Uji Performansi Antena Indoor Umts 2100 Berdasarkan Parameter RSCP dan EC NO DI Terminal Keberangkatan Lantai 2 Bandara Kualanamu

BAB II
DASAR TEORI

2.1

UMTS ( Universal Mobile Telephone Standard )
Sistem standar 3G yang dipakai di Indonesia menggunakan teknologi

WCDMA ( Wideband Code Division Multiple Access ) dimana dengan teknologi
ini memungkinkan kecepatan data mencapai 384 kbps. Dalam UMTS, faktor
reuse frekuensi adalah 1. Jadi tidak ada penetapan frekuensi di UMTS. UMTS
menggunakan

WCDMA

sebagai

metode

akses.


Universal

Mobile

Telecommunication System atau UMTS biasanya disebut juga dengan Wideband
Code Division Multiple Access atau WCDMA yang merupakan teknologi generasi
ketiga (3G) untuk GSM. Teknologi ini tidak kompatibel dengan CDMA2000 atau
sering disebut juga dengan CDMA saja. Teknologi ini menggunakan WidebandAMR (Adaptive Multi-Rate) untuk kodifikasi suara sehingga kualitas suara yang
didapat menjadi lebih baik dari generasi sebelumnya. Batas kapasitas jaringan
juga dapat dengan mudah dicapai bila terlalu banyak gangguan mengarah ke batas
daya pada base station melalui mekanisme kontrol daya lingkaran. Jadi dalam
UMTS perencanaan cakupan dan perencanaan kapasitas tidak dapat secara
independen dibuat seperti di GSM, mereka berkorelasi erat. Semakin tinggi
cakupan, semakin rendah adalah kapasitas dan sebaliknya [1].

6
Universitas Sumatera Utara

2.2


Konsep Dasar UMTS
3G/ UMTS (3rd Generation/ Universal Mobile Telecommunications

System), didedikasikan tidak hanya untuk memberikan layanan voice ataupun
data, tetapi juga mampu mengalokasikan pada kebutuhan user akan video dan
gambar (multimedia). Namun, kecepatan pengiriman data (bit rate) yang masih
kurang memadai dianggap sebagai kendala utama. Berbagai solusi berusaha
dimunculkan untuk mengatasi masalah bit rate yang minimum, seperti WCDMA
(Wideband Code Division Multiple Access). Sistem WCDMA ini mampu
mengakomodasikan bit rate hingga 384 kbps (kilo bit per second).
Teknologi Universal Mobile Telecommunication system (UMTS) yang
sudah ada di Indonesia menggunakan alokasi frekuensi 2100 MHz. UMTS
merupakan generasi ketiga dalam sistem seluler, yang menggunakan interface
Wideband-CDMA. Dalam penerapan teknologi UMTS, tidak bisa lepas dari
teknologi GSM yang telah diterapkan sebelumnya.
Universal Mobile Telecommunication System (UMTS) saat ini dipandang
sebagai sebuah sistem impian yang menggantikan Global System for Mobile
Communication (GSM). UMTS merupakan salah satu evolusi generasi ketiga
(3G) dari jaringan mobile. UMTS juga memperlihatkan permintaan yang makin
berkembang dari aplikasi mobile dan aplikasi internet untuk kapasitas baru

sehingga dunia komunikasi mobile makin ramai. Transmisi peningkatan
jaringannya mencapai kecepatan sampai 2 Mbps per pemakai mobile dan
menetapkan suatu standar penjelajahan yang global.
UMTS disebut juga sebagai Wideband Code Division Multiple Access
(WCDMA). Sistem ini mengijinkan banyak aplikasi yang lain untuk

7
Universitas Sumatera Utara

diperkenalkan ke pelosok di seluruh dunia kepada para pemakai mobile dan
menyediakan suatu link yang penting di masa kini antara sistem GSM dan standar
terakhir dari worldwide tunggal untuk seluruh telekomunikasi

mobile,

International Mobile Telecommunications-2000 (IMT-2000)

2.3

Teknologi Radio WCDMA

Teknologi WCDMA adalah teknologi radio yang digunakan pada sistem

3G/UMTS. Teknologi WCDMA sangat berbeda dengan teknologi jaringan radio
GSM. Pada jaringan 3G dibutuhkan kualitas suara yang lebih baik, data rate yang
semakin tinggi (mencapai 2Mbps dengan menggunakan release 99 dan mencapai
10 Mbps dengan menggunakan HSDPA) oleh sebab itu bandwidth sebesar 5 Mhz
dibutuhkan pada sistem WCDMA. Probabilitas setiap user untuk mendapatkan
bandwidth yang bervariasi sesuai dengan permintaan layanan user adalah salah
satu fitur keunggulan jaringan UMTS. Teknik diversitas digunakan untuk
meningkatkan kapasitas user downlink, dan karena hanya satu frekuensi yang
digunakan, aktifitas frequency planning yang rumit pada jaringan GSM tidak
perlu dilakukan. Packet data swicthing tergantung pada kapasitas jaringan
sehingga lebih efisien dibandingkan jaringan GSM yang bergantung pada
kapasitas timeslot. Alokasi Spektrum Frekuensi Sistem 3G/UMTS. Aplikasi
frekuensi untuk sistem 3G dibagi menjadi dua yaitu :


Sistem Time Division Duplex (TDD) : Range frekuensi adalah 1900 MHz
– 1920 MHz dan 2010 – 2025 MHz yang digunakan kedua range tersebut
untuk transmisi uplink dan downlink secara bersamaan.


8
Universitas Sumatera Utara



Sistem Frequency Division Duplex (FCD) : range frekuensi adalah 1920
– 1980 MHz untuk transmisi downlink dan 2110 – 2170 MHz untuk
transmisi uplink.
Salah satu alasan digunakannya sistem FDD dibandingkan dengan sistem

TDD adalah alokasi frekuensi yang dapat dibagikan oleh operator dengan
bandwidth 5 MHz pada sistem FDD lebih banyak sejumlah 12 frequency carrier
dibandingkan dengan sistem TDD yang hanya 7 frequency carrier.
Alasan kedua adalah masalah Harmonic Distortion yang dihasilkan oleh
sistem GSM 900 apabila terdapat colocated site antara sistem GSM 900 dengan
WCDMA TDD.

2.4


Model Propagasi Dalam Ruangan (Indoor)
Untuk menghitung perkiraan besar path loss yang terjadi di dalam ruangan

tidak dapat menggunakan model propagasi outdoor. Hal ini dikarenakan jarak
yang terdapat di dalam ruangan sangat pendek sehingga efek Doppler dapat
diabaikan. Selain itu, propagasi yang terjadi di dalam ruangan cenderung lebih
kompleks karena gelombang radio-nya banyak dihalangi oleh obstacle (hambatan)
berupa furniture (perabot rumah tangga), asbes atau gypsum dan dinding. Oleh
sebab itulah gelombang radio di dalam ruangan mengalami banyak refleksi dan
refraksi serta penyerapan daya (pentration) yang menyebabkan path loss semakin
besar [7].
Metode pemodelan propagasi indoor dapat dibedakan dalam empat
kategori, yaitu [2]:
1. Model Empiris

9
Universitas Sumatera Utara

Model empiris adalah pemodelan yang diambil dari perhitungan kanal
yang dilakukan di beberapa tempat tertentu. Model ini diambil dengan

memasukkan data pengukuran dengan rumus-rumus matematika sederhana atau
fungsi distribusi. Contoh model empiris untuk lingkungan indoor antara lain
adalah 10 model One Slope, model Wall and Floor Factors, model Cost-231
Multi Wall, model Linear Attenuation, dan lain sebagainya.

2. Model Stokastik
Model stokastik biasanya digunakan untuk memodelkan aspek acak dari
kanal radio dengan variabel acak, misalnya karakteristik fading dari kanal radio.
Model ini hanya membutuhkan sedikit informasi dari lingkungan propagasinya.
Pada kanal propagasi radio, terdapat dua tipe fading, yaitu fading large scale dan
fading small scale. Fading large scale menggambarkan perubahan kekuatan
sinyal terhadap jarak. Sementara itu, fading small scale menggambarkan fluktuasi
kecepatan dari kuat sinyal terima pada jarak perjalanan yang singkat (biasanya
dengan sedikit panjang gelombang). Fading large scale dan fading small scale
biasanya dimodelkan dengan model stokastik. Misalnya, untuk fading large scale,
yaitu fading shadowing, dimodelkan dengan fading log-normal dan fading small
scale banyak dimodelkan dengan Rayleigh, fading Rice atau Nakagami-m, dan
lain sebagainya.

3. Model Deterministik

Model deterministik mensimulasikan fenomena propagasi secara fisik dari
gelombang radio. Model deterministik ini didasarkan pada persamaan Maxwell

10
Universitas Sumatera Utara

yang menggambarkan sifat-sifat dari medan elektromagnetik dan memasukkannya
pada lingkungan propagasi spesifik. Biasanya model ini memiliki tingkat akurasi
yang tinggi. Contoh model ini adalah model Ray-Optical dan model Finite
Difference Time Domain (FDTD).
4. Model Semi-deterministik
Model semi-deterministik adalah kombinasi dari model deterministik
dengan model stokastik atau model empiris. Model ini memiliki kelebihan berupa
tidak dibutuhkannya terlalu banyak data untuk perhitungan seperti pada model
deterministik, namun tetap memiliki akurasi yang lebih tinggi daripada model
stokastik maupun model empiris. Contoh dari model ini adalah model Dominan
path, model Motif, dan model Geometry Based Stochastic Channel (GSCM).

2.4.1 Model Propagasi COST 231 Multi Wall
Model COST 231 Multi Wall merupakan pengembangan dari model

Keenan-Motley. Perbedaan yang mencolok pada kedua jenis model ini terletak
pada penjelasan rugi-rugi akibat penyerapan daya sinyal yang menembus
beberapa lantai yang berada diantara pemancar dan penerima. Model KeenanMotley menyatakan bahwa besarnya daya sinyal yang hilang akibat melalui
beberapa lantai dapat digambarkan sebagai fungsi linear terhadap kenaikan jumlah
lantai yang ditembus oleh sinyal. Sedangkan pada model COST 231-MultiWall
besarnya daya yang hilang tersebut tidak dapat digambarkan sebagai fungsi linear
melainkan sebagai fungsi eksponensial yang dipengaruhi oleh faktor empiris b
[5]. Pada jenis model ini, total rugi-rugi lintasan yang terjadi di dalam ruangan
merupakan jumlah dari rugi-rugi akibat ruang bebas dengan penyerapan

11
Universitas Sumatera Utara

gelombang radio yang menembus lantai dan dinding yang berada diantara BS dan
MS atau perangkat komunikasi yang dapat berpindah-pindah (portable terminal).
Telah diteliti bahwa total rugi-rugi gelombang radio akibat menembus beberapa
lantai bukanlah merupakan fungsi linear terhadap peningkatan jumlah lantai.
Melainkan merupakan fungsi eksponensial seperti yang diperlihatkan pada
persamaan 2.1 [3].




(2.1)

dimana :
LMW

= rugi-rugi lintasan total (dB)

LFS

= rugi-rugi ruang bebas (dB)

LC

= konstanta rugi-rugi

Kwi

= jumlah dinding yang ditembus pada jenis ke-i


Kf

= jumlah lantai yang ditembus pada jenis ke-i

Lwi

= rugi-rugi dinding yang ditembus pada jenis ke-i (dB)

Lf

= rugi-rugi lantai yang ditembus pada jenis ke-i (dB)

b

= faktor empiris

I

= jumlah jenis dinding
Rugi-rugi pertama (LFS) pada merupakan rugi-rugi akibat propagasi

gelombang radio di ruang bebas. Rugi-rugi kedua (LC) merupakan variabel yang
besarnya ditentukan dari hasil pengukuran terhadap rugi-rugi akibat penyerapan
oleh dinding yang dilalui sinyal dengan menggunakan metode regresi linear
bertingkat. Biasanya besar nilai konstanta tersebut mendekati nol. Model Cost12
Universitas Sumatera Utara

231 multi-wall menyatakan bahwa lantai dan sekat/dinding di dalam ruang
berperan dalam penyerapan sinyal. Rugi-rugi ketiga (Σ

����=1. ��) merupakan

total rugi-rugi akibat jumlah penyerapan dinding yang berada diantara pemancar
dan penerima. Untuk alasan praktis maka jumlah jenis dinding yang berbeda harus
tetap rendah. Jika sebaliknya, maka perbedaan diantara jenis dinding menjadi
kecil dan penempatannya di dalam model ini menjadi tidak jelas. Sehingga

dibuatlah pembagian jenis dinding ke dalam dua tipe seperti yang diperlihatkan
pada Tabel 2. 1 [3].
Tabel 2.1 Pembagian Jenis Dinding Pada Model Cost 231 Multi Wall
Jenis Dinding

Deskripsi
Sebuah dinding yang tidak ditempeli
oleh suatu bantalan seperti dinding
eternit, dinding papan dan diding

Dinding Tipis (Lw1)

beton tipis dengan ketebalan kurang
dari 10 cm.

Sebuah dinding yang ditempeli oleh
suatu bantalan atau jenis dinding yang
Dinding Tebal (Lw2)

lainnya dengan ketebalan dinding
lebih dari 10 cm yang terbuat dari,
seperti beton atau batu bata.

13
Universitas Sumatera Utara

Besar nilai variabel-variabel pada model ini telah ditentukan berdasarkan hasil
pengukuran yang dilakukan oleh organisasi-organisasi komunikasi seperti Alcatel,
CNET, TUW, UPC, VTT dan Ericsson. Meskipun organisasi-organisasi tersebut
melakukan pengukuran dengan metode dan peralatan yang berbeda. Namun setiap
pengukuran harus dilakukan dengan aturan umum yang telah ditentukan
sebelumnya yaitu posisi pemancar ditempatkan pada pusat gedung sedangkan
posisi penerima berpindah ke beberapa tempat yang masih tercakup oleh
pemancar, ketinggian pemancar dari lantai sekitar 1,5–10 m, antena yang
digunakan jenis omnidireksional dengan besar gain 1,3–4,5 dB, daya pancar 1030 dBm dan jenis polarisasi yang digunakan adalah vertikal untuk setiap
pengukuran [3].
Pengukuran tersebut dilakukan sebanyak 10-50 sampel dengan rata-rata
panjang gelombang 1-6 λ pada sebagian besar pengukuran oleh setiap organisasi.
Perlu diketahui bahwa seluruh hasil pengukuran tersebut secara implisit telah
termasuk rugi-rugi yang disebabkan oleh berbagai jenis perabot yang terdapat di
dalam ruangan dan koridor-koridor yang dilalui oleh gelombang radio tersebut.

2.4.2

Model Propagasi ITU-R
Pada penggunaan model ini perhitungan rugi-rugi transmisi di dalam

ruangan mengasumsikan bahwa BS dan portable terminal berada di dalam gedung
yang sama. Rugi-rugi lintasan gelombang radio dari BS menuju portable terminal
di dalam ruangan dapat diperkirakan dengan dua model yaitu site-general model
(model dengan informasi keadaan yang umum) dan site-specific model (model
dengan informasi keadaan yang spesifik). Namun pada penelitian ini hanya

14
Universitas Sumatera Utara

menggunakan site-general model sehingga teori mengenai site-general model
lebih ditekankan [2]. Site-general model adalah jenis model yang hanya
memerlukan sedikit informasi mengenai keadaan site yang akan diteliti dalam
menentukan rugi-rugi transmisi. Model ini juga menjelaskan bahwa rugi-rugi
lintasan gelombang radio di dalam ruangan ditandai oleh rugi-rugi lintasan ratarata dan hal-hal yang terkait dengan nilai fading shadow. Kebanyakan model rugirugi lintasan di dalam ruangan melakukan perhitungan pelemahan sinyal akibat
menembus beberapa dinding atau lantai. Namun pada model ini tidak
memperhitungkan

rugi-rugi

transmisi

akibat

menembus

dinding

tetapi

memperhitungkan rugi-rugi pelemahan daya sinyal akibat menembus lantai
sehingga dapat memprediksi penggunaan frekuensi yang sama diantara lantai.
Model ini menambahkan koefisien rugi-rugi daya (distance power loss
coefficient) di dalam perhitungan rugi-rugi lintasan seperti diperlihatkan pada
Persamaan 2.2. Dimana koefisien ini telah mewakili rugi-rugi transmisi akibat
dinding, perabot di dalam ruangan serta mekanisme rugi-rugi yang mirip yang
terdapat di dalam gedung. sehingga memungkinkan sinyal tersebut dapat
digunakan di antara lantai. Pada site-specific model rugi-rugi transmisi akibat
dinding dihitung secara eksplisit [2].

(2.2)
dimana :
N

= koefisien jarak rugi-rugi daya (distance power loss coefficient)

f

= frekuensi (MHz)

d

= jarak pisah diantara BS dan portable terminal (dimana d >1m)

15
Universitas Sumatera Utara

Lf

= faktor rugi-rugi penyerapan oleh lantai (dB)

n

= jumlah lantai diantara BS dan portable terminal
Tabel 2.2 Koefisien power loss, N, untuk perhitungan rugi-rugi transmisi di
dalam ruangan
Bangunan

Bangunan

Bangunan Tempat

Tempat Tinggal

Kantor

Perbelanjaan

900 Mhz

-

33

20

1.2-1.3 Ghz

-

32

22

1.8-2 Ghz

28

30

22

2.4 Ghz

28

30

-

3.5 Ghz

-

27

-

4 Ghz

-

28

22

31

-

Frekuensi

5.2 Ghz

30 (apartemen)
28 (rumah)

5.8 Ghz

-

24

-

60 Ghz

-

22

17

70 Ghz

-

22

-

Parameter-parameter khusus berdasarkan hasil berbagai pengukuran diperlihatkan
pada Tabel 2.3 [2].
Tabel 2.3 Faktor rugi-rugi penyerapan daya oleh lantai, Lf (dB) dengan n
merupakan jumlah lantai yang menyerap daya, untuk perhitungan rugi-rugi
transmisi di dalam ruangan
Frekuensi

Bangunan

Bangunan

Tempat Tinggal

Kantor

Bangunan Tempat
Perbelanjaan

9 (1 lantai)
900 Mhz

-

19 (2 lantai)

-

24 (3 lantai)
1.8-2 Ghz

4n

15+4(n-1)

6+3(n-1)

16
Universitas Sumatera Utara

2.4 Ghz

10 (apartemen)

14

-

5 (rumah)
18 (1 lantai)
3.5 Ghz

-

-

26 (2 lantai)

13 (apartemen)
5.2 Ghz

7 (rumah)

16 (1 lantai)

-

22 (1 lantai)
5.8 Ghz

-

28 (2 lantai)

2.5

Sistem Komunikasi Seluler Indoor
Komunikasi jaringan indoor merupakan suatu sistem yang diterapkan

dalam gedung untuk mendukung sistem luar gedung (makrosel dan mikrosel
outdoor) dalam memenuhi layanan seluler dan wireless. Perencanaan sel dalam
gedung (Indoor coverage) meliputi perencanaan area cakupan sesuai dengan
komitmen area, kapasitas trafik sesuai kebutuhan, kualitas sinyal yang
memuaskan pelanggan, dan dengan interferensi yang kecil. Prosedur dari
perencanaan sel antara lain adalah cakupan dan analisa interferensi, perhitungan
trafik, perencanaan frekuensi, dan parameter sel. Beberapa hal yang harus
diperhatikan di dalam membuat suatu perencanaan sel adalah [1]:
1. Cakupan
2. Kapasitas
3. Kualitas
Sistem dalam gedung sangat berbeda dengan sistem luar gedung, hal yang paling
mendasar adalah model perancangan sistem radio dan distribusi antenanya harus
disesuaikan dengan karakteristik gedung tempat sel tersebut terpasang. Pada
sistem sel dalam gedung dibutuhkan teknik khusus untuk mengatasi kondisi
propagasi dalam ruangan. Tidak sama dengan area ruang kosong, sistem dalam

17
Universitas Sumatera Utara

gedung mengalami banyak rugi seperti kepadatan material dalam gedung,
konstruksi gedung, kepadatan orang dalam gedung, dan terbatasnya celah antar
ruangan seperti jendela dan pintu. Karakteristik sel dalam gedung yaitu :
1. Area cakupan sel kecil
2. Sinyalnya terbatas sampai pada sisi gedung
3. Daya pemancar yang digunakan rendah
4. Antena dipasang di dalam gedung
5. Ukuran antena kecil

2.6

Perencanaan sistem jaringan Seluler Indoor
Untuk melakukan perencanaan dan perancangan sel maka yang perlu

diperhatikan adalah mempertimbangkan hal-hal yang berpengaruh pada unjuk
kerja sistem, dan pemilihan perangkat jaringan yang digunakan dalam proses
perancangan. Dalam perencanaan sistem jaringan seluler indoor yang harus
dilakukan adalah [4]:
a. Sistem Antena
Menentukan sistem antena, konfigurasi antena, memaksimalkan cakupan desain
sesuai area yang direncanakan (coverage desain), membuat skema desain
(schematik desain). Untuk perencanaan di dalam ruangan, biasanya dipakai dua
jenis antena seperti antena omnidirectional dan antena directional. Penempatan
antena baik itu di atas atap maupun di dinding harus memastikan cakupan yang
baik disamping memastikan jarak yang aman antara user dengan Electromagnetic
Radiation (EMR) yang dipancarkan antena. Antena omnidirectional sendiri
ditempatkan diatap ruangan sedangkan antena directional untuk pemasangan di

18
Universitas Sumatera Utara

dinding. Dalam penelitian ini penulis menggunakan antena omnidirectional
buatan kathrein dengan Gain sebesar 2 dBi. Antena jenis ini paling banyak
digunakan dalam perencanaan indoor. Anten-a omni memiliki karakteristik
propagasi melingkar 3600. Gambar 2.1 menunjukkan antena omnidirectional.

Gambar 2.1 Antena Omnidirectional

b. Konfigurasi Antena
Konfigurasi antena untuk sistem antena indoor dapat dibedakan ke dalam empat
kategori, yaitu antena terintegrasi, distribusi antena dengan jaringan kabel coaxial,
radiasi (leaking) kabel, dan penyaluran antena dengan jaringan fiber optik. Sistem
antena terdistribusi akan memberikan solusi yang baik dalam menjangkau area.
Sistem antena terdistribusi ini terbagi dalam dua bagian yakni antena distribusi
aktif dan pasif. Perbedaannya terletak pada kelebihannya di dalam jangkauan,
dimana antena distribusi aktif memiliki peralatan aktif seperti bidirectional
amplifier (BDA) yang berfungsi untuk menguatkan sinyal.

c. Coverage Desain
Cakupan area (Coverage area) jelas akan mempengaruhi jumlah antena dan
material pendukung lainnya. Untuk penentuan area cakupan sistem yang akan

19
Universitas Sumatera Utara

dipasang, dibutuhkan plot area untuk memutuskan area mana yang akan dicakupi.
Setelah area cakupan disetujui maka dirancanglah penempatan antena dan jalur
distribusinya untuk memenuhi area tersebut. Setiap penempatan antena harus
diperhatikan supaya dapat diperolehnya area cakupan yang maksimum.

d. Design RF untuk Sistem Jaringan Indoor
Tujuan utama dari desain RF untuk sistem komunikasi indoor adalah bagaimana
cara mendistribusikan daya dari BTS ke setiap antena pada setiap lantai dalam
bangunan, dimulai dari daya keluaran dari BTS, dan kemudian ke redaman
sepanjang jalur kabel.

2.7

Antena Indoor
Banyak jenis antena indoor yang dipakai pada gedung-gedung maupun

bangunan yang memiliki arsitektur yang tertutup. Itu semua tergantung dengan
kebutuhan dari luas wilayah yang ingin di cover, sistem dari antena tersebut dan
design dari gedung itu sendiri.
Antena indoor yang dipakai di Bandara Kualanamu adalah antena indoor
Alan Dick Ino C0825 4A yang ditunjukkan pada gambar 2.2 [6].

20
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2 Antena indoor Alan Dick Ino c0825 4A
Pada Gambar 2.3 ditunjukkan spesifikasi dari antena Indoor Alan Dick Ino C0825
4A [6].

Gambar 2.3 Spesifikasi antena indoor Alan Dick Ino C0825 4

2.8

Mekanisme Walk Test

21
Universitas Sumatera Utara

Walk Test adalah pengukuran yang dilakukan untuk mengamati dan
melakukan optimasi agar dihasilkan kriteria performansi jaringan. Yang diamati
biasanya kuat daya pancar dan daya terima, tingkat kegagalan akses (originating
dan terminating), tingkat panggilan yang gagal (drop call) serta FER. Tujuan
walk test yaitu :
1. Untuk analisis coverage sebuah cakupan jaringan atau cakupan sebuah sel pada
suatu daerah tertentu dengan cara menggunakan sampel data user perception pada
coverage area tertentu.
2. Mengkombinasikan pengukuran data dalam database tunggal untuk kecepatan
dan perbandingan yang luas. Mekanisme Walk Test yaitu menggunakan telepone
yang terhubung portable computer serta penerima GPS dan antena (optional).
Ditempatkan di kendaraan darat atau jalan kaki dan dijalankan ke seluruh area
cakupan layanan nirkabel. Masalah yang muncul diukur lalu disimpan dalam basis
data komputer, dan menandai data sesuai fungsi waktu dan lokasi [1].

2.9

Alat- alat Walk Test
Sistem walk test melakukan pengukuran, menyimpan data di komputer,

dan menampilkan data menurut waktu dan tempat. Beberapa tipe sistem walk test
yang tersedia adalah walk test berbasis MS, berbasis receiver yang mampu
mengukur semua sinyal plot yang ada dan kombinasi keduanya. Perangkat
berbasis MS merupakan konfigurasi minimum yang dibutuhkan dalam melakukan
walk test. Pengukuran umum seperti panggilan gagal ataupun terputus dilakukan
untuk mengetahui sejauh mana performa jaringan dari sudut pandang pelanggan.
Alat yang dibutuhkan pada saat melakukan walk test yaitu :

22
Universitas Sumatera Utara

1. Software TEMS (Test Mobil system) version 11.0
2. Mobile Phone sony Ericson K880i dan kabel data
3. Laptop
4. GPS dan USB GPS
5. Dongle
6. Peta digital (map info)

Gambar 2.4 menunjukkan sistem peralatan Walk test berbasis MS termasuk
dengan receiver GPS untuk menentukan lokasi akurat suatu peristiwa yang
dialami MS [1] .

Gambar 2.4 Peralatan Walk Test

2.10

Parameter link budget

RSCP (Received Signal Code Power)

23
Universitas Sumatera Utara

RSCP merupakan tingkatan sinyal pada jaringan 3G UMTS dengan
satuan dBm yang nilai dan fungsinya sama dengan Rx Level pada sistem 2G
GSM. Untuk KPI RSCP diperoleh dari hasil drive test baik dalam mode
dedicated maupun mode idle. Tabel 2.4 menunjukkan indikator untuk RSCP
untuk operator secara umum.
Tabel 2.4 indikator RSCP
Nilai RSCP (dBm)

Keterangan

-65 s/d 0

Sangat bagus

-75 s/d -65

Bagus

-80 s/d -75

Cukup bagus

-95 s/d -80

Kurang bagus

-105 s/d -95

Jelek

-120 s/d -105

Sangat jelek

Kuat sinyal:
RSCP (dBm) = EIRP – wall loss – body loss – path loss –Σ (handover + fading
margin)

(2.3)

Dimana:
RSCP

: Received Signal Code Power (dBm)

EIRP

: Effective Isotropic Radiated Power (dBm)

Fading margin : 10 dB ( ketentuan dari PT. Indosat) [8]

Energy Chip per Noise (Ec/No)
Ec/No adalah energi carrier dibagi dengan noise (rugi-rugi). Ec/No
merupakan parameter kualitas data atau suara pada jaringan 3G UMTS yang

24
Universitas Sumatera Utara

nilai dan fungsinya sama dengan Rx Quall pada jaringan 2G GSM. Adapun
nilai Ec/No diperoleh dari hasil drive test atau walk test. Pengukuran dengan
drive test atau walk test dapat menggunakan mode dedicated maupun mode
idle.
Rumus EIRP dapat dituliskan:
Ec/No = RSCP – RSSI

(2.3)

Dimana :
EIRP = Effective Isotropic Radiated Power (dBm)
RSCP = Received Signal Code Power (dBm)

Pada Tabel 2.5 ditunjukkan kriteria tentang kualitas suatu range nilai Ec/No.
(indikator Ec/No).

Tabel 2.5 Indikator Ec/No
Nilai Ec/No (dB)

Keterangan

-6 s/d 0

Sangat bagus

-9 s/d -6

Bagus

-12 s/d -9

Cukup bagus

-15 s/d -12

Kurang bagus

-18 s/d -15

Jelek

-25 s/d -18

Sangat jelek

Effective Isotropic Radiated Power (EIRP)

25
Universitas Sumatera Utara

Effective Isotropic Radiated Power (EIRP) atau Equivalent Isotropic
Radiated Power adalah nilai daya yang dipancarkan antena directional untuk
menghasilkan puncak daya yang diamati pada arah radiasi maksimum penguatan
antena. Rumus EIRP dapat dituliskan:
EIRP = Tx power (dBm) + Antena Gain (dBi) – cable loss (dB)

(2.5)

Dimana:
EIRP = Effective Isotropic Radiated Power (dBm)
Tx Power = Transmitted Power (dBm)

RSSI (Received Signal Strength Indication)
RSSI adalah merupakan parameter yang menunjukkan daya terima dari
seluruh sinyal pada band frequency channel pilot yang diukur. Dalam artian
semua daya sinyal yang terukur oleh penerima pada satu band frequency wcdma
digabungkan menggunakan proses rake receiver. Parameter ini diukur pada arah
downlink dengan acuan pengukuran pada konektor antena penerima (MS). Dalam
proses cdma dijelaskan bahwa pengguna lain pada jaringan yag sama merupaka
interferensi, atau disebut dengan istilah self interference dimana hal itu dapat
memperkuat daya terima, begitu juga dengan sinyal dari sektor lain yang notabene
satu band freuency dengan melayani MS pada saat ini.
Daya sinyal yang terukur pada MS merupakan penjumlahan dari tiga
sektor sesuai dengan phasa tegangannya. Dan nilai yang dihasilkan dari
penggabungan tersebut ditunjukkan oleh parameter RSSI [8].

26
Universitas Sumatera Utara

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

27
Universitas Sumatera Utara

3.1

Peralatan Penelitian
Pelaksanaan pengukuran Walk Test membutuhkan berberapa tools agar

dapat menghasilkan data yang akurat. Tools yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Tems Investigation 11, MapInfo Profesional 11, GPS (Global Positioning
System), MS (Mobile Station) dan kabel data, Laptop dan kabel hub, mobil dan
inventer.
3.1.1

Tems Investigation 11
Tems Investigation merupakan salah satu software untuk mengukur

kualitas sinyal dan perbaikan masalah yang berhubungan dengan sinyal. Tems
dapat digunakan untuk outdoor (luar ruangan) yaitu dilakukan dengan berkendara
mengelilingi rute tertentu dan dapat digunakan untuk Walk Test yaitu untuk
digunakan di dalam ruangan dilakukan dengan berjalan kaki. Gambar 3.1
menunjukkan software tems investigation 11.

Gambar 3.1 Software Tems Investigation

28
Universitas Sumatera Utara

3.1.2

MapInfo Profesional 11
Map info Profesional merupakan sebuah software yang memiliki

kemampuan menggabungakan dan menampilkan sebuah peta/lokasi dengan data
yang berasal dari berbagai sumber. Software ini bertujuan untuk mempermudah
perkerjaan dalam pemetaan suatu daerah dengan memasukkan berbagai elemen
kedalam peta tersebut.
Dalam hal kombinasi terhadap software Tems investigation, Software ini
berfungsi sebagai support dalam hal rute atau map jalan sebagai acuan untuk
melakukan mobility. Untuk ekstrak hasil file data dari hasil pengukuran dengan
tems investigation dapat buka pada software ini dengan tujuan agar mudah
dianalisis. Gambar 3.2 menunjukkan software MapInfo 11.

Gambar 3.2 Software MapInfo 11

3.1.3

GPS
GPS (Global Positioning System) adalah sistem untuk menentukan letak

permukaan bumi dengan bantuan penyelarasan sinyal satelit. Dalam pengukuran

29
Universitas Sumatera Utara

yang dilakukan GPS (global positioning system). berfungsi untuk menentukan
titik dimana User atau pengguna berada. Gambar 3.3 menunjukkan alat GPS
(global positioning system).

Gambar 3.3 GPS

3.1.4

MS (Mobile Station) dan kabel data
Dalam pengukuran ini menggunakan perangkat Sony Ericson K800i yang

telah di instal dengan software tems di perangkatnya. Pengukuran kualitas
jaringan yang akan di ukur menggunakan 2 MS yaitu untuk Operator Telkomsel
dan Operator XL.
Kabel data digunakan sebagai penguhubung antara MS (Mobile Station)
dalam hal ini yaitu perangkat K800i dengan Laptop. Gambar 3.4 dibawah
menunjukkan gambar perangkat Sony Ericson K800i dan kabel data.

30
Universitas Sumatera Utara

Gambar 3.4 Sony Ericson K800i dan kabel data

3.1.5

Laptop dan USB hub
Laptop digunakan sebagai tempat bekerja. Laptop yang digunakan adalah

yang telah terinstal Software Tems Investigation dan Map info Profesional sebagai
alat untuk mengukur.
Karena keterbatasan port USB pada laptop maka untuk memudahkan
pekerjaan dalam pengukuran digunakan perangkat tambahan yaitu USB hub yang
fungsi nya sama seperti port USB pada laptop yaitu untuk mengubungkan
perangakat dengan laptop. Gambar 3.5 menunujukkan gambar laptop dan USB
hub.

Gambar 3.5 Laptop dan USB hub

31
Universitas Sumatera Utara

3.1.6

Mobil dan Inverter
Mobil dan Inverter digunakan pada saat pengukuran berlangsung. Mobil

digunakan sebagai kendaraan untuk melakukan Mobility melalui rute tertentu.
Inverter berfungsi sebagai sumber tegangan untuk laptop karena sumber tegangan
batrai pada laptop memiliki kapasitas yang rendah sedangkan perjalanan atau rute
jauh. Inverter langsung tersambung dengan aki mobil sebagi sumber tegangan.
Gambar 3.6 menunjukkan peralatan inverter dan mobil.

Gambar 3.6 Inverter dan mobil
3.2

Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini memiliki tahapan tahapan sebagai berikut :
1. Hidupkan laptop yang telah terinstal Tems Investigation 11
2. Pasang adaptor laptop ke inverter untuk sumber tegangan
3. Pasang USB hub ke laptop
4. Sambungkan GPS dan 2 MS ke USB hub

32
Universitas Sumatera Utara

Dalam pungukuran ini menggunakan 2 MS yaitu MS 1 untuk idle mode
dan MS 2 untuk mengukur kecepatan download. MS dihubungan dengan
kabel data ke USB hub.
5. Pada software Tems connect all semua perangkat yaitu GPS dan kedua
MS. Pastikan semua perangkat telah terpasang sempurna.
6. Cek status MS dan GPS position apakah sudah benar.
7. Atur command Sequence pada menu aplikasi tems.
Pada pengukuran ini mengunakan perintah voice dengan kedua MS di lock
WCDMA.
8. Star Recording melintasi rute yang telah ditetapkan.
3.3

Rute Map Pengukuran
Daerah yang akan dilakukan pengukuran adalah bandara Kualananamu.

Kualanamu adalah Bandar Udara yang terletak di Kabupaten Deli Serdang,
Provinsi Sumatera Utara. Bandara ini terletak 39 km dari kota Medan. Bandara ini
adalah Bandara terbesar kedua di Indonesia setelah Bandara Internasional
Soekarno-Hatta. Lokasi Bandara ini dulunya bekas areal perkebunan PT
Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa yang terletak di Kecamatan Beringin,
Deli Serdang, Sumatera Utara.
Rute map pengukuran di buat dengan tools Map Info Profesional
berdasarkan rute yang diinginkan. Berikut adalah hasil rute walk test . Gambar 3.7
menunjukkan lantai 2 kualanamu sebagai rute walk test.

33
Universitas Sumatera Utara

Gambar 3.7 Layout lantai 2 kualanamu

3.4

Model Propagasi Path Loss yang Digunakan
Untuk memprediksikan nilai path loss maka dipilih model propagasi untuk

ruangan, yaitu ITU-R dan COST231 multi wall. Kedua model propagasi dipilih
berdasarkan pada kesesuaian aspek lantai dan dinding yang digunakan pada kedua
model propagasi. Kedua model ini juga cocok untuk digunakan dalam
memprediksikan path loss di dalam ruangan. Parameter-parameter yang
mempengaruhi nilai dari link budget ditunjukkan pada tabel 3.1
Tabel 3.1 Tabel parameter link budget

Parameter

Nilai

Tx power

43 dBm

34
Universitas Sumatera Utara

Kondisi daerah

Suburban

Frekuensi (fc)

2145 MHz

Jarak antena indoor dengan MS (R)

0,01 km

Tinggi antena indoor(ht)

10 m

Tinggi antena MS (hr)

1.5 m

Fading Margin

10 dB

Wall loss

18 dB

Antenna gain

4.5 dBi

35
Universitas Sumatera Utara