Analisis Koefisien Rembesan Saluran Irigasi Pada Tanah Andepts Dalam Skala Laboratorium
TINJAUAN PUSTAKA
Irigasi
Pengertian irigasi secara umum yaitu pemberian air ke tanah dengan
maksud untuk memasok lengas esensial bagi pertumbuhan tanaman. Tujuan
umum irigasi, yaitu (1) menjamin keberhasilan produksi tanaman dalam
menghadapi kekeringan jangka pendek, (2) mendinginkan tanah dan atmosfir
sehingga akrab untuk pertumbuhan tanaman, (3) mengurangi bahaya kekeringan,
(4) mencuci atau melarutkan garam dalam tanah, (5) mengurangi bahaya
pemipaan tanah, (6) melunakkan lapisan olah dan gumpalan-gumpalan tanah, (7)
menunda
pertunasan
dengan
cara
pendinginan
lewat
evaporasi
(Pusposutardjo, 2001).
Air irigasi diberikan ke areal pertanaman dengan beberapa cara :
1. Permukaan tanah, dengan penggenangan (flooding) atau alur (furrows)
Pemberian air dengan cara ini memiliki efisiensi yang rendah karena air
pada zona perakaran semakin ke ujung maka air akan semakin sedikit
mengalir.
2. Bawah tanah, dalam hal ini permukaan tanah dibasahi sedikit apabila ada
atau dengan pemasangan pipa di bawah tanah.
Pemberian air dengan cara ini memiliki efisiensi yang rendah karena
mengakibatkan kondisi penggaraman dan alkali yang kurang produktif
yang ditimbulkan oleh kapilerasi ke atas aliran air dari permukaan air
tanah yang dangkal.
4
Universitas Sumatera Utara
5
3. Irigasi curah
Pemberian air dengan cara seperti ini memilki efisiensi yang cukup tinggi
karena air masuk ke zona perakaran secara serentak (bersamaan).
4. Irigasi tetes
Pemberian air dengan cara seperti ini memiliki efisiensi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan irigasi curah. Karena pada irigasi tetes air langsung
masuk ke daerah perakaran.
(Hansen, dkk, 1992).
Israelsen dan Hansen (1962) menggolongkan efisiensi irigasi meliputi (a)
Efisiensi penyaluran air, (b) Efisiensi pemakaian air, (c) Efisiensi penggunaan air,
(d) Efisiensi penyimpanan air, (e) Efisiensi pemakaian air konsumtif, dan (f)
Efisiensi distribusi air.
Tujuan untuk mengetahui konsep-konsep efisiensi tersebut adalah untuk
menunjukkan bagaimana meningkatkan efisiensi irigasi yang lebih tinggi.
Efisiensi penyaluran air
Efisiensi penyaluran (Conveyance efficiency) adalah efisiensi di saluran
pembawa air yang dapat dihitung dengan rumus :
Ec =
��
��
x 100 % ...............................................................................................(1)
dimana :
Ec = Efisiensi penyaluran
Wf = jumlah air yang di salurkan
Wr = jumlah air yang diambil dari sungai / sumbernya
(Sumadiyono, 2011).
Universitas Sumatera Utara
6
Efisensi penyaluran air merupakan konsep awal untuk mengevaluasi
kehilangan air, karena saluran sebagai penyalur air dari sumber utama ke areal
pertanian dan kehilangan air bermula dari penyaluran tersebut.
Dumairy (1992) menyatakan efisiensi penyaluran air (Ec) dipengaruhi
oleh faktor-faktor :
(1) Kondisi jaringan irigasi, bangunan dan salurannya ; kehilangan air banyak
terjadi pada waktu pengaliran, baik karena penguapan maupun peresapan /
rembesan
(2) Adanya penyadapan air secara liar oleh petani pada saluran sekunder dan
primer guna dialirkan secara langsung ke petak persawahan
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efisiensi Penyaluran Air
Evaporasi
Evaporasi adalah proses menguapnya air dari permukaan daratan dan
permukaan lautan menuju atmosfir bumi. Besar kecilnya evaporasi dipengaruhi
oleh faktor-faktor suhu air, suhu udara, kelembaban tanah, kecepatan angin,
tekanan udara dan sinar matahari. Suhu air, suhu udara dan sinar matahari
berbanding lurus dengan besarnya evaporasi. Sementara kelembaban tanah,
kecepatan angin dan tekanan udara berbanding terbalik dengan besarnya
evaporasi. Apabila kecepatan angin besar maka evaporasi akan semakin cepat.
Perhitungan
besarnya
evaporasi
biasanya
dinyatakan
dalam
mm/hari
(Dumairy, 1992).
Cara yang paling banyak digunakan untuk mengetahui volume evaporasi
dari permukaan air bebas adalah dengan menggunakan panci evaporasi. Beberapa
4
Universitas Sumatera Utara
7
percobaan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa evaporasi yang terjadi dari
panci evaporasi lebih cepat dibanding dari permukaan air yang luas. Untuk itu
hasil pengukuran dari panci evaporasi harus dikalikan dengan suatu koefisien
seperti terlihat pada rumus dibawah ini (Triatmodjo, 2008 : hal 69, dalam
Bunganaen , 2009).
E = k Ep ............................................................................................................(2)
dimana :
E = evaporasi dari badan air (mm/hari)
k = koefisien panci (0,8)
EP = evaporasi dari panci (mm/hari)
Triatmodjo (2008 hal : 70 dalam Bunganaen, 2009) menyebutkan koefisien panci
bervariasi menurut musim dan lokasi, yaitu berkisar antara 0,6 sampai 0,8.
Biasanya digunakan koefisien panci tahunan sebesar 0,7.
Perkolasi
Daya perkolasi p adalah laju perkolasi maksimum yang dimungkinkan,
yang besarnya dipengaruhi oleh kondisi tanah dalam zona tidak jenuh, yang
terletak di antara permukaan tanah dengan permukaan air tanah. Perkolasi tidak
mungkin terjadi sebelum zona tidak jenuh mencapai kapasitas lapang (field
capacity) (Soemarto, 1995).
Laju perkolasi dapat diklasifikasikan oleh U.S. Soil Conseravation Service
sebagai berikut
Universitas Sumatera Utara
8
Tabel 1. Laju perkolasi pada berbagai jenis aliran
Jenis
Laju perkolasi
In./hr
mm/hr
Aliran Deras
>6,3
>160
Aliran Sedang
2,0 – 6,3
50 – 160
Aliran Lunak
0,63 – 2,0
16 – 50
Aliran Cukup lambat
0,20 – 0,63
5,0 – 16
Aliran Lambat
0,05 – 0,20
1,25 – 5,0
Aliran Sangat lambat
< 0,05
< 1,25
(Kohnke, 1968).
Rembesan
Menurut Wesley (1973 dalam Idkham, 2005) permealibitas atau daya
rembesan adalah kemampuan tanah untuk dapat melewatkan air. Air yang dapat
melewati tanah hampir selalu linear, yaitu jalan atau garis yang ditempuh air
merupakan garis dengan bentuk yang teratur (smooth curve).
Tanah terdiri atas butiran-butiran dengan rongga yang saling berhubungan
di antara butiran tersebut. Oleh karena itu tanah memiliki sifat permeabilitas, yaitu
air dapat mengalir atau merembes melalui butiran, walaupun dengan kecepatan
yang sangat lambat pada jenis tanah berbutir halus (lempung dan liat). Rembesan
terjadi akibat dari perbedaan potensial energi. Konsep ini sama dengan konsep
aliran air di dalam pipa pada mekanika fluida. Hukum Darcy menyatakan bahwa
kecepatan rembesan dalam tanah sebanding dengan gradien hidrolik dan
dituliskan sebagai :
Volume : q1t = kiAt
q1 = kiA..... .................................................................................................(3)
Universitas Sumatera Utara
9
dimana q1 = debit aliran
i = gradien hidrolik
A = luas penampang aliran
k =sifat fisik tanah yang disebut koefisien rembesan atau koefisien
permeabilitas. Juga disebut konduktivitas hidrolik.
Gradien hidrolik adalah perbandingan perubahan tinggi hidrolik terhadap jarak
horizontal, yaitu :
ℎ
i = ..............................................................................................(4)
�
dimana ∶ ℎ adalah perubahan tinggi hidrolik dan L adalah jarak perubahan tersebut
terjadi. Untuk rembesan pada dasar saluran dihitung dengan persamaan dari
(Gambar 1) :
q1 = k (h/L) A
k=
�1�
ℎ�
...........................................................................................(5)
dimana : k = koefisien rembesan dasar saluran
q1 = debit aliran pada dasar saluran
L = tebal dasar saluran
h = tinggi hidrolik
A = Luas penampang melintang dasar saluran
(Wesley, 2012).
Universitas Sumatera Utara
10
dz
dx
Gambar 1. Sketsa penampang melintang saluran irigasi bendungan
Menurut Hardiyatmo (1992) hukum Darcy dapat juga diterapkan untuk
menghitung debit rembesan yang melalui struktur bendungan (Gambar 1). Dalam
merencanakan sebuah bendungan, perlu diperhatikan stabilitasnya terhadap
bahaya longsoran, erosi lereng dan kehilangan air akibat rembesan yang melalui
tubuh bendungannya. Berikut adalah cara untuk menentukan rembesan lewat
bendungan dengan cara Dupuit (1863), dimana besarnya rembesan per satuan
lebar arah tegak lurus bidang gambar yang diberikan oleh Darcy adalah
q2 = kiA yang menganggap bahwa gradien hidrolis (i) adalah sama dengan
kemiringan permukaan freatis dan besarnya konstan dengan kedalamannya, yaitu
i = dz/dx. Maka dapat ditulis,
q2 = k
��
��
z
Universitas Sumatera Utara
11
�1
�
∫0 �2 dx = ∫�2 �� ��
q2 =
�
2�
(H12 – H22)
Kalau H2 = 0
q2 =
k=
�
2�
H12
� 2 2�
�12
......................................................................................................... (6)
dimana :
q2 = Debit rembesan per satuan panjang bendungan
k = koefisien rembesan
d = jarak mendatar diukur dari titik kontak permukaan air di hulu bendungan
dengan bidang kemiringan bendung hingga dasar lapisan kedap air di hilir
bendungan
H1 = tinggi air di hulu bendungan
H2 = tinggi air di hilir bendungan
(Suprapto, 2003).
Beberapa nilai koefisien rembesan pada beberapa jenis tanah dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Koefisien rembesan untuk beberapa jenis tanah
Bahan
Kerikil
Pasir kasar
Pasir sedang
Pasir halus
Lanau
Koefisien Rembesan (m/detik)
≥ 0,01
10-2 sampai 10-3
10-3 sampai 10-4
10-5 sampai 10-6
10-6 sampai 10-7
Lempung kelanauan
10-7 sampai 10-9
Lempung
10-8 sampai 10-11
Uraian
Dapar dikeringkan dengan
pemompaan, yaitu, air
akan keluar dari rongga
karena gravitasi.
Air tidak dapat mengalir
keluar dari rongga karena
gravitasi
Hampir tidak dapat
dirembes air
(Wesley, 2012).
Universitas Sumatera Utara
12
Faktor-faktor yang mempengaruhi rembesan
Koefisien rembesan tergantung pada beberapa faktor yaitu :
a.
Tekstur tanah, apabila tekstur tanah liat maka laju rembesan rendah hal ini
karena tekstur liat lebih kuat memegang air, demikian pula sebaliknya
untuk tanah pasir.
b. Ukuran pori-pori tanah, apabila ukuran pori besar maka laju rembesan
semakin besar juga karena pori tanah yang besar akan memudahkan air
masuk melalui pori tersebut dan akan semakin cepat merembes. Dan
sebaliknya apabila ukuran pori tanah kecil.
c.
Kekasaran permukaan butiran tanah, apabila butiran tanah terlau kasar
maka laju rembesan akan besar karena permukaan tanah yang kasar sulit
menyimpan air.
d. Bahan organik tanah (BOT), apabila tanah mengandung bahan organik
yang tinggi maka laju rembesan akan semakin kecil karena kandungan
BOT yang tinggi dapat memperkecil laju air.
e. Derajat kejenuhan tanah, apabila derajat kejenuhan tanah rendah maka
rembesan akan semakin besar karena air akan berpindah dari potensial
tinggi ke potensial rendah dan pada saat itu air akan lebih cepat mengalir
ke bagian tanah yang kering atau potensialnya rendah. Pada tanah
berlempung struktur tanah memegang peranan penting dalam menentukan
koefisien rembesan. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi sifat rembesan
tanah lempung adalah konsentrasi ion dan ketebalan lapisan air yang
menempel pada butiran lempung (Vidayanti, 2010).
Universitas Sumatera Utara
13
f. Struktur tanah, apabila struktur tanah remah maka laju rembesan besar hal
ini karena pada tanah struktur remah air akan lebih mudah lolos, demikian
pula sebaliknya untuk struktur tanah gumpal. Selain itu struktur tanah
remah memiliki tingkat kemantapan yang rendah , demikian pula
sebaliknya untuk struktur tanah gumpal (Hasibuan,2011).
Secara garis besar, makin kecil ukuran partikel, makin kecil pula ukuran
pori dan makin rendah koefisien permeabilitasnya. Berarti suatu lapisan tanah
yang mengandung butiran-bituran halus memiliki harga k yang lebih rendah
daripada tanah yang memiliki butiran kasar (Craig, 1987).
Beberapa faktor sifat fisik tanah yang mempengaruhi koefisien rembesan,
lebih dirinci dalam uraian berikut ini:
Tekstur tanah
Ukuran relatif partikel tanah dinyatakan dalam istilah tekstur, yang
mengacu pada kehalusan atau kekerasan tanah. Lebih khasnya tekstur adalah
perbandingan relatif pasir, debu dan tanah liat. Partikel debu terasa halus seperti
tepung dan mempunyai sedikit kecenderungan untuk saling melekat atau
menempel pada partikel lain. Tanah dengan kapasitas terbesar untuk menahan air
melawan tarikan gravitasi merupakan ciri utama tanah liat. Tanah berdebu
mempunyai kapasitas besar untuk menyimpan air yang tersedia untuk
pertumbuhan tanaman. Pada tanah yang bertekstur lebih halus, kadar air pada
tegangan air yang sama lebih tinggi dibandingkan tanah bertekstur kasar. Dengan
demikian tanah bertekstur halus lebih kuat menahan air dibanding tanah yang
bertekstur kasar (Foth, 1951).
Universitas Sumatera Utara
14
Di lapangan tekstur ditetapkan berdasarkan perasaan yakni dengan cara
memijit tanah diantara telunjuk jari tangan dan ibu jari tangan. Dengan cara
laboratorium didasarkan atas kenyataan bahwa bagian-bagian kasar seperti pasir
akan cepat jatuh kebawah, sedangkan partikel-partikel halus akan lambat jatuh
seperti debu, dan yang terakhir mengendap adalah partikel-partikel yang lebih
halus seperti partikel liat. United states Departement of Agriculture (USDA)
mengklasifikasikan tekstur tanah berdasarkan atas dari fraksi-fraksi utama dari
partikel tanah yaitu sebanyak 12 kelas tekstur. Berikut adalah gambar diagram
segitiga tekstur tanah menurut USDA.
Gambar 2 : Diagram segitiga tekstur tanah menurut USDA (Foth (1994).
Universitas Sumatera Utara
15
Kerapatan massa tanah
Menurut Foth (1994), kerapatan massa adalah bobot per satuan volume
tanah total yang biasanya dinyatakan sebagai gram per centimeter kubik. Menurut
Islami dan Utomo (1995), bobot volume tanah “bulk density” yaitu nisbah antara
massa total tanah dalam keadaan kering dengan volume total tanah.
M
B� = Vp ................................................................................................ (7)
t
dimana :
B� = kerapatan massa (bulk density) (g/cm3)
Mp = Massa padatan tanah (g)
Vt = Volume total tanah (cm3)
Tanah-tanah yang tersusun dari partikel yang halus dan tersusun secara
tidak teratur, mempunyai struktur yang baik, ruang porinya tinggi sehingga bobot
volumenya rendah (sekitar 1,2 g/cm3). Tanah yang baru berkembang mengandung
bahan organik tinggi karena kepadatan jenis bahan organik rendah, maka bobot
volume tanah rendah, mempunyai bobot volume kurang dari 1,0 g/cm3
(Islami dan Utomo, 1995).
Menurut Islami dan Utomo (1995) besarnya bobot volume atau kerapatan
massa (bulk density) tanah-tanah pertanian bervariasi dari sekitar 1,0 g/cm3
sampai 1,6 g/cm3, yang dipengaruhi oleh tekstur tanah, kandungan bahan organik
tanah dan struktur tanah atau lebih khusus bagian rongga pori tanah.
Bila dinyatakan dalam gram per centimeter kubik, kerapatan massa pada
permukaan tanah liat yang berbutir-butir biasanya berkisar dari 1,0 sampai 1,3.
Tanah permukaan yang bertekstur kasar biasanya akan berkisar dari 1,3 sampai
Universitas Sumatera Utara
16
1,8. Perkembangan yang lebih besar dari struktur pada tanah permukaan yang
bertekstur
halus
menjadi
penyebab
lebih
rendahnya
kerapatan
massa
dibandingkan dengan tanah yang lebih berpasir (Foth, 1994).
Kerapatan partikel tanah
Kerapatan partikel adalah nisbah antara massa padatan dengan volume
padatan tanah.
M
Pd = V p ............................................................................................................. (8)
p
dimana:
P� = Kerapatan partikel tanah (g/cm3)
Mp = Massa padatan tanah (g)
Vp = Volume tanah kering (cm3)
Besarnya kerapatan partikel tanah pertanian bervariasi diantara 2,2 g/cm3 sampai
2,8 g/cm3, dipengaruhi terutama oleh kandungan bahan organik tanah dan
kepadatan jenis partikel penyusun tanah. Kandungan bahan organik yang tinggi
menyebabkan tanah mempunyai bobot jenis partikel (particel density) rendah.
Tanah Andosol misalnya, nilai kerapatan partikel hanya 2,2 – 2,4 g/cm3
(Islami dan Utomo, 1995).
Menurut Hardiyatmo (1992) dalam Idkham (2005) nilai berat jenis dari
berbagai jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 3 :
Universitas Sumatera Utara
17
Tabel 3. Berat jenis dari berbagai jenis tanah
Kerapatan partikel (g/cm3)
Jenis tanah
Kerikil
2,65 - 2,68
Pasir
2,65 – 2,68
Liat tak organik
2,62 – 2,68
Liat organik
2,58 – 2,65
Lempung tak organik
2,68 – 2,75
Humus
1,37
Gambut
1,25 – 1,80
Sumber : Hardiyatmo (1992).
Porositas
Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat
dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga
merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi tanah. Tanah yang porous berarti
tanah yang cukup mempunyai ruang pori untuk pergerakan air dan udara masukkeluar tanah secara leluasa, sebaliknya untuk tanah tidak porous (Hanafiah, 2005).
Hardjowigeno (1987), menyatakan bahwa nilai bulk density dan particel
density merupakan petunjuk kepadatan tanah atau porositas, makin padat suatu
tanah maka makin tinggi nilai bulk densitynya, yang berarti makin sulit
meneruskan air atau ditembus akar.
Untuk
menghitung
persentase
ruang
pori
(θ)
yaitu
dengan
membandingkan nilai kerapatan massa dan kerapatan partikel dengan persamaan:
B
θ = �1- d � ×100% ......................................................................................... (9)
P
d
dimana: θ = porositas (%)
Bd = Kerapatan massa (g/cm3)
Universitas Sumatera Utara
18
Pd = Kerapatan partikel (g/cm3)
(Hansen, dkk, 1992).
Nilai porositas tanah pertanian bervariasi dari 40 sampai 60 %, sedang
nilai rasio rongga dari 0,3 - 2,0. Porositas dipengaruhi oleh ukuran partikel dan
struktur. Tanah berpasir mempunyai porositas rendah (40 %) dan tanah lempung
mempunyai porositas tinggi, jika struktunya baik dapat mempunyai porositas 60%
(Islami dan Utomo, 1995).
Kandungan bahan organik tanah
Bahan organik tanah adalah fraksi organik tanah yang berasal dari
biomassa tanah dan biomassa luar-tanah. Biomassa tanah adalah massa total flora
dan fauna tanah hidup serta bagian vegetasi yang hidup dalam tanah (akar).
Biomassa luar-tanah adalah massa bagian vegetasi yang hidup di luar tanah (daun,
batang, cabang, ranting, bunga, buah, dan biji). Bahan organik dibuat dalam
organisme hidup dan tersusun atas banyak sekali senyawa karbon. Di dalam
tanah, bahan organik bercampur dengan bahan mineral. Bahan organik tanah
(BOT) memajukan kebaikan struktur dan konsistensi tanah, dan dengan demikian
memperbaiki aerasi, permeabilitas, dan daya tahan menyimpan air. BOT dapat
menambat air sampai 20 kali lipat bobotnya sendiri (Notohadiprawiro, 1998).
Tanah-tanah mineral pada umumnya mempunyai kandungan bahan
organik sekitar 3 % - 5 %. Kandungan bahan organik pada satu jenis tanah
berbeda menurut kedalamannya. Semakin dalam tanah, semakin berkurang
kandungan bahan organiknya, demikian pula dengan pengolahan tanah, semakin
sering tanah diolah, semakin berkurang kandungan bahan organik tanah tersebut
(Hasibuan, 2011).
Universitas Sumatera Utara
19
Tanah Andepts
Tanah andosol atau andepts, mempunyai tekstur liat berlempung dan
struktur tanahnya termasuk granular halus. Tanah ini dibentuk dalam abu volkan
dan mempunyai horizon A. Adapun ciri tanah horizon A yaitu warna coklat tua,
tekstur liat, struktur granular sedang, lemah, agak pekat, batas horizon nyata dan
berombak (Soil survey manual 1993, dalam Hutabarat 2010).
Menurut (Darmawijaya 1990, dalam Hutabarat 2010) Andepts merupakan
salah satu tanah yang dinilai cukup potensial dan tersebar pada beberapa tempat di
daerah tropika. Akhir-akhir ini andepts mendapat perhatian secara khusus. Tanah
andepts tanah yang berwarna hitam mengandung bahan organik dan lempung
amorf, serta sedikit silika yang terbentuk dari
abu vulkanik dan umumnya
ditemukan di daerah dataran tinggi.
Tanah andosol atau andepts terbentuk dari abu vulkan muda dengan bahan
organik yang tinggi, tekstur lapisan tanah atas pasir berlempung, tekstur lapisan
bawah berliat, bersolum dalam sehingga kapasitas infiltrasi dan pekolasinya tinggi
(Utomo 1989 dalam Hutabarat 2010).
Golongan (order) tanah dan kumpulan (sub order) tanah menurut sistem
klasifikasi tahun 1970 dan persamaannya dengan sistem klasifikasi tanah tahun
1949, dapat dilihat pada Tabel 4 dibawah ini :
Universitas Sumatera Utara
20
Tabel 4. Golongan order tanah dan sub order tanah menurut sistem klasifikasi
Golongan (order)
Arti kata
Kumpulan (sub
order)
Aproksimasi dengan
sistem 1949
Inceptisol
Tanah muda
Andepts
Andosol, Burn Acid
Aquepts
Beberapa Brown
Ochrepts
Forest, Low, Humic
Plaggept
Gley, dan Humic
Tropept
Umbrept
Gley soils
Sumber : Rafi’i (1982).
Inceptisol berasal dari bahasa latin yang konotasinya adalah tanah muda.
Golongan tanah ini memberikan daya dukung yang lebih baik untuk dijadikan
lahan-lahan pertanian dan rerumputan. Inceptisol meliputi 15,7 % dari seluruh
golongan tanah. Namun demikian golongan tanah ini mengambil peranan kecil
dalam hubungannya dengan produksi bahan makanan dunia. Salah satu kumpulan
atau order inceptisol adalah Andept (Rafi’i 1982 dalam Nasution, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Irigasi
Pengertian irigasi secara umum yaitu pemberian air ke tanah dengan
maksud untuk memasok lengas esensial bagi pertumbuhan tanaman. Tujuan
umum irigasi, yaitu (1) menjamin keberhasilan produksi tanaman dalam
menghadapi kekeringan jangka pendek, (2) mendinginkan tanah dan atmosfir
sehingga akrab untuk pertumbuhan tanaman, (3) mengurangi bahaya kekeringan,
(4) mencuci atau melarutkan garam dalam tanah, (5) mengurangi bahaya
pemipaan tanah, (6) melunakkan lapisan olah dan gumpalan-gumpalan tanah, (7)
menunda
pertunasan
dengan
cara
pendinginan
lewat
evaporasi
(Pusposutardjo, 2001).
Air irigasi diberikan ke areal pertanaman dengan beberapa cara :
1. Permukaan tanah, dengan penggenangan (flooding) atau alur (furrows)
Pemberian air dengan cara ini memiliki efisiensi yang rendah karena air
pada zona perakaran semakin ke ujung maka air akan semakin sedikit
mengalir.
2. Bawah tanah, dalam hal ini permukaan tanah dibasahi sedikit apabila ada
atau dengan pemasangan pipa di bawah tanah.
Pemberian air dengan cara ini memiliki efisiensi yang rendah karena
mengakibatkan kondisi penggaraman dan alkali yang kurang produktif
yang ditimbulkan oleh kapilerasi ke atas aliran air dari permukaan air
tanah yang dangkal.
4
Universitas Sumatera Utara
5
3. Irigasi curah
Pemberian air dengan cara seperti ini memilki efisiensi yang cukup tinggi
karena air masuk ke zona perakaran secara serentak (bersamaan).
4. Irigasi tetes
Pemberian air dengan cara seperti ini memiliki efisiensi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan irigasi curah. Karena pada irigasi tetes air langsung
masuk ke daerah perakaran.
(Hansen, dkk, 1992).
Israelsen dan Hansen (1962) menggolongkan efisiensi irigasi meliputi (a)
Efisiensi penyaluran air, (b) Efisiensi pemakaian air, (c) Efisiensi penggunaan air,
(d) Efisiensi penyimpanan air, (e) Efisiensi pemakaian air konsumtif, dan (f)
Efisiensi distribusi air.
Tujuan untuk mengetahui konsep-konsep efisiensi tersebut adalah untuk
menunjukkan bagaimana meningkatkan efisiensi irigasi yang lebih tinggi.
Efisiensi penyaluran air
Efisiensi penyaluran (Conveyance efficiency) adalah efisiensi di saluran
pembawa air yang dapat dihitung dengan rumus :
Ec =
��
��
x 100 % ...............................................................................................(1)
dimana :
Ec = Efisiensi penyaluran
Wf = jumlah air yang di salurkan
Wr = jumlah air yang diambil dari sungai / sumbernya
(Sumadiyono, 2011).
Universitas Sumatera Utara
6
Efisensi penyaluran air merupakan konsep awal untuk mengevaluasi
kehilangan air, karena saluran sebagai penyalur air dari sumber utama ke areal
pertanian dan kehilangan air bermula dari penyaluran tersebut.
Dumairy (1992) menyatakan efisiensi penyaluran air (Ec) dipengaruhi
oleh faktor-faktor :
(1) Kondisi jaringan irigasi, bangunan dan salurannya ; kehilangan air banyak
terjadi pada waktu pengaliran, baik karena penguapan maupun peresapan /
rembesan
(2) Adanya penyadapan air secara liar oleh petani pada saluran sekunder dan
primer guna dialirkan secara langsung ke petak persawahan
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efisiensi Penyaluran Air
Evaporasi
Evaporasi adalah proses menguapnya air dari permukaan daratan dan
permukaan lautan menuju atmosfir bumi. Besar kecilnya evaporasi dipengaruhi
oleh faktor-faktor suhu air, suhu udara, kelembaban tanah, kecepatan angin,
tekanan udara dan sinar matahari. Suhu air, suhu udara dan sinar matahari
berbanding lurus dengan besarnya evaporasi. Sementara kelembaban tanah,
kecepatan angin dan tekanan udara berbanding terbalik dengan besarnya
evaporasi. Apabila kecepatan angin besar maka evaporasi akan semakin cepat.
Perhitungan
besarnya
evaporasi
biasanya
dinyatakan
dalam
mm/hari
(Dumairy, 1992).
Cara yang paling banyak digunakan untuk mengetahui volume evaporasi
dari permukaan air bebas adalah dengan menggunakan panci evaporasi. Beberapa
4
Universitas Sumatera Utara
7
percobaan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa evaporasi yang terjadi dari
panci evaporasi lebih cepat dibanding dari permukaan air yang luas. Untuk itu
hasil pengukuran dari panci evaporasi harus dikalikan dengan suatu koefisien
seperti terlihat pada rumus dibawah ini (Triatmodjo, 2008 : hal 69, dalam
Bunganaen , 2009).
E = k Ep ............................................................................................................(2)
dimana :
E = evaporasi dari badan air (mm/hari)
k = koefisien panci (0,8)
EP = evaporasi dari panci (mm/hari)
Triatmodjo (2008 hal : 70 dalam Bunganaen, 2009) menyebutkan koefisien panci
bervariasi menurut musim dan lokasi, yaitu berkisar antara 0,6 sampai 0,8.
Biasanya digunakan koefisien panci tahunan sebesar 0,7.
Perkolasi
Daya perkolasi p adalah laju perkolasi maksimum yang dimungkinkan,
yang besarnya dipengaruhi oleh kondisi tanah dalam zona tidak jenuh, yang
terletak di antara permukaan tanah dengan permukaan air tanah. Perkolasi tidak
mungkin terjadi sebelum zona tidak jenuh mencapai kapasitas lapang (field
capacity) (Soemarto, 1995).
Laju perkolasi dapat diklasifikasikan oleh U.S. Soil Conseravation Service
sebagai berikut
Universitas Sumatera Utara
8
Tabel 1. Laju perkolasi pada berbagai jenis aliran
Jenis
Laju perkolasi
In./hr
mm/hr
Aliran Deras
>6,3
>160
Aliran Sedang
2,0 – 6,3
50 – 160
Aliran Lunak
0,63 – 2,0
16 – 50
Aliran Cukup lambat
0,20 – 0,63
5,0 – 16
Aliran Lambat
0,05 – 0,20
1,25 – 5,0
Aliran Sangat lambat
< 0,05
< 1,25
(Kohnke, 1968).
Rembesan
Menurut Wesley (1973 dalam Idkham, 2005) permealibitas atau daya
rembesan adalah kemampuan tanah untuk dapat melewatkan air. Air yang dapat
melewati tanah hampir selalu linear, yaitu jalan atau garis yang ditempuh air
merupakan garis dengan bentuk yang teratur (smooth curve).
Tanah terdiri atas butiran-butiran dengan rongga yang saling berhubungan
di antara butiran tersebut. Oleh karena itu tanah memiliki sifat permeabilitas, yaitu
air dapat mengalir atau merembes melalui butiran, walaupun dengan kecepatan
yang sangat lambat pada jenis tanah berbutir halus (lempung dan liat). Rembesan
terjadi akibat dari perbedaan potensial energi. Konsep ini sama dengan konsep
aliran air di dalam pipa pada mekanika fluida. Hukum Darcy menyatakan bahwa
kecepatan rembesan dalam tanah sebanding dengan gradien hidrolik dan
dituliskan sebagai :
Volume : q1t = kiAt
q1 = kiA..... .................................................................................................(3)
Universitas Sumatera Utara
9
dimana q1 = debit aliran
i = gradien hidrolik
A = luas penampang aliran
k =sifat fisik tanah yang disebut koefisien rembesan atau koefisien
permeabilitas. Juga disebut konduktivitas hidrolik.
Gradien hidrolik adalah perbandingan perubahan tinggi hidrolik terhadap jarak
horizontal, yaitu :
ℎ
i = ..............................................................................................(4)
�
dimana ∶ ℎ adalah perubahan tinggi hidrolik dan L adalah jarak perubahan tersebut
terjadi. Untuk rembesan pada dasar saluran dihitung dengan persamaan dari
(Gambar 1) :
q1 = k (h/L) A
k=
�1�
ℎ�
...........................................................................................(5)
dimana : k = koefisien rembesan dasar saluran
q1 = debit aliran pada dasar saluran
L = tebal dasar saluran
h = tinggi hidrolik
A = Luas penampang melintang dasar saluran
(Wesley, 2012).
Universitas Sumatera Utara
10
dz
dx
Gambar 1. Sketsa penampang melintang saluran irigasi bendungan
Menurut Hardiyatmo (1992) hukum Darcy dapat juga diterapkan untuk
menghitung debit rembesan yang melalui struktur bendungan (Gambar 1). Dalam
merencanakan sebuah bendungan, perlu diperhatikan stabilitasnya terhadap
bahaya longsoran, erosi lereng dan kehilangan air akibat rembesan yang melalui
tubuh bendungannya. Berikut adalah cara untuk menentukan rembesan lewat
bendungan dengan cara Dupuit (1863), dimana besarnya rembesan per satuan
lebar arah tegak lurus bidang gambar yang diberikan oleh Darcy adalah
q2 = kiA yang menganggap bahwa gradien hidrolis (i) adalah sama dengan
kemiringan permukaan freatis dan besarnya konstan dengan kedalamannya, yaitu
i = dz/dx. Maka dapat ditulis,
q2 = k
��
��
z
Universitas Sumatera Utara
11
�1
�
∫0 �2 dx = ∫�2 �� ��
q2 =
�
2�
(H12 – H22)
Kalau H2 = 0
q2 =
k=
�
2�
H12
� 2 2�
�12
......................................................................................................... (6)
dimana :
q2 = Debit rembesan per satuan panjang bendungan
k = koefisien rembesan
d = jarak mendatar diukur dari titik kontak permukaan air di hulu bendungan
dengan bidang kemiringan bendung hingga dasar lapisan kedap air di hilir
bendungan
H1 = tinggi air di hulu bendungan
H2 = tinggi air di hilir bendungan
(Suprapto, 2003).
Beberapa nilai koefisien rembesan pada beberapa jenis tanah dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Koefisien rembesan untuk beberapa jenis tanah
Bahan
Kerikil
Pasir kasar
Pasir sedang
Pasir halus
Lanau
Koefisien Rembesan (m/detik)
≥ 0,01
10-2 sampai 10-3
10-3 sampai 10-4
10-5 sampai 10-6
10-6 sampai 10-7
Lempung kelanauan
10-7 sampai 10-9
Lempung
10-8 sampai 10-11
Uraian
Dapar dikeringkan dengan
pemompaan, yaitu, air
akan keluar dari rongga
karena gravitasi.
Air tidak dapat mengalir
keluar dari rongga karena
gravitasi
Hampir tidak dapat
dirembes air
(Wesley, 2012).
Universitas Sumatera Utara
12
Faktor-faktor yang mempengaruhi rembesan
Koefisien rembesan tergantung pada beberapa faktor yaitu :
a.
Tekstur tanah, apabila tekstur tanah liat maka laju rembesan rendah hal ini
karena tekstur liat lebih kuat memegang air, demikian pula sebaliknya
untuk tanah pasir.
b. Ukuran pori-pori tanah, apabila ukuran pori besar maka laju rembesan
semakin besar juga karena pori tanah yang besar akan memudahkan air
masuk melalui pori tersebut dan akan semakin cepat merembes. Dan
sebaliknya apabila ukuran pori tanah kecil.
c.
Kekasaran permukaan butiran tanah, apabila butiran tanah terlau kasar
maka laju rembesan akan besar karena permukaan tanah yang kasar sulit
menyimpan air.
d. Bahan organik tanah (BOT), apabila tanah mengandung bahan organik
yang tinggi maka laju rembesan akan semakin kecil karena kandungan
BOT yang tinggi dapat memperkecil laju air.
e. Derajat kejenuhan tanah, apabila derajat kejenuhan tanah rendah maka
rembesan akan semakin besar karena air akan berpindah dari potensial
tinggi ke potensial rendah dan pada saat itu air akan lebih cepat mengalir
ke bagian tanah yang kering atau potensialnya rendah. Pada tanah
berlempung struktur tanah memegang peranan penting dalam menentukan
koefisien rembesan. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi sifat rembesan
tanah lempung adalah konsentrasi ion dan ketebalan lapisan air yang
menempel pada butiran lempung (Vidayanti, 2010).
Universitas Sumatera Utara
13
f. Struktur tanah, apabila struktur tanah remah maka laju rembesan besar hal
ini karena pada tanah struktur remah air akan lebih mudah lolos, demikian
pula sebaliknya untuk struktur tanah gumpal. Selain itu struktur tanah
remah memiliki tingkat kemantapan yang rendah , demikian pula
sebaliknya untuk struktur tanah gumpal (Hasibuan,2011).
Secara garis besar, makin kecil ukuran partikel, makin kecil pula ukuran
pori dan makin rendah koefisien permeabilitasnya. Berarti suatu lapisan tanah
yang mengandung butiran-bituran halus memiliki harga k yang lebih rendah
daripada tanah yang memiliki butiran kasar (Craig, 1987).
Beberapa faktor sifat fisik tanah yang mempengaruhi koefisien rembesan,
lebih dirinci dalam uraian berikut ini:
Tekstur tanah
Ukuran relatif partikel tanah dinyatakan dalam istilah tekstur, yang
mengacu pada kehalusan atau kekerasan tanah. Lebih khasnya tekstur adalah
perbandingan relatif pasir, debu dan tanah liat. Partikel debu terasa halus seperti
tepung dan mempunyai sedikit kecenderungan untuk saling melekat atau
menempel pada partikel lain. Tanah dengan kapasitas terbesar untuk menahan air
melawan tarikan gravitasi merupakan ciri utama tanah liat. Tanah berdebu
mempunyai kapasitas besar untuk menyimpan air yang tersedia untuk
pertumbuhan tanaman. Pada tanah yang bertekstur lebih halus, kadar air pada
tegangan air yang sama lebih tinggi dibandingkan tanah bertekstur kasar. Dengan
demikian tanah bertekstur halus lebih kuat menahan air dibanding tanah yang
bertekstur kasar (Foth, 1951).
Universitas Sumatera Utara
14
Di lapangan tekstur ditetapkan berdasarkan perasaan yakni dengan cara
memijit tanah diantara telunjuk jari tangan dan ibu jari tangan. Dengan cara
laboratorium didasarkan atas kenyataan bahwa bagian-bagian kasar seperti pasir
akan cepat jatuh kebawah, sedangkan partikel-partikel halus akan lambat jatuh
seperti debu, dan yang terakhir mengendap adalah partikel-partikel yang lebih
halus seperti partikel liat. United states Departement of Agriculture (USDA)
mengklasifikasikan tekstur tanah berdasarkan atas dari fraksi-fraksi utama dari
partikel tanah yaitu sebanyak 12 kelas tekstur. Berikut adalah gambar diagram
segitiga tekstur tanah menurut USDA.
Gambar 2 : Diagram segitiga tekstur tanah menurut USDA (Foth (1994).
Universitas Sumatera Utara
15
Kerapatan massa tanah
Menurut Foth (1994), kerapatan massa adalah bobot per satuan volume
tanah total yang biasanya dinyatakan sebagai gram per centimeter kubik. Menurut
Islami dan Utomo (1995), bobot volume tanah “bulk density” yaitu nisbah antara
massa total tanah dalam keadaan kering dengan volume total tanah.
M
B� = Vp ................................................................................................ (7)
t
dimana :
B� = kerapatan massa (bulk density) (g/cm3)
Mp = Massa padatan tanah (g)
Vt = Volume total tanah (cm3)
Tanah-tanah yang tersusun dari partikel yang halus dan tersusun secara
tidak teratur, mempunyai struktur yang baik, ruang porinya tinggi sehingga bobot
volumenya rendah (sekitar 1,2 g/cm3). Tanah yang baru berkembang mengandung
bahan organik tinggi karena kepadatan jenis bahan organik rendah, maka bobot
volume tanah rendah, mempunyai bobot volume kurang dari 1,0 g/cm3
(Islami dan Utomo, 1995).
Menurut Islami dan Utomo (1995) besarnya bobot volume atau kerapatan
massa (bulk density) tanah-tanah pertanian bervariasi dari sekitar 1,0 g/cm3
sampai 1,6 g/cm3, yang dipengaruhi oleh tekstur tanah, kandungan bahan organik
tanah dan struktur tanah atau lebih khusus bagian rongga pori tanah.
Bila dinyatakan dalam gram per centimeter kubik, kerapatan massa pada
permukaan tanah liat yang berbutir-butir biasanya berkisar dari 1,0 sampai 1,3.
Tanah permukaan yang bertekstur kasar biasanya akan berkisar dari 1,3 sampai
Universitas Sumatera Utara
16
1,8. Perkembangan yang lebih besar dari struktur pada tanah permukaan yang
bertekstur
halus
menjadi
penyebab
lebih
rendahnya
kerapatan
massa
dibandingkan dengan tanah yang lebih berpasir (Foth, 1994).
Kerapatan partikel tanah
Kerapatan partikel adalah nisbah antara massa padatan dengan volume
padatan tanah.
M
Pd = V p ............................................................................................................. (8)
p
dimana:
P� = Kerapatan partikel tanah (g/cm3)
Mp = Massa padatan tanah (g)
Vp = Volume tanah kering (cm3)
Besarnya kerapatan partikel tanah pertanian bervariasi diantara 2,2 g/cm3 sampai
2,8 g/cm3, dipengaruhi terutama oleh kandungan bahan organik tanah dan
kepadatan jenis partikel penyusun tanah. Kandungan bahan organik yang tinggi
menyebabkan tanah mempunyai bobot jenis partikel (particel density) rendah.
Tanah Andosol misalnya, nilai kerapatan partikel hanya 2,2 – 2,4 g/cm3
(Islami dan Utomo, 1995).
Menurut Hardiyatmo (1992) dalam Idkham (2005) nilai berat jenis dari
berbagai jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 3 :
Universitas Sumatera Utara
17
Tabel 3. Berat jenis dari berbagai jenis tanah
Kerapatan partikel (g/cm3)
Jenis tanah
Kerikil
2,65 - 2,68
Pasir
2,65 – 2,68
Liat tak organik
2,62 – 2,68
Liat organik
2,58 – 2,65
Lempung tak organik
2,68 – 2,75
Humus
1,37
Gambut
1,25 – 1,80
Sumber : Hardiyatmo (1992).
Porositas
Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat
dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga
merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi tanah. Tanah yang porous berarti
tanah yang cukup mempunyai ruang pori untuk pergerakan air dan udara masukkeluar tanah secara leluasa, sebaliknya untuk tanah tidak porous (Hanafiah, 2005).
Hardjowigeno (1987), menyatakan bahwa nilai bulk density dan particel
density merupakan petunjuk kepadatan tanah atau porositas, makin padat suatu
tanah maka makin tinggi nilai bulk densitynya, yang berarti makin sulit
meneruskan air atau ditembus akar.
Untuk
menghitung
persentase
ruang
pori
(θ)
yaitu
dengan
membandingkan nilai kerapatan massa dan kerapatan partikel dengan persamaan:
B
θ = �1- d � ×100% ......................................................................................... (9)
P
d
dimana: θ = porositas (%)
Bd = Kerapatan massa (g/cm3)
Universitas Sumatera Utara
18
Pd = Kerapatan partikel (g/cm3)
(Hansen, dkk, 1992).
Nilai porositas tanah pertanian bervariasi dari 40 sampai 60 %, sedang
nilai rasio rongga dari 0,3 - 2,0. Porositas dipengaruhi oleh ukuran partikel dan
struktur. Tanah berpasir mempunyai porositas rendah (40 %) dan tanah lempung
mempunyai porositas tinggi, jika struktunya baik dapat mempunyai porositas 60%
(Islami dan Utomo, 1995).
Kandungan bahan organik tanah
Bahan organik tanah adalah fraksi organik tanah yang berasal dari
biomassa tanah dan biomassa luar-tanah. Biomassa tanah adalah massa total flora
dan fauna tanah hidup serta bagian vegetasi yang hidup dalam tanah (akar).
Biomassa luar-tanah adalah massa bagian vegetasi yang hidup di luar tanah (daun,
batang, cabang, ranting, bunga, buah, dan biji). Bahan organik dibuat dalam
organisme hidup dan tersusun atas banyak sekali senyawa karbon. Di dalam
tanah, bahan organik bercampur dengan bahan mineral. Bahan organik tanah
(BOT) memajukan kebaikan struktur dan konsistensi tanah, dan dengan demikian
memperbaiki aerasi, permeabilitas, dan daya tahan menyimpan air. BOT dapat
menambat air sampai 20 kali lipat bobotnya sendiri (Notohadiprawiro, 1998).
Tanah-tanah mineral pada umumnya mempunyai kandungan bahan
organik sekitar 3 % - 5 %. Kandungan bahan organik pada satu jenis tanah
berbeda menurut kedalamannya. Semakin dalam tanah, semakin berkurang
kandungan bahan organiknya, demikian pula dengan pengolahan tanah, semakin
sering tanah diolah, semakin berkurang kandungan bahan organik tanah tersebut
(Hasibuan, 2011).
Universitas Sumatera Utara
19
Tanah Andepts
Tanah andosol atau andepts, mempunyai tekstur liat berlempung dan
struktur tanahnya termasuk granular halus. Tanah ini dibentuk dalam abu volkan
dan mempunyai horizon A. Adapun ciri tanah horizon A yaitu warna coklat tua,
tekstur liat, struktur granular sedang, lemah, agak pekat, batas horizon nyata dan
berombak (Soil survey manual 1993, dalam Hutabarat 2010).
Menurut (Darmawijaya 1990, dalam Hutabarat 2010) Andepts merupakan
salah satu tanah yang dinilai cukup potensial dan tersebar pada beberapa tempat di
daerah tropika. Akhir-akhir ini andepts mendapat perhatian secara khusus. Tanah
andepts tanah yang berwarna hitam mengandung bahan organik dan lempung
amorf, serta sedikit silika yang terbentuk dari
abu vulkanik dan umumnya
ditemukan di daerah dataran tinggi.
Tanah andosol atau andepts terbentuk dari abu vulkan muda dengan bahan
organik yang tinggi, tekstur lapisan tanah atas pasir berlempung, tekstur lapisan
bawah berliat, bersolum dalam sehingga kapasitas infiltrasi dan pekolasinya tinggi
(Utomo 1989 dalam Hutabarat 2010).
Golongan (order) tanah dan kumpulan (sub order) tanah menurut sistem
klasifikasi tahun 1970 dan persamaannya dengan sistem klasifikasi tanah tahun
1949, dapat dilihat pada Tabel 4 dibawah ini :
Universitas Sumatera Utara
20
Tabel 4. Golongan order tanah dan sub order tanah menurut sistem klasifikasi
Golongan (order)
Arti kata
Kumpulan (sub
order)
Aproksimasi dengan
sistem 1949
Inceptisol
Tanah muda
Andepts
Andosol, Burn Acid
Aquepts
Beberapa Brown
Ochrepts
Forest, Low, Humic
Plaggept
Gley, dan Humic
Tropept
Umbrept
Gley soils
Sumber : Rafi’i (1982).
Inceptisol berasal dari bahasa latin yang konotasinya adalah tanah muda.
Golongan tanah ini memberikan daya dukung yang lebih baik untuk dijadikan
lahan-lahan pertanian dan rerumputan. Inceptisol meliputi 15,7 % dari seluruh
golongan tanah. Namun demikian golongan tanah ini mengambil peranan kecil
dalam hubungannya dengan produksi bahan makanan dunia. Salah satu kumpulan
atau order inceptisol adalah Andept (Rafi’i 1982 dalam Nasution, 2010).
Universitas Sumatera Utara