Analisis Kesalahan Penggunaan Modus Indi

DPP/SPP Tahun 2014

LAPORAN PENELITIAN
TENTANG

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN MODUS INDIKATIF CONDITIONNEL :
STUDI KASUS PADA MAHASISWA SEMESTER VI PROGRAM STUDI BAHASA
DAN SASTRA PRANCIS FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Oleh:
Siti Khusnul Khotimah, M.A.
Agoes Soeswanto, M.Pd.
Intan Dewi Savitri, M.Hum.
Afya Mutiara Yanto
Allesandra Aisyah Adianatha

Penelitian ini dibiayai oleh DPP/SPP Fakultas Ilmu Budaya
Berasarkan Surat Perjanjian Nomor : 931/UN10.12/LT/2014

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA
FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014

I. Judul
ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN MODUS CONDITIONNEL MAHASISWA
SEMESTER VI PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA PRANCIS FAKULTAS
ILMU BUDAYA UNIVERSITAS BRAWIJAYA

II. Latar Belakang
Dalam proses pembelajaran bahasa, seorang pembelajar tidak hanya dituntut untuk
memiliki pengetahuan kebahasaan saja. Penguasaan konsep yang merupakan bagian dari
ranah kognitif menjadi dasar pembelajaran bahasa. Hal ini dikarenakan

pada tahap ini

pembelajar mulai mengenal hal-hal yang bersifat teoritis dan pembelajar dituntut untuk
mengkonseptualisasikan pengetahuan teoritis yang telah diperolehnya dalam sebuah kerangka
berfikir yang logis. Berhubungan dengan hal ini, Hutchinson dan Waters (in Hardini in
Gumilar, Sopiadi, Mulyadi, 2013:82) mengemukakan bahwa pembelajaran bahasa tidak hanya

berkaitan dengan pengetahuan kebahasaan. Permasalahan yang paling dasar dari
pembelajaran bahasa kedua merupakan perbandingan antara kemampuan konseptual dan
kognitif dan tingkat kebahasaannya.
Sebagai bagian dari konsep kebahasaan, elemen tata bahasa merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dalam rangkaian struktur pembentuk sebuah kalimat. Hal ini berarti bahwa
mempelajari elemen tata bahasa berarti mempelajari bagaimana membuat sebuah konsep
pembentuk unsur-unsur yang dibutuhkan dalam pembentukan kalimat. Eksistensi aspek
“Konseptualisasi” ini merupakan salah satu keharusan bagi pembelajar suatu bahasa karena
proses tersebut akan berkontribusi bagi pemahaman makna baik secara struktural maupun
secara leksikal dalam kalimat. Pernyataan ini tentunya bersifat general bagi semua bahasa
termasuk di dalamnya bahasa Prancis.
Bagi pembelajar bahasa Prancis di Indonesia, mempelajari elemen tata bahasa Prancis
merupakan sebuah kerja keras. Hal ini dikarenakan elemen tata bahasa Prancis lebih rumit
dan memerlukan analisis yang dalam untuk mempelajari dan memahaminya. Terkait dengan
kata “analisis” inilah, seorang pembelajar bahasa Prancis harus peka terhadap setiap
perubahan yang harus dilakukan untuk menyesuaikannya dengan konteks kalimat. Oleh
karena itulah, untuk mempelajari elemen tata bahasa Prancis, seorang pembelajar dituntut
untuk menguasai baik perubahan bentuk maupun perubahan yang bersifat fungsional. Salah
satu perubahan bentuk yang terjadi adalah perubahan morfemis yang menunjukkan perbedaan
penggunaan “kata kerja” dalam sebuah modus. Menurut Nicolas Laurent dan Bénédicte


Delaunay, le mode est une catégorie qui permet de classer les différentes formes du verbe
atau sebuah kategori untuk membuat klasifikasi perbedaan bentuk kata kerja (2012 : 20). Di
antara 6 modus yang ada dalam sistem tata bahasa Prancis, salah satu modus yang harus
dipelajari oleh pembelajar bahasa ini adalah adalah modus Indicatif dimana salah satu
komponennya adalah Conditionnel. Indicatif ini merupakan salah satu elemen penting yang
harus dikuasai oleh pembelajar bahasa Prancis karena digunakan baik dalam komunikasi lisan
maupun tulis.
Menurut Kamus Besar Bahasa Prancis, Conditionnel berasal dari kata “Condition” yang
berarti “Persyaratan” ( 2001:199) . Walaupun demikian, terkait dengan pengaplikasiannya,
elemen tata bahasa ini memiliki beragam makna yang berbeda tergantung pada konteks
kalimat, artinya makna leksikal kata “Conditionnel” baik Conditionnel Présent maupun
Conditionnel Passé

kemudian berkembang menjadi beberapa fungsi, diantaranya fungsi

politesse atau “kesopanan”, fungsi hypothétique atau “pengandaian”, fungsi futur du passé
atau “futur dalam masa lampau”, fungsi reproche untuk menyatakan “teguran”, fungsi regret
untuk menyatakan “penyesalan”, fungsi futur antérieur dans le passé untuk menyatakan
perbuatan yang sudah diselesaikan dalam waktu lampau , fungsi conseil atau memberikan

nasehat dan sebagainya. Masing-masing fungsi ini selanjutnya mengkristal menjadi sebuah
makna yang bersifat kontekstual. Berdasarkan pengalaman empiris penulis sebagai pengajar
mata kuliah Tata Bahasa, hal inilah yang pada akhirnya membuat pembelajar menemukan
kesulitan untuk memahami konsep Conditionnel disamping karena elemen tata bahasa ini
tidak ada dalam sistem bahasa Indonesia, maknanya juga berubah-ubah sesuai dengan konteks
yang menaunginya, misalnya kalimat Le ciel est gris, il pourrait pleuvoir cette nuit atau
“Langit terlihat kelabu, malam ini mungkin akan hujan” dan kalimat Est-ce que je pourrais
aller aux toilettes atau “Apakah saya boleh pergi ke toilet ? Jika diamati, kedua kata kerja
yang digunakan dalam kedua kalimat tersebut menggunakan modus Conditionnel, akan tetapi
masing-masing memiliki fungsi yang berbeda. Pada kalimat pertama, kata kerja pourrait
digunakan untuk menyatakan suatu kejadian yang belum pasti, sedangkan dalam kalimat
kedua, kata kerja pourrais digunakan untuk menyatakan bentuk sopan. Begitu pula contoh
dalam kalimat Patrick a dit qu’il viendrait à la fête atau “Patrik pernah berkata bahwa dia
akan datang di pesta itu” dan Si Patrick avait de temps libre, il viendrait à la fête atau “Jika
Patrik punya waktu luang, dia akan datang ke pesta itu”. Jika dicermati, kedua kalimat
tersebut sama-sama menggunakan bentuk Conditionnel akan tetapi memiliki makna yang
berbeda. Pada kalimat pertama, kata kerja viendrait berfungsi untuk menunjukkan kegiatan

yang akan dilakukan pada waktu lampau sedangkan kata kerja viendrait pada kalimat kedua
berfungsi sebagai sebuah pengandaian. Dari kedua contoh tersebut penulis dapat

mengasumsikan bahwa untuk memahami penggunaan

Conditionnel, diperlukan sebuah

pemahaman kontekstual yang baik.
Permasalahan pemahaman kontekstual yang baik juga harus diterapkan pada
Conditionnel bentuk lampau atau Conditionne Passé. Pada praktiknya, elemen tata bahasa ini
jauh lebih sulit dipahami penggunaannya dari pada modus Conditionnel bentuk Présent
walaupun pada realitanya pembelajar bahasa Prancis harus menguasai kedua bentuk modus
ini karena memang keduanya memiliki fungsi yang penting. Kesulitan pembelajar Indonesia
untuk memahami modus ini misalnya untuk memahami makna kalimat Yannick nous a dit
que son père aurait pris son dîner avant 21h.00 dan kalimat On se demandait si son père
aurait pris son dîner. Kedua kalimat tersebut sama-sama menggunakan kata kerja modus
Conditionnel Passé, tapi walaupun demikian keduanya tidak memiliki makna dan fungsi yang
sama. Pada kalimat pertama, kalimat son père aurait pris son dîner avant 21h.00 memiliki
makna “mungkin ayahnya sudah makan sebelum pukul 9 malam” dan berfungsi sebagai
penanda futur antérieur du passé. Dalam konteks ini, aktifitas makan malam belum
dilakukan, akan tetapi sebaliknya, kata kerja aurait pris pada kalimat kedua memiliki makna
“Mungkin sudah makan malam” dan berfungsi sebagai penanda “kegiatan yang mungkin
sudah dilaksanakan”. Pemahaman yang berbeda lagi dapat dilihat pada kalimat son père

aurait pu prendre son dîner dimana kata kerja aurait pu prendre bermakna “Sesuatu kegiatan
yang seharusnya dilakukan pada masa lampau” karena kalimat ini dapat diterjemahkan
dengan “Seharusnya ayahnya makan malam” dan berfungsi sebagai sebuah teguran.
Dalam buku-buku tata bahasa Prancis yang ada, penjelasan-penjelasan mengenai
aplikasi modus Conditionnel baik bentuk Présent maupun bentuk Passé sangat minim.
Walaupun ada penjelasan, akan tetapi tidak menjelaskan perbedaan penggunaan modus
Conditionnel Présent dan Conditionnel Passé. Hal inilah yang menjadi kendala tidak hanya
bagi pembelajar bahasa Prancis, akan tetapi juga di kalangan pengajar, misalnya perbedaan
penggunaan modus Conditionnel Présent dan Passé dalam kalimat Thomas serait content de
me voir dan Thomas aurait été content de me voir. Dalam menganalisis kedua kalimat ini,
salah satu cara yang tepat untuk memahami perbedaan penggunaan modus Conditionnel
tersebut adalah dengan membuat sebuah analisis konteks. Dalam kalimat pertama, kata kerja
être ditulis dalam bentuk modus Conditionnel Présent karena konteks kejadiannya belum
terjadi, artinya kegiatan “pertemuan dengan saya” atau “me voir” belum dilaksanakan

sehingga kata kerja “serais content ” memiliki makna “mungkin akan senang”. Dalam hal ini,
nuansa “futur” melekat kuat dalam memberikan pemaknaan dalam konteks kalimat ini. Dalam
kalimat kedua, peristiwa kejadian me voir atau “bertemu dengan saya” sudah terjadi
sehingga kata kerja être ditulis dalam bentuk Conditionnel Passé. Dengan demikian,
pemahaman konteks yang harus ditekankan disini meliputi dua aspek, yang pertama kita harus

mengetahui perbedaan kata kerja yang ditulis dalam bentuk indicatif Conditionnel Présent
dan Conditionnel Passé dan yang kedua kita harus dapat memaknai peristiwa me voir dengan
baik.
Berdasarkan pengalaman empiris di lapangan, kesulitan lain yang dihadapi pembelajar
bahasa Prancis adalah terkait dengan aspek présent dan passé yang melekat pada
Conditionnel. Dalam konsep umum, biasanya aspek waktu présent selalu berhubungan
dengan masa sekarang dan aspek waktu passé selalu berhubungan dengan waktu lampau.
Kedua asumsi ini tidak dapat diterapkan sepenuhnya dalam bentuk Conditionnel. Terkait
dengan hal ini, Nicolas Laurent dan Bénédicte Delauney (2012:136) mengemukakan bahwa
les deux formes de Conditionnel, le Conditionnel Présent et le Conditionnel Passé, sont
simétriques du futur simple et du futur antérieur de l’indicatif atau “ Kedua bentuk
Conditionnel yakni Conditionnel Présent dan Conditionnel Passé berkedudukan sama dengan
bentuk indicatif futur simple dan indicatif futur antérieur. Berdasarkan teori ini, dapat
disimpulkan bahwa aspek présent dan aspek passé yang menempel pada modus Conditionnel
tidak selalu memberikan makna “sekarang” dan “lampau”. Hal ini dapat dilihat dalam kalimat
Le journaliste a dit qu’il pleurerait pour la fête de la musique atau “Wartawan itu pernah
mengatakan bahwa dia akan menangis dalam pesta musik itu” dan kalimat J’aurais bien aimé
vous parler atau “ Saya ingin sekali berbicara dengan anda”. Dalam kalimat pertama, kata
kerja bentuk Conditionnel Présent “pleurerait” sama sekali tidak bermakna “sesuatu yang
sedang terjadi” akan tetapi bermakna “sesuatu yang akan dilakukan” dalam kala lampau.

Sebaliknya, pada kalimat kedua, penempatan kata kerja modus Conditionnel Passé “aurais
aimé”sama sekali tidak memiliki makna “lampau” karena justru memiliki aspek “sekarang”
karena digunakan untuk memenuhi aspek “kesopanan”.
Sebagaimana dibuktikan oleh pengalaman empiris penulis di kelas, di samping
kesulitan menentukan makna fungsi bentuk Conditionnel, pembelajar bahasa Prancis juga
mengalami kesulitan untuk menentukan bentuk modus ini. Hal ini merupakan sebuah
fenomena yang

wajar jika pembelajar

menemukan kesulitan menentukan bentuk

Conditionnel. Menurut penulis, secara metodik, hal ini disebabkan karena pembentukan

modus indikatif ini mirip dengan pembentukan modus indikatif futur simple karena
pembentukannya sama-sama diawali dari radical atau kata dasar kata kerja yang dipadukan
dengan akhiran bentuk indikatif imparfait, kecuali untuk kata ganti orang pertama, kedua dan
orang ketiga tunggal. Hal inilah yang sering membuat pembelajar menjadi bingung dan sering
salah dalam penggunaannya baik secara tulis maupun secara lisan. Berdasarkan fakta-fakta
tersebut, maka penulis tertarik untuk menganalisis kesalahan


penggunaan bentuk

Conditionnel dalam kalimat tulis mahasiswa semester VI Program Studi Bahasa dan Sastra
Prancis Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya Angkatan 2011. Analisis tersebut
nantinya akan dituangkan dalam sebuah penelitian yang semoga berguna bagi pemahaman
holistik terhadap eksistensi bentuk Conditionnel dalam sistem tata bahasa Prancis.
III. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan dalam latar belakang, maka penulis
merumuskan permasalahan sebagai berikut :
(1) Bagaimana deskripsi kesalahan bentuk modus Conditonnel baik Conditionnel
Présent maupun Conditionnel Passé yang dilakukan oleh mahasiswa semester VI
Program studi Bahasa dan Sastra Prancis Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Brawijaya Angkatan 2011 ?
(2) Bagaimana deskripsi kesalahan penentuan makna modus Conditonnel baik
Conditionnel Présent maupun Conditionnel Passé yang dilakukan oleh mahasiswa
semester VI Program studi Bahasa dan Sastra Prancis Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Brawijaya Angkatan 2011 ?
(3) Bagaimana deskripsi kesalahan penentuan fungsi Conditonnel baik Conditionnel
Présent maupun Conditionnel Passé yang dilakukan oleh mahasiswa semester VI

Program studi Bahasa dan Sastra Prancis Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Brawijaya Angkatan 2011 ?

IV.

Tinjauan Pustaka
Berikut adalah teori-teori yang berkaitan dengan tema penelitian ini. Teori-teori ini

akan menjadi dasar ilmiah yang nantinya akan digunakan penulis untuk menganalisis data.
Teori-teori yang ditampilkan penulis berkaitan dengan (1) kepentingan modus indicatif
Conditionnel sebagai salah satu modus yang harus dipelajari dan (2) pemaknaan logis modus
indicatif Conditionnel dalam bahasa Indonesia.
A. Conditionnel sebagai bagian dari modus Indikatif.

Menurut berbagai sumber tata bahasa, Conditionel dapat digolongkan menjadi sebuah
modus yang berdiri sendiri atau merupakan bagian dari modus indicatif. Menurt Grevisse
dalam buku Le bon usage de la grammaire française (979 : 2008), les modes sont les formes
que prend le verbe selon les types de phrase où il sert de prédicat ou selon le rôle qu’il joue
dans la phrase dont il n’est pas le prédicat atau “Modus adalah bentuk kata kerja yang
muncul berdasarkan jenis kalimat yang berfungsi sebagai predikat atau yang muncul

berdasarkan peranannya dalam kalimat walaupun bukan merupakan sebuah predikat ”.
Menurut penulis, kata-kata kunci yang dapat menjelaskan fungsi modus adalah “yang muncul
berdasarkan perannya dalam kalimat”. Hal ini berarti bahwa penggolongan jenis modus
didasarkan pada peranan kata kerja dalam kalimat, sebagaimana dikemukakan oleh Grevisse
(980 : 2008) yang menggolongkan modus berdasarkan peranannya dalam kalimat. Perananperanan tersebut berafiliasi erat terhadap aspek kala, kata kerja induk, kalimat perintah,
perasaan, kata sifat dan kata keterangan. Terkait dengan klasifikasi modus, Grevisse juga
menggolongkan modus menjadi 2 bagian besar yakni modus (1) personnel yakni modus yang
dikonjugasikan berdasarkan kata ganti orang dan modus (2) impersonnel atau modus yang
kata kerjanya tidak dikonjugasikan. Modus yang masuk dalam klasifikasi modus personnel
adalah modus Indicatif, Impératif dan Subjonctif, sedangkan modus impersonnel terdiri dari
modus Infinitif dan Participe serta modus Gérondif. Adapun alasan Grevisse tidak
memasukkan bentuk Conditionnel dalam sebuah modus karena menurutnya Conditionnel
lebih cenderung memiliki makna futur, “Le conditionel a longtemps été considéré comme un
mode (du moins pour certains de ses emplois car on distinguait souvent un conditionneltemps [ de l’indic] et un conditionnel-mode). Les linguistes s’accordent aujourd’hui pour le
ranger parmi les temps de l’indicatif comme un futur particulier, futur dans le passé ou futur
hypothétique (postérieur ou du moins consécutif au fait exprimé, par ex, dans une proposition
de condition) atau “Conditionnel pernah dianggap sebagai sebuah modus (paling tidak, ada
fungsi tertentu yang mengarah kepada pembentukan modus.Oleh karena itulah kemudian
dibedakan 2 jenis Conditionel yakni Conditionnel “waktu” dan Conditionnel “modus”.
Sekarang, para ahli bahasa sepakat bahwauntuk memasukkan Conditionnel dalam kelompok
pemaknaan waktu atau “indikatif” yakni indicatif futur, futur yang digunakan pada masa
lampau dan futur untuk pengandaian (posterior atau futur konsekutif yang digunakan untuk
mengekspresikan sebuah kejadian, misalnya pada proposisi persyaratan) (Grevisse, 2000:
980). Dari pernyataan ini terlihat jelas bahwa sebelumnya, para ahli bahasa menggolongkan
Conditionnel dalam sebuah modus tersendiri, akan tetapi sekarang mereka menggolongkan

Conditionnel dalam modus indicatif karena nuansa futur yang melekat pada pemaknaan
Conditionnel.
Terkait dengan tidak dimasukkannya bentuk Conditionnel dalam sebah modus
independen karena elemen tata bahasa tersebut dianggap memiliki nuansa futur, maka Nicolas
Laurent dan Bénédicte Delauney (2012:136) mengemukakan alasan lainnya yakni Le
conditionnel ne dépend pas toujours d’une condition

atau “Conditionnel tidak selalu

tergantung kepada sebuah persyaratan”. Pernyataan ini dapat dilihat dalam contoh kalimat
Un acccident se serait produit ce matin sur l’autoroute A4 atau “Disinyalir ada sebuah
kecelakaan pagi ini di jalan tol A4”. Dari pendapat ini penulis dapat mengasumsikan 2 hal
yakni bahwa (1) bentuk Conditionnel tidak hanya muncul sebagai akibat dari sebuah
persyaratan sebagaimana makna yang melekat pada kata “Condition”, akan tetapi juga dapat
digunakan untuk mengemukakan sebuah kejadian yang belum pasti atau bersifat “éventualité”
(2) Hal yang menjadikan para ahli memasukkan bentuk Conditionnel ke dalam sebuah modus
adalah karena bentuk Conditionnel akan muncul jika didahului oleh sebuah proposisi yang
mengungkapkan sebuah “persyaratan”, misalnya dalam kalimat Si j’étais président, je
nommerait mon frère comme le ministre des affaires étrangers atau “Jika saya menjadi
presiden, saya akan mengangkat saudara laki-laki saya menjadi menteri luar negeri”. Menurut
penulis, dahulu, alasan para ahli memasukkan Conditionnel ke dalam modus tersendiri adalah
karena Conditionel memiliki

fungsi “prasyarat” , akan tetapi setelah dianalisa lebih jauh,

ternyata fungsi –fungsi Conditionnel yang lain mengarah pada fungsi yang mengindikasikan
sebuah kejadian yang “akan dilakukan” atau memenuhi aspek kala waktu futur . Dalam
perspektif lain, jika dianalisis lebih jauh, sebenarnya kalimat prasyarat tersebut
mengindikasikan sebuah makna yang dapat dimasukkan dalam klasifikasi “futur” karena kata
kerja “nommerait” mengungkapkan sebuah aktifitas yang belum dilakukan. Oleh karena
itulah penulis sependapat dengan para ahli bahasa yang pada akhisrnya sepakat untuk
memasukkan bentuk Conditionnel ke dalam modus indikatif setara dengan futur.

B. Pemaknaan fungsi Conditionnel sebagai bagian dari modus indikatif Futur.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa bentuk Conditionnel lebih memberikan
nuansa “futur” dari pada sebuah “persyaratan”. Oleh karena itu, ketika kita berbicara tentang
Conditionnel, kita akan dihadapkan dengan sebuah konsep “waktu” atau “temporel” dari
pada sebuah “bentuk”. Hal ini disebabkan karena modus indicatif selalu berafiliasi dengan “
pemaknaan temporel”,sedangkan modus independen selalu berafiliasi dengan “bentuk kata

kerja”. Dengan demikian jelas bahwa ketika kita berbicara tentang bentuk Conditionnel, maka
kita harus mengasumsikannya ke dalam bentuk “futur” khususnya “futur simple”, “futur
antérieur”, “futur dans le passé” dan “futur hypothétique”. Disamping memiliki makna
futuristik, Conditionnel juga memiliki makna untuk mengungkapkan bentuk kesopanan,
nasehat, penyesalan, teguran, kemungkinan dan keraguan.

B. 1.

Pemaknaan fungsi Conditionnel dalam modus indikatif Futur Simple
Kedekatan atau bahkan persamaan makna modus indicatif Futur Simple dengan

modus indicatif Conditionnel dapat dilihat dari beberapa fungsi Conditionnel itu sendiri yakni
misalnya dalam fungsi “conseil” atau “memberikan nasehat”. Kalimat Damien, tu devrais
t’excuser yang bermakna “Damien, kamu sebaiknya minta maaf ” merupakan bentuk
ungkapan yang meminta agar Damien meminta maaf. Adapun konteks yang menaungi
pemaknaan kalimat ini adalah peristiwa “minta maaf” tersebut “belum dilakukan” karena
masih merupakan sebuah anjuran atau saran. Dengan demikian penulis dapat memerikan
asumsi bahwa oleh karena kejadian tersebut belum dilaksanakan maka kalimat yang memiliki
fungsi sebagai “conseil” tersebut memiliki nuansa makna “futur simple”. Dalam analisis ini
justru arah analisis bukan mengarah pada kata kerja “devrais” akan tetapi mengarah pada kata
kerja “t’excuser”. Hal ini sah-sah saja karena proses pemaknaan dapat dilakukan dengan
membuat analisis kontekstual bukan dengan analisis partial.

B.2.

Pemaknaan fungsi Conditionnel dalam modus indikatif Futur du passé
Dalam sistem tata bahasa Indonesia, modus indicatif futur dans le passé atau bentuk

indikatif futur dalam kala lampau sama sekali tidak dikenal. Bentuk kala ini penggunaannya
sangat terbatas. Walaupun demikian, bentuk ini sangat penting karena merupakan elemen tata
bahasa yang dapat memberikan sebuah peta waktu yang mempengaruhi konsep pemaknaan
sebuah pernyataan. Aplikasi kala ini hanya dapat ditampilkan dalam kalimat kompleks.
Menurut Grevisse (2000:223), les phrases complèxes sont les phrases qui contiennent
plusieurs prédicats, c’est-à-dire ordinairement plusieurs verbes conjugués, peuvent être
considéré comme résultant de la réunion de plusieurs phrases simples atau “Kalimat
kompleks adalah kalimat yang terdiri dari beberapa predikat , artinya terdiri dari beberapa
kata kerja yang dikonjugasikan dan dapat dianggap sebagai kumpulan beberapa kalimat
tunggal. Dengan demikian, kala futur dans le passé hanya dapat dimunculkan dalam kalimat
kompleks atau kalimat majemuk, yakni kalimat yang terdiri dari 2 proposisi yakni proposisi

induk dan proposisi subordonnée atau anak kalimat”. Adapun cara untuk menghubungkan
kedua proposisi ini adalah dengan menggunakan sebuah konjungsi atau penghubung yakni
conjonction de subordination “que”. Aplikasi kala ini dapat dilihat dalam kalimat Simon a
promis qu’il écrirait une lettre en espagnol atau “Simon telah berjanji bahwa dia akan
menulis surat dalam bahasa Spanyol”. Adapun indikasi yang menyatakan bahwa kalimat
tersebut mengandung makna futur dans le passé adalah (1) induk kalimat dituangkan dalam
bentuk kala lampau dalam hal ini adalah kala passé composé “Simon a promis que”. Hal ini
mengindikasikan bahwa backgroud atau latar yang membingkai kalimat tersebut masuk ke
dalam bingkai “lampau”, (2) anak kalimat diungkapkan dengan menggunakan bentuk
Conditionnel Présent, sehingga otomatis pemaknaan yang diberikan pada anak kalimat ini
adalah sebuah “perbuatan yang belum dilakukan” pada saat lampau. Dengan demikian,
kalimat tersebut dapat diklasifikasikan dalam modus indikatif futur yang diungkapkan atau
dibingkai dalam sebuah konteks “lampau”.

B.3.

Pemaknaan fungsi Conditionnel dalam modus indkatif Futur Antéreur dalam kala
lampau
Sebagaimana aplikasi modus indikatif futur dans le passé, aplikasi modus indikatif

futur antérieur du passé hanya dapat dituangkan dalam kalimat majemuk dengan
menggunakan kata hubung “subordination” que” karena konjungsi jenis ini dapat
menghubungkan 2 kalimat yang berbeda. Menurut Grevisse (2000:1556), la conjonction de
subordination est un mot invariable qui sert à unir deux éléments de fonction différente dont
l’une est une proposition (sujet ou complément) atau “Kata hubung subordinasi adalah kata
yang bersifat invariabel yang digunakan untuk menyatukan dua elemen yang memiliki fungsi
yang berbeda dimana salah satu fungsinya adalah sebagai proposisi (subjek atau pelengkap).
Nantinya, kata hubung subordinasi ini digunakan untuk menghubungkan 2 proposisi yang
memiliki fungsi dan pemaknaan yang berbeda. Proposisi utama berfungsi sebagai kalimat inti
yang dapat berdiri sendiri atau independen sedangkan proposisi kedua memiliki fungsi
sebagai pelengkap dan tidak dapat berdiri sendiri. Di proposisi kedua inilah modus indikatif
futur antérieur du passé dapat dimunculkan untuk membentuk makna “perbuatan yang akan
diselesaikan” dalam waktu lampau. Hal ini dapat dilihat pada kalimat Florian a dit qu’il se
serait marié avant l’âge de 30 ans atau “Florian pernah mengatakan bahwa dia akan menikah
sebelum usia 30 tahun”. Jika kalimat tersebut dianalisis lebih jauh,

syarat agar modus

indikatif futur antérieur du passé ini dapat dimunculkan adalah proposisi pertama harus

dibingkai dalam pemaknaan aspek lampau yang dalam kalimat terseut ditunjukkan dengan
penggunaan kala passé composé a dit sehingga pada proposisi kedua dapat dimunculkan
modus indikatif futur antérieur du passé melalui penggunaan kata kerja se serait marié dan
penanda waktu avant l’âge de 30 ans. Penanda waktu dalam hal ini merupakan elemen kunci
yang sangat penting karena dapat membingkai sebuah pemaknaan “perbuatan yang akan
dilakukan ”. Perbedaannya dengan modus indikatif futur du passé, modus indikatf futur
antérieu du passé ini memiliki nuansa makna “akan telah selesai dikerjakan” sedangkan futur
du passé hanya memiliki nuansa makna “akan dilakukan” tanpa ada indikasi pemaknaan
“penyelesaian”. Dengan kata lain, pemaknaan modus indikatif futur du passé yang
diungkapkan dengan menggunakan modus indikatif Conditionnel Présent bersifat inaccompli
sedangkan pemaknaan modus indikatif futur antérieur du passé yang diungkapkan dengan
menggunakan modus indikatif Conditionnal Passé bersifat accompli, seperti yang
diungkapkan oleh Laurent dan Delaunay bahwa le conditionnel présent, comme tout temps
simple, envisage l’action en cours d’accomplissement, ... le conditionnel passé, comme tout
temps composé, envisage l’action comme accomplie atau Conditionnel présent,seperti halnya
bentuk kala yang lain, menggambarkan seuah kejadian yang sedang berlangsung, ...
Conditionnel passé, seerti halnya bentuk kala yang lain, mengungkapkan sebuah kejadian
yang telah selesai dilakukan.

B.4.

Pemaknaan fungsi Conditionnel dalam modus indikatif Futur Hypothétique
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam kalimat pengandaian atau

hypothétique yang menggunakan bentuk modus indikatif Conditionnel, terdapat pemaknaan
“futur”. Oleh karena itulah para ahli bahasa sepakat memasukkan bentuk ini ke dalam bentuk
indikatif futur hypothétique dimana penggunannya sama dengan bentuk futur dans le passé
dan futur antériru du pasé yakni dalam kalimat kompleks dengan menggunakan kata hubung
si. Nuansa pemaknaan yang melekat kuat dalam modus indikatif ini adalah nuansa
“persyaratan”. Menurut Michèle Boularès dan Jean-Louis frérot dalam buku Grammaire
progressive du français niveau avancé,

la condition exprime qu’un fait ou un état est

indispensable pour qu’en conséquence, un autre fait ou état existe atau la condition
mengungkapkan sebuah kejadian atau sebuah keadaan yang merupakan akibat dari kejadian
atau keadaan yang lain (2002:156)
Dalam sistematika tata bahasa Prancis, dikenal berbagai macam bentuk pengandaian.
Masih menurut

sumber yang sama, terdapat beberapa bentuk pengandaian, diantaranya

bentuk pengandaian dimana jika persyaratannya menggunakan bentuk kala présent atau
bentuk kala passé maka conséquence atau akibatnya harus diletakkan dalam posisi kala futur
dalam hal ini futur simple, misalnya dalam kalimat Si vous acceptez notre offre, nous
signerons le contrat dès demain atau “Jika anda menerima penawaran kami, maka kami akan
menandatangani kontrak itu besok”. Bentuk lainnya adalah persyaratan dengan menggunakan
kata hubung yang lain, seperti dalam kelimat Vous aurez la paix à condition que vous vous
taisiez atau “Anda akan merasa aman kalo anda diam”. Dalam kalimat ini penggunaan kata
hubung à condition que mengisyaratkan penggunaan kata kerja dalam modus Subjonctif yakni
vous taisiez.
Penggunaan modus indikatif Conditionnel dalam kalimat pengandaian memerlukan
sebuah persyaratan khusus yakni kata kerja pada proposisi hypothétque harus diletakkan
dalam bentuk indikatif imparfait. Dibandingkan dengan bentuk pengandaian sebelumnya,
bentuk pengandaian ini memiliki peluang yang sangat kecil dalam hal ketercapaian dan sulit
untuk mewujudkannya. Kalimat Je construirais une belle villa si je gagnais une loterie atau
“Saya akan membangun sebuah villa yang bagus jika saya menang lotere” mengindikasikan
sebuah persyaratan yang berat yakni “memenangkan lotere”, sehingga persyaratan atau
hypothèsnya harus diungkapkan dengan menggunakan modus indikatif Conditionnel, yakni
construirais. Walaupun demikian, jika kita analisis lebih jauh, terdapat keterkaitan bentuk
pengandaian ini dengan pemaknaan aspek futur yakni pemaknaan pada bentuk persyaratannya
atau hypothèsenya. Menurut Michèle Boularès dan Jean-Louis frérot (2002:156) hypothèse
exprime qu’un fait ou un état est imaginé. Sa conséquence est donc éventuelle atau
“Hypothèse mengungkapkan sebuah kejadian atau sebuah keadaan yang diharapkan terjadi
dimana hasilnya bersifat belum pasti”. Dari pernyataan ini jelas terlihat bahwa sebuah
pengandaian akan menghasilkan sebuah harapan yang belum tentu bisa terwujud. Dengan
demikian konsep ini sama dengan konsep pemaknaan kala futur yakni une projection dans
l’avenir atau “Sebuah proyeksi masa depan” yang menyangkut 3 aspek pemaknaan yakni
makna (1) l’ordre atau perintah seperti dalam kalimat Vous ferez pour demain l’exercice 40 de
la page 102 atau “Kalian kerjakan untuk besok, latihan 40 halaman 102” (2) la promesse atau
janji seperti dalam kalimat Je te le promets, papa, je ne commencerais plus atau “Saya
berjanji papa, saya tidak akan melakukannya lagi” (3) la prévision atau prédiksi seperti dalam
kalimat Il pleuvra sur la majeur partie du pays atau “Hujan akan turun di sebagian besar
wilayah negara ini (Boularès,frérot : 2002:48).

C. Conditionnel, sebuah modus indikatif dalam keberagaman makna
Selain memiliki makna bernuansa futuristik, modus indikatif Conditionnel juga memiliki
makna yang lain diantaranya :
1. Pemaknaan fungsi politesse atau kesopanan
Dalam praktiknya, untuk mengungkapkan kesopanan, kita dapat menggunakan kedua
bentuk Conditionnel yakni Conditionnel Présent dan Condtionnel Passé seperti dalam kalimat
(a) Pourriez-vous m’indiquer la rue Lepic ? atau “Dapatkah anda menunjukkan jalan Lepic
dan (b) J’aurais aimé vous voir atau “Saya ingin bertemu dengan anda”. Dalam kedua kalimat
tersebut, walaupun kedua kata kerja ditulis secara berbeda yakni dalam bentuk modus
indikatif Conditionnel Présent dan Conditionnel Passé, akan tetapi memiliki makna yang
sama yakni untuk mengungkapkan bentuk kesopanan. Adapun kalimat b sama sekali tidak
terkait dengan aspek waktu lampau walaupun menggunakan bentuk modus indikatif
Conditionnel Passé. Pada praktiknya, bentuk ini hanya dapat diterapkan dengan
menggunakan kata kerja modalité yakni kata kerja pouvoir atau “dapat”, aimer atau “suka”
dan vouloir atau “ingin” dan kata kerja non modalité avoir atau “memiliki”.

2. Pemaknaan fungsi conseil atau nasehat
Aplikasi kalimat dengan kandungan makna ini sangat terbatas penggunannya.
Keterbatasan tersebut terkait dengan penggunaan kata kerja modalité devoir dan pouvoir saja,
misalnya dalam kalimat (a) Valérie devrait passer ses vacances dans une île isolée atau
“Sebaiknya Valerie melewatkan liburannya di pulau terpencil” dan (b) Tu pourrais me
contacter ce samedi atau “Kamu dapat menghubungi saya Sabtu ini”. Jika dianalisis, kita juga
dapat menemukan nuansa futuristik dalam pemaknaan ini karena kejadian yang menjadi inti
kalimat tersebut belum terjadi.

3. Pemaknaan fungsi penyesalan atau regret dan teguran atau reproche
Kedua pemaknaan ini hampir memiliki bentuk yang sama dan hanya dibedakan oleh
subjeknya saja. Dalam perspektif lain, untuk mengungkapkan makna ini, hanya modus
indikatif Conditionnel Passé saja yang dapat digunakan. Hal ini sangat beralasan karena
secara logika sebuah penyesalan atau teguran merupakan sebuah ungkapan untuk memberikan
komentar terhadap sesuatu yang telah terjadi. Karakteristik lain yang perlu diperhatikan dalam
penggunannya adalah bentuk pemaknaan ini tidak dapat diaplikasikan untuk semua kata kerja.
Hal ini disebabkan karena penggunaannya hanya terbatas pada kata kerja modalité “pouvoir”
dan “devoir” saja. Selain itu, hal terpenting lainnya adalah jika kita ingin memebrikan

pemaknaan “penyesalan”, maka subjek yang terkait dengan pemaknaan ini hanya terbatas
pada subjek orang pertama tunggal “je” atau “saya” atau subjek orang pertama jamak “nous”
atau “kami” saja . Hal ini dikarenakan makna “menyesal” hanya melekat pada diri sendiri,
kecuali dalam konteks kalimat Elle aurait voulu être médecin mais les résultats en math
n’étaient pas bons atau “Dia dulu ingin menjadi dokter tapi tidak bisa karena nilai
matematikanya buruk” dan kalimat J’ aurais voulu être médecin mais les résultats en math
n’étaient pas bons atau “Saya dulu ingin menjadi dokter tapi tidak bisa karena nilai
matematika saya buruk”. Kedua kalimat ini memiliki makna yang sama yakni “penyesalan”.
Akan tetapi, untuk kasus yang lain, seperti dalam kalimat Tu aurais pu me laisser les clés
chez le voisin atau “Sebaiknya kamu menitipkan kunci-kunci itu ke rumah tetangga” yang
bermakna sebuah “teguran” dapat beralih makna menjadi sebuah pemaknaan “menyesal”
ketika kita mengganti subjek tu atau “kamu” menjadi je atau “saya” sehingga kalimatnya
menjadi

J’aurais pu laisser les clés chez les voisins atau “Sebaiknya waktu itu saya

menitipkan kunci-kunci itu di rumah tetangga”.
4. Pemaknaan fungsi keraguan atau doute
Pada kenyataannya, untuk mengungkapkan sebuah keraguan, kita tidak hanya dapat
mengungkapkannya dengan modus Subjonctif saja akan tetapi juga dapat mengungkapkannya
dengan modus indikatif Conditionnel Passé. Adapun alasan rasional penggunaan bentuk
passé ini terkait erat dengan “kejadian” yang “mungkin telah selesai dilakukan”. Konsep
pemaknaan “mungkin telah selesai dilakukan” ini menjadi sebuah keharusan yang harus
melekat pada pemaknaan fungsi ini. Aplikasi pemaknaan ini dapat dilihat dalam kalimat Il
paraît qu’il se serait enfui atau “tampaknya dia mungkin telah kabur”. Dalam kalimat ini
konsep pemaknaan “keraguan” dapat terlihat dari proposisi utama yang menggunakan kata
kerja “paraît” atau “tampaknya” dan konsep pemaknaan “mungkin telah” terlihat pada kata
kerja “se serait enfuit”, sehingga ketika kedua komponen ini dianalisis berdasarkan konteks
pemaknaan holistik akan menghasilkan sebuah fungsi modus indikatif Conditionnel Passé
untuk mengungkapkan sebuah “keraguan”. Contoh lain dari konsep pemaknaan ini dapat
dilihat dalam kalimat on se demandait s’il aurait pu le deviner atau “Kita saling bertanya
apakah dia mampu menebaknya”. Dalam kalimat ini konsep pemaknaan “keraguan” tampak
pada penggunaan kata kerja pada proposisi kedua yakni “aurait pu” atau “mungkin mampu”.

5. Pemaknaan fungsi kemungkinan atau éventualité
Untuk membuat sebuah konsep pemaknaan “kemungkinan”, kita dapat

mengaplikasikannya dengan menggunakan kedua bentuk modus Conditionnel yakni bentuk
présent dan bentuk passé. Jika penggunaannya menggunakan bentuk présent, maka
pemaknaan aspek “sekarang” begitu melekat seperti terlihat dalam kalimat on pourrait aller
aller à la piscine atau “Mungkin kita bisa pergi ke kolam renang”. Dalam kalimat
ini,walaupun tidak ada penanda waktu yang mengindikasikan aspek waktu “présent” seperti
maintenant atau “sekarang”, aujourd’hui atau “hari ini”, tous les jours atau “setiap hari” akan
tetapi kita harus paham betul bahwa kalimat ini membingkai sebuah makna”kemungkinan”
yang ditujukan dalam waktu “présent”. Sementara itu, makna “kemungkinan” yang
membingkai aspek “lampau” harus diutarakan dengan menggunakan modus indikatif
Conditionnel Passé seperti terlihat dalam kalimat au cas où vous auriez vu mon sa, dites-le
moi atau “Sekiranya kalian melihat tas saya, tolong kalian beritahukan kepada saya”. Dalam
kalimat ini, pemaknaan fungsi “kemungkinan waktu lampau” ditandai oleh hadirnya kata
kerja auriez vu. Untuk membedakan lebih jelas pemaknaan fungsi ini yang diungkapkan
dengan penggunaan modus indikatif yang berbeda dapat dilihat pada kalimat Je serais
content de voir le maire dan J’aurais été content de voir le maire. Sekilas kedua kalimat ini
tampak sama karena keduanya sama-sama memiliki makna “kemungkinan”, akan tetapi
setelah dicermati terdapat perbedaan bentuk struktur yang pada akhirnya dapat memberikan
pemaknaan yang berbeda. Adapun perbedaan kedua kalimat tersebut tampak pada
penggunaan kata kerja modus indikatif Conditionnel Présent “serais content” yang berafiliasi
terhadap pemaknaan “mungkin akan senang” dalam waktu sekarang karena “akan bertemu
dengan walikota”, sedangkan pada kalimat kedua, pemaknaannya berbeda karena konteks
makna “akan senang” berafiliasi dengan konteks lampau frasa de voir le maire yang artinya
bahwa bahwa frasa de voir le maire pada kalimat pertama memiliki konteks makna “kejadian
yang belum dilakukan” sebaliknya frasa yang sama pada kalimat kedua memiliki konteks
makna “kejadian yang telah dilakukan”.

D. Futur Simple dan Conditionnel, sebuah kekerabatan konjugasi
Persamaan antara modus indikatif Futur dengan modus indikatif Conditionnel tidak
hanya terbatas pada

bingkai pemaknaan dan fungsinya saja

akan tetapi juga pada

konjugasikata kerjanya. Hal ini dapat dilihat dari proses pembentukannya yang sama-sama
berasal dari radikal atau kata dasar sebuah kata kerja. Menurut teori yang diambil dari buku

tata bahasa Becherelle (2012:137) proses pembentukan Conditionnel diawali oleh bentuk
radikal kata kerja dan diberi akhiran modus indikatif–rais, -rais, -rait, -rions, -riez dan –
raient sedangkan konjugasi modus indikatif futur dibentuk oleh radikal kata kerja dan diberi
akhiran –rai, - ras, - ra, - rons, - rez, -ront seperti ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Contoh pengkonjugasian modus indikatif Conditionnel
Kata Kerja –er
Visiter
Je visiterais [visitθRε ]
Tu visiterais [visitθRε ]
Il/elle/on visiterait [visitθRε ]
Nous visiterions [visitθRj ]
Vous visiteriez [visitθRje ]
Ils/Elles visiteraient[visitθRε]

Kata kerja –ir
régulier
Finir
Je finirais
Tu finirais
Il/Elle/On finirait
Nous finirions
Vous finiriez
Ils/Elles
finiraient

Kata kerja – ir
irrégulier
Venir
Je viendrais
Tu viendrais
Il/Elle/On viendrait
Nous viendrions
Vous viendriez
Ils/Elles viendraient

Kata kerja -re
Vendre
Je vendrais
Tu vendrais
Il/Elle/On vendrait
Nous vendrions
Vous vendriez
Ils/Elles vendrions

Tabel 2. Contoh pengkonjugasian modus indikatif Futur Simple
Kata Kerja –er
Visiter
Je visiterai [visitθRe]
Tu visiteras [visitθR ]
Il/elle/on visitera [visitθR ]
Nous visiterons [visitθR ]
Vous visiterez [visitθRe]
Ils/Elles visiteront[visitθR ]

Kata kerja –ir
régulier
Finir
Je finirai
Tu finiras
Il/Elle/On finira
Nous finirons
Vous finirez
Ils/Elles finiront

Kata kerja – ir
irrégulier
Venir
Je viendrai
Tu viendras
Il/Elle/On viendra
Nous viendrons
Vous viendrez
Ils/Elles viendront

Kata kerja -re
Vendre
Je vendrai
Tu vendras
Il/Elle/On vendra
Nous vendrons
Vous vendrez
Ils/Elles vendront

Pada konjugasi modus Conditionnel Passé, aturan pembentukannya harus mengikuti
pola aturan bentuk modus indikatif Passé Composé karena keduanya sama-sama memerlukan
kata kerja bantu atau auxiliaire être/avoir. Kata kerja bantu inilah yang harus diubah dalam
bentuk modus indikatif Conditionel Présent ditambah dengan bentuk Participe Passé dari
sebuah kata kerja. Adapun contoh pembentukan modus indikatif Conditionnel dapat dilihat
pada tabel di bawah ini :
Tabel 3. Contoh pengkonjugasian modus indikatif Conditionnel Passé
Kata Kerja -er
Visiter
J’aurais visité
Tu aurais visité

Kata kerja –ir
régulier
Finir
Je finirai
Tu finiras

Kata kerja – ir irrégulier
Venir
Je serais venu
Tu serais venu

Kata kerja -re
Vendre
J’aurais venu
Tu aurais venu

Il/elle/on aurait visité
Nous aurions visité
Vous auriez visité
Ils/Elles auraint visité

Il/Elle/On finira
Nous finirons
Vous finirez
Ils/Elles finiront

Il/Elle/On serait venu(e)
Nous serions venus
Vous seriez venu(s)
Ils/Elles seraient venu(e)s

Il/Elle/On aurais venu
Nous aurions venu
Vous auriez venu
Ils/Elles auraient venu

Jika diperhatikan secara seksama, persamaan konjugasi kedua modus indikatif ini
tidak hanya terbatas pada bentuknya, akan tetapi juga oleh pelafalannya seperti yang
ditunjukkan pada kata kerja “visiter” yang dapat dilihat dari simbol fonetis yang hampir sama.
Dari keseluruhan landasan teori yang dikemukakan, penulis dapat menarik sebuah
kesimpulan

bahwa pembahasan tentang modus indikatif Conditionnel merupakan

pembahasan yang rumit karena melibatkan beberapa aspek kajian yakni aspek “bentuk”,
“makna”, “fungsi” dan konteks. Hal ini dikarenakan :
1. Modus indikatif Conditionnel memiliki fungsi dan pemaknaan yang bervariasi dimana
untuk menentukan fungsi dan pemaknaan tersebut diperlukan analisis kontekstual
yang cukup dalam.
2. Pengkonjugasian dan pelafalan modus indikatif Conditionnel memiliki persamaan
dengan modus indikatif futur simple sehingga jika tidak hati-hati maka kedua
sistematika pelafalan yang seharusnya beda dapat bercampur menjadi satu.
Menurut penulis, kedua hal inilah yang menyebabkan kesulitan mahasiswa
menerapkan modus indikatif Conditionnel baik présent maupun passé baik secara
lisan maupun secara tertulis.
V. Tujuan dan Manfaat Penelitian
.

A. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut :
(1) Untuk mendeskripsikan kesalahan bentuk modus indicatif Conditonnel baik
Conditionnel Présent

maupun Conditionnel Passé yang dilakukan oleh

mahasiswa semester VI Program studi Bahasa dan Sastra Prancis Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Brawijaya Angkatan 2011 ?
(2) Untuk mendeskripsikan kesalahan menentukan

makna

modus

indicatif

Conditonnel baik Conditionnel Présent maupun Conditionnel Passé yang
dilakukan oleh mahasiswa semester VI Program studi Bahasa dan Sastra Prancis
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya Angkatan 2011 ?
(3) Untuk mendeskripsikan kesalahan menentukan fungsi

modus

indicatif

Conditonnel baik Conditionnel Présent maupun Conditionnel Passé yang

dilakukan oleh mahasiswa semester VI Program studi Bahasa dan Sastra Prancis
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya Angkatan 2011 ?
B. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat secara teoritis sebagai sumber referensi bagi
dosen dan mahasiswa untuk mengetahui kesalahan-kesalahan yang sering muncul dalam
pengaplikasian modus indikatif conditionnel bahasa Prancis yang dilakukan oleh
mahasiswa. Secara praktis, penelitian ini bermanfaat sebagai acuan pengembangan
metode ajar bagi dosen dan metode belajar bagi mahasiswa agar tidak terjadi lagi
kesalahan penggunaan modus indikatif conditionnel dalam praktek berbahasa Prancis.

V.

Metodologi Penelitian
A. Metode Penelitian
Penelitian ini dirancang sebagai sebuah penelitian dengan pendekatan kualitatif dan
metode deskriptif. Dalam Moleong (2005, hal.4) dijelaskan mengenai pendekatan
kualitatif sebagai “prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”. Sementara itu
metode deskriptif adalah “metode penelitian yang digunakan untuk memecahkan masalah
yang aktual dengan cara mengumpulkan, menyusun, mengklasifikasikan, menganalisis
dan menginterpretasikan data (Surakhamad, 1994, hal. 140). Dengan memperhatikan
kedua definisi tersebut di atas serta bertumpu pada rumusan masalah penelitian maka
metode kualitatif deskriptif adalah yang paling sesuai bagi penelitian ini.

B. Sumber data
Untuk menjawab rumusan masalah penelitian ini, sumber data utama yang akan
digunakan berupa hasil tes mahasiswa semester VI Program Studi Bahasa dan Sastra
Prancis Universitas Brawijaya dengan materi tes ‘penggunaan modus conditionnel dalam
bahasa Prancis’. Untuk melaksanakan tes tersebut, peneliti terlebih dahulu menyiapkan
instrumen tes yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya guna kesahihan hasil penelitian.

C. Populasi dan Sampel
Populasi didefinisikan sebagai “wilayah generalisasi yang terdiri atas objek dan
subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh penulis
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya” (Sugiyono, 2011, hal. 80). Populasi

dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa semester VI Tahun Akademik 2013/2014
Program Studi Bahasa dan Sastra Prancis Universitas Brawijaya berjumlah 50 orang
mahasiswa yang telah mempelajari materi tata bahasa Prancis mengenai modus
conditionnel dalam mata kuloah Tata Bahasa Lanjutan semester IV.
Sementara itu, dari total populasi, peneliti hanya akan menggunakan 20 orang
mahasiswa sebagai sampel penelitian. Keduapuluh mahasiswa ini diharapkan dapat
mewakili bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi di atas.
D. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data berupa hasil tes yang dilakukan oleh mahasiswa dengan uji
materi modus indikatif conditionnel dalam bahasa Prancis ini akan menggunakan teknik
dokumentasi, artinya “sebuah metode penelitian yang dilakukan dengan cara mencari data
mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah,
prasasri, notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya” (Arikunto, 2006, hal. 231). Jadi,
dalam hal ini peneliti mendokumentasikan hasil tes mahasiswa yang akan digunakan
untuk mengetahui kesalahan mereka dalam mengerjakan materi soal-soal yang dimaksud.
E. Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh data berupa hasil tes, peneliti perlu menyiapkan suatu
instrumen tes. Menurut Arikunto tes adalah rangkaian pertanyaan atau latihan untuk
mengukur tingkat kompetensi individu maupun kelompok mengenai bidang tertentu
(2006, hal. 150). Untuk melakukan tes tersebut diperlukan sebuah instrumen, yaitu “alat
pada waktu penelitian menggunakan suatu metode” (Arikunto, 2006, hal 149). Peneliti
dalam hal ini akan menyiapkan instrumen tes berupa soal-soal dengan materi yang
difokuskan pada penggunaan modus conditionnel dalam bahasa Prancis.
Sebagai instrumen tes dalam rangka penelitian ilmiah, soal-soal yang diujikan
harus valid. Hal ini dijelaskan oleh Sugiyono (2011, hal 125) bahwa “instrumen yang
harus mempunyai validitas isi adalah instrumen yang berbentuk tes yang sering digunakan
untuk mengukur prestasi belajar. Untuk menyusun instrumen prestasi belajar yang
mempunyai validitas isi maka instrumen harus disusun berdasarkan materi pelajaran yang
telah diajarkan”. Mengingat syarat di atas, maka peneliti menetapkan soal-soal yang akan
diujikan sesuai dengan materi yang telah diajarkan pada mahasiswa semester VI Program
Studi Bahasa dan Sastra Prancis Universitas Brawijaya dalam mata kuliah Tata Bahasa
Lanjutan dan soal tersebut telah melalui proses experts judgement oleh dosen ahli. Uji
validitas melalui experts judgement yaitu dengan cara menanyakan pendapat para ahli
tentang aspek-aspek yang akan diukur dengan mendasarkan pada teori tertentu (Sugiyono,

2011, hal. 125). Selain uji validitas, instrumen tes juga akan melalui uji reliabilitas yaitu
dengan teknik test dan re-test, artinya setelah dilakukan tes yang pertama, para mahasiswa
sampel akan melakukan tes kembali dengan soal-soal yang sama persis untuk mengetahui
reliabel tidaknya instrumen tes yang diujikan. Dengan dua tahapan pemilihan soal-soal
tersebut, diharapkan validitas instrumen tes dapat dipertanggungjawabkan.

F. Teknik analisis data
Sebagai sebuah penelitian kualitatif, teknik analisis data dilakukan secara induktif.
Tujuannya adalah mengembangkan kategori-kategori menjadi pola-pola kemudian
generalisasi akhir yang proporsional, yaitu peneliti membuat suatu kesimpulan dari hasil
interpretasi dan klaim-klaimnya)(Stake, 1995 dikutip dari Creswell, 2010, hal. 96-97).
Adapun secara lengkap prosedur analisis datanya adalah sebagai berikut: setelah
dilakukan tes, peneliti mengidentifikasi dan mengklasifikasikan jawaban-jawaban hasil
tes berdasarkan kategori-kategori kesalahan sesuai dengan yang diajukan dalam rumusan
masalah meliputi kesalahan bentuk, kesalahan makna, dan kesalahan fungsi dengan
mendasarkan pada teori mengenai modus conditionnel. Data kesalahan tersebut kemudian
dianalisis per kategori. Selanjutnya, peneliti menyajikan analisis tersebut berupa deskripsi
kesalahan-kesalahan bentuk, makna dan fungsi modus indikatif conditionnel. Pada
akhirnya peneliti membuat kesimpulan akhir dari hasil analisis dan interpretasi.

VI.
Daftar Pustaka
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta : PT.
Rineka Cipta
Cresswell, John W. (2010). Research design : pendekatan kualitatif, kuantitif dan mixed.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Grevisse . ( 2000). Le bon usage edisi 14, Paris: Hachette.
Jacqueline, Olivier (1978). Gammaire Française. New York, San Diego, Chicago, San
Fransisco Atlanta : Harcourt Brace Jovanovich, Inc,
Nicolas, Laurent. Delaunay Bénédicte, Bescherelle, (2012) .La Grammaire Pour Tous, Paris :
Hatier.
Michèle, Boularès, Louis Frérot. (2002). Grammaire Progressive du Français. Paris : CLE
International
Moleong, Lexy J. (2005). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung :PT Remaja Rosdakarya.
Sugiyono. (2011). Metode

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

Analisis Konsep Peningkatan Standar Mutu Technovation Terhadap Kemampuan Bersaing UD. Kayfa Interior Funiture Jember.

2 215 9

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63