BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul Sebelum menguraikan dan memaparkan pembahasan lebih lanjut, terlebih dahulu akan dijelaskan istilah dalam proposal skripsi ini. Untuk menghindari kekeliruan bagi pembaca, maka perlu adanya penegasan judul. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul Sebelum menguraikan dan memaparkan pembahasan lebih

  lanjut, terlebih dahulu akan dijelaskan istilah dalam proposal skripsi ini. Untuk menghindari kekeliruan bagi pembaca, maka perlu adanya penegasan judul. Oleh karena itu, untuk menghindari kesalahan tersebut, disini diperlukan adanya pembatasan terhadap arti kalimat dalam proposal skripsi ini dengan harapan bisa memperoleh gambaran yang jelas dari makna yang dimaksud. Adapun judul proposal skripsi ini adalah

  

“Peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Dalam

Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Dalam

Perspektif Hukum Islam.

  Istilah-istilah dalam proposal skripsi ini meliputi: 1.

  Penyelidikan Penyelidikan yaitu serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat tidaknya dilakukan penyidikan menurutcara yang diatur dalam Undang-Undang ini (Pasal 1 angka 5 KUHAP). Dengan kata lain penyidik tersebut dilakukan untuk menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan terhadap suatu peristiwa yang dianggap sebagai tindak pidana.

  Pada tahap penyelidikan ini penyelidik berusaha atas inisiatif sendiri menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana adalah benar merupakan tindak pidana sehingga dapat diproses lebih lanjut. Berita Acara Penyelidikan dan melaporkannya kepada penyidik untuk diproses lebih lanjut. Berita Acara Penyelidikan ini akan dijadikan penyidik sebagai dasar dalam rangka proses penyidikan. Terutama dalam menentukan tindakan- mengumpulkan bukti-bukti yang diperlukan sehingga menjadi jelas tindak pidananya (Criminal Act) dan siapa pelaku yang akan bertanggung awab terhadap tindak

  1 pidana yang terjadi tersebut (Criminal Responsibility).

  Mengenai kewenangan dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kehutanan tersebut diatur dalam pasal 30 UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan sebagai bentuk penabaran dari Pasal 30 KUHAP yang menyatakan bahwa wewenang PPNS diatur dalam Undang-Undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing.

  Pasal 30 UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dinyatakan pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud berwenang untuk: a.

  Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan yang berkenaan dengan tindak pidana prusakan hutan hutan.

  b.

  Melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana kerusakan hutan.

  c.

  Meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan peristiwa tindak perusakan hutan.

  d.

  Melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana perusakan hutan.

  e.

  Melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat barang bukti, pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil kejahatan yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana perusakan hutan.

  f.

  Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan. g.

  Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana perusakan hutan.

  h.

  Menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat barang bukti tentang adanya tindakan perusakan hutan. i.

  Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi. j.

  Membuat dan menandatangani berita acara dan surat- surat lain yang menyangkut penyidikan perkara perusakan hutan. k.

  Memotret dan/atau merekam melalui alat potret dan/atau perekam terhadap orang, barang, sarana pengangkut, atau apa saja yang dapat dijadikan bukti tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan

  

2

hutan, dan hasil hutan.

  Penyidik Pegawai Negeri Sipil tentu dikatan penyidik apabila telah memenuhi syarat yang antara lain harus sehat jasmani dan rohani serta sekurang-kurangnya berpangkat Penanta Muda (III/a). Setelah memenuhi syarat-syarat tersebut maka penyidik tersebut haruslah mempunyai surat pengangkatan dari Mentri Kehakiman atau usul Departemen yang membawahi pejabat tersebut, dengan terlebih dahulu mendengar Jaksa Agung dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia.

2. Pidana

  Pidana berasal dari Bahasa Belanda yaitu Straf, yang kadang-kadang disebut dengan istilah hukuman. Walaupun istilah pidana lebih tepat dari istilah hukuman, karena hukum sudah lazim merupakan dari Recht. Pidana dapat dikatan sebagai salah satu penderitaan yang sengaja dijatuhkan atau diberikan oleh negara kepada seseorang atau beberapa orang sebagai akibat hukum (sanksi) baginya atas perbuatannya yang telah melanggar larangan hukum pidana.

  Istilah tindak pidana adalah berasal dari istilah asing terdapat di dalam hukum pidana Belanda (WvS) yang dikenal dengan istilah “Stafbaarfeit”, dimana seperti kita ketahui bahwa WvS Hindia Belanda yang sekarang menjadi KUHP kita adalah merupakan terjemahan dari WvS Belanda. Tetapi tidak ada penjelasan resmi mengenai arti dan isi dari istilah tersebut, baik dalam WvS Belanda maupun dalam WvS Hindia Belanda (KUHP). Tindak pidana adalah prilaku yang ada pada waktu tertentu dalam konteks suatu budaya dianggap tidak dapat ditolerir dan harus diperbaiki dengan mendayagunakan sarana-sarana

  3 yang disediakan oleh hukum.

  Straf diterjemahkan sebagai pidana atau hukuman Barr diterjemahkan sebagai dapat atau boleh Feit diterjemahkan sebagai perbuatan. Jadi istilah Strafbaar feit secara etimologi dapat diartikan sebagai perbuatan yang dapat dipidana atau dihukum.

  3. Illegal Logging Dalam peraturan Perundang-undangan yang berlaku tidak ada yang secara eksplisiy menyebutkan definisi dari istilah Illegal Logging secara tegas. Bahkan di dalam peratutan perundang-undangan yang ada tidak pernah ditemukan istilah Illegal Logging, istilah Illegal Logging ini pernah digunakan dalam Inpres RI No. 5 Tahun 2001 tentang pemberantasan kayu Illegal (Illegal Logging) dan peredaran hasil hutan ilegal di kawasan ekosistem Leuser dan Taman Nasional Tanjung Putting dimana istilah 3 Illegal Logging ini disamakan dengan penebangan kayu

  Jan Remelink, Hukum Pidana Komentar atas Pasal-Pasal

Terpenting Dari Undang-Undang Hukum Pidana Belanda dan Pidananya

dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia, (Jakarta : PT

  Illegal tetapi dengan berlakunya Inpres No. 4 Tahun 2005

  tentang Pemberantasan Penebangan Kayu Secara Illegal di kawasan hutan dan peredarannya di seluruh wilayah Republik Indonesia maka Inpres No. 5 Tahun 2001 tidak berlaku lagi. Dalam Inpres No. 4 Tahun 2005 tersebut tidak ada menggunakan istilah “Penebangan Kayu Secara

  Illegal” begitu pula halnya dengan UU No. 18 Tahun

  2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan juga tidak ada menggunakan istilah

  “Illegal Loggi ng”.

  Secara terminologi istilah Illegal Logging yang merupakan bahasa Inggris terdiri dari dua kata: a.

  Illegal, yang artinya tidak sah, dilarang atau bertentangan dengan hukum.

  b.

  Log, yang artinya batang kayu, kayu bundar dan gelondongan. Sehingga kata Logging berarti

  4 menebang kayu dan membawa ke tempat gergaian.

  Dari pengertian

  “Illegal Logging”tersebut di atas

  maka dapat disimpulkan bahwa pengertian dari Illegal adalah menebang kayu dan kemudian membawa

  Logging

  ke tempat gergaian yang bertentangan dengan hukum atau menebang kayu secara tidak sah menurut hukum.

  Esensi yang penting dalam praktek Illegal Logging ini adalah perusakan hutan yang akan berdampak pada kerugian baik dari aspek ekonomi, ekologi dan sosial budaya. Karena kegiatan itu tidak melalui perencanaan secara komprehensif, maka Illegal Logging mempunyai potensi merusak hutan yang kemudian berdampak pada perusakan lingkungan.

  Terkait dengan perusakan lingkungan hidup adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung terhadap sifat fisik atau hayati yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunang pembangunan berkelanjutan.

  Dalam UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Kerusakan Hutan dalam penjelasan

  Pasal 5 yaitu bahwa “Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah berkewajiban melakukan pencegahan perusakan hutan. Dari pengertian Illegal Logging di atas maka dapat dilihat bahwa kejahatan Illegal Logging tersebut bukan hanya sebatas menebang kayu secara Illegal tetapi lebih luas lagi. Selain penebangan kayu, mengangkut kayu, pengelolaan kayu, penjualan kayu, pembelian kayu yang tidak dilengkapi dengan surat izin dari pihak yang berwenang adalah merupakan bagian dari kejahatan Illegal Logging.

  B. Alasan Memilih Judul

  Alasan untuk memilih judul tersebut antara lain: 1.

  Sebagai lembaga penyidik tindak pidana kehutanan Penyidik Pegawai Negri Sipil mempunyai peran signifikan dalam penyidikan tindak pidana kehutanan dengan menjalankan UU No 18 Tahun 2013.

  2. Melalui UU No 18 Tahun 2013 melakukan penyidikan yang tepat kepada para pelaku tindak pidana kehutanan mendukung optimalisasi peran PNS dalam menanggulangi tindak pidanaIllegal Logging.

  3. Pembahasan skripsi ini memiliki relevansi dengan disiplin ilmu yang penulis tekuni yaitu jurusan Jinayah Siyasah pada Fakultas Syari’ah dan Hukum

  IAIN Raden Intan Lampung, serta tersedianya sumber data yang cukup baik primer yaitu data lapangan maupun skunder dari kepustakaan.

  C. Latar Belakang Masalah

  Negara Indonesia merupakan negara yang subur akan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Di Indonesia melakukan pengelolaan sumber daya hutan sebagai ekosistem secara adil, demokratis, efisien, dan profesional guna menjamin keberlanjutan fungsi dan manfaat untuk kesejahteraan bagi masyarakat.

  Kerusakan hutan di berbagai bumi sudah terjadi sejak pecahnya perang Dunia I memasuki abad teknologi industri di Perancis dan Inggris. Di Negara berkembang, kerusakan hutan tampak semakin mencemaskan dengan pesatnya daya pengelolaan hutan yang tidak diikuti dengan norma-norma yang telah ditetapkan secara Yuridis.5 Persoalan yang paling mencolok di bidang kehutanan adalah maraknya praktek pembalakan liar atau Illegal Logging. Penebangan liar (Illegal

  

Logging ) nyatanya hingga saat ini masih hampir teradi di

  seluruh dunia, namun yang paling penting parah justru banyak dilakukan di kawasan Asia Pasifik, khususnya di Negara-negara Amerika Latin, Benua Afrika, dan ASEAN yang keadaannya makin hari semakin mengkhawatirkan. Illegal Logging yang menghancurkan jutaan hektare hutan hujan tropis ini, diatur oleh semacam sindikat yang terkoordinasi rapi hingga pihak berwajib pun sulit untuk membongkarnya.

  Eksploitasi terhadap penebangan kayu secara terlarang (Illegal Logging) yang berlebihan terhadap sumber daya alam dilihat sebagi penyebab utama terjadinya bencana alam seperti longsor maupun banjir di Indonesia dalam kurun waktu terakhir ini. Bencana ala mini tidak hanya telah mengakibatkan ratusan manusia kehilangan nyawa, tetapi ribuan manusia kehilangan nyawa juga kehilangan tempat tinggal mereka.

  Bencana lingkungan seperti tsunami, tanah longsor, lumpur, dan gempa adalah sederet bencana yang silih berganti. Tetapi, bencana-bencana tersebut tidak selamanya disebabkan factor alam. Banjir dan tanah lonsor misalnya, merupakan bencana yang tidak bisa dipisahkan dengan factor manusia yang kurang ramah dengan alam dan lingkungannya sendiri. Hal ini sesuai dengan Firman Allah surat Ar-Rum ayat 41           

       Artinya :

  , “kerusakan telah terjadi di darat dan di lautan karena

  

dosa-dosa yang dilakukan oleh tangan-tangan manusia, biar

mereka dapat merasakan dari apa yang mereka lakukan, agar

  6 mereka mau kembali (taubat)

  ” Menghadapi kenyataan seperti ini diperlukan langkah- langkah pengamanan yang efisien dan seefektif mungkin, dengan cara pengamanan hutan oleh Polri dan masyarakat serta seluruh komponen bangsa Indonesia memiliki tanggungjawab bersama dalam menjaga dan memelihara keamanan dalam negri termasuk keamanan hutan.

  Lahirnya Undang-undang No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan sebagai dasar penegakan hukum terhadap aksi Illegal Logging di Indonesia memang dirasakan belum maksimal. Polri sebagai institusi yang bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap suatu tindak pidana masih banyak mengalami hambatan dan keterbatasan dalam pelaksanaan tugas-tugasnya. Penyidikan tindak pidana di bidang kehutanan merupakan salah satu bentuk penyidikan yang dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negri Sipil.

  Penyidikan ini dimaksudkan untuk melakukan pemeriksaan atas keberanan laporan atau yang berkenaan laporan atau keterangan berkenaan tindak pidana di bidang Illegal Logging.

  Dalam melakukan tugasnya penyidik dibidang tindak pidana kehutanan selaku Penyidik Pegawai Negri Sipil harus berlandaskan kepada Undang-undang No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan KUHAP. Selanjutnya berdasarkan pasal 32 KUHAP dinyatakan adanya koordinasi dan pengawasan oleh penyidik Polri. Pada hakikatnya penyidikan tindak pidana di bidang kehutanan merupakan salah satu upaya untuk menegakkan ketentuan peraturan perundang-undangan kehutanan. Penyidikan merupakan tindak lanjut dari pemeriksaan bukti permulaan yang diintruksikan untuk disidik.

  Penyidik menurut pasal 1 huruf KUHAP adalah Polisi Negara Replublik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-undang untuk melakukan penyidikan. Keberadaan Penyidik Pegawai Negri Sipil didorong oleh suatu kebutuhan akan aparat penegak hukum di bidang tertentu yang disebabkan perkembangan dewasa ini. Keberadaan Penyidik Pegawai Negri Sipil secara implisit diatur di dalam pasal 6 ayat 1 huruf b KUHAP dengan wewenang sesuai yang ditetapkan dalam Undang-undang yang menadi dasar hukumnya.

  Keberadaan Penyidik Pegawai Negri Sipil dalam sistem peradilan pidana berada dalam satu komponen yang sama dengan Polri sehingga oleh karenanya KUHAP mengatur pula bahwa di dalam pelaksanaan tugas penyidikan Pegawai Negri Sipil berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik Polri. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 6 ayat (2) KUHAP yang menyebutkan bahwa penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf b mempunyai wewenang sesuai dengan Undang-undang yang menadi dasar hukumnya masing- masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik tersebut dalam pasal 6 ayat (1) huruf a.

  Hal ini disebabkan karena keterbatasan yang selalu dihadapi Polri khususnya keterbatasan personil di bidang penyidik, dan keterbatasan pengetahuan di bidang tertentu menyebabkan Polri tidak mampu menangani semua tindak pidana yang teradi. Meskipun kewenangannya selaku penyidik Dengan keberadaan Penyidik Pegawai Negri Sipil tersebut, maka tindak pidana tertentu yang teradi di luar KUHP telah ada organ yang menanganinya, termasuk tindak pidana di bidangkehutanan yang penidikannya dan penanganannya dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negri Sipil.

  D. Rumusan Masalah

  Tindak pidana di bidang kehutanan seperti yang tercantum dalam Undang-undang 41 Tahun 1999 bukan merupak delik aduan. Oleh sebab itu Penyidik dalam bidang kehutanan baik Polisi maupun Penyidik Pegawai Negri Sipil dapat melakukan penyidikan baik setelah menerima laporan atau pengaduan maupun belum menerima laporan dari masyarakat dan orang yang dirugikan.

  Adapun permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini, sebagai berikut:

  1. Apa peran Penyidik Pegawai Negri Sipil dalam penanggulangan tindak pidana Illegal Logging

  2. Apa kendala-kendala penyidik pegawai negri sipil dalam menangani tindak pidana illegal loggong serta upaya yang dilakukan? 3. Apa perspektif hukum Islam tentang kedudukan dan kinerja penyidik pegawai negri sipil?

  E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

  Adapun yang menjadi tujuan dari pembahasan skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui peran Penyidik Pegawai Negri

  Sipil dalam penanggulangan tindak pidana di bidang kehutanan khususnya Illegal Logging.

  2. Untuk mengetahui kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh Penyidik Pegawai Negri Sipil dalam penanggulangan tindak pidana Illegal Logging.

  3. Untuk mengetahui upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk menanggulangi tindak pidana di

  Adapun yang menadi manfaat dalam penulisan skripsi ini adalah:

  1. Secara teoritis sebagai bahan untuk pengembangan wawasan dan untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, menambah dan koleksi ilmiah serta memberikan kontribusi pemikiran mengenai Peran Penyidik Pegawai Negri Sipil, yang diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan hukum di Indonesia.

  2. Secara praktis memberikan sumbangan pemikiran bagi masyarakat khususnya memberikan informasi ilmiah mengenai wewnang penyidik di bidang tindak pidana kehutanan.

F. Metode Penelitian 1.

  Jenis dan Sifat Penelitian a.

  Jenis Penelitian Dilihat dari jenisnya penelitian ini termasuk penelitian lapangan (field research), artinya suatu penelitian yang dilakukan dalam kancah

  7 kehidupan yang sebenarnya.

  Mengingat jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan maka dalam pengumpulan data, penulis menggali data-data yang bersumber dari lapangan , dalam hal ini Dinas Kehutanan Propinsi Lampung. Adapun data yang dihimpun dalam penelitian ini berkaitan dengan peran penyidik pegawai negri sipil dalam menanggulangi tindak pidana Illegal Logging.

  b.

  Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu orang hanya semata-mata melukiskan keadaan objek atau peristiwanya tanpa suatu maksud untuk mengambil kesimpulan-kesimpulan yang berlaku secara umum. Merujuk definisi di atas, maka pengertian deskriptif yang penulis maksudkan adalah penelitian yang menggambarkan bagaimana analisa pembiayaan dan studi kelayakan untuk peran penyidik pegawai negri sipil dalam menanggulangi tindak pidana Illegal Logging dalam perspektif Hukum Islam.

2. Sumber Data a.

  Data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari dinas Kehutanan Propinsi Lampung tentang peran penyidik pegawai negri sipil dalam menanggulangi tindak pidana Illegal Logging.

  b.

  Data skunder, yaitu data yang diperoleh dari peraturan-peraturan hukum Islam dokumen hukum dan literatur yang berhubungan dengan masalah yang dibahas.

  3. Populasi dan Sampel Populasi artinya: jumlah keseluruhan dari satuan- satuan atau individu-individu yangkarakteristiknya

  8

  hendak diduga. adapun populasi dalam penelitian ini adalah sekretaris Dinas Kehutanan Propinsi Lampung, Penyidik Kehutanan, dan petugas polisi Kehutan Propinsi Lampung.

  Sampling yaitu: cara atau teknik yang dipergunakan untuk mengambil sampel. Sedangkan sampel adalah sebagian populasi yang karakteristiknya hendak diteliti.

  4. Teknik Pengumpulan data Dalam usaha mengumpulkan data yang diperlukan, maka penulis menggunakan beberapa metode sebagai berikut: a.

  Pengumpulan data sekunder, menggunakan metode yaitu penelitian

  library research

  kepustakaan yang dilaksankan dengan cara membaca, menelaah dan mencatat berbagai literatur atau bahan bacaan yang sesuai dengan pokok bahasan, kemudian disaring dan

  9 dituangkan dalam kerangka pemikiran teoritis.

  Metode ini penulis gunakan dengan cara membaca dan menelaah serta mencatat bahan dari berbagai literatur, seperti : buku-buku tentang Hukum Islam, buku-buku tentang hukum pidana Al Quran dan Hadist serta literatur yang mempunyai relevansi dengan permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini.

  b.

  Pengumpulan data primer, menggunakan field

  research, yaitu penelitian yang dilakukan di

  lapangan terjadinya gejala-gejala tersebut. Dalam pengumpulan data lapangan ini digunakan beberapa metode yaitu wawancara (interview). Metode inreview adalah proses pengumpulan data dengan cara mengadakan tanya jawab dengan orang yang dapat memberikan keterangan yang diperlukan. Wawancara adalah metode penelitian yang datanya dikumpulkan melalui wawancara dengan responden.

5. Metode Pengolahan Data

  Data-data yang telah terkumpul kemudian diolah, dengan cara: a.

  Pemeriksaan data (editing) Yaitu mengoreksi apakah data yang terkumpul sudah lengkap, sudah benar, dan sudah sesuai dengan masalah.

  b.

  Penandaan data (coding) Yaitu memberikan catatan atau tanda yang menyatakan jenis sumber data(buku literatur, atau dokumen); pemegang hak cipta (nama penulis, tahun penerbitan); atau urutan rumusan masalah (masalah pertama tanda A, masalah kedua tanda B, dan seterusnya).

  c.

  Rekontruksi data (recontructing) Yaitu menyusun ulang data secara teratur berurutan, logis sehingga mudah dipahami dan diinterprestasikan.

  d.

  Sistematisasi data (sistematizing) Yaitu menempatkan data menurut kerangka sistematika bahasan berdasarkan urutan masalah.

6. Analisis Data

  Analisis data dalam penulisan ini menggunakan data kualitatif, yaitu suatu analisis data secara jelas serta diuraikan dalam bentuk kalimat tanpa menggunakan rumus-rumus statistik sehingga diperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh mengenai Peranan Penyidik PNS dalam menanggulangi tindak pidana Illegal Logging dan perspektif hukum islam tentang tindak pidana Illegal Logging.