BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Media (Alat Peraga Origami Modular dan Jobsheet) 1. Pengertian media - BAB II DIAN ARI ANGGRAENI MATEMATIKA 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Media (Alat Peraga Origami Modular dan Jobsheet) 1. Pengertian media Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah

  berarti

  ‘tengah’,’perantara’ atau pengantar pesan dari pengirim kepada

  penerima pesan. Proses belajar mengajar pada dasarnya juga merupakan proses komunikasi, sehingga media yang digunakan dalam pembelajaran disebut media pembelajaran. Media pembelajaran merupakan bagian dari sumber belajar yang merupakan kombinasi antara bahan belajar dan alat belajar (Arsyad, 2007).

  Gearlach & Ely (dalam Arsyad, 2007) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat- alat grafis, photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal.

  Heinch, dan kawan-kawan (dalam Arsyad, 2007) mengemukakan istilah mesdium sebagai perantara yang mengantar informasi antara sumber dan penerima. Jadi televisi, film, radio, rekaman audio, gambar yang diproyeksikan, bahan-bahan cetakan, dan sejenisnya adalah media komunikasi. Apabila media itu membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut media pembelajaran.

  Gagne‟ dan Briggs (dalam Arsyad, 2007) secara implisit mengatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran, yang terdiri antara lain buku, tape recorder, kaset, video kamera, video recorder, film, slide (gambar bingkai), foto, gambar, grafik, telefisi, dan computer.

  Dengan kata lain, media adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi intruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa media adalah bagian yang tidak dapat terpisahkan dari proses belajar mengajar demi tercapainya tujuan pendidikan pada umumnya dan tujuan pembelajaran di sekolah pada khususnya.

  Gerlach & Ely (dalam Arsyad, 2007) mengemukakan tiga ciri media, yaitu : a. Ciri fiksatif

  Ciri ini menggambarkan kemampuan media merekam, menyimpan, melestarikan, dan merekonstruksi suatu peristiwa atau objek. Suatu peristiwa atau objek dapat diurut dan disusun kembai dengan media seperti fotografi, video tape, audio tape, disket computer, dan film. b. Ciri manipulatif Transformasi suatu kejadian atau objek dimungkinkan karena media memiliki ciri manipulatif. Kejadian yang memakan waktu berhari-hari dapat disajikan kepada siswa dalam waktu dua atau tiga menit dengan teknik pengambilan gambar.

  c. Ciri distributif Ciri distributif dari media memungkinkan suatu objek atau kejadian ditransportasikan melalui ruang dan secara bersamaan kejadian tersebut disajikan kepada sejumlah besar siswa dengan stimulus pengalaman yang relatif sama mengenai kejadian itu.

  Sudjana & Rifai (dalam Arsyad, 2007) mengemukakan manfaat media pembelajaran dalam proses belajar siswa, yaitu : a. Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar.

  b. Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pembelajaran.

  c. Metode belajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar pada setiap jam pelajaran.

  d. Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktifitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain.

  Dalam pemilihan media ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan, antara lain : a. Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai

  Media dipilih berdasarkan tujuan instruksional yang telah ditetapkan yang secara umum mengacu kepada salah satu atau gabungan dari dua atau tiga ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Tujuan ini dapat digambarkan dalam bentuk tugas yang harus dikerjakan atau dipertunjukkan oleh siswa, seperti menghafal, melakukan kegiatan yang melibatkan kegiatan fisik atau pemakaian prinsip-prinsip seperti sebab dan akibat, melakukan tugas yang melibatkan pemahaman konse-konsep atau hubungan-hubungan perubahan, dan mengerjakan tugas-tugas yang melibatkan pemikiran pada tingkat lebih tinggi.

  b. Tepat untuk mendukung isi pelajaran Dapat mendukung pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip, atau generalisasi. Agar dapat membantu proses pembelajaran secara efektif, media harus selaras dan sesuai dengan kebutuhan tugas pembelajaran dan kemampuan mental siswa.

  c. Praktis, luwes, dan bertahan Jika tidak tersedia waktu, dana, atau sumber daya lainnya untuk memproduksi, tidak perlu dipaksakan. Media yang mahal dan memakan waktu yang lama untuk memproduksinya bukanlah jaminan sebagai media yang terbaik. Kriteria ini menuntun untuk memilih media yang ada, mudah diperoleh, atau mudah dibuat sendiri oleh guru. Media yang dipilih sebaiknya dapat digunakan dimana pun dan kapan pun dengan peralatan yang tersedia di sekitarnya, serta mudah dipindahkan dan mudah dibawa ke mana- mana.

  d. Guru terampil menggunakannya Ini merupakan salah satu kriteria utama. Apapun media itu, guru harus mampu menggunakannya dalam proses pembelajaran.

  Nilai dan manfaat media sangat ditentukan oleh guru yang menggunakannya.

  e. Pengelompokan sasaran Media yang efektif untuk kelompok besar belum tentu sama efektifnya jika digunakan pada kelompok kecil atau perorangan. Ada media yang tepat digunakan untuk jenis kelompok besar, kelompok sedang, kelompok kecil, dan perorangan.

  f. Mutu teknis Kualitas media harus dipertimbangkan, jika media mudah rusak, kurang jelas atau terganggu, tidak menarik, kurang bias dipahami. Jangan sampai hanya karena keinginan kita untuk menggunakan media saja, lantas media yang kurang bermutu kita paksakan penggunaannya. Perlu diingat bahwa jika program media itu hanya menjanjikan sesuatu yang sebenarnya bisa dilakukan oleh guru dengan lebih baik, maka media itu tidak perlu lagi digunakan.

2. Alat Peraga

  Menurut Kusumasari (2007) alat peraga yaitu alat bantu atau pelengkap yang digunakan guru dalam berkomunikasi dengan para siswa.

  Alat peraga dapat berupa benda atau perilaku. Alat peraga mempunyai beberapa peranan penting dalam proses belajar mengajar, yaitu : a. Alat peraga membuat pendidikan lebih sesuai, dimana para siswa belajar dengan banyak kemungkinan dan banyak sumber sehingga belajar lebih menyenangkan bagi masing-masing siswa.

  b. Alat peraga memungkinkan belajar siswa lebih cepat antara yang ada di dalam kelas dengan yang di luar kelas. Alat peraga menjadi jembatan antara keduanya. Sehingga pada siswa mendapat pengalaman yang baik.

  c. Alat peraga memungkinkan belajar siswa lebih merata. Dengan alat peraga memungkinkan perhatian anak akan meningkat dan mengarah kepada yang sedang diperagakan.

  Dengan alat peraga memungkinkan mengajar lebih sistematis, dan teratur. Agar fungsi atau manfaat alat peraga terpenuhi sesuai dengan yang diharapkan, maka perlu diperhatikan beberapa persyaratan yang harus dimiliki oleh alat peraga, terutama apabila kita akan membuat dan mempergunakan alat peraga tersebut dalam pembelajaran.

  Menurut Russefendi (dalam Sukayati, 2009), beberapa persyaratan yang harus dimiliki alat peraga diantaranya : a. Tahan lama

  b. Bentuk dan warnanya menarik

  c. Sederhana dan mudah dikelola

  d. Ukuran sesuai dengan ukuran fisik anak

  e. Dapat menyajikan konsep matematika, baik dalam bentuk real, gambar, diagram f. Sesuai dengan konsep matematika

  g. Dapat memperjelas konsep matematika

  h. Peragaan menjadi dasar tumbuhnya konsep berpikir abstrak bagi siswa i. Jika kita mengharapkan siswa berpikir aktif, alat peraga itu dimanipulasikan, yaitu dapat diraba, dipegang, dipindahkan, dimainkan, dipasangkan, dicopot (diambil susunannya) j. Bila mungkin alat peraga tersebut dapat berfaedah lipat (banyak).

  Kelebihan alat peraga antara lain :

  a. Meletakkan dasar-dasar konkrit untuk mengajar, mengurangi verbalisme b. Memperbesar perhatian siswa dan gairah belajar siswa

  c. Membuat pelajaran menjadi menetap, tidak mudah lupa

  d. Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinu e. Memberikan pengalaman yang nyata dan dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri dikalangan siswa

3. Origami

  Para sejarawan pada umumnya mengatakan origami berasal dari negeri asal kertas, yakni Cina. Namun perkembangan origami sampai menjadi bentuk seni seperti saat ini memang berawal di Jepang. Origami merupakan seni melipat kertas. Kata origami bersal dari bahasa Jepang, yakni gabungan dari kata ori yang berarti melipat dan kami yang berarti kertas. Ketika kedua kata digabungkan dan ada perubahan sedikit namun tidak merubah artinya yaitu dari kata kami menjadi gami, sehingga yang terjadi bukan orikami melainkan origami, maksudnya melipat kertas.

  Saat ini istilah origami telah dikenal dan digunakan diseluruh penjuru dunia untuk menyebut seni melipat kertas. Menurut M. Amanuma dalam Ismayanti (2005), origami adalah seni melipat kertas menjadi beberapa bentuk. Semula origami dipraktekkan oleh kaum bangsawan dan agamawan di Jepang untuk membuat hiasan dekorasi bagi upacara tradisional dan keagamaan.

  Dalam perkembangannya origami telah menjadi begitu indentik dengan budaya Jepang yang diwariskan secara turun-temurun dari masa ke masa. Origami terutama berkembang dengan menggunakan kertas asli Jepang yang disebut sebagai washi. Saat ini origami menjadi suatu yang tak terpisahkan dari budaya Jepang, Terutama dalam upacara adat keagamaan Shinto yang tetap dipertahankan hingga sekarang.

  Dalam tradisi Shinto, kertas segi empat dipotong dan dilipat menjadi lambang simbolik Dewa dan digantung di Kota Jingu (Kuil Agung Imperial) Ise sebagai sembahan. Pada upacara kerkawinan Shinto, kertas berbentuk burung bangau jantan (on-cho) dan burung bangau betina (me-cho), membuat botol sake (arak sebagai lembang pengantin pria dan wanita). Selai itu origami juga digunakan untuk upacara keagamaan yang lain.

  Menurut Titor (2010) pada zaman Meiji (1868-1912) origami digunakan sebagai alat mengajar di Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar. Hal tersebut berkat pengaruh dari ahli pendidikan Friedrich August Frobel (1782-1852). Beliau adalah seorang pendidik Jerman pada abad ke-19. Beliau menggunakan origami tradisional Eropa untuk menghasilkan bentuk geometrik. Kemudian, konsep ini dipakai secara meluas di Taman Kanak-kanak Jepang.

  Seiring berkembangnya zaman, muncullah origami modern yang dipelopori oleh Akira Yoshizawa dari jepang pada tahun 1950‟an. Akira mempelopori origami modern dengan mengambil berbagi model realistik dari binatang, benda atau bentuk-bentuk dekoratif. Model origami ini sama sekali berbeda dengan origami tradisional Jepang yang telah dikenal sebelumnya.

  Selain mempelopori berbagai model baru, akira juga memberi sumbangan besar bagi perkembangan origami dengan memperkenalkan teknik lipatan basah dan diagram “Yoshizawa-Rendelett”. Lipatan basah merupakan teknik baru dalam melipat kertas dengan cara membasahi kertas lebih dulu agar lentur sehingga mudah dibentuk. Sedangkan diagram “Yoshizawa-Rendelett” memudahkan kalangan penggemar origami diseluruh dunia dalam memahami instruksi cara pembuatan origami, hingga sekrang telah diterima dan digunakan diseluruh dunia sebagai diagram baku dalam penulisan instruksi cara pembuatan model origami.

  Untuk model atau bentuk tradisional, model yang digunakan sangat melekat dan terkenal bagi masyarakat Jepang adalah: a. Tsuru

  Tsuru atau burung bangau memiliki sifat yang kuat, manis, cantik dan mempunyai suara istimewa sehingga orang Jepang sangat menghargai arti pentingnya burung bangau ini. Oleh karena itu, bentuk tsuru atau burung bangau merupakan bentuk paling tradisional dan paling indah dan berkembang menjadi subjek favorit dari origami.

  b. Katasiro Bentuk katasiro ini telah dipergunakan dalam upacara- upacara Shinto di kuil Ise. Katasiro adalah representasi simbolik seorang dewa yang terbuat dari guntingan kertas khusus yang disebut jingo yoshi (kertas kuil).

  Dengan berkembangnnya origami ke seluruh dunia, maka berbagai sumbangan ide dan gagasan tentang origami telah melahirkan berbagai gaya origami modern. Berbagai jenis bahan baik kertas atau material lembaran dipergunakan, dan origami modern tidak sekedar melipat tetapi juga melibatkan teknik menggunting, melem dan menjepit kertas.

  Jenis-jenis origami modern yang ada sekarang antara lain :

  a. Origami pureland Gaya pureland dikembangkan oleh John Smith dengan tujuan memudahkan para pemula dalam membuat suatu model origami.

  Pada origami, gaya pureland terdapat persyaratan unik bahwa dalam setiap langkah hanya diperbolehkan sekali melipat, maka lipatan yang digunakan hanya lipatan gunung dan lipatan lembah.

  b. Origami modular Pada origami modular, dari setiap selembar kertas dibentuk menjadi sebuah modul. Seluruh modul selanjutnya disatukan dengan cara dilem atau dijepit menjadi satu bentuk tertentu seperti binatang, bangunan atau bunga (“kusudama”).

  c. Origami teknis Berbeda dengan gaya origami lainnya, yang banyak didasarkan pada cara coba-coba melipat agar menghasilkan suatu bentuk tertentu, pembuatan origami teknis (origami sekkei) diawali dengan mengkaji secara matematis bentuk-bentuk bidang yang diperlukan dari model yang akan dibuat lalu membuat pola dari jejak lipatan yang harus dibuat pada kertas.

  Dari berbagai jenis origami modern yang telah dijelaskan di atas, peneliti menggunakan jenis origami modular dalam pembuatan media alat peraga origami. Jenis origami modular digunakan dikarenakan dalam pembuatan alat peraga bangun ruang sisi datar khususnya limas dan prisma tegak diperlukan beberapa tahapan seperti melipat kertas sampai penyusunan dan penggabungan. Dari bentuk awal yang dihasilkan berupa bidang datar sampai dalam tahap selanjutnya yaitu penggabungan sehingga terbentuklah bangun ruang. Sehingga disebutlah alat peraga origami. Karena dalam pembuatan alat peraga berupa bangun ruang sisi datar ini menggunakan teknik origami.

4. Jobsheet

  Jobsheet adalah lembar kerja yang berisi pertanyaan-pertanyaan

  yang harus dikerjakan oleh siswa pada waktu praktek. Pertanyaan dapat diambil dari materi yang akan dipelajari dan juga dapat mengaitkan pertanyaan dengan contoh dalam kehidupan sehari-hari sehingga siswa tidak hanya mengetahui materi tetapi juga kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari. Judul dari jobsheet dapat berbeda-beda tergantung apa yang dipraktekkan.

  Fungsi lembar kerja (jobsheet) sesuai pedoman pelaksanaan praktek di laboratorium, dan lembar kerja dilengkapi dengan lembar evaluasi hasil kerja siswa. Supriyadi dkk (1997) menyatakan fungsi lembar kerja sebagai berikut : a. Pedoman bagi guru mengarahkan semua aktifitasnya dalam proses pembelajaran.

  b. Pedoman bagi siswa dalam proses pembelajaran praktik

  c. Sebagai alat evalusai pencapaian atau penguasaan hasi latihan Di dalam pembuatan jobsheet ditulis dalam bahasa bahasa baku, jelas, sederhana, komunikatif, dan mudah dipahami oleh siswa.

  Menggunakan notasi-notasi atau istilah-istilah yang banyak digunakan di lingkungan sekolah. Untuk lebih memudahkan dalam memahami

  jobsheet dilengkapi dengan ilustrasi gambar, secara fisual memberi gambaran tentang substansi yang dipraktekkan.

B. Pembelajaran Kontekstual 1. Pengertian

  Pengajaran dan pembelajaran kontekstual merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga kerja (US. Departement of Education

  

the National School-to-Work Office yang dikutip oleh Blanchard dalam

Trianto : 2010).

  Pengajaran kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan siswa-siswa TK sampai dengan SMU untuk menguatkan, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik mereka dalam berbagai macam tatanan dalam sekolah dan luar sekolah agar dapat memecahkan masalah-masalh dunia nyata atau masalah-masalah yang disimulasikana (University of Washington dalam Trianto : 2010).

  Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dalam situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran kontekstual, yakni: kontruktivisme, bertanya, inkuiri, masyarakat belajar, pemodelan dan penilaian autentik.

  Jadi pengertian CTL dari pendapat para tokoh-tokoh diatas dapat disimpulkan bahwa CTL adalah konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkanya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Strategi Pembelajaran Kontekstual

  Kurikulum dan instruksi yang berdasarkan strategi pembelajaran kontekstual haruslah dirancang untuk merangsang lima bentuk dasar dari membelajaran, yaitu :

  a.

   Menghubungkan ( Relatinng)

  Belajar dalam suatu konteks sebuah pengalaman hidup yang nyata atau awal sebelum pengetahuan awal itu diperoleh siswa. Guru menggunakan relating ketika mereka mencoba menghubungkan konsep baru dengan sesuatu yang telah diketahui oleh siswa.

  b.

   Mencoba (Experiencing)

  Pada experiencing mungkin saja mereka tidak mempunyai pengalaman langsung berkenaan dengan konsep tersebut. Akan tetapi, pada bagian ini guru harus dapat memberikan kegiatan yang

  

hands-on kepada siswa sehingga dari kegiatan yang dilakukan siswa

tersebut siswa dapat membangun pengetahuannya.

  c.

   Mengaplikasi (Applying)

  Strategi applying sebagai belajar dengan menerapkan konsep- konsep. Kenyataannya siswa mengaplikasikan konsep-konsep ketika mereka berhubungan dengan aktivitas penyelesaian masalah yang

  

hands-on dan proyek-proyek. Guru juga dapat memotivasi suatu

  kebutuhan untuk memahami skonsep dengan memberikan latihan yang realistis dan relevan.

  d.

   Bekerjasama (Cooperative)

  Bekerja sama-belajar dalam konteks saling berbagi, merespons, dan berkomunikasi dengan pelajar lainnya adalah strategi instruksional yang utama dalam pengajaran kontekstual. Pengalaman dalam bekerja sama tidak hanya menolong untuk mempelajari suatu bahan pelajaran, hal ini juga secara konsisten berkaitan dengan penitikberatan pada kehidupan nyata dalam pengaaran kontekstual.

  e.

   Proses transfer ilmu (Trasfering) Trasfering adalah strategi mengajar yang kita definisikan sebagai

  menggunakan pengetahuan dalam sebuah konteks baru atau situasi baru suatu hal yang belum teratasi/diselesaikan dalam kelas.

3. Komponen-Komponen Utama Dalam Pembelajaran Kontekstual

  Pendekatan kontekstual memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian sebenarnya. Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan kontekstual jika menerapkan ketujuh prinsip tersebut dalam pembelajarannya. 1) Kontruktivisme

  Salah satu landasan teoritis pendidikan modern termasuk CTL adalah teori pembelajaran kontruktivisme. Pendekatan ini pada dasarnya menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar lebih diwarnai student centered daripada

  . Dengan dasar itu pembelajaran harus dikemas

  teacher centered menjadi proses „mengkonstruksi‟ bukan „menerima‟ pengetahuan.

  Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar.

  Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru.

  2) Inkuiri Inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan dari hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri.

  Langkah-langkah kegiatan inkuiri adalah sebagai berikut:

  a. Merumuskan masalah

  b. Mengamati atau melakukan observasi

  c. Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya.

  d. Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru, atau audiensi yang lain.

  3) Bertanya Bertanya merupakan strategi utama yang berbasis kontekstual. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inkuiri, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan aspek pada apa yang belum diketahuinya.

  4) Masyarakat belajar Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerja sama dengan orang lain. Hasil belajar yang diperoleh dari hasil sharing antar teman, antara kelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu. Di ruangan ini, di kelas ini, di sekitar sini, juga orang-orang yang ada di luar sana, semua adalah anggota masyarakat belajar. Masyarakat belajar bisa terjadi apabila pada proses komunikasi dua arah. Seorang guru yang mengajari siswanya bukan contoh masyarakat belajar karena komunikasi hanya terjadi satu arah, yaitu informasi hanya datang dari guru ke arah siswa, tidak ada arus informasi yang perlu dipelajari guru yang datang dari arah siswa. 5) Pemodelan

  Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru oleh siswanya. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Pemodelan dapat dirancang dengan melibatkan siswa.

  6) Refleksi Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya.

  Kunci dari semua itu adalah bagaimana pengetahuan itu mengendap di benak siswa. Siswa mencatat apa yang sudah dipelajari dan bagaimana merasakan ide-ide baru. 7) Penilaian autentik

  Penilaian autentik adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa.

  Penilaian autentik ini dilakukan di akhir periode pembelajaran seperti pada kegiatan evaluasi hasil belajar, tetapi dilakukan bersama-sama tidak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.

4. Pokok Bahasan Prisma dan Limas Tegak

  Pokok bahasan prisma dan limas sisi tegak diberikan kepada siswa SMP/MTs kelas VIII semester 2. Adapun indikator pokok bahasan prisma dan limas sisi tegak meliputi : a. Mengidentifikasi unsur-unsur prisma dan limas. (rusuk, titik sudut, bidang sisi, diagonal sisi, diagonal ruag, bidang diagonal).

  b. Jarring-jaring prisma dan limas

  c. Menentukan rumus luas permukaan prisma dan limas

  d. Menghitung luas permukaan prisma dan limas

  e. Menentukan rumus volume prisma dan limas f. Menghitung volume prisma dan limas.

5. Model Pengembangan Perangkat Pengembangan 4-D

  Pengembangan sistem pembelajaran merupakan proses sistemasi dan logis untuk mempelajari masalah-masalah pengajaran, agar mendapat pemecahan yang teruji validitasnya, dan praktis dapat dilaksanakan. Pada pengembangan media (alat peraga origami modular dan jobsheet), digunakan model pengembangan perangkat pembelajaran menurut Thiagarajan. Menurut Thiagarajan, Semmel, dan Semmel (dalam Trianto, 2010), model pengembangan perangkat pembelajaran terdiri dari 4 tahap yang dikenal sebagai 4-D yaitu tahap pendefinisian (Define), perencanaan (Design), pengembangan (Develop), dan pendesiminasian (Disseminate) seperti diagram berikut.

  Diagram 3.1 Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran 4-D Thiagarajan (Trianto, 2010)

  1. Tahap Pendefinisian (Define) Tujuan dari tahap ini adalah menetapkan dan mendefinisikan syarat-syarat pembelajaran. Ada 4 langkah pokok dalam tahap ini, yaitu : a. Analisis awal akhir

  Kegiatan dalam analisis awal akhir adalah menentukan masalah dasar yang diperlukan dalam pengembangan materi pelajaran.

  b. Analisis siswa Analisis siwa ini dilakukan dengan memperhatikan ciri, kemampuan, dan pengalaman siswa baik secara individu dan maupun kelompok yang meliputi karakteristik-karakteristik antara lain : kemempuan akademik, usia dan tingkat kedewasaan, serta kemampuan komunikasi terhadap pelajaran.

  c. Analisis konsep Analisis konsep dilakukan dengan mengidentifikasi konsep-konsep utama yang akan diajarkan, menyusun secara sistematis, dan merinci konsep-konsep yang relevan, sehingga membentuk peta konsep.

  d. Analisis tugas Bertujuan untuk mengidentifikasi keterampilan akademis utama yang akan dikembangkan dalam model pembelajaran.

  e. Perumusan tujuan pembelajaran Bertujuan untuk mengkonversi tujuan dari analisis tugas dan analisis konsep menjadi tujuan-tujuan pembelajaran khusus, yang dinyatakan dengan tingkah laku.

  2. Tahap Perencanaan (Design) Pada tahap ini dilakukan perencanaan perangkat pembelajaran.

  Pada tahap ini dilakukan :

  a. Penyusunan tes Menyusu tes sesuai dengan analisis konsep dan perumusan tujuan pembelajaran.

  b. Penilaian media yang sesuai dengan tujuan Penilaian media yang sesuai dengan materi yang akan digambarkan dalam media.

  c. Pemilihan format Pemilihan format dapat dilakukan dengan mengkaji format-format media pembelajaran yang sudah ada.

  3. Tahap Pengembangan (Develop) Tahap pengembangan ini bertujuan untuk menghasilkan perangkat pembelajaran yang sudah direvisi berdasarkan masukan para pakar. Tahap ini biasanya meliputi :

  a. Telaah perangkat oleh pakar yang berkompeten diikuti dengan analisis hasil telaah media dan revisi.

  b. Validasi oleh guru dan uji coba terbatas dengan siswa yang sesungguhnya.

  4. Tahap Penyebaran (Disseminate) Tahap ini merupakan tahap penggunaan perangkat yang telah dikembangkan pada yang lebih luas. Tujuan tahap ini juga untuk menguji efektifitas penggunaan perangkat di dalam kegiatan belajar mengajar.

  Model 4-D merupakan model pengembangan peragkat pembelajaran yang secara detail menjelaskan langkah-langkah operasional pengembangan perangkat, model ini lebih rinci dan lebih sistematik. Penelitian ini menggunakan model 4-D yang diadaptasi dan disesuaikan dengan rancangan peneliti. Sebab setiap tahap lebih sistematis dan cocok untuk mengembangkan perangkat pembelajaran.