Analisis Hukum atas Legal Personality Or (1)

Analisis Hukum atas Legal Personality Organisasi NegaraNegara
Kawasan Asia Tenggara (ASEAN)
Sebagai Subjek Hukum Internasional

Disusun Oleh :
1. Dhezya Pandu Satresna (8111416007)
2. Bagas Bimo Seto

(8111416037)

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
SEMARANG
2017
i

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan

dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki
bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami
yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami
sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Semarang,

5

Oktober

2017

Penyusun

ii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR PUTUSAN/KASUS
BAB 1 PENDAHULUAN

v

1

A. Latar Belakang

1

B. Rumusan Masalah

3

C. Metode Penulisan


4

BAB II PEMBAHASAN

4

A. Peran Piagam ASEAN (ASEAN Charter) Dalam Menjadikan ASEAN
Sebuah
Subyek Hukum (Legal Personality)
4
B. Personalitas Hukum ASEAN Terhadap Kedudukan ASEAN Dalam
Perjanjian
Yang Dibuat Dengan Negara Atau Organisasi Internasional
8
C. Perjanjian Hak Istimewa Dan Kekebalan ASEAN

11

BAB III PENUTUP 14

A. Kesimpulan

14

DAFTAR PUSTAKA 15

iii

DAFTAR GAMBAR

1

DAFTAR KASUS
iv
1 https://brainly.co.id/tugas/2172443 diakses pada Rabu, 11 Oktober 2017, pukul 08.30 WIB

a. Sengketa Indonesia dan Malaysia mengenai garis perbatasan di perairan
laut Sulawesi menyusul perubahan status kepemilikan Pulau Sipadan dan
Ligitan, dan garis perbatasan di pulau Kalimantan (salah satunya
mengenai blok Ambalat);

b. Sengketa Myanmar dan Thailand, mengenai perbatasan ke dua negara;
c. Sengketa antara Cina dan Vietnam tentang pemilikan wilayah perairan di
sekitar Kepulauan Paracel;2

BAB I
v
2
http://www.tnial.mil.id/TroopInfo/PeneranganPasukan/tabid/104/articleType/ArticleView/articleId/42/Default.
aspx diakses pada Rabu, 11 Oktober 2017, pukul 08.25 WIB

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum internasional yang ada pada saat ini memilik peranan yang
sangat efektif dalam mengatur kehidupan serta pergaulan masyarakat
internasional.

Salah

satu


subjek

hukum

internasional

ialah

organisasi

internasional. Selayaknya kehidupan bermasyarakat, maka negara pun tidak
dapat berdiri sendiri, sehingga negara perlu untuk bergaul dengan negara lain.
Berkumpulnya negara-negara dalam satu pergaulan dengan kepentingan untuk
memenuhi kebutuhan tertentu dibalut dalam satu kelompok yang biasa disebut
organisasi internasional. Organisasi terbesar yang dimasuki Indonesia adalah
Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) dimana organisasi tersebut beranggotakan
hampir seluruh negara merdeka di dunia. Indonesia resmi menjadi negara
anggota PBB ke-60 pada tanggal 28 September 1950, yang ditetapkan dengan
revolusi Majelis Umum PBB Nomor A/RES/491 (V) tentang "Penerimaan
Republik Indonesia dalam keanggotaan di Perserikatan Bangsa-Bangsa".

Organisasi dengan ruang lingkup terdekat yang melibatkan Indonesia sebagai
negara anggotanya ialah ASEAN (Association of South East Asian Nations).
ASEAN terdiri dari sepuluh negara di Asia Tenggara. Lima negara anggota
ASEAN, yakni Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand, merupakan
pendiri ASEAN yang menandatangani Deklarasi Bangkok pada 8 Agustus 1967.
Brunei Darussalam bergabung pada tahun 1948. Vietnam, Laos, Myanmar dan
Kamboja bergabung dengan ASEAN pada tahun 1995 hingga 1999.
Sebelumnya saya jelaskan secara singkat sejarah terbentuknya ASEAN.
Ini semua berawal pada abad pertama Masehi, sebagian besar Asia Tenggara
mendapat pengaruh dari luar. Berbagai kerajaan besar dan kecil telah lahir,
bangun, berkembang dan kemudian jatuh kembali di kawasan ini. Hal ini
disebabkan masuknya pengaruh dan peradaban dari luar seperti Hindu dan
Budha yang dari India. Kekuasaan kolonial Eropa terhadap bangsa-bangsa Asia
Tenggara terjadi sejak abad ke-17 dimana pemerintah kolonial Belanda
menguasai daerah-daerah di Indonesia, diikuti oleh imperialis Inggris yang
menguasai Malaysia, Singapura, Myanmar, dan Kalimantan Utara sepanjang
abad ke-19, dan imperialis Prancis yang menguasai Filipina hingga akhir abad
ke-19. Bahkan seluruh Indonesia dikuasai sepenuhnya oleh pemerintah kolonial
Belanda pada tahun 1908. Pada waktu meletusnya Perang Dunia II, Jepang


1

menyerang dan menduduki Pearl Harbor dan satu per satu Negara Asia Timur,
Asia Selatan, dan Asia Tenggara jatuh ke tangan kekaisaran Jepang. Hubungan
internasional di Asia Tenggara setelah Perang Dunia II ditandai dengan
terjadinya Perang Vietnam dan invasi Vietnam ke Kamboja serta upaya
pembentukan organisasi regional yang merupakan pola berpikir modern pasca
kemerdekaan dalam wujud perkembangan dan sekaligus penolakan terhadap
tradisi primitif yang hanya menekankan peperangan sebagai cara membangun
hubungan internasional di kawasan tersebut. Organisasi regional yang pertama
kalinya dibentuk adalah SEATO (Southeast Asia Treaty Organization) yang
dinilai merupakan upaya Amerika untuk membendung pengaruh komunis di
kawasan Asia. Barulah pada tahun 1961, untuk pertama kalinya dibentuk suatu
organisasi regional yang merupakan prakarsa Negara-Negara Asia Tenggara
sepenuhnya

yang

bernama


Association of

Southeast Asia

(ASA) yang

beranggotakan Malaysia, Philipina, dan Thailand. Namun organisasi ini tidak
bertahan lama, hal ini disebabkan oleh pecahnya konflik Philipina dan Malaysia
atas status daerah Sabah yang diklaim sebagai bagian dari Philipina. Konflik ini
mendorong terbentuknya Maphilindo (Malaysia, Philipina, Indonesia). Namun
seiring

politik

konfrontasi (penentangan terhadap pembentukan Negara

Malaysia) yang dilancarkan oleh Soekarno pada waktu itu, fondasi Maphilindo
juga hancur. Hal ini menyebabkan timbulnya anggapan bahwa Soekarno adalah
presiden yang komunis. Sehingga berdampak pada makin memprihatinkannya
perekonomian Indonesia pada waktu itu. Kondisi tersebut, kontras dengan apa

yang terjadi di Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina yang tetap membina
hubungan baik dengan Negara barat. Hal ini terlihat pada kebijakan Amerika di
Vietnam Selatan yang didukung oleh Malaysia, Singapura, Vietnam, dan
Thailand namun ditentang oleh Indonesia dibawah kepemimpinan Soekarno.
Hal ini menyebabkan Indonesia ditempatkan pada posisi yang terisolasi.
Hingga pasca kudeta PKI, Soeharto yang mengambil alih pemerintahan
Soekarno menghentikan politik konfrontasi yang menyebabkan kembalinya
kepercayaan Negara tetangga terhadap Indonesia dibawah kepemimpinan
Soeharto. Hal ini serta merta membuka kembali peluang kerjasama regional
yang ditandai dengan berakhirnya konfrontasi Indonesia-Malaysia pada tahun
1966. ASEAN berdiri pada tanggal 8 Agustus 1967 atas dasar kesepakatan lima
menteri

luar

(Indonesia),

negeri
Tun


Negara-Negara

Abdul

Razak

Asia

(Malaysia),

Tenggara
Thanat

yakni

Adam

Khoman

Malik

(Thailand),

Rajaratnam (Singapura), dan Narcisco Ramos (Filipina). Kesepakatan ini
dihasilkan melalui pertemuan yang diadakan di Bangkok pada tanggal 5-8
Agustus 1967. Adapun kesepakatan yang dicapai dalam pertemuan ini
dijadikan suatu pernyataan yang bernama Deklarasi Bangkok. Deklarasi
Bangkok tersebut menjadi dasar terbentuknya sebuah organisasi kerja sama
Negara-Negara Asia Tenggara yang dinamakan Association of Southeast Asian
Nations (ASEAN). Deklarasi Bangkok merupakan instrumen penting bagi
ASEAN, karena dalam Preamble Deklarasi menegaskan bahwa Negara-Negara
anggota mempunyai keinginan untuk mendirikan suatu federasi yang kokoh
untuk tindakan bersama guna memajukan kerja sama regional, memperkuat
stabilitas ekonomi dan sosial serta memelihara keamanan dari campur tangan
pihak luar.
Suatu organisasi sosial yang dibentuk melalui suatu perjanjian atau
persetujuan

internasional

yang

kemudian

dituangkan

dalam

instrument

pendiriannya akan memiliki suatu personalitas hukum internasional. 3 Hukum
internasional menempatkan International Legal Personality sebagai status yang
memungkinkan suatu entitas dianggap sebagai subyek hukum intenasional
tersendiri

yang

dapat memiliki

hak

dan

sekaligus

dibebani

kewajiban

berdasarkan norma-norma hukum internasional, atau seperti istilah menurut
Harris, di dalam “personality” terkandung makna bahwa suatu entitas
merupakan “legal actor.” Gagasan mengenai personalitas hukum telah
digambarkan dengan baik dalam pernyataan Mahkamah Internasional tentang
organisasi internasional khususnya PBB. Personalitas hukum menyangkut
kualitas suatu organisasi selaku subyek hukum internasional sedangkan
kapasitas

hukum

terkait

dengan

kemampuan

organisasi

internasional

melakukan tindakan hukum. Oleh sebab itu penegasan status personalitas
hukum ini sangat penting terkait pelaksanaan fungsi dan pencapaian tujuantujuannya.
Organisasi Internasional publik adalah organisasi yang dibentuk di bawah
hukum internasional dan memiliki personalitas hukum internasional. Oleh
karenanya organisasi internasional dibentuk atas dasar perjanjian internasional
atau instrument hukum internasional lainnya, missal, atas dasar resolusi
organisasi internasional lainnya atau pernyataan bersama negara-negara.
Untuk mendapatkan personalitas hukum ia harus memiliki organ otonom yang
3Setyo Widagdo.”Masalah-Masalah Hukum Internasional Publik.(Malang : Bayumedia, 2008), hlm. 178.

2

dapat bertindak atas dasar keputusan mayoritas. Selain itu organisasi
internasional pun dapat dibedakan atas dasar keanggotaan. Ada yang
dikatakan sebagai universal di mana keanggotaan tidak dibatasi atas kriteriakriteria tertentu, misal PBB. Sedangkan yang disebut dengan tertutup adalah
organisasi yang keangotaannya didasarkan pada wilayah, misal ASEAN.
Sehingga dalam ASEAN keanggotaan bersofat ekslusif hanya untuk negaranegara yang berada di wilayah Asia Tenggara.4
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimanakah peran

Piagam

ASEAN

(ASEAN

Charter)

dalam

menjadikan ASEAN sebuah subyek hukum (Legal Personality)?
b. Bagaimanakah Personalitas Hukum ASEAN terhadap Kedudukan
ASEAN dalam perjanjian yang dibuat dengan Negara atau Organisasi
Internasional?
c. Bagaimanakah Perjanjian Hak Istimewa dan Kekebalan ASEAN?
C. Metode Penulisan
Metode penulisan yang dipakai dalam makalah ini adalah menggunakan
metode pustaka dimana metode yang dilakukan adalah mempelajari dan
3
mengumpulkan dari pustaka yang berhubungan dengan permasalahan yang di
bahas, baik berupa buku, jurnal, mauun informasi di internet.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Peran Piagam ASEAN (ASEAN Charter) dalam menjadikan ASEAN
sebuah subyek hukum (Legal Personality)
Piagam ASEAN adalah kerangka kerja hukum dan kelembagaan yang
mengikat seluruh negara anggota ASEAN, dan menjadikan ASEAN sebagai
organisasi yang memiliki status hukum (legal personality). Piagam ASEAN
ditandatangani pada KTT Ke-13 ASEAN tanggal 20 November 2007 di Singapura
oleh sepuluh kepala negara/pemerintahan negara anggota ASEAN. Piagam
ASEAN mulai berlaku efektif tanggal 15 Desember 2008 setelah semua negara
4 Iskandar, Pranoto.” Hukum HAM Internasional: Sebuah Pengantar Kontekstual”.(Cianjur : IMR Press,
2012), hlm. 299-300.

anggota ASEAN menyampaikan dokumen pemberitahuan pengesahan ke
Sekretariat ASEAN. Indonesia mengesahkan Piagam ASEAN melalui UndangUndang Nomor 38 Tahun 2008. Piagam ASEAN dapat ditinjau kembali setelah
lima tahun terhitung sejak Piagam ASEAN resmi diberlakukan. 5 Piagam ASEAN
sebagai dokumen konstitusional memuat beberapa elemen yang sangat
penting antara lain:
1. Pernyataan secara tegas bahwa ASEAN adalah organisasi internasional yang
memiliki kepribadian hukum internasional, dengan demikian ASEAN mampu
melaksanakan hak dan kewajiban di tingkat internasional
2. Pernyataan secara tegas bahwa ASEAN memiliki tujuan-tujuan, fungsi-fungsi
dan kewenangan-kewenangan seperti organisasi internasional lainnya. Dengan
kata lain, Piagam ini akan mengubah ASEAN menjadi into a rulesbased
Organization
3. Pembentukan mekanisme legislatif, the rule-making mechanism/organs and
procedures di dalam ASEAN
4. Pembentukan sebuah mekanisme eksekutif atau organ yang bertugas untuk
melaksanakan serta memonitoring pelaksanaan peraturan-peraturan dan
keputusan-keputusan organisasi
5. Pembentukan mekanisme judicial dan quasi judicial yang berfungsi untuk
menginterpretasikan dan melaksanakan setiap peraturan dan keputusan yang4
dikeluarkan oleh ASEAN
6. Secara langsung Piagam ASEAN akan membantu untuk mendorong dan
memperkuat penataan terhadap perjanjian-perjanjian ASEAN oleh negara
anggotanya dan secara tidak langsung dapat meningkatkan sense of region di
antara pemerintah ASEAN6
Tranformasi

mendasar

yang

dilakukan

oleh

Piagam

ASEAN

telah

memberikan legal personality kepada ASEAN. Kini ASEAN sebagai organisasi
kerja sama antarpemerintah memiliki identitas tersendiri terpisah dari identitas
negara anggota ASEAN. Sebagai legal personality, ASEAN beraktivitas dan
membuat perjanjian atas namanya dan dapat pula menuntut dan dituntut
secara hukum. Sejalan dengan transformasi ini dilakukan pula penyempurnaan
kelembagaan, sehingga ASEAN diharapkan dapat merespons lebih baik
5 http://setnas-asean.id/tentang-asean diakses pada Minggu, 08 Oktober 2017, pukul 16.20 WIB
6 Liona Nanang Supriatna, Piagam ASEAN : Menuju Pemajuan Dan Perlindungan HAM di Asia Tenggara,
“Jurnal Hukum Internasional (Indonesian Journal of International Law), Vo. 5, 3 April 2008, hal. 557-558

berbagai permasalahan regional dan global yang semakin kompleks di masa
yang akan datang.7
Dengan berlakunya Piagam ASEAN dimaksudkan untuk mendorong
transformasi ASEAN dari suatu organisasi yang bersifat longgar menjadi
organisasi yang memiliki landasan hukum yang kuat (legally binding). Hal ini
akan berimplikasi bagi negara-negara anggotanya, yaitu negara-negara
anggota

wajib

mengambil

langkah-langkah

yang

diperlukan

termasuk

pembuatan legislasi dalam negeri yang sesuai guna melaksanakan ketentuanketentuan dalam Piagam ini secara efektif dan mematuhi kewajiban- kewajiban
keanggotaan (Pasal 5 ayat (2) Piagam ASEAN). Dengan demikian setiap negara
anggota dituntut untuk menyesuaikan peraturan di negaranya masing-masing
agar sesuai dengan substansi dan isi Piagam ASEAN, demi mencapai cita-cita
ASEAN. Negara-negara anggota ASEAN juga dituntut untuk menerapkan
Piagam ASEAN dan TAC dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi (Bab XIII
Piagam ASEAN). Dalam TAC tersebut kemudian diatur mengenai tujuan dan
prinsip-prinsip dasar dalam hubungan persahabatan dan kerjasama sesama
negara anggota ASEAN. Mekanisme penyelesaian sengketa secara damai juga
diadopsi dalam perjanjian tersebut. Dengan terbentuknya perjanjian tersebut
diharapkan setiap perselisihan yang terjadi antara negara-negara anggota
ASEAN dapat diselesaikan dalam kerangka TAC. Untuk melengkapi TAC maka
telah disusun aturan dan prosedur (Rules and Procedure of High Council of the
Treaty of Amity and Cooperation in South East Asia) pada tanggal 23 Juli 2001
di Hanoi, Vietnam. Dinamika baik internal maupun eksternal di ASEAN pada
akhirnya telah membuat para pemimpin ASEAN bekerja untuk memperkuat5
organisasi guna menghadapi tantangan yang akan dihadapi dikemudian hari.8
Beberapa implikasi langsung dari pemberlakuan Piagam ASEAN adalah :
1. Ikatan hubungan antar negara-negara ASEAN secara menyeluruh diperkuat
secara hukum
2. ASEAN menunjukkan pada dunia bahwa kekompakan ASEAN selama 41
tahun dengan nilai tambah stabilitas keamanannya yang dapat dikatakan

7 R. Winantyo dkk.”Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 : Memperkuat Sinergi ASEAN di Tengah
Kompetisi Global”.(Jakarta : PT. Elex Media Komputindo, 2008), hlm. 14.
8Dewa Gede Sudika Mangku, “ Peluang dan Tantangan ASEAN Dalam Penyelesaian Sengketa Kuil Preah
Vihear di Perbatasan Kamboja dan Thailand”.Pandecta Volume 6. Nomor 2. Juli 2011, 107-108.

paling aman di dunia, hal tersebut ditopang pula oleh kekompakan untuk
memberlakukan Piagam ASEAN yang akan berimplikasi pula secara global
3. Piagam ASEAN pada prinsipnya diharapkan dapat mendorong integrasi
ekonomi,

memperkuat

prinsip

demokrasi,

perlindungan

hak

asasi

dan

pelestarian alam lingkungan hidup. Tujuan ASEAN dinyatakan dalam Pasal 1
Piagam

ASEAN,

yaitu

:1.

Memelihara

dan

meningkatkan

perdamaian,

keamanan, dan stabilitas serta lebih memperkuat nilai-nilai yang berorientasi
pada perdamaian di kawasan; 2. Meningkatkan ketahanan kawasan dengan
memajukan kerja sama politik,keamanan, ekonomi, dan sosial budaya yang
lebih luas; 3. Mempertahankan Asia Tenggara sebagai Kawasan Bebas Senjata
Nuklir dan bebas dari semua jenis senjata pemusnah massal lainnya;
4. Menjamin bahwa rakyat dan Negara-Negara Anggota ASEAN hidup damai
dengan dunia secara keseluruhan di lingkungan yang adil, demokratis, dan
harmonis;
5. Menciptakan pasar tunggal dan basis produksi yang stabil, makmur, sangat
kompetitif, dan terintegrasi secara ekonomis melalui fasilitasi yang efektif
untuk perdagangan dan investasi, yang di dalamnya terdapat arus lalu lintas
barang, jasa-jasa dan investasi yang bebas; terfasilitasinya pergerakan pelaku
usaha, pekerja profesional, pekerja berbakat dan buruh; dan arus modal yang
lebih bebas;
6. Mengurangi kemiskinan dan mempersempit kesenjangan pembangunan di
ASEAN melalui bantuan dan kerja sama timbal balik;
7. Memperkuat demokrasi, meningkatkan tata kepemerintahan yang baik dan
aturan hukum,
dan memajukan serta melindungi hak asasi manusia dan kebebasankebebasan fundamental, dengan memperhatikan hak-hak dan kewajibankewajiban dari Negara-Negara Anggota ASEAN;
8. Menanggapi secara efektif, sesuai dengan prinsip keamanan menyeluruh,
segala bentuk ancaman, kejahatan lintas-negara dan tantangan lintas-batas;
9. Memajukan pembangunan berkelanjutan untuk menjamin perlindungan
lingkungan hidup di kawasan, sumber daya alam yang berkelanjutan,
pelestarian warisan budaya, dan kehidupan rakyat yang berkualitas tinggi;
10. Mengembangkan sumber daya manusia melalui kerja sama yang lebih erat6
di bidang pendidikan dan pembelajaran sepanjang hayat, serta di bidang ilmu

pengetahuan

dan

teknologi,

untuk

pemberdayaan

rakyat

ASEAN

dan

penguatan Komunitas ASEAN;
11. Meningkatkan kesejahteraan dan penghidupan yang layak bagi rakyat
ASEAN melalui penyediaan akses yang setara terhadap peluang pembangunan
sumber daya manusia, kesejahteraan sosial, dan keadilan;
12. Memperkuat kerja sama dalam membangun lingkungan yang aman dan
terjamin bebas dari narkotika dan obat-obat terlarang bagi rakyat ASEAN;
13. Memajukan ASEAN yang berorientasi kepada rakyat yang di dalamnya
seluruh

lapisan

masyarakat

didorong

untuk

berpartisipasi

dalam,

dan

memperoleh manfaat dari, proses integrasi dan pembangunan komunitas
ASEAN;
14. Memajukan identitas ASEAN dengan meningkatkan kesadaran yang lebih
tinggi akan keanekaragaman budaya dan warisan kawasan; dan
15. Mempertahankan sentralitas dan peran proaktif ASEAN sebagai kekuatan
penggerak utama dalam hubungan dan kerja samanya dengan para mitra
eksternal dalam arsitektur kawasan yang terbuka, transparan, dan inklusif.9
Simon

Chestermen

berpendapat

bahwa

ASEAN

sebagai

sebuah

organisasi internasional memperoleh personalitas hukumnya berdasarkan “Will
Theory” (Simon Chesterman, 2010: hlm.202). Will theory adalah sebuah teori
yang

menyatakan

internasional

bahwa

diberikan

personalitas

berdasarkan

hukum

kehendak

dari
para

sebuah

organisasi

pendirinya

(Simon

Chesterman, 2010: hlm.202). Adanya will theory dalam ASEAN dapat dilihat
dari bunyi Pasal 3 Piagam ASEAN yang menyatakan bahwa ASEAN sebagai
sebuah organisasi antar pemerintah dengan ini diberikan status hukum”.
Berdasarkan uraian tersebut di atas kita dapat mengetahui bahwa ASEAN
sebagai sebuah organisasi internasional mempunyai personalitas hukum yang
sah berdasarkan hal berikut ini:
a. ASEAN adalah organisasi yang bersifat permanen dengan tujuan yang sah
dan mempunyai organ-organ kelengkapannya. Hal ini dapat dilihat isi Deklarasi
ASEAN sebagai dasar pembentukan ASEAN dan dibentuknya Sekretariat ASEAN
pada tahun 1976;
b. Pemisahan fungsi dan kewenangan hukum antara ASEAN dan negara-negara
anggotanya dapat tercapai setelah dikeluarkannya 2011 Rules of Procedure for
7
9 Zainuddin Djafar, Piagam ASEAN, Legalitas Tonggak Baru Menuju Integrasi Regional?, “Jurnal Hukum
Internasional (Indonesian Journal of International Law),Vol. 6, No. 2, Januari 2009, hal.197-198

The Conclusion of International Agreements by ASEAN. Prosedur tentang
pembuatan perjanjian internasional oleh ASEAN sebagai entitas yang mandiri
dan dibedakan dari negara anggotanya akan dijelaskan dalam bab tersendiri
dalam tulisan ini;
c.

ASEAN

melaksanakan

kewenangan

hukumnya

berdasarkan

hukum

internasional. Hal ini dapat dilihat dari kewenangan ASEAN dalam membuat
perjanjian internasional dengan pihak lain. ASEAN dalam berbagai kesempatan
telah menandatangani Nota kesepahaman (MOU) (Bryan A. Garner, ed., 2004:
hlm. 924) dengan pihak lain.10
B. Personalitas Hukum ASEAN terhadap Kedudukan ASEAN dalam
perjanjian

yang

dibuat

dengan

Negara

atau

Organisasi

Internasional
Rules of Procedure for Conclusion of International Agreements by ASEAN
(selanjutnya

disebut

sebagai

ROP)

merupakan

salah

satu

instrumen

pelaksanaan Pasal 41 ayat (7) Piagam ASEAN yang menjelaskan mengenai
kemampuan ASEAN untuk membuat perjanjian dengan negara atau organisasi
internasional.11 ROP diadopsi dalam Pertemuan Dewan Koordinasi ASEAN IX,
tanggal 16 November 2011 di Bali, Indonesia.338 Sebagaimana djelaskan
dalam “The Making of ASEAN Charter,” salah satu latar belakang dibuatnya
Piagam ASEAN adalah untuk mengarahkan ASEAN menjadi sebuah organisasi
yang berdasar hukum (rule-based), di mana keputusan-keputusan yang diambil
dapat mengikat secara hukum. Oleh karena itu, Pasal 41 ayat (7) Piagam
ASEAN menjelaskan bahwa pedoman pelaksanaan (rules of procedure) untuk
pembuatan

perjanjian

antara

ASEAN

dengan

negara

dan

organisasi

internasional dibuat oleh Dewan Koordinasi ASEAN dengan berkonsultasi
dengan Dewan-dewan Komunitas ASEAN. “Perjanjian internasional” yang
tunduk pada ROP adalah perjanjian yang memenuhi syarat-syarat berikut:12
10 Yustisia. KEWENANGAN HUKUM ASEAN DALAM MEMBUAT PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN PIHAK
EKSTERNAL BERDASARKAN PIAGAM ASEAN Vol. 4 No. 3 September – Desember 2015, hlm. 726.
11 National University of Singapore Centre for International Law, “Document Database: 2007 Charter of
the Association of Southeast Asian Nations signed on 20 November 2007 in Singapore by the Heads of
State/Government,” http://cil.nus.edu.sg/2007/2007-charter-of-theassociation-of-southeast-asian-nationssigned-on-20-november-2007-in-singapore-by-the-headsof-stategovernment/ , diakses pada Rabu, 11
Oktober 2017, pukul 23.20 WIB
12 Association of Southeast Asian Nations, Rules of Procedure for Conclusion of International Agreement
by ASEAN, (Bali, 16 November 2011), Rule 2.

1) Perjanjian tertulis;
2) Untuk tujuan apapun;
3) Diatur berdasarkan hukum internasional; serta
4) Melahirkan hak dan kewajiban bagi ASEAN sebagai entitas yang berbeda
dari negara-negara anggotanya.
ROP hanya berlaku bagi perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh ASEAN
sebagai entitas dan bukan perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh negaranegara anggota ASEAN secara kolektif. Perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh
negara-negara anggota ASEAN secara kolektif tidak terikat pada ROP ini,
8
melainkan prosedurnya ditentukan berdasarkan persetujuan negara-negara
anggota ASEAN secara kasuistik. Adapun perjanjian-perjanjian yang terikat
pada ROP adalah perjanjian yang dibuat oleh ASEAN sebagai organisasi
antarpemerintah setelah adopsi perjanjian ini pada bulan November 2011.
Berdasarkan ROP, sebelum dilakukan negosiasi atas perjanjian internasional,
pejabat senior Badan Kementerian Sektoral ASEAN yang relevan harus terlebih
dahulu mengkoordinasikan proposal dengan Komite Wakil Tetap ASEAN.
Proposal tersebut kemudian diterima atau ditolak oleh Pertemuan para Menteri
Luar Negeri ASEAN. Selanjutnya Pertemuan para Menteri Luar Negeri ASEAN
mengutus perwakilan dari ASEAN yang akan melakukan negosiasi atas nama
ASEAN sebagai organisasi antarpemerintah. Perwakilan ASEAN yang diutus
untuk

melakukan

negosiasi

harus

memberikan

informasi

mengenai

perkembangan negosiasi kepada pejabat senior Badan Kementerian Sektoral
dan Komite Wakil Tetap ASEAN. ROP mengatur proses pembuatan perjanjian
internasional oleh ASEAN secara komprehensif, bahkan hingga mengenai surat
kuasa (full powers). Pertemuan para Menteri Luar Negeri ASEAN, bertindak
sendiri atau melalui Komite Wakil Tetap ASEAN, menginstruksikan Sekretaris
Jenderal ASEAN untuk mengeluarkan full powers untuk keperluan negosiasi
dan/atau penandatanganan perjanjian internasional. Setelah proses negosiasi,
perwakilan ASEAN tersebut membubuhkan parafnya pada draf perjanjian
internasional semata-mata untuk menegaskan bentuk dan isi dari teks
perjanjian. Selanjutnya, draf yang telah dibubuhi paraf tersebut harus diajukan
kepada pejabat senior Badan Kementerian Sektoral ASEAN yang relevan untuk
disahkan. Pengesahan tersebut dikonsultasikan dengan Komite Wakil Tetap
ASEAN. Komite Wakil Tetap ASEAN mengajukan teks perjanjian yang telah
disahkan kemudian kepada Pertemuan para Menteri Luar Negeri ASEAN untuk

9

dipertimbangkan. Pasal 8 ROP membahas mengenai pernyataan kesepakatan
ASEAN untuk mengikatkan diri kepada perjanjian internasional tersebut.
Pernyataan tersebut dilakukan melalui penandatanganan (signature) atau
tindakan konfirmasi (act of formal confirmation). Penandatanganan untuk
menyatakan kesepakatan ASEAN dilakukan oleh perwakilan yang diutus untuk
melakukan negosiasi apabila: 1) perjanjian internasional yang bersangkutan
menentukan bahwa penandatanganan akan memiliki efek tersebut; atau 2)
ASEAN bermaksud agar tanda tangan memiliki efek tersebut, yang tercermin
dari surat kuasa (full powers) yang diberikan oleh kepada perwakilannya, atau
sebagaimana

dinyatakan

dalam

proses

negosiasi.

Sebaliknya,

tindakan

konfirmasi dilakukan apabila: 1) perjanjian internasional yang bersangkutan
menentukan bahwa kesepakatan dinyatakan dengan cara tersebut; 2) maksud
ASEAN untuk melakukan tindakan konfirmasi tercermin dari full powers atau
dinyatakan dalam proses negosiasi; atau 3) perwakilan ASEAN, yang telah
melakukan negosiasi, menandatangani perjanjian yang terhadapnya harus
dilakukan

tindakan

konfirmasi.

Mengenai

siapa

yang

berhak

untuk

bertandatangan atau melakukan tindakan konfirmasi atas nama ASEAN
dipertimbangkan oleh Pertemuan para Menteri Luar Negeri ASEAN. Dalam hal
ini, Pertemuan para Menteri Luar Negeri ASEAN dapat bertindak melalui Komite
Wakil Tetap ASEAN. Apabila bertindak melalui Komite Wakil Tetap ASEAN, maka
setelah pengesahan (di awal), draf perjanjian tidak perlu diajukan kepada
Pertemuan para Menteri Luar Negeri ASEAN untuk dipertimbangkan. Pihak
yang dapat diangkat (appointed) untuk mewakili ASEAN menandatangani
perjanjian adalah Sekretaris Jenderal ASEAN atau pihak lain yang diangkat oleh
Pertemuan para Menteri Luar Negeri ASEAN (yang bertindak sendiri atau
melalui Komite Wakil Tetap ASEAN). Adapun yang dimaksud dengan “pihak lain
yang diangkat” dapat berarti Deputi Sekretaris Jenderal ASEAN atau perwakilan
dari Negara Koordinator (Coordinating Country) yang diangkat berdasarkan
Rule 8 (5) ROP. Negara Koordinator adalah negara-negara anggota ASEAN yang
secara bergantian bertanggung jawab sepenuhnya dalam mengkoordinasikan
dan memajukan kepentingan-kepentingan ASEAN dalam hubungannya dengan
Mitra-Mitra Wicara (Dialogue Partners) serta organisasi-organisasi internasional.
Negara Koordinator mewakili ASEAN dan mengetuai pertemuan-pertemuan
yang relevan antara ASEAN dengan mitra-mitra eksternal. Untuk tindakan
konfirmasi, setelah diputuskan siapa yang berwenang untuk itu, dikeluarkan

instrumen konfirmasi oleh Sekretaris Jenderal ASEAN. Rule 10 ROP menyatakan
bahwa ketentuan-ketentuan dalam ROP berlaku secara mutatis mutandis bagi
amandemen, penangguhan, dan pengakhiran perjanjian internasional yang
melibatkan ASEAN sebagai pihak. Artinya, amandemen, penangguhan, maupun
pengakhiran terhadap semua perjanjian internasional yang dibuat oleh ASEAN
sebelum adopsi ROP tunduk kepada ketentuan-ketentuan ROP. Belum ada
amandemen, penangguhan, pengakhiran, maupun proposal untuk melakukan
hal-hal tersebut (setelah adopsi ROP) terhadap perjanjian yang dibuat sebelum
adopsi ROP. Edmund Sim menyatakan bahwa sebelum berlakunya Piagam
ASEAN, tidak ada dasar hukum tertulis yang memberikan ASEAN kewenangan
untuk membuat perjanjian internasional. Pasal 41 ayat (7) Piagam ASEAN
memberikan ASEAN kewenangan untuk menandatangani perjanjian-perjanjian
dengan negara-negara atau organisasi-organisasi internasional. Hal ini juga
terkait dengan Pasal 3 Piagam ASEAN yang menyatakan bahwa ASEAN
merupakan organisasi antarpemerintah yang memiliki personalitas hukum.
Rule 2 ROP menyatakan bahwa perjanjian internasional yang tunduk pada ROP
sebagai pedoman teknis adalah perjanjian yang melahirkan hak dan kewajiban
bagi ASEAN sebagai entitas yang berbeda dari para anggotanya. Tentunya
sebelum ada Pasal 3 Piagam ASEAN, belum ada instrumen hukum yang
menyatakan secara tegas mengenai personalitas hukum ASEAN. Sebagai
konsekuensinya, tidak dibuat suatu pedoman untuk prosedur pembuatan
perjanjian internasional oleh ASEAN sampai setelah adopsi Piagam ASEAN.
Praktik pembuatan perjanjian internasional oleh ASEAN yang telah berjalan
selama ini memperlihatkan hal yang berbeda dengan apa yang telah dijelaskan
di atas. Hal tersebut mengingat begitu banyak perjanjian internasional yang
dibuat oleh ASEAN sebelum adanya Piagam ASEAN. Namun tidaklah relevan
untuk membuat sebuah pedoman teknis mengenai pembuatan perjanjian
tanpa adanya instrumen hukum yang mendasari pembentukan pedoman teknis
tersebut, dalam hal ini Pasal 47 ayat (1) Piagam ASEAN merupakan dasar
pembentukan ROP. Dalam periode antara mulai berlakunya Piagam ASEAN
pada tanggal 15 Desember 2008, hingga diadopsinya ROP, tidak ada pedoman
mengenai prosedur pembuatan perjanjian internasional oleh ASEAN.
C. Perjanjian Hak Istimewa dan Kekebalan ASEAN.
10

Perjanjian

Hak

Istimewa

dan

Kekebalan

ASEAN

berlaku

terhadap

personalitas hukum ASEAN seperti yang dinyatakan di Piagam ASEAN Bab VI
Pasal 17 ayat 1 yang menyatakan” ASEAN memiliki kekebalan –kekebalan dan
hak-hak istimewa di wilayah negara-Negara-Negara Anggota sebagaimana
diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuannya. Pada ayat 2 dinyatakan bahwa;


Kekebalan-kekebalan

dan

hak-hak

istimewa

akan

diatur

dalam

perjanjian-perjanjian terpisah antara ASEAN dan Negara Anggota yang menjadi
tuan rumah”.
Perjanjian tersebut menetapkan pelaksanaan personalitas hukum dalam
transaksi dalam negeri diwakili oleh Seketaris Jenderal, Wakil Seketaris Jenderal
atau pejabat Seketariat ASEAN lainnya yang diberi wewenang oleh Seketaris
Jenderal.

Sehubungan

dengan

pelaksanaan

personalitas

internasional,

Perjanjian tersebut menyatakan didalam Bab XII Pasal 41 ayat 7 bahwa ”
ASEAN dapat menandatangani perjanjian-perjanjian dengan negara-negara
atau organisasi-organisasi dan lembaga-lembaga sub-kawasan, kawasan dan
internasional”. Prosedur pembuatan perjanjian dimaksud diatur oleh Dewan
Koordinasi ASEAN melalui konsultasi dengan Dewan Komunitas ASEAN”. Di
11
samping itu, karena bukan merupakan suatu entitas yang berdaulat, sehingga
ASEAN tidak memiliki imunitas, ada kebutuhan untuk
menentukan imunitas dan batasannya, seperti hak istimewa dan imunitas
orang-orang yang melaksanakan tugas-tugas ASEAN.
Dalam masyarakat internasional telah lama diberikan hak-hak tertentu
yang diterapkan cukup baik mengenai hak istimewa dan kekebalan untuk
diplomatik mereka. Secara umum, hak-hak yang diperoleh sudah termasuk hak
seperti tidak dapat diganggu gugat tempat misi dari masuknya wakil-wakil atau
orang

dari

negara

penerima

kecuali

dengan

persetujuan

kepala

misi,

pembebasan dari pajak tertentu negara penerima, memperoleh kekebalan dari
proses penuntutan dan kekebalan untuk menikmati status diplomatik penuh
termasuk keluarga diplomat serta kekebalan lebih terbatas untuk anggota staf
administrative dan teknis misi. Hak-hak mengenai istimewa diatur dalam
Konvensi Wina tahun 1961 tetang Hubungan Diplomatik.13
Konvensi Wina tidak menjelaskan dengan jelas hak istimewa dan
kekebalan terhadap perwakilan negara-negara dengan organisasi internasional
13 Frederic L Kigris, Jr, International Organizations and Their Documens, Comments and
question, (Minnesota : West Publishing Company, 1977), hal. 49.

serta tidak mengenai hal tentang hak istimewa dan kekebalan terhadap orang
dalam

pelayanan

langsung

organisasi

internasional.

Perwakilan

dalam

organisasi internasional dan personil sekertariat bisa dikatakan bukan seorang
diplomat dalam arti sempit, karena mereka tidak terakreditasi

ke negara

penerima. Sampai batas tertentu aturan-aturan tradisional yang berlaku untuk
diplomat dapat digubakan oleh perwakilan organisasi internasional dengan
analogi, keadaan perwakilan organisasi internasional tidak dalam semua hal
yang sejajar dengan orang-orang yang ditunjuk sebagai diplomat suatu negara.
Kehadiran organisasi internasional sebagai sebuah pribadi internasional
dan atribusi pada fungsi-fungsinya sering dianalogikan dengan kedaulatan
negara-negara yang untuk pelaksanaan efektifnya memerlukan konsensi hakhak istimewa dan kekebalan dari negara-negara. Telah membawa kepada
upaya-upaya pembentukan serangkaian hukum yang berkenaan dengan hakhak istimewa dan kekebalan dari organisasi-organisasi internasional, tempattempat kedudukan organisasi internasional tersebut. Terdapat perbedaan
khusus antara hak kekebalan diplomatik dan kekebalan internasional. Pertama,
kekebalan internasional mungkin merupakan yang paling penting dalam kaitan
hubungan antara seorang pegawai dan negara asalnya sedangkan seorang
warga dari negara penerima untuk tujuan kekebalan diplomatik diterima
sebagai anggota suatu misi asing hanya dengan persetujuan tegas dengan
hak-hak istimewa serta kekebalan minimum khusus dalam kaitan tindakannya
sebagai pegawai. Kedua, sementara diplomat yang memiliki kekebalan dari
yuridiksi negara tuan rumah berada di bawah yuridiksi negara pengirimnya
12
tidak ada yuridiksi yang serupa itu dalam lingkungan pegawai organisasi
internasional. Terakhir jika pentaatan pada hak-hak istimewa dan kekebalan
diplomatik dijamin melalui pelaksanaan prinsip resiprositas, untuk sebuah
organisasi internasional tidak ada dimiliki sanksi efektif demikian. 14
ASEAN dengan adanya Piagam ASEAN menjadi organisasi internasional
yang

utuh,

terdapatnya

aturan-aturan

yang

jelas

mengenai

ASEAN.

Diantaranya mengenai hak istimewa dan kekebalan bagi Perwakilan Tetap dan
pejabatdiplomatik di Sekretariat ASEAN. Sebelum adanya Piagam ASEAN,
dalam aspek hukum tidak sebagaimana organisasi internasional atau regional
lainnya seperti dikemukakan terlebih dahulu bahwa ASEAN tidak memiliki
instrument pokok seperti piagam melainkan hanya suatu deklarasi seperti yang
14 Bowett, D. W,The Law of International Institution,(London : Steven & Sons, 1982)

disepakati di Bangkok tahun 1967 memuat prinsip-prinsip serta tujuan dan
persyarata keanggotaan. Sedangkan mengenai kapasitas hukum/legal capacity
ASEAN untuk membuat kontrak-kontrak, penyediaan dan pengaturan mengenai
barang-barang milik baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak termasuk
mengajukan tuntutan

secara

hukum ke

pengadilan. Keistimewaan dan

kekebalan bagi pejabat-pejabat sekretariat dan gedung-gedung atau tempat
tinggal telah diatur melalui host country’s agreement yaitu antara ASEAN dan
pemerintah Indonesia.15 Contoh dari perjanjian tersebut adalah Agreement
Between the Government of Republic of Indonesia and the ASEAN Relating to
Privileges and Immunities of the ASEAN Secretariat atau Perjanjian Antara
Pemerintah Republik Indonesia Dengan ASEAN Mengenai Hak Istimewa Dan
Kekebalan Kepada Sekretariat ASEAN. Berbeda setelah adanya Piagam ASEAN,
tidak hanya mengatur tentang hak kekebalan dan hak istimewa antara
Indonesia dengan Sekretariat ASEAN saja melainkan antara negara-negara
anggota ASEAN dengan Sekretariat ASEAN.

BAB III
PENUTUP
13
A. Kesimpulan
Piagam ASEAN adalah kerangka kerja hukum dan kelembagaan
yang mengikat seluruh negara anggota ASEAN, dan menjadikan ASEAN sebagai
organisasi yang memiliki status hukum (legal personality). Sebagai legal
personality, ASEAN beraktivitas dan membuat perjanjian atas namanya dan
15 Sumaryo Suryokusumo, Studi Kasus Hukum Organisasi Internasional, (Bandung: PT. Alumni,1997)

dapat pula menuntut dan dituntut secara hukum. Dengan berlakunya Piagam
ASEAN

dimaksudkan

untuk

mendorong

transformasi

ASEAN dari

suatu

organisasi yang bersifat longgar menjadi organisasi yang memiliki landasan
hukum yang kuat. Simon Chestermen berpendapat bahwa ASEAN sebagai
sebuah

organisasi

internasional

memperoleh

personalitas

hukumnya

berdasarkan “Will Theory. Will theory adalah sebuah teori yang menyatakan
bahwa personalitas hukum dari sebuah organisasi internasional diberikan
berdasarkan kehendak para pendirinya.
Rules of Procedure for Conclusion of International Agreements by ASEAN
(selanjutnya

disebut

sebagai

ROP)

merupakan

salah

satu

instrumen

pelaksanaan Pasal 41 ayat (7) Piagam ASEAN yang menjelaskan mengenai
kemampuan ASEAN untuk membuat perjanjian dengan negara atau organisasi
internasional. ROP hanya berlaku bagi perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh
ASEAN sebagai entitas dan bukan perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh
negara-negara anggota ASEAN secara kolektif. Perjanjian-perjanjian yang
dibuat oleh negara-negara anggota ASEAN secara kolektif tidak terikat pada
ROP ini, melainkan prosedurnya ditentukan berdasarkan persetujuan negaranegara anggota ASEAN secara kasuistik. . ROP mengatur proses pembuatan
perjanjian internasional oleh ASEAN secara komprehensif, bahkan hingga
mengenai surat kuasa (full powers).
Perjanjian

Hak

Istimewa

dan

Kekebalan

ASEAN

berlaku

terhadap

personalitas hukum ASEAN seperti yang dinyatakan di Piagam ASEAN Bab VI
Pasal 17 ayat 1 yang menyatakan” ASEAN memiliki kekebalan –kekebalan dan
hak-hak istimewa di wilayah negara-Negara-Negara Anggota sebagaimana
diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuannya. Perjanjian tersebut menetapkan
pelaksanaan personalitas hukum dalam transaksi dalam negeri diwakili oleh
Seketaris Jenderal, Wakil Seketaris Jenderal atau pejabat Seketariat ASEAN
lainnya yang diberi wewenang oleh Seketaris Jenderal. Hak-hak mengenai
istimewa diatur dalam Konvensi Wina tahun 1961 tetang Hubungan Diplomatik.
Konvensi Wina tidak menjelaskan dengan jelas hak istimewa dan kekebalan
terhadap perwakilan negara-negara dengan organisasi internasional serta tidak
14
mengenai hal tentang hak istimewa dan kekebalan terhadap orang dalam
pelayanan langsung organisasi internasional.
DAFTAR PUSTAKA

Association of Southeast Asian Nations, Rules of Procedure for Conclusion of
International Agreement by ASEAN, (Bali, 16 November 2011), Rule 2.
Bowett, D. W,The Law of International Institution,(London : Steven & Sons,
1982)
Sumaryo Suryokusumo, Studi Kasus Hukum Organisasi Internasional,
(Bandung: PT. Alumni,1997)
Dewa Gede Sudika Mangku, “ Peluang dan Tantangan ASEAN Dalam
Penyelesaian Sengketa Kuil Preah Vihear di Perbatasan Kamboja dan
Thailand”.Pandecta Volume 6. Nomor 2. Juli 2011, 107-108.
Frederic L Kigris, Jr,
International Organizations and Their Documens,
Comments and question, (Minnesota : West Publishing Company, 1977), hal.
49.
https://brainly.co.id/tugas/2172443 diakses pada Rabu, 11 Oktober 2017, pukul
08.30 WIB
http://setnas-asean.id/tentang-asean diakses pada Minggu, 08 Oktober 2017,
pukul 16.20 WIB
http://www.tnial.mil.id/TroopInfo/PeneranganPasukan/tabid/104/articleType/Artic
leView/articleId/42/Default.aspx diakses pada Rabu, 11 Oktober 2017, pukul
08.25 WIB
Iskandar, Pranoto.” Hukum HAM Internasional: Sebuah Pengantar Kontekstual”.
(Cianjur : IMR Press, 2012), hlm. 299-300.
Liona Nanang Supriatna, Piagam ASEAN : Menuju Pemajuan Dan Perlindungan
HAM di Asia Tenggara, “Jurnal Hukum Internasional (Indonesian Journal of
International Law), Vo. 5, 3 April 2008, hal. 557-558
National University of Singapore Centre for International Law, “Document
Database: 2007 Charter of the Association of Southeast Asian Nations signed
on 20 November 2007 in Singapore by the Heads of State/Government,”
http://cil.nus.edu.sg/2007/2007-charter-of-theassociation-of-southeast-asiannations-signed-on-20-november-2007-in-singapore-by-the-headsofstategovernment/ , diakses pada Rabu, 11 Oktober 2017, pukul 23.20 WIB
Setyo Widagdo.”Masalah-Masalah
Bayumedia, 2008), hlm. 178.

Hukum

Internasional

Publik.(Malang

:

R. Winantyo dkk.”Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 : Memperkuat
Sinergi ASEAN di Tengah Kompetisi Global”.(Jakarta : PT. Elex Media
Komputindo, 2008), hlm. 14.
Zainuddin Djafar, Piagam ASEAN, Legalitas Tonggak Baru Menuju Integrasi
Regional?, “Jurnal Hukum Internasional (Indonesian Journal of International
Law),Vol. 6, No. 2, Januari 2009, hal.197-198

Yustisia.
KEWENANGAN HUKUM ASEAN DALAM MEMBUAT PERJANJIAN
INTERNASIONAL DENGAN PIHAK EKSTERNAL BERDASARKAN PIAGAM ASEAN
Vol. 4 No. 3 September – Desember 2015, hlm. 726.

15

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

Analisis Konsep Peningkatan Standar Mutu Technovation Terhadap Kemampuan Bersaing UD. Kayfa Interior Funiture Jember.

2 215 9

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63