1st INSTRUCTIONAL DESIGN OF RME(indo)

Desain Pembelajaran PMRI Pertama:” Mengajarkan Perbandingan Sudut dengan
Menggunakan Styrofoam dan Tali untuk Siswa Kelas 4 SDN 179 “
Achmad Dhany Fachrudin1
Ummy Salmah2, dan Sitti Busyrah3
International Master Program on Mathematics Education (IMPoME 2012)
email: dh4nyy@gmail.com, ummysalmah@ymail.com, sittibusyrah@yahoo.co.id

I. Pendahuluan
Mungkin kita sudah tidak asing lagi mendengar kalimat “Mathematics is a
human activity” yang telah diungkapkan oleh Hans Freudenthal. Melalui pernyataan
tersebut, Freudenthal menunjukkan bahwa matematika bukanlah suatu produk jadi,
melainkan sebagai suatu bentuk kegiatan dalam mengkontruksi konsep matematika
(Wijaya, 2008). Pernyataan tersebut pula yang menjadi dasar dalam perkembangan
Pendidikan

Matematika

Realistik

(Realistic


Mathematics

Education),

suatu

pendekatan pebelajaran Matematika yang telah dikembangkan di Belanda yang saat ini
telah diadaptasi di indonesia dan dikenal dengan nama Pendidikan Matematika
Realistik Indonesia (PMRI). PMRI sebenarnya menekankan pada kebermaknaan
konsep matematika itu sendiri bagi siswa. Frudenthal juga menyatakan bahwa proses
belajar akan terjadi hanya jika pengetahuan yang dipelajari oleh siswa bermakna bagi
mereka (Wijaya, 2008). Oleh karena itu untuk membentuk pemahaman suatu konsep
matematika siswa, seorang guru hendaknya mengkondisikan suatu pembelajaran
matematika yang lebih bermakna untuk siswa yang salah satu caranya dengan
menerapkan pendekatan PMRI pada pembelajaran di kelas. Hal tersebut yang
mendasari kami untuk mendesain suatu pembelajaran pada jenjang sekolah dasar (SD)
dengan menggunakan pendekatan PMRI.
Materi yang dipilih oleh peneliti dalam pengembangan desain pembalajaran kali
ini adalah materi pengukuran dengan sub materi pengukuran sudut. Di sini, peneliti
mencoba menggunakan senam tangan dan alat peraga yang terbuat dari tali dan

stereofoam yang kami kembangkan untuk sebagai jembatan pengetahuan informal
siswa menuju pengetahuan formal tentang sudut.

Lebih lanjut tentang bagaimana proses tim peneliti bersama guru mendesain
pembelajaran, mengimplementasikan pada pembelajaran di kelas serta bagaimana
analisis retrospektif peneliti akan dijelaskan pada bagian desain pembelajaran di
bawah ini.
II. Desain Pembelajaran
Materi yang dikaji adalah mengenal dan membandingkan besar sudut untuk
siswa kelas 4 SDN 179 Palembang. Kajian ini mengarah pada desain pembelajaran
mengenal dan membandingkan sudut yang diajarkan melalui kegiatan senam tangan
dan pembentukan sudut dengan tali dengan menggunakan pendekatan PMRI.
Adapun tahapan yang dilakukan adalah Preliminary design (analisis kurikulum
dan penentuan indikator dan tujuan pembelajaran), dilanjutkan dengan penerapan/ uji
coba desain (teaching experiment) dan melakukan refleksi terhadap pembelajaran
yang telah dilakukan (analisis retrospektif/ retrospektive analysis) yang akan
dideskripsikan sebagai berikut.
1. Preliminary Design: Perancangan Skenario Pembelajaran oleh Tim Peneliti dan
Guru
Pada tahap ini tim peneliti menganalisis kurikulum yang terkait dengan meteri

yang akan dikaji, yaitu pengukuran sudut, merumuskan tujuan dan indikator
pembelajaran, menentukan konteks dalam pendekatan yang akan dipakai serta
merancang kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan.
Dari hasil analisis kurikulum yang telah dilakukan, materi membandingkan
sudut diajarkan di kelas 4 semester 1 dengan standar kompetensi menggunakan
pengukuran sudut, panjang dan berat dalam pemecahan masalah dan kompetensi
dasar menentukan besar sudut dengan satuan tdak baku dan satuan derajat.
Berdasarkan hasil diskusi internal (guru tidak terlibat) yang telah dilakukan,
indikator pembelajaran yang dipilih oleh peneliti adalah mengenal besar sudut,
membandingkan besar dua sudut dan mengukur sudut dengan satuan baku dan
tidak baku untuk satu kali pertemuan. Selanjutnya tim peneliti menentukan
konteks yang akan digunakan dalam desain pembelajaran dan menyiapkan desain
awal perangkat pembelajaran yang akan digunakan, seperti LKS, RPP, dan alat

peraga. Untuk alat peraga, peneliti menggunkan papan stereofoam, tali dan pin
untuk pembentukan sudut oleh siswa.
Pada tanggal 30 Oktober 2012, tim peneliti menemui guru mitra (ibu Intan)
untuk mendiskusikan perangkat awal yang sudah disiapkan. Selanjutnya dari hasil
diskusi yang dilakukan, kami mendapat beberapa saran dari guru mitra. Pertama,
agar kami mengurangi indikator pembelajaran menjadi mengenal besar sudut dan

membandingkan besar sudut saja. Kedua, penambahan konteks yang digunakan
dalam pembelajaran. Yang terakhir adalah terkait dengan penambahan alat peraga
yang digunakan yaitu berupa contoh beberapa juring lingkaran yang memiliki
ukuran sudut yang berbeda-beda.
Untuk mengetahui kekurangan dari rancangan pembelajaran yang telah
didesain dan masalah yang terjadi terkait dengan pola pikir siswa selama
pembelajaran, maka rancangan akan diimplementasikan di kelas. Pelaksanaan
pembelajaran dan analisis hasil kerja siswa akan dideskripsikan pada bagian
„pelaksanaan pembelajaran (teaching experiment)‟.
2. Teaching Experiment
Kegiatan pembelajaran diawali dengan guru mengajak siswa untuk mengingat
kembali materi sudut yang telah mereka pelajari di kelas tiga. Guru membagi
siswa ke dalam empat kelompok. Sebelumnya, peneliti dan Ibu Intan selaku guru
matematika, membagikan alat peraga berupa model sudut lancip, tumpul, dan
siku-siku yang terbuat dari steriofoam berwarna-warni kepada masing-masing
kelompok. Setiap kelompok diminta menunjukkan yang manakah yang
merupakan sudut (titik sudut) dari bangun tersebut. Dari empat kelompok ternyata
hanya ada satu kelompok, yaitu kelompok 4, yang dapat menunjukkan letak titik
sudut dengan benar. Dari kegiatan dapat tersebut dapat diketahui bahwa sebagian
besar siswa belum mengenal letak titik sudut dengan benar.

Untuk membantu siswa mengingat kembali apa itu sudut, guru kemudian
meminta siswa memperhatikan meja mereka masing-masing. Guru kemudian
bertanya bagian manakah dari meja tersebut yang merupakan sudut meja. Mereka

dengan tepat mampu menunjukkan yang manakah sudut dari meja. Guru kembali
mengarahkan siswa untuk menemukan definisi sudut. Pada awalnya siswa terlihat
kebingungan dengan pertanyaan yang diajukan oleh guru.

Gambar 1.Siswa menunjukkan letak titik sudut

Dengan beberapa arahan dari guru, siswa akhirnya memahami bahwa sudut
terbentuk dari dua garis lurus yang saling berpotongan. Siswa kemudian diminta
untuk meletakkan model sudut yang mereka miliki tepat pada salah satu sudut
meja. Setelah kegiatan tersebut siswa kembali diminta untuk menunjukkan bagian
manakah yang merupakan sudut dari potongan steriofoam yang dibagikan pada
kegiatan awal pembelajaran. Kali ini, setiap kelompok mampu menunjukkan
dengan tepat sudut dari steriofoam itu.

Gambar 2.Siswa tampak antusias meletakkan model sudut pada sudut meja


Kegiatan dilanjutkan dengan membandingkan besar sudut. Tiga buah
steriofoam yang dibagikan pada kegiatan sebelumnya masih digunakan pada
kegiatan ini. Guru meminta setiap kelompok untuk menumpuk ketiga model sudut
tadi. Mulai dari sudut yang paling besar (sudut tumpul), kemudian sudut siku-

siku, dan sudut lancip. Siswa tampak antusias melakukan kegiatan tersebut.
Beberapa siswa tampak saling berebutan untuk membuat tumpukan sudut
tersebut. Setelah selesai menumpuk ketiga model sudut tersebut, siswa kemudian
diarahkan untuk membandingkan besar ketiga sudut. Sekarang mereka mampu
mengenali dan membedakan sudut tumpul, sudut siku-siku, dan sudut lancip.

Gambar 3. Tumpukan model sudut yang disusun oleh siswa

Agar siswa semakin memahami perbedaan ketiga sudut tersebut, sekarang
salah seorang anggota kelompok diminta untuk mengambil model sudut tumpul
dan meletakkannya tepat pada siku. Siswa tersebut diminta membuat bentuk sudut
yang sama dengan sudut tumpul tersebut. Selanjutnya dengan sudut lancip dan
sudut siku-siku. Sekarang mereka mampu membuat bentuk sudut dengan tangan
mereka.


Gambar 4.Siswa membentuk sudut dengan tangan mereka

Guru kemudian meminta seluruh siswa untuk melakukan aktivitas untuk
memantapkan pemahaman mereka mengenai ketiga jenis sudut (tumpul, lancip
dan siku-siku ) tersebut. Kegiatan ini disebut senam tangan. Semua siswa
kemudian diminta berdiri dan memejamkan mata. Guru kemudian meminta
mereka membuat sudut lancip, tumpul dan siku-siku dengan menggunakan tangan

mereka. Beberapa siswa tampak kebingungan dan melakukan kesalahan saat
melakukan aktivitas tersebut. Hal tersebut terjadi saat instruksi yang diberikan
semakin dipercepat oleh guru. Tetapi siswa tetap terlihat sangat antusias
melakukan kegiatan ini. Sesekali diselingi dengan tawa saat mereka melakukan
kesalahan. Instruksi dilakukan beberapa kali hingga siswa mampu membedakan
ketiga jenis sudut tersebut.

Gambar 5.Kegiatan siswa membentuk sudut dengan tangan

Setelah siswa mampu membedakan antara sudut lancip, tumpul, dan sikusiku, kegiatan kemudian dilanjutkan dengan mengerjakan LKS yang dibagikan
pada setiap kelompok. Pada kegiatan tersebut, siswa diminta untuk menentukan
jenis sudut yang terbentuk pada gambar yang terdapat pada LKS dan

membandingkan sudut

yang satu dengan sudut

yang

lainnya.

Untuk

membandingkan setiap sudut pada gambar tersebut, setiap kelompok diberikan
alat peraga berupa 3 utas tali dan sebuah papan steriofoam. Dengan alat peraga
tersebut, mereka kemudian membentuk kembali sudut yang ada pada gambar LKS
di stereofoam yang telah disediakan. Di akhir kegiatan pada LKS, siswa diminta
menyimpulkan tentang perbedaan sudut lancip, tumpul, dan siku-siku. Yang mana
diantara ketiga sudut tersebut yang paling besar dan paling kecil.

Gambar 6. Siswa mengerjakan LKS

Gambar 7.Siswa mempresentasikan hasil kerja kelompok


Setelah selesai mengerjakan LKS, kegiatan dilanjutkan dengan kegiatan
presentasi hasil diskusi kelompok di depan kelas. Setiap kelompok diminta
menuliskan jawaban mereka di papan tulis. Dua orang dari masing-masing
kelompok diminta maju ke depan kelas untuk mempresentasikan jawaban LKS
dan hasil diskusi kelompok mereka. Kegiatan terakhir pada pertemuan tersebut
adalah guru meminta siswa untuk mengerjakan latihan yang ada pada buku paket
matematika mereka secara individu.

Gambar 8. Siswa mengerjakan latihan pada buku cetak

3. Retrospective Analysis: Analisis Retrospektive
Analisis retrospektif dilakukan oleh guru dan peneliti setelah proses belajarmengajar selesai, sementara siswa tidak dilibatkan. Analisis ini bertujuan untuk
merefleksi dan menganalisi proses pembelajaran yang telah dilaksanakan serta
mendiskusikan masalah-masalah atau kendala yang muncul selama proses
pembelajaran berlangsung. Selain itu kegiatan ini juga bertujuan untuk

mengetahui cara berpikir siswa dengan menganalisis hasil kerja siswa dan
jawaban mereka.
Secara keseluruhan pelaksanaan pembelajaran berjalan cukup baik dan guru

juga dapat mengarahkan siswa dengan baik. Pada saat bekerja dengan kelompok
siswa juga terlihat aktif dan antusias. Akan tetapi sebagian besar siswa belum
memahami sudut yang telah mereka pelajari saat kelas 3 SD, yakni pertemuan dua
garis yang berpotongan. Mereka salah saat diminta menunjukkan titik sudut pada
alat peraga yang telah dibagikan dan pada saat mereka meletakkan alat peraga
bentuk sudut ke sudut meja kelas (Gambar 9).

Gambar 9. Kesalahan siswa dalam meletakkan bentuk sudut ke sudut meja

Melihat banyaknya siswa yang belum paham tentang konsep sudut, dengan
tanggap dan sigap guru mengajak siswa bermain senam tangan. Padahal senam
tangan tidak termasuk dalam design pembelajaran. Pada kegiatan ini ada beberapa
siswa yang kurang fokus memperhatikan instruksi dari guru. Saat diminta
menutup mata sambil memperagakan bentuk sudut (Gambar 10a). Ada pula yang
salah membentuk sudut siku-siku dengan tidak menegakkan tangan mereka
sehingga sudut yang dibentuk pada sendi tangan mereka kurang dari 90 o atau
hanya membentuk sudut lancip (Gambar 10b).

(a)


(b)

Gambar 10. Kegiatan senam tangan

Selanjutnya, pada kegiatan membentuk sudut dengan menggunakan tali raffia
dan push pin pada styrofoam, siswa aktif bekerja dalam kelompoknya. Terlihat
adanya kerja sama, seperti ada yang menancapkan push pin di ujung tali dan siswa
lain memegang ujung tali yang lain (Gambar 11). Hal ini menunjukkan salah satu
prinsip RME yakni interactivity.

Gambar 11. Kerja sama siswa

Secara keseluruhan siswa tidak mengalami kesulitan dalam menentukan sudut
yang dibentuk dari beberapa benda yang diberikan pada soal nomor satu di LKS
(Gambar 12a dan 12b). Sudut lancip, siku-siku, dan tumpul yang mereka bentuk
dengan menggunakan alat peragapun bervariasi. Namun, kelompok 4 kurang teliti
sehingga ada kesalahan pada sudut tumpul yang mereka bentuk (Gambar 12c).
Hal

ini

menjadi

bahan

diskusi

kelas

pada

saat

kelompok

tersebut

mempresentasekan hasil kerja mereka di depan kelas. Ketiga kelompok yang lain
memberi tanggapan dengan bimbingan guru. Adanya tanggapan dari kelompok
lain menunjukkan bahwa siswa berpikir kritis. Hal tersebut merupakan poin bagus
dalam proses pembelajaran. Hal ini juga didiskusikan oleh tim peneliti dan guru

dan kami menyimpulkan bahwa siswa kadangkala kebingungan menentukan suatu
sudut jika sudut tersebut dirotasikan.

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar. 12 Jawaban siswa (Ket: gambar (a) dan (b) jawaban siswa menentukan sudut
benda, gambar (c) siswa kurang teliti membentuk sudut tumpul (d) jawaban
siswa yang benar)

Semua siswa dapat menyimpulkan definisi dari sudut siku-siku, lancip dan
tumpul. Bahkan kelompok yang salah ketika membentuk sudut tumpul ketika
mengerjakan LKS dapat menyimpulkan dengan benar perbedaan ketiga sudut
tersebut (Gambar 12).

Gambar 12. Jawaban siswa mengenai definisi sudut siku-siku, lancip dan tumpul

III.

Kesimpulan
Berdasarkan deskripsi di atas, diketahui bahwa dengan memperhatikan benda-benda

di sekitar seperti ujung meja, baling-baling kipas angin, dan jarum jam, secara informal
anak telah belajar mengenai sudut. Dengan menggunakan tali siswa dapat membentuk
sudut seperti sudut pada benda tersebut kemudian membandingkannya sehingga mampu
menemukan konsep perbedaan sudut siku-siku, lancip dan tumpul.
Karakteristik PMRI dalam pembelajaran ini adalah penggunaan konteks (sudutsudut benda seperti baling-baling kipas angin, jarum jam); penggunaan model
(styrofoam, tali raffia, push pin); kontruksi dan kontribusi siswa (menentukan dan
membentuk

sudut);

interaktivitas

(presentase,

tugas

kelompok);

intertwining

(perbandingan).

DAFTAR PUSTAKA
Wijaya, Ariyadi. 2012. Penidikan Matematika Realistik: Suatu Alternatif Pendekatan
Pembelajaran Matematika . Yogyakarta: Graha Ilmu.