PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DIDIK MENURUT AL GHAZALI DALAM KITAB AYYUHAL W A L AD - Test Repository

  PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DIDIK MENURUT AL GHAZALI DALAM KITAB AYYUHAL W A L AD SKRIPSI

  Diajukan Guna Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S.Pd.l)

  Dalam Ilmu Tarbiyah Oleh :

  MUHAMMAD SHOL1HUN NIM. 111 03 016

  JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2008

DEPARTEMEN AGAMA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA

  Jl. Stadion 03 Telp. (0298) 323706, 323433 Fax 323433 Salatiga 50721

  Website : M. Gufron, M. Ag Dosen STAIN Salatiga

NOTA PEMBIMBING

  Salatiga, 22 Februari 2008 Lamp. : 3 eksemplar Hal : Naskah Skripsi Kepada Yth.

  Sdr. Muhammad Sholihun Ketua STAIN Salatiga di - SALATIGA Assalamu’alaikum Wr. Wb.

  Setelah diadakan pengarahan, bimbingan, koreksi dan perbaikan seperlunya, maka skripsi Saudara : Nama : Muhammad Sholihun NIM. : 111 03 016

  : Tarbiyah Jurusan

  Progdi : PAI : PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DIDIK MENURUT

  Judul AL GHAZALI DALAM KITAB AYYUHAL WALAD Sudah dapat diajukan dalam sidang munaqasah.

  Demikian surat ini, harap menjadikan perhatian dan digunakan sebagaimana mestinya.

  Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

  Pembimbing M, Gufron, M. Ag

  NIP. 150 327 089

DEPARTEMEN AGAMA RI SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

  Jl. Stadion No. 2 Salatiga (0298) 323706

  

PENGESAHAN

  SKRIPSI Saudara : Muhammad Sholihun dengan Nomor Induk Mahasiswa :

  

111 03 016 yang berjudul PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DIDIK

MENURUT AL GHAZALI DALAM KITAB AYYUHAL WALAD telah

  dimunaqosahkan dalam Sidang Panitia Ujian, Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga, pada hari Sabtu, 8 Maret 2008 M yang bertepatan dengan tanggal 1 Rabiul Awal 1429 H. Dan telah diterima sebagai bagian dari syarat-syarat untuk memperoleh gelar Saijana dalam Ilmu Tarbiyah. c . .

  8 Maret 2008 M Salatiga,---------------------------

  1 Rabiul Awal 1429 H Panitia Ujian

  DEPARTEMEN AGAMA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA Jl. Stadion 03 Telp. (0298) 323706, 323433 Fax 323433 Salatiga 50721

  Website : www.sltiinsakniuti.ttc.id E-mail:

  

DEK LA R A SI

  Bismillahirrahmanirrahim Penulis menyatakan dengan penuh kejujuran, bahwa skripsi yang berjudul

  

Pendidikan Akhlak Anak Didik Menurut Al-Ghazali dalam Kitab Ayyuhal Walad

  ini adalah hasil karya penelitian yang dilakukan oleh penulis sendiri, bukan dari hasil karya orang lain ataupun Penerbit. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pemikiran orang lain kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.

  Apabila di kemudian hari ternyata terdapat materi atau pikiran-pikiran orang lain diluar referensi yang peneliti cantumkan, maka peneliti sanggup mempertanggungjawabkan kembali keaslian skripsi ini di hadapan sidang munaqosah skripsi.

  Demikian deklarasi ini dibuat oleh peneliti untuk dapat dimaklumi.

  Salatiga, 22 Februari 2008 Penelili-

  Muhammad Sholihun NIM. 111 03 016

  

MOTTO

“(Rindu cinta fcepadaJACCad adaCad de6adagiaan fidup

sedang iman dan taat fepadaN ya adaCad pemudaan ”

  

PERSEMBAHAN

Karya tulis ilm iah ya n g herbentuk skrip si in i penulis persem bahkan

  

1. A y a h dan Ibu tercinta, ya n g telah m emberikan m otivasi, m endoakan dan

mengorbankan jiw a , raga m aupun m aterial dalam jenjang pendidikan saya.

  2. Paman serta B ib iku semua ya n g b a ik hati

  3. K a kek dan N en ekku semua yang mendo 'akan dan merestui 4 . M . G hufron, M A g selaku pem bim bing skripsi

  

5. Sahabat serta tem an-tem anku (A n i, O ni, Tsani, Yaden, H im in, B ikhah,

N u ru l, M a lik, B idin, dan lain sebagainya), yang banyak m embantu dan menghibur.

  6. Calon istriku tercinta ya n g setia menunggu

  7. M a s Y u liya n g telah m em bantu dalam penulisan skrip si in i 8. Para pembaca yang budim an, sehingga skrip si in i dapat bermanfaat.

KATA PENGANTAR

  Alhamdulillahi Robbil 'Alamin,

  segala puji hanya penulis panjatkan kepada Allah SWT yang hanya dengan pertolongan, Rahmat dan HidayahNya, penulis mampu menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu kelengkapan syarat terselesainya jenjang pendidikan Strata Satu (SI) pada jurusan Tarbiyah STAIN di Salatiga.

  Penulis sampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya penulisan skripsi ini serta penghargaan yang setinggi- tingginya penulis sampaikan kepada:

  1. Bapak Ketua STAIN Salatiga, yang telah memberikan izin dan restu dalam menyusun skripsi ini.

  2. Bapak M. Gufron, M. Ag, selaku pembimbing dalam penulisan skripsi ini yang telah banyak mencurahkan perhatian dan waktu pada penulis dalam membimbing dan mengarahkan penyusunan skripsi ini.

  3. Para bapak dan Ibu Dosen serta Civitas Akademika STAIN Salatiga yang membantu sejak awal hingga terselesainya perkuliahan dan skripsi ini.

  4. Teman sejawat dan semua pihak yang telah membantu serta memberikan motivasi dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.

  5. Bapak Ibu dan semua keluarga yang telah memberikan do'a restu dan motivasi sehingga penulisan sekripsi ini selesai.

  Penulis berkeyakinan bahwa apa yang telah diperbuat oleh semua pihak telah banyak membantu dalam menyelesaikan skripsi ini baik yang dapat disebutkan maupun tidak, semoga mendapatkan balasan dan pahala dari Allah SWT.

  Dalam penulisan skripsi ini apabila masih banyak kekeliruan, kekurangan dan kesalahan, itu semua karena keterbatasan kemampuan penulis, untuk itu pula kritik dan saran yang konstruktif akan penulis terima dengan senang hati.

  Akhirnya semoga skripsi ini ada manfaatnya baik bagi penulis khususnya maupun pembaca umumnya. Amiin.

  Salatiga, 22 Februari 2008 Shoiihun

  

DAFTAR ISI

  

  BAB I PENDAHULUAN

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  B. Relevansi Pendidikan Akhlak Anak Didik dalam Kitab

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

   DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN

  

BABI

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

  Menurut ajaran Islam, anak adalah amanat Allah yang wajib dilaksanakan. Tanggung jawab orang tua terhadap anak tidaklah kecil. Secara umum inti tanggung jawab tersebut adalah penyelenggaraan pendidikan bagi anak' guna mengarahkan kepada perilaku maupun budi pekerti yang mulia, sehingga dapat memelihara dan mengembangkan fitrah serta sumber daya insani menuju terbentuknya Insan kamil (manusia seutuhnya) sesuai dengan norma yang Islami.

  Upaya untuk membentuk kepribadian muslim yang berbudi mulia tersebut perlu adanya pemberian nilai-nilai ajaran Islam kepada anak didik, sehingga mereka dapat memahami dan menghayati nilai-nilai ajaran tersebut dengan sebaik-baiknya. Kemudian diaktualisasikan dalam kehidupan sehari- hari baik dalam bentuk ibadah maupun muamalah. Anak sejak dini harus diberi pendidikan agama supaya tingkah laku kesehariannya sesuai dengan ajaran agama, lebih-lebih pada masa remaja yang emosinya masih labil, tindakannya kadang-kadang dinilai sebagai tindakan nakal, tetapi masa-masa ini adalah masa yang baik untuk belajar.

  'Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung, PT. Remaja

  2 Allah SWT telah menurunkan agama Islam yang ditujukan untuk

  manusia supaya dapat merealisasikan kepentingannya di dunia dan akhirat, cepat atau lambat, dengan cara memberi hal-hal yang bermanfaat bagi mereka serta menghindari bahaya yang dapat mengancam mereka. Semua yang berkaitan dengan kepentingan manusia di dunia dan akhirat telah digariskan syari’at Islam yang benar, yakni dengan memberi manusia hukum-hukum yang meliputi cara memperolehnya, cara memeliharanya, dan sekaligus cara menjaganya. Demikian juga semua yang berkaitan dengan hal-hal yang merusak kehidupan manusia di dunia dan akhirat, yang akan datang padanya cepat atau lambat.

  Manusia diperingatkan dan diberi petunjuk untuk menghindari serta menjauhkan diri dari hal-hal yang merusak kehidupannya. Semua itu untuk mengangkat martabat manusia menjadi khalifah Allah di muka bumi dan sekaligus menjamin kebahagiaannya. Untuk itu, Islam sangat memperhatikan terhadap perkembangan jiwa manusia, terutama pengawasan yang menyeluruh terhadap pendidikan yang meliputi pendidikan individu dan kemasyarakatan.

  Jadi pendidikan yang menyangkut akhlak atau budi pekerti manusia sebagai subjek didik sangatlah penting dilaksanakan.

  Masa sekarang ini banyak sekali tindakan-tindakan yang dilakukan oleh manusia yang mengarah pada krisis akhlak sering disebut juga ddngUn krisis moral seperti perampokan, tindak korupsi di kalangan pejabat, pelacuran dan lain sebagainya, semua itu sudah tidak asing dalam tayangan berita di negeri Indonesia ini, semua tindakan itu tidak di benarkan dalam Islam tetapi

  3

  yang lebih memprihatinkan lagi bahwa pelaku dari pada tindak kriminal tersebut kebanyakan dari orang-orang Islam.

  Anak adalah generasi muda, sedangkan generasi muda adalah sebagai penerus bangsa, apabila penerus bangsa memiliki jiwa yang berakhlak mulia tentu saja negara akan maju dan rakyat akan hidup tentram, tetapi sebaliknya apabila penerus bangsa memiliki jiwa yang berakhlak buruk tentu saja negara kita akan mengalami banyak kerusakan dan kemunduran. Oleh sebab itu mempersiapkan generasi muda yang berakhlak mulia adalah sangat penting didalam dunia pendidikan.

  Mengingat pentingnya pendidikan akhlak manusia tersebut, tentu saja tidak meninggalkan jasa para pemikir pendidikan Islam yang tidak diragukan lagi pengaruhnya dalam kemajuan Islam. Dalam pendidikan Islam terdapat seorang tokoh yang tidak asing lagi yaitu Hujjatul Islam Abu Hamid bin Muhammad bin Muhammad Al Ghazali yang sering disebut dengan Imam Al Ghazali.

  Sejarah memberikan fakta bahwa muncul pemikir pendidikan Islam yang tidak asing lagi yaitu Hujjatul Islam Abu Hamid bin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Al Ghazali2 yang terkenal dengan sebutan Imam Al Ghazali, sebuah nama yang tidak asing lagi baik di kalangan ulama maupun orang awam. Buah fikirannya banyak mempengaruhi para ahli, baik di timur ataupun di barat. Beliau adalah salah satu dari ulama yang cerdas dan banyak menarik perhatian para pengkaji ilmiah di zaman dahulu maupun

  2Hudhari Bik, Tarjamah Tarikh A l Tasyri' A l Islam, Indonesia, Daarul Ihya. 1980,

  4

  sekarang, baik dari umat Islam sendiri maupun para orientalis. Imam Al Ghazali memang sangat luas pengetahuannya dan banyak berjasa bagi kemajuan agama Islam, beliau sangat berperan penting untuk mensikapi dan menindaklanjuti berbagai macam persoalan, baik mengenai pendidikan, syari’at, aqidah, akhlak dan lain sebagainya.

  Misalnya saja ketika memberikan jawaban kepada seorang siswa yang sudah mempelajari berbagai macam ilmu pengetahuan, tetapi masih mengalami kebingungan untuk memenuhi sesuatu yang menjadi bekal di akhirat kelak, kemudian Imam Al Ghazali menulis sebuah kitab yang diberinama Ayyuhal Walad yang berisi tentang nasehat kepada para pelajar untuk mengetahui dan membedakan antara ilmu yang bermanfaat dan yang tidak bermanfaat.

  Sesungguhnya Imam Al Ghazali selain sebagai pemikir dalam pendidikan Islam, juga pernah berkecimpung langsung menjadi praktisi pendidikan, pengalamannya sebagai guru di Madrasah Nizhamiyah, itu menunjukkan bahwa beliau juga merupakan ulama yang teijun langsung di dalam dunia pendidikan.

  Berawal dari urian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan bentuk skripsi dengan judul: “PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DIDIK MENURUT AL GHAZALI DALAM KITAB AYYUHAL WALAD”

  5 B. Penegasan Istilah

  Penegasan istilah adalah untuk mendapatkan kejelasan tentang judul skripsi di atas, supaya tidak terjadi kesalahpahaman maka penulis perlu memberikan batasan-batasan dan penegasan secukupnya terhadap istilah- istilah yang ada, yaitu :

  1. Pendidikan Akhlak Pendidikan berasal dari bahasa Yunani yaitu : “Paedagogike”. Ini adalah kata majemuk yang terdiri dari kata “paes” yang berarti “anak” dan kata “ago” yang mempunyai arti “aku membimbing” oleh sebab itu paedagogike berarti aku membimbing anak. Sedangkan orang yang memiliki pekerjaan membimbing anak dengan tujuah membawanya ketempat belajar disebut dengan paedagogos. Apabila kata ini diartikan secara simbolis, maka suatu perbuatan membimbing merupakan inti dalam mendidik.3 Kemudian yang dinamakan akhlak sebagaimana perkataan

  Imam Al Ghazali 4 A mi j (jjioli ^ AiiA (jc.

  j x j ii j j j j ijjo Al

  

Aiig-ll (jli A ^ll 4->U. j

  </ a 'I (JlxiaVJ ^ C m j

  Ifr’lC- ( j j j 1 k.iN Uil^. A ng W l AV\

  

\ n Lalx

JH. Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, Jakarta, PT. Rineke Cipta, 1991, him. 79.

  6 Art inya: Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang

  menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Apabila perilaku tersebut mengeluarkan beberapa perbuatan baik dan terpuji, baik menurut akal maupun tuntunan agama, perilaku tersebut dinamakan akhlak yang baik. Apabila perbuatan yang dikeluarkan itu jelek, maka perilaku tersebut dinamakan akhlak yang jelek.4

  Jadi pendidikan akhlak adalah bimbingan secara sadar oleh seorang pendidikan terhadap perkembangan jiwa anak didik baik jasmani maupun rohani sehingga memiliki prilaku yang baik dan terpuji menurut akal maupun tuntunan agama Islam serta bisa menjauhi dan meninggalkan prilaku yang buruk menurut akal maupun tuntunan agama Islam.

  2. Al Ghazali Nama Al Ghazali yang dimaksud di sini adalah Abu Hamid

  Muhammad bin Muhammad at Tusi Al Ghazali, beliau termasuk seorang pemikir Islam, teolog, filsuf dan sufi yang termasyur. Ia dilahirkan di kota Gazalah, sebuah kota kecil dekat Tus di Khurasan, yang pada waktu itu sebagai salah satu pusat ilmu pengetahuan di dunia Islam. Beliau meninggal juga di kota Tus Setelah peijalanan mencari ilmu dan ketenangan batin, kemudian nama Al Ghazali dan At Tusi itu dinisbatkan kepada tempat kelahirannya.5 3. Kitab Ayyuhal Walad

  Kitab Ayyuhal Walad adalah kitab kecil berbahasa Arab dan termasuk salah satu karya Hujjatul Islam Imam Al Ghazali. Di dalam kitab *

  3

  4Abu Hamid Muhammad Al Ghazali, Ih ya ’ Ulum A l Din, Jilid III, Dar Al Fikr, Beirut, 1989, him. 58.

  7

  ini dari segi isinya menggunakan metode mauizah atau pemberian nasehat dengan memberikan arahan-arahan kepada anak meliputi teori-teori yang disandarkan pada Al Qur'an maupun hadits juga dengan menggunakan pemikiran-pemikiran Al Ghazali itu sendiri dengan pengalamannya sebagai seorang pendidik yang profesional.

  Kitab ini muncul karena permintaan dari salah satu siswa zaman dahulu, yang meminta kepada Imam Al Ghazali untuk menulis kitab yang di dalamnya memuat ilmu yang membedakan antara ilmu yang bermanfaat dan yang tidak bermanfaat bagi dirinya di dunia maupun di akhirat.

  C. Pokok-pokok Permasalahan Melihat uraian di atas, maka selanjutnya penulis mengemukakan pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas lebih lanjut, supaya dapat mempermudah dalam proses penelitian ini, antara lain yaitu:

  1. Bagaimana setting sosial Imam Al Ghazali ?

  2. Bagaimana konsep pendidikan akhlak anak didik menurut Al Ghazali dalam Kitab Ayyuhal Walad ?

  3. Bagaimana relevansi konsep pendidikan akhlak anak didik menurut Al Ghazali dalam kitab Ayyuhal Walad dengan pendidikan Islam di Indonesia masa sekarang ?

D. Tujuan Penelitian

  Berkaitan dengan permasalahan di atas, maka yang menjadi tujuan pokok dalam penulisan (penelitian) ini adalah sebagai berikut:

  8 1. U ntuk mengetahui setting sosial Imam Al Ghazali.

  2. Untuk mengetahui konsep pendidikan akhlak anak didik menurut Al Ghazali dalam Kitab Ayyuhal Walad.

  3. Untuk mengetahui relevansi konsep pendidikan akhlak anak didik menurut Al Ghazali dalam kitab Ayyuhal Walad dengan pendidikan Islam di Indonesia masa sekarang.

  E. Manfaat Hasil Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi dunia pendidikan, serta dapat memberikan motivasi bagi guru agar lebih meningkatkan kompetensinya sebagai seorang pendidik yang membentuk kepribadian anak berbudi pekerti mulia, serta memberikan semangat dalam mencapai keberhasilan tujuan belajar mengajar dan setia dalam menunjang mutu pendidikan.

  F. Kajian Pustaka Penulis pernah menemukan penelitian yang secara khusus membahas tentang pemikiran Imam Al Ghazali tentang pendidikan yaitu karya Zainuddin dengan judul Seluk Beluk Pendidikan dari Al Ghazali telah diterbitkan oleh Bumi Aksara di kota Jakarta pada tahun 1991. Di antara isi karya tersebut ada yang mengandung tentang pendidikan anak meliputi pendidikan keimanan bagi anak-anak (anak didik), pendidikan akhlak bagi anak didik, pendidikan akliah bagi anak didik, pendidikan sosial bagi anak didik dan pendidikan jasmani bagi anak didik.

  9 K arya Hussein Bahreisj dengan judul Ajaran Ajaran Akhlak Imam Al

  Ghazali yang telah diterbitkan oleh Al IKHLAS di kota Surabaya pada tahun 1981. Diantara isinya ada yang membahas tentang pendidikan akhlak meliputi akhlak yang baik dan akhlak yang buruk.

  Suatu hal yang perlu dicatat adalah penelitian tentang pemikiran Al Ghazali yang dipaparkan di sini merupakan penelitian yang difokuskan pada penelitian Islam tentang pendidikan akhlak anak didik berdasarkan pada pemikiran Al Ghazali dalam kitab Ayyuhal Walad. Dengan demikian penelitian ini dimaksudkan suatu hal yang relatif untuk menambah informasi serta dapat memperkaya cakrawala dari pemikiran Al Ghazali tentang pendidikan yang berhubungan dengan anak didik, kemudian dapat dijadikan pedoman bagi penulis dan pembaca pada umumnya.

  Penelitian mengenai pendidikan akhlak anak didik dalam kitab

  Ayyuhal Walad terbilang masih sangat langka. Sepanjang pengetahuan

  penulis, belum pernah menemukan penelitian yang difokuskan pada kitab

  Ayyuhal walad. Sehingga peneliti sangat tertarik untuk menjadikan kitab tersebut sebagai objek penelitian.

G. Metode Penelitian

  Proses dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa metode sebagai acuan dalam penulisan karya ilmiah, di antaranya yaitu menggunakan metode librari untuk mencapai atau memperoleh data, kemudian metode studi pustaka untuk mengumpulkan data. Sedangkan metode deduktif dan metode induktif penulis gunakan untuk menganalisa data yang telah masuk.

  10 Sec ara jelas akan penulis paparkan sebagai berikut:

  1. Sumber Data Data yang dibutukan dalam penyusunan skripsi ini diperoleh dari research kepustakaan (library research) yaitu hasil dari penelitian berbagai buku dan karya ilmiah yang ada relevansinya dengan permasalahan, terutama buku-buku tentang pendidikan anak baik itu karya Imam Al

  Ghazali maupun lainnya.

  Adapun sumber data dibagi menjadi dua :

  a. Sumber Data primer Sumber data primer, yaitu data yang diambil dari sumber utamanya. Data ini diambil dari Kitab Ayyuhal Walad karya Imam Al

  Ghazali.

  b. Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder yaitu data yang diambil dari sumber kedua,6 yang dipergunakan untuk melengkapi, menunjang dan merupakan alat bantu untuk menganalisis permasalahan yang ada kaitannya dengan judul penelitian, yaitu berupa buku-buku, dokumen, majalah yang berkaitan dengan penelitian.

  2. Pengumpulan Data Dalam penyusunan skripsi ini penulis pergunakan teknik pengumpulan data pustaka yaitu membaca dan mencatat serta mengolah

  6Bohar Soeharto, Menyiapkan Penelitian dan Penulisan Karya Ilmiah, (Skripsi Thesis), Tarsito, Bandung, 1989, him. 11-12.

  11

  b ahan penelitian' dari berbagai buku dan karya ilmiah yang ada hubungannya dengan permasalahan. Dengan mengutamakan data pokoknya yaitu Kitab Ayyuhal Walad kemudian data dari buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan.

  3. Analisa Data Melihat obyek penelitian ini adalah buku-buku atau literatur yang termasuk dalam kategori penelitian kepustakaan, maka penelitian ini adalah merupakan library research.

  Data yang terkumpul selanjutnya akan penulis analisa dengan menggunakan teknik analisa kualitatif dengan cara : a. Deduktif

  Maksudnya adalah bertolak dari hal-hal atau teori yang bersifat umum untuk menarik kesimpulan yang bersifat khusus. Dalam arti pengambilan kesimpulan yang berawal dari suatu pernyataan tentang pendidikan akhlak anak dalam Islam secara umum kemudian

  j

  dilakukan penarikan kesimpulan dari pendidikan akhlak anak menurut Al Ghazali sehingga menghasilkan kesimpulan yang bersifat khusus.

  b. Induktif Maksudnya adalah mengambil kesimpulan yang bertitik tolak dari hal-hal yang bersifat khusus dan mengambil atau menarik kesimpulan yang bersifat umum.7

  8 Dalam arti penarikan kesimpulan 7Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, Yayasan Obor, Jakarta, 2004, him. 3.

  bHermawan Wasito, Pengantar Metodologi Penelitian, PT. Gramedia Pustaka Utama,

  12

  yang berangkat dari uraian-uraian khusus Al Ghazali, kemudian diformulasikan ke dalam suatu kesimpulan yang bersifat umum.

H. Sistematika Penulisan

  Guna memperoleh gambaran yang jelas, menyeluruh dan mempermudah dalam memahami masalah-masalah yang akan dibahas, maka penulis menyusun sistematika sebagai berikut:

  Bab 1 Pendahuluan, membahas tentang latar belakang masalah, penegasan istilah, pokok-pokok permasalahan, tujuan penelitian, manfaat hasil penelitian,kajian pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

  Bab II Berisi tentang setting sosial Imam Al Ghazali yang membahas tentang riwayat hidup Imam Al Ghazali, kerangka berfikir, situasi sosial, situasi pendidikan dan hasil karyanya.

  Bab III Mengenal Kitab Ayyuhal Walad, yang membahas tentang sistematika penulisan kitab Ayyuhal Walad, latar belakang penulisan kitab Ayyuhal Walad, pokok bahasan tentang konsep pendidikan akhlak anak didik, metode pendidikan dan tujuan pendidikan menurut Imam Al Ghazali dalam kitab Ayyuhal Walad.

  Bab IV Analisis pendidikan akhlak anak didik dalam Kitab Ayyuhal Walad yang membahas tentang tinjauan pendidikan akhlak anak dalam Islam dan relevansi pendidikan akhlak anak didik dalam kitab Ayyuhal Walad dengan pendidikan Islam di Indonesia masa sekarang.

  Bab V Penutup yang berisi tentang kesimpulan serta saran-saran.

BAB II SETING SOSIAL IMAM AL GHAZALI A. R iwayat Hidup Imam Al Ghazali Al Ghazali adalah ulama besar dalam bidang agama. Dia termasuk salah seorang terpenting dalam sejarah pemikiran agama secara keseluruhan. Nama lengkap beliau adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al Tusi Al Ghazali yang bergelar Syaikh Al Ajal Al Imam Al Zahid, Al Said Al Muwafaq Hujjatul Islami.1 Beliau dilahirkan pada tahun 450/451 (1058/1959)

  dibesarkan di kota Tus, sekarang dekat Masyhad, sebuah kota kecil di Khurasan yang sekarang adalah Iran. Tahun kelahirannya kira-kira bersamaan dengan proses pengangkatan Alp Arselan ke Singgasana kekuasaan Saljuk.

  Melihat keterangan tersebut Al Ghazali termasuk orang Persia asli.

  Al Ghazali lahir dari keluarga yang sederhana. Ayahnya, Muhammad adalah seorang pengusaha yang bekeija memintal wol dan menjualnya di tokonya sendiri. Dia adalah seorang yang mempunyai tipe pecinta ilmu, sehingga disamping menekuni pekerjaannya, juga sering mengunjungi majlis- majlis pengajian. Dari sinilah ia berkeinginan dan berdo'a supaya dikaruniai anak yang kelak menjadi orang besar dan berpengetahuan luas seperti ulama- ulama tempat ia mengambil ilmu.*

  2

  'Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru-M urid Studi Pemikiran Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2001, him. 55.

  Tasawuf A l Ghazali,

  2Waryono Abdul Ghofur, Kristologi Islam Telaah Kritis Kitab Rad al Jam il Karya A l

  14 Al Gh azali memiliki seorang saudara laki-laki yang bernama Abu al

  Futuh Ahmad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad at Tusi Al Ghazali, dengan gelar Majduddin (w. 520 H), keduanya menjadi ulama besar. Hanya saja, Majduddin lebih berprofesi pada kegiatan dakwah sedangkan Al Ghazali menjadi penulis dan pemikir. Pendidikan Al Ghazali pada masa kecil berlangsung di kampung halamannya. Setelah ayahnya meninggal dunia, ia dan saudaranya dididik oleh salah seorang sufi yang mendapat wasiat dari ayah keduanya untuk mengasuh mereka, yaitu Ahmad bin Muhammad ar Razikani at Tusi, ahli tasawuf dan Fikih dari Tus. Mula-mula sufi ini mendidik keduanya secara langsung. Tetapi, setelah harta keduanya habis, sementara sufi itu seorang yang miskin, mereka dimasukkan ke sebuah madrasah di

  Tus.3 Setelah itu Al Ghazali pindah ke Naisabur, ia belajar kepada Imam al

  Juwaini yang terkenal dengan sebutan Imam al Haramain, seorang teolog Asy'ariyah. Imam Al Ghazali belajar ilmu fiqh dan ilmu kalam kepada gurunya. Dari Naisabur ia pindah ke Mu'askar kemudian ia berkenalan dengan Nizamul Mulk, Perdana Menteri bani Saljuk. Nizamul Mulk menjadikan Al Ghazali sebagai guru pada tahun 1091 M di Madrasah al Nizamiyah Baghdad yang telah didirikan oleh Nizamul Mulk sendiri. Di kota Baghdad ini Al Ghazali menjadi terkenal. Pengajian halaqohnya semakin ramai. Ia pun telah menulis banyak karya ilmiah. Pada tahun 1095 M, Al Ghazali meninggalkan

  15

  jabatan yang terhormat di Baghdad, kemudian menuju kota Makkah,4 guna menunaikan ibadah haji. Kemudian melanjutkan perjalanan ke Syam dan tinggal sementara di kota Baitul Maqdis. Selanjutnya Imam Al Ghazali pergi ke Damaskus dan ber'uzlah di sebuah Zawwiyah di dalam masjid raya Al

  Umawi Zawiyah tempat Imam Al Ghazali uzlah tersebut sampai sekarang masih ada dan terkenal dengan sebutah Az Zawiyat Al Ghazaliyah. Di tempat ini beliau menggunakan waktunya untuk menulis kitab lhya' Ulumuddin.5 6

  Akhirnya Imam Al Ghazali kembali ke Thus. Sampai di sana beliau mendirikan lembaga pendidikan. Di lembaga pendidikan tersebut beliau mengajar dan beribadah. Kemudian di akhir kehidupannya tepatnya pada tanggal 14 Jumadil Akhir tahun 505 H, setelah ia selesai berwudhu dengan sempurna, lalu berbaring meluruskan badan dan kakinya, kemudian menghadap ke arah kiblat dan tidak lama setelah itu beliau meninggal dunia.0

B. Kerangka Pikir Imam Al Ghazali

  Pembahasan mengenai pemikiran tokoh dalam pendidikan Islam, senantiasa selalu berhubungan dengan keadaan lingkungan yang mengitarinya.

  Oleh karena itu situasi maupun kondisi yang berkembang juga menentukan perkembangan pola pikirannya.

  4Muh. Zuhri, Hukum Islam dalam Lintas Sejarah, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1997, him. 131.

  5H.M. Fadlil Sa'd An Nadwi, Tuntunan Mencapai Hidayah Ilahi, Surabaya, Al Hidayah, 1418 H, him. 11.

  6Mahyudin Ibrohim, Nasehat 125 Ulama Besar, Jakarta, Darul Ulum Press, 1987, him. 192.

  16 Im

  am Al Ghazali, seperti dalam keterangannya sendiri dalam al Munqidz menggambarkan kehausannya guna mencari kebenaran yang tidak pernah puas. Sifat tersebut diakuinya, bermula semenjak masa kecil, sudah menjadi fitrah yang tidak bisa ditolak. Kedahagaan yang tidak kunjung puas ini membawa munculnya suatu wajah baru pada perilaku Al Ghazali semenjak ia kira-kira berumur dua puluh tahun, yaitu keraguan (syak) terhadap kepercayaan yang menjadi tinggalan dari nenek moyang. Tidak bosan- bosannya mengarungi gelombang pertarungan kepercayaan dan pemikiran di zamannya, sehingga tidak - satupun bidang kepercayaan dan ilmu yang ketinggalan untuk dipelajarinya guna mencari kebenaran itu. Beliau mengkaji tentang kebatinan untuk melihat yang tersembunyi di sebaliknya, mengkaji seluruh aliran falsafah yang ada pada masanya, menyelami segala mazhab ilmu kalam yang bisa dijangkaunya, begitu juga dengan segala aliran tasawuf yang pernah didengarnya, melainkan juga aliran-aliran yang tidak percaya kepada Tuhan, disebut zindiq, tidak bebas dari penyelidikannya. Pendek kata, sifat dahaga terhadap ilmu yang disertai dengan keragu-raguan terhadap segala sesuatu yang tidak meyakinkan itulah sifat Al Ghazali sejak kecil, sampai suatu masa dahaga dan ragu itu mencapai puncaknya, yaitu sepuluh tahun sebelum beliau meninggal. Melihat dari peristiwa tersebut, dapat dikatakan bahwa persoalan sebenarnya yang membuat keragu-raguan Al Ghazali adalah masalah hakikat {reality). Kebimbangan itu lebih diperbesar lagi oleh berbagai

  17

  perb edaan dan perselisihan faham ahli-ahli ilmu pada masanya yang masing- masing beranggapan bahwa dialah yang paling benar dan selamat. 7

  Imam Al Ghazali dalam mensikapi para filosof dalam karyanya

  Tahafut al Falasifah dan al Munqidz min ad Dlalal, beliau menentang filosof-

  filosof Islam. Bahkan mengkafirkan mereka dalam tiga masalah, pertama pengingkaran kebangkitan jasmani, kedua membataskan ilmu Tuhan pada hal- hal yang besar saja, ketiga kepercayaan tentang qadimnya alam dan keazaliannya. Tetapi dalam karyanya yang lain, yaitu Mizan al Amal, diungkapkan bahwa ketiga-tiga persoalan tersebut menjadi kepercayaan orang-orang sufi juga. Dalam karyanya Al Madlnun ‘Ala Ghairi Ahlihi beliau mengakui qadimnya alam. Kemudian dalam Al Munqidzu min ad Dlalal beliau menyatakan bahwa kepercayaan yang dipeluknya ialah kepercayaan orang- orang sufi. Tapi dalam karyanya yang lain lagi, M i’raj al Salikin beliau menentang orang-orang tasawuf yang telah berpendapat adanya kebangkitan rahani saja. Jadi Al Ghazali menolak kepercayaan dalam tiga soal tersebut dalam beberapa karyanya dan mempercayai dalam buku-bukunya yang lain.

  Uraian tersebut menyebabkan teijadi berbagai tafsiran dari orang-orang yang membahas hal tersebut. Menurut Ibnu Tufail, pertentangan tersebut memang suatu kontradiksi benar-benar dari pikiran Al Ghazali. Sedangkan menurut

  Ibnu Shalah, karena Al Ghazali dari aliran ahlussunnah, maka corak pemikiran dan buku-bukunya yang berlawanan dengan aliran ini dianggap bukan dari beliau, seperti kitab Al Madlunun ‘Ala Ghairi Ahlihi. Menurut Dr. Zaki

  7Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, Jakarta, PT. Pustaka Al Husoa Baru, 2004,

  18 M ubarok dalam karyanya Al Akhlaq ‘Indal Ghazali, perbedaan pendapat itu

  dikarenakan perkembangan pikiran Al Ghazali, mulai dari status murid biasa, kemudian sebagai murid yang cemerlang namanya, setelah itu menjadi seorang guru yang terkenal, ampai pada akhirnya menjadi seorang kritikus yang amat kuat dan mendalami dan menyikapi berbagai pendapat, kemudian menjadi pengarang yang mendunia dengan pembahasan dan karya-karyanya. Kemudian menurut Dr. Sulaiman Dunia menafsiri bahwa karya-karya Al Ghazali masih dipakai sampai akhir hayatnya, tetapi ada buku-buku yang ditujukan kepada orang awam, tapi juga ada yang ditujukan untuk orang-orang o tertentu sekali sehingga isinya tidak akan sama.

  Menurut Prof. Dr. Harun Nasution bahwa Imam Al Ghazali membagi umat manusia menjadi tiga golongan, yaitu kaum awam yang cara berpikirnya sangat sederhana, kaum pilihan yang akalnya tajam dan berpikir secara mendalam, dan kaum yang suka mendebat atau disebut juga dengan kaum penengkar. Golongan kaum awam yang daya akalnya sangat sederhana sekali tidak dapat menangkap hakikat-hakikat, mereka memiliki sifat lekas percaya dan mudah menurut. Golongan ini hams dihadapi dengan pemberian nasihat dan petunjuk. Sedangkan orang-orang pilihan yang daya akalnya sangat kuat dan mendalam tentu saja hams dihadapi dengan sikap menjelaskan hikmat- hikmat, sedangkan golongan penengkar dihadapi dengan sikap pematahan argumen-argumen.9 8

8 Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1990, him. 137-138.

  19 Jika dalam kitab Al Tahafut, Imam Al Ghazali melakukan serangan

  terhadap para filosof, menyanggah metode akali yang mereka gunakan dalam makrifah agamawi kemudian hanya itu saja sepenuhnya yang mereka akui, maka ia juga menyerang para teolog seperti mu’tazilah dan asy'ariyah yang mendahuluinya. Kemudian ia membuat suatu metode baru dalam teolog yang oleh Ibn Khaldun disebut Tariq al M uta’akhirin (cara ulama terakhir) yaitu cara ilham para sufi, dengan merobohkan sebab akibat, memandang Tuhan sebagai sebab dan pembuat hakiki. Alam dan manusia tidak dapat bebas berbuat apapun karena kekuasaan pada hakikatnya di tangan Allah. Imam Al Ghazali tidak mengingkari para filosof dalam pembahasan ilmu matematika dan fisika. Keduanya sangat berguna bagi peradaban manusia, dan agama juga menganjurkan untuk mempelajarinya karena manfaatnya besar, sehingga tidak mungkin orang yang memiliki akal menolak manfaat dari ilmu kedokteran guna mengobati penyakit. Tetapi ada bahayanya dalam ilmu matematika terhadap sebagian orang yang melihat bukti-buktinya, sehingga mempercayai apa yang dikatakan para filosof matematika dalam masalah ketuhanan dapat diyakini kebenarannya seperti halnya ilmu matematika tersebut. Padahal kalam mereka kufur belaka dalam masalah ketuhanan. Sedangkan bahayanya ilmu fisika itu adalah bahwa peneliti ilmu botani dan biologi serta jisim-jisim hidup yang lainnya akan berkata bahwa sesungguhnya makhluk-makhluk tersebut dilahirkan kemudian akan mati lenyap sehingga berprasangka bahwa

  20

  manusia akan mengalami demikian tanpa dibangkitkan kemudian jiwa raganya di hari kiamat.10 * Imam Al Ghazali diakhir kehidupannya semenjak ia didominasi oleh kecenderungan sufis dan mulai mengeluarkan kritikan terhadap studi-studi rasional yang sebelumnya sudah ia lakukan, bertindak begitu keras terhadap ilmu kalam (teologi Islam) guna mengalahkan sikap kerasnya terhadap studi- studi lain. Beliau menetapkan bahwa dengan demikian bertujuan untuk membentengi akidah ahl al sunnah wa al jama’ah dan meletakkan penjagaan dari gangguan ahli bid’ah. Sebagaimana penganut aliran asy’ariyah, Imam Al Ghazali menyelaraskan akal dengan naql. Beliau berpendapat bahwa akal itu harus difungsikan sebagai penopang, karena akal itu bisa mengetahui dirinya sendiri dan juga bisa mempersepsi benda lain, yang apabila lepas dari sumbat angan-angan dan khayalan maka ia bisa mempersepsi benda-benda secara hakiki. Namun Imam Al Ghazali menghentikan akal pada batasan-batasan tertentu, kemudian hanya naql-lah yang bisa melalui batasan-batasan ini.11

C. Situasi Sosial pada Masa Al Ghazali

  Imam Al Ghazali adalah seorang tokoh Islam yang hidup pada zaman raja-raja Daulat Saljuk Raya (Turki) yang telah menguasai daerah Khurasan, Ray, Jibal, Irak, Jazirah, Persia dan Ahwaz. Kemudian yang mendirikan daulat Saljuk Raya tersebut adalah Rukunuddin Abu Thalib Thughrul Bek. Dan

  l0Ahmad Daudy, Segi-segi Pemikiran Filsafi dalam Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1984, him. 64-65. "Ibrahim Madkaur, Aliran dan Teori Filsafat Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 2004, him. 74.

  21 Imam Al Ghazali sendiri pada waktu itu telah menyaksikan masa Adududdin

  Abu Syuja’ Alp Arsalan, Jalaluddin Abui Fatah Malik Syah, Nasiruddin Mahmud, Rukunuddin Abui Muzafar Barkiaruk, Rukunuddin Malik Syah (11) dan Muhammad bin Malik Syah. Dan kelahiran Imam Al Ghazali bertepatan pada akhir pemerintahan Thughrul Bek yang telah menguasai kota Bagdad.12 1

  3 Imam Al Ghazali, secara politik hidup dan bekeija pada masa kekacauan. Menurut sejarawan Abu Al Fida’, pemerintahan Abbasiyah tengah mengalami posisi kemerosotan, kekuasaan Arab di daerah kota Baghdad telah hilang, atau hampir hilang, Spanyol tengah melakukan pemberontakan melawan para pejabat muslimnya, Peter Sang Pertapa menyeru Eropa ke dalam Perang Salib. Pada masa itu pula masyarakat (umum) terbagi menjadi kelompok Syiah dan Sunnah berdasarkan perbedaan-perbedaan keagamaan dan politik. Sementara aliran Asy’ariyah dan filsafat Skolastik Islam, dengan mendapatkan dukungan dari orang-orang Seljuk, guna menentang terhadap orang-orang Mu’tazilah. Rezim politik di daerah Baghdad sangat rumit dan membingungkan. Satu sisi di dalamnya terdapat khalifah, yang luas kekuasaannya sebatas penyebutan namanya pada shalat jum’at, dan di sisi yang lain terdapat Sultan Seljuk, yang telah menguasai pasukan dan politik.ij

  Imam Al Ghazali mendengar tentang peristiwa kehancuran dan menimpa dunia Islam pada tahun-tahun terakhir kehidupannya, yaitu peristiwa

  12Hussein Bahreisi, Ajaran-ajaran Akhlak Imam A l Ghazali, Surabaya, Al Ikhlas, 1981, him. 17.

  13Masyhur Abadi, Setitik Cahaya dalam Kegelapan (Tarjamah A l Munqidz Min A l Dhalal

  2 2

  ser angan yang dilakukan oleh tentara salib yang mengarah ke Raha (di lembah Eufrat) pada tahun 490 H dan di Antioch pada tahun 491 H. kemudian

  Jerussalem dapat dikuasainya pada tahun 492 H dan Tripoli (Libanon) pada tahun 495 H. Peristiwa-peristiwa ini tidak tercatat pada karya-karya Imam Al Ghazali sehingga dapat kritikan dari Zaki Al Mubarak. Tetapi Farid Jabre telah menemukan alasan untuk itu yaitu bahwa pada saat itu Imam Al Ghazali berada di Khurasan, yang letaknya jauh dari tempat pertempuran, dan pada saat itu kawasan-kawasan Islam semuanya terlibat dalam permusuhan dan pertikaian. Sedangkan perebutan kekuasaan antara para penguasa tidak kunjung usai dan peristiwa ini yang telah memisahkan orang-orang muslim di satu negeri dari berbagai peristiwa yang telah terjadi di negeri-negeri muslim yang lain. Dalam masa ini juga muncul ancaman teror kelompok Bathiniyyah yang telah merajalela, yang ujung-ujungnya berpuncak pada pembunuhan mereka terhadap Nizam al Muluk pada 485 H dan putranya. Fakhr al Dawla pada tahun 500 H dan juga terhadap Wazir dari Sultan Barkyaruq pada tahun 495 H.14

  Masa Al Ghazali hidup, banyak sekali para pemimpin negara dan ulama-ulama sebagai penjilat yang menipu masyarakat guna memperoleh keuntungan-keuntungan dunia. Adapun bukti nyata peristiwa ini yaitu munculnya kitab Al Ghazali yang berjudul uAl Munqidz Minadh DhalaT

  

(Pembebasan Kesesatan) yang ia telah berusaha membebaskan masyarakat

  dari kesesatan yang telah terjadi pada waktu itu. Hal ini diakibatkan oleh banyaknya ualama pada masa itu yang saling mengadu kekuatan dengan

  uIbid, him. 43.

  23

  perdeb atan untuk memamerkan ilmu dan agamanya, dibalik semua itu sebenarnya berkeinginan meminta sanjungan dari masyarakat, karena mereka itulah termasuk ulama-ulama yang mencari harta. Sehingga Al Ghazali menggambarkan masyarakat pada waktu itu sebagai orang-orang yang takwa tapi palsu, juga sebagai orang-orang sufi palsu yang akan menipu manusia dengan ketakwaannya, kedudukan para menteri dan raja-raja Islam pada masa itu kebanyakan berusaha memperalat rakyat guna berperang atas nama agama, sehingga terjadi perang saudara dalam Islam yang dipimpin oleh rajanya masing-masing, yang sebenarnya keadaan masyarakat Islam cukup baik, tetapi fitnah yang sengaja dikeluarkan oleh pemimpin-pemimpin mereka baik di

  Mesir, Siria, Irak, Khurasan dan lain-lain telah dikuasai oleh pemimpin- pemimpin yang tercela.15

D. Kondisi Pendidikan Pada Masa Al Ghazali

  Abu Hamid Al Ghazali hidup pada masa Nizamul Mulk, seorang wazir besar dari kalangan Bani Saljuk, pada waktu itu wazir telah berhasil mendirikan sekolah-sekolah tinggi yang disediakan untuk memperdalam penyelidikan tentang agama dan perkembangannya. Ini membuktikan bahwa kondisi pendidikan pada masanya mengalami kemajuan.16

  Abad ke 5/11 merupakan masa terjadinya konflik antara kelompok- kelompok beragama dalam Islam, seperti halnya Mu’tazilah, Syi’ah, Asy’ariyah, Hanafiyah, Hambaliyah, dan Syafi’iyah. Wazir Saljuk sebelum Nizham Al Mulk yaitu Al Kunduri salah seorang yang menganut mazhab l5Hussein Bahreisj, op. cit., him. 18-19.

  l6Hamka, Tasauf Perkembangan dan Pemurniannya, Jakarta, Pustaka Panjimas, 1993, him . 120.

  24 H anafi dan pendukung Mu’tazilah, termasuk dari kebijakannya sebagai wazir

  adalah mengusir dan menganiaya para penganut asy’ariyah yang sering kali juga berarti penganut madzhab Syafi’i. Al Kunduri selanjutnya digantikan posisinya sebagai wazir oleh Nizham Al Mulk, salah seorang yang menganut mazhab Syafi’i Asy’ariyah, oleh karena itu secara alamiah ia berhadapan dengan kelompok yang bermadzhab Mu’tazilah, Hanbaliyah dan Hanafiyah. Tidak ada bukti bahwa Nizham Al Mulk membalik kebijakan setelahnya dengan melancarkan penganiayaan kelompok tertentu seperti kelakuan wazir sebelumnya. Tetapi Nizham Al Mulk sebagai seorang Syafi’iyah, seluruh sekolahan yang ia bangun diperuntukkan secara khusus bagi penganut mazhab yang sama. Jelas bahwa hal ini posisi mazhab Syafi’iyah Asy’ariyah menjadi semakin kuat dan secara tidak langsung melemahkan. Walaupun para pengkaji yang dahulu menyimpulkan bahwa pembangunan sekolah atau madrasah oleh Nizham Al Mulk guna mengancurkan mazhab-mazhab lain terutama Mu’tazilah dan Syiah. Hal ini tidak didasari alasan dan bukti yang kuat.

  Bahwa dirinya menginginkan kuatnya posisi Syafi’iyah Asy’ariyah yang sebelumnya telah dianiaya, tetapi hal ini tidak berarti Nizham Al Mulk menghancurkan yang lain. Jadi pada dasarnya, percekcokan kelompok inilah yang melatarbelakangi usahanya lewat pembangunan sekolah, guna memperbaiki keadaan kelompok yang bermazhab Syafi’iyah Asy’ariyah guna mencapai stabilitas yang diinginkan dengan jalan pendidikan.17

  l7Hasan Asari, Menyingkap Zaman Keemasan Islam Kajian Alas Lembaga-Lembaga

  25 Mel ihat hal tersebut penulis mengambil ungkapan bahwa Imam Al