain teknisnya selesai pada tahun 1980.
Kedua dokumen perencanaan tersebut dikaji ulang dan disempurnakan pada tahun
1982.
(74)
Pada tanggal 4 Juni 1992 daerah irigasi Namu Sira-Sira diresmikan oleh
presiden Soeharto di Bah Bolon. Sumber air irigasi Namu Sira – sira berasal dari
Sungai Bingei dan memiliki dua saluran primer, yaitu saluran primer kanan dan
saluran primer kiri.
Saluran primer kanan mengairi wilayah Kecamatan Sei Bingai dan Kecamatan
Binjai Selatan seluas 4.098 Ha. Memiliki saluran induk sepanjang 2.648 km dan
saluran sekunder sepanjang 46.759 km. Pada saluran irigasi kanan, dibangun kantong
lumpur untuk mengendapkan sedimen agar tidak masuk ke saluran irigasi. Kantong
lumpur eksisting memiliki panjang 120 m dan sedimen dibilas tiap jangka waktu 14
hari.
Sementara saluran irigasi kiri mengairi wilayah Kecamatan Sei Bingai,
Kecamatan Kuala dan Kecamatan Selesai seluas 2.182 Ha. Memiliki saluran induk
sepanjang 6.930 km, serta saluran sekunder sepanjang 29.026 km.
1.2 Rumusan Masalah
Dasar sungai biasanya tersusun oleh endapan dari material angkutan sedimen
yang terbawa oleh aliran sungai, material tersebut dapat terangkut kembali apabila
terjadi kenaikan kecepatan aliran yang cukup tinggi. Bendung Namu Sira-Sira
merupakan andalan irigasi untuk memenuhi kebutuhan pertanian. Namun seiring
berkembangnya waktu,di bagian hulu bendung ini telah terjadi perubahan tata guna
lahan,menjadi daerah tempat wisata, yang mana pada hari libur ramai dikunjungi.
Sehingga kemungkinan besar telah terjadi perubahan karakteristik sedimen yang
mempengaruhi pergerakan sedimen yang ada di dekat mercu bendung. Adapun akibat
dari proses sedimentasi terhadap fungsi bendung adalah:
(75)
•
Mengurangi usia guna bendungan yang secara langsung mempengaruhi
manfaat bendung.
•
Sedimen di daerah delta di atas elevasi puncak bendung dapatmenyebabkan
gradasi (pengendapan) di bagian hulu bendung. Endapan ini mengurangi
kapasitas masukan (inflow capacity) saluran.
•
Pengerusan atau degradasi di tepi atau tebing dan dasar saluran bagian hilir
waduk.
•
Mengurangi jumlah tampungan mati bendung, sehingga menyebabkan
berkurangnya usia bendung.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik sedimen pada
bendung, sehingga nantinya dapat diketahui debit sedimen yang ada apakah masih
memenuhi atau sudah melampaui nilai tampungan matinya, karena banyaknya
sedimen yang mengendap pada hulu mercubendung. Sebagai contoh keseimbagan air
terganggu,terjadi banjir pada musim hujan dan kekurangan air pada musim kemarau.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari pekerjaan studi ini adalah untuk mengetahui karakteristik
sedimen di bendungan Namu Sira-Sira dalam rangka optimalisasi kapasitas elevasi
mercu bendung dalam hal tampungan matinya (deadstorage), guna peningkatan
kapasitas dan pengembangan Namu Sira-Sira. Apabila perlu adanya perbaikan, akan
menjadi saran bagi pihak yang berwenang untuk melakukan perawatan yang lebih
intens, contohnya melakukan pengerukan secara berkala.
(76)
1.4 Pembatasan Masalah
Agar tidak terjadi perluasan pembahasan, penulis memberikan batasan-
batasan dalam penelitian sebagai berikut:
1) Studi ini merupakan studi penelitian yang berupa studi kasus yang terjadi pada
Bendung Namu Sira-Sira.
2) Masalah di dalam tugas akhir ini dibatasi hanya mengenai pengamatan dan
analisa perilaku karakteristik fisik sedimen di hulu bendungan Namu Sira-Sira dan
pengaruh sedimen itu sendiri terhadap nilai tampungan mati bendung, tidak
termasuk pada kantong lumpur.
3) Elevasi mercu actual yang hanya membahas mengenai gangguan debit air terhadap
tinggi mercu akibat endapan sedimen yang terjadi,hanya sebatas kaitannya
terhadap elevasi mercu bendung dalam hal ini tekanan lumpur, bukan stabilitas
bendungnya.
1.5 Manfaat Penelitian
1) Manfaat secara teoritis
a)
Dapat mengaplikasikan (penerapan) metode penelusuran sedimen pada kasus
Bendung Namu Sira-Sira.
b)
Dapat mengetahui cara-cara menyelesaikan persoalan sedimentasi bendung
pada mercu bendung.
c)
Dapat mengetahui jenis-jenis sedimentasi pada bendung, sehingga dapat
meningkatkan manfaat/optimalisasi fungsi bendung untuk irigasi dan
pertanian.
(77)
2) Manfaat secara praktis
a)
Dapat mengetahui cara-cara menyelesaikan persoalan karakteristik
sedimentasi.
b)
Mengetahui perhitungan sedimentasi pada bagian hulu mercu bendung,dengan
berbagai metode yakni, metode Yang, metode Einstein dan pengukuran secara
aktual.
(78)
ABSTRAK
Pemanfaatan bendung sebagai sarana irigasi merupakan hal penunjang yang
vital dalam sistem pengelolaan lahan. Dalam prosesnya, banyak permasalahan timbul
yang dapat mengganggu kelancaran dan fungsi dari bendung itu sendiri, yakni proses
sedimentasi endapan pada bendung. Penulis mencoba menganalisis proses
sedimentasi yang terjadi pada bendung Namu Sira-sira dan akibat yang ditimbulkan
terhadap efektifitas daya guna bendung dan juga usia pemakaian bendung.
Metode yang digunakan untuk menghitung muatan sedimen adalah metode
Enguland Hansen dan metode pengukuran langsung di lapangan. Untuk analisa
distribusi butiran sedimen dilakukan penelitian di Laboratorium Mekanika Tanah
Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara serta untuk pengukuran di
lapangan data diambil langsung dengan menggunakan waterpass serta perhitungannya
menggunakan autocad.
Dari perhitungan yang dilakukan, didapat hasil bahwa pertumbuhan laju
sedimen yang tertinggi pertahunnya adalah sebesar 7.754,7 m
3selama 22 tahun.
Sehingga bila tidak mengalami perubahan maka tampungan mati (dead storage)
bendung akan penuh dalam 4 tahun kedepan. Jika dead storge penuh, maka bendung
tidak dapat berfungsi dengan baik dimana bendung yang seharusnya dapat
menyimpan (menahan) volume air menjadi tidak dapat menampung volume air sesuai
fungsinya. Selanjutnya akan terjadi kekeringan dimusim kemarau dan kebanjiran
pada musim hujan, karena volume air yang seharusnya dibendung telah digantikan
oleh volume sedimen yang mengendap dihulu mercu bendung.
(79)
STUDI SEDIMENTASI DI BENDUNG NAMU SIRA-SIRA
DAN KAITANNYA TERHADAP TINGGI MERCU
BENDUNG
TUGAS AKHIR
Disusun Oleh :
08 04040 120
ELIS SUSIANTY
BIDANG STUDI TEKNIK SUMBER DAYA AIR
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2015
(80)
ABSTRAK
Pemanfaatan bendung sebagai sarana irigasi merupakan hal penunjang yang
vital dalam sistem pengelolaan lahan. Dalam prosesnya, banyak permasalahan timbul
yang dapat mengganggu kelancaran dan fungsi dari bendung itu sendiri, yakni proses
sedimentasi endapan pada bendung. Penulis mencoba menganalisis proses
sedimentasi yang terjadi pada bendung Namu Sira-sira dan akibat yang ditimbulkan
terhadap efektifitas daya guna bendung dan juga usia pemakaian bendung.
Metode yang digunakan untuk menghitung muatan sedimen adalah metode
Enguland Hansen dan metode pengukuran langsung di lapangan. Untuk analisa
distribusi butiran sedimen dilakukan penelitian di Laboratorium Mekanika Tanah
Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara serta untuk pengukuran di
lapangan data diambil langsung dengan menggunakan waterpass serta perhitungannya
menggunakan autocad.
Dari perhitungan yang dilakukan, didapat hasil bahwa pertumbuhan laju
sedimen yang tertinggi pertahunnya adalah sebesar 7.754,7 m
3selama 22 tahun.
Sehingga bila tidak mengalami perubahan maka tampungan mati (dead storage)
bendung akan penuh dalam 4 tahun kedepan. Jika dead storge penuh, maka bendung
tidak dapat berfungsi dengan baik dimana bendung yang seharusnya dapat
menyimpan (menahan) volume air menjadi tidak dapat menampung volume air sesuai
fungsinya. Selanjutnya akan terjadi kekeringan dimusim kemarau dan kebanjiran
pada musim hujan, karena volume air yang seharusnya dibendung telah digantikan
oleh volume sedimen yang mengendap dihulu mercu bendung.
(1)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Uraian
2.1 Siklus Pendek
2.2 Siklus Sedang
2.3 Siklus Panjang
2.4 Skema Persamaan USLE
2.5 Tanah Entisol
2.6 Tanah Vertisol
2.7 Tanah Inceptisol
2.8 Tanah Aridisol
2.9 Tanah Mollisol
2.10 Tanah Spodosol
2.11 Tanah Alfisol
2.12 Tanah Ultisol
2.13 Tanah Oxisol
2.14 Tanah Histosol
2.15 Pengaruh Waktu Konsolidasi Terhadap Rapat Massa Endapan
2.16 Kecepatan Endapan Butir Kwars aBerbentuk Bola
(2)
2.18 Distribusi Ukuran Butiran
2.19 KurvaDistribusiUkuranButiran
2.20 Grafik Fall Velocity
2.21 SkemaAngkutanSedimen (Sediment Transport) 2.22 Hubungan Antara PLdan ω/U*
2.23 Faktor koreksi pada distribusi kecepatan logaritmik 2.24 Fungsi I1 pada A untuk harga Z yang berbeda
2.25 Fungsi I2 pada A untuk harga Z yang berbeda
3.1 Peta Lokasi Bendung Namu Sira-Sira
3.2 Diagram Alir
(3)
DAFTAR TABEL
Tabel Uraian
2.1 Klasifikasi Ukuran Butir dan Sedimen
2.2 Berat Jenis Tanah
2.3 Diameter Ayakan
4.1 Analisa Perbandingan Ukuran Sedimen yang Tidak Simetris
4.2 Viskositas Air
(4)
DAFTAR NOTASI
A =erosi (ton/ha)
�s = berat jenis sedimen (gr/cm3) � = berat jenis air (gr/cm3)
g = gravitasi (m/s2)
d = diameter sedimen (mm)
� = kinematic viscositas (m2/s)
R = erosivitas curah hujan tahunan rata-rata (mm)
�0 = tegangan geser (kg/m2)
D84 = diameter sedimen 84% dari material dasar
d50 = diameter sedimen 50% dari material dasar
d16 = diameter sedimen 16% dari material dasar
K =indeks erodibilitas tanah
V = kecepatan aliran (m/s)
(5)
A = Luas penampang sungai (m2)
P = Keliling basah (m)
R = jari-jari hidrolis (m)
Qs =jumlah angkutan sedimen (kg/s/m)
D = kedalaman sungai (m)
W = lebar sungai (m)
� = kecepatan jatuh (fall velocity) (m/s) n = koefisien kekasaran manning
Dg = diameter rerata geometri (mm)
σg = standar deviasi geometri (mm)
G = koefisien gradasi
αφ = nilai skewness (mm) M dφ = diameter rata-rata (mm)
(6)
DAFTAR LAMPIRAN
• Volume Sedimentasi di hulu mercu bendung (potongan melintang)
• Gambar Mercu bendung dan peta jaringan