MAKALAH EFEK MOLEKULAR RADIASI MENGION D

MAKALAH
EFEK MOLEKULAR RADIASI MENGION DAN
KINETIKA ENZIM
Dosen Pengampu : Khusnul Yaqin, M.Si

Disusun Oleh :
1. Qoyin Nadhori

(16620108)

2. Lisca Rohmatul Farikhah

(16620115)

3. Zadani Nabila Ashari

(16620116)

4. Indah Suryanti

(16620117)


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG

1

2016
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami
panjatkan puji syukur atas kehadiratNya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayahNya. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW , sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ilmiah Efek Molekular Radiasi Mengion dan Kinetika Enzim.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan
makalah ini.
Penyusunan makalah ini kami menyadari bahwa masih ada kekurangan baik dari segi

susunan kalimat, tata bahasa dan isinya. Oleh karena itu kami berharap saran dan kritik yang
membangun dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah Efek Molekular Radiasi Mengion
dan Kinetika Enzim ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca.

Malang, November 2016

Penyusun

2

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

2

DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan


4

5

BAB II PEMBAHASAN
A. Efek Molekuler Radiasi Mengion
B. Kinetika Enzim

6

10

BAB III KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

3

BAB I
PENDAHULUAN


A.

Latar Belakang
Radiasi pengion adalah salah satu modalitas terapi kanker terpenting, disamping
bedah dan kemoterapi. Efek radiasi terhadap sistem biologi (radiobiologi) dibagi dalam
tiga fase berdasarkan skala waktu, yakni fisika, kimia dan biologi. Pada tingkat seluler
dan molekuler, kematian sel terjadi karena energi radiasi dideposit pada inti sel DNA yang
menyebabkan kerusakan rantai ganda DNA, kerusakan rantai tunggal DNA, pindah silang
DNA, dan kehilangan basa DNA. Pemahaman tentang mekanisme kematian sel telah
berubah dari kerusakan DNA secara langsung menjadi efek bystander (Hasan, 2013).
Bahaya yang sangat serius dari reaksi – reaksi fisi nuklir adalah nahan radioaktif
yang dapat meradiasi tubuh manusia. Efek radiasi tersebut dapat meradiasi tubuh manusia.
Efek radiasi tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu efek somatik dan efek
genetik. Efek somatik adalah efek yang terjadi pada sel - sel tubuh tubuh yang terpapar
radiasi. Sedangkan efek genetik adalah efek yang terjadi pada gen akibat terpapar radiasi
sehingga dapat mengakibatkan mutasio genetik (Damanik, 2011)
Radiasi mengion terdiri atas berkas partikel bermuatan atau tak bermuatan. Bahan
yang disinari itu ditembaki oleh partikel – partikel berkas (Ackerman, 1988).
Mekanisme pengkatalisan enzim (bagaimana enzim – enzim bekerja) merupakan

salah satu pertanyaan yang didekati melalui kajian kinetika enzim;

jawaban atas

pertanyaan ini terbukti menarik bagi para biofisikawan dan kimiawan fisis. Kajian enzim
telah menjadi bagian biofisika atas dasar beberapa alasan tambahan. Misalnya, banyak
reaksi yang diamati dengan menggunakan peralatan fisika, seperti spektrofotometer
perekam dan alat resonansi paramagnetik. Peralatan ini menuntut suatu derajat pelatihan
tertentu dalam fisika, dan juga keterampilan elektronika untuk membangun, merawat, dan
menafsirkan datanya (Ackerman, 1988).
Setiap benda yang bergerak mempunyai kecepatan. Jika ada perubahan kecepatan
terhadap waktu, maka benda itu juga memiliki percepatan (kalau kecepatan bertambah
terhadap pertambahan waktu) atau perlambatan (kalau kecepatan berkurang terhadap
pertambahan waktu) (Damanik, 2011).
Kinetika enzim berkaitan dengan pengukuran laju reaksi enzimatik serta dengan
faktor-faktor yang mempengaruhi laju tersebut. Faktor-faktor penting yang mempengaruhi
4

laju reaksi enzimatik adalah konsentrasi substrat dan enzim, pH, suhu dan adanya kofaktor
serta ion logam (Saropah, 2012).

B.
Tujuan
1. Bagaimana efek tranformasi molekuler yang terjadi akibat radiasi mengion?
2. Bagaimana kinetika (aktivitas) enzim dalam metabolisme?

BAB II
ISI
A.

Efek Molekular Radiasi Mengion
Radiasi merupakan pancaran energi melalui suatu materi dalam bentuk partikel atau
gelombang. Ketika radiasi

melewati suatu materi, kemudian membentuk partikel

bermuatan positif dan negatif, maka proses ini disebut radiasi ionisasi (Edward, 1990).
Pengaruh radiasi seperti sinar gamma, elektron, dan partikel alfa terhadap jaringan
hidup (bagian tubuh kita) adalah suatu topik yang menarik. Radiasi seperti itu ditemukan
secara alami dalam sinar kosmik (dari sumber astronomi) dan dihasilkan oleh pancaran
unsur radioaktif dalam lapisan bumi. Radiasi yang berkaitan dengan beberapa aktivitas

5

manusia, seperti penggunaan sinar x dan radionuklida dalam bidang medis dan dalam
industri, juga berkontribusi (Halliday, 2010).
Jika radiasi memiliki cukup energi untuk mengusir satu atau lebih elektron orbital
dari atom atau molekul disebut ionisasi dan radiasi tersebut disebut radiasi ionisasi
(pengion) dimana karakteristiknya yang penting adalah pelepasan secara lokal sejumlah
besar energi. Efek biologik radiasi menghasilkan kerusakan pada sel yang secara lebih
mendetail berupa kerusakan DNA yang merupakan sasaran utama pajanan radiasi. Ketika
suatu bentuk radiasi, baik sinar-X, gamma atau partikel bermuatan maupun tidak
bermuatan mengenai atau berada dalam suatu jaringan tubuh organisme, maka ada
kemungkinan akan berinteraksi langsung dengan sel atau sub seluler dengan sasaran kritis
dalam sel seperti inti sel yang mengandung kromosom. Atom dalam sasaran dapat
tereksitasi atau terionisasi dan akan memulai serangkaian kejadian yang mengarah ke
perubahan biologik. Radiasi juga dapat berinteraksi dengan atom atau molekul lain dalam
sel (terutama air) untuk menghasilkan radikal bebas yang dapat berdifusi lebih jauh untuk
mencapai dan melukai sasaran kritik dalam sel. Semua perubahan yang terjadi akibat
interaksinya dengan radiasi pengion dalam materi biologik dapat digunakan untuk
menentukan besarnya dosis radiasi. Sifat yang khas dari radiasi pengion adalah
kemampuannya dalam menyebabkan sejumlah kerusakan dengan dimensi DNA helix atau

lebih besar lagi. Perhitungan dan penelitian saat ini difokuskan pada kerusakan radiasi
pada DNA karena terbukti berperan dalam menyebabkan mutasi, aberasi kromosom,
inaktivasi sel dan efek seluler lainnya yang tergantung pada integritas genom. Pada
prinsipnya terdapat tiga tahapan interaksi antara radiasi pengion dengan materi (DNA)
yang dilaluinya yakni pertama, perjalanan partikel pengion dalam lingkungan DNA,
kedua, simulasi target (sasaran) biologik dan ketiga adalah langkah atau proses menuju
pembentukan kerusakan awal biologik, dengan segala ketidak tentuannya. Studi lebih dari
40 tahun juga menunjukkan bahwa sel raksasa (giant) terbentuk baik secara in vivo
maupun secara in vitro setelah pajanan radiasi pengion. Di dalam sel tersebut, volume sel
dan DNA, RNA serta massa protein bertambah hingga 20200 kali lipat daripada sel
normal. Sebagian besar pengamatan menunjukkan bahwa sel raksasa terbentuk setelah
radiasi dosis 1,5 Gy atau lebih, meskipun dapat juga terjadi pada dosis serendah 0,12 Gy
(Lusiyanti, 2007).
Dosis terserap. Ini adalah sebuah pengukuran dosis radiasi (sebagai energi per satuan
massa) yang diserap oleh sebuah objek tertentu, misalnya tangan atau dada pasien. Satuan
SI-nya adalah gray (Gy). Satuan yang terdahulu, rad (dari radiation absorbed dose) juga
6

masih umum digunakan. Hubungan kedua satuan tersebut adalah sebagai berikut
(Halliday, 2010) :

1

Gy = 1 J/Kg = 100 rad.

a. Partikel Bermuatan
Radiasi bermuatan dan tak-bermuatan itu diserap dengan mekanisme yang berbeda,
walaupun keduanya menghasilkan ionisasi. Partikel-partikel bermuatan listrik, paling
sedikit dengan energy kinetik sedang, berantaraksi dengan bahan terutama dengan
mengionisasikan elektron-elektron luar atom penyerap. Dengan cara ini, partikel
bermuatan dengan laju tertentu (v) kehilangan energi kinetik (K) per satuan jarak (x)
secara cukup teratur. Ungkapan ini didekati dengan
dK
dx

= Z2 . ρe
v2

dengan Z adalah besarnya muatan partikel dalam satuan electron dan ρe adalah kerapatan
electron dalam penyerap. Dalam biofisika, dK/dx lazim pula disebut pengalihan energy
linier (atau LET singkatan untuk linear energy transfer).

Operasi sebagian besar detector partikel bermuatan berdasarkan atas
persamaan. Selain elektron positif dan negatif, kebanyakan partikel bermuatan mempunyai
jejak yang hampir lurus dalam bahan. Jejak itu berakhir pada jarak yang dapat
diperkirakan, disebut jangkauan partikel bermuatan itu. Gambar menujukkan
n = banyaknya molekul

f = fraksi dengan panjang lintasan tertentu
r
n

Jarak dari sumber R
Banyaknya partikel bermuatan berenergi tunggal sebagai fungsi jarak di dalam suatu
penyerap (kurva sebaran jangkauan integral). Kurva gula putus-putus itu adalah diferensial
negative kurva integral dan menyatakan sebaran jangkauan partikel bermuatan.
7

b. Partikel Tak Bermuatan
Radiasi tak-bermuatan agak lebih sukar dideteksi karena eksitasi elektron hampir
kontinu yang dihasilkan oleh partikel bermuatan tidak terjadi. Sebagai penggantinya, harus
diukur beberapa antaraksi diskrit antara partikel netral dan elektron-elektron atau inti-inti

dalam penyerap. Antaraksi ini mengurangi intensitas berkas partikel netral itu, Suatu
contoh adalah efek fotolistrik, yakni sebuah foton (‫ )ד‬dapat bereaksi dengan sebuah
electron terikat di kulit-K kemudian diserap dengan melepaskan energy. Dapat
dilambangkan,
‫ ד‬+ atom
ion+ + ePada antaraksi tunggal seperti itu, partikel netralnya dapat dimusnahkan (efek
fotolistrik) atau kehilangan sebagian atau semua energy kinetiknya. Jadi, berkas partikel
netral itu intensitasnya I (jumlah partikel netral per satuan luas per satuan waktu) menjadi
berkurang. Pengurangan partikel netral ini dapat diungkapkan dengan susutan I per satuan
panjang, x :
dI = - µ I dx
dengan µ adalah koefisien susutan linier, yang merupakan suatu ukuran probabilitas
susutan per satuan panjang. Persamaan dapat diintegrasikan dan dihasilkan hukum
eksponensial :
I = Io exp (- µx)
dengan Io adalah harga I mula-mula
Suatu berkas radiasi netral dicirikan dengan dua besaran khusus : arah dan
energi partikel.
Untuk foton dengan energi sampai sebesar 10 MeV, selain efek fotolistrik
dikenal dua jenis antaraksi yang penting. Salah satu diantaranya disebut efek Compton,
yakni hamburan foton tak-elastik oleh elektron. Yang satu lagi disebut pembentukan
pasangan, yakni pembentukan pasangan sebuah e+ dari sebuah foton :
e+ + e- + inti + energi

‫ ד‬+ inti

Koefisien susutan massa dijabarkan dari µ dibagi dengan ρ, kerapatan massa
penyerap. Gambar 17.3 menunjukkan koefisien susutan massa sebagai fungsi energi foton
(E ‫ )ד‬bagi berbagai penyerap. Ada kecenderungan umum peningkatan µ jika E ‫ ד‬melebihi
10 MeV. Hal ini untuk sebagian disebabkan oleh meningkatnya µρρ.

8

Bentuk persamaan (17-6) itu sangat umum dalam hal µ dianggap sebagai
jumlah proses-proses (probabilitas) mandiri untuk setiap berkas netral. Misalnya, jika
persamaan itu dituliskan untuk neutron dengan energy kinetic (En) 10 MeV yang melalui
bahan mirip-jaringan, maka koefisien susutan yang dominan akan bersesuaian dengan
hamburan elastic oleh proton dan oleh inti 12C dalam penyerap. Jika Eo meningkat dapat
terjadi reaksi lain, misalnya :
n+

12
6

C

3α + n + energi

dengan α menyatakan partikel alfa yang timbul dan akan menambahkan sukusukunya pada koefisien susutan total neutron. Tambahkan kerumitan pada energi tinggi ini
terjadi juga pada antaraksi foton.
c. Efek langsung radiasi terhadap air
Dengan hidrogen dan radikal bebas hidroksil itu berturut turut mempunyai bentuk
elektron H dan

O H.

d. Efek Radiasi pada Polimer Sintetik
Radiasi mengion dapat pula secara langsung berantaraksi dengan sebagian besar
molekul rantai panjang. Meskipun contoh-contoh khusus yang disajikan tidak memiliki
makna biologis, namun hasilnya dapat diterapkan pada biopolimer, seperti protein dan
DNA. Suatu polimer tersusun oleh satuan berulang (monomer) yang tertiru terus-menerus,
satuan-satuan berulang yang menyusun protein disebut asam amino, dan yang menyusun
asam nukleat disebut nukleotida.
e. Teori Sasaran
Teori sasaran dapat dihitung volume atau penampang kritis atau peka dalam zat yang
ditembaki. Dalam pasal ini, ditinjau korelasi fisis penerapan molecular teori sasaran ini.
Jika sejumlah besar (N) molekul disinari suatu berkas, banyaknya molekul (dN) yang
rusak oleh penambahan kecil dosis radiasi (dD) akan sebanding dengan N. ini
menghasilkan suatu hukum eksponensial yang mirip dengan Persamaan :
N = No exp (

−D
DA

f. Pelemahan Selaput Protein yang Dikeringkan

9

)

Konsep – konsep teori sasaran telah digunakan pada kajian penyinaran selaput
protein yang dikeringkan. Apabila penyinaran dilakukan dengan radiasi mengion, maka
molekul – molekul mengalami perubahan secara tak balik.
g. Efek Tak Langsung
Akibat penyinaran larutan protein atau sel hidup dengan penembakan radiasi
mengion lebih rumit daripada efek langsung yang telah dibicarakan sejauh ini dalam bab
ini untuk air, polimer sintetik, dan selaput protein yang dikeringkan.
B.

Kinetika Enzim
a. Enzim
Jenis-jenis enzim menurut reaksi-reaksi yang dikatalisi yang didasarkan atas
saran-saran Komisi Enzim Internasional (EC=International enzyme Commission).
Dijelaskan enam golongan utama,kebanyakan golongan diberi nama dengan
membubuhkan akhiran –ase pada kata yang menerangkan reaksi yang dikatalisi. Cara
penamaan yang sama digunakan juga untuk nama lazim bagi banyak enzim satu per
satu. Apabila satu enzim mengkatalisi lebih dari satu jenis reaksi,atau dapat
menggunakan beberapa pereaksi berlainan,biasanya diberi nama menurut reaksi dan
pereaksi yang paling terkait dengan ilmu faal.Komisi enzim juga memberi setiap enzim
sebuah nama sistematik yang lebih panjang, yang menunjukkan secara lengkap reaksi
yang dikatalisi, dan sebuah nomor penggolongan EC terdiri atas empat bagian yang
khas. Tiga bagian pertama nomor ini menyatakan golongan, sub golongan, dan sub –
sub golongan enzim,dan bagian terakhir menyatakan nomor baru sub - sub golongan
yang dikenal.
Anggota-anggota pertama adalah oksidoreduktase. Golongan ini mengkatalisi
reaksi oksidasi-reduksi dan mencakup enzim-enzim pernapasan. Misalnya katalase
adalah EC( yaitu anggota keenam sub-sub golongan). Oksidoreduktase telah dikaji
secara luas dengan metode spektroskopi,karena sebagian besar diantaranya mengalami
perubahan spectrum serapannya selama reaksi.
Enzim-enzim golongan kedua adalah transferase. Golongan ini mengkatalisi
pengalihan suatu bagian sebuah molekul kepada molekul lain. Misalnya transfosfarliase
(EC 2.7) mengkatalisi reaksi pertukaran kelompok fosfat dari satu molekul ke molekul
lain. Jika akseptor atau donor fosfat itu air (atau asam fosforik), enzimnyz adalah
fosfatase (dalam golongan ketiga), bukan transfosforilase. Anggota transferase yang
lain dapat ditentukan dengan cara yang sama; antara lain transglikolidase, transaminase,
transmetilase dan transasilase.
10

Golongan yang ketiga adalah hidrolase,yang memisahkan molekul,menambahkan
H pada satu bagian dan OH pada bagian yang lain.Fosfatase(EC.3.1.3) adalah hidrolase
yang mengkatalisi penambahan air pada suatu fosfat organic menghasilkan alcohol
yang sesuai dengan fosfat anorganic; secara simbolis dapat diungkapkan sebagai
R – O – PO32- + H2O

ROH + HPO42-

Golongan keempat adalah liase.Golongan ini adalah enzim-enzim yang
mengkatalisi penambahan molekul pada ikatan ganda molekul lain. Golongan kelima
adalah isomerase atau mutase, mengubah bentuk isomer molekul-molekul. Golongan
keenam adalah ligase, yang membentuk ikatan-ikatan antar molekul dengan pecahan
ATP yang terjadi bersamaaan.
b. Persamaan Diferensial
Persamaan diferensial laju sebagai :
dp
=k 1 ( e− p ) x −k 2 p−k 3 p
dt
dx
=−k 1 ( e− p ) x+ k 2 p
dt
Kecepatan pemakaian substrat V adalah
e−¿
−dx
p) x – k2p
V=
=k 1¿
dt

c. Kinetika Michaelis – Menten
Menurut sejarahnya, hidrolase adalah enzim yang dikaji oleh michaelis dan
menten pada tahun 1913. Hidrolase adalah enzim yang menarik untuk dikaji, karena
ditinjau dari berbagai pandangan tampak sederhana. Karena kebanyakan merupakan
enzim ekstraselular, seperti pada jalur pencernaan, maka cukup mudah mendapatkan
sejumlah besar enzim ini dalam bentuk aktifnya. Lagi pula, kebanyakan daripadanya
bekerja secara terpisah , bukan merupakan bagian rantai kompleks atau lintasan
(Ackerman, 1988).
Dalam reaksi enzim dikenal kecepatan reaksi hidrolisis, penguraian atau reaksi
katalisasi lain yang disebut velocity (V). Harga V dari suatu reaksi enzimatis akan
meningkat dengan bertambahnya konsentrasi substrat [S], akan tetapi setelah [S]
meningkat lebih lanjut akan sampai pada kecepatan yang tetap. Pada konsentrasi enzim
11

tetap (tertentu) harga V hampir linier dengan [S]. Pada kondisi dimana V tidak dapat
bertambah lagi dengan bertambahnya [S] disebut kecepatan maksimum (Vmaks).
Vmaks merupakan salah satu parameter kinetika enzim. Parameter kinetika enzim yang
lain adalah konstanta Michaelis-Menten, yang lebih dikenal dengan Km. Km
merupakan konsentrasi substrat yang separuh dari lokasi aktifnya telah terisi, yaitu bila
kecepatan reaksi enzim telah mencapai ½ Vmaks. Nilai Km dapat digunakan dalam
menentukan ukuran afinitas enzim-substrat (E-S), yang merupakan suatu indikator
kekuatan ikatan kompleks E-S atau suatu tetapan keseimbangan untuk disosiasi
kompleks E-S menjadi E dan S. Nilai Km kecil berarti kompleks E-S mantap, afinitas
enzim tinggi terhadap substrat, sedangkan bila Km besar berlaku kebalikannya (Putra,
2009)
Menurut Leonor Michaelis dan Maud Menten, penggabungan enzim (E) dengan
substrat (S) merupakan reaksi yang dapat balik dan berlangsung relatif cepat
membentuk kompleks enzim-substrat (ES). Selanjutnya terurai dan membentuk produk
reaksi (P) dan enzim bebas (E). Laju reaksi dapat didefinisikan dalam persamaan
(Saropah, 2012).:
V = k2 [ES] [ES]
biasanya merupakan besaran yang tidak dapat diukur. Besaran yang dapat diukur adalah
konsentrasi substrat dan konsentrasi enzim total, yaitu jumlah enzim bebas dan enzim
dalam kompleks ES: [E]t = [E] + [ES] Pada keadaan steady state, laju pembentukan
dan penguraian kompleks ES sama: k1 [E][S] = k-1 [ES] + k2 [ES]

Gambar Model Lock and Key
12

Gambar Model Induced Fit
Teori kinetika atau ’collision theory’ untuk reaksi kimia memasukkan 2 konsep
penting:
1. Untuk bereaksi molekul-molekul harus saling membentur ( berada dalam jarak
pembentuk ikatan satu sama lain)
2. Untuk suatu benturan yang berhasil (menghasilkan suatu reaksi), molekul-molekul
yang bereaksi harus mempunyai cukup energi untuk mengatasi energi pembatas reaksi.
Bila molekul-molekul yang bereaksi mempunyai cukup energi untuk beraksi, semua
yang menaikkan frekwensi benturan antara molekul-molekul akan menaikkan
kecepatan reaksi. Sebaliknya, faktor yang menurunkan baik frekwensi benturan
maupun tenaga kinetika akan menurunkan kecepatan reaksi. Bila beberapa molekul
dalam populasi mempunyai cukup energi untuk bereaksi, kenaikan temperatur, yang
meningkatkan tenaga kinetikaakan menaikkan kecepatan reaksi. Bila katalisis enzim
tidak ada, banyak reaksi kimia berlangsung sangat lambat pada suhu sel hidup. Akan
tetapi, walaupun pada temperatur ini molekul bergerak aktif dan mengalami benturan,
mereka gagal bereaksi dengan cepat karena sebagian besar tidak cukup memiliki tenaga
kinetika untuk melawan penghalang energi untuk reaksi. Pada temperatur yang sangat
tinggi ( dan tenaga kinetika yang lebih tinggi), reaksi akan berlangsung lebih cepat.
Bahwa reaksi dapat berlangsung, itu menunjukkan jika reaksi terjadi secara spontan
(∆G < 0 ). Pada temperatur yang lebih rendah, reaksi tetap berlangsung spontan tetapi
lambat. Pada suhu yang lebih tinggi, reaksi berlangsung spontan dan cepat. Apa yang
dikerjakan enzim adalah: membuat reaksi spontan berlangsung cepat pada kondisi yang
13

lazim sel hidup. Dalam batas temperatur tertentu, kecepatan reaksi yang dikatalisis
enzim naik seiring naiknya temperatur. Perbandingan yang tepat dimana kecepatan
berubah untuk setiap kenaikan temperatur 10oC adalah Q10, atau koefisien temperatur.
Kecepatan reaksi biologi kurang lebih 2 kali lebih cepat dengan kenaikan temperatur
10oC (Q10 = 2) dan menjadi setengahnya bila temperatur diturunkan 10oC.
Kecepatan reaksi maksimum memerlukan temperatur optimum. Di atas temperatur
optimum kecepatan reaksi menurun tajam terutama disebabkan denaturasi protein oleh
panas. Enzim pada umumnya mempunyai temperatur optimum seperti temperatur sel.
Enzim yang terdapat dalam mikroorganisma yang hidup di mata air panas mempunyai
suhu optimum mendekati titik didih air. Kenaikan kecepatan reaksi di bawah
temperatur optimum disebabkan oleh kenaikan energi kinetika moleku-molekul yang
bereaksi. Akan tetapi bila temperatur tetap dinaikkan terus, energi kinetika molekul
menjadi sedemikian besar sehingga melampaui penghalang energi untuk memecahkan
ikatan-ikatan sekunder yang mempertahankan enzim dalam keadaan aslinya atau
keadaan katalitik aktif. Akibatnya struktur sekunder dan tersier hilang disertai dengan
hilangnya aktivitas katalitiknya.
Pengaruh pH
Perubahan pH yang tidak begitu besar mempengaruhi keadaan ion enzim dan sering
keadaan ion substrat juga. Bila aktivitas enzim diukur pada berbagai pH, aktivitas
optimal umumnya didapat antara nilai pH 5,0 sampai 9,0. Akan tetapi beberapa enzim,
pepsin misalnya, mempunyai nilai pH di luar batasan tersebut. Pengaruh pH ditentukan
oleh faktor: a). Denaturasi enzim pada pH yang sangat tinggi atau sangat rendah b).
Pengaruh terhadap keadaan muatan listrik substrat atau enzim Untuk enzim perubahan
muatan dapat mempengaruhi aktivitas baik dengan perubahan muatan struktur maupun
dengan perubahan muatan residu asam amino yang berfungsi mengikat substrat atau
katalisis. Perhatikan contoh berikut: Dimisalkan suatu enzim yang bermuatan negatif
(Enz- ) bereaksi dengan suatu substrat yang bermuatan positif (SH+)
- + SH+

Enz

----- EnzSH Pada pH rendah, Enz- mengalami protonasi dan kehilangan

muatan negatifnya.

Enz- + H+

----- EnzH Sama halnya pada suhu

tinggi, SH mengionisasi dan kehilangnan muatan positifnya.

SH+ ------

S + H+ Karena satu-satunya bentuk yang akan berinteraksi adalah Enz- dan SH+,
nilai-nilai pH yang ekstrim akan menurunkan konsentrasi efektif Enz- dan SH+, yang
akan menurunkan kecepatan reaksi.
14

d. Kegiatan penghalang
Beberapa enzim diketahui membutuhkan ion-ion tertentu untuk menjamin
aktivitasnya. Ion-ion tersebut dapat berperan sebagai aktivator pada konsentrasi tertentu
atau sebagai inhibitor pada kondisi yang berbeda. Ion-ion logam ini diperlukan sebagai
komponen pada sisi aktifnya (Noviendri, 2008).
Banyak reaksi enzim dikaji melalui penggunaan penghalang. Penghalang penghalang khusus bermanfaat untuk menentukan peranan enzim-enzim
tertentu.Penghalang-penghalang lain (seperti para-kloro-merkuribenzoat), PCMB
berguna untuk menentukan persamaan kelompok-kelompok tertentu(seperti kelompok
sulfhidril) dalam kegiatan enzim.
Banyak penghalang bereaksi dengan enzim hingga kompleks antara E.S.tidak
terbentuk.Penghalang jenis ini disebut penghalang kompetitif. Misalnya, enzim sukinik
dehidrogenase mengkatalisi pengambilan hydrogen dari asam sukinik.Enzim itu
dihalangi secara kompetitif oleh asam malonik.
e. Sarana Pengoksidasi Biologis
Oksidasi senyawa tereduksi berkatalis enzim,dengan menggunakan peroksida
seperti HOOH sebagai donor oksigen,reaksi ini membantu menguji kebenaran adanya
kompleks-kompleks enzim enzim-substrat peralihan.peroksidase dan katalase diyakini
bukan merupakan enzim pernapasan biasa,dalam hal donor oksigen intrasel yang paling
banyak adalah molekul O2.
f. Glikolisis dan Daur Asam Sitrat
Hampir semua molekul organic biologis dapat dioksidasi oleh system metabolic
tertentu.Salah satu molekul yang tersebar dimana-mana yang digunakan sebagai
sumber energy dan penyimpanan energy oleh sebagian besar sel biologis adalah gula
berkarbon-eanam (heksosa),glukosa.Oksidasi metabolic glukosa dengan mudah dapat
dibagi menjadi tiga bagian yaitu glikolisis,daur asam sitrat,dan fosforilasi oksidatif .
Keseluruhan hasil oksidasi glukosa adalah pengubahannya menjadi air dan
karbon dioksida . Bagian terbesar energy yang dilepaskan itu digunakan untuk
melaksanakan reaksi
ADP+P1 →

ATP
15

g. Fosforilasi Oksidatif
Sebagian besar energy yang semula ada didalam molekul glukosa diubah menjadi
ATP dalam rantai fosforilasi oksidatif. Jadi ,apabila pada glikolisis dihasilkan 2 per
molekul glukosa, dan pada dua daur sitrat dihasilkan 2 lagi per molekul glukosa,maka
pada fosforilasi oksidatif terbentuk sekitar 34. Ciri yang lain fosforilasi oksidatif adalah
oksidasi dan fosforilasi dapat tidak terkait, sehingga 34 itu menyatakan jumlah
maksimum per molekul glukosa.

BAB III
KESIMPULAN

Radiasi menghasilkan transformasi molekuler yang mengakibatkan efek selular dan
efek pada tingkat skala yang lebih besar dari radiasi mengion. Radiasi mengion terdiri atas
berkas partikel bermuatan atau tak bermuatan yang fapat mengubah bentuk-bentuk
intramolekul. Pada polimer tinggi sintetik, pembentukan ikatan-ikatan baru dan pemutusan
ikatan-ikatan lama terjadi setelah penyinaran. Molekul-molekul kecil dapat dimusnahkan dari
segala jenis polimer tinggi. Keberadaan suatu medium berair secara mencolok dapat
mempengaruhi akibat yang ditimbulkan oleh efek-efek tak langsung dengan terjadinya
radikal-radikal bebas H• dan OH• pada zat terlarut. Teori sasaran dapat memprakirakan
tanggapan dari banyaknya pukulan partikel radiasi pada satu sasaran atu lebih. Sehingga teori
sasaran dapat diterapkan untuk menetapkan volume atau luas penampang kritis dalam
molekul. Zat-zat pelindung radiasi telah ditemukan untuk memperkecil ukuran fisis daerahdaerah sasaran. Enzim adalah katalis biologis yang dapat mengubah laju reaksi. Katalis dapat
mempercepat laju pencapaian keseimbangan tetapi tidak mengubah keseimbangannya.
Kajian-kajian kinetika enzim yang diterapkan pada biologi molekular menggunakan metode
analisis matematis yang sama untuk fisika dan kimia fisis. Enzim-enzim pengkatalis ketika
terlibat reaksi menghasilkan kompleks-kompleks antara. Pada kasus enzim katalase dan
peroksidase, zat-zat antara itu memiliki spektrum yang mudah dibedakan sehingga dapat
16

diikuti secara rinci pembentukan dan penghancurannya. Dalam kasus lain, seperti pada enzim
hidrolase, kompleks-kompleks antara itu dapat dideteksi secara interferensi dari data
kinetiknya. Kegiatan penghalang-penghalang enzim juga telah dianalisis secara matematis
dan memberikan petunjuk tentang urutan reaksi berbagai enzim dalam suatu rantai dan
mekanisme terjadinya. Kinetika enzim paling baik dijelaskan dengan persamaan-persamaan
diferensial tak linier. Oksidasi biologis enzim melibatkan langkah-langkah oksidatif diantara
substrat asal yang mengalami metabolisme. Oksidasi biologis enzim menghasilkan ATP yang
dapat memberikan energi untuk aktivitas kehidupan. Sebagian besar ATP dalam sel vertebrata
dan dalam ragi dibentukoleh rantai sitokrom didalam mitokondria. Spektrum karakteristik
anggota-anggota rantainya memungkinkan untuk menentukan urutan reaksinya. Kinetika
enzim dan model-model sistem enzim untuk sebagian juga merupakan landasan penerapan
termodinamika dalam biologi.
DAFTAR PUSTAKA

Ackerman, Eugene dkk. 1988. Ilmu Biofisika. Surabaya : Airlangga University Press.
Damanik, Asan. 2011. Fisika Energi. Yogyakarta : Sanata Dharma.
Edwards, C., Statkiewicz M. A., dan Ritenour, E. R. 1990. Perlindungan Radiasi Bagi Pasien
dan Dokter Gigi. Jakarta: Widya Medika.
Halliday, David dkk. 2010. Fisika Dasar Edisi Ketujuh Jilid 3. Jakarta : Erlangga.
Hasan, Isnaniah dan Djakaria, H.M. 2013. Kematian Sel Akibat Radiasi. Journal of The
Indonesian Radiation Oncology Society. Volume 4 No. 1.
Lusiyanti, Yanti. 2007. Penerapan Efek Interaksi Radiasi Dengan Sistem Biologi Sebagai
Dosimeter Biologi. Seminar Nasional Iii Sdm Teknologi Nuklir. ISSN 1978-0176.
Noviendri, Dedi. 2008. Karakteristik Dan Sifat Kinetika Enzim Kitinase Dari Isolat Bakteri
T5a1 Asal Terasi. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Volume
3 No. 2.
Putra, G.P. Ganda. 2009. Penentuan Kinetika Enzim Poligalakturonase (Pg) Endogenous
Dari Pulp Biji Kakao. Jurnal Biologi. Volume 8 No.1.
Saropah, Dyah Ayu dkk. 2012. Kinetika Reaksi Enzimatis Ekstrak Kasar Enzim Selulase
Bakteri Selulolitik Hasil Isolasi Dari Bekatul. Alchemy. Volume 2 No. 1.

17