BAB II - DOCRPIJM 931c951dc0 BAB II03 2 RV RPI2JM KDS Arh Perenc Pemb Bid CK

BAB II ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA 2.1. Amanat Pembangunan Nasional 2.1.1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007 merupakan dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk periode 20

  (dua puluh) tahun terhitung sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2025. RPJP Nasional ini juga merupakan jabaran dari tujuan dibentuknya Pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam bentuk visi, misi, dan arah pembangunan nasional untuk masa 20 tahun ke depan yang mencakupi kurun waktu mulai dari tahun 2005 hingga tahun 2025. Visi pembangunan nasional tahun 2005-2025 adalah “Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur”. Sedangkan dalam pembangunan infrastruktur memiliki visi yaitu “terwujudnya infrastruktur yang memberi manfaat bagi kesejahteraan rakyat dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung pembangunan di berbagai bidang, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, serta meningkatkan hubungan antar bangsa

  ”. Berikut amanat RPJPN 2005-2025 dalam pembangunan bidang Cipta Karya :

  1. Untuk mewujudkan bangsa yang berdaya saing maka pembangunan dan penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan sektor-sektor terkait lainnya, seperti industri, perdagangan, transportasi, pariwisata, dan jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi. Pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan melalui pendekatan tanggap kebutuhan (demand responsive approach) dan pendekatan terpadu dengan sektor sumber daya alam dan lingkungan hidup, sumber daya air, serta kesehatan.

2. Untuk mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan, maka : a.

  Pemenuhan perumahan beserta prasarana dan sarana pendukungnya diarahkan pada 1) penyelenggaraan pembangunan perumahan yang berkelanjutan, memadai, layak, dan terjangkau oleh daya beli masyarakat serta didukung oleh prasarana dan sarana permukiman yang mencukupi dan berkualitas yang dikelola secara profesional, kredibel, mandiri, dan efisien; 2) penyelenggaraan pembangunan perumahan beserta prasarana dan sarana pendukungnya yang mandiri mampu membangkitkan potensi pembiayaan yang berasal dari masyarakat dan pasar modal, menciptakan lapangan kerja, serta meningkatkan pemerataan dan penyebaran pembangunan; dan 3) pembangunan pembangunan perumahan beserta prasarana dan sarana pendukungnya yang memperhatikan fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup.

  b.

  Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum dan sanitasi diarahkan pada 1) peningkatan kualitas pengelolaan aset (asset management) dalam penyediaan air minum dan sanitasi; 2) pemenuhan kebutuhan minimal air minum dan sanitasi dasar bagi masyarakat; 3) penyelenggaraan pelayanan air minum dan sanitasi yang kredibel dan profesional; dan 4) penyediaan sumber-sumber pembiayaan murah dalam pelayanan air minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin.

3. Upaya perwujudan kota tanpa permukiman kumuh dilakukan pada setiap tahapan RPJMN, yaitu: a.

  RPJMN ke-2 (2010-2014) : Daya saing perekonomian ditingkatkan melalui percepatan pembangunan infrastruktur dengan lebih meningkatkan kerjasama antara pemerintah dan dunia usaha dalam pengembangan perumahan dan permukiman.

  b.

  RPJMN ke-3 (2015-2019) : Pemenuhan kebutuhan hunian bagi seluruh masyarakat terus meningkat karena didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang dan berkelanjutan, efisien, dan akuntabel. Kondisi itu semakin mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh.

  c.

  RPJMN ke-4 (2020-2024) : terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung sehingga terwujud kota tanpa permukiman kumuh.

2.1.2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019

  Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 adalah tahapan ketiga dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025. RPJMN 2015-2019 yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 merupakan dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk periode 5 (lima) tahun terhitung sejak tahun 2015 sampai dengan tahun 2019.

  RPJMN 2015-2019 menyebutkan bahwa infrastruktur merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan sosial yang berkeadilan dengan mendorong partisipasi masyarakat hal tersebut tercantum dalam sasaran pembangunan infrastruktur dasar dan konektivitas, sebagai berikut :

  1. Terfasilitasinya pembangunan kekurangan tempat tinggal (backlog) berdasarkan perspektif menghuni sebanyak 5 juta rumah tangga pada tahun 2019.

  2. Terwujudnya akses air minum layak 100% pada tahun 2019.

  3. Terwujudnya akses air sanitasi layak 100% pada tahun 2019. Untuk mencapai sasaran tersebut maka arah kebijakan pembangunan yang dilakukan yaitu dengan mempercepat pembangunan infrastruktur untuk pertumbuhan dan pemerataan melalui :

  1. Mempercepat penyediaan infastruktur perumahan dan kawasan permukiman (air minum dan sanitasi) serta infrastruktur kelsitrikan,

  2. Menjamin ketahanan air, pangan dan energi untuk mendukung ketahanan nasional 3.

  Meningkatkan peran kerjasama Pemerintah Swasta.

2.1.3. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011- 2025

  Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025 yang ditetapkan dalam Perpres RI Nomor 32 Tahun 2011 adalah sebuah pola induk perencanaan ambisius dari pemerintah Indonesia untuk dapat mempercepat realisasi perluasan pembangunan ekonomi dan pemerataan kemakmuran agar dapat dinikmati secara merata di kalangan masyarakat. Untuk koordinasi pelaksanaan MP3EI dibentuk Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (KP3EI) pada 20 Mei 2011.

  Tujuan disusunnya MP3EI adalah sebagai akselerasi pertumbuhan dengan pemerataan (growth with

  

equity) dengan sasaran GDP/kapita USD 14.000-16.000 pada tahun 2025. Untuk itu pendekatan yang

  dilakukan yaitu dengan peningkatan nilai tambah berbasis komoditi unggulan koridor, dan keterlibatan pemerintah, BUMN, dan swasta. Dan dalam hal ini pihak swasta akan diberikan peran utama dan penting dalam pembangunan ekonomi terutama dalam peningkatan investasi dan penciptaan lapangan kerja, sedangkan pihak pemerintah akan berfungsi sebagai regulator, fasilitator dan katalisator. Dari sisi regulasi, pemerintah akan melakukan deregulasi terhadap regulasi yang menghambat pelaksanaan investasi. Fasilitasi dan katalisasi akan diberikan oleh pemerintah melalui penyediaan infrastruktur maupun pemberian insentif fiskal dan non fiskal. Strategi yang dilakukan dalam MP3EI ini antara lain sebagai berikut :

1. Pengembangan koridor ekonomi 2.

  Pengembangan SDM/IPTEK 3. Penguatan konektivitas

  Maka dalam hal ini, Ditjen Cipta Karya melalui pembangunan, penyediaan dan peningkatan infrastruktur yang memadai dan menunjang sangat diperlukan dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi yang sudah ditetapkan dalam masing-masing koridor ekonomi di Indonesia tersebut.

2.1.4. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Indonesia (MP3KI)

  Merupakan program Pemerintah Indonesia sejak Tahun 2009 yang langsung mengarah pada masyarakat bawah yang mengalami kemiskinan estrim di Indonesia. Selain itu MP3KI merupakan program andalan yang juga bertujuan untuk mengimbangi rencana besar pembangunan ekonomi yang terintegrasi dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Pendekatan dalam MP3KI ini adalah pemenuhan kebutuhan/pelayanan dasar dan peningkatan pendapatan serta keterlibatan pemerintah, BUMN, swasta, masyarakat (P4 : public-private-people

  

partnership). Sehingga strategi yang dilakukan meliputi sistem perlindungan sosial menyeluruh,

  peningkatan pelayanan dasar masyarakat miskin dan rentan, serta pengembangan penghidupan masyarakat miskin dan rentan. Fokus kerja MP3KI tertuang dalam sejumlah program meliputi : 1.

  Penanggulangan kemiskinan eksisting Klaster I, berupa bantuan dan jaminan/perlindungan sosial, Klaster II adalah pemberdayaan masyarakat, Klaster III tentang Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (KUMKM), dan Klaster IV adalah program prorakyat.

  2. Transformasi perlindungan dan bantuan sosial.

  3. Pengembangan livelihood, pemberdayaan, akses berusaha & kredit, dan pengembangan kawasan berbasis potensi lokal.

  Maka berdasarkan hal tersebut, Kementerian Pekerjaan Umum, khususnya Ditjen Cipta Karya, berperan penting dalam pelaksanaan MP3KI, terutama terkait dengan pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat seperti PNPM Perkotaan/P2KP, PPIP, Pamsimas, Sanimas serta Program Pro Rakyat.

Gambar 2.1 Transformasi Klaster I

  

Sumber : Direktorat Penanggulangan Kemiskinan, BAPPENAS Tahun 2013

Gambar 2.2 Transformasi Klaster II, III, dan IV

  

Sumber : Direktorat Penanggulangan Kemiskinan, BAPPENAS Tahun 2013

2.1.5. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)

  Berdasarkan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2009, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional. KEK terdiri atas satu atau beberapa zona (pengolahan ekspor, logistik, industri, pengembangan teknologi, pariwisata, energi, dan/atau ekonomi lain). Di dalam KEK dapat dibangun fasilitas pendukung dan perumahan bagi pekerja selain itu disediakan lokasi untuk UMKM dan koperasi baik sebagai pelaku usaha maupun sebagai pendukung kegiatan perusahaan yang berada di dalam KEK. Maka dalam hal ini Ditjen Cipta Karya diharapkan dapat mendukung infrastruktur permukiman pada kawasa tersebut sehingga menunjang kegiatan ekonomi di KEK.

  Dalam pengembangan infrastruktur serta penetapan standar penyelenggaraan infrastruktur dalam KEK harus mempertimbangkan keberlangsungan (pembangunan berkelanjutan) dan faktor kebencanaan. Berikut standar penyelenggaraan infrastruktur dalam KEK : 1.

   Standar air bersih :

  Badan pengelola KEK wajib : a.

  Menyediakan air bersih yang bersumber dari PDAM, atau air tanah, atau badan air kelas I.

  Kebutuhan air bagi zona industri pengolahan dan zona energi primer tidak boleh bersumber dari air tanah, b.

  Memastikan kualitas standar air bersih minimal setara dengan standar baku mutu badan air kelas I yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001.

2. Standar saluran buangan air hujan (drainase) :

  Badan usaha pengelola KEK wajib menyediakan sistem saluran buangan air hujan dan resapan yang : a.

  Dapat menampung air hujan sehingga tidak terjadi genangan air dengan periode ulang hujan 25 tahun.

  b.

  Perencanaan saluran buangan air hujan (drainase) dalam KEK disesuaikan dengan ketentuan teknis pemerintah daerah setempat.

3. Standar saluran buangan air limbah :

  Badan usaha pengelola KEK wajib : a.

  Menyediakan saluran buangan air limbah yang tertutup dan menyediakan kolam/pit monitoring air limbah yang mudah untuk pengambilan sampel baku mutu air limbah pada saluran keluar dari KEK.

  b.

  Memeriksakan kadar parameter baku mutu air limbah pada saluran keluar dari KEK secara berkala paling sedikit satu kali dalam satu bulan ke laboratorium yang telah terakreditasi dan teregistrasi di kementerian Lingkungan Hidup.

  c.

  Memastikan baku mutu air limbah dari KEK harus lebih baik dari kualitas standar badan air penerima limbah yang diatur pada Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 sebagai berikut : 1)

  Kelas I, air yang dapat digunakan untuk air baku air minum; 2)

  Kelas II, air yang dapat digunakan untuk kegiatan rekreasi; 3)

  Kelas III, air yang dapat digunakan untuk perikanan, peternakan, dan pertanian; 4) Le;as IV, air yang dapat digunakan untuk mengairi pertanaman.

  4. Standar IPAL :

  Badan usaha pengelola KEK yang dalam kawasannya terdapat Zona Industri (pengolahan) atau Zona Energi Primer dengan luas kawasan terbangun melebihi 100 Ha diwajibkan : a.

  Menyediakan IPAL yang terpusat b. Baku mutu air limbah efluent IPAL sesuai dengan dalam Permen LH Nomor 3 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah untuk Kawasan Industri.

  Apabila buangan air limbah dari kaveling melebih standar baku influen IPAL maka air limbah dari kaveling harus dibersihkan terlebih dahulu dan tiap kavlingnya menyediakan kolam/pit monitoring air limbah yang mudah untuk pengambilan sampel.

  5. Standar Persampahan :

  Badan usaha pengelola KEK, wajib menyediakan sistem pembuangan sampah atau limbah padat yang terdiri dari : a.

  Memastikan tidak ada tumpukan sampah yang mengganggu lingkungan dari segi kesehatan, penglihatan, dan bau b.

  Penanganan khusus kegiatan yang menghasilkan limbah B3 agar sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999.

2.1.6. Direktif Presiden Program Pembangunan Berkeadilan

  Dalam Instruksi Presiden RI Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan, supaya lebih memfokuskan pelaksanaan pembangunan yang berkeadilan maka Presiden RI menginstruksikan seluruh kementerian, para gubernur, dan bupati/walikota untuk melaksanakan program pro rakyat, keadilan untuk semua (justice for all), dan pencapaian tujuan pembangunan millenium (Millenium Development Goals-MDGs). Dan dalam hal ini Ditjen Cipta Karya memiliki peranan penting dalam pelaksanaan Program Pro Rakyat dan pencapaian MDGs. Dalam pelaksanaan program pro rakyat yang bertujuan untuk pengentasan kemiskinan, Ditjen Cipta Karya berperan melalui program air bersih untuk rakyat dan program peningkatan kehidupan masyarakat perkotaan (P2KP, PNPM Perkotaan, Program pemberdayaan lainnya). Sedangkan dalam pelaksanaan pencapaian MDGs, Ditjen Cipta Karya berperan dalam peningkatan akses pelayanan air minum, sanitasi yang layak serta pengurangan permukiman kumuh.

2.2. Amanat Peraturan Perundangan Pembangunan terkait Bidang Cipta Karya

  Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Ditjen Cipta Karya selalu berlandaskan peraturan perundangan yang terkait dengan bidang Cipta Karya, antara lain Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Sumber Daya Air, Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Persampahan, dan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

2.2.1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

  Berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011, Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat. Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 juga diatur tugas dan kewenangan pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota dalam melaksanakan pembinaan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman, yaitu sebagai berikut :

  No Pelaksana Tugas Kewenangan

  1 Pemerintah a.

  Merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi nasional di bidang perumahan dan kawasan permukiman; b.

  Merumuskan dan menetapkan kebijakan nasional tentang pendayagunaan dan pemanfaatan hasil rekayasa teknologi di bidang perumahan dan kawasan permukiman; c.

  Merumuskan dan menetapkan kebijakan nasional tentang penyediaan Kasiba dan Lisiba; d. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional di bidang perumahan dan kawasan permukiman; e.

  Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan nasional penyediaan rumah dan pengembangan lingkungan hunian dan kawasan permukiman; f.

  Mengalokasikan dana dan/atau biaya pembangunan untuk mendukung terwujudnya perumahan bagi MBR; g.

  Memfasilitasi penyediaan perumahan dan permukiman bagi masyarakat terutama bagi MBR; h. Memfasilitasi pelaksanaan kebijakan dan strategi pada tingkat nasional; i. Melakukan dan mendorong penelitian dan pengembangan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman; a.

  Menyusun dan menetapkan norma, standar, pedoman, dan kriteria rumah, perumahan, permukiman, dan ingkungan hunian yang layak, sehat, dan aman; b.

  Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman; c. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan di bidang perumahan dan kawasan permukiman; d.

  Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat nasional; e. Melaksanakan koordinasi sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dalam rangka mewujudkan jaminan dan kepastian hukum dan pelindungan hukum dalam bermukim; f. Mengkoordinasikan pemanfaatan teknologi dan rancang bangun yang ramah lingkungan serta pemanfaatan industri bahan bangunan yang mengutamakan sumber daya dalam negeri dan kearifan lokal; g. Mengkoordinasikan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan peraturan perundang-undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman;

  No Pelaksana Tugas Kewenangan j.

  h. Melakukan sertifikasi, kualifikasi, Mengevaluasi peraturan klasifikasi, dan registrasi keahlian perundang-undangan serta kepada orang atau badan yang kebijakan dan strategi menyelenggarakan pembangunan penyelenggaraan perumahan dan perumahan dan kawasan kawasan permukiman pada permukiman; dan tingkat nasional; k. i.

  Menyelenggarakan pendidikan dan Mengendalikan pelaksanaan pelatihan di bidang perumahan dan kebijakan dan strategi di bidang kawasan permukiman. perumahan dan kawasan permukiman; j.

  Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh; k. Menetapkan kebijakan dan strategi nasional dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman; l.

  Memfasilitasi pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman; m.

  Memfasilitasi kerjasama tingkat nasional dan internasional antara ppemerintah dan badan hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.

  2 Pemerintah a.

  a. Merumuskan dan menetapkan Menyusun dan menyediakan

  Provinsi kebijakan dan strategi pada tingkat basis data perumahan dan provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada kawasan permukiman dengan tingkat provinsi; berpedoman pada kebijakan b.

  Menyusun dan menyempurnakan nasional; peraturan perundang-undangan di b. bidang perumahan dan kawasan

  Merumuskan dan menetapkan kebijakan provinsi tentang permukiman pada tingkat provinsi; pendayagunaan dan pemanfaatan c.

  Memberdayakan pemangku hasil rekayasa teknologi di bidang kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman permukiman pada tingkat provinsi; pada kebijakan nasional;

  No Pelaksana Tugas Kewenangan c.

  Merumuskan dan menetapkan kebijakan penyediaan Kasiba dan Lisiba lintas kab/kota; d. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional pada tingkat provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman; e.

  Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan provinsi penyediaan rumah, permukiman, lingkungan hunian dan kawasan permukiman; f.

  Menyusun rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman lintas kab/kota; g.

  Memfasilitasi pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi; h.

  Mengalokasikan dana dan/atau biaya pembangunan untuk mendukung terwujudnya perumahan bagi MBR; i.

  Memfasilitasi penyediaan perumahan dan kawasan permukiman bagi masyarakat terutama MBR; j.

  Memfasilitasi pelaksanaan kebijakan dan strategi pada tingkat provinsi.

  d.

  Melaksanakan koordinasi, sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi dalam rangka mewujudkan jaminan dan kepastian hukum dan pelindungan hukum dalam bermukim; e.

  Mengkoordinasikan pemanfaatan teknologi dan rancang bangun yang ramah lingkungan serta pemanfaatan industri bahan bangunan yang mengutamakan sumber daya dalam negeri dan kearifan lokal; f. Mengkoordinasikan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan peraturan perundang-undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi; g. Mengevaluasi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi; h.

  Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat provinsi; i.

  Mengoordinasikan pencadangan atau penyediaan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman bagi MBR tingkat provinsi;

  No Pelaksana Tugas Kewenangan j.

  Menetapkan kebijakan dan strategi daerah provinsi dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan nasional; k.

  Memfasilitasi kerjasama pada tingkat provinsi antara pemerintah provinsi dan badan hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.

  3 Pemerintah Kabupaten/Kota a.

  Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kab/kota di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional dan provinsi; b.

  Menyusun dan melaksanakan kebijakan daerah dengan berpedoman pada strategi nasional dan provinsi tentang pendayagunaan dan pemanfaatan hasil rekayasa teknologi di bidang perumahan dan kawasan permukiman; c.

  Menyusun rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kab/kota; d.

  Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan kab/kota penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian dan kawasan permukiman; e.

  Melaksanakan pemanfaatan teknologi dan rancang bangun yang ramah lingkungan serta pemanfaatan industri bahan bangunan yang mengutamakan a.

  Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kab/kota; b.

  Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kab/kota bersama DPRD; c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kab/kota; d. Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundang- undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kab/kota; e. Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman bagi MBR; f. Menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan bagi MBR pada tingkat kab/kota;

  No Pelaksana Tugas Kewenangan

  sumber daya dalam negeri dan g.

  Memfasilitasi kerjasama pada kearifan lokal yang aman bagi tingkat kab/kota antara kesehatan; pemerintah kab/kota dan badan

  f. hukum dalam penyelenggaraan Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap perumahan dan kawasan pelaksanaan peraturan perundang- permukiman; undangan, kebijakan, strategi, serta h.

  Menetapkan lokasi perumahan program di bidang perumahan dan dan permukiman sebagai kawasan permukiman pada tingkat perumahan kumuh dan kabupaten/kota; permukiman kumuh pada tingkat g. kab/kota;

  Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kab/kota; i.

  Memfasilitasi peningkatan kualitas

  h. terhadap perumahan kumuh dan Melaksanakan peraturan perundang-undangan serta permukiman kumuh pada tingkat kebijakan dan strategi kabupaten/kota. penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota; i.

  Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman; j.

  Melaksanakan kebijakan dan strategi daerah provinsi dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan nasional; k.

  Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman; l.

  Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota; m. Mengalokasikan dana dan/atau biaya pembangunan untuk mendukung terwujudnya perumahan bagi MBR;

  No Pelaksana Tugas Kewenangan n.

  Memfasilitasi penyediaan perumahan dan permukiman bagi masyarakat terutama bagi MBR o. Menetapkan lokasi Kasiba dan

  Lisiba; p. Memberikan pendampingan bagi orang perseorangan yang melakukan pembangunan rumah swadaya.

  Selain mengatur tugas dan wewenang, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman ini juga mengatur penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan pembiayaan, hak dan kewajiban, serta peran masyarakat.

2.2.2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

  Dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dijelaskan bahwa penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan pembangunan yang meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian, dan pembongkaran. Setiap bangunan gedung berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung. Persyaratan administratif bangunan gedung meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan. Sedangkan persyaratan teknis bangunan gedung meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung. Penyelenggaraan bangunan gedung perlu diatur dan dibina demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan serta penghidupan masyarakat, sekaligus untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, andal, berjati diri, serta seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya. Dan untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam penyelenggaraan bangunan gedung, setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung, serta harus diselenggarakan secara tertib.

  2.2.3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan

  Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan menyatakan bahwa air beserta sumber- sumbernya termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai manfaat serba guna dan dibutuhkan manusia sepanjang masa, baik di bidang ekonomi sosial maupun budaya. Sehingga pemanfaatannya harus untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat di segala bidang baik bidang ekonomi, sosial, budaya maupun pertahanan keamanan nasional, yang sekaligus menciptakan pertumbuhan, keadilan sosial dan kemampuan untuk berdiri atas kekuatan sendiri menuju masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Air beserta sumber-sumbernya, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara. Dengan hak tersebut, memberi wewenang kepada pemerintah untuk : a.

  Mengelola serta mengembangkan kemanfaatan air dan atau sumber-sumber air; b. Menyusun mengesahkan, dan atau memberi izin berdasarkan perencanaan dan perencanaan teknis tata pengaturan air dan tata pengairan; c.

  Mengatur, mengesahkan dan atau memberi izin peruntukan, penggunaan, penyediaan air, dan atau sumber-sumber air; d.

  Mengatur, mengesahkan dan atau memberi izin pengusahaan air, dan atau sumber-sumber air; e. Menentukan dan mengatur perbuatan-perbuatan hukum dan hubungan-hubungan hukum antara orang dan atau badan hukum dalam persoalan air dan atau sumber-sumber air.

  2.2.4. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

  Pengelolaan sampah dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 adalah kegiatan yang sistematis,menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Tujuan pengelolaan sampah untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya.

  Penyelenggaraan pengelolaan sampah ditujukan pada sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Pengurangan sampah meliputi kegiatan pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang sampah, dan/atau pemanfaatan kembali sampah. Sedangkan penanganan sampah meliputi kegiatan pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir. Undang-undang tersebut juga melarang pembuangan sampah secara terbuka di tempat pemrosesan akhir. Oleh karena itu, Pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka dan mengembangkan TPA dengan sistem controlled landfill ataupun sanitary landfill.

2.2.5. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun

  Rumah susun berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertkal dan merupakan satuan-satuan yang masing- masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Sedangkan penyelenggaraan rumah susun adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, penguasaan dan pemanfaatan, pengelolaan, pemeliharaan dan perawatan, pengendalian, kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang dilaksanakan secara sistematis, terpadu, berkelanjutan, dan bertanggungjawab. Dalam penyelenggaraan rumah susun tersebut, Ditjen Cipta Karya turut serta dalam upaya memenuhi kebutuhan hunian yang layak. Tujuan penyelenggaraan rumah susun berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 yaitu : a.

  Menjamin terwujudnya rumah susun yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan serta menciptakan permukiman yang terpadu guna membangun ketahanan ekonomi, sosial, dan budaya; b. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan ruang dan tanah serta menyediakan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan dalam menciptakan kawasan permukiman yang lengkap serta serasi dan seimbang dengan memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan; c.

  Mengurangi luasan dan mencegah timbulnya perumahan dan permukiman kumuh; d.

  Mengarahkan pengembangan kawasan perkotaan yang serasi, seimbang, efisien, dan produktif; e. Memenuhi kebutuhan sosial dan ekonomi yang menunjang kehidupan penghuni dan masyarakat dengan tetap mengutamakan tujuan pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman yang layak, terutama bagi MBR; f. Memberdayakan para pemangku kepentingan di bidang pembangunan rumah susun; g.

  Menjamin terpenuhinya kebutuhan rumah susun yang layak dan terjangkau, terutama bagi MBR dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan dalam suatu sistem tata kelola perumahan dan permukiman yang terpadu; dan h.

  Memberikan kepastian hukum dalam penyediaan, kepenghunian, pengelolaan, dan kepemilikan rumah susun.

  Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun juga mengatur pembinaan, perencanaan, pembangunan, penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan, pengelolaan, peningkatan kualitas, pengendalian, kelembagaan, tugas dan wewenang, hak dan kewajiban, pendanaan dan sistem pembiayaan serta peran masyarakat.

2.3. Amanat Internasional Bidang Cipta Karya

  Berikut beberapa amanat internasional yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kebijakan dan program bidang Cipta Karya meliputi Agenda Habitat, Konferensi Rio+20, Millenium Development Goals (MDGs), serta Agenda Pembangunan Pasca 2015.

2.3.1. Agenda Habitat

  Agenda Habitat adalah aksi global dan kerangka kerja yang diharapkan dapat mendorong masyarakat dunia untuk bertanggungjawab dalam mempromosikan dan menciptakan permukiman yang berkelanjutan. Dua tema yang diangkat dalam Agenda Habitat dan juga menjadi tujuan dari Agenda Habitat adalah „Hunian yang Layak bagi Semua‟ (Adequate Shelter for All) dan „Permukiman yang Berkelanjutan dalam Dunia yang Semakin

  Mengkota‟(Sustainable Human Settlements in an Urbanizing

  

World). Hunian yang layak penting untuk kesejahteraan manusia, baik dari segi fisik, fisiologis, sosial

  dan ekonomi. Sementara pembangunan berkelanjutan membutuhkan pembangunan sosial-ekonomi dan perlindungan lingkungan.

  Ada 7 komitmen utama dalam Agenda Habitat. Dua komitmen pertama terkait langsung dengan tema atau tujuan Agenda Habitat yaitu: 1) hunian yang layak bagi semua (adequate shelter for all), 2) permukiman yang berkelanjutan (sustainable human settlements atau sekarang disebut sebagai

  

sustainable urbanization). Dua komitmen utama tersebut menjadi komitmen negara-negara di dunia

  termasuk Indonesia meliputi penyediaan tempat hunian yang layak bagi seluruh masyarakat tanpa terkecuali, serta meningkatkan akses air minum, sanitasi, dan pelayanan dasar terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan kelompok rentan. Sedangkan 5 komitmen lain terkait dengan pelaksanaan Agenda Habitat: 3) pemberdayaan dan peran serta, 4) kesetaraan gender, 5) pembiayaan hunian dan permukiman 6) kerjasama internasional dan 7) monitoring dan evaluasi pencapaian.

2.3.2. Konferensi Rio+20

  Konferensi PBB tentang Pembangunan Berkelanjutan, dikenal juga sebagai Rio 2012 atau Rio+20 adalah sebuah konferensi yang diselenggarakan oleh PBB sebagai bentuk dari tindak lanjut atas Konferensi PBB tentang Lingkungan dan Pembangunan atau KTT Bumi yang pernah diselenggarakan di kota yang sama pada tahun 1992. Konferensi ini secara khusus diadakan oleh Departemen Urusan Ekonomi dan Sosial PBB bersama tuan rumah Brasil di Rio de Janeiro pada tanggal 20-22 Juni 2012. Konferensi Rio+20 memiliki tiga tujuan, yaitu 1) memperbaharui komitmen politik atas pembangunan berkelanjutan, 2) mengidentifikasi kesenjangan antara progres kemajuan dan implementasi dalam mencapai komitmen-komitmen lama yang telah disetujui, serta 3) mengatasi berbagai tantangan baru yang terus berkembang.

  Hasil yang dicapai dalam konferensi ini adalah sebuah dokumen final "Future We Want" atau "Masa Depan yang Kita Mau". Dokumen The Future We Want menjadi arahan bagi pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di tingkat global, regional, dan nasional. Dokumen ini memuat kesepahaman pandangan terhadap masa depan yang diharapkan oleh dunia (common vision) dan penguatan komitmen untuk menuju pembangunan berkelanjutan (renewing political commitment).

  Dokumen ini memperkuat penerapan Rio Declaration 1992 dan Johannesburg Plan of Implementation 2002. Tiga isu utama bagi pelaksanaan pembangunan berkelanjutan Dalam dokumen The Future We

  

Want yaitu: 1) Green Economy in the context of sustainable development and poverty eradication, 2)

  pengembangan kerangka kelembagaan pembangunan berkelanjutan tingkat global (Institutional

  

Framework for Sustainable Development), serta 3) kerangka aksi dan instrumen pelaksanaan

  pembangunan berkelanjutan (Framework for Action and Means of Implementation). Kerangka aksi tersebut termasuk penyusunan Sustainable Development Goals (SDGs) post-2015 yang mencakup 3 pilar pembangunan berkelanjutan secara inklusif, yang terinspirasi dari penerapan Millennium

  

Development Goals (MDGs). Bagi Indonesia, dokumen The Future We Want akan menjadi rujukan

  dalam pelaksanaan rencana pembangunan nasional secara konkrit, termasuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2014-2019, dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (2005-2025). Hal ini terlihat dari kebijakan Pemerintah Indonesia yang menerapkan

  “pro-

  growth, pro-poor, pro-job, pro-environment

  ” yang pada dasarnya telah selaras dengan dokumen The Future We Want.

2.3.3. Millenium Development Goals (MDGs)

  

Millennium Development Goals (MDGs) adalah sebuah paradigma pembangunan global yang

  dideklarasikan Konferensi Tingkat Tinggi Milenium oleh 189 negara anggota Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di New York pada bulan September 2000. Semua negara yang hadir dalam pertemuan tersebut berkomitmen untuk mengintegrasikan MDGs sebagai bagian dari program pembangunan nasional dalam upaya menangani penyelesaian terkait dengan isu-isu yang sangat mendasar tentang pemenuhan hak asasi dan kebebasan manusia, perdamaian, keamanan, dan pembangunan. Deklarasi ini merupakan kesepakatan anggota PBB mengenai sebuah paket arah pembangunan global yang dirumuskan dalam beberapa tujuan yaitu: a.

  Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan, b. Mencapai Pendidikan Dasar untuk semua, c. Mendorong Kesetaraan Gender, dan Pemberdayaan Perempuan, d.

  Menurunkan Angka Kematian Anak, e. Meningkatkan Kesehatan Ibu, f. Memerangi HIV/AIDs, Malaria dan Penyakit Menular Lainnya, g.

  Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup, dan h. Membangun Kemitraan Global untuk Pembangunan.

  Deklarasi MDGs merupakan hasil perjuangan dan kesepakatan bersama antara negara-negara berkembang dan maju. Negara-negara berkembang berkewajiban untuk melaksanakannya, termasuk salah satunya Indonesia dimana kegiatan MDGs di Indonesia mencakup pelaksanaan kegiatan monitoring MDGs. Sedangkan negara-negara maju berkewajiban mendukung dan memberikan bantuan terhadap upaya keberhasilan setiap tujuan dan target MDGs. Indonesia mempunyai komitmen untuk melaksanakannya serta menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan program pembangunan nasional baik jangka pendek, menengah, dan panjang. Pada hakikatnya setiap tujuan dan target MDGs telah sejalan dengan program pemerintah jauh sebelum MDGs menjadi agenda pembangunan global dideklarasikan. Potret dari kemakmuran rakyat diukur melalui berbagai indikator seperti bertambah tingginya tingkat pendapatan penduduk dari waktu ke waktu, kualitas pendidikan dan derajat kesehatan yang membaik, bertambah banyaknya penduduk yang menempati rumah layak huni, lingkungan permukiman yang nyaman bebas dari gangguan alam dan aman. Penduduk mempunyai kesempatan untuk mengakses sumber daya yang tersedia, lapangan kerja yang terbuka untuk semua penduduk, serta terbebas dari kemiskinan dan kelaparan.

2.3.4. Agenda Pembangunan Pasca 2015

  Merupakan kerangka kerja pembangunan global baru pengganti Millenium Development Goals (MDGs) yang akan berlaku hingga tahun 2030. Sebagian besar menyebutnya sebagai pembangunan Pasca- 2015 dan atau Sustainable Development Goals (SDGs). Tujuan agenda pembangunan pasca-2015 diperlukan karena terdapat tiga urgensi yaitu 1) sebagai pedoman etis-normatif tentang apa yang baik yang harus dicapai oleh pembangunan, tidak hanya pembangunan ekonomi, 2) sebagai rujukan teknis tentang ukuran-ukuran keberhasilan pembangunan di sebuah negara, dan 3) sebagai pedoman sosial bagi politisi dan warganegara untuk menilai proses dan hasil pembangunan.