Pembentukan Ukuran Pori dari Silika Sekam Padi dengan Penambahan Gliserol sebagai Template

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sekam Padi
2.1.1 Defenisi sekam padi
Sekam padi adalah bagian terluar dari butir padi yang merupakan hasil samping
saat proses penggilingan padi dilakukan. Sekitar 20% dari bobot padi adalah
sekam padi dan kurang lebih 15% dari komposisi sekam padi adalah abu sekam
yang selalu dihasilkan setiap kali sekam dibakar (Harsono 2002).
Tabel 2.1 Klasifikasi Ilmiah tanaman padi
Kingdom

Plantae

Ordo

Poales

Famili


Poaceae

Genus

Oryza

Spisies

O. sativa

Nama Binomial
Oryza Sativa

2.1.2 komposisi sekam padi
Sekam padi merupakan lapisan keras yang meliputi kariopsis yang terdiri
dari dua bentuk daun yaitu sekam kelopak dan sekam mahkota, dimana pada
proses penggilingan padi, sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi bahan
sisa atau limbah penggilingan. Dari penggilingan padi akan menghasilkan sekitar
25% sekam, 8% dedak, 2% bekatul dan 65% beras. Sekam tersusun dari jaringan
serat-serat selulosa yang mengandung banyak silika dalam bentuk serabut-serabut

yang sangat keras. Pada keadaan normal, sekam berperan penting melindungi biji
beras dari kerusakan yang disebabkan oleh serangan jamur secara tidak langsung,
melindungi biji dan juga menjadi penghalang terhadap penyusupan jamur.

Universitas Sumatera Utara

( Haryadi. 2006 ).

Tabel 2.2. Komposisi Kimia Sekam Padi (% berat)
Komponen

% Berat

Kadar air

32,40 – 11,35

Protein kasar

1,70 – 7,26


Lemak

0,38 – 2,98

Serat

31,37 – 49,92

Sellulosa

34,34 – 43,80

Abu

13,16 – 29,04

Sellulosa

34,34 – 43,80


Lignin

21,40 – 46,97

Ismunadji, 1988 dalam Sihombing
Ketika abu sekam padi dibakar maka akan menghasilkan abu sekam padi.
Pembakaran abu sekam padi akan menghasilkan hasil yang berbeda dapat dilihat
dari perbedaan suhu pada saat pembakaran , ada juga pembakaran yang tidak
sempurna dan yang pembakaran sempurna. Adapun komposisi abu sekam padi
sebagai berikut:
Tabel 2.3. Komposisi Abu Sekam Padi
Komponen

% Berat

SiO2

86,90 – 97,30


K2O

0,58 – 2,50

Na2O

0,00 – 1,75

CaO

0,20 – 1,50

MgO

0,12 – 1,96

Universitas Sumatera Utara

Fe2O3


0,00 – 0,54

P2O5

0,20 – 2,84

SO3

0,10 – 1,13

Cl

0,00 – 0,42

Sumber: Houston,D.F, 1972 dalam Sihombing
Pemurnian silika yang terdapat dalam abu sekam padi dapat dilakukan
secara sederhana yaitu pembakaran. Semakin tinggi suhu pada saat pengarangan
sekam padi maka akan mempengaruhi kemurnian silika yang diperoleh(
Hwang,2002).
Menurut Chakraverti (1988), zat-zat inorganik pengotor dalam sekam padi

seperti mineral-mineral dalam jumlah yang sedikit dapat dihilangkan melalui
perlakuan dengan asam menggunakan H2SO4, HCl, atau HNO3. (Chandrasekhar,
2003). Perlakuan dengan asam H2SO4, HCl, dan HNO3 terbukti efektif untuk
menghilangkan mineral yang terdapat dalam sekam padi. Jumlah total logam
yang terkandung dalam larutan asam hasil hidrolisis dengan H2SO4 lebih rendah
dibandingkan larutan asam hasil hidrolisis dengan

HCl, dan HNO3. Hal ini

menunjukkan bahwa H2SO4 tidak cocok untuk menghilangkan beberapa jenis
logam yang terdapat dalam sekam padi. Hal ini dapat disebabkan logamik sulfat
yang terbentuk tidak mudah larut dalam air. (Chakraverty, 1988).

2.2. Silika (SiO2)
2.2.1 Definisi Silika (SiO2)
Silika adalah senyawa kimia dengan rumus molekul SiO2(silicon dioxsida)
yang dapat diperoleh dari silika mineral, nabati dan sintesis kristal. Silika mineral
adalah senyawa yang banyak ditemui dalam bahan tambang/galian yang berupa
mineral seperti pasir kuarsa, granit, dan fledsfar yang mengandung kristal-kristal
silika (SiO2) (Bragmann and Goncalves, 2006; Della , 2002).


Silika (SiO2)

merupakan unsur kedua terbanyak setelah oksigen (O) dalam kerak bumi dan
Silika juga terdapat dalam tanaman dalam jumlah yang banyak.

Universitas Sumatera Utara

Silika merupakan suatu zat hara yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
pada tanaman khususnya padi. Adapun fungsi silikon yang ada pada tanaman
dapat mendukung pertumbuhan tanaman , menghindari dari serangan penyakit,
radiasi matahari. Tanaman akumulator Si membutuhkan unsur Si dalam jumlah
banyak untuk pertumbuhan. Tanaman akumulator Si terutama berasalmdari famili
Gramineae seperti padi ,bambu, dan tebu serta tanaman tingkat rendah dari famili
chlorophyta seperti alga. Silika juga berfungsi meningkatkan fotosintesi
meningktkan daya tahan terhadap kekeringan ,salinitas ,alkalinitas ,dan cuacca
ekstrim (Husnain ,2010).
Silika merupakan senyawa biner yang paling umum dari silikon dan
oksigen yang merupakan dua elemen paling banyak tersedia di bumi yaitu sekitar
60% dari kerak bumi. Silika tersedia melimpah di bumi berupa senyawa murni

maupun terikat pada oksida membentuk silikat. Dalam variasi bentuk amorf, silika
sering digunakan sebagai desiccant, adsorben, filler, dan komponen katalis. Silika
merupakan bahan baku utama pada industri glass, keramik, dan industri refraktori
dan bahan baku yang penting untuk produksi larutan silikat, silikon dan alloy
(Kirk-Othmer, 1967).
Silika dari sekam padi dapat diperoleh melalui proses kalsinasi. Adapun
tujuan dari proses ini adalah untuk mengurangi kandungan uap lembab yang
terdapat di dalam sekam padi sehingga yang tersisa hanya silika. Proses kalsinasi
dapat dilakukan dengan cara memanaskan sekam padi dengan temperatur yang
tinggi dibawah titik lebur dari produk yang diharapkan (Partington, J. R. 1965).
Di samping itu kondisi pembakaran seperti temperatur, laju pemanasan,
dan holding time akan sangat mempengaruhi karakteristik abu sekam padi yang
dihasilkan. Pada proses thermal > 700oC, silika amorf yang terdapat di dalam
sekam padi dapat mengalami transformasi menjadi silika kristalin, baik itu berupa
quartz, kristobalit, atau tridimit (Chandrasekhar, 2003). Silika yang terdapat pada
sampel yang mengalami perlakuan awal terlebih dahulu akan mengalami proses
transformasi pada temperatur yang lebih tinggi serta menghasilkan silika dengan
kemurnian yang jauh lebih tinggi (Chandrasekhar, 2003).

Universitas Sumatera Utara


Silika ditemukan sedikitnya dalam dua belas bentuk yang berbeda. Bentuk
kristal silika yang umum yakni quartz, trydimit, cristobalit, sedangkan bentuk
silika amorf berupa endapan silika, silika gel, dan koloidal sol silica. Silika amorf
sangat berperan penting pada berbagai bidang seperti digunakan sebagai adsorben
dan untuk sintesis ultrafiltrasi membran, katalis, support material, dan bidang
permukaan yang aplikasinya berhubungan dengan porositas (Rouqe-Malherbe,
2007).
Ketiga bentuk umum dari kristal silika tersebut ditinjau berdasarkan
kestabilannya terhadap kenaikan suhu tinggi (McColm, 1983), yaitu:
a. Quartz, sampai pada suhu 870oC
b. Trydimit, pada suhu 870oC sampai 1470oC
c. Cristobalit, pada suhu 1470oC sampai 1730oC

2.2.2 Sifat Fisika dan Kimia Silika
2.2.2.1 Sifat Fisika Silika
Silika dalam bentuk amorf memiliki densitas sebesar 2,21 grcm-3 dengan modulus
elastisitas sebesar 10 x 106 psi. Kandungan unsur silikon (Si) dan oksigen (O)
pada silika jenis ini adalah 46,7 % dan 53,3 %. Silika dari sekam padi memiliki
luas permukaan yang sangat kecil, yaitu mencapai 66 m2g-1 apabila tanpa

melakukan perlakuan khusus terhadap silika yang diperoleh. Hal ini disebabkan
jumlah pori-pori dari sekam padi sedikit sehingga permukaan silika menyempit.
Selain itu hal ini disebabkan ukuran diameter silika yang sangat kecil bahkan
tidak dapat ditentukan (Yalcin. 2000). Silika tidak larut dalam air dingin, air
panas maupun alkohol tetapi dapat larut dalam HF. (Kristian H. 2000). Secara
umum sifat fisikasilika sebagai berikut:
Nama IUPAC

: Silikon dioksida

Nama lain

: Kuarsa, Silika, Silikat oksida, Silikon (IV) oksida

Rumus molekul : SiO2

Universitas Sumatera Utara

Massa molar

: 60,08 g mol-1

Penampilan

: Kristal Transparan

Kepadatan

: 2,648 g cm-3·

Titik lebur

: 1600-1725 ° C

Titik didih

: 2230 ° C

(Masramdhani, 2011).

2.2.2.2 Sifat Kimia Silika
Senyawa silika mempunyai berbagai sifat kimia antara lain sebagai berikut:
a. Reaksi dengan Asam
Silika relatif tidak reaktif terhadap asam kecuali asam hidrofluorida seperti reaksi
berikut :

SiO2(s) + 4HF(aq)

SiF4(aq) + 2H2O(l)

Dalam asam hidrofluorida berlebih reaksinya menjadi:

SiO2(s) + 6HF(aq)

H2[SiF6](aq) + 2H2O(l)

(Basset,J. 1989)

b. Reaksi dengan Basa
Silika dapat bereaksi dengan basa, terutama dengan basa kuat, seperti dengan
hidroksida alkali.

Universitas Sumatera Utara

Na2SiO3(aq) + H2O(l)

SiO2(s) + 2NaOH(aq)

(Basset,J.1989)
Secara komersial, silika dibuat dengan mencampurkan larutan natrium
silikat dengan suatu asam mineral. Reaksi ini menghasilkan suatu dispersi peka
yang akhirnya memisahkan partikel dari silika terhidrat, yang dikenal dengan
silika hydrosol atau asam silikat yang kemudian dikeringkan pada suhu 110oC
agar terbentuk silika gel. Reaksi yang terjadi :

Na2SiO3(aq) + 2HCl(aq)
H2SiO3(s)

SiO2.H2O(s)

H2SiO3(l) + 2NaCl(aq)

(Bakri, R. 2008)

2.3 Gliserol
Gliserol yang diperoleh dari hasil penyabunan lemak atau minyak adalah suatu zat
cair yang tidak berwarna dan mempunyai rasa yang agak manis. Gliserol larut
baik dalam air dan tidak larut dalam eter. Gliserol digunakan dalam industri
farmasi dan kosmetika sebagai bahan dalam preparat yang dihasilkan. Di samping
itu gliserol berguna bagi kita untuk sintesis lemak di dalam tubuh (Poedjiadi,
2006). Gliserol ialah suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas 3 atom karbon.
Jadi tiap atom karbon mempunyai gugus –OH. Satu molekul gliserol dapat
mengikat satu, dua, tiga molekul asam lemak dalam bentuk ester, yang disebut
monogliserida, digliserida dan trigliserida. Adapun rumus molekul gliserin dapat
ditunjukkan pada Gambar 2.1 :
CH2OH
CHOH
CH2OH

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1. Rumus Molekul Gliserol
Sifat fisik dari gliserol secara umum dimana gliserol merupakan cairan
tidak berwarna ,Tidak berbau, Cairan kental dengan rasa yang manis,Densitas
1,261 ,Titik lebur 18,2°C .Titik didih 290 °C. Gliserol juga digunakan sebagai
penghalus pada krim cukur, sabun, dalam obat batuk dan syrup atau untuk
pelembab (Hart, 1983).
Material karbon cocok sebagai bahan template dalam pembentukan ukuran
pori (Jacob,2000).Penggunaan gliserol sebagai template dimana gliserol adalah
bahan organik. Dengan menggunakan kalsinasi dapat diketahui suhu dimana
template pengarah zeolit dapat hilang seluruhnya sehingga meninggalkan pori
yang terbuka sehingga luas permukaan material meningkat. Hal ini dikarenakan
pori yang semula berisi template pengarah menjadi terbuka dan luas permukaan
total

bertambah

dengan

luas

permukaan

sampai

kedalam

pori.

(Savitri,2012).Apabila dikehendaki modifikasi yang disertai dengan pengaturan
struktur, porositas serta luas permukaan, maka pada proses modifikasi
ditambahkan suatu senyawa sebagai template. Sebagai templating agent antara
lain ( Sukalyan, dkk,2008;2 ), surfaktan, garam – garam kompleks, dan senyawa
polimer seperti polistirena.Sebagai contoh , antara lain : senyawa triblock
kopolimer dengan nama dagang Pluronic 123, CTAC (cetyltrimethylamonium
klorida), CTAB ( cetyltrimethylamonium bromida ) dan sebagainya. Pada akhir
proses template ini dipisahkan secara ekstraksi.
2.4.Luas Pori
Suatu padatan dikatakan memiliki pori-pori berupa lubang,terusan,atau celah yang
lebih dalam dri luasnya. Luas pori diklasifikasikan oleh International Union of
Pure and Applied Chemistry (IUPAC) terbagi tiga (Gates, 1992) yaitu mikropori,
mesopori, dan makropori
a. Material mikropori adalah material yang memiliki diameter pori kurang dari 2
nm (d < 2 nm).

Universitas Sumatera Utara

b. Material mesopori adalah material yang memiliki diameter pori diantara 2–
50 nm (2 nm < d < 50 nm). Material mesopori memiliki karakteristik antara lain
memiliki volume pori yang besar (mencapai 70%) dan memiliki luas permukaan
yang tinggi (mencapai lebih dari 700 m/g). Material mesopori silika untuk
pertama kalinya disintesis pada tahun 1992 oleh para peneliti dari Mobil
Corporation. Material tersebut akhirnya diberi nama Mobil Crystalline of
Materials. Karakteristik material tersebut antara lain memiliki pori berbentuk
heksagonal yang seragam.

Gambar 2.2 Mesopori silika
c. Material makropori adalah material yang memiliki diameter pori lebih dari 50
nm (d > 50 nm).
Untuk menjelaskan pori padatan secara kualitatif dan kuantitatif
diperlukan informasi tentang porositas,densitas,luas permukan spesifik atau
ukuran pori dan distribusi unkuran pori pada padatan berpori. Pengukuran pori ini
sangat ditentukan metode yang digunakan. Metode yang digunakan berupa
adsorpsi molekul yang dilewatkan pada permukaan pori. Misalnya untuk nilai luas
permukaan akan lebih kecil jika digunakan molekul yang lebih besar,sebaliknya
nilai luas permukaan akan semakin besar jika digunakan molekul yang lebih
kecil(Schuber and husing 2006).
Suatu padatan dapat dikatakan berpori jika apabila padatan tersebut
memiliki bentuk pori berlubang,chanel, dan celah. Pori ini memiliki beberapa tipe
seperti gambar dibawah ini:

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3. Tipe pori menurut (Schuber and husing 2006)
A. Pada gambar tersebut menunjukkan tipe pori a) berupa pori tertutup/terisolasi
atau disebut closesd-pores.
B. Pori terbuka kepermukaan (open-porous) yang dipengaruhi sifat makroskopik
padatan dan tidak aktif dalam reaksi kimiayang terdiri dari: bentuk botol tinta
(ink-bottle) (b), bentuk silinder terbuka (c), bentuk (funnel atau slitshaped) (d),
pori terbuka pada kedua ujung (through pores) (e), silinder tertutup (silinder
blind) (f) dan porositas yang kasar (roughness) pada permukaan luar (g)
(Schubert and Husing, 2006).

Dalam karakterisasi pori sering digunakan istilah seperti yang terdapat pada tabel
2.4 berikut ini:
Tabel 2.4. Istilah yang digunakan dalam karakterisasi pori padatan
Istilah
Densitas

Keterangan
True density

Densitas dari material tidak termasuk
pori

dan

kekosongan

interpartikel

(densitas dari jaringan padatan)
Apparent

Densitas dari material tertutup dan pori

density

yang tidak dapat dilalui

Universitas Sumatera Utara

Bulk density

Densitas material termasuk pori dan
kekosongan interpartikel (massa per total
volume, dengan volume = fase padatan +
pori tertutup + pori terbuka)

Volume pori
Ukuran pori

Vp

Volume pori
Biasanya disebut lebar pori (diameter);
jarak dari dua dinding yang berlawanan

Porositas

Perbandingan dari volume total pori Vp
dengan volume yang terlihat (apparent
volume) V dari partikel atau serbuk

Luas

Area yang tercapai pada permukaan

Permukaan

padatan per satuan unit material

Untuk menjelaskan pori padatan secara kualitatif dan kuantitatif
diperlukan informasi tentang porositas, densitas, luas permukaan spesifik atau
ukuran pori dan distribusi ukuran pori pada padatan berpori. Nilai hasil
pengukurannya sangat ditentukan oleh metode yang digunakan, biasanya metode
hanya dapat mendeteksi pori yang terbuka. Metode yang digunakan berupa
adsorpsi molekul ke dalam celah. Hasil yang diperoleh tergantung pada ukuran
molekul yang dilewatkan pada permukaan pori. Misalnya untuk nilai luas
permukaan akan lebih kecil jika digunakan molekul yang besar, sebaliknya nilai
luas permukaan akan semakin besar jika digunakan molekul yang lebih kecil.
Berikut ini skema adsorbsi gas pada permukaan menggunakan ukuran molekul
yang berbeda (Schubert and Husing, 2006)

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.4. Skema Adsorbsi gas pada permukaan pori material dengan
perbedaan ukuran molekul gas (Schubert and Husing, 2006)

Menurut International Union of Pure and Applied Chemistry (IUPAC),
terdapat enam klasifikasi isotherm adsorbsi seperti yang diperlihatkan gambar
2.4.Isotherm Tipe I merupakan karakteristik material mikropori (d < 2
nm).Material yang tidak berpori dan makropori (d > 50 nm) diklasifikasikan
sebagai isotherm Tipe II dan Tipe III dengan interaksi antara adsorbat dan
adsorben yang kuat. Untuk material mesopori ( 2 nm < d > 50 nm)
diklasifikasikan sebagai isotherm Tipe IV dan Tipe V dimana terdapat
pembentukan multilayer dari kurva adsorbsi dan desorbsi. Untuk isotherm tipe III
dan VI diprediksi bahwa interaksi antara adsorbat dan adsorben yang terlalu
lemah sehingga sedangkan Tipe VI merupakan karakteristik padatan dua dimensi
yang sangat homogeny seperti grafit (Kanellopoulos, N. 2011)

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.5. Klasifikasi Isotherm Adsorbsi menurut International Union Of Pure
and Applied Chemistry (IUPAC)

2.5 Karakterisasi silika with template
2.5.1 X-Ray Diffraction (XRD)
Difraksi sinar X atau yang lebih sering dikenal dengan XRD adalah teknik yang
cukup handal dan mendasar untuk mengevaluasi sifat-sifat fasa kristal dan
parameter ukuran kristal (Leofanti et al., 1997)sering digunakan untuk
menentukan struktur dan pengenalan bahan-bahan baik keramik, gelas maupun
komposit (Widhyastuti dkk, 2009). Keuntungan utama penggunaan difraksi sinar
X dalam karakterisasi material adalah kemampuan penetrasinya, sebab sinar X
memiliki energi sangat tinggi akibat panjang gelombangnya yang pendek (0,5-2,0
mikron) (Widhyastuti dkk, 2009).

Dengan melalukan sudut kedatangan sinar X maka spektrum pantulan
adalah spesifik yang berhubungan langsung dengan lattice spacing dari kristal
yang dianalisis. Interpretasi Hukum Bragg dilakukan berdasarkan asumsi bahwa
permukaan dari mana sinar X dipantulkan adalah datar.
n λ = 2 d sinθ
(2.1)

Universitas Sumatera Utara

dengan λ merupakan panjang gelombang, d adalah jarak antar blapisan atom, n
adalah urutan pantulan dalam bilangan bulat (1,2,3, …) yang menyatakan orde
berkas yang dihambur, dan θ adalah sudut difraksi.
Suatu material jika dikenai sinar-X maka intensitas sinar yang
ditransmisikan akan lebih rendah dari intensitas sinar datang, hal ini disebabkan
adanya penyerapan oleh material dan juga penghamburan oleh atom-atom dalam
material tersebut. Berkas sinar-X yang dihamburkan ada yang saling
menghilangkan karena fasenya berbeda dan ada juga yang saling menguatkan
karena fasenya yang sama. Berkas sinar-X yang menguatkan (interferensi
konstruktif) dari gelombang yang terhambur merupakan peristiwa difraksi. SinarX yang mengenai bidang kristal akan terhambur ke segala arah, agar terjadi
interferensi konstruktif antara sinar yang terhambur dan beda jarak lintasnya maka
harus memenuhi pola nλ (Taqiyah, 2012).
Prinsip kerja difraksi sinar X dihasilkan disuatu tabung sinar X dengan
pemanasan kawat pijar atau filamen untuk menghasilkan elektron-elektron,
kemudian elektron-elektron yang berupa sinar X tersebut dipercepat terhadap
suatu sampel dengan memberikan suatu voltase, dan menembak sampel dengan
elektron. Elektron-elektron yang berupa sinar X akan melewati celah (slit) agar
berkas sinar yang sampai ke sampel berbentuk pararel dan memiliki tingkat
divergensi yang kecil, serta elektron-elektron tersebut dapat menyebar merata
pada sampel. Ketika elektron-elektron mempunyai energi yang cukup untuk
mengeluarkan elektron-elektron dalam sampel (Anonim D, 2013), maka bidang
kristal itu akan membiaskan sinar X yang memiliki panjang gelombang sama
dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut.

Sinar yang dibiaskan dari sampel juga melewati celah (slit) sebelum
ditangkap oleh detektor sinar X, sehingga sinar yang dibiaskan tidak menyebar
dan kemudian melewati celah soller (soller slit). Celah ini berfungsi untuk
mengarahkan sinar X yang akan dicatat oleh detektor dan akan mengeliminasi
hamburan yang tidak berguna dalam difraksi. Kemudian sinar tersebut akan
melewati penyaringan monokromator sekunder yang berfungsi sebagai penghasil

Universitas Sumatera Utara

sinar X monokromatik yang diperlukan untuk difraksi. Sinar X yang dihasilkan
ditangkap oleh detektor kemudian diterjemahkan sebagai sebuah puncak difraksi.
Makin banyak bidang kristal yang terdapat dalam sampel, makin kuat intensitas
pembiasan yang dihasilkannya. (Widhyastuti dkk, 2009). XRD memberikan datadata difraksi dan kuantisasi intensitas difraksi pada sudut-sudut dari suatu bahan.
Data yang diperoleh dari XRD berupa intensitas difraksi sinar-X yang terdifraksi
dan sudut-sudut 2θ. Tiap pol ayang muncul pada pola XRD mewakili satu bidang
kristal yang memiliki orientasi tertentu. (Widyawati, 2012).
Kegunaan dan aplikasi difraksi sinar X, yakni dapat membedakan antara
material yang bersifat kristal dengan amorf, mengukur macam-macam keacakan
dan penyimpangan kristal, karakterisasi material kristal, identifikasi mineralmineral yang berbutir halus seperti tanah liat, dan penentuan dimensi-dimensi sel
satuan (Widhyastuti dkk, 2009; Anonim C, 2011).

2.5.2 Metode Adsorpsi Brunauer-Emmet-Teller (BET)
Karakterisasi luas permukaan dapat dilakukan dengan metode BET.Metode BET
dikembangakan oleh Brunauer–Emmet-Teller pada tahun 1938 dengan dua jenis
pengukuran yaitu single point dan multi point. Pengukuran single point dilakukan
bila profil isotherm telah diketahui dan dilaksanakan pada suatu nilai tekanan
parsial adsorbat di mana profil isotermnya linier. Sedangkan pengukuran multi
point dilakukan jika profil isotermnya belum diketahui dilakukan dengan
memvariasikan nilai tekanan parsial adsorbat pada rentang 0.05 < (P/Po) < 0.35.
Bila adsorbat yang digunakan adalah gas nitrogen, maka nitrogen cair digunakan
sebagai media pendinginnya.Panasadsorbsi untuk semua lapisan kecuali lapisan
pertama dianggap sama dengan panas kondensasi gas yang diadsorp (Slamet et al,
2007).
Jumlah lapisan yang diadsorp ditunjukkan dengan persamaan (Maron dan
Lando,BET digunakan untuk karakterisasi permukaan suatu material yang
meliputi luas permukaan/surface area (SA, m2 /g), diameter pori (D) dan volume
pori (Vpr, cc/g). Teori BET menjelaskan bahwa adsorbsi terjadi di atas lapisan
adsorbat monolayer. Sehingga, isotherm adsorbs BET dapat diaplikasikan untuk

Universitas Sumatera Utara

adsorbs multilayer.Proses adsorpsi digambarkan sebagai proses lapisan dengan
lapisan (Layer-by-layer), permukaan secara energetik dianggap homogen, medan
adsorpsi sama dalam setiap tempat permukaan. Proses adsorpsi dianggap tidak
bergerak (setiap molekul yang diadsorb pada sisi dasar adsorbs pada permukaan).
Lapisan pertama molekul yang diadsorb memiliki energy interaksi dengan medan
adsorbs (Ea0) dan interaksi vertical antara molekul setelah lapisan pertama (EL0)
sama terhadap panas liqufaksi adsorbat dan molekul yang diadsorb tidak
berinteraksi secara menyamping. Model adsorbsi BET digambarkan sebagai
berikut (Roque-Malherbe, 2007).
Untuk menerapkan persamaan isotherm BET terhadap data adsorpsi yang
diperoleh digunakan persamaan linier berikut:


Dimana

�. (�� − �)

=

1
�−1 �
+
.
�� . � �� . � ��

dengan :
P = tekanan gas saat teradsorpsi
Po = tekanan saturasi gas yang diadsorp pada temperatur percobaan
V = volume gas yang diadsorp pada tekanan P
Vm = volume gas yang diadsorp dalam lapisan tunggal
C = konstanta yang dihubungkan secara eksponensial dengan panas
adsorpsi dan pencairan gas.
� = �. ���

�1 − ��
��

Dengan A adalah konstanta,
E1 = Panas adsorpsi layer 1
EL = Panas Pencairan gas pada layer lain

Universitas Sumatera Utara

Untuk area yang dilewati setiap molekul dalam monolayer dianggap sempurna,
dimana untuk nitrogen (N2) = 0,162 nm2 pada 77K dan argon (Ar) = 0,138 nm2
pada 87K (Kanellopoulos, N. 2011).
Metode ini menganggap bahwa molekul padatan yang paling atas berada
pada kesetimbangan dinamis. Ini berarti jika permukaan hanya dilapisi oleh satu
molekul saja, maka molekul-molekul gas ini berada dalam kesetimbangan dalam
fase uap padatan. Jika terdapat dua atau lebih lapisan, maka lapisan teratas berada
pada kesetimbangan dalam fase uap padatan. Bentuk isotherm tergantung pada
macam zat adsorbat, sifat adsorben dan struktur pori. Gejala yang diamati pada
adsorpsi isotherm berupa adsorpsi lapisan molekul tunggal, adsorpsi lapisan
molekul ganda dan kondensasi dalam kapiler.
2.5.3. Spektroskopi Inframerah (FTIR)
Fourier Transform Infra-Red (FTIR) Spectroscopy merupakan metode yang
digunakan untuk mengamati interaksi interaksi molekul dengan radiasi
elektromagnetik. FTIR adalah alat yang dipergunakan untuk menganalisis secara
kuantitatif maupun kualitatif untuk kuantitatif adalah berdasarkan gugus fungsi
yang ada dengan menggunakan standar. Pada umumnya sampel yang dianalisis
dapat berupa padatan, caran dan gas, masing-masing mempergunakan sel yang
berbeda-beda (Stevens, 2011).
Adapaun

prinsip dasar spektroskopi inframerah yaitu interaksi antara

vibrasi atom-atom yang berikatan/gugus fungsi dalam molekul yang dengan
mengadsorpsi radiasi gelombang elektromagnetik inframerah. Absorpsi terhadap
radiasi inframerah dapat menyebabkan eksitasi energi vibrasi molekul ketingkat
energi vibrasi yang lebih tinggi. Untuk dapat mengabsorpsi, molekul harus
mempunyai perubahan momendipol sebagai akibat dari vibrasi. Daerah radiasi
spektroskopi inframerah berkisar pada bilangan gelombang 12800-10 cm-1.
Umumnya daerah radiasi inframerah terbagi dalam daerah inframerah dekat
(12800-4000 cm-1), daerah inframerah tengah (4000-200 cm-1), daerah
inframerah jauh (200-10 cm-1). Daerah yang paling banyak digunakan untuk
berbagai keperluan adalah 4000-690 cm-1, daerah ini biasa disebut sebagai daerah
inframerah tengah (Khopkar, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Beberapa penelitian yang menggunakan FTIR (Fourier Transform Infra
Red) telah dilakukan, diantaranya mengamati gugus fungisional pada silika yang
diperoleh dari sekam padi. Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa puncak utama
yang berkaitan dengan gugus fungsi pada silika adalah pada bilangan gelombang
3444,6 cm-1 yang merupakan gugus –OH (gugus hidroksil) yang menunjukkan
adanya gugus hidroksil dari molekul air yang terhidrasi (Daifullah, 2004). Selain
itu puncak bilangan gelombang 1095,5 cm-1 menunjukkan adanya gugus fungsi
Si-O-Si (Adam, 2006). Adanya gugus fungsi Si-O-Si diperkuat dengan adanya
puncak bilangan gelombang 470,6 cm-1 yaitu ikatan Si-O (Lin, 2001).

Universitas Sumatera Utara