Analisis Perbandingan Efisiensi Penggunaan Baja Ringan Pada Tiga Jenis Tipe Rangka Atap

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Dalam konstruksi baja dewasa ini, ada dua kelompok utama yang menjadi
pembagian dalam struktural. Yang pertama adalah baja konvensional, dan yang
kedua adalah baja ringan. Penggunaan baja ringan sedang berkembang pada
zaman sekarang ini dalam segi konstruksi struktur atap .
Struktur bangunan terdiri dari struktur bawah dan struktur atas. Struktur
bawah yaitu pondasi dan struktur atas yaitu dari sloof sampai atap. Konstruksi
atap adalah bagian paling atas dari suatu bangunan, permasalahan konstruksi atap
tergantung pada luasnya ruang yang harus dilindungi, bentuk dan konstruksi yang
dipilih, dan lapisan penutupnya.
Struktur rangka atap adalah salah satu bagian penting dalam konstruksi
bangunan. Royani (2011) berpendapat bahwa, struktur atap adalah bagian
bangunan yang menahan atau mengalirkan beban-beban dari atap. Struktur atap
terbagi menjadi rangka atap dan penopang rangka atap. Rangka atap berfungsi
menahan beban dari bahan penutup atap sehingga umumnya berupa susunan
balok-balok (dari kayu/bambu/ baja) secara vertikal dan horizontal kecuali pada
struktur atap dan beton. Berdasarkan posisi inilah maka muncul istilah gording,
kasau, dan reng.
Setiap susunan rangka batang struktur atap haruslah merupakan satu

kesatuan bentuk yang kokoh yang nantinya mampu memikul beban yang bekerja
padanya tanpa mengalami perubahan (Wicaksono, 2011). Untuk merancang atap

5
Universitas Sumatra Utara

yang kuat dan berkualitas, struktur atapnya juga harus kuat dan awet tanpa
melupakan faktor iklim. Adapun faktor-faktor yang menunjang kekuatan struktur
atap menurut Danang (2007) adalah:
a. Jenis material yang digunakan
Bahan material yang akan digunakan untuk struktur atap yang kuat harus
memiliki sifat awet, ringan dan presisi. Atapn dikatakan kuat bila mampu
menahan besarnya beban yang bekerja pada stuktur atap tersebut.
b. Bentuk atap
Bentuk atap harus mampu menahan derasnya air hujan, sengatan matahari dan
kuatnya dorongan angin. Bentuk atap harus disesuaikan pula dengan ketinggian
bangunan. Semakin tinggi sebuah bangunan maka akan semakin kuat tekanan
angin pada atap sehingga haus disesuaikan dengan kemiringan atapnya pula.
c. Proses pengerjaan
Pengerjaan atap harus melaui pertimbangan dan persyaratan yang telah

ditentukan sesuai dengan karakteristik bahan yang akan digunakan.
Karakteristik tersebut antara lain bentangan dan detail pada sambungan.

Rangka atap baja ringan memiliki kelebihan dan kekurangan di
bandingkan dengan baja konvensional,maka daripada itu disini akan dibahas
mengenai hal – hal tersebut.Selain itu menurut poin ke dua dari faktor – faktor
yang disebutkan di atas , bentuk atap turut mempengaruhi struktur atap . Oleh
karena itu disini juga akan di bahas mengenai ketiga struktur atap yang menjadi
bahan fokus perbandingan penelitian ini . . Untuk keperluan Tugas Akhir ini,

6
Universitas Sumatra Utara

struktur baja ringan yang akan dianalisis didesain menurut Standar Nasional
Indonesia (SNI) 7971:2013.
2.2 Baja Ringan ( Cold-formed Steel)
Profil baja ringan adalah komponen yang berkualitas struktural dari
lembaran baja yang dibentuk model tertentu dengan proses press-braking atau
roll forming (Gambar 2.1). Suhu tidak diperlukan dalam proses pembentukan
(tidak seperti baja hot-rolled), oleh sebab itu disebut cold-formed. Biasanya

baja cold-formed merupakan komponen yang tipis, ringan, mudah untuk
diproduksi, dam murah dibandingkan baja hot-rolled (Mutawalli, 2007).

Gambar 2.1 Proses pembentukan profil baja (Sumber : www.anekaroll.com)
2.3 Sejarah Baja Ringan ( Cold-formed Steel)
Riset tentang baja cold-formed untuk bangunan dimulai oleh Prof. George
Winter dari Universitas Cornell mulai tahun 1939. Berdasarkan riset-riset beliau
maka dapat dilahirkan edisi pertama tentang “Light Gauge Steel Design Manual”
tahun 1949 atas dukungan AISI (American Iron and Steel Institute) (Wei-Wen
Yu, 2000). Sejak dikeluarkan peraturan tersebut atau lebih dari lima dekade ini,
7
Universitas Sumatra Utara

maka pemakaian material baja canai dingin semakin berkembang untuk
konstruksi bangunan, mulai struktur sekunder sampai struktur utama, misalnya
untuk balok lantai, rangka atap dan dinding pada bangunan industri, komersial
maupun rumah tinggal.
Proses pembebanan diluar elastic range menyebabkan perubahan dalam
daktilitasnya yang berguna, jika digunakan dalam temperatur atmosfir. Proses
semacam ini dikebal sebagai Cold Work (Oentoeng, 2000). Baja ringan atau light

weight steel adalah komponen struktur baja dari lembaran atau pelat baja dengan
proses pengerjaan dingin kemudian diproses kembali komposisi atom dan
molekulnya (Irfan dkk., 2013). Potongan penampang, konfigurasi, proses
manufaktur dan fabrikasi cold-formed steel berbeda dengan baja konvensional.
Pada produksi cold-formed steel, baja dibentuk sedemikian rupa dalam suhu
ruangan dengan menggunakan bending brakes, press brake, dan roll-forming
machines. Baja canai dingin semakin populer digunakan sebagai alternatif
pengganti kayu dan baja karena kelebihan yang dimilikinnya.
Pada baja cold-formed, pengaruhbentuk geometri penampang sangat besar
terhadap perilaku dan kekuatannya dalam memikul beban. Adanya perubahan
bentuk yang sedikit saja dari penampangnya maka kekuatan elemen struktur
tersebut akan berbeda sama sekali termasuk juga perilaku tekuknya. Pemberian
sedikit tekukan pada profil sehingga menjadi penampang corrugated maka
kinerjanya

mengalami

peningkatan

yang


signifikan

dibanding

perilaku

penampang pelat datar. Hal tersebut mengakibatkan proses perencanaannya relatif
lebih rumit dibanding proses perencanaan baja canai panas.

8
Universitas Sumatra Utara

Baja ringan (cold-formed atau cold-rolled) adalah jenis baja yang terbuat
dari logam campuran yang terbuat dari logam campuran yang terdiri atas beberapa
unsur metal, dibentuk setelah dingin dengan memproses kembali komposisi atom
dan molekulnya, sehingga menjadi baja yang lebih ringan dan fleksibel. Produk
baja ringan di pasaran Indonesia dilapisi oleh dua komposisi bahan, yaitu
galavanis dan zincalume. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan masingmasing.
2.4 Kelebihan dan Kekurangan Rangka Atap Baja Ringan

Penggunaan baja ringan sebagai struktur rangka kuda-kuda dan rangka
atap memiliki kelebihan dan kekurangan, adapun kelebihannya antara lain:
1. Karena bobotnya yang ringan maka beban yang harus ditanggung oleh
struktur di bawahnya lebih rendah.
2. Baja ringan bersifat tidak mudah terbakar.
3. Baja ringan hampir tidak memiliki nilai muai dan susut.
4. Tahan terhadap karat, rayap serta perubahan cuaca dan kelembaban.
5. Proses desain menggunaan program komputer sesuai dengan pabrikator
atau distributor baja ringan tersebut, tetapi pada umumnya masih
menggunakan program komputer SAP 2000.
6. Pemasangan relatif mudah dan cepat.
7. Tidak memerlukan pengecatan.

9
Universitas Sumatra Utara

Sedangkan kekurangannya adalah :
1. Rangka atap baja rigan kurang menarik apabila tidak diberi plafon.
2. Apabila ada salah satu bagian struktur yang salah hitung, maka akan
mempengaruhi bagian lainnya.

3. Rangka atap baja ringan tidak sefleksibel kayu yang dapat dibentuk.
2.5. Detail Rangka Atap Baja Ringan
Rangka atap baja ringan merupakan sistem struktur yang berfungsi untuk
menopang/menyangga penutup atap, dengan elemen-elemen pokok yang terdiri
dari: kuda-kuda (truss), dan reng (roof batten). Truss merupakan struktur rangka
batang (kuda-kuda) sebagai penyangga utama rangka atap, yang terdiri dan batang
utama luar (chords) dan batang dalam (webs), dan yang berfungsi untuk menahan
gaya aksial (tarik dan tekan), maupun momen lentur. Berikut gambar salah satu
contoh struktur kuda-kuda baja ringan:

Gambar 2.2. Struktur kuda-kuda baja ringan
Dalam perakitan struktur rangka atap baja ringan, perlu diperhatikan
ketentuan pemilihan dan pemasangan alat sambung agar diperoleh sistem struktur

10
Universitas Sumatra Utara

yang stabil, kuat, dan tidak merusak lapisan anti karat. Alat sambung yang
digunakan biasanya berupa sekrup.
Menurut Wei Wen Yu (2000), fenomena khas konstruksi baja canai

dingin yang perlu dipertimbangkan dalam desain, sebagai berikut :
1.

Tekuk lokal dan kekuatan pasca tekuk
Elemen struktur baja ringan umumnya mempunyai tebal yang relatif
kecil sehingga mudah mengalami tekuk lokal (setempat) akibat tegangan
tekan meskipun kondisi masih elastis (belum mencapai tegangan leleh).
Tegangan tekan tersebut dapat timbul akibat gaya tekan, momen, gaya geser
atau tumpu. Jadi tekuk lokal menjadi kriteria penting dalam perencanaan.
Meskipun demikian, hal yang menaril bahwa elemenbaja ringan pada kondisi

tegangan tekuk teoritis belum tentu runtuh, dari hasil penelitian diketahui
bahwa elemen baja canai dingin tetap dapat memikul beban setelah pasca
tekuk.
Gambar 2.3. Tekuk lokal pada penampang langsing

11
Universitas Sumatra Utara

2. Kekakuan Torsi

Elemen struktur baja ringan umumnya langsing dan berupa penampang
terbuka sehingga mempunyai kekakuan torsi berbanding lurus terhadap
ketebalan (sebesar t3) sehingga kekuatannya relatif kecil terhadap torsi.
Kecuali itu bentuk profil C banyak dipakai pada baja canai dingin yang
shear-center nya berada di luar titik berat (center of gravity) penampang.
Kondisi tersebut menyebabkan tekuk lentur torsi menjadi faktor kritis dalam
perecanaan kolom.
3.

Pelat Pengaku (stiffner) pada elemen tekan
Sangat membantu meningkatkan tahanan terhadap tekuk, bentuk yang
dapat digunakan adalah pengaku tepi (edge stiffner) dan pengaku di tengah
(intermediate stiffner).

4.

Sifat- sifat properti yang bervariasi
Akibat adanya bagian yang berpengaku dan tidak berpengaku
mengakibatkan keseluruhan lebar penampang hanya akan efektif jika rasio
lebar atau jika gaya tekan bekerja kecil. Tetapi karena rasio lebar yang besar

maka bagian penampang berpengaku akan bekerja yang lebih efektif pada
saat tekuk lokal telah terjadi. Sebagai hasilnya, distribusi gaya tekan tidak
seragam pada keseluruhan penampang.Untuk itu maka properti penampang
didasarkan pada luas efektif.

12
Universitas Sumatra Utara

Gambar 2.4. Konsep lebar efektif penampang cold- formed
5. Sistem Sambungan
Pada sambungan baut, kelebihan bagian yang disambung relatif tpis
pada baja ringan dibanding baja biasa (hot-rolled). Baja cold-formed
berbentuk lembaran sheet atau strip sebaran yang sempit antara tegangan
leleh (fy) dan kuat tariknya (fu), sehingga perilaku sambungan baut berbeda
antara baja cold-formed dan hot-rolled, khususnya pada kekuatan tumpu dan
tegangan tarik.
6. Kekuatan Tumpu Ujung dari Baja Tipis
Tekuk pada badan menjadi masalah kritis cold-formed karena :
a. Pemakaian pelat pengaku pada tumpuan atau lokasi beban terpusat
adalah tidak praktis pada konstruksi cold-formed

b. Rasio tinggi badan relatif lebih besar dibanding profil hot-rolled
7. Batasan Ketebalan

13
Universitas Sumatra Utara

Yang paling penting adalah rasio lebar/tebal dari elemen tekan dan
satuan tegangan yang digunakan.
8. Perencanaan Plastis
Konstruksi cold-formed dianggap tidak dapat menghasilkan mekanisme
sendi plastis apabila dikategorikan sebagai penampang langsing yang tidak
memenuhi persyaratan.
2.6 Spesifikasi Rangka Atap Baja Ringan
Di pasaran Indonesia beredar profil baja ringan yang di bedakan
menjadi dua yaitu : profil C, ketebalan 0,75 mm dan 1 mm, digunakan pada
pabrikasi kuda-kuda (truss) dan profil U dengan ketebalan antara 0,4 mm
sampai 0,7 mm (idealnya 0,55 mm) yang biasa digunakan sebagai reng
(Topspan). Berat struktur baja ringan ±6-9 kg/m2 (Wicaksono, 2011).

Gambar 2.5. Jenis profil baja ringan
Baja yang digunakan adalah baja ringan tipe Zincalume G550 dengan
spesifikasi sebagai berikut :
Modulus elastisitas (E)

= 210.000 N/mm2

Modulus geser (G)

= 81.000 N/mm2

14
Universitas Sumatra Utara

Nisbah poisson (μ )

= 0,3

Tegangan leleh (fy)

= 550 MPa

Kekuatan tarik (fu)

= 550 MPa

2.7 Lapisan Antikarat Baja Ringan (Coating)
Baja tersusun dari besi (Fe) dan karbon (C) yang akan bereaksi jika bertemu
dengan air dan udara menghasilkan karat. Baja ringan mengalami hal yang sama
dengan baja pada umumnya. Karena itu, agar material ini awet atau tahan lama,
perlu diberi coating sebagai berikut :
1. Lapisan zinc (Z) atau seng
Lapisan ini kerap disebut galvanis dengan bahan seng. Jumlah massa
pelapis untuk lapisan coating ini bervariasi seperti Z125, Z175, Z225.
Adapun angka dibelakang Z menunjukkan ketebalan lapisan dalam satuan
gr/m2.
2. Lapisan aluminium dan zinc (AZ)
Sesuai namanya, lapisan ini tersusun atas aluminium dan seng. Sama
seperti lapisan Z, AZ juga memiliki jumlah massa pelapis yang beragam
seperti AZ50, AZ100, AZ150, AZ200. Angka dibelakang Z juga
menunjukkan ketebalan lapisan dalam satuan gr/m2. Penetapan kadar
ketebalan lapisan antikarat ini diperoleh berdasarkan uji tes pada
laboratorium sebelumnya.
3. Lapisan magnesium, aluminium, dan zinc (MAZ)

15
Universitas Sumatra Utara

Coating ini adalah coating yang dikembangkan oleh Jepang dengan
adanya tambahan unsur magnesium. Coating ini belum masuk ke pasaran
Indonesia.
2.8 Perencanaan Struktur Rangka Atap Baja Ringan
Struktur rangka atap baja ringan dianalisa berdasarkan SNI 7971 : 2013.
2.8.1 Pembebanan
Sesuai dengan SNI 7971:2013, struktur beserta komponen-komponen
strukturnya harus disesain terhadap aksi dan kombinasi aksi sesuai dengan
SNI 1727 (butir 1.6). Beban gempa diabaikan dalam perencanaan rangka atap
ini.
Kombinasi beban (SNI 1727:2013 butir 2)
1. 1,4D
2. 1,2D + 1,6L +0,5 (Lr atau S atau R)
3. 1,2D + 1,6 (Lr atau S atau R) + (L atau 0,5 W)
4. 1,2D + 1,0W + L + 0,5 (Lr atau S atau R)
5. 1,2D + 1,0E + L+ 0,2S
6. 0,9D + 1,0W
7. 0,9D + 1,0E
Keterangan:
D = beban mati
L = beban hidup
Lr = beban hidup atap
S = beban salju
R = beban hujan
16
Universitas Sumatra Utara

W = beban angin
E = beban gempa
Pengecualian:
1. Faktor beban pada L dalam kombinasi 3, 4, dan 5 diizinkan sebesar 0,5
untuk semua tingkat hunian bila Lo kurang dari atau sama dengan 100
psf (4,79 KN/m2), dengan pengecualian daerah garasi atau luasan yang
ditempati merupakan tempat pertemuan umum.
2. Dalam kombinasi 2, 4, dan 5, beban pendamping S harus diambil sebagai
salah satu beban atap rata bersalju atau beban atap miring bersalju.
Bila ada beban fluida F, kombinasi harus menyertakan faktor beban yang
sama seperti beban mati D pada kombinasi 1 sampai 5 dan 7.
Setiap keadaan batas kekuatan yang relevan harus diselidiki.
i.

Beban mati (D)
Beban mati adalah berat seluruh bahan konstruksi bangunan
gedung yang terpasang, termasuk dinding, lantai, atap, plafon,
tangga, dinding partisi tetap, finishing, klading gedung dan
komponen arsitektural dan struktural lainnya serta peralatan laya
terpasang lain termasuk berat keran. Dalam menentukan beban
mati untuk perancangan, harus digunakan berat bahan dan
konstruksi yang sebenarnya, dengan ketentuan bahwa jika tidak ada
informasi yang jelas, nilai yang harus digunakan adalah nilai yang
disetujui oleh pihak yang berwenang.

17
Universitas Sumatra Utara

ii. Beban hidup (L)
Beban yang diakibatkan oleh pengguna dan penghuni
bangunan gedung atau struktur lain yang tidak termasuk beban
konstruksi dan beban lingkungan, seperti beban angin, bebah hujan,
beban gempa, beban banjir, atau beban mati.
iii. Beban angin (W)
Beban angin adalah semua beban yang bekerja pada suatu
konstruksi yang disebabkan oleh selisih tekanan udara.
2.8.2 Lebar Efektif Penampang
Terdapat dalam SNI 7971 : 2013 butir 2.2. Penggunaan rumus lebar
efektif ditentukan berdasarkan bentuk penampang yang digunakan. Dari
bentuk dari setiap bagian pada profil, dihitunglah lebar efektif masing-masing
untuk mendapatkan luas efektifnya.
2.8.2.1 Lebar efektif untuk elemen dengan pengaku
a. Lebar efektif untuk pengaku yang mengalami tegangan tekan
merata
i.

Lebar efektif untuk perhitungan kapasitas
Untuk menentukan kapasitas penampang atau komponen
struktur, lebar efektif (be) dari elemen dengan pengaku yang
mengalami tekan merata harus ditentukan dari persamaan dibawah
ini:
untuk λ ≤ 0,673 ; be = b

(2.1)

untuk λ > 0,673 ; be = ρb

(2.2)

Keterangan :

18
Universitas Sumatra Utara

b = lebar rata dari elemen tidak termasuk lengkungan
ρ = faktor lebar efektif

=

1

0,22
1,0

(2.3)

Rasio Kelangsingan ( λ ) harus ditentukan sebagai berikut
=

(2.4)

fn = tegangan desain pada elemen tekan yang dihitung berdasarkan
lebar desain efektif ( lihat gambar 4b)
fcr = tegangan tekuk pelat
=

12(1

)

(2.5)

k = koefisien tekuk pelat = 4
E = Modulud elastisitas Young
ν = angka Poisson
t = tebal elemen profil

Gambar 2.6. Elemen dengan pengaku yang menerima tegangan
tekan merata
ii. Lebar efektif untuk perhitungan defleksi
Untuk menentukan defleksi, lebar efektif (bed) harus ditentukan
dari persamaan berikut,

19
Universitas Sumatra Utara

untuk λ ≤ 0,673 ; bed = b
untuk λ > 0,673 ; bed = ρb
b. Elemen dengan pengaku yang mengalami tekan merata dengan
lubang lingkaran
i. Lebar efektif untuk perhitungan kapasitas
Untuk menentukan kapasitas penampang atau komponen
struktur, dimana 0,50 ≥ dh/b ≥ 0 dan b/t ≤ 70 dan jarak as ke as
lubang >0,5b dan >3dh, lebar efektif (be) elemen dengan pengaku
yang mengalami tekan merata dengan lubang lingkaran harus
ditentukan dengan persamaan berikut ini:
untuk λ ≤ 0,673 ; be = b- dh

(2.6)
,

untuk

> 0,673 ;

,

=

(2.7)

dimana dh adalah diameter lubang.
ii. Lebar efektif untuk perhitungan defleksi
Untuk menentukan defleksi, lebar efektif (bed) harus sama
dengan be sesuai dengan persamaan (2.1) dan (2.2) dimana f*
digantikan dengan f , dimana f adalah tegangan tekan desain dari
elemen yang ditinjau, berdasarkan penampang efektif pada saat
pembebanan untuk menghitung defleksi.
c. Elemen dengan pengaku dengan tegangan bergradien (stress
gradient)

20
Universitas Sumatra Utara

i. Lebar efektif untuk perhitungan kapasitas
Untuk menentukan kapasitas penampang atau komponen
struktur, lebar efektif (be1) (Gambar 2.7) harus ditentukan sebagai
berikut:
=

3

(2.8)

ψ

Lebar efektif (be2) (lihat gambar 2.7) dimana (be1 + be2) tidak boleh
melampaui bagian tekan dari pelat badan yang dihitung berdasarkan
penampang efektif, harus ditentukan dari persamaan berikut yang
sesuai :
untuk ψ ≤ - 0,236 ; be2 = be/2

(2.9)

untuk ψ > - 0,236 ; be2 = b – be1

(2.10)

Keterangan:
be adalah lebar efektif yang ditentukan sesuai dengan bagian a
dengan f* digantikan dengan f dengan k ditentukan sebagai
berikut:
k = 4 + 2(1-ψ)3 + 2(1-ψ)
=
/

(2.11)

adalah tegangan pelat badan yang dihitung berdasarkan
penampang efektif.

adalah tekan (+) dan
Dalam kasus dimana

dapat berupa tarik (-) atau tekan (+).
dan

keduanya dalam tekan,

diambil lebih besar dari atau sama dengan

harus

.

21
Universitas Sumatra Utara

ii. Lebar efektif untuk perhitungan defleksi
Untuk menentukan defleksi, lebar efektif (be1) dan (be2) harus
ditentukan berdasarkan poin (2.9) dan (2.10) diatas dengan
. Tegangan yang dihitung
menentukan

dan

dan

dan

harus digunakan untuk

. Perhitungan harus berdasarkan penampang

efektif pada saat pembebanan untuk menghitung defleksi.

Gambar 2.7. Elemen dengan pengaku dan pelat badan dengan
tegangan bergradien
d. Pelat badan penampang kanal berlubang dengan tegangan
bergradien
Perhitungan kapasitas dan defleksi untuk pelat badan penampang
kanal berlubang dengan tegangan bergradien harus ditentukan dalam
batasan berikut:


dwh/d1< 0,7
Keterangan :
dwh adalah tinggi lubang pelat badan
d1 adalah tinggi bagian rata pelat badan diukur sepanjang bidang
pelat badan
22
Universitas Sumatra Utara



d1/t ≤ 200



Lubang-lubang dipusatkan di tengah tinggi pelat badan



Jarak bersih antar lubang, lebih besar atau sama dengan 450 mm



Lengkungan pojok untuk lubang nonlingkaran lebih besar atau
sama dengan 2t



Lubang nonlingkaran dengan dwh ≤ 65 mm dan b ≤ 115 mm,
dimana b panjang lubang pelat badan



Diameter lubang lingkaran, kurang dari atau sama dengan 150mm



dwh> 15 mm

i. Perhitungan kapasitas
Bila dwh/d1< 0,38, lebar efektif (b1) dan (b2) harus ditentukan
sesuai bagian c dengan asumsi tidak ada lubang pada pelat badan.
Bila dwh/d1 ≥ 0,38, lebar efektif harus ditentukan sesuai pasal 2.8.2.2
dengan asumsi bagian tekan pelat badan terdiri dari elemen tanpa
pengaku di dekat lubang dengan f* = f1 seperti ditunjukkan pada
gambar 2.8.
ii. Perhitungan defleksi
Lebar efektif harus ditentukan sesuai dengan pasal 2.8.2.2
dengan asumsi tidak ada lubang pada pelat badan.
2.8.2.2 Lebar efektif dari elemen tanpa pengaku
a. Elemen tanpa pengaku yang mengalami tegangan tekan merata
i. Lebar efektif untuk perhitungan kapasitas
Untuk menentukan kapasitas penampang atau komponen
struktur, lebar efektif (be) dari elemen tanpa pengaku yang

23
Universitas Sumatra Utara

mengalami tekan merata, harus ditentukan berdasarkan pasal 2.8.2.1
kecuali nilai k harus diambil sebesar 0,43 dan b seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.8.
iii.Lebar efektif untuk perhitungan defleksi
Untuk menentukan defleksi, lebar efektif (be) harus ditentukan
berdasarkan bagian c pasal 2.8.2.1 kecuali f menggantikan f* dan k
= 0,43.

Gambar 2.8. Elemen tanpa pengaku yang mengalami tekan merata

b. Elemen tanpa pengaku dan pengaku tepi yang mengalami
tegangan bergradien
i. Lebar efektif untuk perhitungan kapasitas
Untuk menentukan kapasitas penampang atau komponen
struktur, lebar efektif (be) diukur dari tepi terkekang dari elemen
tekan tanpa pengaku dan pengaku tepi dengan tegangan bergradien,
harus ditentukan dengan f* = f

dan k maupun ρ ditentukan

berdasarkan pasal ini.
Ψ adalah rasio tegangan = f /f
Faktor lebar efektif (ρ) dan koefisien tekuk pelat (k) harus ditentukan
sebagai berikut:

24
Universitas Sumatra Utara



Untuk elemen tanpa pengaku dengan tegangan bergradien
yang menyebabkan tekan pada kedua tepi longitudinal dari
elemen tanpa pengaku (f dan f ) keduanya dalam tekan,
seperti ditunjukkan pada Gambar 2.9(A)
- Bila tegangan berkurang ke arah tepi tanpa pengaku
seperti ditunjukkan pada Gambar 2.9(A), k harus dihitung
sebagai berikut:
0,578
+ 0,34

=

(2.12)

- Bila tegangan bertambah ke arah tepi tanpa pengaku
seperti ditunjukkan pada Gambar 2.9(A)(b), k harus
dihitung sebagai berikut:
k = 0,57 – 0,21 ψ + 0,07 ψ2


(2.13)

Untuk elemen tanpa pengaku dengan tegangan bergradien
yang menyebabkan tekan pada satu tepi dan tarik pada tepi
longitudinal yang lain dari elemen tanpa pengaku:
- Untuk f dalam tekan pada tepi yang tidak dikekang dan
f dalam tarik seperti ditunjukkan pada Gambar 2.9(B)(a),
ρ harus dihitung sebagai berikut:
ρ = 1 untuk λ > 0,673(1-ψ)

ρ = (1

1
ψ)

0,22(1
λ
λ

untuk λ > 0,673(1

(2.14)

ψ)

)

(2.15)

k = 0,57 – 0,21 ψ + 0,07 ψ2

25
Universitas Sumatra Utara

- Untuk f dalam tekan pada tepi terkekang dan f dalam
tarik seperti ditunjukkan pada gambar 2.9(B)(b), ρ harus
dihitung sebagai berikut:
Untuk -1 < ψ < 0 ; ρ =1
(
λ

,

ρ = (1

ψ)

untuk λ ≤ 0,673

(2.16)

ψ)

λ

k = 1,70 - 5ψ + 17,1ψ2

untuk λ > 0,673

(2.17)
(2.18)

untuk ψ ≤ -1 ; ρ =1
Sebagai alternatif, koefisien tekuk pelat (k) boleh ditentukan
menggunakan persamaan berikut ini untuk kanal yang melengkung
pada bidang simetri dengan tepi tidak dikekang dari elemen tanpa
pengaku dalam tekan, sebagai berikut:
k = 0,1451(b2/b1) + 1,256

(2.19)

Keterangan:
b2 adalah lebar elemen tanpa pengaku
b1 adalah lebar elemen dengan pengaku

26
Universitas Sumatra Utara

Gambar 2.9(A) Elemen tanpa pengaku dengan tegangan bergradienkedua tepi dalam tekan

Gambar 2.9(B) Elemen tanpa pengaku dengan tegangan bergradiensatu tepi mengalami tekan dan satu tepi mengalami tarik
ii. Lebar efektif untuk perhitungan defleksi
Untuk menentukan defleksi, lebar efektif (be) dari elemen
tanpa pengaku dan pengaku tepi dengan tegangan bergradien harus
ditentukan sesuai dengan bagian i diatas, kecuali f

dan f

menggantikan f dan f . Tegangan f dan f (lihat Gambar 2.9(A)
dan (B) harus digunakan masing-masing untuk menentukanf
f

dan

. Perhitungan harus berdasarkan penampang efektif pada saat

pembebanan untuk menghitung defleksi.
2.8.2.3 Lebar efektif elemen yang mengalami tekan merata

dengan

pengaku tepi
i. Lebar efektif untuk perhitungan kapasitas
Untuk menentukan kapasitas penampang atau komponen
struktur, lebar efektif (be) dari elemen yang mengalami tekan merata
dengan pengaku tepi harus ditentukan sebagai berikut:

27
Universitas Sumatra Utara





b/t ≤ 0,328S (tidak diperlukan pengaku tepi)

(2.20)

be = b

(2.21)

b1 = b2 = b/2

(2.22)

ds = dse

(2.23)

As = Ase

(2.24)

b/t > 0,328S

(2.25)

b =

b I
2 I

(2.26)

b =b

b

(2.27)

d =d

I
I

(2.28)

A =A

I
I

(2.29)

I =

d tsin θ
12

I = 399t

(2.30)

(b/t)
S

0,328

t

b
115 t + 5
S

(2.31)

Jika Is ≥ Ia, Is sama dengan Ia
n = 0,582

(b/t)
4S

1
3

(2.32)

S adalah faktor kelangsingan
S = 1,28 E/f

(2.33)

be harus dihitung sesuai dengan bagian 2.8.2.1, dimana k
diambil dari tabel berikut

28
Universitas Sumatra Utara

Tabel 2.1. Nilai koefisien tekuk pelat (k)

Gambar 2.10. Elemen dengan pengaku tepi lip sederhana
ii. Lebar Efektif untuk perhitungan defleksi
Untuk menentukan defleksi, lebar efektif (be) harus ditentukan
berdasarkan

persamaan

(2.1)

dan

(2.2)

diatas,

kecuali

f

menggantikan f*.
2.8.2.4 Lebar efektif elemen dengan pengaku yang mengalami tekan
merata dengan satu pengaku antara
i. Lebar efektif untuk perhitungan kapasitas

29
Universitas Sumatra Utara

Untuk menentukan kapasitas penampang atau komponen
struktur, lebar efektif (be) dari elemen yang mengalami tekan merata
dengan satu pengaku antara harus ditentukan sebagai berikut:


(2.34)
Ia = 0 (tidak memerlukan pengaku antara)

(2.35)

be = b

(2.36)

b adalah lebar rata dari elemen tidak termasuk pojok atau
bengkokan (lihat gambar 2.11)
As adalah luas tereduksi pengaku
= Ase
Ase adalah luas efektif pengaku
Ase harus digunakan untuk menghitung seluruh properti-properti
penampang efektif. Titik berat pengaku dianggap terletak
pada titik berat luas utuh pengaku, dan momen inersia
pengaku terhadap sumbu netral pengaku dihitung dari
penampang utuh pengaku.


>

(2.37)

=

(2.38)

n adalah eksponen
= 0,583

(

)

(2.39)

k adalah koefisien tekuk pelat
=3

+1

(2.40)

30
Universitas Sumatra Utara

(

=

50

=

128

)

(

50
)

<

285

0,673

=

(2.45)

1,052

(2.46)

bo adalah lebar rata total dari elemen dengan pengaku (lihat Gambar
2.12(B))
Ag adalah ketebalan elemen
Koefisien tekuk pelat (k) harus ditentukan dari yang terkecil antara
Rkd dan k10c, yang ditentukan sesuai dengan pasal berikut ini
Keterangan:
R adalah faktor modifikasi untuk koefisien tekuk pelat distorsi
= 2 jika bo/d1< 1
=

11

(
5

)

1
2

(2.47)

32
Universitas Sumatra Utara

kd adalah koefisien tekuk pelat untuk tekuk distorsi
k10c adalah koefisien tekuk pelat untuk tekuk subelemen lokal
d1 adalah lebar elemen yang bersebelahhan dengan elemen dengan
pengaku, misalnya tinggi pelat bada pada penampang topi
dengan pengaku antara majemuk pada sayap tekan adalah sama
dengan d1, bila elemen yang bersebelahan mempunyai lebar
yang berbeda, maka digunakan yang paling kecil.

Gambar 2.12 (A) Lokasi lebar efektif

Gambar 2.12(B) Lebar pelat dan lokasi pengaku

ii. Kasus khusus: ‘n’ pengaku identik, dengan jarak yang sama


Perhitungan kapasitas
K10c = 4(n+1)2
=

(1 +

) + (1 + )
(1 + ( + 1)

(2.48)
(2.49)

33
Universitas Sumatra Utara

= [1 + ( + 1)]
=

(2.50)

10,92

(2.51)

=

(2.52)

Keterangan:
β adalah koefisien
γ adalah faktor kepentingan
δ adalah koefisien
Isp adalah momen inersia pengaku terhadap garis tengah bagian
rata dari elemen. Lengkungan yang menghubungkan pengaku
dengan bagian rata boleh diperhitungkan
bo adalah lebar rata total dari elemen dengan pengaku (lihat
Gambar 2.12(B)
As adalah luas bruto pengaku
Bila Ibr< βba maka Ibr/bo dapat diganti dengan β untuk
memperhitungkan kenaikan kapasitas yang disebabkan oleh
breising, dimana Ibr adalah panjang breising yang tidak
didukung atau pengekang lain yang mengekang tekuk distorsi
dari elemen.


Perhitungan defleksi
Lebar efektif (be) yang digunakan dalam menghitung
defleksi harus ditentukan seperti pada perhitungan kapasitas
diatas, kecuali

menggantikan f*, dimana

adalah tegangan

34
Universitas Sumatra Utara

tekan desain pada elemen yang ditinjau berdasarkan penampang
efektif pada saat pembebanan untuk menghitung defleksi.
iii.Kasus umum pengaku dengan ukuran, lokasi dan jumlah yang
sembarang


Perhitungan kapasitas
=4

=

(1 + ) + 2
(1 + 2

= (2

=

(2.53)

+ 1)

)
/

10,92

(2.55)

(2.56)
(2.57)

=

=

(2.54)

(

)

(2.58)

Keterangan:
bp adalah lebar bagian rata subelemen yang paling besar (lihat
Gambar 2.12(B))
adalah koefisien
Ci adalah jarak horizontal tepi elemen ke garis tengah pengaku
(lihat Gambar 2.12(B))
i adalah indeks untuk pengaku ‘ i ’

35
Universitas Sumatra Utara

Jika Ibr< βbo maka Ibr/bo dapat diganti dengan β untuk
memperhitungkan pertambahan kapasitas yang disebabkan oleh
breising.


Perhitungan defleksi
Lebar efektif (be) yang digunakan untuk menghitung
defleksi harus ditentukan sesuai dengan pasal perhitungan
kapasitas,

menggantikan f*, dimana

adalah tegangan tekan

desain pada elemen yang ditinjau berdasarkan penampang
efektif pada saat pembebanan untuk menghitung defleksi.
2.8.2.6. Lebar efektif elemen dengan pengaku tepi yang mengalami tekan
merata dengan pengaku antara
Lebar efektif (be) dari elemen dengan pengaku tepi yang
mengalami tekan merata dengan pengaku antara harus ditentukan
sebagai berikut:
(a) Bila b2/t < S/3, elemen efektif seluruhnya dan tidak ada reduksi
tekuk lokal
(b) Bila b2/t > S/3, koefisien tekuk pelat (k) harus ditentukan sesuai
dengan pasal ini, tetapi b2 menggantikan b dalam semua notasi,
Keterangan:
b2 adalah lebar rata total dari elemen dengan pengaku tepi (lihat
Gambar 2.11 )
S adalah faktor kelangsingan

36
Universitas Sumatra Utara

2.8.2.7 Elemen busur tekan
Elemen busur tekan berbentuk lingkaran atau parabola dengan
pengaku pada kedua sisi, harus dianggap berpengaku dan efektif
penuh bila momen inersia busur terhadap sumbu yang melalui titik
berat yang sejajar bidang dasarnya, tidak kurang dari momen inersia
minimum (Imin) yang ditentukan di pasal 2.8.2.4. Dalam pasal ini, b
harus diambil setengah panjang lengkungan dan rasio b/t tidak
melampaui 60. Untuk kondisi yang lain, properti-properti geometri
penampang harus ditentukan dengan uji beban dengan bab
selanjutnya.
2.8.3 Perencanaan batang tarik
Sebuah komponen yang menerima gaya aksial desain(N*) harus
memenuhi:
(2.59)
Keterangan:
= Faktor reduksi kapasitas komponen struktur tarik = 0,90
Nt = kapasitas penampang nominal dari komponen struktur dalam
tarik yang ditentukan dengan rumus:
=
= 0,85.

(2.60)

.

.

.

(2.61)

Keterangan:
37
Universitas Sumatra Utara

Ag = luas bruto penampang
kt = faktor koreksi untuk distribusi gaya yang ditentukan dari tabel 1
An = luas neto penampang
fu = kekuatan tarik yang digunakan dalam desain
Tabel 2.2. Faktor koreksi (kt) untuk elemen yang diarsir

2.8.4 Perencanaan batang tekan
Gaya aksial tekan desain (N*) harus memenuhi persamaan berikut ini:
N

N

(2.62)

N

N

(2.63)

= Faktor reduksi kapasitas komponen struktur tekan = 0,85
Nn = kapasitas penampang nominal dari komponen struktur dalam tekan
N = A .f

(2.64)

Ae = luas efektif saat tegangan leleh (fy)

38
Universitas Sumatra Utara

Nc = kapasitas komponen struktur nominal dari komponen struktur dalam
tekan
N = A .f

(2.65)

Ae = luas efektif saat tegangn kritis (fn)
fn = tegangan kritis, harus ditentukan dari persamaan dibawah ini
1,5 ; f = (0,658λ )f

(2.66)

λ > 1,5 ; f = (0,877/λ )f

(2.67)

λ

Keterangan :
c

= kelangsingan nondimensi yang digunakan untuk menentukan fn

λ =

f
f

(2.68)

foc =nilai terkecil dari tegangan tekuk lentur, torsi, dan lentur-torsi elastis
atau analisa tekuk elastis yang rasional.
Ae adalah luas efektif pada tegangan kritis (fn)
= A0 + R (A - A0)
A0 adalah luas tereduksi akibat tekuk lokal
A adalah luas penampang utuh tidak tereduksi
CATATAN: Rasio kelangsingan (lc/r) dari semua komponen struktur
tekan tidak boleh melampaui 200, kecuali selama pelaksanaan lc/r boleh
dibatasi untuk tidak melampaui 300.
i. Penampang yang tidak menerima tekuk torsi atau tekuk lenturtorsi
Untuk penampang simetris ganda, penampang tertutup dan
penampang lain yang dapat ditunjukkan tidak menerima tekuk torsi

39
Universitas Sumatra Utara

atau tekuk lentur-torsi, tegangan tekuk lentur elastis (foc) harus
ditentukan sebagai berikut:
=

(2.69)

( / )

Keterangan:
le = panjang efektif penampang
r = radius girasi dari penampang utuh, tidak tereduksi
Untuk baja G550 dengan ketebalan kurang dari 0,9 mm, harus
digunakan radius girasi tereduksi γr dalam persamaan foc diatas jika
nilai panjang efektif (le) kurang dari 1,1 lo,
=

(2.70)

Keterangan:
fcr = tegangan tekuk elastis pelat
= 0,65 +

0,35
1,1

(2.71)

2.8.5 Perencanaan Sambungan
Semua sistem pengencangan yang sesuai seperti las, baut,
sekrup, paku keling, clinching, paku lem struktural atau alat mekanis
lainnya, dapat digunakan untuk menghubungkan bagian-bagian
komponen struktur. Pada umumnya, rangka atap baja ringan
menggunakan sekrup sebagai alat sambung. Sebenarnya ada berbagai
metode yang dibahas dalam SNI 7971:2013, namun masih jarang
diaplikasikan ke lapangan.

40
Universitas Sumatra Utara

Pada SNI 7971:2013 butir 5.4.1, dinyatakan syarat ukuran
diameter nominal (df) harus memenuhi 3,0 mm ≤ df ≤ 7 mm. Sekrup
harus dapat membentuk ulir, dengan atau tanpa titik self-drilling.
a. Sambungan sekrup dalam geser
Kapasitas nominal sekrup harus ditentukan melalui pengujian
dan tidak bolehkurang dari 1,25 Vb.
i. Tarik pada bagian tersambung
Gaya tarik desain Nt* pada penampang netto harus memenuhi;

Keterangan:
Ø = faktor reduksi kapasitas sambungan skrup dalam tarik = 0,65
Nt adalah kapasitas tarik nominal penampang neto bagian tersambung,
untuk sekrup tunggal, atau satu baris sekrup tegak lurus gaya
=

2,5

(2.72)

Untuk sekrup majemuk segaris dengan gaya
=

(2.73)

Keterangan:
df adalah diameter sekrup nominal
Sf adalah jarak sekrup tegak lurus garis gaya atau lebar lembaran pada
kasus sekrup tunggal
An adalah luas neto bagian tersambung

41
Universitas Sumatra Utara

ii.

Jungkit (tilting) dan tumpu lubang
Gaya tumpu desain (Vb*) pada suatu sekrup harus memenuhi
=

(2.74)

Keterangan:
Ø = faktor reduksi kapasitas sekrup yang menerima miring dan tumpu
= 0,5
Vb = kapasitas tumpu nominal bagian tersambung


Untuk t2/t1 ≤ 1 , Vb harus diambil nilai terkecil dari
(i)

= 4,2

(2.75)

(ii)

=

(2.76)

(iii)

=

(2.77)

Keterangan:
t2 = tebal lembaran yang tidak kontak dengan kepala sekrup
t1 = tebal lembaran yang kontak dengan kepala sekrup
df = diameter sekrup nominal
fu2 =kekuatan tarik lembaran yang tidak kontak dengan kepala
sekrup
fu1 = kekuatan tarik lembaran yang kontak dengan kepala sekrup
C = faktor tumpu (lihat Tabel 2.3)

42
Universitas Sumatra Utara





Untuk t2/t1 ≥ 1,25, Vb harus diambil nilai terkecil dari berikut:
(i)

= 2,7

(2.78)

(ii)

= 2,7

(2.79)

Untuk 1 < t2/t1< 2,5, Vb harus ditentukan secara interpolasi linier
antara nilai terkecil dari persamaan bagian a dan b diatas.
Tabel 2.3. Faktor Tumpu (C)
Rasio diameter pengencang dan
C

ketebalan komponen struktur,
df/t
df / t < 6

2,7

6 ≤ df / t ≤ 3

3,3 – 0,1 (df / t )

df / t >13

2,0

iii. Geser sambungan yang dibatasi jarak ujung
Gaya geser desain (V*fv) yang dibatasi jarak ujung harus memenuhi:
(2.80)
Jika fu/fy ≥ 1,08 , Ø = 0,7
Jika fu/fy< 1,08 , Ø = 0,6
Jika jarak ke suatu tepi bagian tersambung sejajar dengan garis gaya
yang bekerja, gaya geser nominal harus dihitung sebagai berikut:
(2.81)
Keterangan:
t adalah tebal bagian yang jarak ujungnya diukur

43
Universitas Sumatra Utara

e adalah jarak yang diukur pada garis gaya dari pusat lubang standar
keujung terdekat bagian tersambung.
b. Sambungan sekrup dalam tarik
Kapasitas tarik nominal sekrup harus ditentukan melalui
pengujian dan tidak boleh kurang dari 1,25 Nt.
• Cabut ( pull-out) dan tembus ( pull-through)
Gaya tarik desain Nt* pada sekrup harus memenuhi;
(2.82)
Keterangan:
= 0,5
Nt = kapasitas nominal sambungan dalam tarik
Kapasitas nominal diambil nilai terkecil berikut:
-

Kapasitas cabut nominal (Nou) dihitung sebagai berikut:
= 0,85

-

untuk t2> 0,9 mm

(2.83)

Kapasitas sobek nominal (Nov) dihitung sebagai berikut:
= 1,5

untuk 0,5 < t1< 1,5 mm

(2.84)

Dimana dw adalah diameter kepala baut dan diameter ring yang lebih
besar, tetapi tidak lebih besar dari 12,5 mm. Untuk sekrup yang
menerima gaya tarik, kepala sekrup atau ring harus memiliki dw tidak
kurang dari 8 mm. Ring harus memiliki ketebalan minimum 1,27 mm.
Kapasitas tarik nominal sekrup tidak boleh kurang dari 1,25 Nt.
c.

Syarat jarak baut
Jarak antara pusat-pusat sekrup harus menyediakan tempat yang
cukup untuk ring sekrup tetapi tidak boleh kurang dari tiga kali

44
Universitas Sumatra Utara

diameter sekrup nominal (df). Jarak pusat sekrup ke tepi semua bagian
tidak boleh kurang dari 3df.
2.9. Tipe kuda – kuda
2.9.1 Tipe Pratt

45
Universitas Sumatra Utara

2.9.2 Tipe Howe

46
Universitas Sumatra Utara

2.9.3 Tipe fink

47
Universitas Sumatra Utara