Uji Performansi Mesin Pendingin Siklus Adsorpsi Bertenaga Surya dengan Luas Kolektor 1 m2 Kemiringan 30o Menggunakan Karbon Aktif -Metanol Sebagai Pasangan Adsorben-Adsorbat

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Intensitas Radiasi Matahari
Intensitas radiasi matahari merupakan jumlah energi radiasi matahari yang
diterima oleh suatu permukaan per satuan luas dan per satuan waktu. [3] Total
energi radiasi matahari dapat dihitung dengan persamaan berikut:[4]
tss
tsr

Q rad =

I dt

[W/m2]……………………………………………….(2.1)

dimana: tsr dan tss adalah waktu terbit dan terbenam matahari; I adalah intensitas
radiasi matahari (W/m2); dt adalah lama waktu penyinaran.
Intensitas radiasi matahari yang diterima bidang datar (horizontal) dan
bidang miring (tilt) berbeda, ditunjukkan pada gambar berikut:
G

bn
G
bT
G
b
G
bn

��

(a)




(b)

Gambar 2.1Bidang horizontal (a), dan bidang yang dimiringkan (b)[5]

Perbandingannya dapat dinyatakan dengan persamaan berikut:

Rb =

G b ,T
Gb

G

.cos

= G bn.cos ………………..………..………………………………..(2.2)
bn

z

dimana : Rb adalah rasio intensitas radiasi pada bidang miring dengan bidang
horizontal; Gb,T adalah intensitas radiasi pada bidang miring (W/m 2); Gbn adalah

7
Universitas Sumatera Utara


intensitas radiasi matahari dengan sudut masuk normal pada bidang horizontal
(W/m2); � adalah sudut datang radiasi (o); �� adalah sudut zenith (o).

Nilai ���� dapat ditentukan dengan persamaan:
cos = cos ∅ −

. cos . cos ω + sin ∅ −

. cos ……………………(2.3)

Untuk permukaan yang dimiringkan, cos θ = cos θT (tilt). Beberapa parameter pada
persamaan di atas dijelaskan sebagai berikut:
a. Posisi lintang (�)
Yaitu posisi suatu tempat dari bidang khatulistiwa, utara bernilai positif;


-90o

90o.


b. Deklinasi (δ)
Yaitu sudut posisi matahari pada siang hari sehubungan dengan bidang
khatulistiwa. Utara bernilai positif; -23,45

δ

23,45. Nilai δ dapat

ditentukan dengan persamaan berikut:
δ = 23,45 sin(360

284+n
365

)……………………………..……………...…....(2.4)

dimana n adalah hari ke berapa dalam tahun tersebut.
c. Kemiringan (β)
Yaitu sudut antara bidang permukaan tertentu dengan bidang horizontal; 0o
β


90o (β > 90o berarti permukaan bidang menghadap ke bawah).

d. Sudut Jam Matahari (ω)
Yaitu pergeseran sudut dari matahari kea rah timur/barat dari garis bujur local
akibat rotasi bumi pada porosnya sebesar 15o per jam; pagi negatif, sore positif.
Nilai ω dapat ditentukan dengan persamaan berikut:
� = (�� −
)�



…………………………………………..……………...(2.5)

8
Universitas Sumatera Utara

2.2 Teori Umum Adsorpsi
Adsorpsi adalah suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida (cair ataupun
gas) terikat pada suatu padatan (zat penyerap, adsorben) dan akhirnya membentuk

suatu lapisan tipis atau film (zat terserap, adsorbat) pada permukaannya. Berbeda
dengan absorpsi yang merupakan penyerapan fluida oleh fluida lainnya dengan
membentuk suatu larutan. [6]
Untuk mengetahui karateristik yang terjadi dalam proses adsorpsi dapat
diilustrasikan dengan gambar 2.2 dimana padatan berpori (pores) yang menghisap
(adsorp) dan melepaskan (desorp) suatu fluida disebut adsorben. Molekul fluida

yang dihisap tetapi tidak terakumulasi atau melekat pada adsorben disebut
adsorptive , sedangkan yang terakumulasi disebut adsorbat.[7]

Desorp/melepaskan
adsorptive
adsorbat

Adsorp/menghisap

adsorben

pores


Gambar 2.2 Proses adsorpsi oleh karbon aktif[7]

2.2.1 Jenis-Jenis Proses Adsorpsi
Berdasarkan interaksi molecular antara permukaan adsorben dengan
adsorbat, adsorpsi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

9
Universitas Sumatera Utara

a. Adsorpsi Fisika (physical adsorption)
Pada adsorpsi jenis ini, adsorpsi terjadi tanpa adanya reaksi antara
molekul-molekul adsorbat dengan permukaan adsorbat. Molekul-molekul
adsorbat terikat secara lemah karena adanya gaya van der waals. Adsorpsi ini
relatif berlangsung cepat dan bersifat reversible (reversible ). Karena dapat
berlangsung di bawah temperatur kritis adsorbat yang relatif rendah, maka
panas adsorpsi yang dilepaskan juga rendah. Adsorbat yang terikat secara
lemah pada permukaan adsorben, dapat bergerak dari suatu bagian permukaan
ke bagian permukaan lain. Peristiwa adsorpsi fisika menyebabkan molekulmolekul gas yang teradsorpsi mengalami kondensasi. Besarnya panas yang
dilepaskan dalam proses adsorpsi fisika adalah kalor kondensasinya.[7]
Proses adsorpsi terjadi tanpa memerlukan energi aktifasi, sehingga

proses tersebut membentuk lapisan jamak (multilayers) pada permukaan
adsorben. Ikatan yang terbentuk dalam adsorpsi fisika dapat diputuskan
dengan mudah, yaitu melalui degassing atau pemanasan pada temperatur
sekitar 1500C-2000C selama 2-3 jam.

b. Adsorpsi Kimia (Chemical Adsorpstion)
Adsorpsi ini terjadi karena adanya reaksi kimia antara molekul-molekul
adsorbat dengan permukaan adsorben. Adsorpsi jenis inilah yang biasa disebut
“absorption” dan bersifat tidak reversible hanya membentuk satu lapisan
tunggal (monolayer). Umumnya terjadi pada temperatur diatas temperatur
kritis adsorbat. Sehingga kalor adsorpsi yang dibebaskan tinggi. Adsorben
yang mengadsorpsi secara kimia pada umumnya sulit untuk diregenerasi.

10
Universitas Sumatera Utara

Perbedaan antara adsorpsi fisika dan kimia ditunjukkan pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Perbedaan antara adsorpsi fisika dan kimia[8]
Karateristik


Adsorpsi Fisika

Adsorpsi Kimia

Gaya tarik secara fisika sehingga

Gaya tarik atau ikatan kimia

adsorpsi fisika sering disebut adsorpsi

sehingga adsorpsi kimia sering

Van der Waals

disebut adsorpsi teraktifasi

Tebal lapisan

Banyak lapisan (multilayer)


Satu lapis (single layer)

Energi aktifasi

Kurang dari 1 kkal/gr-mol

10-60 kkal/gr-mol

Terjadi pada temperatur di bawah titik

Dapat terjadi pada temperatur

didih adsorbat

tinggi

Kemampuan

Lebih bergantung pada adsorbat


Bergantung pada adsorben dan

adsorpsi

daripada adsorben

adsorbat

Gaya yang
bekerja

Temperatur

Jumlah zat
teradsorpsi

Driving force

Sebanding dengan banyaknya
Sebanding dengan kenaikan tekanan

inti aktif adsorben yang dapat
bereaksi dengan adsorbat

Tidak ada transfer electron, meskipun

Ada transfer electron, terbentuk

mungkin terjadi polarisasi pada

pada ikatan antara adsorbat dan

adsorbat

permukaan padatan

5-10 kkal/gr-mol gas

10-100 al/gr-mol gas

Kalor adsorpsi

2.2.2 Adsorben
Adsorben adalah zat padat yang digunakan untuk mengadsorp atom-atom
atau ion-ion (disebut juga solute) yang terkandung dalam gas atau cairan.[8]
Adsorben yang memiliki kemampuan menyerap air disebut hydrophilic yaitu
silica gel, zeolit, dan alumina aktif. Sedangkan adsorben yang memiliki
kemampuan menyerap oli atau gas disebut hydrophobic yaitu karbon aktif dan
adsorben yang polimer.[7]
Kriteria-kriteria adsorben yang baik, antara lain: [9]
a. memiliki selektivitas tinggi untuk proses pemisahan
b. memiliki kapasitas tinggi untuk meminimalisasi jumlah adsorben yang

11
Universitas Sumatera Utara

diperlukan
c. memiliki sifat fisik dan sifat kimia yang mendukung proses perpindahan
massa secara cepat
d. memiliki stabilitas kimia dan termal, serta sifat kelarutan yang rendah
terhadap fluida yang kontak dengan adsorben
e. memiliki ketahanan fisik dan mekanik
f. tidak memiliki kecenderungan untuk mendorong terjadinya reaksi-reaksi
kimia yang tidak dikehendaki
g. memiliki kemampuan untuk diregenerasi
h. memiliki harga relatif murah
2.2.2.1 Karbon Aktif Sebagai Adsorben
Karbon aktif merupakan zat padat amorf yang mempunyai luas
permukaan internal dan volume pori yang sangat besar. [10] Produk komersial
karbon aktif memiliki luas permukaan spesifik antara 500- 2000 m2/g, tetapi
seiring perkembangan teknologi telah dikembangkan pula karbon aktif dengan
luas permukaan spesifik antara 3500-5000 m2/g.[8]
Pada dasarnya karbon aktif dapat dibuat dari bahan yang mengandung
karbon, baik berasal dari tumbuhan, hewan maupun barang tambang. Bahan
yang sering dibuat menjadi karbon aktif antara lain jenis kayu, sekam padi,
tulang hewan, batu bara, tempurung kelapa, kulit biji kopi dan lain-lain. Daya
serap dari karbon aktif umumnya bergantung pada senyawa karbon berkisar
85% sampai 95% karbon bebas. Semua jenis adsorbat dapat digunakan
sebagai pasangan karbon aktif kecuali air.[7]

12
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3 Karbon Aktif[11]
Adsorben karbon aktif yang digunakan dalam penelitian ini terbuat dari
cangkang kelapa. Adapun sifat dari adsorben karbon aktif yang digunakan
adalah sebagai berikut ini.
Tabel 2.2 Sifat Adsorben Karbon Aktif[12][13]
No

Sifat Adsorben Karbon Aktif

Nilai Sifat Karbon Aktif

1

Massa Jenis

22 – 34 lb/ft3

2

Panas Spesifik

0.27 – 0.36 btu/lboF

3

Pore Volume

0,56 – 1,20 cm3/g

4

Diameter Rata-rata Pori

15-25 Å

5

Temperatur Regenerasi

100 - 140 oC

6

Temperatur Maksimum Diizinkan

150oC

7

Ukuran Karbon Aktif

3 mm

2.2.2.2 Pembuatan Karbon Aktif
Prinsip pembuatan karbon aktif adalah proses karbonisasi yaitu proses
pembentukan bahan menjadi arang (karbon) kemudian diaktifasi.[8]
a. Proses karbonisasi
Proses karbonisasi umumnya dilakukan pada temperatur 600 oC –
700oC. Pada proses karbonisasi akan terjadi penguapan air (H2O) yang

13
Universitas Sumatera Utara

disusul dengan pelepasan gas karbondioksida (CO2) dan selanjutnya terjadi
peristiwa eksotermis yang merupakan tahap permulaan proses karbonisasi.
Karbonisasi dianggap sempurna jika asap sudah tidak terbentuk lagi.
Kualitas hasil karbonisasi ditentukan oleh banyaknya kandungan karbon,
semakin tinggi kandungan karbon maka semakin baik kualitasnya.
b.

Aktifasi karbon
Proses

pengaktifan

karbon

dilakukan

dengan

tujuan

untuk

memperbesar luas permukaan karbon dengan cara membuka pori-pori yang
tertutup sehingga memperbesar kapasitas adsorpsi terhadap zat warna. Poripori dalam karbon umumnya mengandung tar , hidrokarbon, dan zat-zat
organik lainnya seperti fixed carbon, abu, air, persenyawaan yang
mengandung nitrogen dan sulfur.
Langkah-langkah untuk mengaktifkan karbon dapat dilakukan dengan
berikut ini:
a. Arang dimasukkan ke dalam tangki aktivasi (pirolisis) dan ditutup rapat.
b. Pastikan sambungan pipa pendingin, dan termocouple untuk pengamatan
temperatur berfungsi sebagaimana mestinya.
c. Alirkan air pendingin ke dalam pipa pendingin, kemudian kompor
tungku pirolisis mulai dinyalakan. Kompor bisa menggunakan bahan
bakar minyak tanah atau solar. Pengaturan api bisa diatur menggunakan
kompresor.
d. Melakukan pengamatan terhadap kerja dari tungku aktivasi dengan
mengamati kenaikan temperatur. Temperatur selama proses sekitar
600°C, apabila temperatur telah mencapai 600°C dan terlihat pada ujung

14
Universitas Sumatera Utara

pendingin tidak adanya tar (cairan berwarna coklat) yang keluar, ditandai
dengan adanya gelembung air, maka pembakaran dipertahankan selama
3 jam. Setelah waktu tersebut proses telah selesai. Kemudian api
dimatikan, dan tungku aktivasi dibiarkan sampai dingin, setelah itu bisa
dibuka dan dikeluarkan untuk dilakukan penggilingan sesuai mesh yang
diinginkan. Arang aktif atau karbon aktif siap digunakan.
Untuk memenuhi kebutuhan bagi aplikasi-aplikasi spesifik, karbon aktif
dibuat dan diklasifikasikan dalam bentuk granular , bubuk (powder) dan
bentuk tertentu ((extrude). Karbon aktif granular diproduksi secara langsung
dengan menggunakan bahan baku granular, misalnya serbuk gergaji. Karbon
aktif yang berupa bubuk diperoleh dengan cara menggiling karbon aktif
granular. Produk dengan bentuk tertentu (extrude) biasanya diproduksi dalam
bentuk pellet silinder dengan cara extrusion bahan baku dengan binder yang
sesuai sebelum bahan baku mengalami proses aktifasi. [8]

2.2.2.3 Aplikasi Penggunaan Karbon Aktif
Aplikasi penggunaan karbon aktif dapat dibedakan menjadi dua bagian,
yaitu:[10]
a. Aplikasi karbon aktif untuk fasa cair
Karbon aktif yang digunakan untuk aplikasi fasa cair berbeda dengan
karbon aktif untuk fasa gas. Perbedaannya terutama terletak pada distribusi
ukuran pori dimana karbon aktif untuk fasa cair memiliki volume pori yang
lebih besar pada bagian macropore yang menyebabkan cairan dapat
berdifusi lebih cepat ke bagian mesopore dan micropore. Karbon aktif yang

15
Universitas Sumatera Utara

digunakan untuk fasa cair dapat berupa bubuk, granular, maupun dalam
bentuk tertentu.
Aplikasi penggunaan karbon aktif pada fasa cair antara lain sebagai
berikut :
-

penjernihan air (menghilangkan kontaminan)

-

pengolahan limbah cair industri (menghilangkan zat-zat berbahaya dan
bahan organik lainnya dalam limbah cair)

-

dekolorisasi bahan pemanis, misalnya pemurnian gula

-

industri makanan dan minyak (proses pemurnian), dan industri minuman
(menghilangkan bau tertentu pada minuman)

b. Aplikasi karbon aktif untuk fasa gas
Karbon aktif yang digunakan untuk aplikasi fasa gas umumnya berupa
granular atau dengan bentuk tertentu (extrude). Karbon aktif untuk fasa gas
terutama digunakan dalam proses-proses pemisahan. Proses pemisahan
tersebut didasarkan pada perbedaan daya adsorpsi karbon aktif terhadap gas
dan uap.

2.2.3 Adsorbat
Adsorbat adalah substansi dalam bentuk cair atau gas yang terkonsentrasi
pada permukaan adsorben.[7] Adsorbat yang biasa digunakan pada sistem
pendingin adalah air (polar substances) dan kelompok non-polar substances
seperti metanol, etanol, amonia dan kelompok hidrokarbon.
2.2.3.1 Metanol Sebagai Adsorbat
Metanol juga dikenal sebagai metil alcohol, wood alcohol atau spiritus

16
Universitas Sumatera Utara

adalah senyawa kimia dengan rumus CH3OH. Metanol merupakan bentuk
alcohol paling sederhana.[14] Pada keadaan atmosfer, metanol berbentuk cairan
yang ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar dan beracun
dengan bau yang khas (berbau lebih ringan daripada etanol). Metanol
digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar dan
sebagai bahan aditif bagi etanol industri. [6]

Gambar 2.4 Metanol[15]
Tabel 2.3 Sifat Metanol[16]
No

Sifat Metanol

Nilai Sifat Metanol

1

Massa Jenis (cair)

0.79 Kg/liter

2

Ttitik Lebur

-97.7 oC

3

Titik Didih

64,5 oC

4

Klasifikasi EU

Flamamable (F), Toxic (T)

5

Panas Jenis (Cp)

2530 J/kg K

6

Panas Laten Penguapan (Le)

1168 kg

2.3 Kalor
Kalor merupakan energi yang berpindah yang mengakibatkan perubahan
temperatur.[17] Pada abad ke-19 berkembang teori bahwa kalor merupakan fluida
ringan yang dapat mengalir dari temperatur tinggi ke temperatur rendah. Jika

17
Universitas Sumatera Utara

suatu benda mengandung banyak kalor, maka temperatur benda tersebut tinggi
(panas). Sebaliknya jika benda tersebut mengandung sedikit kalor, maka
dikatakan bertempertur rendah (dingin). Kuantitas energi kalor (Q) dihitung dalam
satuan Joule (J). Laju aliran energi kalor dihitung dalam satuan Joule/detik (J/s)
atau Watt (W). Laju aliran energi ini sering disebut sebagai daya, yaitu laju dalam
melakukan usaha.
2.3.1 Kalor Sensibel
Kalor sensibel adalah kalor yang diterima atau dilepaskan oleh suatu
substansi sehingga menyebabkan perubahan temperatur (naik atau turun) tanpa
menyebabkan perubahan fasa dari substansi tersebut.[17]
Q s = m. Cp . ΔT

[J]...………………………………………………...(2.6)

dimana: Qs adalah kalor sensibel (J); m adalah massa zat (kg); C p adalah panas
jenis (J/kg.K); �T adalah selisih temperatur (K)
2.3.2 Kalor Laten
Suatu substansi biasanya mengalami perubahan temperatur bila terjadi
perpindahan kalor antara substansi tersebut dengan lingkungannya. Pada satu
situasi tertentu, aliran kalor ini tidak merubah temperaturnya. Hal ini terjadi bila
substansi mengalami perubahan fasa. Misalnya padat menjadi cair, cair menjadi
uap dan perubahan struktur kristal (zat padat).[17] Kalor yang diperlukan untuk
merubah fasa ini disebut kalor transformasi.
Q L = Le . m

[J]…………………………………………………….(2.7)

dimana: QL adalah kalor laten (J); Le adalah kapasitas kalor laten (J/kg); m
adalah massa zat (kg).

18
Universitas Sumatera Utara

2.4 Tinjauan Perpindahan Panas
Perpindahan panas (heat transfer) adalah proses berpindahnya energi panas
diantara material/benda karena adanya perbedaan temperatur.[18] Panas akan
mengalir dari tempat yang temperaturnya lebih tinggi ke tempat yang
temperaturnya lebih rendah. Mekanisme perpindahan panas dibagi menjadi tiga
cara yaitu konduksi, konveksi dan radiasi.
2.4.1 Konduksi
Konduksi adalah proses perpindahan panas jika panas mengalir dari
tempat yang temperaturnya lebih tinggi ke tempat yang temperaturnya lebih
rendah dengan media penghantar panas yang tetap baik itu pada benda padat,
cair ataupun gas.[19]
2.4.1.1 Perpindahan Panas Konduksi Pada Bidang Datar (Slab)

q
Profil temperatur

∆�

q

∆�

Gambar 2.5 Konduksi pada bidang datar (slab)[20]

Laju perpindahan panas konduksinya dapat ditentukan dengaan hukum
Fourier berikut:[19]
q cond = kA

T 1 −T 2
Δx

ΔT

ΔT

= −kA Δx = − Δx

[W]……………………….(2.8)

kA

19
Universitas Sumatera Utara

dimana: qcond adalah laju perpindahan panas konduksi (W); k adalah
konduktivitas termal material (W/m oC); A adalah luas permukaan tegak lurus
terhadap arah laju panas (m2); �� adalah beda temperatur (oC); �� adalah

tebal material (m).

2.4.1.2 Konduksi Pada Satu Seri Bahan
Pada kondisi ini aliran panas dilewatkan pada bidang datar yang disusun
berlapis-lapis dengan bahan yang berbeda-beda. Contoh pada konstruksi
furnace, boiler.
A

B

C

T1
T2

q

q
T3
kA

kB

kC

��

��

��

T4

Gambar 2.6 Konduksi pada bahan tersusun seri[20]

Persamaan aliran panas pada seluruh bidang datar adalah:[19]
q cond =

ΔT menyeluruh
ΣR th

=R

ΔT

A +R B +R c

=

T 1 −T 4
ΔxA ΔxB ΔxC
+
+
k A .A k B .A k c .A

[W]…........................(2.9)

Pada keadaan steady state, panas yang masuk pada sisi muka sebelah kiri
harus sama dengan panas yang meninggalkan sisi muka sebelah kanan,
q input = q output , sehingga q = qA = qB = qC.
ΔT

q = ΣR =
th

ΔT A
RA

=

ΔT B
RB

=

ΔT C
RC

[W]…………………………..……...(2.10)

20
Universitas Sumatera Utara

2.4.1.3 Konduksi Pada Bahan yang Tersusun Seri dan Paralel
Dinding yang terdiri atas beberapa macam bahan yang dihubungkan seri
dan parallel dialiri panas. Perpindahan panas konduksi diasumsikan
berlangsung hanya pada satu arah (arah x).

T0

T1

T2

T3

T4
4a

2a
q

q
1

3

4b

2b
4c
Δ�1

Δ�2

Δ�3

Δ�4

Gambar 2.7 Konduksi pada bahan tersusun seri dan paralel[20]

Persamaan aliran panas konduksi untuk susunan seri dan parallel adalah:

q=

T 0 −T 4
Δx1
Δx2
Δx
Δx4
+
+ 3+
k 1 A 1 k 2a A 2a +k 2b A 2b k 3 A 3 k 4a A 4a +k 2b A 2b +k 2c A 2c

[W]……..…...(2.11)

2.4.1.4 Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh
Adalah merupakan aliran panas menyeluruh sebagai hasil gabungan
proses konduksi dan konveksi, disimbolkan dengan U (W/m2oC).[18]
Pada gambar 2.7, laju perpindahan panasnya dapat dirumuskan sebagai
berikut:
q = UAΔTmenyeluruh

[W]……………………………...…………..(2.12)

21
Universitas Sumatera Utara

dimana koefisien perpindahan panas menyeluruh dapat dinyatakan dengan:
U=

1

[oC/W]…......……………………………………….(2.13)

1 Δx 1
+ +
h1 k h2

Sehingga laju perpindahan panas keseluruhan untuk susunan seri menjadi:
q=

1
h 1A

T A −T B



Δx
kA

1
h 2A

+

[W]……………..……………………………...(2.14)

2.4.2 Konveksi
Perpindahan panas konveksi adalah perpindahan panas antara permukaan
padat yang berbatasan dengan fluida mengalir. Fluida di sini bisa dalam fasa
cair atau fasa gas. Syarat utama mekanisme perpindahan panas konveksi adalah
adanya aliran fluida.[4]

Aliran Udara

Qc

Aliran Udara

Gambar 2.8 Perpindahan Panas Konveksi dari Permukaan Pelat[4]

Secara matematik perpindahan panas konveksi pada permukaan pelat rata dapat
dirumuskan dengan persamaan berikut ini:[18]
q conv = hAs (Ts − T∞ )

[W]………...…………..………………….(2.15)

dimana: qconv adalah laju aliran panas konveksi (W); h adalah koefisien konveksi
(W/m2oC); As adalah luas permukaan bidang (m2); Ts adalah temperatur
permukaan pelat (oC); �∞ adalah temperatur lingkungan (oC).

22
Universitas Sumatera Utara

2.4.2.1 Konveksi Paksa (Forced Convection)
Proses konveksi jenis ini terjadi jika terdapat alira fluida yang bekerja di
atas permukaan, misalnya oleh kipas angin.
a. Aliran di atas pelat rata

Gambar 2.9 Berbagai daerah aliran lapisan batas di atas pelat rata [19]
Pengelompokan aliran yang mengalir di atas pelat diketahui dari bilangan
Reynold:[19]
Re =

U ∞ .x

=

.U ∞ .x

………………………………………………..(2.16)


dimana: �∞ adalah kecepatan aliran bebas; x jarak dari tepi depan; � = �

adalah viskositas kinematik. Untuk aliran laminar Re 4 � 106 .

Untuk aliran laminar Re =
2300

Re

U m .D

=

.U m .D

< 2300. Untuk aliran transisi

10000. Untuk aliran turbulen R e > 10000.

Gambar 2.10 Aliran dalam tabung[1]

23
Universitas Sumatera Utara

2.4.2.2 Konveksi Alami (Natural Convection)
Konveksi jenis ini terjadi karena proses pemanasan yang menyebabkan
fluida berubah densitasnya (kerapatannya) dan bergerak naik. Gerakan fluida
dalam konveksi bebas terjadi karena gaya buoyancy (apung) yang dialaminya
apabila kerapatan fluida di dekat permukaan perpindahan kalor berkurang
sebagai

akibat

proses

pemanasan.[19]

Bilangan

Grashof

merupakan

perbandingan antara gaya buoyancy terhadap gaya viskositas fluida.
��� =

�� (�� −�∞ )�3�
�2

…………………………………………..………..(2.17)

dimana: g adalah percepatan gravitasi (m/s2); � adalah koefisien ekspansi
1

volume, 1/K (� = � untuk gas ideal); Ts adalah temperatur permukaan (oC);
�∞ adalah temperatur fluida yang bergerak di sekitar permukaan ( oC); Lc
adalah karateristik panjang dari bentuk geometri (m); � adalah viskositas
kinematik (m2/s).

Tabel 2.4 Korelasi empiris bilangan Nusselt rata-rata yang terjadi pada
permukaan proses konveksi bebas[19]

24
Universitas Sumatera Utara

(sambungan Tabel 2.4)

2.4.3 Radiasi
Perpindahan panas radiasi adalah panas yang dipindahkan dengan cara
memancarkan gelombang elektromagnetik. Radiasi tidak memerlukan medium
perpindahan panas. Misalnya sinar matahari yang sampai ke permukaan bumi.
[4]

Untuk menghitung laju perpindahan panas radiasi antara permukaan plat

dengan lingkungannya seperti pada gambar 2.8 digunakan persamaan berikut:
qr =

A(T24 − T34 )

[W] ……………………………...…………....(2.18)

dimana � adalah emisivitas permukaan plat (0

1), � adalah konstanta

Stefan-Boltzmann = 5,67 x10-8 W/m2K4, T2 dan T3 adalah temperatur pelat dan

temperatur lingkungan (K).
Segala sesuatu yang terkena pancaran matahari, konstan menerima energi
radiasi. Secara tidak langsung ini berarti setiap benda yang terkena cahaya

25
Universitas Sumatera Utara

matahari, akan menerima radiasi dari segala arah sepanjang masih terpancar
oleh cahaya matahari. Jumlah energi radiasi yang diterima suatu permukaan
dalam interval waktu tertentu disebut dengan irradiation / incident radiation .
Ketika radiasi sampai ke permukaan, sebagian dari energi itu akan diserap,
sebagian lagi di transmisikan, dan sisanya di refleksikan [19]. Energi radiasi yang
di serap di sebut dengan absorbtivitas (α ), yang di transmisikan di sebut dengan
transimitas (τ) dan energi radiasi yang di pantulkan di sebut reflektivitas ( �).
absorbvitas = α =
transimitas = τ =

Radiasi Absorbsi
Incident Radiation

Radiasi transimitas

reflectivitas = ρ =

Incident Radiation
Radiasi reflectivitas
Incident Radiation

0 α

0 τ

0

1
1

ρ

1

Gambar 2.11 Pola absorpsi[19]

2.5 Prinsip Dasar Sistem Pendingin Adsorpsi
Siklus

pendingin

adsorpsi

berlangsung

dengan

penyerapan

refrigeran/adsorbat dalam fasa uap ke dalam adsorben pada tekanan rendah,
kemudian refrigeran yang terserap pada adsorben didesorpsi dengan memberikan
panas pada adsorben.[7]

26
Universitas Sumatera Utara

Bentuk sederhana siklus pendingin adsorpsi ditunjukkan pada gambar 2.12.
Tekanan naik

Desorpsi

(b)

Kondensasi/panas

Tekanan rendah

dilepas ke

panas

Tekanan tinggi

lingkungan

(a)

(c)

Adsorben dingin

Adsorben panas Refrigeran cair
Tekanan rendah
(d)
Adsorpsi
Evaporasi/panas
diserap ke
lingkungan

Gambar 2.12 Prinsip dasar adsorpsi-desorpsi[21]

Pada awalnya sistem dikondisikan pada tekanan dan temperatur rendah. Dua
buah botol labu (vessel) yang berhubungan, dimana pada labu pertama terdapat
adsorben (karbon aktif) yang mengandung adsorbat berkonsentrasi tinggi
sedangkan pada labu kedua terdapat adsorbat dalam fasa uap (gambar 2.12a).
Labu pertama dipanaskan, sehingga tekanan dan temperatur sistem meningkat dan
menyebabkan kandungan adsorbat yang ada di dalam adsorben berkurang atau
menguap. Proses berkurangnya kandungan adsorbat pada adsorben pada kasus ini
disebut proses desorpsi (gambar 2.12b).
Adsorbat yang menguap kemudian terkondensasi dan mengalir ke botol labu
yang kedua, disini panas dilepaskan ke lingkungan dimana tekanan sistem masih
tinggi (gambar 2.12c). Pemanasan pada botol labu pertama dihentikan, lalu pada

27
Universitas Sumatera Utara

botol labu pertama terjadi perpindahan panas ke lingkungan sehingga tekanan dan
temperatur sistem menjadi rendah. Tekanan dan temperatur sistem yang rendah
menyebabkan adsorbat cair pada botol labu yang kedua menguap dan terserap ke
botol labu pertama yang berisi adsorben. Proses terserapnya adsorbat ke adsorben
pada kasus ini disebut adsorpsi. Proses adsorpsi menghasilkan efek pendinginan
yang terjadi pada botol labu yang kedua, dimana pada tekanan rendah panas dari
lingkungan diserap untuk menguapkan adsorbat (gambar 2.12d) sampai sistem
kembali ke kondisi awal dimana pada botol labu yang pertama berisi adsorben
dengan kandungan adsorbat berkonsentrasi tinggi dan pada botol labu kedua
terdapat adsorbat dalam fasa gas.

2.6 Siklus Ideal Sistem Pendingin Adsorpsi
Adsorpsi dan desorpsi merupakan suatu proses yang dapat berlangsung
secara reversibel.[6] Adsorpsi merupakan proses exothermic dimana adsorben dan
adsorbat melepaskan panas sehingga penurunan pergerakan molekul adsorbat
yang mengakibatkan adsorbat menempel pada permukaan adsorben dan
membentuk suatu lapisan tipis.
Ketika panas diberikan kepada sistem tersebut maka pergerakan molekul
adsorbat akan meningkat sehingga jumlah panas tertentu akan menghasilkan
energi kinetik molekul adsorbat yang cukup untuk merusak gaya van der Walls
antara adsorben dan adsorbat. Proses pelepasan adsorbat dari adsorben disebut
sebagai proses desorpsi, dimana proses ini membutuhkan energi panas sehingga
disebut proses endothermic . Jumah adsorbat yang terkandung di dalam adsorben
dapat digambarkan oleh garis isoters pada diagram tekanan vs temperatur (Ln P

28
Universitas Sumatera Utara

vs -1/T) seperti pada gambar 2.13 di bawah ini:

LnP

Saturation Curve

ISOTERS

-1/T
Gambar 2.13 Diagram tekanan vs temperatur pada garis isoters. [7]

Siklus mesin pendingin adsorpsi tidak membutuhkan energi mekanis,
melainkan membutuhkan energi panas. Pada saat mesin pendingin beroperasi,
beberapa proses yang terjadi pada adsorber yang melibatkan proses endothermic
dan exothermic . Proses endothermic berlangsung selama proses pemanasan
(peningkatan tekanan) dan proses pemanasan-desorpsi-kondensasi, sedangkan
proses exothermic berlangsung selama proses pendinginan (penurunan tekanan)
dan proses pendinginan-adsorpsi-evaporasi. Keempat proses tersebut membentuk
suatu siklus yang digambarkan oleh diagram Clapeyron ideal seperti pada gambar
2.14.

29
Universitas Sumatera Utara

LnP
Desorpsi

Kondensasi

Pkon
C

B

Adsorpsi

Peva E Evaporasi A
Tevap

D

Tkond TA

F

TB TF

TD

Gambar 2.14 Diagram Clapeyron Ideal[1][22]
Keempat proses tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1. Proses pemanasan (pemberian tekanan)
Selama proses ini, tidak ada aliran metanol yang masuk maupun keluar
dari adsorber. Adsorber menerima panas sehingga temperature adsorber
meningkat dan diikuti oleh peningkatan tekanan dari tekanan evaporasi
menjadi tekanan kondensasi. Proses ini sama seperti proses kompresi pada

Condenser

Qin

Adsorber

sistem pendingin mekanik. Proses ini diilustrasikan pada gambar 2.15.

Katup
Evaporator

Gambar 2.15 Proses pemanasan[7]

30
Universitas Sumatera Utara

2. Proses pemanasan-desorpsi-kondensasi
Selama periode ini, adsorber terus dialiri panas sehingga adsorber terus
mengalami peningkatan dan temperature yang menyebabkan timbulnya uap
desorpsi. Sementara itu, katup aliran ke kondensor dan evaporator dibuka
sehingga adsorbat dalam bentuk gas mengalir ke kondensor untuk
mengalami proses kondensasi. Kalor laten pengembunan adsorbat diserap
oleh media pendingin pada kondensor. Siklus ini sama dengan siklus
kondensasi pada sistem pendingin mekanik. Proses ini diilustrasikan pada

Condenser

Qin

Adsorber

gambar 2.16.

Katup
Evaporator

Gambar 2.16 Proses pemanasan-desorpsi-kondensasi[7]

3. Proses pendinginan (penurunan tekanan)
Selama periode ini, tidak ada aliran metanol yang masuk maupun
keluar dari adsorber. Adsorber melepaskan panas dengan cara didinginkan
sehingga temperature di adsorber turun dan diikuti penurunan tekanan
kondensasi ke tekanan evaporasi. Proses ini sama seperti proses ekspansi
pada sistem pendingin mekanik. Proses ini diilustrasikan seperti pada
gambar 2.17.

31
Universitas Sumatera Utara

Condenser

Adsorber

Qout

Katup
Evaporator

Gambar 2.17 Proses pendinginan[7]
4. Proses pendinginan-adsorpsi-evaporasi
Selama periode ini, adsorber terus melepaskan panas sehingga
adsorber terus mengalami penurunan temperature dan tekanan yang
menyebabkan timbulnya uap adsorpsi. Sementara itu, katup aliran dari
evaporator ke adsorber dibuka sehingga adsorbat dalam bentuk uap mengalir
dari evaporator ke adsorber. Adsorbat dalam bentuk uap dihasilkan dari
proses penyerapan kalor oleh adsorbat dari lingkungan sebesar kalor laten
penguapan adsorbat tersebut. Proses ini berlangsung pada temperature

Condenser

Qout

Adsorber

saturasi yang rendah pula. Proses ini diilustrasikan pada gambar 2,18.

Katup
Evaporator

Gambar 2.18 Proses pendinginan-adsorpsi-evaporasi[7]

32
Universitas Sumatera Utara

2.7 Mesin Pendingin Siklus Adsorpsi
2.7.1 Komponen Utama Mesin Pendingin Siklus Adsorpsi
2.7.1.1 Kolektor Surya
Kolektor surya adalah salah satu alat penukar kalor (heat exchanger)
yang khusus untuk mengubah bentuk (transforms) energi radiasi matahari
menjadi energi panas.[5] Ketika cahaya matahari menimpa absorber pada
kolektor, sebagian cahaya akan dipantulkan kembali ke lingkungan,
sedangkan sebagian besar akan diserap dan dikonversi menjadi energi panas,
lalu panas tersebut kemudian dimanfaatkan guna berbagai aplikasi. [21]
Kolektor surya yang pada umumnya memiliki komponen-komponen
utama, yaitu :[5]
1. Cover, berfungsi untuk mengurangi rugi panas secara konveksi menuju
lingkungan
2. Absorber adalah bagian kolektor yang berfungsi untuk menyerap energi
radiasi matahari.
3. Kanal, berfungsi sebagai saluran transmisi fluida kerja .
4. Isolator, berfungsi meminimalisasi kehilangan panas secara konduksi
dari absorber menuju lingkungan
5. Frame, berfungsi sebagai struktur pembentuk dan penahan beban
kolektor
Terdapat tiga jenis kolektor surya yang diklasifikasikan ke dalam Solar
Thermal

Collector

System

dan

juga

memiliki

korelasi

dengan

pengklasifikasian kolektor surya berdasarkan dimensi dan geometri dari
receiver yang dimilikinya, yaitu:[5]

33
Universitas Sumatera Utara

a. Kolektor Surya Pelat Datar (Flat-Plate Collector)
b. Concentrating Solar Collectors/ Compound Parabolic Collector (CPC)
c. Evacuated Tube Collectors

Pada penelitan ini, kolektor yang digunakan adalah kolektor surya pelat
datar (flat-plate collector). Tipe ini dirancang untuk aplikasi yang
membutuhkan energi panas pada temperatur di bawah 100°C. Spesifikasi tipe
ini dapat dilihat dari absorber-nya yang berupa pelat datar yang terbuat dari
material dengan konduktivitas termal tinggi, dan dilapisi dengan cat berwarna
hitam. Kolektor pelat datar memanfaatkan radiasi matahari langsung dan
terpencar (beam dan diffuse), tidak membutuhkan pelacak matahari, dan
hanya membutuhkan sedikit perawatan. Aplikasi umum kolektor tipe ini
antara lain digunakan untuk pemanas air, pemanas gedung, pengkondisian
udara, dan proses panas industri. Komponen penunjang yang terdapat pada
kolektor pelat datar antara lain; transparent cover , absorber, insulasi, dan
kerangka

Gambar 2.19 Kolektor surya pelat datar sederhana[23]

34
Universitas Sumatera Utara

2.7.1.2 Kondensor
Kondensor adalah salah satu jenis alat penukar kalor (heat exchanger)
yang berfungsi untuk mengkondensasikan fluida kerja dengan cara membuang
kalor ke lingkungan dengan bantuan fluida pendingin sehingga uap refrigeran
akan mengembun dan berubah fasa dari uap ke cair.[24] Sebelum masuk ke
kondensor refrigeran berupa uap yang bertemperatur dan bertekanan tinggi,
sedangkan setelah keluar ari kondensor refrigeran berupa cair jenuh dan
bertemperatur lebih rendah tetapi dengan tekanan sama (tinggi) seperti
sebelum masuk ke kondensor.
Berdasarkan jenis media pendingin yang digunakan, kondensor dibagi
menjadi tiga jenis yaitu:
a. Kondensor berpendingin air (water cooled condenser)
Kodensor berpendingin air dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu:
- Kondensor yang air pendinginnya dibuang langsung
- Kondensor yang air pendinginnya disirkulasikan kembali
b. Kondensor berpendingin udara (air cooled condenser)
Ada dua metode mengalirkan udara pada jenis ini, yaitu konveksi
alamiah dan konveksi paksa dengan bantuan kipas. Konveksi secara alamiah
mempunyai laju aliran udara yang melewati kondensor sangat rendah, karena
hanya mengandalkan kecepatan angin yang terjadi saat itu. Kondensor yang
menggunakan

bantuan

kipas

angin

dalam

mensirkulasikan

media

pendinginnya dikenal sebagai kondensor berpendingin udara konveksi paksa.

35
Universitas Sumatera Utara

c. Kondensor evaporatif (evaporative condenser)
Kondensor evaporative pada dasarnya adalah kombinasi kondensor yang
menggunakan air dan udara sebagai media pendinginnya.

2.7.1.3 Evaporator
Pada prinsipnya, evaporator hampir sama dengan kondensor, yaitu samasama alat penukar kalor yang fungsinya mengubah fasa refrigeran. Bedanya,
jika pada kondensor refrigeran berubah fasa dari uap menjadi cair, maka pada
evaporator refrigeran berubah fasa dari cair menjadi uap. [25] Perbedaan
berikutnya, sebagai komponen pada siklus refrigerasi, pada evaporator lah
sebenarnya tujuan itu tercapai. Artinya jika pada kondensor fungsinya hanya
membuang panas ke lingkungan, maka pada evaporator panas harus diserap
untuk menyesuaikan dengan beban pendingin di ruangan.
Berdasarkan cara evaporator mengambil beban pendingin dari ruangan,
sistem pendingin dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu direct cooling sistem
dan indirect cooling sistem.

2.7.2 Total Energi Radiasi Matahari yang Diterima Kolektor
Total energi panas radiasi yang diterima oleh suatu permukaan kolektor,
Qit, dapat ditentukan dengan persamaan berikut:[26]

Q it = Gi Ac

[J]……………………………...……..………………..(2.19)

dimana Gi adalah fluks energi radiasi matahari (J/m2) dan Ac adalah luas
permukaan area kolektor (absorber) yang terpapar sinar matahari (m2).

36
Universitas Sumatera Utara

2.7.3 Energi Panas Radiasi yang Digunakan Kolektor
Energi panas radiasi yang digunakan kolektor, Qic, merupakan energi yang
digunakan kolektor atau yang diserap adsorben (karbon aktif) untuk menaikkan
temperaturnya dan selanjutnya digunakan untuk melepaskan/mendesorpsi
adsorbat (metanol).[26] Energi panas aktual yang digunakan kolektor, Qic, dapat
dihitung dengan persamaan berikut:
Q ic = mac Cpac + mr Cpr ΔTg + mr hsg

[J]……………..………..(2.20)

dimana: mac adalah massa karbon aktif (kg); Cpac adalah panas jenis karbon aktif
(J/kgoC); mr adalah massa metanol (kg); Cpr adalah panas jenis metanol
(J/kgoC); �Tg adalah temperatur pemanasan kolektor maksimal; mr hsg adalah
energi panas laten metanol (J).

2.7.4 Kapasitas Kalor Pendinginan
Kapasitas kalor pendinginan, Quc, merupakan jumlah kalor yang diserap
dari air untuk menurunkan temperaturnya selama proses adsorpsi berlangsung.
[26]

Jumlah air, mw, yang akan didinginkan di dalam wadah air bersentuhan

dengan evaporator dan akan mengalami perubahan temperatur ∆Tw, jika air
mencapai temperatur pembekuan, maka sejumlah es, mi, akan dihasilkan. Jika
semua air membeku, es akan mengalami perubahan temperatur , ∆Ti (dalam
kasus ini, mw = mi). Kapasitas kalor pendinginan, Quc (useful cooling),, dapat
dievalusi dengan persamaan berikut: [13]
��� = �� ��� ��� + �� ��� + �� ��� ���

[J]………………………(2.21)

37
Universitas Sumatera Utara

dimana mw adalah massa air (kg); Cpw adalah panas jenis air (J/kgoC); �Tw
adalah penurunan temperatur air (oC); mi adalah massa es yang terbentuk (kg),

hsf adalah panas laten es (kJ/kg); C pi adalah panas jenis es (J/kgoC); �Ti adalah

penurunan temperatur es (oC).

2.7.5 Efisiensi Termal Kolektor Surya
Efisiensi termal kolektor surya dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut:[26]

=

Q ic
Q it

……………………....……………………….………….(2.22)

dimana Qic adalah energi panas yang digunakan kolektor (J); Qit adalah energi
panas total yang diterima kolektor (J).

2.7.6 Performansi Mesin Pendingin Siklus Adsorpsi Tenaga Surya
Performansi suatu mesin pendingin siklus adsorpsi ditunjukkan oleh
koefisien performansi (COP). Koefisien performansi (COP) dapat dievaluasi
melalui persamaan berikut:[26]


Koefisien performansi siklus aktual, COP uc:
COPuc =

Quc
Qic

………………...………………..………………..……(2.23)


Koefisien performansi sistem keseluruhan:
COPuo =

Q uc
Q it

…………………………………………………...…..(2.24)

Tabel 2.5 COP hasil penelitian sebelumnya
Peneliti

Tipe Kolektor

Pasangan Adsorben-Adsorbat

COPuo(COPs)

38
Universitas Sumatera Utara

M.Pons,
Guilleminot J.J [1]
Tulus B.Sitorus,
dkk [3]
E.E Anyanwu.
C.I.Ezeckwe [26]
P.H.Grenier, dkk

Pelat Datar (6 m2)

Karbon aktif – metanol

0.12

Pelat Datar (0.25 m2)

Karbon aktif – metanol

0.028 - 0.064

Pelat Datar (1.2 m2)

Karbon aktif – metanol

0.007 –
0.015

[27]

Pelat Datar (20 m2)

Karbon aktif – metanol

0.10

Sakoda A,
M.Suzuki [28]

Pelat Datar (0.4 m2)

Karbon aktif – metanol

0.113 –
0.193

M. Li, dkk [29]

Pelat Datar (0.75 & 1.5
m2)
Pelat Datar (12 m2)

Karbon aktif – metanol

0.12 & 0.14

Karbon aktif – metanol

0.23

A. Mahesh

[30]

2.8 Analisis Korelasi dan Persamaan Regresi
Analisis korelasi dilakukan untuk menunjukkan besarnya keeratan hubungan
antara dua variabel acak yang masing-masing memiliki skala pengukuran minimal
interval dan berdistribusi bivariat. Bila analisis korelasi hanya mencakup dua
variabel X dan Y maka disebut analisis korelasi linier sederhana (simple linear
correlation), namun bila mencakup lebih dari dua variabel maka dinamakan

analisis korelasi linier berganda (multiple linier correlation) . Persamaan statistika
untuk korelasi dirumuskan sebagai berikut:[3][31]
rxy =

n ni=1 X i Y i − ni=1 X i ni=1 Y i

n X2−
n i=1
i

n X 2
i=1 i

n ni=1 Y 2i −

n Y 2
i=1 i

…………………………….……(2.25)

Koefisien korelasi yang dirumuskan seperti itu disebut koefisien korelasi
Pearson atau koefisien korelasi product moment. Besar r adalah − 1 ≤ r xy ≤ + 1.

Tanda + menunjukkan pasangan X dan Y dengan arah yang sama, sedangkan
tanda − menunjukkan pasangan X dan Y dengan arah yang berlawanan. r xy yang
besarnya semakin mendekati 1 menunjukkan hubungan X dan Y cenderung sangat
erat.

Jika mendekati 0 hubungan X dan Y cenderung kurang kuat. r xy = 0

menunjukkan tidak terdapat hubungan antara X dan Y. Apabila ternyata analisis

39
Universitas Sumatera Utara

korelasi menunjukkan hubungan yang cukup kuat maka analisis dilanjutkan ke
sistem analisis regresi.
Secara umum regresi linier terdiri dari dua jenis yaitu regresi linier
sederhana yaitu dengan satu buah variabel bebas dan satu buah variabel terikat
dan regresi linier berganda dengan beberapa variabel bebas dan satu buah variabel
tidak bebas. Dalam analisis regresi akan dikembangkan sebuah persamaan regresi
yaitu persamaan matematika yang mencari nilai variabel terkait dari nilai variabel
bebas yang diketahui. Karena pada penelitian ini terdapat tiga variabel bebas yaitu
intensitas radiasi matahari, kelembapan udara, dan temperatur lingkungan maka
yang digunakan adalah persamaan regresi berganda. Persamaan regresi berganda
memiliki bentuk persamaan: Y = a + b1 X1 + b2 X 2 + b3 X3 . Nilai koefisien a,
b1,b2 dan b3 dapat diperoleh dengan menggunakan aturan-aturan matriks. Dalam

analisis regresi, koefisien korelasi yang dihitung tidak untuk diartikan sebagai
ukuran keeratan hubungan variabel bebas (X) dan variabel tidak bebas (Y), sebab
dalam analisis regresi asumsi normal bivariat tidak terpenuhi. Untuk itu, dalam
analisis regresi agar koefisien korelasi yang diperoleh dapat diartikan maka
dihitung indeks determinasinya, yaitu hasil kuadrat dari koefisien korelasi:
R2 = (rxy )2 …………………………………………………………….(2.26)
Indeks determinasi yang diperoleh tersebut digunakan untuk menjelaskan
persentase variasi dalam variabel tidak bebas (Y) yang disebabkan oleh
bervariasinya variabel bebas (X).

Hal ini untuk menunjukkan bahwa variasi

dalam variabel tak bebas (Y) tidak semata-mata disebabkan oleh bervariasinya
variabel bebas (X), bisa saja variasi dalam variabel tak bebas tersebut juga

40
Universitas Sumatera Utara

disebabkan oleh bervariasinya variabel bebas lainnya yang mempengaruhi
variabel tak bebas tetapi tidak dimasukkan dalam model persamaan regresinya.

41
Universitas Sumatera Utara