BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Lanjut Usia - SITI QODRIYAH BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Lanjut Usia

  1. Definisi Lanjut Usia Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.

  13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis.

  Dengan begitu manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan akan menumpuk semakin banyak distorsi metabolik dan struktural yan g disebut sebagai “penyakit degeneratif” (seperti hipertensi, aterosklerosis, diabetes mellitus dan kanker) yang akan menyebabkan kita menghadapi akhir hidup dengan episode terminal yang dramatik seperti stroke, infark miokard, koma asidotik, metastasis, kanker.

  2. Klasifikasi Lansia Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia berdasarkan Depkes RI (2003) yang terdiri dari : pralansia (prasenilis)

  7 yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun, lansia ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih, lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan, lansia potensial ialah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa, lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

  3. Proses Penuaan Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Ini merupakan suatu fenomena yang kompleks multidimensional yang dapat diobservasi di dalam satu sel dan berkembang sampai pada keseluruhan sistem. Proses menua sama halnya dengan penurunan fungsi di dalam tubuh secara perlahan-lahan. Pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai masalah, baik secara biologis, mental, maupun ekonomi (Alwi, 2009).

B. Konsep Hipertensi

  1. Pengertian Hipertensi Hipertensi adalah tekanan darah sistolik yang lebih besar atau sama dengan 140 mmHg atau peningkatan tekanan darah diastolik yang lebih besar atau sama dengan 90 mmHg. Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah gejala yang akan berlanjut kesuatu organ target seperti stroke (untuk otak), penyakit jantung koroner (untuk pembuluh darah jantung) dan hipertrophy (untuk otot jantung) dengan target organ di otak berupa stroke, hipertensi menjadi penyebab utama stroke yang membawa kematian (Boestan dkk, 2010).

  Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan penting di seluruh dunia karena prevalensinya yang tinggi dan terus meningkat serta hubungannya dengan penyakit kardiovaskular, stroke, retinopati, dan penyakit ginjal.

  2. Tanda dan Gejala Hipertensi Tanda dan gejala yang biasa ditimbulkan pada penderita hipertensi pada sebagaian besar penderita hipertensi biasanya akan menimbulkan keluhan yang sangat nampak yaitu sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak nafas, nafas pendek (terengah-engah), gelisah, pandangan mata kabur dan berkunang-kunang, emosional, telinga bergengung, sulit tidur, tengkuk terasa berat, nyeri kepala bagian belakang dan didada, otot lemah, terjadi pembengkakan pada kaki dan pergelangan kaki, keringat berlebih, denyut jantung yang kuat, cepat atau tidak teratur, impotensi, perdarahan urine, bahkan mimisan (Alwi, 2009).

  3. Klasifikasi Hipertensi Sesuai dengan JNC-VII 2003 (The Seventh Joint National

  

Committee) on Prevention, Detection, Evalution and Treatment of High

Blood Pressure.

Tabel 2.1. Klasifikasi Hipertensi (Boestan dkk, 2010).

  JNC-VII Classification of Blood Pressure For Adults Age 18 years and older Category Systolic (mmHg) Diastolic (mmHg)

  Normal <120 <80 Prehypertension 120-139 80-89

  Hypertension

  Stage I 140-159 90-99 Stage II >160 >100

Tabel 2.2 Klasifikasi Hipertensi menurut WHO

  Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

  Optimal ≤120 ≤80

  Normal ≤130 ≤85

  Tingkat I (Ringan) 140-159 90-95 Tingkat II (Sedang) 160-179 100-109 Tingkat III (Berat)

  ≥180 ≥110 Tingkat IV

  ≥210 ≥120

  4. Patofisiologi Hipertensi Patofisiologi hipertensi terdapat pada, mekanisme yang mengatur atau mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor. Medula otak, dari pusat vasomotor inilah bermula saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna, medula spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis.

  Kemudian pada titik ini, neuron pre ganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah.

  Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokontriksi (Brunner & Suddarth, 2002).

  Sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan aktifitas vasokontriksi. Medula adrenal mensekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya untuk memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal dan memicu pelepasan renin. Pelepasan renin inilah yang merangsang pembentukan angiotensin I yang akan diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokontriktor kuat yang nantinya akan merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon aldosteron ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, sehingga terjadi peningkatan volume intra vaskular. Semua faktor ini dapat mencetus terjadinya hipertensi.

  Keadaan gerontologis dengan perubahan struktural dan fungsional sistem pembuluh perifer bertanggung jawab terhadap perubahan tekanan darah usia lanjut. Perubahan itu antara lain aterosklerosis hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah. Akibatnya akan mengurangi kemampuan aorta dan arteri besar dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume secukupnya) dan curah jantung pun ikut menurun, sedangkan tahanan perifer meningkat. (Alwi, 2009)

  5. Faktor

  • – Faktor Hipertensi Elsanti (2009) menyebutkan bahwa faktor resiko yang mempengaruhi hipertensi yang dapat atau tidak dapat di kontrol yaitu :
a. Faktor yang dapat dikontrol 1) Jenis Kelamin

  Prevalensi terjadinya hipertensi atau tekanan darah pada pria sama dengan wanita. Hipertensi atau tekanan darah tinggi lebih banyak menyerang wanita setelah umur 55 tahun, sekitar 60 % penderita hipertensi adalah wanita. Hal ini sering dikaitkan dengan perubahan hormon setelah menopause. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). 2) Umur

  Insiden peningkatan tekanan darah meningkat seiring dengan pertambahan umur. Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan darahnya. Pada orang lanjut usia (usia >60 tahun) terkadang mengalami peningkatan tekanan nadi karena arteri lebih kaku akibat terjadinya arteriosklerosis sehingga menjadi tidak lentur.

  3) Genetik Faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu mempunyai resiko menderita hipertensi atau tekanan darah tinggi juga karena hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intrasesuler dan rendahnya resiko antara potasium terhadap sodium individu. Orangtua dengan hipertensi mempunyai resiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi.

  b. Faktor yang dapat dikontrol 1) Obesitas

  Obesitas adalah penumpukan lemak berlebih atau abnormal yang dapat mengganggu kesehatan. Obesitas dianggap sebagai salah satu faktor yang dapat mengakibatkan prevalensi hipertensi, intoleransi glukosa, dan penyakit jantung koroner aterosklerotik pada pasien yang obesitas (Alwi, 2009)

  2) Kurang olahraga Olahraga lebih banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tekanan darah. Kurangnya melakukan olahraga akan meningkatkan kemungkinan timbulnya obesitas dan jika asupan garam juga bertambah akan memudahkan timbulnya hipertensi. 3) Kebiasaan merokok

  Rokok mempunyai beberapa pengaruh langsung yang membahayakan jantung. Apabila pembuluh darah yang ada pada jantung dalam keadaan tegang karena tekanan darah tinggi maka merokok dapat memperburuk keadaan tersebut (Elsanti, 2009)

  4) Mengonsumsi garam berlebih Konsumsi natrium berlebih menyebabkan konsentrasi natrium didalam cairan ekstraseluler meningkat. Kadar sodium direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari.

  5) Minum kopi Faktor kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu cangkir kopi mengandung 75-200 mg kafein, dimana dalam satu cangkir tersebut berpotensi meningkatkan tekanan darah 5-10 mmHg. Konsumsi kopi menyebabkan curah jantung meningkat dan terjadi peningkatan sistole yang lebih besar dari tekanan diastol. (Alwi, 2009)

  6) Stres Stres akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga menstimulasi aktivitas saraf simpatis.

  Adapun stres ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik personal.

  6. Penatalaksanaan Hipertensi

  a. Terapi Farmakologis Pada umunya pasien hipertensi memerlukan dua atau lebih obat anti hipertensi untuk mencapai target tekanan darah yang diinginkan.

  Apabila tekanan darah melebihi diatas target, dapat dipertimbangkan untuk memulai terapi dengan dua obat (Irza, 2009) Macam obat hipertensi antara lain :

  1) Diuretik dan Hydrochlorthiazid 2) Furosemide dan Spironolacton

  3) Beta dan Alfa blocker, Kalsium antagonis dan ACE Inhibitor/ARB

  b. Terapi Non Farmakologis 1) Menurunkan berat badan bila ada obesitas dan meningkatkan aktivitas fisik dengan latihan yang teratur 2) Mengurangi asupan Natrium kurang dari 100 mmol/hari (setara dengan 2,4 gram Natrium atau lebih kurang 6 gram NaCl) 3) Berhenti merokok dan mengurangi asupan asam lemak jenuh dan kolesterol, juga asupan alkohol 4) Relaksasi dan mengurangi stres psikososial 5) Diit vegetarian, dan minyak ikan (Boestan dkk, 2010) C.

Asuhan Keperawatan pada Hipertensi

  1. Pengkajian Pengkajian adalah proses pengumpulan data secara sistematis yang bertujuan untuk menentukan status kesehatan dan fungsional klien pada saat ini dan waktu sebelumnya, serta untuk menentukan pola respon klien saat ini dan waktu sebelumnya (Potter dan Perry, 2009).

  a. Aktivitas 1) Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.

  2) Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea b. Sirkulasi 1) Gejala : riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit cerebrovaskular, episode palpitasi.

  2) Tanda : kenaikan tekanan darah, nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis, takikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis, kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer) pengisian kapiler mungkin lambat/tertunda.

  c. Neurosensori 1) Gejala : keluhan pening/pusing, kepala berdenyut-denyut, sakit kepala, sub oksipital (terjadi saat bangun dan menghilang secara spontan setelah beberapa jam), gangguan penglihatan (diplobia, penglihatan kabur, epistaksis).

  2) Tanda : status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara, proses pikir, penurunan kekuatan genggaman tangan.

  d. Nyeri/ketidaknyamanan 1) Gejala : angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung), sakit kepala.

  2. Diagnosa Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial (Kozier, 2011).

  Adapun beberapa diagnosa yang mungkin muncul pada penderita hipertensi antara lain yaitu : a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis (peningkatan tekanan vaskuler serebral) b. Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokontriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular.

  c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri kepala.

  3. Perencanaan Rencana keperawatan adalah fase proses keperawatan dan sistematis dan mencakup pembuatan keputusan dan penyelesaian masalah. Rencana asuhan keperawatan berisi tindakan yang harus perawat lakukan untuk mengatasi diagnosa keperawatan klien dan mewujudkan hasil yang diharapkan (Kozier, 2011). Intervensi atau rencana yang akan dilakukan oleh penulis disesuaikan dengan kondisi pasien dan fasilitas yang ada, sehingga rencana tindakan dapat dilaksanakan dengan SMART (Spesifik, Measurable, Acceptance, Rasional, dan Timing).

  Adapun intervensi yang dapat dilakukan sesuai dengan diagnosa yang muncul yaitu : a. Diagnosa : nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral

  NOC : nyeri atau sakit kepala hilang atau berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan Kriteria Hasil :

  1. Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala

  2. Tanda-tanda vital dalam batas normal

  Intervensi :

  1. Kaji tanda non verbal dari nyeri

  2. Beri atau rekomendasikan tindakan non farmakologis seperti teknik relaksasi, massase punggung, massase leher serta memberikan dan mendemonstrasikan tindakan akupresur

  b. Diagnosa : gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri NOC : tidak terjadi gangguan pola tidur Kriteria hasil :

  1. Mampu menciptakan pola tidur yang adekuat 6-8 jam per hari

  2. Tanda-tanda vital dalam batas normal Intervensi :

  1. Ciptakan suasana lingkungan yang tenang dan nyaman

  2. Beri kesempatan klien untuk istirahat/tidur

  3. Lakukan akupresur atau massase punggung Penjelasan dari intervensi yang telah disebutkan diatas yaitu bahwa peneliti akan melakukan intervensi diantaranya yaitu tetap mengobservasi tanda-tanda vital klien, dengan mengukur tekanan darah untuk melihat tekanan sistolik dan diastolik. Kemudian untuk intervensi yang utama pada penelitian ini yaitu dengan tindakan mandiri keperawatan yang masuk kedalam kategori penatalaksanaan non farmakologi dengan terapi akupresur. Adapun terapi akupresur masuk kedalam intervensi memberikan tindakan kenyamanan, kemudian peneliti mengajarkan teknik relaksasi dengan cara terapi akupresur kepada klien untuk bisa dilakukan secara mandiri.

  4. Pelaksanaan Implementasi yang akan dilaksanakan yaitu berupa terapi akupresur merupakan terapi yang akan digunakan untuk menangani hipertensi yaitu dengan salah satu cara non farmakologis yaitu penerapan terapi akupresur pada penderita hipertensi pada lansia. Selain penerapan terapi akupresur, penulis juga tetap mengobservasi tanda-tanda vital pasien sebelum dan sesudah dilakukan terapi akupresur kemudian membandingkan hasil antara pasien satu dengan yang lainnya yang menerima implementasi yang sama. Faktor pendukung implementasi di dapatkan dari hasil pengkajian pasien yang kooperatif dan kesungguhan pasien mengikuti jalannya terapi yang dilakukan peneliti.

  5. Evaluasi Evaluasi yang akan dilakukan penulis berdasarkan intervensi dan implementasi asuhan keperawatan yaitu mengindentifkasi serta membandingkan penerapan terapi akupresur pada penderita tekanan darah tinggi khususnya pada lansia dan dilihat perubahan yang terjadi antara lansia satu dengan yang lainnya apakah terdapat perbedaan yang signifikan sebelum dan setelah dilakukan terapi akupresur terhadap tekanan darah lansia serta faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dari terapi akupresur.

D. Akupresur pada Hipertensi

  1. Pengertian Akupresur Akupresur atau yang biasa dikenal dengan terapi totok/tusuk jari adalah salah satu bentuk fisioterapi dengan memberikan pemijatan dan stimulasi pada titik-titik tertentu pada tubuh. Terapi akupresur merupakan pengembangan dari ilmu akupuntur, sehingga pada prinsipnya metode terapi akupresur sama dengan akupuntur, yang membedakannya terapi akupresur tidak menggunakan jarum pada proses pengobatannya.

  Akupresur berguna untuk mengurangi ataupun mengobati berbagai jenis penyakit dan nyeri serta mengurangi ketegangan dan kelelahan. Proses pengobatan dan teknik akupresur menitikberatkan pada titik-titik saraf tubuh. Dikedua telapak tangan dan kaki-kaki terdapat titik akupresur untuk jantung, paru-paru, ginjal, mata, hati, kelenjar tiroid, pankreas, sinus, dan otak (Fengge, 2012).

  Menurut pendapat lain, akupresur merupakan terapi komplementer untuk menyeimbangkan sistem saraf dan sistem endokrin. Proses akupresur dalam menurunkan tekanan darah yaitu dengan menciptakan sensasi rasa (nyaman, pegal, panas, gatal, kesemutan, dan perih) pada saat diberikan terapi, apabila sensasi tersebut tercapai maka sirkulasi darah dalam tubuh akan lancar, juga dapat merangsang keluarnya hormon endomorfin, yaitu hormon sejenis morfin yang dihasilkan dari dalam tubuh untuk memberikan rasa tenang (Hartono, 2012:63).

  2. Teori Dasar Akupresur

  a. Ukuran

  Cun adalah satuan hitung untuk panjang atau lebar jarak antara titik

  akupuntur dengan titik acuannya yang digunakan dalam penentuan titik terapi akupuntur atau pijatan turunannya. Berbeda dengan centimeter, Cun lebih fleksibel karena dalam perhitungan panjang atau lebar pasien yang digunakan adalah tangan pasien sendiri. Dalam akupresur letak titik diukur dengan satuan ukuran Cun pasien. 1 Cun sama dengan satu ibu jari tangan, 1,5 Cun sama dengan jari telunjuk dan jari tengah, 2 Cun sama dengan jari telunjuk, jari tengah dan jari manis, 3 Cun sama dengan jari telunjuk, jari tengah, jari manis dan jari kelingking.

  Gambar 1. Ukuran Cun

  3. Tujuan dan Kegunaan Akupresur Teknik pengobatan akupresur bertujuan untuk membangun kembali sel-sel dalam tubuh yang melemah serta mampu membuat sistem pertahanan dan membangkitkan kembali sel-sel tubuh. Akupresur terbukti bermanfaat untuk pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, pemulihan, dan meningkatkan daya tahan tubuh. Melalui terapi akupresur, penyakit pasien dapat disembuhkan, karena akupresur dapat digunakan untuk menyembuhkan keluhan sakit, dan dipraktikkan ketika dalam keadaan sakit. Sebagai pemulihan, akupresur dipraktikkan untuk meningkatkan kondisi kesehatan sesudah sakit.

  Akupresur bermanfaat untuk meningkatkan daya tahan tubuh walaupun tidak sedang dalam keadaan sakit. Secara nyata, akupresur efektif dalam pengobatan asma, sakit kepala, nyeri leher, sulit tidur, kecemasan, depresi, penyalahgunaan obat, rehabilitasi stroke, mual pada kehamilan, mual muntah pada kemoterapi dan tindakan pasca operasi, nyeri siku, nyeri sendi, nyeri punggung, dan hipertensi atau tekanan darah tinggi.

  4. Teknik Memijat Pada Terapi Akupresur Pertama kali yang harus diperhatikan sebelum melakukan pijat akupresur adalah kondisi umum si penderita. Selain kondisi pasien ruangan untuk terapi akupresur pun harus diperhatikan. Suhu ruangan yang digunakan untuk terapi tidak terlalu panas ataupun terlalu dingin, sirkulasi udara ruangan baik dan tidak diperbolehkan melakukan pemijatan di ruang berasap. Pijatan bisa dilakukan setelah menemukan titik meridian yang tepat, yaitu timbulnya reaksi pada titik pijat berupa rasa nyeri, linu atau pegal. Dalam terapi akupresur pijatan bisa dilakukan dengan menggunakan jari tangan (jempol dan jari telunjuk) (Fengge, 2012).

  5. Titik Akupresur Untuk Penderita Hipertensi

  Traditional Chinese Medicine (TCM) telah ada lebih dari 2000 tahun

  yang lalu teapi di zaman itu belum ada alat pengukur tekanan darah atau tensimeter sehingga tinggi rendahnya tekanan darah tidak dapat diukur dan dipantau dengan akurat. Dalam terapi akupresur untuk titik-titik yang digunakan merupakan turunan dari titik-titik yang digunakan dalam terapi akupuntur, hanya saja untuk akupuntur menggunakan jarum sedangkan untuk akupresur hanya menggunakan penekanan dari jari-jari tangan.

  Adapun fisiologi akupresur yaitu memberikan stimulus renin dan renin akan menstimulus ke sistem saraf pusat selanjutnya ke hipotalamus dari hipotalamus maka akan mengaktifkan kelenjar pituitari yang kemudian akan melepaskan hormon endorfin yang membuat pembuluh darah menjadi vasodilatasi sehingga memberikan rasa tenang dan nyaman. (Nopri Afrila, dkk. (2015). Efektifitas Kombinasi Terapu Slow Back

  

Massage Dan Akupresur Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada

Penderita Hipertensi. Jurnal Kesehatan volume 2 No 2: Universitas Riau).

  Untuk hipertensi sendiri mempunyai titik-titik akupresur yang dapat dilakukan penekanan pada titik tersebut. Adapun titik akupresur utama untuk hipertensi ada 11 tetapi penulis hanya menuliskan 4 yaitu titik PC 6

  LI 11 Quchi, Li 4 Hegu, Gb 20 Fengchi. Setiap titik dilakukan

  Neiguan, penekanan sebanyak 30 kali dan pemutarannya searah dengan jarum jam.

  Setiap titik dilakukan penekanan selama kurang lebih 2 menit.

  Berikut ini merupakan titik-titik akupresur khususnya untuk penderita hipertensi antara lain yaitu : a. PC 6 Neiguan

  Gambar 2. Titik PC 6 Neiguan Titik PC 6 berlokasi pada aspek palmar lengan bawah, 2 cun diatas lipatan melintang pergelangan tangan.

  b. LI 11 Quichi Gambar 3. Titik LI 11 Quichi Siku fleksi, pada lekuk di ujung radial lipat melintang kulit siku. c. Li 4 Hegu Gambar 4. Titik Li 4 Hegu

  Terletak pada pertengahan sisi radial os metacarpal II pada dorsum manus.

  d. Gb 20 Fengchi Gambar 5. Titik Gb 20 Fengchi Terletak 1 Cun dari batas rambut belakang pada sebuah lekukan.

  Titik GB 20 (Fengchi atau Kolam Angin) merupakan poin penting untuk mengatasi pola wind-cold atau wind-heat, berlokasi pada tengkuk, di bawah oksiput.