KEANEKARAGAMAN KERANG (Bivalva) YANG TERDAPAT DI SUNGAI MEUREUBO, SUNGAI ALUE RAYA DAN SUNGAI ARONGAN LAMBALEK SKRIPSI RUSLAN BUGIS

  

KEANEKARAGAMAN KERANG (Bivalva)

YANG TERDAPAT DI SUNGAI MEUREUBO, SUNGAI ALUE

RAYA DAN SUNGAI ARONGAN LAMBALEK

SKRIPSI

RUSLAN BUGIS

  

08C10432046

PROGRAM STUDI PERIKANAN

  

KEANEKARAGAMAN KERANG (Bivalva)

YANG TERDAPAT DI SUNGAI MEUREUBO, SUNGAI ALUE

RAYA DAN SUNGAI ARONGAN LAMBALEK

SKRIPSI

RUSLAN BUGIS

  

08C10432046

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Teuku Umar

PROGRAM STUDI PERIKANAN

  LEMBARAN PENGESAHAN

  Judul Skripsi : Keanekaragaman Kerang (Bivalva) yang terdapat di Sungai Meureubo, Sungai Alue Raya dan Sungai Arongan Lambalek. Nama : Ruslan Bugis NIM : 08C10432046 Program Studi : Perikanan

  Menyetujui, Komisi Pembimbing

  Ketua Anggota

  Erlita, S. Pi Afrizal Hendri, S. Pi. M. Si NIDN : 1024088303 Mengetahui.

  Dekan PJ. Ketua Program Studi Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

  Uswatun Hasanah, S.Si., M.Si Yusran Ibrahim, S.Pi NIDN : 0121057802

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Kabupaten Aceh Barat memiliki beberapa sungai yang sangat berperan, baik secara ekonomi, biologi maupun secara ekologis. Secara biologis, sungai menyimpan beranekaragaman biota air, salah satunya ialah kerang-kerangan, Sedangkan secara ekologis, sungai ini sangat berperan dalam penyangga kehidupan (organisme air) biota air.

  Kijing atau kerang air tawar adalah salah satu hewan yang sangat penting, selain sebagai biofilter, bahan makanan ikan bagi hewan lainnya juga dagingnya bisa dikonsumsi oleh manusia. Dalam pengertian paling luas, kerang berarti semua moluska dengan sepasang cangkang. Dengan pengertian ini, lebih tepat orang menyebutnyakerang-kerangan dan sepadan dengan arti clam yang dipakai di Amerika. Contoh pemakaian seperti ini dapat dilihat pada istilah "kerajinan dari kerang". Kata kerang dapat pula berarti semua kerang-kerangan yang hidupnya menempel pada suatu obyek, ke dalamnya termasuk jenis-jenis yang dapat dimakan, seperti kerang darah dan kerang hijau (kupang awung), namun tidak termasuk jenis-jenis yang dapat dimakan tetapi menggeletak di pasir atau dasar perairan, seperti lokan dan remis (Wikipedia, 2012).

  Semua kerang-kerangan memiliki sepasang cangkang (disebut juga cangkok atau katup), yang biasanya simetri cermin yang terhubung dengan suatu ligamen (jaringan ikat). Pada kebanyakan kerang terdapat dua otot adduktor yang mengatur buka-tutupnya cangkang. Kerang mempunyai bentuk dan ukuran

  Menurut Leviton (1982) yang dimaksud dengan indeks keseragaman adalah komposisi tiap individu pada suatu spesies yang terdapat dalam suatu komunitas. Indeks keseragaman (e) merupakan pendugaan yang baik untuk menentukan dominasi dalam suatu area. Apabila satu atau beberapa jenis melimpah dari yang lainnya , maka indeks keseragaman akan rendah. Jonathan (1979) menyatakan bahwa jika nilai indeks keseragaman melebihi 0,7 mengindikasikan derajat keseragaman komunitasnya tinggi.

  Para ahli malakologi memasukkan kerang dalam kelas Pelecypoda

  

Lamellibranchyata atau bilvavia berdasarkan dari klasifikasi dari kaki, insang atau

  kedua cangkang.Keanekaragaman spesies kerang telah lama diekploitasi sebagai sumber hiasan dan makanan kerang secara umum dipanen untuk kebutuhan protein dan komersil (Barnes, 1997). Kajian kerang yang dikonsumsi dan perpotensi masih kurang padahal kerang sudah lama dimanfaatkan tetapi belum banyak data tentang jenis kerang apa saja yang terdapat di perairan pesisir Aceh Barat maka dari itu perlu adanya penelitian tentang keragaman jenis kerang yang terdapat di perairan pesisir Aceh Barat (DKP Aceh Barat 2010).

  Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, yaitu untuk mengetahui Keragaman jenis kerang yang terdapat di perairan Aceh Barat dan jenis kerang yang dipasarkan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Keragaman jenis kerang yang terdapat di Sungai Meureubo, Sungai Alue Raya dan Sungai Arongan Lambalek.

1.2 Rumusan Masalah

  Bivalva adalah hewan bentik yang cukup baik digunakan sebagai indicator komunitas manggambarkan beragamnya komunitas ini. Hal ini disebabkan cukup banyaknya jenis kerang yang dipasarkan di Kabupaten Aceh Barat namun saat ini belum tersedianya data secara taksonomi (penamaan).

  Salah satu untuk mengetahui tingkat kesuburan sungai (secara ekologis) ialah melalui uji tingkat keanekaragaman Kerang (H’), dimana jika nilai H’ rendah maka dapat diduga bahwa kondisi sungai tersebut berada dalam tekanan lingkungan.

  1.3 Tujuan Penelitian

  Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keragaman jenis yang terdapat di Sungai Meureubo, Sungai Alue Raya dan Sungai Arongan Lambalek.

  1.4 Manfaat Penelitian

  Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah penulis mengetahui keragaman jenis kerang di Sungai Meureubo, Sungai Alue Raya dan Sungai Arongan Lambalek. sebagai kekayaan intelektual peneliti.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kerang (Bivalva)

  Bivalva adalah moluska yang secara tipikal mempunyai dua katup, dan kedua bagiannya lebih kurang simestris (Poutiers, 1998). Kerangkanya disusun oleh kalsifikasi katup yang ada di sisi kanan dan kiri tubuh. Katupnya dikatupkan di sepanjang tepi dorsal yang disebut hinge, dan dihubungkan oleh stuktur kapur yang elastis yang disebut ligamen. Mereka ditutup dengan aksi menarik satu atau dua (kadang tiga) otot aduktor. Byssus atau kaki menonjol keluar dari anterior kerangkanya, dimana posterior dari kerangkanya adalah dimana ada tonjolan

  

siphon. Kebanyakan kerang adalah filter feeder, tetapi ada beberapa yang

scavenger (pemakan bangkai) atau bahkan predator. Di dunia, ada 10.0000 spesies

  kerang (Poutiers, 1998).

  Pada kebanyakan bivalva, kelaminya terpisah, gamet jantan dan betina

dilepaskan ke air dan dibawa oleh arus (Aucoin, 2006). Helm et al. (2004)

  membagi perkembangan gonad menjadi beberapa tahap yaitu: istirahat, berkembang, matang, memijah sebagian, dan memijah. Larvae secara relatif panjang siklus free-swimming planktoniknya. Dimana, beberapa spesies ada yang

  

hermaprodit , dan fertilisasinya terjadi di pallial cavity , kadang-kadang

  melindungi sel telurnya atau larvanya di brooding chamber. Siklus planktonik larvae bisa berkurang dan tidak ada, dan kemudian menetas menjadi organisme benthik (Poutiers, 1998).

  Bivalva merupakan salah satu dari lima anggauta dari Fillum Molusca terdiri dari clams, mussels, oyster dan scallops. Sejumlah dari mereka merupakan kerang-kerangan komersial yang penting.

  Bivalva mempunyai dua keping cangkang yang setangkup. Diperkirakan terdapat sekitar 1000 jenis yang hidup di perairan Indonesia. Mereka menetap di dasar laut, membenam di dalam pasir, lumpur maupun menempel pada batu karang. Bivalva melekatkan diri pada substrat dengan menggunakan byssus yang berupa benangbenang yang sangat kuat. Cangkang bivalva berfungsi untuk melindungi diri dari lingkungan dan predator serta sebagai tempat melekatnya otot. Cangkang bivalva merupakan engsel secara dorsal dan terbuka di sekitar katup margin ketika terbuka (Meglitsch, 1972).

  Bivalva bernafas dengan menggunakan insang yang terdapat dalam rongga mantel dan memperoleh makanan dengan menyaring partikel-partikel yang terdapat dalam air. Dari semua anggota Mollusca, bivalva lebih dikategorikan sebagai deposit feeder ataupun suspension feeder (Meglitsch, 1972).

2.2 Klasifikasi dan Morfologi Kerang

  Kerang diklasifikasikan kedalam kerajaan : Animalia, Filum : Molluska, Kelas : Bivalva (Franc, 1960) Bivalva adalah kelas dalam moluska yang mencakup semua kerang-kerangan: memiliki sepasang cangkang (nama "bivalva" berarti dua cangkang). Nama lainnya adalah Lamellibranchia, Pelecypoda, atau bivalva. Ke dalam kelompok ini termasuk berbagai kerang, kupang, kijing, lokan, simping, dan tiram, meskipun variasi di dalam bivalva sebenarnya sangat luas. Kerang-kerangan banyak bermanfaat dalam kehidupan manusia sejak pembayaran pada masa lampau. Mutiara dihasilkan oleh beberapa jenis tiram. Pemanfaatan modern juga menjadikan kerang-kerangan sebagai biofilter terhadap polutan.

  Gambar 1. Kerang ( Sumber : Carpenter and Niem, 1998)

  2.3 Jenis-jenis kerang

  1. Kerang air tawar yaitu Kijing (Anadonta sp), kerang mutiara air tawar

  (Anadonta woodiana ), kupang air atawar (unionoida), Remis, lokan,

  Pensi, Tiram air tawar, kima, Kepah dan kerang-kerangan (Bivalva) dan lain-lain.

  2. Kerang air laut yaitu Kerang hijau (perna viridis), kerang darah (anadara

  granosa ), kerang mutiara (meleagrina sp), abolane (haliotis assinina) dan lain-lain (Wilkipedia, 2012).

  2.4 Struktur Tubuh

  Jika diamati, cangkangnya terbagi dalam dua belahan yang diikat oleh ligamen sebagai pengikat yang kuat dan elastis. Ligamen ini biasanya selalu terbuka, apabila diganggu, maka akan menutup. Jadi, membuka dan menutupnya cangkang diatur oleh ligamen yang dibantu oleh dua macam otot, yaitu pada bagian anterior dan posterior. Famili margaritiferidae adalah salah satu jenis Tenggara dari sekian banyak genus, margaritiferidae adalah genus yang memiliki tubuh paling besar dan paling tersebar (Lim et al, 2001).

  Pada bagian posterior cangkang ada dua macam celah yang disebut sifon. Celah yang berada di dekat anus dinamakan sifon, berfungsi untuk keluar masuknya air dan zat-zat sisa. Sebaliknya sifon masuk terletak di bagian sebelah bawah sifon keluar yang berfungsi untuk masuknya oksigen, air, dan makanan (Indun Kistinna dan Endang Sri Lestari, 2009).

  Spesies Anandonta edentula merupakan salah satu family lucinidae, mengali lubang pada daerah pantai berlumpur (mudflat) di zona intertidal sampai subtidal. Spesies ini memdiami dasar berlumpur (muddy bottoms) sekitar estuary pada daerah hutan bakau dan sering menguburkan diri dibawah permukaan subtrat (Lebata, 2000).

2.5 Anatomi Kerang Cangkang/rumah Pelecypoda terdiri atas bagian-bagian berikut.

  1. Periostrakum, Periostrakum merupakan lapisan terluar, dibentuk dari zat kitin yang disebut konkiolin berfungsi sebagai pelindung. Jika basah berwarna biru tua, jika kering berwarna coklat.

  2. Prisma, Prisma merupakan lapisan tengah yang tersusun dari kristal kalsit.

  3. Nakre, Nakre disebut sebagai lapisan induk mutiara yang tersusun dari lapisanlapisan tipis paralel dan kalsit (karbonat) yang tampak mengkilat.

  4. Mantel, Mantel terletak di bawah nakreas yang terdiri atas sel-sel nakreas (yang sekretnya membentuk lapisan nakreas dan membentuk mutiara) jaringan ikat, dan sel-sel epitelium yang bersilia (Newell, N.D., 1999)

  Gambar 2. Anatomi kerang

  2.6 Sistem Organ

  Sistem pencer ncernaannya dimulai dari mulut, kerongkongan, an, lambung, usus, dan anus. Mulut dan dan anusnya terletak dalam rongga mantel. Sist istem ekskresinya menggunakan sepasan sang nefridium yang berfungsi seperti ginjal. al. Adapun sistem sarafnya terdiri atas as otak, simpul saraf kaki, dan simpul sara saraf otot. Sistem peredaran darahnya te terbuka, jantungnya terdiri atas sebuah bilik da k dan dua serambi. Respirasinya dengan an menggunakan insang (Indun Kistinna da dan Endang Sri Lestari, 2009).

  2.7 Sistem Reprod oduksi

  Kerang berke kembang biak secara kawin. Umumnya ber berumah dua dan pembuahannyainterna rnal. Telur yang dibuahi sperma akan berke kembang manjadi larva glosidium yang ng terlintangoleh dua buah katup. Ada beberapa apa jenis yang dari katupnya keluar larva p va panjang dan hidupsebagai parasit pada hewa wan lain, misalnya pada ikan. Setelah bebe beberapa lama larva akan keluar dan hidup seba sebagaimana nenek moyangnya. Dalam re reproduksinya, Hewan inimemiliki alat kelam min yang terpisah atau diocious, bersifa sifat ovipora yaitu memiliki telur dansperma a yang berjumlah banyak dan mikroskopi oskopik. Induk kerang yang telah matang kelam minmengeluarkan sperma dan sel telur lur kedalam air sehingga bercampur dan ke n kemudian terjadi bersifat planktonik hingga berumur 15-20 hari kemudian benih/ spat tersebut menempel pada substrat dan akan menjadikerang hijau dewasa (Induk) setelah 5 - 6 bulan kemudian (Wilkipedia, 2012).

2.8 Kebiasaan Makan dan Cara Makan

  Kebiasaan makan kerang lokan memiliki sifat menetap pada suatu perairan, sehingga kerang ini berfunsi sebagai filter feeder sehingga mampu mengakumulasi bahan pencemar dari lingkungan. Sedangkan dari analisa isi lambung kerang lokan terdapat jenis makanan yang dimakan oleh kerang lokan seperti plankton Nevicula sp dengan persentase kepadatan yang tertinggi mencapai 96,67% dan Gimphonema sp 86,67%, (Putri, 2005).

  Sistem pencernaan dimulai dari mulut, kerongkongan, lambung, usus dan akhirnya bermuara pada anus. Anus ini terdapat di saluran yang sama dengan saluran untuk keluarnya air. Sedangkan makanan golongan hewan kerang ini adalah hewan-hewan kecil yang terdapat dalam perairan berupa protozoa diatom, dll. Makanan ini dicerna di lambung dengan bantuan getah pencernaan dan hati. Sisa makanan dikeluarkan melalu anus (Hilman et al, 2009). Keberadaan bahan organik dalam perairan secara tidak langsung akan mempengaruhi kandungan gizi kerang. Pada perairan yang memiliki kandungan bahan organik tinggi akan kaya dengan zat hara yang tertimbun didalam subtract dimana zat ini akan berfungsi sebagai makanan dari kerang yang hidup di dalam subtrat tersebut (Hamsiah, 2000). Sehubungan dengan hal tersebut, kerang mendapatkan partikel makanan dengan menfiltrasi air. Proses filtrasi berlangsung karena adanya silia yang berada dalam lembaran mantel pada gelambir bibir bagian luar dari insang yang disebu bobot tubuh dan pertumbuhan kerang sehingga dengan demikian nilai gizipun akan meningkat (Putri, 2005).

  Menurut Putri (2005) menyebutkan bahwa makanan adalah faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kerang, jika makanan kurang pertumbuhan akan menghambat walaupun faktor lainnya cukup baik. Kerang makan dengan cara menyaring makanan yang terlarut di dalam air (filter feeder ). Kerang digolongkan dalam kelompok filter feeder, karena kerang memperoleh makanan dengan cara menyaring partikel-partikel atau organisme mikro yang berada dalam air dengan menggunakan sistem sirkulasi. Semua bivalva lamelli branch termasuk filter feeder. Cilia khusus terletak antara filamen insang yang berfungsi menghasilkan aliran air yangmemindahkan air ke dalam bagian inhalent pada mantle cavity (rongga mantel) dan ke arah ataske dalam rongga exhalent (Martin, 2005).

  Partikel makanan atau material tersuspensi lainnya yang berukuran lebih besar dari ukuran tertentu disaring dan air oleh cilia insang dan dihimpun pada bagian rongga inhalent berhadapan dengan lamellae insang. Material ini kemudian dipindahkan oleh cilia lainnya ke arah tepi bagian ventral insang atau di bagian dasar organ yang berbentuk huruf-W dimana terletak alur makanan (food

  

grooves ). Setelah berada di food grooves, makanan bergerak ke arah depan hingga

  mencapai palps, yang berada di sisi mulut. Material berukuran halus dibawa oleh cilia ke dalam mulut. Partikel yang lebih kasar dihimpun di tepi palps dari secara periodik dikeluarkan oleh proses kontraksi otot ke dinding mantel (Martin, 2005)

2.9 Daur Hidup

  Hewan ini ada yang bersifat hermaprodit dan kebanyakan hewan ini betina. Melalui sifon air masuk, sehingga terjadilah pembuahan. Ovum akan tumbuh dan berkembang yang melekat pada insang dalam ruang mantel, kemudian akan menetas dan keluarlah larva yang disebut glokidium. Larva ini akan keluar dari dalam tubuh hewan betina melalui sifon air keluar, kemudian larva tersebut menempel pada insang atau sirip ikan dan larva tersebut akan dibungkus oleh lendir dari kulit ikan. Larva ini bersifat sebagai parasit kurang lebih selama 3 minggu. Setelah tumbuh dewasa, larva akan melepaskan diri dari insang atau sirip ikan dan akan hidup bebas (Indun Kistinna dan Endang Sri Lestari, 2009).

2.10 Indeks Keanekaragaman

  Indeks keanekaragaman (H’) dapat diartikan sebagai suatu penggambaran secara sistematik yang melukiskan struktur komunitas dan dapat memudahkan proses analisa informasi-informasi mengenai macam dan jumlah organisme. Selain itu keanekaragaman dan keseragaman biota dalam suatu perairan sangat tergantung pada banyaknya spesies dalam komunitasnya. Semakin banyak jenis yang ditemukan maka keanekaragaman akan semakin besar, meskipun nilai ini sangat tergantung dari jumlah individu masing-masing jenis (Wilhm dan Doris 1986). Pendapat ini juga didukung oleh Krebs (1985) yang menyatakan bahwa semakin banyak jumlah anggota individunya dan merata, maka indeks keanekaragaman juga akan semakin besar. Indeks keanekaragaman (H’) merupakan suatu angka yang tidak memiliki satuan dengan kisaran 0 – 3. Tingkat keanekaragaman akan tinggi jika nilai H’ mendekati 3, sehingga hal ini menunjukkan kondisi perairan baik. Sebaliknya jika nilai H’ mendekati 0 maka individu pada suatu spesies yang terdapat dalam suatu komunitas. Indeks keseragaman (e) merupakan pendugaan yang baik untuk menentukan dominasi dalam suatu area. Apabila satu atau beberapa jenis melimpah dari yang lainnya , maka indeks keseragaman akan rendah. Jonathan (1979) menyatakan bahwa jika nilai indeks keseragaman melebihi 0,7 mengindikasikan derajat keseragaman komunitasnya tinggi.

III. METODOLOGI PENELITIAN

  3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

  Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Januari sampai dengan Februari 2014, di Kabupaten Aceh Barat, yang pengambilan datanya dilakukan pada 3 Kecamatan yaitu Kecamatan Meureubo (Sungai Meureubo sebagai stasiun I), Kecamatan Samatiga (Sungai Alue Raya sebagai stasiun II), dan Kecamatan Arongan Lambalek (Sungai Arongan Lambalek sebagai stasiun III). Penelitian ini dilakukan pada 3 titik (Stasiun) yang berbeda dengan jarak Horizontal 100 meter. kemudian dilakukan Identifikasi Jenis Kerang di Laboratorium Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Teuku Umar.

  3.2 Alat dan Bahan

  Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel dibawah: Tabel 1. Jenis alat yang digunakan pada penelitian

  No Alat Fungsi

  1 Penggaris Untuk mengukur kerang

  2 Camera digital Mengambil gambar kerang

  3 Toples Sebagai wadah/tempat

  4 Buku identifikasi Rujukan dalam identifikasi kerang (siput dan kerang (indosian shels) Bunjamin Dharma)

  5 Roll Meter Untuk mengukur transek Tabel 2. Jenis bahan yang digunakan pada penelitian

  No Bahan Fungsi

  1 Kerang Objek penelitian

  2 Air Sebagai media hidup

  3 Tisue Sebagai pembersih

  3.3 Metode Penelitian

  Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif Teknik pengambilan sampel dilakukan dalam 1 bulan 3 stasiun dan setiap stasiun 2x pengulangan.

  3.4 Teknik Pengambilan Data

  Teknik pengambilan data dalam penelitian ini mengunakan metode

  

Purposive sampling, dimana metode ini dipilih secara sengaja untuk tujuan

tertentu atau dilakukan dengan berdasarkan hasil dari penelitian di lokasi.

  3.5 Teknik Pengumpulan Data

  1. Data Primer Untuk mendapatkan data keragaman kerang, dilakukan survey ke stasiun pengamatan, pengambilan kerang selanjutnya dilihat secara morfologis, diukur, selanjutnya dimasukkan kedalam wadah (toples) di bawa ke Laboratorium untuk proses identifikasi (morfologi), dengan merujuk pada buku pedoman identifikasi kerang air tawar atau payau (Siput dan Kerang Indonesia (Indosian shells), Bunjamin Dharma).

  2. Data Sekunder Data sekunder yaitu studi pustaka untuk mengidentifikasikan spesies ikan dengan acuan buku-buku identifikasi. dan data yang didapatkan dari dinas terkait yang mendukung penelitian ini.

  3.6 Prosedur Kerja

  • Prosedur Kerja untuk Stasiun I, II dan III

  1) Turun kelapangan untuk melakukan penelitian, pada stasium I, yang bertempat di sungai Meureubo (stasiun I), sungai Alue Raya (stasiun

  II) dan sungai Arongan Lambalek (stasiun III).

  2) Kemudian melakukan metode transek horizontal pada (stasiun I, II dan III) sepanjang 100 meter, dengan kedalaman 30-60 meter.

  (Lampiran 1.) 3) Mengoleksi jenis kerang air tawar (Bivalva) yang didapatkan di sungai Meureubo, sungai Alue Raya dan sungai Arongan Lambalek.

  4) Kemudian kerang yang sudah didapatkan dimasukan kedalam box, kemudian pengukuran Bivalva (lampiran 2.) dan dilakukan identifikasi di Laboratorium Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Teuku Umar, merujuk pada buku Identifikasi Kerang (Siput dan Kerang Indonesia (Indosian shells), Bunjamin Dharma).

  5) Hasil dari identifikasi kemudian diolah dengan metode Deskriftif Analisis. (Lampiran 3.)

3.7 Analisis Data

  Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Metode deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan atau menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya. Penelitian deskriptif pada umumnya dilakukan dengan tujuan utama, yaitu menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek dan subjek yang diteliti secara tepat.

  • Indek Keanekaragaman Jenis (H)

  Indeks keanekaragaman dapat digunakan untuk mencirikan hubungan kelompok genus dalam komunitas.Keanekaragaman bivalvia dihitung dengan menggunakan indeks keanekaragaman dari Shannon dan Wiener (1963) dalam Odum 1994) dengan rumus : Keterangan : H' = Indeks keanekaragaman jenis Pi = Probabilitas penting untuk tiap species = ni/N ni = Jumlah individu dari masing-masing species N = Jumlah seluruh individu

  Angka indeks keanekaragaman tersebut selanjutnya dinilai berdasarkan klasifikasi menurut Krebs (Barus, 2002) sebagai berikut: Tabel 3. Klasifikasi nilai indeks keanekaragaman (H')

  Nilai H’ Klasifikasi Keanekaragaman 0 < H’ < 2.302 Rendah 2.302 < H’ < 6.907 Sedang

  H’ > 6.907 Tinggi

  • Indeks Dominansi (C)

  Indeks dominansi (C) digunakan untuk mengetahui sejauh mana suatu kelompok biota mendominansi kelompok lain. Indeks dominansi menggambarkan komposisi species dalam komunitas. Indeks dominansi dihitung menurut indeks Simpson. Dominansi ini diperoleh dari rumus : 2

    ni

   

  = ∑

   N

  Keterangan : C : Indeks Dominansi ni : Jumlah individu dari masing-masing spesies N : Jumlah seluruh individu (Krebs, 1978)

  Semakin besar nilai indeks dominansi (C), maka semakin besar pula kecenderungan adanya jenis tertentu yang mendominasi.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

  4.1. Gambaran Umum Penelitian Daerah Kecamatan Meureubo

  Kecamatan Meureubo merupakan salah satu wilayah Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh, Ibukota Meureubo yang luas Kecamatannya 112,87 Km

  2

  , dan persentase luas Kecamatan terhadap luas Kabupaten sekitar 3,85 % dengan jumlah pemukiman 2 mukim, serta jumlah Desa di Kecamatan Meureubo 26 Desa. Adapun batas-batas wilayah Kecamatan Meureubo sebagai berikut (BAPPEDA, Aceh Barat 2012):

   Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Pante Ceureumen  Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia  Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Johan Pahlawan  Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Nagan Raya

  4.2. Gambaran Umum Penelitian Daerah Kecamatan Samatiga

  Kecamatan Samatiga merupakan salah satu wilayah Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh Ibukota Suaktimah, dengan luas Kecamatan 140,69 km

  2

  , Presentase luas Kecamata terhadap luas Kabupaten 4,81 % dengan jumlah pemukiman 6 mukim, serta memiliki jumlah desa di Kecamatan Samatiga sekitar

  32 Desa. Adapun batas-batas Wilayah Kecamatan Samatiga adalah sebagai berikut (BAPPEDA, Aceh Barat 2012) :  Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Bubon  Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Hindia  Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Arongan Lambalek

  4.3. Gambaran Umum Penelitian Daerah Kecamatan Arongan Lambalek

  Kecamatan Arongan Lambalek merupakan salah satu wilayah Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh, Ibukota Drien Rampak, dengan luas Kecamatan

  2

  sekitar 130,06 Km persentase luas kecamatan terhadap luas Kabupaten : 4,44 %, dengan jumlah pemukiman 2 mukim serta memiliki jumlah Desa di Kecamatan Arongan Lambalek sekitar 27 Desa. Adapun batas-batas wilayah Kecamatan Arongan Lambalek sebagai berikut (BAPPEDA, Aceh Barat 2012) :

    Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Woyla Barat  Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia   Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Jaya  Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Samatiga

4.4. Hasil Penelitian

  Hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap Keanekaragaman Kerang (bivalva) yang terdapat di 3 stasiun yaitu dari hasil pengamatan secara GPS Kecamatan Meureubo terletak pada titik koordinat N : 04 08,916’ E 096 08,435’,

  13,600’ E 096 02,861’ Kecamatan Samatiga terletak pada titik koordinat N 04 sedangkan Kecamatan Arongan Lambalek terletak pada titik koordinat N 04 17,818’ E 095 56.860’ Kabupaten Aceh Barat diperoleh data sebagai berikut: Tabel 4. Nilai Indeks Keanekaragaman (H) dan Nilai Indeks Dominasi Kerang

  (bivalva) yang didapatkan di Sungai Meureubo, Sungai Alue Raya dan Sungai Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat.

  Jenis spesies Stasiun Batissa violacea Corbicula rivalis Polymesoda bengalensis

  I 40 ekor 45 ekor

  II

  42 ekor

  III 73 ekor

  113 ekor 45 ekor 42 ekor

  Total

  Indeks dominasi (C) pada ketiga stasiun memiliki nilai 0.41395. Daget (1976) menyatakan bila nilai dominasi £ 0.75, maka dominasinya sedang, dengan berpedoman pada kriteria tersebut maka dominasi jenis pada ketiga lokasi pengamatan dapat dikatagorikan dalam kondisi dominasi yang rendah-sedang. Jika dilihat dari nilai keanekaragaman jenisnya, ketiga stasiun memiliki nilai indeks keanekaragaman jenis ≤ 1 (0.984253), ini menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis berada dalam kisaran rendah yang menyebabkan jumlah individu tiap jenis dan kestabilan komunitas rendah. Hal ini disebabkan oleh kurangnya makanan, kurangnya terjaga perairan dari pencemaran, sehingga hanya jenis-jenis tertentu yang mampu beradaptasi untuk menempati daerah tersebut.

  Bila dilihat dari kesukaan/kebiasaan makan, maka jenis-jenis kerang (Bivalva) yang ditemukan dari hasil penelitian di Kabupaten Aceh Barat di dominasi oleh familia Corbiculidae dan pemakan partikel.

  Familia Corbiculidae diwakili oleh spesies Batissa violacea, Corbicula

  

rivalis, Polymesoda bengalensis. Jenis ini ditemukan di Kecamatan Meureubo,

  Kecamatan samatiga dan Kecamatan Arongan lambalek dengan jumlah individu yang cukup menonjol yaitu 200 ekor. Hal ini mengindikasikan bahwa makanan yang tersedia untuk jenis-jenis tersebut sangat terbatas. Namboodiri & Sivadas

  

dalam Kastoro & Mudjiono (1989) menyatakan bahwa daerah rataan terumbu

  yang tersedia cukup makanan mempunyai keanekaragaman jenis yang lebih tinggi.

  Untuk melihat kemiripan/kesamaan jenis kerang antar stasiun pengamatan maka dihitung jumlah jenis molusca yang ditemukan pada setiap stasiun. Hasil Kecamatan Arongan Lambalek. Sedangkan nilai kemiripan jenis terendah berada pada Stasiun Kecamatan Samatiga. Tingginya nilai kemiripan jenis di stasiun Kecamatan Meureubo dan Kecamatan Arongan Lambalek disebabkan oleh kemiripan substrat pada kedua lokasi yang tersusun dari lumpur berpasir.

  Sebaliknya rendahnya nilai kemiripan jenis Bivalva pada kecamatan samatiga disebabkan oleh karakter substrat yang sangat berbeda, karena substrat didominasi oleh lumpur berlumpung. Tabel 5. Keberadaan jenis kerang dari famili Curbiculidae yang terdapat pada 3 stasiun di Kabupaten Aceh Barat pada subtrat yang berbeda dan penamaan lokal.

  Gambar Nama Keterangan Stasiun Ciri-ciri bivalva Spesies Bivalva local

  Bagian luar bewarna Itak / Corbicula coklat tua, bentuk kreung Rivalis cangkangnya oval, agak mengembung, anterior dan posterior membulat.

  I 2 spesies

  Bagian luar berwarna Kreung

  Batissa

  kuning kecoklatan, violaea agak mengkilat, anterior dan posterior membulat, ukurannya lebih besar dibandingkan dengan jenis Corbicula Rivalis. Bagian luar berwarna Kreung Polymesoda kuning kehijauan dan Bangka bengalensis kuning berbelang kehitaman, dibagian

  1 spesies anterior berwarna kehitaman, garis

  II kosentris kasar dan agak relatif berdekatan. Bagian luar berwarna Kreung Batissa hitam kecoklatan, violaea

  Hasil pengambilan sampel dari jenis kerang (bivalva) yang di dapatkan di Kabupaten Aceh Barat, dibawa ke Laboratorium Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Teuku Umar, untuk diidentifikasi dan dilakukan pengamatan morfologi serta pengukuran cangkang kerang.

4.5. Pembahasan

4.5.1. Stasiun I (Kecamatan Meureubo)

  A. Familia : Corbiculidae Spesies : Corbicula rivalis Bahasa local : itak

  Gambar 3. Corbicula rivalis (Data Primer)

  Berdasarkan hasil identifikasi tentang Spesies Corbicula rivalis, jenis kerang ini berukuran sangat kecil, yang warnanya coklat tua Bagian cangkang oval, memanjang dan agak mengembung, bagian luar berwarna kecoklatan, anterior dan posterior membulat, bagian anterior lebih sempit dari pada bagian posterior, garis konsentrisnya halus dan tidak terlalu menonjol dengan jarak antara garis satu dengan lainnya relatif dekat, panjang sekitar 1.5-3 cm, tinggi 2.5 cm dan berat Corbicula rivalis ini sekitar 10 gram, berjumlah 45 ekor. Habitat Corbicula

  Identifikasi kerang berdasarkan bentuk dan warna cangkang, dan mengklasifikasikan kerang tersebut dengan menggunakan buku identifikasi kerang, klasifikasi spesies kerang yang ditemukan adalah sebagai berikut : Filum : Mollusca, Kelas : Bivalva, Sub kelas : Metabranchia, Ordo : Veneroida, Sub ordo : Eulamellibranchia, Famili : Corbiculidae, Genus : Corbicula, Spesies : Corbicula rivalis. (Dharma B. 1992).

  B. Familia : Corbiculidae Spesies : Batissa violaea Bahasa local : Kreung

  Gambar 4. Batissa violaea (Data Primer)

  Berdasarkan hasil dari identifikasi pada bagian cangkangnya oval bagian luar berwarna hitam kecoklatan agak mengkilat, anterior dan posterior membulat, bagian anterior lebih sempit dari pada bagain posterior, garis kosentris besar dan terdapat garis kecil di bawah lapisan garis besar. Batissa violaea ukurannya lebih besar dibandingkan dengan jenis (Corbicula rivalis), jenis Batissa violaea panjang cangkangnya 6.4 cm, tinggi 6 cm dan beratnya 71 gram. Habitatnya terdapat di perairan pasir halus dan agak berlumpur dengan kedalaman 30-50 cm.

  Identifikasi kerang berdasarkan bentuk dan warna cangkang, dan mengklasifikasikan kerang tersebut dengan menggunakan buku identifikasi kerang, klasifikasi spesies kerang yang ditemukan adalah sebagai berikut : Filum : Mollusca, Kelas : Bivalva, Sub kelas : Metabranchia, Ordo : Veneroida, Sub ordo : Eulamellibranchia, Famili : Corbiculidae, Genus : Corbicula, Spesies : Batissa Violacea (Dharma B. 1992).

4.5.2. Stasiun II (Kecamatan Samatiga)

  Familia : Corbiculidae Spesies : Polymesoda bengalensis Bahasa local : Kreung bangka

  Gambar 5. Polymesodabengalensis (Data Primer)

  Dari hasil identifikasi jenis Polymesoda bengalensis cangkangnya berbentuk oval dan agak mengembung, bagian luar berwarna kuning kehijauan dan kuning berbelang kehitaman, dibagian anterior berwarna kehitaman, anterior dan posterior membulat, bagian anterior lebih sempit dari pada bagian posterior, pada garis kosentris kasar dan agak relatif berdekatan, pada garis tersebut berwarna hitam mengkilat. jenis kerang ini sangat besar dan berukuran 9 cm dan

  Identifikasi kerang berdasarkan bentuk dan warna cangkang, dan mengklasifikasikan kerang tersebut dengan menggunakan buku identifikasi kerang, klasifikasi spesies kerang yang ditemukan adalah sebagai berikut : Filum : Mollusca, Kelas : Bivalva, Sub kelas : Metabranchia, Ordo : Veneroida, Sub ordo : Eulamellibranchia, Famili : Corbiculidae, Genus : Corbicula, Spesies : Polymesoda bengalensis. (Dharma B. 1992).

4.5.3. Stasiun III (Kecamatan Arongan Lambalek)

  Familia : Corbiculidae Spesies : Batissa violacea Bahasa local : Kreung

  Gambar 6. Batissa violacea

  Data primer

  Berdasarkan hasil identifikasi pada bagian cangkang oval agak menipis bagian luar berwarna hitam mengkilat, bagian ekor agak menonjol sedikit keatas, pada bagian anterior terdapat garis-garis ukuran lebih besar dibandingkan dengan garis konsentris, anterior dan posterior menipis, bagian anterior lebih sempit dari pada bagian posterior, garis kosentris besar dan terdapat garis kecil di bawah lapisan garis besar. Batissa violaea panjang 7.6 cm, tinggi 7 cm dan berat 105

  Identifikasi kerang berdasarkan bentuk dan warna cangkang, dan mengklasifikasikan kerang tersebut dengan menggunakan buku identifikasi kerang, klasifikasi spesies kerang yang ditemukan adalah sebagai berikut : Filum : Mollusca, Kelas : Bivalva, Sub kelas : Metabranchia, Ordo : Veneroida, Sub ordo : Eulamellibranchia, Famili : Corbiculidae, Genus : Corbicula, Spesies : Batissa violacea (Dharma B. 1992).

  Satino (2003), menyatakan bahwa Species paling dominan di pantai Krakal pada penelitian ini adalah Mytilus sp yang mencapai 68,54%. Hal ini disebabkan karena species tersebut mempunyai kemampuan adaptasi terhadap berbagai faktor pembatas yang ada di daerah intertidal pantai Krakal, seperti: fluktuasi periodic salinitas, kondisi oksigen yang minimalis, dan daya tahan terhadap hempasan ombak dengan bisus dan cangkang yang tebal serta ukuran tubuhnya yang lebih kecil dibanding species yang sama yang hidup di daerah lain.

  Organisme ini juga memiliki warna cangkang yang mirip dengan substrat dan bahkan sebagian besar ditumbuhi algae sehingga sulit dikenali dengan mudah. Hal ini juga merupakan salah satu penyebab species ini masih ditemukan melimpah di pantai Krakal.

  Dibyowati, L, 2009, menyatakan hasil penelitian tentang Keanekaragaman Moluska (Bivalva dan Gastropoda) di Sepanjang Pantai Carita, Pandeglang, Banten bahwa keanekaragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominasi (C) pada masing-masing stasiun menunjukkan nilai yang berbeda. Indeks keanekaragaman secara keseluruhan berkisar antara 0.130-2.216. Indeks keanekaragaman tertinggi terdapat pada stasiun IV (2.216) dan keanekaragaman terendah berada pada stasiun IV (0.0717) dan terendah terdapat pada stasiun I (0.072). Nilai dominasi (C) pada masing-masing stasiun pengamatan berkisar antara 0.198-0.960. Nilai dominasi tertinggi berada pada stasiun I (0.960) dan terendah pada stasiun IV (0.198).

  Wahyuni, 2013, menyatakan hasil penelitian bahwa kerang air tawar yang didapatkan di sungai Alue Ambang Kecamatan Teunom yaitu sebanyak 2 famili yang terdiri dari 5 spesies yaitu, Corbiculidae dan Unionidae. Hasil identifikasi dari ke- 5 jenis spesies tersebut yaitu, dari jenis Corbiculidae terdapat sebanyak 4 jenis spesies masing - masing, Corbicula javanica, Corbicula rivalis, Pulymesoda

  

bengalensis, dan Batissa violacea, sedangkan dari famili Unionidae hanya

terdapat 1spesies saja yaitu, Anadonta woodiana.

  Kerang air tawar memiliki arti penting dalam keseimbangan ekosistem di lingkungannya, yaitu sebagai konsumen yang mengkonsumsi organisme- organisme berukuran lebih kecil dan komponen tersuspensi dalam air (filter

  

feeder) dan juga sebagai bioindikator. Keberadaan kerang air tawar saat ini

  mengalami penurunan hingga 37 spesies kerang air tawar diduga mengalami kepunahan. Hal tersebut dijelaskan bahwa penurunan tajam jumlah spesies kerang air tawar disebabkan oleh kerusakan habitat, penurunan kualitas air, introduksi spesies eksotis, dan perubahan hidrologi. Kerang famili Corbiculidae tidak menyukai arus yang deras karena arus yang deras dapat mengikis kandungan nutrisi dan akan mengurangi suplai makanan untuk kerang (Junaidi et al., 2010

  dalam Wardani I et.al. 2012).

  Kerang air tawar merupakan organisme yang hidup di dasar badan air dan untuk mengukur kondisi lingkungan di sekitarnya (Naimo, 1995 dalam Wardani I et.al. 2012).

  Odum, 1993, menyatakan Kelimpahan suatu organisme dalam suatu perairan dapat dinyatakan sebagai jumlah individu persatuan luas atau volume.

  Sedangkan kepadatan relatif adalah perbandingan antara kelimpahan individu tiap jenis dengan keseluruhan individu yang tertangkap dalam suatu komunitas.

  Dengan diketahuinya nilai kepadatan relatif maka akan didapat juga nilai indeks dominansi. Sementara kepadatan jenis adalah sifat suatu komunitas yang menggambarkan tingkat keanekaragam jenis organisme yang terdapat dalam komunitas tersebut. Kepadatan jenis tergantung dari pemerataan individu dalam tiap jenisnya. Kepadatan jenis dalam suatu komunitas dinilai rendah jika pemerataannya tidak merata.

  Insafitri, 2010, menyatakan bahwa hasil penelitian tentang keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi bivalva di Area buangan Lumpur Lapindo Muara Sungai Porong penelitian menunjukan bahwa tidak ditemukanya bivalva pada lokasi penelitian di muara sungai Porong, yang berarti tidak ada keanekaragaman dan dikategorikan keanekaragaman jenis rendah (Wilhm and Doris, 1986), keseragamannya adalah tidak ada dan dimasukan dalam kategori keseragaman populasi kecil (Krebs, 1985)), dan tidak ada spesies yang mendominansi (Odum, 1993). Ketidakadaan bivalva dilokasi penelitian kemungkinan disebabkan parameter kimia seperti bahan organik ataupun anorganik yang tidak mendukung untuk kehidupan bivalva yang memerlukan penelitian lanjutan. Menurut rakhmawati (2009) dan Parawita (2009) menyatakan reklamasi yang memungkinkan dapat mengganggu stuktur komunitas bivalva. Untuk parameter lingkungan di lokasi penelitian suhu berkisar 28-29ºC, salinitas 17- 36‰, pH 7.8-8.2 yang menunjukan masih bisa ditolelir untuk hidup bivalva (Nybakken, 1992).

V. KESIMPULAN DAN SARAN

  5.1. Kesimpulan

  1. Dari hasil penelitian pada Kecamatan Meureubo, Kecamatan Samatiga dan Kecamatan Arongan Lambalek didapatkan sebanyak 3 jenis spesies yaitu Batissa violaea, Corbicula rivalis dan Polymesoda bengalensis yang terdiri dari family Corbiculidae.

  2. Nilai indeks dominasi (C) pada ketiga stasiun memiliki nilai 0.41395 maka jenis dominasinya rendah/sedang, karena tidak terdapat jenis yang mendominasi jenis lainnya. Jika dilihat dari nilai keanekaragaman jenisnya, ketiga stasiun memiliki nilai indeks keanekaragaman jenis ≤ 1 (0.984253) bahwa keanekaragaman jenis berada dalam kisaran rendah.

  5.2. Saran

  Adapun yang menjadi saran dari peneliti di Kabupaten Aceh Barat perlu dijaga kelestarian perairan Tawar/Payau agar organisme khususnya jenis spesies kerang (Bivalva) yang berada di perairan tersebut semakin tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

  Aucoin, F., Doiron, S., Nadeau, M. 2004. Guide to sampling and identifying

  larvae of species of maricultural interest . New Nouveau, Brunswick,

  Canada. 73 p. Barnes, D.K.A. 1997. Ecology of tropical crabs at Quirimba island, Mozambique: a novel and locally important food resource. Marine

  Ecology progress.

  BAPPEDA Kabupaten Aceh Barat, 2012. Carpenter, E.K. dan V.H. Niem. 1998. The Living Marine Resource of The

  Western Central Pacific. Vol 1. Seaweed, Corals, Bivalves, and Gastropod. New York: Food and Agriculture Organizations United

  Nations. 686 p. Dharma, B. 1992. Siput dan kerang Indonesia (Indonesian shell II). Jakarta : PT.

  Darana Graha, Jl Tawakal VI/12A. [DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan, Kabupaten Aceh Barat, 2010. Dibyowati, Lia, 2009. Keanekaragaman Moluska (Bivalva dan Gastropoda) di

  Sepanjang Pantai Carita . Pandeglang, Banteng : Bogor, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Petrtanian.

  Hilman. M. 2009. Paleontologi. Fakultas Teknik Geologi. Universitas Padjadjaran. Insafitri, 2010. keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi bivalvia di Area

  buangan lumpur lapindo muara sungai porong . jurnal kelautan, Volume 3, No.1. ISSN : 1907-9931

  Krebs, C.J. 1985. Ecology: The Experimental Analysis of Distributions and . Ed. New York

  Abundance

  Lebata. M. J. H. L. 2000. Elemental Sulphur In the Gils Of the Mangrove Mud

  Clam Anandonta Edentula (Family Lucinidae). Journal Of Shell Shellfish Researh 19 (1), 241-245. Lim, K. K. P. H. D. H. Murphy, T. Morganti, N Sivasothi, P. K. L. Ng, B. C.

  Seong, T. Hugh. W. Tan, K. S. Tan and T. K. Tan 2001. Animal diversity.

  In P. K. L. Ng and Sivasothi , 2003 (eds). A. Gluide to Mangrove Of Singapore (Vol 1). Singapor Science Center.

  Meglitsch, P.A. 1972. Invertebrata Zoology. Oxford University Press. London. Newell, N.D. (1999). Bivalvia systematics. In: Moore, R.C. Treatise on Invertebrate Paleontology Part N.

  Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut, Suatu Pendektan Ekologis. PT Gramedia Pustaka, Jakarta 458 p. Odum, E.P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Penerjemahan: Samingan, T dan B.

  Srigandono. Gajahmada University Press. Yogyakarta. 697 p. Ponder, W.F. 1998. Clasification of Mollusca in Beesley, P.L., G.J.B. Ross & A.

  Wells. (eds). Mollusca: The Southern Syntetsis, Fauna of Australia. Vol.5. CSIRO Publising. Melbourne.

  Poutiers, J. M. 1998. Bivalvea (Acephala, Lamellibranchia, Pelecypoda). In: pp.

  123-362. Carpenters, K. E., Niem, V. H. (eds). The living marine

  resources of the Western Central Pacific. Food and Agriculture Organization, Rome . 686 p.

  Putri, R. E. 2005. Analisa Populasidan Habitat Sebaran Ukurandan Kematang

  Kematangan Gonad KerangLokan (Batissaviolacae) di Muara Sungai

  .Sekolah Pasca sarjana Institut

  Anai Padang, Sumatra Barat [Tesis] Pertanian Bogor. Bogor.

  Satino, 2003, Struktur komunitas Bivalva di daerah Intertidal Pantai Krakal, Gunung Kidul , Yogyakarta. Wahyuni, Sri. 2013. Identifikasi Jenis Kerang (Bivalva) di Sungai Alue Ambang

  Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya . Skripsi, FPIK : Meulaboh, Universitas Teuku Umar.

  Wilhm, J. L., and T.C. Doris. 1986. Biologycal Parameter for water quality Criteria . Bio. Science: 18. Wilkipedia. 2012. Ciri Kerang Secara Umum. Jakarta : Wilkipedia Bahasa Indonesia.