EFEK KEMOPREVENTIF PEMBERIAN INFUSA DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) PADA EPITEL DUKTUS JARINGAN PAYUDARA TIKUS BETINA GALUR SPRAGUE DAWLEY YANG DIINDUKSI SENYAWA 7,12-DIMETHYLBENZ[A]ANTHRACENE (DMBA)

(1)

EFEK KEMOPREVENTIF PEMBERIAN INFUSA DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) PADA EPITEL DUKTUS JARINGAN PAYUDARA

TIKUS BETINA GALUR SPRAGUE DAWLEY YANG DIINDUKSI SENYAWA 7,12-DIMETHYLBENZ[A]ANTHRACENE (DMBA)

Oleh

FARAH BILQISTIPUTRI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(2)

ABSTRACT

CHEMOPREVENTIVE EFFECTS OF SOURSOP LEAVES (Annona Muricata L.) INFUSION IN DUCTAL EPITHELIAL OF BREAST TISSUE

IN FEMALE SPRAGUE-DAWLEY RATS INDUCED BY 7,12-DIMETHYLBENZ[A]ANTHRACENE (DMBA)

By

FARAH BILQISTIPUTRI

Breast cancer is the cancer with the highest incidence and mortality on woman in the world, and it tends to increase. The Increase of cancer incidence is a serious issue, which needs to be prevented. Soursop leaf has potency as a chemopreventive agent that is safe and relatively inexpensive. The study was aimed to determine the chemopreventive effects of soursop leaf (Annona muricata L.) infusion in the ductal epithelial of breast tissue in female rats.

24 female Sprague Dawley rats (Rattus norvegicus) were used in this study, and were divided into four groups which treated for four weeks. Those four groups were as follow, KI (negative controls were given 1 ml aquadest (each day), KII (positive control, induced by 7,12 dimethylbenz(a)anthracene (DMBA) 20mg/kg twice a week), KIII (induced by DMBA twice a week and soursop leaf infusion


(3)

terminated by anesthesia and cervical dislocation, then the breast tissue was taken for histopathological preparations with hematoxylin-eosin staining, and subsequently carried out for the observations of epithelial hyperplasia of mammary glands.

The results of microscopic appearance showed that KI had normal breast glandular epithelium (0.03 ± 0.82), KII showed severe hyperplasia – athypia (2.2 ± 0.22), KIII showed mild hyperplasia (0.6 ± 0.13) and KIV showed mild – severe hyperplasia (1.03 ± 0.15). The results of the Kruskal-Wallis and Mann-Whitney test showed significant differences among all treatments (the entire p-values were less than 0.005). The test results showed that the soursop leaves infusion at a dose of 0.1 g/1ml (KIII) had the chemopreventive effects better than other treatments.


(4)

ABSTRAK

EFEK KEMOPREVENTIF PEMBERIAN INFUSA DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) PADA EPITEL DUKTUS JARINGAN PAYUDARA

TIKUS BETINA GALUR SPRAGUE DAWLEY YANG DIINDUKSI SENYAWA 7,12-DIMETHYLBENZ[A]ANTHRACENE (DMBA)

Oleh

FARAH BILQISTIPUTRI

Kanker payudara merupakan kanker dengan insidensi dan mortalitas terbanyak pada wanita di dunia, dan cenderung terus meningkat. Peningkatan insiden kanker menuntut perhatian yang serius, sehingga perlu dilakukan tindakan pencegahan. Daun sirsak merupakan tanaman yang berpotensi sebagai agen kemopreventif yang aman dan relatif murah. Penelitian bertujuan untuk mengetahui efek infusa daun sirsak (Annona muricata) pada epitel duktus jaringan payudara tikus betina.

Penelitian menggunakan 24 tikus putih (Rattus norvegicus) betina galur Sprague Dawley yang dibagi menjadi 4 kelompok dan diberi perlakuan selama 4 minggu. KI (kontrol negatif diberi aquades 1ml), KII (kontrol positif diinduksi senyawa 7,12 dimethylbenz(a)anthracene (DMBA) 20mg/kgBB 2 kali seminggu), KIII (diberi DMBA 2x/minggu dan infusa daun sirsak 0,1g/1ml setiap hari), KIV (diberi DMBA 2x/minggu dan infusa daun sirsak 0,2g/2ml setiap hari). Pada akhir


(5)

Hematoxylin Eosin, dan selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap hiperplasia epitel kelenjar payudara.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa KI memberikan gambaran mikroskopis epitel kelenjar payudara normal (0,03 ± 0,82), KII hiperplasia berat-atipia (2,2 ± 0,22), KIII hiperplasia ringan (0,6 ± 0,13), KIV hiperplasia ringan-berat (1,03 ± 0,15). Hasil uji Kruskal-Wallis yang dilanjutkan uji Mann-Whitney memperlihatkan adanya perbedaan yang signifikan pada semua perlakuan (p<0,05). Hasil uji tersebut memperlihatkan bahwa infusa daun sirsak dengan dosis 0,1g/1ml (KIII) memiliki efek kemopreventif yang paling baik dibanding perlakuan lainnya.


(6)

(7)

(8)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

I. PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B.Rumusan Masalah ... 4

C.Tujuan Penelitian ... 5

D.Manfaat Penelitian ... 5

E. Kerangka Penelitian ... 6

1. Kerangka teori ... 6

2. Kerangka konsep ... 9

F. Hipotesis ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ...10

A.Daun Sirsak... 10

B.Payudara... 11

1. Anatomi Organ Payudara... 11

2. Histologi Organ Payudara... 13

3. Tumor Payudara ... 14

C.Potensi Infusa Daun Sirsak sebagai Kemopreventif Tumor Payudara yang Diinduksi DMBA ... 21


(9)

B.Tempat dan Waktu Penelitian ... 25

C.Populasi dan Sampel... 26

1. Populasi ... 26

2. Sampel ... 26

D.Variabel Penelitian dan Definisi Operasional... 28

1. Variabel Penelitian ... 28

2. Definisi Operasional... 28

E. Alat dan Bahan Penelitian ... 30

F. Prosedur Penelitian ... 27

G.Pengolahan dan Analisis Data ... 38

H.Diagram Alir ... 39

I. Etika Penelitian ... 40

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

A. Hasil Penelitian ... 41

1. Gambaran Mikroskopis Jaringan Payudara Tikus ... 41

2. Analisis Gambaran Mikroskopis Jaringan Payudara Tikus ... 44

B. Pembahasan ... 47

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 53

A.Simpulan ... 53

B.Saran ... 53 DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Teori Efek Kemopreventif Pemberian Infusa Daun Sirsak pada Epitel Duktus Jaringan Payudara Tikus Putih Betina yang Diinduksi Senyawa DMBA ... 8 2. Kerangka Konsep Efek Kemopreventif Pemberian Infusa Daun Sirsak

pada Epitel Duktus Jaringan Payudara Tikus Putih Betina yang Diinduksi Senyawa DMBA ... 9 3. Diagram Alir Penelitian ... 40 4. Gambar Epitel Kelenjar Payudara Tikus (Tanda Panah) yang Dipulas

dengan Hematoxylin Eosin Perbesaran 400x ... 42 5. Grafik Perbandingan Rerata Grade Epitel Duktus Payudara Tikus Antar


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Definisi Operasional...29 2. Kelompok Perlakuan...34 3. Rata-rata dan Rerata Grade Epitel Kelenjar Payudara Tikus...44 4. Analisis Post Hoc Mann-Whitney Grade Epitel Kelenjar Payudara Antar


(12)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kanker payudara merupakan kanker dengan insidensi dan mortalitas terbanyak pada wanita di dunia, yaitu sebanyak 1.384.155 kejadian dan 458.503 kematian (IARC, 2013). 70% dari kematian tersebut terdapat di negara miskin dan berkembang. Kematian akibat kanker di seluruh dunia diproyeksikan akan terus meningkat, dengan perkiraan 13,1 juta kematian pada tahun 2030 (WHO, 2013).

Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang telah menjadi permasalahan kesehatan tidak hanya di negara maju namun juga di negara berkembang. Hal ini disebabkan kanker payudara dapat dipicu oleh beberapa faktor resiko. Pada keluarga yang mempunyai riwayat penyakit kanker payudara, faktor resiko terkena kanker payudara akan meningkatkan dua sampai tiga kali lipat. Beberapa mutasi gen, terutama gen BRCA1, BRCA2, dan p53 juga menjadi resiko tinggi kanker payudara (Lacey, 2009).

Peningkatan insiden kanker di negara maju dan berkembang menunjukkan bahwa kanker berimplikasi secara internasional dan menuntut perhatian yang serius. Mengingat dampak yang ditimbulkan kanker adalah menurunnya angka harapan


(13)

hidup (Parkin et al., 2002). Selain itu juga akan berdampak pada ekonomi (Anon, 2009a; Chirikos, 2001), social, dan psikologis penderitanya (Anon, 2009b).

Berdasarkan data-data dan kejadian tersebut, maka perlu dilakukan tindakan pencegahan untuk menekan angka kejadian kanker payudara. Mengingat selain penyakit kanker umumnya baru diketahui setelah sampai pada tahap progresi hingga sulit dilakukan terapi, karena pada tahap tersebut, sel-sel pada payudara sudah mengalami kelainan seluler yang majemuk. Oleh karena itu pengembangan terapi kanker perlu dilakukan ke semua tahap untuk mencegah terjadinya perkembangan lanjut dari sel-sel tumor tersebut (Meiyanto et al., 2007).

Menurut Kakizoe (2003) agen kemopreventif lebih menjanjikan dibanding obat antikanker konvensional. Namun agen kemopreventif itu sendiri ada yang konvensional dan adapula yang berasal dari makhluk hidup. Saat ini sudah terdapat banyak agen antikanker konvesional yang umumnya berasal dari bahan sintetis, yang sengaja diproduksi untuk mengobati maupun mencegah penyakit kanker. Namun obat konvensional atau sitostatika ini selain harganya sangat mahal, juga bekerja tidak selektif, bahkan bersifat toksik pada sel normal, sehingga menimbulkan berbagai efek samping yang merugikan. Oleh karena itu perlu pendekatan lain berupa terapi kanker yang relatif aman (Chang dan Kinghorn, 2001) dan harganya terjangkau. Oleh karena itu maka penggunaan fitofarmaka sebagai agen kemopreventif dapat menjadi pilihan cara untuk mencegah karsinogenesis.


(14)

senyawa yang dapat menghambat dan menekan proses onkogenesis. Senyawa yang dapat menghambat dan menekan proses onkogenesis tersebut diantaranya adalah antioksidan (Hadi et al., 2003). Menurut Baskar et al. (2007) salah satu jenis tanaman yang mempunyai aktivitas antioksidan yang tinggi adalah tanaman sirsak (Annona muricata), terutama pada daunnya. Hasil uji in vitro memperlihatkan bahwa daun sirsak mempunyai aktivitas antioksidan yang tinggi. Hal tersebut terjadi karena pada daun sirsak terdapat senyawa acetogenin, yaitu senyawa yang diduga berperan sebagai penangkal radikal bebas dan agen antitumor yang cukup efektif. Maka daun sirsak merupakan tanaman yang berpotensi sebagai agen kemopreventif yang aman dan relatif murah. Namun demikian untuk membuktikan hal tersebut perlu ada bukti ilmiah bahwa daun sirsak efektif untuk menghambat onkogenesis pada kanker payudara.

Pada penelitian sebelumnya oleh Retnani (2011), ekstrak daun sirsak terbukti menghambat proses onkogenesis pada gambaran mikroskopis jaringan payudara tikus. Namun, masyarakat umum di Indonesia biasanya menggunakan daun sirsak sebagai obat dengan proses perebusan, atau dalam hal ini disebut dengan infusa. Selain itu, proses ekstraksi daun sirsak membutuhkan waktu dan biaya yang lebih banyak. Oleh karena itu maka perlu dilihat efek kemopreventif infusa daun sirsak tersebut pada gambaran mokroskopis jaringan payudara yang mengalami onkogenesis.


(15)

B. Rumusan Masalah

Kanker saat ini telah menjadi beban di tiap Negara (global burden). Menurut dara statistik WHO (2013), kematian akibat kanker di seluruh dunia diproyeksikan akan terus meningkat, dengan perkiraan 13,1 juta kematian pada tahun 2030. Bahkan sebagian besar angka kejadian kanker terjadi pada negara berkembang. Kanker payudara merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting, karena menjadi kanker terbanyak pada wanita di dunia, dan terbanyak kedua setelah kanker serviks di Indonesia.

Pengobatan yang dijalankan oleh penderita kanker seperti kemoterapi memberikan dampak terhadap kualitas hidup penderita kanker akibat efek samping yang ditimbulkan oleh terapi kanker tersebut (Broekel et al., 2000). Maka perlu dicari agen kemoterapi yang efektif dan aman untuk mencegah kanker. Daun sirsak (Annona muricata) memiliki kandungan antioksidan tinggi dan diduga dapat menjadi agen kemopreventif kanker. Namun hal tersebut harus dibuktikan kebenarannya, misalnya melalui pengamatan gambaran mikroskopis jaringan payudara tikus yang diinduksi oleh senyawa yang dapat menginduksi tumor dan sekaligus diberikan infusa daun sirsak.

Maka muncul pertanyaan penelitian apakah infusa daun sirsak memiliki efek kemopreventif terhadap gambaran mikroskopis jaringan payudara tikus yang diinduksi oleh 7,12 dimethylbenz(a)anthracene (DMBA).


(16)

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui efek infusa daun sirsak (Annona muricata) pada perubahan epitel duktus payudara tikus putih (Rattus norvegicus) betina galur Sprague Dawley yang diinduksi senyawa 7,12 dimethylbenz(a)anthracene (DMBA).

2. Tujuan khusus

Mengetahui perbandingan efek infusa daun sirsak (Annona muricata) dengan dosis 0,1g/1ml dan 0,2g/2ml pada perubahan epitel duktus jaringan payudara tikus putih (Rattus norvegicus) betina galur Sprague Dawley yang diinduksi senyawa 7,12 dimethylbenz(a)anthracene (DMBA).

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk dijadikan data dasar untuk diuji lebih lanjut sebagai dasar terapi yang memiliki efek kemopreventif terhadap proses onkogenesis kanker payudara. Data ini dapat digunakan untuk penerapan dan pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) di bidang kedokteran dan farmasi.


(17)

E. Kerangka Penelitian

1. Kerangka Teori

Berdasarkan penelitian sebelumnya, daun sirsak (Annona muricata) memiliki senyawa dengan aktivitas farmakologis seperti acetogenin, flavonoid, triterpenoid, dan senyawa lain yang diduga dapat digunakan sebagai bahan antikanker. Mekanisme acetogenin adalah menginhibisi sistem transpor elektron dan oksidasi NADH dari metabolisme sel kanker sehingga menghambat pembentukan ATP dan akibatnya jumlah ATP berkurang dan akhirnya sel kanker mati (Chiu et al., 2003). Senyawa flavonoid dapat menghambat proses onkogenesis dengan tiga cara, yang pertama adalah dengan menginduksi apoptosis dan menghentikan siklus sel melalui mekanisme inhibisi enzim topoisomerase, selanjutnya flavonoid juga dapat menghambat aktivitas karsinogen melalui inhibisi sitokrom P450 sehingga senyawa karsinogen menjadi tidak reaktif, serta meningkatkan ekspresi enzim gluthation S-transferase yang dapat mendetoksifikasi karsinogen sehingga cepat dieliminasi tubuh (Ren et al, 2003). Triterpenoid dapat memblok siklus sel pada fase G2/M dengan menstabilkan benang-benang spindle pada fase mitosis sehingga proses mitosis dapat terhambat. Terpenoid juga dapat memicu apoptosis melalui mekanisme seperti flavonoid (Sugianto, et al., 2003).

Namun, sebelum dikonsumsi oleh manusia diperlukan pengujian terdahulu pada hewan percobaan tikus putih (Rattus norvegicus) betina yang merupakan hewan model yang sering digunakan untuk berbagai percobaan dan memiliki aktivitas metabolisme yang menyerupai manusia.


(18)

Pada penelitian ini tikus putih diinduksi oleh senyawa 7,12 dimethylbenz(a)anthracene (DMBA) sehingga menyerupai manusia yang mengalami onkogenesis kanker payudara. Menurut Hakkak (2005) dalam Hatim (2012), DMBA akan menyebabkan mutasi gen dan mengendalikan siklus sel sehingga akan terjadi proliferasi kanker. Perlakuan yang diberikan pada tikus putih yang bersama-sama diinduksi senyawa DMBA tersebut adalah infusa daun sirsak sebagai penginduksi apoptosis dan menghentikan siklus sel, sehingga dapat penghambat proses karsinogenesis (Baskar et al., 2007).

Selanjutnya respon perlakuan tersebut dinilai dari gambaran mikroskopis jaringan payudara tikus putih yang diambil dengan pembedahan. Hasil penelitian yang berkaitan dengan dosis penggunaan efektif dapat dijadikan data dasar untuk aplikasi pada manusia sebagai bahan pencegahan kanker payudara. Kerangka teori penelitian dituangkan pada Gambar 1.


(19)

Gambar 1. Kerangka Teori Efek Kemopreventif Pemberian Infusa Daun Sirsak pada Epitel Duktus Jaringan Payudara Tikus Putih Betina yang Diinduksi Senyawa DMBA


(20)

2. Kerangka Konsep

Variabel independen pada penelitian ini adalah dosis infusa daun sirsak yang terdiri dari dosis 0,1 mg/1ml dan 0,2 mg/2ml. Variabel independen ini akan mempengaruhi variabel dependen, yaitu gambaran mikroskopis jaringan payudara tikus yang diinduksi oleh senyawa DMBA. Kerangka konsep penelitian ini dituangkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Kerangka Konsep Efek Kemopreventif Pemberian Infusa Daun Sirsak pada Epitel Duktus Jaringan Payudara Tikus Putih Betina yang Diinduksi Senyawa DMBA

F. Hipotesis

Pemberian infusa daun sirsak (Annona muricata) memiliki efek kemopreventif pada gambaran mikroskopis jaringan payudara tikus putih (Rattus norvegicus) betina yang diinduksi senyawa 7,12-dimethylbenz(a)anthracene (DMBA).

Variabel independen Variabel dependen

Dosis infusa daun sirsak (Annona muricata)

Gambaran epitel duktus payudara tikus yang diinduksi


(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Daun Sirsak

Sirsak merupakan jenis tanaman yang paling mudah tumbuh diantara jenis- jenis Annona lainnya dan memerlukan iklim tropik yang hangat dan lembab. Tanaman ini dapat tumbuh pada ketinggian sampai 1200 m dari permukaan laut. Tanaman sirsak akan tumbuh sangat baik pada keadaan iklim bersuhu 22-28oC, dengan kelembaban dan curah hujan berkisar antara 1500-2500 mm per tahun. (Herliana dan Rifai, 2011).

Tanaman sirsak (Annona muricata Linn.) termasuk tanaman tahunan dengan sistematika sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyldonae Famili : Annonaceae Genus : Annona

Species : Annona muricata L. (Herliana dan Rifai N, 2011).


(22)

Daun sirsak berbentuk bulat panjang dengan ujung lancip pendek. Daun tuanya berwarna hijau tua sedangkan daun mudanya berwarna hijau kekuningan. Daun sirsak tebal dan agak kaku dengan urat daun menyirip atau tegak pada urat daun utama. Daun sirsak terkadang menimbulkan bau yang tidak enak dicium (Herliana dan Rifai, 2011).

Daun sirsak mengandung senyawa monotetrahidrofuran asetogenin, seperti anomurisin A dan B, gigantetrosin A, annonasin-10-one, murikatosin A dan B, annonasin, dan goniotalamisin. Khasiat senyawa-senyawa ini untuk pengobatan berbagai penyakit. Daun sirsak juga mengandung senyawa flavonoid, triterpenoid, saponin, polifenol, dan metabolit sekunder lainnya yang diduga dapat menjadi bahan antikanker (Suranto, 2011).

B. Payudara

1. Anatomi Organ Payudara

Payudara adalah sebuah organ yang berisi kelenjar untuk reproduksi sekunder serta berasal dari lapisan ektodermal. Kelenjar ini dinamakan sebagai kelenjar payudara dan merupakan modifikasi dari kelenjar keringat. Payudara terletak di bagian superior dari dinding dada. Pada wanita, payudara adalah organ yang berperan dalam proses laktasi, sedangkan pada pria organ ini tidak


(23)

berkembang dan tidak memiliki fungsi dalam proses laktasi seperti pada wanita (Van De Graaff, 2002).

Proses perkembangan payudara dimulai pada janin berumur 6 minggu dimana terjadi penebalan lapisan epidermis pada bagian ventral, superfisial dari fasia pektoralis serta otot-otot pektoralis mayor dan minor. Penebalan yang terjadi pada venteromedial dari regio aksila sampai ke regio inguinal menjadi ‘milk lines’ dan selanjutnya pada bagian superior berkembang menjadi puting susu dan bagian lain menjadi atrofi (Van De Graaff, 2002).

Payudara lazimnya terletak di antara tulang sternum bagian lateral dan lipatan ketiak, serta terbentang dari iga ke 2 sampai iga ke 6 atau 7. Pada bagian puncak dari payudara terdapat struktur berpigmen dengan diameter 2-6 cm yang dinamakan areola. Warna areola itu sendiri bervariasi mulai dari merah muda sampai coklat tua. Warna areoala ini bergantung pada umur, jumlah paritas, dan pigmentasi kulit (Djamaloedin, 2008).

Payudara adalah organ yang kaya akan suplai pembuluh darah yang berasal dari arteri dan vena. Cabang dari arteri torakalis interna menembus ruang antara iga 2, 3, dan 4 untuk memperdarahi setengah dari bagian medial payudara. Arteri ini menembus sampai otot-otot interkostalis dan membran interkostalis anterior untuk mensuplai otot-otot pektoralis mayor dan pektoralis minor di kedua payudara. Cabang-cabang kecil dari arteri interkostalis anterior juga mensuplai darah untuk payudara di bagian medial. Di daerah lateral, payudara disuplai oleh cabang dari arteri aksilaris dan arteri


(24)

torakalis lateral. Cabang dari arteri aksilaris adalah arteri arteri torakoakromial, kemudian bercabang lagi menjadi arteri pektoralis. Sementara cabang dari arteri torakalis lateral adalah arteri mamari eksternal yang menyusuri otot pektoralis mayor untuk memperdarahi setengah payudara bagian lateral (Moore, 2009).

Aliran darah balik pembuluh vena dari payudara mengikuti aliran arteri secara berlawanan. Darah kembali menuju vena cava melalui vena aksilaris dan vena torakalis interna. Selain itu, darah juga kembali ke vena cava melalui pleksus vertebralis. Aliran balik vena pada kuadran atas lebih besar daripada aliran balik vena dari kuadran bawah (Moore, 2009).

Persarafan kulit payudara ditanggung oleh cabang pleksus servikalis dan n. interkostalis. Jaringan kelenjar payudara sendiri diurus oleh saraf simpatik. Aliran limfe dari payudara sekitar 75% menuju ke aksila, sisanya ke kelenjar parasternal dan interpektoralis (Juan, 2004).

2. Histologi Organ Payudara

Payudara pada wanita dewasa disusun oleh sistem kelenjar, duktus, dan stroma yang terdiri dari jaringan ikat fibrosa dan jaringan lemak. Setiap payudara terdiri dari 15-20 lobus. Bagian dasar dari setiap lobus tersebut berada di daerah proksimal dekat tulang iga sedangkan bagian puncaknya adalah puting yang merupakan muara dari duktus setiap lobus. Jadi, setiap


(25)

duktus laktiferus akan bergabung menjadi sinus laktiferus dan akhirnya bermuara pada puting (Junqueira, 2007).

Diantara kelenjar susu dan fasia pektoralis serta diantara kulit dan kelenjar payudara terdapat jaringan lemak. Diantara lobulus terdapat ligamentum Cooper yang memberi rangka untuk payudara. Setiap lobulus terdiri dari sel-sel asini yang terdiri dari sel epitel kubus dan mioepitel yang mengelilingi lumen. Sel epitel mengarah ke lumen, sedangkan sel mioepitel terletak diantara sel epitel dan membran basalis (Sjamsuhidajat, 2000).

3. Tumor Payudara

Tumor atau dalam istilah medis disebut sebagai neoplasma, secara harafiah berarti pertumbuhan baru. Neoplasma merupakan massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasi dengan pertumbuhan jaringan normal serta terus demikian, walaupun rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti. Hal mendasar tentang asal neoplasma adalah hilangnya responsivitas terhadap faktor pengendali pertumbuhan yang normal (Kumar, 2007).

Tumor dapat dibedakan menjadi tumor jinak dan tumor ganas atau lebih sering dikenal dengan sebutan kanker. Suatu tumor dikatakan jinak apabila masih berdiferensiasi baik (secara morfologis dan fungsional masih mirip dengan sel asal), tumbuh perlahan, tidak menginfiltrasi jaringan sekitar serta tidak bermetastasis ke organ lain. Dan hal yang berlawanan terdapat pada


(26)

tumor ganas atau kanker. Kanker cenderung lebih anaplastik, laju pertumbuhan lebih cepat serta tumbuh dengan cara infiltrasi, invasi, destruksi, sampai metastasis ke jaringan sekitar dan cukup potensial untuk menimbulkan kematian (Kumar, 2007).

Tumor dapat muncul pada berbagai organ tubuh manusia dalam bentuk pembesaran organ seperti pada otak, paru, tulang, ovarium, serviks, payudara, dan lain-lain. Namun, angka morbiditas dan mortalitas tumor ganas (kanker) cenderung lebih tinggi bila dibandingkan dengan tumor yang masih dalam kondisi jinak.

Kelainan payudara berasal dari sel kelenjar, saluran kelenjar, dan jaringan penunjang payudara. Kelainan ini biasanya mengambil bentuk massa atau nodus yang dapat diraba dan kadang-kadang nyeri. Sebagian besar lesi bersifat jinak, namun dapat berkembang ke arah keganasan. Proses pembentukan sel-sel normal menjadi sel-sel tumor hingga menjadi keganasan disebut dengan ongkogenesis. Faktor yang berperan dalam proses onkogenesis secara genetik adalah onkogen dan tumor suppressor gen (Osborne et al., 2004).

A. Onkogen

Onkogen adalah gen yang bila teraktivasi akan dapat menyebabkan perkembangan kanker. Aktivasi terjadi melalui amplifikasi gen. Sebagai contoh yaitu aktivasi onkogen HER-2 yang terdapat pada 20% kasus primer


(27)

kanker payudara. Mekanisme aktivasi yang lain yaitu point mutation yang meningkatkan fungsi onkoprotein. Contoh dari point mutation adalah ras oncogene akan tetapi tidak terdapat pada kanker payudara (Osborne et al., 2004).

Mekanisme aktivasi yang lain adalah melibatkan translokasi kromosom dimana gen gabungan terbaru ditranskripsikan menjadi protein dengan fungsi yang meningkat. Onkogen kemungkinan juga akan berinteraksi dengan perubahan genetik atau epigenetik yang lain. Pada kanker payudara difokuskan perhatian lebih banyak pada komponen onkogen dari cell signaling system, contohnya HER-2/Neu cascade. Pada komponen ini yang paling sering dipelajari adalah HER-2 membrane receptor tyrosine kinase (Osborne et al., 2004).

Berbagai onkogen terdapat pada kanker manusia tetapi relatif sedikit yang penting dalam progresi kanker payudara. Proses amplikafikasi dan ekspresi berlebih dari onkogen beserta produknya adalah mekanisme utama dalam proses karsinogenesis. Amplifikasi dapat melibatkan regio kromosomal pendek sampai lengan kromosom yang melibatkan ratusan gen sampai dengan keseluruhan kromosom (Osborne et al., 2004).

1. Human Epithelial Receptor 2 (HER-2)

HER-2 dikenal juga dengan nama HER-2/neu atau erbB-2. Gen ini terletak dalam kromosom 17q dan mengkodekan sebuah reseptor faktor pertumbuhan 185-kDa transmembrane tyrosine kinase. Proses aktivasi reseptornya dapat berupa pengikatan dengan ligan spesifik atau secara


(28)

autonom. Dilanjutkan dengan dimerisasi dan autofosforilasi reseptor yang dapat menimbulkan transduksi multipel melalui berbagai jalur. Jalurnya dapat berupa mitogen-activated protein (MAP) kinase dan 3-kinase (PI3K)/Akt yang berlanjut dengan proliferasi, angiogenesis, perubaan interaksi sel, peningkatan kecepatan sel, metastasis dan resistansi terhadap apoptosis. Gen Her-2 jarang terdapat pada lesi tumor payudara jinak. Her-2 terdapat dan berlebih ekspresinya pada kanker payudara invasif (20-30%) dan paling menarik terdapat paling banyak pada kasus Ductal Carcinoma In Situ (DCIS). Beberapa penelitian menyatakan bahwa hubungan HER-2 dengan resiko rekuren dalam kanker payudara stadium awal dan terjadi resistansi terhadap terapi nonanthracycline, peningkatan sensitivitas terhadap terapi hormonal (tamoxifen) dan doxorubicin. Sampai saat ini status HER-2 hanya direkomendasikan untuk terapi trastuzumab. Selain itu terdapat gen HER-1 atau yaitu Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR) yang relevan dengan kanker payudara.

2. Cyclins dan Siklus Sel

Cyclin-dependent kinases (CDKs) adalah kelompok protein terletak strategis selama fase siklus sel. Ketika diaktifkan, CDK memacu fosforilasi dari protein lain, khususnya protein retinoblastoma (pRb) sebagai penjaga gerbang primer yang mengijinkan sel untuk lewat dari fase istirahat (G0) ke siklus aktif dan mitosis. CDks diatur secara positif oleh cyclins dan negatif oleh cyclin dependent kinase inhibitor (CKIs). Ekspresi Cyclin D1 dan Cyclin E memegang peranan dalam progresi sel dari fase G1 ke S. Gen yang menkodekan cyclin D1 terletak pada kromosom 11q13 dan telah ditemukan overekspresi sebesar 40-50% dan


(29)

amplifikasi sebanyak 20% pada kanker payudara invasif. Sedangkan gen yang mengkodekan Cyclin E terletak pada kromsom 19q12 dan jarang mengalami amplifikasi pada kanker payudara. Meskipun demikian overekspresi dan perubahan jalur degradasi mengakibatkan akumulasi isoform berat molekul rendah dalam kasus 20-30% kanker payudara. 3. Onkogen c-myc terletak pada kromosom 8q24 dan mengkodekan

fosfoprotein yang bertindak sebagai regulator transkripsi dalam proliferasi seluler, diferensiasi dan apoptosis. Mengalami amplikasi dan overekspresi pada 15-25% tumor payudara. Dapat juga dihubungkan dengan prognosis buruk atau gejala klinis yang agresif.

B. Tumor Supressor Genes

Merupakan gen yang bila kehilangan funginya akan memacu keganasan. Berperan sebagai regulator negatif pertumbuhan atau fungsi lain yang dapat mengakibatkan potensi invasif dan metastatik, seperti aktivitas adesi sel dan regulasi protease. Kelainan gen ini dapat berupa kelainan bawaan dan didapat. Kelainan yang diturunkan hanya terdapat pada sebagian kecil kasus tumor payudara. Proses yang terjadi berupa mutasi pada satu allele dan delesi pada allele sisanya. Ada juga menyatakan tidak terjadi mutasi pada tumor suppresor gene akan tetapi terjadi mekanisme lain yang mengganggu ekspresi atau fungsinya. Mekanisme ini antara lain methylation pada gen promotor yang menekan transkripsinya, peningkatan kecepatan degradasi proteasomal, atau kelainan dalam protein lain yang berinteraksi dengan produk gen. Tumor suppresor gene tidak terlalu ekstrim berguna dalam aplikasi diagnosis


(30)

(Osborne et al., 2004). 1. Onkogen p53

Mutasi pada p53 diperkirakan terjadi sampai separuh dari semua kanker manusia dan 20-30% pada kanker payudara. Perubahan germline p53 dapat menyebabkan sindrom Li-Fraumeni yaitu predisposisi bawaan untuk mengalami keganasan seperti kanker payudara, sarkoma, leukemia dan tumor otak pada dekade kedua dan ketiga. p53 terletak pada kromosom 17p. Pada kondisi normal, p53 bertindak mengatur mekanisme pembelahan sel. Ketiak teraktivasi, p53 dapat berinteraksi langsung dengan DNA untuk menghasilkan transkripsi sejumlah gen termasuk CKI p21, istirahat sementara pada siklus sel dalam fase G1 atau G2/M sebelum mitosis untuk perbaikan DNA. p53 juga mampu berinteraksi dengan jalur selular lain untuk memacu apoptosis atau diferensiasi. Abnormalitas ekspresi p53 berkaitan dengan prognosis buruk dalam kasus kanker payudara.

2. Breast Cancer Suceptibility Gene 1(BRCA-1)

Diperkirakan sekitar 0,12% dari populasi umum membawa mutasi BRCA-1. Mutasi BRCA-1 telah diperkirakan lebih dari 5% dari semua kanker payudara pada wanita dibawah umur 40 tahun tetapi kejadiannnya meningkat lebih dari 90% untuk kasus yang muncul pada keluarga yang memiliki riwayat empat atau lebih kanker payudara dan lebih dari satu kanker ovarium. Resiko kanker payudara pada pasien dengan mutasi BRCA-1 diperkirakan sekitar 49-73% pada umur 50 tahun , 71-81% pada umur 70 tahun. Selain itu kemungkinan akan terjadi kanker ovarium 20-30% serta insiden kanker kolorektal dan prostat bisa meningkat. Akan


(31)

tetapi perubahan BRCA-1 tidak berkaitan dengan peningkatan resiko kanker payudara laki-laki. Mutasi BRCA-1 meliputi delesi, substitusi dan insersi, sering dikaitkan dengan tumor grading yang tinggi. Meskipun BRCA-1 paling sering terdeteksi pada kanker payudara familial, BRCA-1 jarang ditemukan pada kasus sporadik.

3. Breast Receptor Suceptibility Gene 2 (BRCA-2)

BRCA-2 Memiliki kesamaan dengan BRCA-1 meskipun dengan struktur yang berbeda. Resiko untuk timbulnya kanker payudara atau ovarium adalah sama dengan mutasi BRCA-1. Mutasi pada BRCA-2 tidak berkaitan erat dengan grading tumor yang tinggi. Tidak infiltrat limfosit seperti pada mutasi BRCA-1. Mutasi BRCA-2 juga berkaitan dengan insiden kanker prostat, gaster dan melanoma.

4. Retinoblastoma (Rb)

Gen Rb sebagai tumor supresor pertama yang diketemukan. Perubahan gen ini diperkirakan terjadi lebih dari separuh semua keganasan. Pada kanker payudara mutasi atau kehilangan gen Rb terdapat sebanyak 30% kasus (Osborne et al, 2004).

Selain akibat perubahan genetik, kanker payudara juga dapat terjadi akibat pengaruh hormonal dan lingkungan. Kelebihan estrogen endogen atau ketidakseimbangan hormon ini dapat berpengaruh menimbulkan kanker payudara. Banyak dari faktor resiko seperti masa reproduksi dengan durasi yang lama nulliparitas, kehamilan pertama pada usia tua dapat meningkatkan pemaparan estrogen selama siklus menstruasi. Estrogen menstimulasi produksi faktor pertumbuhan oleh sel epitel payudara normal dan sel kanker.


(32)

Dihipotesiskan bahwa reseptor estrogen (ER) dan progesteron (PgR) secara normal terdapat pada epitel payudara dan sering juga terdapat pada sel kanker payudara. Reseptor ini kemungkinan berinteraksi dengan promotor pertumbuhan seperti transforming growth factor α (berkaitan dengan epithelial growth factor), platelet-derived growth factor dan fibroblast growth factor. Mekanisme ini dipacu oleh sel kanker payudara untuk menghasilkan mekanisme autokrin pada perkembangan tumor (Kumar et al., 2007).

C. Potensi Infusa Daun Sirsak sebagai Kemopreventif Tumor Payudara yang Diinduksi DMBA

Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstrak sismplisia nabati dengan air pada suhu 90oC selaam 10-15 menit yang dihitung sejak air mendidih. Simplisia adalah bahan baku alamiah yang digunakan untuk membuat ramuan obat tradisional yang belum mengalami pengolahan apa pun kecuali proses pengeringan. Teknik infusa mempunyai beberapa keuntungan bila dibandingkan dengan teknik pembuatan ekstrak yaitu karena teknik infusa lebih murah, lebih cepat, dan alat serta caranya sederhana. Sedangkan dalam pembuatan ekstrak, kandungan dari bahan tumbuhan dan pelarut yang paling tepat untuk masing-masing kandungan harus diketahui lebih dahulu. Dengan zat pelarut yang tepat, zat aktif yang diinginkan akan terpisah dari bahan aslinya dan bercampur dengan pelarut yang digunakan. Selanjutnya pemisahan zat aktif dari pelarutnya dengan lebih mudah dilakukan untuk memperoleh zat aktif yang benar-benar murni (Santoso, 2003).


(33)

Senyawa bioaktif yang ditemukan pada daun sirsak adalah annonaceus acetogenin. Pada daun sirsak, telah ditemukan 18 jenis annonaceus acetogenin dan telah terbukti secara in vitro bersifat sitotoksik, dan memiliki kemampuan sitotoksik 10.000 kali lebih kuat daripada terapi kemoterapi. Sifatnya yang sitotoktik ini sangat berguna untuk menyerang sel kanker yang pertumbuhannya sangat cepat di dalam jaringan tubuh. Walaupun sifatnya sitotoksik, namun Annonaceus acetogenin relatif tidak menyerang sel normal. Dan hanya menyerang sel kanker secara spesifik (Chiu et al, 2003).

Mekanisme acetogenin adalah menginhibisi sistem transpor elektron dan oksidasi NADH dari metabolisme sel kanker sehingga menghambat pembentukan ATP dan akibatnya jumlah ATP berkurang dan akhirnya sel kanker mati (Mclaughkin et al., 2003). Senyawa flavonoid dapat menghambat proses onkogenesis dengan tiga cara, yang pertama adalah dengan menginduksi apoptosis dan menghentikan siklus sel melalui mekanisme inhibisi enzim topoisomerase, selanjutnya flavonoid juga dapat menghambat aktivitas karsinogen melalui inhibisi sitokrom P450 sehingga senyawa karsinogen menjadi tidak reaktif, serta meningkatkan ekspresi enzim gluthation S-transferase yang dapat mendetoksifikasi karsinogen sehingga cepat dieliminasi tubuh (Ren et al., 2003). Triterpenoid dapat memblok siklus sel pada fase G2/M dengan menstabilkan benang-benang spindle pada fase mitosis sehingga proses mitosis dapat terhambat. Terpenoid juga dapat memicu apoptosis melalui mekanisme seperti flavonoid (Sugianto et al., 2003). Sehingga kandungan daun sirsak berpotensi dalam mencegah proses onkogenesis.


(34)

Salah satu senyawa yang dapat menginduksi onkogenesis kanker payudara adalah 7,12–dimethylbenz(α)antrhacene (DMBA). DMBA merupakan senyawa prokarsinogen dengan rumus empiris C20H16 dan memiliki berat molekul 256.34 g/mol. DMBA berbentuk padat, berwarna kuning kehijau-hijauan. Struktur kimia DMBA adalah 4 macam cincin aromatik yang berikatan khas struktur polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH) dengan tiga cincin aromatik dan 2 subtituen metil. (Sigma-Aldrich 2007).

DMBA memiliki reseptor spesifik yang bernama aryl hydrocarbon receptor (AHR). Reseptor ini merupakan protein yang dapat berikatan dengan kontaminan lingkungan seperti sktruktur PAH dan derivat halogen. Ada banyak AHR di dalam tubuh manusia seperti di kelenjar reproduksi, terutama di kelenjar payudara. (Androutsopoulos et al., 2009)

DMBA merupakan senyawa karsinogen spesifik untuk eksperimental kanker payudara dan kanker kulit pada hewan percobaan, tetapi bukan merupakan karsinogen direct. Aktivitas karsinogenik dari DMBA terjadi melalui aktivasi metabolisme (biotransformasi) untuk menghasilkan karsinogenesis. Jalur metabolisme DMBA melalui aktivasi enzim sitokrom P450 membentuk proximate carcinogen dan ultimate carcinogen (Hatim, 2012).

Sitokrom P-450 dan microsomal epoxide hydrolase (mEH) memetabolisme DMBA menjadi dua metabolit yaitu metabolit elektrofilik dan metabolit yang mampu membentuk DNA adduct (DNA yang berikatan dengan senyawa karsinogenik). Sitokrom P-450 CYP1B1 mengoksidasi DMBA menjadi


(35)

3,4-epoxides yang diikuti dengan hidrolisis epoxides oleh mEH membentuk metabolit proximate carcinogenic dan DMBA-3,4-diol. Metabolit ini nantinya dioksidasi oleh CYP1A1 atau CYP1B1 menjadi metabolit ultimate carcinogenic (DMBA-3,4-diol-1,2 epoxide). Metabolit aktif dari DMBA adalah DMBA- 3,4-diol-1,2 epoxides yang mampu membentuk DNA adduct. Metabolit DMBA yang membentuk DNA adduct menentukan mutasi dalam gen dan mampu mengendalikan siklus sel, sehingga mendorong pembelahan sel kanker. Senyawa epoxide tersebut nantinya akan berikatan secara kovalen dengan gugus amino eksosiklik deoksiadenosin (dA) atau deoksiguanosin (dG) pada DNA. Interaksi ini (DNA adduct) dapat menginduksi mutasi pada gen-gen penting sehingga menyebabkan iniasi kanker (Hakkak, 2005). Kemampuan metabolit DMBA yang merupakan ultimate carcinogen berikatan dengan DNA salah satunya menyebabkan mutasi somatik dari onkogen Harvey Ras-1 pada kodon 61 kanker payudara dan kanker kulit (Hatim, 2012).


(36)

III. METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan pola Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 (empat) kelompok yang terdiri dari 1 kelompok kontrol negatif (I), 1 kelompok kontrol positif (II), dan 2 kelompok perlakuan (III dan IV) , serta 6 kali pengulangan pada masing masing kelompok.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Biomol Fakultas Kedokteran Universitas Lampung selama 4 (empat) minggu. Pembuatan infusa daun sirsak dilakukan di Laboratorium Biomol Fakultas Kedokeran Universitas Lampung. Sedangkan pengamatan gambaran mikroskopis dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.


(37)

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau obyek yang diteliti. Dalam penelitian ini populasi adalah tikus putih (Rattus norvegicus) betina galur Sprague Dawley yang diinduksi senyawa 7,12-dymethyilbenz(a)antracene (DMBA) sebagai model onkogenesis jaringan payudara.

Rattus norvegicus galur Sprague Dawley umumnya digunakan sebagai hewan uji dalam penelitian karena memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dengan manusia, yakni termasuk ke dalam kelas mamalia. Oleh karena itu, tikus sering dijadikan model penelitian aplikasi kesehatan manusia karena terdapat persamaan fisiologis. Selain itu, sifat-sifat Rattus norvegicus galur Sprague Dawley telah diketahui dengan jelas, antara lain: mudah dipelihara dalam jumlah besar, cepat berkembang biak dan tidak rentan terhadap infeksi bakteri dan virus, serta cukup agresif dibandingkan dengan galur lainnya (Permana, 2010).

2. Sampel

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah 24 tikus putih (Rattus norvegicus) betina galur Sprague Dawley dengan ciri-ciri berwarna putih, berkepala kecil, ekor lebih panjang daripada badan, dan berumur 2 bulan dengan berat rata-rata berkisar antara 100-200 gram, yang diinduksi senyawa 7,12-dymethyilbenz(a)antracene (DMBA).


(38)

Jumlah sampel pada penelitian ini didapatkan berdasarkan jumlah perlakuan yang dilakukan. Setiap perlakuan akan menggunakan pengulangan dengan rumus Federer (1977) untuk rancangan acak lengkap yaitu:

t � −1 ≥15

dengan t = jumlah kelompok dan n= jumlah ulangan � � −1 ≥15

4 � −1 ≥15 4� −4≥15 4� ≥19

� ≥4.75

Maka banyaknya pengulangan yang diambil pada masing-masing kelompok adalah 6 (enam) kali pengulangan. Sehingga total tikus putih betina yang dibutuhkan sebagai sampel adalah 24 (dua puluh empat) ekor.

Kriteria Inklusi

a. Tikus putih betina galus Sprague Dawley sehat (tidak tampak penampakan rambut kusam, rontok, atau botak, dan bergerak aktif)

b. Memiliki berat 100-200 gram c. Berusia sekitar 2-3 bulan

Kriteria Ekslusi


(39)

Kriteria Drop Out a. Tikus mati.

b. Tikus tampak sakit (gerakan tidak aktif, tidak mau makan, rambut kusam atau rontok).

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian

a. Variabel terikat: gambaran mikroskopis jaringan payudara tikus putih (Rattus norvegicus) betina yang diinduksi senyawa DMBA

b. Variabel bebas: dosis infusa daun sirsak (Annona muricata) 2. Definisi Operasional

Untuk memudahkan pelaksanaan penelitian agar penelitian tidak menjadi terlalu luas maka dibuat definisi operasional pada Tabel 1 sebagai berikut:


(40)

Tabel 1. Definisi Operasional

Variabel Definisi Skala

Dosis infusa daun sirsak

Ada 4 kelompok dengan perlakuan yang berbeda - Kelompok I (kontrol negative)

- Kelompok II (kontrol positif) = induksi DMBA 2x20 mg/kgBB/minggu selama 4 minggu

- Kelompok III (perlakuan)= induksi DMBA 2x20 mg/kgBB/minggu selama 4 minggu + infusa daun sirsak 0,1 g/ml/hari selama 4 minggu - Kelompok IV (perlakuan) = induksi DMBA 2x20

mg/kgBB seminggu selama 4 minggu + infusa daun sirsak 0,2 g/2ml/hari selama 4 minggu

Kategorik

Gambaran Mikroskopis payudara

Gambaran mikroskopis dilihat dengan menilai hyperplasia pada 5 lapangan pandang pada mikroskop, dengan perbesaran 400x, lalu dirata-ratakan. Penilaian berdasarkan Ting et. al (2007):

0 = normal

1 = mild hyperplasia (2-4 lapisan epitel yang mengalami hyperplasia)

2 = severe hyperplasia (>4 lapisan epitel yang mengalami hiperplasia)

3 = atypia

4 = ductal carcinoma in situ 5 = ductal carcinoma invasive


(41)

E. Alat dan Bahan Penelitian

Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun sirsak (Annona muricata). Hewan percobaan yang digunakan untuk pengujian efek kemopreventif kanker payudara adalah tikus putih (Rattus norvegicus L.) betina galur Sprague Dawley. Tikus tersebut diperoleh dari Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan yang digunakan pada infusa daun sirsak adalah aquades. Bahan kimia yang digunakan untuk penginduksian tikus tumor payudara ialah 7,12-dymethyilbenz(a)antracene (DMBA) dan minyak jagung. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan dalam pemeriksaan mikroskopis jaringan payudara adalah kertas tisu, formalin 10%, xylol, alkohol, alkohol absolut, alkohol 95%, alkohol 80%, alkohol 70%, parafin, Mayer’s hematoksilin, lithium karbonat, eosin, dan aquades.

Alat

Peralatan yang digunakan untuk infusa adalah alat-alat gelas, penangas air, dan kertas saring. Alat yang dibutuhkan dalam pemeliharaan tikus berupa kandang, tempat minum dan makan, timbangan digital, sonde lambung berujung Nasogastric tube (NGT). Untuk pengambilan jaringan, digunakan alat-alat bedah minor. Sedangkan alat untuk pembuatan serta pengamatan


(42)

gambaran mikroskopis adalah tissue basket, gelas objek, cover glass, spidol, label, oven, cangkir logam, tissue embedding cassette, freezer, mikrotom, water bath, mikroskop cahaya dan digital electronic eyepiece camera serta satu unit komputer untuk pengambilan foto gambaran mikroskopis.

F. Prosedur Penelitian

Persiapan Hewan Percobaan

Tikus betina ditempatkan dalam kandang plastik dengan tutup terbuat dari kawat ram dan dialasi sekam, pakan berupa pelet dan air minum diberikan ad libitum. Lingkungan kandang dibuat agar tidak lembab, ventilasi yang cukup serta penyinaran yang cukup dimana lamanya terang 14 jam dan lama gelap 10 jam. Sebelum melakukan percobaan tikus diadaptasi dalam kandang selama 7 hari untuk menyeragamkan cara hidup dan makanannya,. Kesehatan tikus dipantau setiap hari, dan berat ditimbang setiap minggu.

Pembuatan Infusa Daun Sirsak

Infusa dibuat dari dari daun sirsak 100 % b/v dengan cara mencampurkan 100 gr daun sirsak dengan 1200 ml (1000 ml + 200 ml ekstra aquades) aquades. Campuran tersebut dipanaskan dalam panci infusa menggunakan penangas air selama 15 menit terhitung setelah suhu dalam panci mencapai 900 C , sambil sesekali diaduk. Saring sampai memperoleh volume 1000 ml. Bila volume kurang dari 1000 ml maka dapat ditambahkan air panas yang dilewatkan melalui ampas


(43)

daun sehingga diperoleh 1000 ml infusa daun sirsak dengan konsentrasi 10%.

Menurut Syariefa (2011), dosis optimal bagi manusia pada tumor tahap awal (berat badan 50 kg) adalah dengan merebus 10 daun sirsak (8 gram) dalam 3 gelas (600 ml) sehingga didapatkan 1 gelas (200 ml) infusa daun sirsak. Dengan faktor konversi dosis dari manusia (70 kg) ke tikus (200gr) adalah 0,018, maka dosis yang akan diberikan kepada tikus adalah 70/50 x 8 x 0,018 = 0,2 g dalam 2 ml. Untuk perlakuan kelompok lainnya adalah dengan memberikan infusa dengan setangah dosis dengan konsentrasi yang sama (10%), yaitu 0,1 g dalam 1 ml.

Pembuatan Larutan DMBA

Pelarut yang digunakan untuk senyawa DMBA adalah corn oil, atau minyak jagung, karena DMBA larut dalam pelarut ini. Minyak jagung merupakan senyawa inert yang digunakan untuk melarutkan DMBA, tidak memiliki sifat karsinogenik

Berdasarkan penelitian oleh Meiyanto (2007) telah ditetapkan dosis serta frekuensi DMBA yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu 20 mg/kg BB, dua kali seminggu selama 4 minggu. Selain itu disebutkan pula bahwa pemberian DMBA dengan dosis 20 mg/kg BB sebanyak 10 kali dalam 4 minggu telah dapat mengakibatkan perubahan secara mikroskopis.

Berat tikus rata-rata yang digunakan adalah 200 gram, sehingga perhitungan dosis pada penelitian ini adalah


(44)

20mg

1000g=

d 200g

d = 20mg

1000g× 200g d = 4mg

kemudian 4 mg DMBA ini dilarutkan dalam 1 ml minyak jagung untuk diberikan secara per oral dengan menggunakan sonde lambung.

Penginduksian DMBA dan Infusa Daun Sirsak

Mula-mula tikus ditimbang untuk mengetahui volume larutan DMBA yang akan diberikan. Bahan yang akan digunakan adalah serbuk DMBA yang dilarutkan dengan mengunakan minyak jagung. Induksi menggunak sonde oral, dengan jadwal pemberian seminggu dua kali dengan dosis 20 mg/kgBB dengan pelarut minyak jagung. Setiap tikus dengan berat sekitar 200 gram mendapatkan kurang lebih 1 ml larutan dengan konsentrasi 4mg/ml.

Selama penginduksian senyawa DMBA, tikus setiap hari diinduksi infusa daun sirsak sebagai kemopreventif dari perkembangan senyawa DMBA tersebut. Infusa daun sirsak diberikan dengan dosis 0,1 gram dalam 1 ml/hari pada kelompok perlakuan 1 dan 0,2 gram dalam 2 ml/hari pada kelompok perlakuan 2, dengan menggunakan sonde lambung. Penginduksian DMBA dan Infusa daun sirsak dilakukan selama 4 minggu

Sonde untuk tikus kontrol dibedakan dengan tikus yang diberi perlakuan untuk mencegah adanya kontaminasi. Berat badan tikus ditimbang sebelum, selama, dan


(45)

setelah induksi. Perlakuan yang diberikan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kelompok Perlakuan

No Hewan Percobaan Jenis perlakuan

1 Kelompok I Pemberian Aquades 1 ml/hari setiap hari

2 Kelompok II

Pemberian DMBA 4 mg/ml 2 kali/minggu + Aquades 1 ml/hari setiap hari

3 Kelompok III

Pemberian DMBA 4 mg/ml 2 kali/minggu + Infusa daun sirsak 0,1 g dalam 1ml setiap hari

4 Kelompok IV

Pemberian DMBA 4 mg/ml 2 kali/minggu + Infusa daun sirsak 0,2 g dalam 2 ml setiap hari

Terminasi dan Pembuatan Preparat Jaringan Payudara Tikus

Terminasi tikus dilakukan setelah perlakuan terakhir dan pengecekan payudara masing-masing tikus selama 4 minggu. Tikus dilakukan terminasi dengan dianastesi menggunakan uap eter lebih dahulu, lalu dilakukan dislokasi servikal. Pembedahan tikus dilakukan setelah proses terminasi untuk dilakukan pengambilan jaringan payudara tikus. Setelah jaringan payudara tikus diambil, dilakukan pembuatan preparat jaringan payudara tikus di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, dengan prosedur sebagai berikut:


(46)

a. Fixation

1. Spesimen berupa potongan organ, dipotong secara representatif kemudian segera difiksasi dengan formalin 10% selama 3 jam.

2. Dicuci dengan air mengalir sebanyak 3−5 kali selama 15 menit. b. Trimming

Organ dikecilkan hingga ukuran ± 3 mm. c. Dehidrasi

Dehidrasi dengan :

 Alkohol 75% selama 1 jam  Alkohol 75% selama 1 jam  Alkohol 95% selama 1jam  Alkohol 95% selama 1 jam  Alkohol absolut selama 1 jam  Alkohol absolut selama 1 jam  Alkohol absolut selama 1 jam d. Clearing

Clearing dilakukan dengan xilol I dan II masing–masing selama 1 jam. e. Impregnansi

Impregnansi dilakukan dengan menggunakan parafin cair I dan II masing-masing selama 1 jam dalam oven suhu 65 oC.

f. Embedding

Memasukkan jaringan ke dalam cangkir logam. Lalu tuangkan paraffin cair dengan suhu 58’ C pada cangkir logam yang sudah dimasukan jaringan, dan ditutup dengan embedding cassette. Kemudian didiamkan sampai mulai dingin, dan dimasukan sekitar 10 menit ke dalam freezer. Kemudian setelah dingin,


(47)

embedding cassette yang sudah tertempel jaringan dan parafin dikeluarkan dari cangkir logam. Blok paraffin siap dipotong dengan mikrotom.

g. Cutting

1. Pemotongan dilakukan pada ruangan dingin.

2. Sebelum memotong, blok didinginkan terlebih dahulu di lemari es

3. Dilakukan pemotongan kasar, lalu dilanjutkan dengan pemotongan halus dengan ketebalan 4−5 mikron. Pemotongan dilakukan menggunakan rotary microtome dengan disposable knife.

4. Lembaran jaringan dipindahkan ke dalam water bath pada suhu 60 0C selama beberapa detik sampai mengembang sempurna.

5. Dengan gerakkan menyendok, lembaran jaringan tersebut diambil dengan slide bersih dan ditempatkan di tengah atau pada sepertiga atas atau bawah. 6. Slide yang berisi jaringan ditempatkan pada inkubator (Suhu 37 0C) selama

24 jam sampai jaringan melekat sempurna.

h. Straining (Pewarnaan) dengan Prosedur Pulasan Meyer Hematoksilin–Eosin: Setelah jaringan melekat sempurna pada slide, dipilih slide yang terbaik selanjutnya secara berurutan memasukkan ke dalam zat kimia di bawah ini dengan waktu sebagai berikut.

1. Dilakukan deparafinisasi dalam:  Larutan xylol I selama 1 menit  Larutan xylol II selama 1 menit 2. Hydrasi dalam:

 Alkohol absolut 1 menit  Alkohol 90% selama 1 menit  Alkohol 80% selama 1 menit


(48)

 Alkohol 70% selama 1 menit  Aquades selama 1 menit

3. Pulasan inti dibuat dengan menggunakan:  Meyer hematoksilin selama 5-7 menit  Air mengalir selama 5 menit

 Li CO3 selama 3 menit

 Alkohol 95% sebanyak 10 celupan  Eosin selama maksimal 3 menit 4. Lanjutkan dehidrasi dengan menggunakan

 Alkohol 80% sebanyak 10 celupan  Alkohol 90% sebanyak 10 celupan  Alkohol absolut sebanyak 10 celupan 5. Penjernihan:

Xylol I selama 5 menit  Xylol II selama 5 menit  Xylol III selama 5 menit

i. Mounting dengan entelan lalu tutup dengan deck glass

Setelah pewarnaan selesai, slide ditempatkan di atas kertas tisu pada tempat datar, ditetesi dengan bahan mounting yaitu kanada balsam dan ditutup dengan deck glass, cegah janan sampai terbentuk gelembung udara.

Pengamatan Jaringan Payudara Tikus

Preparat dikonsultasikan dengan ahli patologi anatomi di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Pengamatan dilakukan


(49)

dengan menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 400 kali. Gambaran mikroskopis yang diamati adalah epitel kelenjar jaringan payudara tikus dalam 5 lapang pandang. Hal ini ditujukan untuk melihat sejauh mana tingkat perubahan yang terjadi pada epitel kelenjar payudara tikus yang diinduksi DMBA secara oral dan infusa daun sirsak selama 4 minggu. Penilaian epitel kelenjar dilakukan dengan menggunakan grade berdasarkan Ting et al. (2007):

0 = normal

1 = mild hyperplasia (2-4 lapisan epitel yang mengalami hyperplasia) 2 = severe hyperplasia (>4 lapisan epitel yang mengalami hiperplasia) 3 = atypia

4 = ductal carcinoma in situ 5 = ductal carcinoma invasive

G. Pengolahan dan Analisis Data

1. Uji Normaliatas Data

Analisis statistik dilakukan dengan bantuan program statistik. Hasil penelitian akan dianalisi apakah memiliki distribusi normal atau tidak secara statistik dengan uji normalitas Shapiro-Wilk karena jumlah sampel kurang dari 50.

2. Uji Parametrik

Jika varians data berdistribusi normal dan homogen, dilanjutkan dengan metode uji parametric one way ANOVA. Namun, apabila distribusi data tidak normal dan varians data tidak homogen, akan diuji dengan uji Kruskal-Wallis.


(50)

3. Uji Post Hoc

Jika pada uji one way ANOVA menghasilkan nilai p<0,05 (hipotesis dianggap bermakna) maka akan dilanjutkan dengan melakukan analisis post-hoc LSD untuk mengetahui perbedaan antar kelompok yang lebih terinci. Sedangkan Alat untuk melakukan analisis post-hoc untuk uji Kruskal–Wallis adalah dengan uji Mann–Whitney.

H. Diagram Alir

Sebelum penelitian, dilakukan aklimatisasi tikus untuk membuat tikus beradaptasi. Aklimatisasi tikus dilakukan selama 7 hari. Kemudian tikus dibagi menjadi 4 (empat) kelompok, yaitu kelompok kontrol negatif, kontrol positif, perlakuan 1, dan perlakuan 2. Tikus diberi perlakuan selama 4 (empat) minggu. Setelah itu, dilakukan pembedahan untuk mengambil jaringan payudara tikus. Kemudian, dilakukan pembuatan preparat jaringan payudara tikus putih untuk melihat gambaran mikroskopis jaringan payudara pada masing-masing kelompok. Diagram alir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.


(51)

Gambar 3. Diagram Alir Penelitian

I. Etika Penelitian

Penggunaan hewan coba di dalam penelitian perlu dijamin kesejahteraannya, sehingga dalam penelitian kesehatan yang memanfaatkan hewan coba harus diterapkan prinsip 3R dalam protokol penelitian, yaitu replacement, reduction dan refinement. Sebelum penelitian dilakukan, peneliti mengajukan etical approval ke Komisi Etika Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.


(52)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Infusa daun sirsak memiliki potensi sebagai agen kemopreventif pada perubahan epitel duktus payudara tikus yang diinduksi DMBA dilihat dari gambaran mikroskopisnya.

2. Infusa daun sirsak dengan dosis 0,1g dalam 1 ml memiliki efek yang lebih baik dalam perubahan grade epitel duktus payudara dibandingkan dosis 0,2g dalam 2 ml.

B. Saran

Peneliti lain disarankan untuk:

1. Meneliti bahan aktif (senyawa) murni dan konsentrasinya pada infusa daun sirsak.

2. Meneliti lebih lanjut mengenai dosis optimum dan toksisitas infusa daun sirsak sebagai agen kemopreventif onkogenesis payudara

3. Meneliti lebih lanjut dengan jangka waktu yang lebih lama agar hewan coba yang diinduksi DMBA sampai ke tahap karsinoma.


(53)

[Anonim]. 2009a. Financial and Legal Impact Of Cancer. (Internet). Diunduh dari http://www.mdanderson.org/patient-and-cancer-information/ancerinformation/ cancer-topics/survivorship/financial-impacts/index.html. Diakses pada tanggal 27 Juli 2013.

[Anonim]. 2009b. Social & Emotional Impacts Of Cancer. (Internet). Diunduh dari http://www.mdanderson.org/patient-and-cancerinformation/cancerinformation/ cancer-topics/survivorship/social-impacts/index.html. Diakses pada tanggal 27 Juli 2013.

Androutsopoulos, VP., Tsatsakis, AM., Spandidos, DA. 2009. Cytochrome P450 CYP1A1: Wider Roles in Cancer Progression and Prevention. BMC Cancer. 9:187.

Baskar, R., Rajeswari, V., Kumar, TS. 2007. In Vitro Antioxidant Studies in Leaves of Annona Species. Indian Journal of Experimental Biology. 45:480-485.

Broeckel, JA., Jacobsen, PB., Balducci, L., Horton, J., Lyman, GH. 2000. Quality Of Life After Adjuvant Chemotherapy For Breast Cancer. Breast Cancer Res Treat. 62:41-150.

Chang, LC., Kinghorn, AD., 2001. Flavonoid as Chemopreventive Agent, Boiactive Compound From Natural Sources, Isolation, Characterization And Biological Properties. New York: Tailor & Friends. pp. 161-168.

Chirikos, TN. 2001. Economic Impact Of The Growing Population Of Breast Cancer Survivors. (Internet). Diunduh dari http://www.medscape.com/viewarticle/ 409044_2. Diakses pada tanggal 27 Juli 2013.

Chiu, HF., Chih, TT., Hsian, YM., Tseng, CH., Wu, MJ., Wu, YC. 2003. Bullatacin, a potent antitumor Annonaceous acetogenin, induces apoptosis through a reduction of intracellular cAMP and cGMP levels in human hepatoma 2.2.15 cells. Biochemical Pharmacology. 65(3):319-327.

Djamaloedin. 2008. Kelainan pada Mamma (Payudara). Dalam:Wiknjosastro, Hanifa, Ed. Ilmu Kandungan, Ed 2. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono


(54)

Bombay Calcuta: Oxford and IBH Publishing Co.

Hadi, SM., Asad, SF., Singh, S., Ahmad, A., Khan, NU. 2003. A Putative Mechanism for Anticancer and Apoptosis Inducing Properties of Plant Derived Polyphenolic Antioxidants. In Recent Progress In Medicinal Plants (Majumdar DK, Govil JN And Singh VK Eds.). Studium Press. pp. 83.

Hakkak. 2005. Obesity Promotes 7,12-Dimethylbenz(a)anthracene-Induced Mammary Tumor Development in Female Zucker Rats. Breast Canc Res.7: 627-633. Hatim, NB. 2012. Aktivitas Antikanker Ekstrak Etanol Daun Surian (Toona sinensis)

pada Tikus Betina Sprague Dawley yang Diinduksi 7,12-dimetilbenz(a)antrasena. (Skripsi). Departemen Biokimia. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor.

Herliana, E., Rifai, N. 2011. Khasiat dan Manfaat Daun Sirsak Menumpas Kanker. Jakarta: Mata Elang Media. hlm. 12-16.

International Agency Research on Cancer. 2013. Globocan 2008, Fast Stats. Section of Cancer Information. (Internet). Diunduh dari http://globocan.iarc.fr/factsheets/ populations/factsheet.asp?uno=900. Diakses pada tanggal 26 Juli 2013.

Juan, R. 2004. Ackerman’s Surgical Pathology. Ed. 6. Mosby. 52-3. pp. 2098-2099. Junqueira, LC., Carneiro, J. 2007. Basic Histology Text and Atlas: Female Reproductive

System. Ed 11. United States of America: McGraw Hill. pp. 447-450.

Kakizoe, T., 2003. Chemoprevention of Cancer Focusing On Cinical Trial. Japan Journal Clinical Oncol. 33(9):421-442.

Kumar, V., Robbins, SL., Cotran, RS. 2007. Buku Ajar Patologi Anatomi. Vol 2 Ed 7. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. hlm. 788-802.

Lacey, JV. 2009. Breast Cancer Epidemiology According To Recognized Breast Cancer Risk Factors In The Prostate, Lung, Colorectal And Ovarian (PLCO) Cancer Screening Trial Cohort. BMC Cancer. 9:84.

Meiyanto, E., Susilowati, S., Tasminatun, S., Murwanti, R., Sugiyanto. 2007. Efek Kemopreventif Ekstrak Etanolik Gynura procumbens (Lour), Merr pada Karsinogenesis Kanker Payudara Tikus. Majalah Farmasi Indonesia. 18(3):


(55)

Lippincott Williams & Wilkins. pp. 567-572.

Osborne, C., Wilson, P., Tripathy, D. 2004. Oncogenes and tumor suppressor genes in breast cancer: potential diagnostic and therapeutic applications. The Oncologist. 9(4):361-77.

Parkin, DM., Bray, F., Ferlay, J., Pisani. P. 2002. Global Cancer Statics. CA Cancer Jounal Clin. 55:74-108.

Permana, Zurida. 2010. Konsumsi, Kecernaan dan Performa Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Disuplementasi Biomineral Cairan Rumen dalam Ransum. (Skripsi). Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Ren, W., Qiao, Z., Wang, H., Zhu, L., Zhang, L. 2003. Flavonoids: Promising Anticancer Agents. Medicinal Research Review. 23(4):519-534.

Retnani, V. 2011. Pengaruh Suplementasi Ekstrak Daun Annona muricata terhadap Kejadian Displasia Epitel Kelenjar Payudara Tikus Sprague Dawley yang Diinduksi 7, 12 Dimethylbenz[a]anthracene. (Skripsi). Program Pendidikan Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Rianes, S. 2012. Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia Serta Uji Aktivitas Antioksidan Jus Buah Sirsak dan Ekstrak Etanol Daun Sirsak (Annona muricata L.). (Skripsi). Program Studi Sarjana Farmasi. Fakultas Farmasi. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Santoso, S. 2003. Perkembangan Obat Tradisional Dalam Ilmu Kedokteran di Indonesia dan Upaya Pengembangannya Sebagai Obat Alternatif. Jakarta: FKUI.

Schwab, M. 2008. Encyclopedia of Cancer: 2nd Edition. New York: Springer. pp 587. Sigma-Aldrich. 2007. 7,12-Dimethylbenz[a]anthracene. (Internet). Diunduh dari

http://www. sigmaaldrich.com. Diakses pada tanggal 3 Agustus 2013.

Singletary, K., Macdomald, C., Tovinelli, M., Fisher, C., Wallig, M. 1998. Effect of The Diketones Diferuloylmethane (Curcumin) and Dibenzoilmethane on Rat


(56)

Buku Kedokteran EGC. hlm 367-374.

Sugianto, SB., Meiyanto, E., Nugroho, AE., Jenie, UA. 2003. Aktivitas Antikarsinogenik Senyawa yang Berasal dari Tumbuhan. Majalah Farmasi Indonesia. 14(4): 216-225.

Suranto, A. 2011. Dahsyatnya Sirsak Tumpas Penyakit. Jakarta: Pustaka Bunda. hlm. 4-15.

Syariefa, E. 2011. Daun Sirsak: Olah Tepat dan Dosis Aman. Trubus. 2(498):10-27. Ting, AY., Kimler, BF., Fabian, CJ., Petroff, BK. 2007. Characterization of A

Preclinical Model of Simultaneous Breast and Ovarian Cancer Progression. Carcinogenesis. 28(1):130–135.

Van De Graaff, K. 2002. Human Anatomy. Ed 6. United States Of America: McGraw-Hill. pp. 720-730.

Wibowo, EA., Sriningsih, Wuyung, PE., Ranasasmita, R. 2010. The Influence of DMBA (7,12-dimethylbenz-[a]anthracene) Regimen In The Development of Mammae Carcinogenesis on Sprague Dawley Female Rat. Indonesian Journal of Cancer Chemoprevention. I(1):60-66.

World Health Organization. 2013 Breast Cancer: Prevention and Control. (Internet). Diunduh dari http://www.who.int/cancer/detection/breastcancer/en/. Diakses pada tanggal 26 Juli 2013.

World Health Organization. 2013. Cancer. (Internet). Diunduh dari http://www.who.int/ mediacentre/factsheets/fs297/en/. Diakses pada tanggal 26 Juli 2013.

Zebua, JI. 2011. Gambaran Histopatologi Tumor Payudara di Instalasi Patologi Anatomi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik-Medan Tahun 2009-2010. (Skripsi). Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.


(1)

40

Gambar 3. Diagram Alir Penelitian

I. Etika Penelitian

Penggunaan hewan coba di dalam penelitian perlu dijamin kesejahteraannya, sehingga dalam penelitian kesehatan yang memanfaatkan hewan coba harus diterapkan prinsip 3R dalam protokol penelitian, yaitu replacement, reduction dan refinement. Sebelum penelitian dilakukan, peneliti mengajukan etical approval ke Komisi Etika Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.


(2)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Infusa daun sirsak memiliki potensi sebagai agen kemopreventif pada perubahan epitel duktus payudara tikus yang diinduksi DMBA dilihat dari gambaran mikroskopisnya.

2. Infusa daun sirsak dengan dosis 0,1g dalam 1 ml memiliki efek yang lebih baik dalam perubahan grade epitel duktus payudara dibandingkan dosis 0,2g dalam 2 ml.

B. Saran

Peneliti lain disarankan untuk:

1. Meneliti bahan aktif (senyawa) murni dan konsentrasinya pada infusa daun sirsak.

2. Meneliti lebih lanjut mengenai dosis optimum dan toksisitas infusa daun sirsak sebagai agen kemopreventif onkogenesis payudara

3. Meneliti lebih lanjut dengan jangka waktu yang lebih lama agar hewan coba yang diinduksi DMBA sampai ke tahap karsinoma.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 2009a. Financial and Legal Impact Of Cancer. (Internet). Diunduh dari http://www.mdanderson.org/patient-and-cancer-information/ancerinformation/ cancer-topics/survivorship/financial-impacts/index.html. Diakses pada tanggal 27 Juli 2013.

[Anonim]. 2009b. Social & Emotional Impacts Of Cancer. (Internet). Diunduh dari http://www.mdanderson.org/patient-and-cancerinformation/cancerinformation/ cancer-topics/survivorship/social-impacts/index.html. Diakses pada tanggal 27 Juli 2013.

Androutsopoulos, VP., Tsatsakis, AM., Spandidos, DA. 2009. Cytochrome P450 CYP1A1: Wider Roles in Cancer Progression and Prevention. BMC Cancer.

9:187.

Baskar, R., Rajeswari, V., Kumar, TS. 2007. In Vitro Antioxidant Studies in Leaves of Annona Species. Indian Journal of Experimental Biology. 45:480-485.

Broeckel, JA., Jacobsen, PB., Balducci, L., Horton, J., Lyman, GH. 2000. Quality Of Life After Adjuvant Chemotherapy For Breast Cancer. Breast Cancer Res Treat. 62:41-150.

Chang, LC., Kinghorn, AD., 2001. Flavonoid as Chemopreventive Agent, Boiactive Compound From Natural Sources, Isolation, Characterization And Biological Properties. New York: Tailor & Friends. pp. 161-168.

Chirikos, TN. 2001. Economic Impact Of The Growing Population Of Breast Cancer Survivors. (Internet). Diunduh dari http://www.medscape.com/viewarticle/ 409044_2. Diakses pada tanggal 27 Juli 2013.

Chiu, HF., Chih, TT., Hsian, YM., Tseng, CH., Wu, MJ., Wu, YC. 2003. Bullatacin, a potent antitumor Annonaceous acetogenin, induces apoptosis through a reduction of intracellular cAMP and cGMP levels in human hepatoma 2.2.15 cells. Biochemical Pharmacology. 65(3):319-327.

Djamaloedin. 2008. Kelainan pada Mamma (Payudara). Dalam:Wiknjosastro, Hanifa, Ed. Ilmu Kandungan, Ed 2. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono


(4)

Prawirohardjo. pp. 472-477.

Federer, WT. 1977. Experimental Design Theory And Application, Ed. 3. New Delhi Bombay Calcuta: Oxford and IBH Publishing Co.

Hadi, SM., Asad, SF., Singh, S., Ahmad, A., Khan, NU. 2003. A Putative Mechanism for Anticancer and Apoptosis Inducing Properties of Plant Derived Polyphenolic Antioxidants. In Recent Progress In Medicinal Plants (Majumdar DK, Govil JN And Singh VK Eds.). Studium Press. pp. 83.

Hakkak. 2005. Obesity Promotes 7,12-Dimethylbenz(a)anthracene-Induced Mammary Tumor Development in Female Zucker Rats. Breast Canc Res.7: 627-633. Hatim, NB. 2012. Aktivitas Antikanker Ekstrak Etanol Daun Surian (Toona sinensis)

pada Tikus Betina Sprague Dawley yang Diinduksi

7,12-dimetilbenz(a)antrasena. (Skripsi). Departemen Biokimia. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor.

Herliana, E., Rifai, N. 2011. Khasiat dan Manfaat Daun Sirsak Menumpas Kanker.

Jakarta: Mata Elang Media. hlm. 12-16.

International Agency Research on Cancer. 2013. Globocan 2008, Fast Stats. Section of Cancer Information. (Internet). Diunduh dari http://globocan.iarc.fr/factsheets/ populations/factsheet.asp?uno=900. Diakses pada tanggal 26 Juli 2013.

Juan, R. 2004. Ackerman’s Surgical Pathology. Ed. 6. Mosby. 52-3. pp. 2098-2099. Junqueira, LC., Carneiro, J. 2007. Basic Histology Text and Atlas: Female Reproductive

System. Ed 11. United States of America: McGraw Hill. pp. 447-450.

Kakizoe, T., 2003. Chemoprevention of Cancer Focusing On Cinical Trial. Japan Journal Clinical Oncol. 33(9):421-442.

Kumar, V., Robbins, SL., Cotran, RS. 2007. Buku Ajar Patologi Anatomi. Vol 2 Ed 7. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. hlm. 788-802.

Lacey, JV. 2009. Breast Cancer Epidemiology According To Recognized Breast Cancer Risk Factors In The Prostate, Lung, Colorectal And Ovarian (PLCO) Cancer Screening Trial Cohort. BMC Cancer. 9:84.

Meiyanto, E., Susilowati, S., Tasminatun, S., Murwanti, R., Sugiyanto. 2007. Efek Kemopreventif Ekstrak Etanolik Gynura procumbens (Lour), Merr pada Karsinogenesis Kanker Payudara Tikus. Majalah Farmasi Indonesia. 18(3):


(5)

154 -161.

Moore, KL., Dalley, AF., Agur, AMR. 2009. Clinically Oriented Anatomy, Ed 6. Lippincott Williams & Wilkins. pp. 567-572.

Osborne, C., Wilson, P., Tripathy, D. 2004. Oncogenes and tumor suppressor genes in breast cancer: potential diagnostic and therapeutic applications. The Oncologist. 9(4):361-77.

Parkin, DM., Bray, F., Ferlay, J., Pisani. P. 2002. Global Cancer Statics. CA Cancer Jounal Clin. 55:74-108.

Permana, Zurida. 2010. Konsumsi, Kecernaan dan Performa Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Disuplementasi Biomineral Cairan Rumen dalam Ransum. (Skripsi). Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Ren, W., Qiao, Z., Wang, H., Zhu, L., Zhang, L. 2003. Flavonoids: Promising Anticancer Agents. Medicinal Research Review. 23(4):519-534.

Retnani, V. 2011. Pengaruh Suplementasi Ekstrak Daun Annona muricata terhadap Kejadian Displasia Epitel Kelenjar Payudara Tikus Sprague Dawley yang Diinduksi 7, 12 Dimethylbenz[a]anthracene. (Skripsi). Program Pendidikan Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Rianes, S. 2012. Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia Serta Uji Aktivitas Antioksidan Jus Buah Sirsak dan Ekstrak Etanol Daun Sirsak (Annona muricata L.). (Skripsi). Program Studi Sarjana Farmasi. Fakultas Farmasi. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Santoso, S. 2003. Perkembangan Obat Tradisional Dalam Ilmu Kedokteran di Indonesia dan Upaya Pengembangannya Sebagai Obat Alternatif. Jakarta: FKUI.

Schwab, M. 2008. Encyclopedia of Cancer: 2nd Edition. New York: Springer. pp 587. Sigma-Aldrich. 2007. 7,12-Dimethylbenz[a]anthracene. (Internet). Diunduh dari

http://www. sigmaaldrich.com. Diakses pada tanggal 3 Agustus 2013.

Singletary, K., Macdomald, C., Tovinelli, M., Fisher, C., Wallig, M. 1998. Effect of The Diketones Diferuloylmethane (Curcumin) and Dibenzoilmethane on Rat


(6)

7,12-Dimethylbenz(a)anthracene. Carcinogenesis. 9(6):1039-1043.

Sjamsuhidajat, R., De Jong, W. 2000. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. hlm 367-374.

Sugianto, SB., Meiyanto, E., Nugroho, AE., Jenie, UA. 2003. Aktivitas Antikarsinogenik Senyawa yang Berasal dari Tumbuhan. Majalah Farmasi Indonesia. 14(4): 216-225.

Suranto, A. 2011. Dahsyatnya Sirsak Tumpas Penyakit. Jakarta: Pustaka Bunda. hlm. 4-15.

Syariefa, E. 2011. Daun Sirsak: Olah Tepat dan Dosis Aman. Trubus. 2(498):10-27. Ting, AY., Kimler, BF., Fabian, CJ., Petroff, BK. 2007. Characterization of A

Preclinical Model of Simultaneous Breast and Ovarian Cancer Progression.

Carcinogenesis. 28(1):130–135.

Van De Graaff, K. 2002. Human Anatomy. Ed 6. United States Of America: McGraw-Hill. pp. 720-730.

Wibowo, EA., Sriningsih, Wuyung, PE., Ranasasmita, R. 2010. The Influence of DMBA (7,12-dimethylbenz-[a]anthracene) Regimen In The Development of Mammae Carcinogenesis on Sprague Dawley Female Rat. Indonesian Journal of Cancer Chemoprevention. I(1):60-66.

World Health Organization. 2013 Breast Cancer: Prevention and Control. (Internet). Diunduh dari http://www.who.int/cancer/detection/breastcancer/en/. Diakses pada tanggal 26 Juli 2013.

World Health Organization. 2013. Cancer. (Internet). Diunduh dari http://www.who.int/ mediacentre/factsheets/fs297/en/. Diakses pada tanggal 26 Juli 2013.

Zebua, JI. 2011. Gambaran Histopatologi Tumor Payudara di Instalasi Patologi Anatomi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik-Medan Tahun 2009-2010. (Skripsi). Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.


Dokumen yang terkait

KADAR ASAM URAT PADA MODEL TIKUS HIPERURISEMIA SETELAH PEMBERIAN INFUSA DAUN SIRSAK (Anona muricata L.)

0 22 75

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN SIRSAK (Annona muricata Linn) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus Norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI DMBA

5 36 70

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN SIRSAK (ANNONA MURICATA L.) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI JARINGAN PARU TIKUS PUTIH BETINA YANG DIINDUKSI KARSINOGEN 7,12 DIMETHYLBENZ[α]ANTHRANCENE (DMBA)

0 7 43

PERBANDINGAN EFEK KEMOPREVENTIF PEMBERIAN EKSTRAK DAN INFUSA DAUN SIRSAK (Annona Muricata L.) TERHADAP GAMBARAN MIKROSKOPIS JARINGAN PAYUDARA TIKUS BETINA GALUR SPRAGUE DAWLEY YANG DIINDUKSI DMBA

0 12 53

EFEK KEMOPREVENTIF PEMBERIAN INFUSA DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) PADA EPITEL DUKTUS JARINGAN PAYUDARA TIKUS BETINA GALUR SPRAGUE DAWLEY YANG DIINDUKSI SENYAWA 7,12-DIMETHYLBENZ[A]ANTHRACENE (DMBA)

1 60 56

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN SIRSAK (Annona muricata Linn) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI SEL HEPAR TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI DMBA

2 8 70

PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP KADAR GLUTATION JARINGAN HEPAR TIKUS (Rattus norvegicus L.) YANG DIINDUKSI 7,12 DIMETHYLBENZ(A)ANTHRACENE (DMBA)

6 41 63

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN SIRSAK (Annona muricata Linn) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI PAYUDARA PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) BETINA GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI DMBA

0 8 49

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP KADAR MALONDIALDEHID (MDA) JARINGAN PAYUDARA TIKUS PUTIH BETINA YANG DIINDUKSI 7,12 DIMETILBENZ(α)ANTRASEN (DMBA)

3 31 57

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN SIRSAK (Annona muricata.L) TERHADAP KADAR ASAM SIALAT PADA JARINGAN HATI TIKUS YANG DIINDUKSI SENYAWA 7,12-DIMETHYLBENZ[A]ANTHRACENE (DMBA)

1 4 67