M01915

Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan ketergantungan industri tepung nasional
terhadap bahan baku impor tersebut yaitu diversifikasi pangan nasional dengan memanfaatkan bahan
pangan alternatif berupa tepung alternatif. Tepung sukun yang berbahan baku lokal merupakan salah
satu bahan alternatif untuk mengatasi permasalahan ketergantungan industri tepung Nasional
sekaligus menambah nilai ekonomis dari sukun. Sukun atau Brea d Fruit merupakan tanaman pangan
alternatif di Indonesia sejak tahun 1920, pada awal tanaman ini tidak banyak ditanam orang, namun
sekarang sudah cukup populer karena dapat diolah menjadi berbagai produk makanan terbuat dari
sukun misalnya: sukun goreng, getuk sukun, kolak sukun, ca ke sukun, mie sukun, klepon sukun,
dodol sukun, bola sukun, dan tape sukun (Santoso,2010).
Labu Kuning (Cucurbita moscha ta Durch.) merupakan sumber vitamin A dan C, mineral,
serta karbohidrat. Daging buah labu kuning ( Cucurbita moscha ta Durch.) sangat kaya akan
antioksidan yang berperan sebagai penangkal radikal bebas (Boham, 2015). Tepung labu kuning
mengandung karbohidrat penelitian ini bertujuan menghasilkan roti tawar dari tepung fortifikasi labu
kuning (Cucurbita mochata Durch.) terhadap tepung komposit terigu dan sukun serta menganalisa
nilai gizi tepung tersebut 77,65%, protein 5,04%, lemak 0,08%, serat kasar 2,90%. Dengan kandungan
β-karoten (provitamin A)-nya yang tinggi, tepung labu kuning sangat baik digunakan sebagai bahan
fortifikasi sehingga dapat menambah nilai gizi (Widowati dkk., 2001 dalam Boham, 2015). Data
WHO (2006) menunjukkan bahwa sebanyak 1,7 % wanita Indonesia usia 15 – 49 tahun cenderung
menderita xeroptha lmia yaitu kondisi mata kering yang berlanjut pada kebutaan. Dari latar belakang
masalah tersebut maka Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan roti tawar dari tepung Tersulaku
(terigu,sukun dan labu kuning) sekaligus menganalisiss nilai gizi tepung Tersulaku.

METODE
Alat dan bahan
Bahan yang digunakan dalam Penelitian ini adalah buah sukun yang diperoleh dari pasar
tradisional Salatiga dan Kudus sedangkan labu kuning di dapatkan di pasar Salatiga. Bahan kimia
yang digunakan antara lain tepung terigu, tepung sukun ,dan tepung labu kuning, air, insta nt yea st,
garam halus dan gula pasir, mentega putih, brea d improver . Bahan yang digunakan untuk analisiss
adalah NaOH, H2 SO4 , HCl (0,1 N), K2 SO4 , CaSO4 , aquades, asam borat, heksan, etanol 96%; Natrium
thiosulfat; Luff Schrool; NH4 OH; KI 5% , AgNO3; asam sitrat dan metanol, indikator Metil Biru (MB),
dan eter.
Alat yang digunakan adalah, mousture a na lyzer (MB25 Corp., USA), muffle furna ce ,
wa terba th , oven, desikator, buret, soxhlet, spektrofotometer UV-VIS Shimatzu (1240 made in Japan),
neraca analitis 4 digit (Oha us Pioner Ba la nce PA214 Corp., USA), neraca analitis 2 digit (Oha us
TAJ602, Oha us Corp., USA) dan peralatan gelas.
Pembuatan Tepung Tersulaku
Labu kuning dikupas kulitnya dan dibersihkan dari bijinya, kemudian diiris tipis-tipis dalam
keadaan masih basah. Kemudian irisan tersebut ditata dalam loyang, dan dikeringkan dengan drying
ca binet pada suhu 50o C selama 15 jam. Labu kuning yang sudah kering diayak dengan ayakan 60
mesh. Sukun dikupas kulitnya, dicuci bersih, direndam beberapa menit, kemudian diiris tipis-tipis
dengan basah. Kemudian irisan tersebut di kukus ± 10-20 menit setelah dikukus baru ditata dengan
rapi didalam loyang, dikeringkan kedalam drying ca binet, dengan suhu yang sama, lalu diayak tepung

dengan menggunakan ayakan 60 mesh (Anggrahini dkk, 2006).

Pembuatan Roti Tawar Tersulaku
Berdasarkan formulanya masing-masing bahan-bahan kering seperti tepung terigu, tepung
sukun dan tepung labu kuning, insta nt yea st, gula pasir, pengembang, dan garam dicampur dengan
mixer hingga rata serta ditambah air sedikit demi sedikit dan diaduk hingga terbentuk adonan, sambil
diaduk kemudian tambahkan shortening hingga terbentuk adonan yang kalis. Oleh karena itu untuk
pengembangan adonan yang terbentuk bulat dan didiamkan selama 10 menit. Selanjutnya adonan
dibiarkan mengembang beberapa menit lalu diadon lagi selama 15 menit (diulang sebanyak 4 kali).
Adonan digulung dengan mengunakan rolling pin , dan dimasukkan ke dalam cetakan. Setelah

mengembang selama 1 jam, adonan dipanggang dengan api sedang selama 30 menit dengan 190 0 C
(Andini 2009 dan Hardoko dkk, 2010).
Tabel 1. Formulasi Roti Tawar dari Tepung Sukun pada Penelitian Tahap Satu (berdasarkan % dalam gram total
berat tepung)
Bahan
Kadar bahan (% dalam gram) pada formula

Tepung Terigu
Tepung sukun

Air
Ragi Instan
Gula pasir
Shortening
Garam
Brea d improver

A1
100
0
60
2,5
8
15
1,5
0,5

A2
95
5

60
2,5
8
15
1,5
0,5

A3
90
10
60
2,5
8
15
1,5
0,5

A4
85
15

60
2,5
8
15
1,5
0,5

A5
80
20
60
2,5
8
15
1,5
0,5

A6
75
25

60
2,5
8
15
1,5
0,5

Sumber: (Hardoko dkk.,2010 dan Andini,2009).

Analisis Proksimat
Analisis proksimat dilakukan terhadap kadar air mengunakan metode mousture a na lyzer
(MB25 Corp., USA) (Sudarmadji dkk, 1997), kadar abu mengunakan metode muffle furnace (AOAC
2003), kadar Protein mengunakan metode Kjelda hl (Sudarmadji dkk., 1984), karbohidrat mengunakan
metode Luff Schoorl (Sudarmadji, 1984), kadar lemak mengunakan metode Soxhlet (AOAC 2003),
serat kasar (AOAC 1990),
Analisis β-karoten
Ditimbang 2 g sampel, ditambahkan 5 g KOH dan etanol 10% sampai 50 mL, kemudian
direflux pada suhu 70-80 o C selama 30 menit dalam waterbath. Setelah dingin, sampel

disaring dengan menggunakan kertas saring, endapan dicuci dengan 20 ml etanol panas 95%,

lalu disaring lagi. Erlenmeyer dicuci dengan 30 mL eter, filtrat disatukan. Filtrat diekstraksi
dengan 50 mL akuades dan ditambahkan 10 mL larutan NaCl jenuh digunakan corong pisah.
Lapisan etanol dan akuades dibuang dan diesktrak kembali dengan 25 ml eter. Larutan eter
yang mengandung beta karoten campur dengan larutan eter hasil saringan sebelumnya,
campuran dicuci dengan 50 ml akuades, 20 ml eter dan 10 ml NaCl jenuh. Selanjutnya semua
lapisan akuades dibuang. Ekstrak dipindahkan ke dalam
labu takar 25 mL melalui
penyaringan yang diberi bubuk Na2 SO4 anhidrat, kemudian digenapkan dengan larutan eter.
Absorbansi sampel diukur pada panjang gelombang 450 nm. Kadar β-karoten dalam sampel
dihitung berdasarkan total karoten.

Penentuan kuantitatif β-karoten menggunakan metode spektrofotometer UV pada panjang
gelombang 45 nm (AOAC, 1999 yang dimodifikasi dalam Ninan dkk, 2012).

Analisa Data
Data penelitian dianalisissi dengan menggunakan dengan rancangan acak kelompok (RAK) 6
kali perlakuan dan 4 ulangan (6 x 4). Sebagai perlakuan adalah konsentrasi fortifikasi tepung labu
kuning dan tepung komposit (tepung terigu dan tepung sukun) pada pembuatan roti tawar 0%
(blanko), 5%; 10%; 15%; 20%; 25%, sedangkan sebagai kelompok adalah waktu analisis kimia.
Pengujian antara perlakuan dilakukan dengan menggunakan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan

tingkat kebermaknaan 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 2 di bawah ini menunjukkan kadar gizi tepung yang terfortifikasi bebagai konsentrasi
penambahan tepung labu kuning.
Tabel 2. Kadar Gizi (% ± SE ) Prosentase Penambahan Tepung Labu Kuning (%) pada tepung Komposit Terigu
dan Sukun.
Prosentase Penambahan Tepung Labu Kuning (% )
0

5

10

15

20

25


Kadar
Air
w =0,95

9,25 ± 0,80

10,22 ± 0,83

10,44 ± 0,82

11,50 ± 0,92

12,0 ± 0

13,0 ± 0

(a)

(b)


(b)

(c)

(c)

(d)

Kadar
Abu
w = 0,81

1,08± 0,21

1,29± 0,04

1,56 ± 0,09

1,77± 0,05


2,41 ± 0,14

2,55± 0,17

(a)

(a)

(b)

(c)

(d)

(d)

Keterangan : *w = BNJ 5 % ** Angka-angka yang dikuti oleh huruf yang sama menunjukkan antar
perlakuan tidak beda nyata, sedangkan angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama menunjukkan
antar perlakuan berbeda nyata

Berdasarkan Tabel 2 kadar air tepung tersulaku sebesar 9,25 ± 0,80 % sampai dengan 13,0 ±
0%. Hasil penelitian ini hasil penelitian dari Hendrasty (2003) yang menyatakan bahwa labu kuning
segar memiliki kandungan air sebesar 91,20 g dalam 100 g bahan, sedangkan untuk tepung labu
kuning memiliki kandungan air sebesar ± 13 %. Uji BNJ 5% menunjukkan ada perbedaan yang nyata
antar kelompok perlakuan.
Pada Tabel 2 terlihat bahwa penambahan tepung labu kuning berpengaruh terhadap kadar
air tepung Tersulaku. Semakin tinggi Pposentase tepung labu kuning maka semakin tinggi kadar air
dari tepung Tersulaku. Peningkatan jumlah air dapat mempengaruhi laju kerusakan bahan pangan oleh
perubahan mikrobiologis dan kimiawi (Rahman dkk., 2011). Menurut Safriani dkk.(2013) dan See
dkk.(2007) dalam Putri (2007), tepung sukun dan tepung labu kuning sama-sama memiliki kapasistas
penyerapan air yang lebih tinggi dibanding dengan tepung terigu. Hal ini dikarenakan semakin
berkurangnya tepung komposit dan semakin bertambah prosentase tepung labu kuning maka kadar air
dalam bahan fortifikasi semakin meningkat dan daya penyerapan akan semakin meningkat, oleh
karena itu labu kuning mengandung pektin yang mampu mengikat air lebih baik dari pada pati dalam
tepung terigu. Meskipun sudah dibuat dalam bentuk tepung, pektin dalam tepung labu kuning tidak
rusak, bahkan masih dapat mengikat air dengan baik (Lestario dkk., 2012). Menurut Ratanasari dkk.
(2015), kadar air biskuit semakin tinggi seiring pertambahan proporsi tepung labu kuning yang
ditambahkan karena tepung labu memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi yaitu sebesar 68,72 %
terdiri dari pati yang jumlahnya sebesar 14.23%.
Kadar abu suatu bahan pangan mempunyai hubungan dengan kadar mineral (Boham, 2013).
Purata kadar abu tepung Tersulaku sebesar 1,08 ± 0,21 % sampai dengan 2,55 ± 0,17% dan
meningkat seiring penambahan tepung labu kuning (Tabel 2). Hasil uji BNJ 5% menunjukkan bahwa
kadar abu tepung komposit (terigu dan sukun) dengan penambahan tepung labu kuning berbeda secara
berkemakna. Menurut Hendrasty (2003) kenaikan kadar abu dipengaruhi oleh adanya kandungan
mineral yang ada dalam labu kuning. Adapun mineral dalam labu kuning yaitu Fosfor (64 mg/100g),
Kalsium (45 mg/100g), dan Besi (1,4 mg/100g).

Tabel 3 di bawah ini menunjukkan kadar gizi tepung yang terfortifikasi bebagai konsentrasi
penambahan tepung labu kuning.
Tabel 3. Kadar Gizi (% ± SE ) Persentasei Penambahan Tepung Labu Kuning (%) pada tepung Komposit
Terigu dan Sukun.

Persentase Penambahan Tepung Labu Kuning (%)
0

5

10

15

20

25

Karbohidrat
w= 9,705

22,77
±9,88
(a)

27,33
±11,88
(a)

39,37 ±
0,4,91
(b)

41,52±4,82
(bc)

44,55± 3,57
(bc)

49,86 ±
2,36
(c)

Protein
w= 1,031

4,79 ±
0,42
(a)

6,89 ±
0,61
(b)

8,76 ± 1,50
(c)

10,04±
0,66
(d)

10,66 ±
0,49
(d)

12,30 ±
0,65
(e)

Keterangan : *w = BNJ 5 % ** Angka-angka yang dikuti oleh huruf yang sama menunjukkan antar
perlakuan tidak beda nyata, sedangkan angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama menunjukkan
antar perlakuan berbeda nyata

Penambahan tepung labu kuning juga berpengaruh terhadap kadar karbohidrat tepung Tersulaku.
Semakin bertambah persentase tepung labu kuning, makin meningkat kadar karbohidrat tepung
komposit Tersulaku (Tabel 3). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada penambahan tepung labu
kuning 25 % menghasilkan karbohidrat sebesar 49,86 ± 2,36%. Karbohidrat meningkat karena terjadi
fortifikasi tepung labu kuning pada komposit terigu dan sukun. Menurut Astuti (2014), kadar
karbohidrat dan kadar serat sangat bersignifikan, karena semakin tinggi subtitusi tepung sukun maka
semakin tinggi pula kadar karbohidratnya sebaliknya semakin tinggi subtitusi tepung sukun
memberikan pengaruh terhadap kenaikan kadar serat. Menurut Intan (2014), pada 25% tepung labu
kuning menunjukkan kadar karbohidrat tertinggi secara sigfnifikan. Hal ini dikarenakan karbohidrat
dalam tepung labu kuning juga cukup tinggi maka karbohidrat ini sangat berperan dalam pembuatan
adonan pati (Hendrasty, 2003), sehingga semakin bertambah persentase tepung labu kuning maka
kadar karbohidrat semakin meningkat.
Berdasarkan Tabel 3 protein merupakan zat makanan yang amat penting bagi tubuh karena
zat ini selain berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan
pengantur (Winarno,2002). Dapat dilihat pada Tabel 3 bahwa purata kadar Protein tepung komposit
terigu dan sukun dengan penambahan tepung labu kuning mengandung kadar Protein sebesar 12,30
± 0,65%. Protein meningkat seiring meningkatnya persentase tepung labu kuning hal ini disebabkan
kadar protein yang tinggi pula pada waluh 11,14% (Widowati,dkk., (2001) dalam Ramadhani,dkk.,
(2012) . Semakin tinggi persentase tepung labu kuning maka kadar protein dari tepung komposit juga
semakin meningkat. Bila dilihat dari SNI 01-3751-2000, untuk kadar protein tepung terigu dalam
100 gram bahan yaitu maksimal 7% (Badan Standarisasi Nasional, 2009). Dengan demikian,
kadar protein yang terdapat dalam tepung fortifikasi sukun dan tepung labu kuning tidak memenuhi
standar. Hal ini disebabkan didalam tepung sukun dan tepung labu kuning telah memiliki kadar
protein dengan nilai yang berbeda-beda. Jadi bila kedua tepung dicampurkan menjadi tepung
fortifikasi maka kadar protein semakin meningkat, persentase semakin dinaiki maka kadar protein
semakin meningkat pula.
Boham (2013) menyatakan bahwa kadar protein dalam mie basah dari subtitusi tepung sukun
dan tepung labu kuning sebesar 5,87% pada konsentrasi 20%. Menurut Saroingsong (2015) protein
dari dodol dengan penambahan bubur labu kuning berkisar antara 3,25-3,60% ada pada konsentrasi
100% : 75%. Dari data analisiss tepung fortifikasi (tepung sukun dan labu kuning) sangat tidak
bersignifikan karena nilai rata-rata dari perlakuan konsentrasi 25% sangat berbeda jauh. Menurut
Rahmawati (2014), peningkatan kadar protein disebabkan karena dengan penambahan asam asetat
akan memecah ikatan peptida dalam labu kuning sehingga menjadi peptida yang sederhana yang

dapat meningkatkan kadar protein. Menurut Arisandi (2012), semakin tinggi kadar protein labu
kuning maka semakin baik kualitas produk yang di hasilkan dengan kadar protein ca ke sebesar 9,45 g.
Tabel 4 di bawah ini menunjukkan kadar gizi tepung yang terfortifikasi bebagai konsentrasi
penambahan tepung labu kuning.
Tabel 4. Kadar Gizi (% ± SE ) Persentasei Penambahan Tepung Labu Kuning (%) pada tepung Komposit
Terigu dan Sukun.

Persentase Penambahan Tepung Labu Kuning (%)
0

5

10

15

20

25

Lemak
w= 0,56

1,52 ±
0,09
(a)

1,74 ±
0,19
(a)

1,62 ± 0,84
(a)

1,94 ± 0,76
(ab)

2,05 ± 0,79
(ab)

2,35 ±
0,29
(c)

Serat Kasar
w = 0,35

2,33 ±
0,49
(a)

2,60 ±
0,49
(ab)

2,74 ± 0,28
(b)

2,60± 0,17
(b)

4,17 ± 0,28
(c)

4,39 ±
0,29
(c)

Keterangan : *w = BNJ 5 % ** Angka-angka yang dikuti oleh huruf yang sama menunjukkan antar
perlakuan tidak beda nyata, sedangkan angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama menunjukkan
antar perlakuan berbeda nyata.

Lemak merupakan polimer yang tersusun atas unsur-unsur karbon, hidrogen, dan oksigen.
Lemak mempunyai sifat tidak larut dalam air. Struktur dasar lemak adalah triester dari gliserol yang
dinamakan trigliserida. Kadar lemak tepung sangat berhubungan erat dengan ketahanan produk
olahan yang berbahan dasar tepung terhadap ketengikan karena oksidasi lemak. Sehingga kandungan
kadar lemak tepung sukun adalah 2,72. Kadar lemak tepung sukun cukup tinggi dibandingkan kadar
lemak tepung terigu yang hanya 0,9% (Amarilia, 2013). Purata kadar lemak komposit terigu dan
sukun dengan penambahan tepung labu kuning mengandung kadar lemak sebesar 1,52 ± 0,09 sampai
dengan 2,35 ± 0,29. Dari Tabel 4 terlihat bahwa penambahan tepung labu kuning pada tepung
komposit berpengaruh terhadap kadar lemak tepung Tersulaku, yaitu semakin meningkat kadar lemak.
Menurut Saroinsong dkk. (2015), semakin tinggi penambahan persentase bubur labu kuning
dan bubur ketan maka kadar lemak berkisar 7,56 – 7,72%. Menurut Amarelia (2013) kadar lemak
dalam bakpao lebih sedikit dibanding dengan adanya perbedaan perlakuan penambahan tepung sukun
pada masing-masing kue. Kadar lemak yang tinggi pada tepung sukun juga mempengaruhi tingginya
kadar lemak pancake dan bakpao. Menurut Purnamasari dkk. (2015), lemak fla ke talas meningkat
seiring meningkatnya konsentrasi penambahan tepung labu kuning dan diikuti dengan menurunya
proporsi tepung talas. Oleh sebab itu kadar lemak yang terdapat pada tepung labu kuning adalah
3,60% sedangkan lemak talas sebesar 0,91%. Semakin banyak persentase tepung labu kuning yang
ditambahkan makan kadar lemak fla ke yang dihasilkan akan semakin meningkat.
Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa Purata serat kasar komposit terigu dan sukun dengan
penambahan tepung labu kuning mengandung serat kasar 2,33 ± 0,49 % sampai dengan sebesar 4,39
± 0,29. Dari Tabel 4 terlihat bahwa penambahan tepung labu kuning pada tepung komposit
berpengaruh terhadap kadar serat kasar tepung Tersulaku. Semakin bertambah persentase tepung labu
kuning maka semakin meningkat kadar serat kasar dari tepung Tersulaku. Serat kasar terdiri dari
senyawa selulosa, hemiselulosa dan lignin yang tidak dapat dicerna oleh manusia (Prawitasari dan
Estiningdriati, 2012). Menurut Saripudin (2006), keberadaan serat sangat penting diperlukan untuk
proses pengangkutan makanan dalam usus yaitu memperlancarkan gerak peristaltik usus. Selain itu
serat makanan juga diketahui dapat mengcegah beberapa penyakit seperti kanker usus dan kolesterol.
Menurut Tamba dkk. (2014) Jumlah kandungan serat tepung labu kuning relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan kandungan serat tepung terigu. Kandungan serat kasar tepung terigu sebesar
0,34 % berdasarkan hasil analisiss proksimat, dan serat kasar tepung labu kuning sebesar 5,9245%.
Hal ini disebabkan semakin persentasi tepung labu kuning ditambahkan makan semakin serat kasar
dalam tepung tepung komposit dimana kadar serat kasar sangat bermanfaat bagi tubuh manusia.

Tabel 5 di bawah ini menunjukkan kadar gizi tepung yang terfortifikasi bebagai konsentrasi
penambahan tepung labu kuning.
Tabel 5. Kadar Gizi (% ± SE ) Persentase Penambahan Tepung Labu Kuning (%) pada tepung Komposit Terigu
dan Sukun.

Persentase Penambahan Tepung Labu Kuning (%)
0
β-karoten
w= 0,56

5
0,28
±0,05
(a)

10

2,18 ±0,55
(b)

15
5,04 ±
0,0,37
(c)

5,72 ±0,26
(d)

20
10,81± 0,61
(c)

25
53,86 ±
0,98
(f)

Keterangan : *w = BNJ 5 % ** Angka-angka yang dikuti oleh huruf yang sama menunjukkan antar
perlakuan tidak beda nyata, sedangkan angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama menunjukkan
antar perlakuan berbeda nyata.

Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa Purata kadar Beta-Karoten tepung komposit terigu dan
sukun dengan penambahan tepung labu kuning mengandung kadar betakaroten sebesar 0,28 ± 0,05 %
sampai dengan 15,86 ± 0.98%. Dari Tabel 5 terlihat bahwa penambahan tepung labu kuning pada
tepung komposit berpengaruh terhadap kadar Beta-karoten tepung Tersulaku. Semakin bertambah
persentase tepung labu kuning maka semakin meningkat meningkat kadar beta-karoten dari tepung
Tersulaku. Menurut Intan (2014), kadar β-karoten labu kuning sebelum diolah sebesar 0,079 µg/g,
labu kuning yang telah diolah mengalami penurunan kadar beta karoten sebelum di olah. Hal ini
disebabkan pada proses pengolahan labu kuning menjadi tepung yang mengalami pemanasan setelah
ditepungkan melalui proses pengolahan selanjutnya dengan pemanasan sehingga produk yang
mengalami pemanasan dengan suhu yang tinggi dapat mengurangi kadar β-karoten.
Menurut Lestario dkk. (2012), kadar β-karoten mie semakin meningkat dengan semakin
meningkatnya penambahan tepung labu kuning sebesar 2,86% dan 15,51%. Menurut Safitry (2014)
β-karoten dari bubur instan dengan subtitusi tepung ikan gabus dan tepung labu kuning yang
dihasilkan sebesar 12,77-26,08 mg/100g. Menurut Malithasari (2007), betakaroten roti tawar dengan
penambahan berbagai konsentrasi tepung labu kuning sebesar 0,41±0,07 sampai dengan 10,77 ± 0,77.
Dari beberapa penelitian diatas, dapat diketahui bahwa kandungan β-karoten dalam tepung labu
kuning dalam campuran tepung komposit cukup tinggi. Menurut Gintoe (2009), kandungan
karotenoid total dalam bolu kukus tampa penambahan sari buah labu kuning adalah 1,154 µg/100 g
berat basah sedangkan pada penambahan sari buah labu kuning dengan konsentrasi 50% adalah
3,1155 µg/100 g berat basah.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat dirumuskan suatu kesimpulan
sebagai berikut: Peningkatan nilai gizi dari tepung fortifikasi labu kuning terhadap tepung komposit (
tepung sukun dan terigu) yaitu kadar air 13,0 ± 0, abu 2,55± 0,17, karbohidrat 49,86 ± 2,36, protein
12,30 ± 0,65, lemak 2,35 ± 0,29, serat kasar 4,39 ± 0,29, β-karoten 15,86 ± 0,98.
Saran
Penulis menyarankan bahwa perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan
persentase tepung sukun dan tepung labu kuning agar bisa mengetahui titik optimal pada pengujian
proksimat dan beta karoten.

DAFTAR PUSTAKA
Amarilia, 2012. Penga ruh Pena mba ha n Tepung Sukun (Artoca rpus communis) seba ga i Ba ha n
Pengga nti
seba gia n
Terigu
pa da
Pembua ta n
Pa nca ke
da n
Ba kpa o
:http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/1514 [Diakses 2 September 2016].
Andini.S. 2009. Penga ruh Intensita s Penyina ra n Terha da p Degra da si Ka roten Wortel (Da ucus
ca rota LINN) Seba gai Pewa rna Roti Ta war [ Tela a h Pema nfaata n Ka roten Sebaga i Pewarna
Roti Ta wa r. Skripsi. Universita s Kristen Sa tya Wa ca na , Fa kulta s Sa ins da n Ma tema tika ,
Prodig Kimia .
Anggrahini, S. L., Ratnawati. 2006. Pengkayaan β - ka roten Mie Ubi Ka yu denga n Tepung La bu
Kuning (Cucurbita ma xima Dulchenes). Majalah Ilmu dan Teknologi Pertanian. Staf
Pengajaran Teknologi Pertanian UGM.
AOAC, 2003. “Officia l Methods of
International,Gaithersburg, MD, USA.

Ana lysis ”.

17th

ed.

(2

revision).

AOAC

AOAC, 1990. Official Methods of Analysis of The Associa tion of Officia l Ana lytica l Chemist. 15 th
Ed. The Association Arlington. VA.
Arisandi. V. S. 2012. Uji Ka da r Protein da n Orga noleptik Pa da Ca ke La bu Kuning (Cucurbita
mocha ta )Denga n Pena mba ha n Pewa rna Ala mi. Skripsi. Pendidika n Biologi. Fa kulta s
Kegurua n da n Ilmu Pendidika n. Unversita s Muha mma diya h Sura ka rta .
Boham, G. 2015. Ka ra kteristik Fisikokimia dan Sensoris Mie Ba sa h berba ha n Ba ku Tepung Sukun
(Artoca rpus a ltillis. Fosberg) da n Tepung La bu Kuning (Cucurbita moscha ta . Durch).
Skirpsi.
JurusanTeknologi
Pangan.
Fakultas
Pertaniaan
UNSRAT.
[download.portalgaruda.org/article.php].
Gintoe.E. 2009. Penga ruh Intensitas Ca ha ya terha da p Degra da si Wa rna ka rotenoid La bu Kuning
(Cucurbita mochata Durch) Pa da Bolu Kukus. Skripsi. Jurusa n Kimia . Fa kulta s Sa ins da n
Ma tema tika . Universita s Kristen Sa tya Wa ca na .
Hartanti, F. D., Amanto. B. S., & Rahadian, D. 2013. Ka jia n Ka ra kteristik FisikoKimia Tepung
Sukun (Artoca rpuscommunis) Termodifika si denga n va ria si Konsentra si da n la ma
Perenda ma n Asa m La kta t., Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Sebelas Maret,
Jurnal Teknosains Pangan Vol 2 no 4 Oktober; ISSN; 2302-0733.
Hendrasty, H. K. 2003. Tepung La bu Kuning Pembua ta n da n Pema nfa a ta nnya . PenerbitKanisius,
Jogyakarta.
Ifgar. A. 2012. Penga ruh Pena mba ha n Tepung La bu Kuning (Cu curbita moscha ta ) da n Tepung
Terigu Terha da p Pembua ta n Biskuit. Skripsi. Jurusan Teknologi Pertanian , Fakultas
Pertanian , Universitas Hasanuddin Makassar.
Intan. F., Basito., Anam.C. 2014. Ka jia n Fisikomia da n Sensoori Tepung La bu Kuning (Cucurbita
moscha ta Durch) Seba ga i Subtitusi Tepung Terigu pa da Pa da Pembua ta n Eggroll . Jurnal
Teknosains Pangan Vol 3 No. 2 April 2014. [Hal 1-19].
Krisnawati. R. 2014. Penga ruh Subtitusi Purre Ubi Ja la r Ungu (Ipomea Ba ta ta s) Terha da pMutu
orga noleptik Roti Ta wa r. e-Journa l Boga .Vol 03,No 1. Ha l 79-88.
Lestario.N., Susilowati.M., dan Martono.Y. 2012. Pema nfa a ta n tepung La bu Kuning (Cucurbita
Moschata Durch) Sebaga i Ba ha n Fortifika si Mei Ba sa h. Prosiding Seminar Nasional Sains

dan Pendidikan Sains VII UKSW. Repository. Uksw. Edu/.../ Prosi_Lydia % 20 NL,% mari. [Hal
182 – 189).
Malithasari. P.,2011. Penga ruh Penambahan berbagai Konsentra si Tepung la bu Kuning (Cucurbita
mocha ta Durch) seba ga i Ba ha n Fortifika si pa da Roti Ta wa r. Skripsi. Jurusa n Kimia .
Fa kulta s Sa ins da n Ma tema tika . Universita s Kristen Sa tya Wa ca na .
Prawitasari, I. Dan Estiningdriati,2012. Kecerna an protein Ka sar dan sera t Kasar serta La ju Digesta
pa da Aya m Ara b ya ng Diberi Ra msum denga n Berba ga i Level Azolla Microphylla . Animal
Agriculture Journal, 1: 417-83.
Purnamasari. I dan Putri. W. 2015. Penga ruh Pena mba ha n Tepung La bu Kuning da n Na trium
Bika rbonat terha dap karakteristik Fla ke Ta la s. Jurnal pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.
1375-1385.
Ramadhani. G., Izzati. M., Parman. S. 2012. Ana lisiss Pproksima t, Antioksida n dan Kesuka a n Serea l
Ma ka na n Da ri Ba ha n Da sa r Tepung Ja gung (Zea ma ys L.) da n Tepung La bu Kuning
(Cucurbita mocha ta Durch). Buletin Anatomi dan Fisiologi Vol.XX, No2.
Rachamawati., Novita. R., Miko. A. 2016. Ka ra kteristik Orga noleptik Biskuit Berbasis Tepung La bu
Kuning (Cucurbita moscha ta ), Tepung Ka ca ng Koro (Mucuna Prurien), da n Tepung Sa gu
(Metroxilon Sa go). Indonesia Journal of Human Ntrition, Juni 2016. Vol.3 No.1 Suplemen: 9197.
Rahman, T., Lutfiyanty, H., dan Ekafitri, R., 2011. Optima si Pembua ta n Food Bar Berba sis Pa nga n.
Prosiding SNaPP sains, Teknologi, dan Kesehatan. ISSN: 2089-3582. Vol 2, No 1.
Rahmawati. L. 2014. Penga ruh Va riasi Bla nching dan La ma peremda ma n Asa m Asesta t (CH 3 OOH)
Terha da p Ka ra kterisitik Tepung La bu Kunin g Termodofika si. Jurnal Bioproses Komoditas
Tropis. Vol. 2 No. 2, [107-115].
Ratnasari, D dan Yunianta. 2015. Penga ruh Tepung kacang hijau, Tepung la bu kuning, Ma rga ring
Terha da p Fisikomia da n Orga noleptik Biskuit. Jurnal Pangan dan Agroindustri vol. 3 No 4 p.
1652-1661.
Rini, W. A. 2008. Penga ruh Penambahan Tepung Koro Gliding (Pha seolus luna tus) Terha da p Sifa t
Kimia da n Orga noleptik Mi Ba sa h denga n Ba ha n Ba ku Tepung Terigu ya ng Disubtitusi
Tepung Ubi Ja la r Ungu (lpoomoea ba ta ta s). Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Sebelae Maret, Surakarta.
Safitri. F., dan Hartini, S. 2013. SubtitusiBua h Sukun (Artoca rpusa ltillis. Forst) da la m Pembua ta n
Mie Ba sa h Berba ha n Da sa r tepung Ga plek Berprotein. Seminar Nasional Kimia Sains dan
Matematika, [repository.uksw.edu/.../T1_652008002].
Santoso, E. B. 2013. Penga ruh Pena mba ha n Berba ga i jenis da n Konsentra si Susu Terha da p sifa t
Sensoris da n Sifa t Fisikokimia Purre La bu Kuning (Cucurbita Mocha ta Durch). Jurnal
Teknosains Pangan Vol 2 No 3. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
Sari, D. 2015. Penga ruh Subtitusi Tepung La bu Kuning (Cucurbita mocha ta ) Terha da p Ka da r
Proksima t da n Kerenya ha nBiskuit. Skripsi. Jurusan Gizi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas
Muhammadiyah Surakarta. [4].
Saroinsong. R., Mandey. L., Lalujan. L. 2015. Penga ruh Pena mba ha n La bu Kuning (Cucurbita
moscha ta ) Terhada p Kualita s Fisikokimia Dodol. Teknologi Pa nga n [ ejournal.unsrat.ac.id].
Saripudin.U. 2006. Reka ya sa Proses Tepung Sa gu (Metroxylon sp.) da n Bebera pa Ka ra kternya .
Skripsi. Fa kulta s Teknologi Perta nia n. Institut Perta nia n Bogor.

SNI 01-3751-2006. Tepung terigu seba ga i ba ha n ma ka na n. Badan Standarisasi Nasional.
Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi. 1997. Prosedur Ana lisiss bahan ma kana n da n Perta nia n.
Penerbit Liberty Yogyakarta.
Sudarmadji, S. 1984. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Edisi Ketiga.
Yogyakarta: Liberty.
Tamba. M., Ginting. S., dan Limbong. L. 2014. Penga ruh subtiitusi tepung la bu Kuning Pa da
Tepung Terigu da n Konsentra si Ra gi Pa da Pembua ta n Dona t. Ilmu dan Teknologi Pangan.
Jurnal. Rekayasa Pangan dan Pert. Vol. 2. No. 2. [Hal 117-124].
Wijayanti, Y. 2007. Subtitusi Tepung Gandum (Triticum a estivum) denga n Tepung Ga rut (Ma ra nta
a rundina cea L.) pa da Pembua ta n Roti Ta wa r. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Jogyakarta.
Winarno, F. G. 2004. Kimia Pa nga n Da n Gizi. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Zainal. 2005. Ka jia n Pema nfaa tan Air Kela pa Menja di Minuma n Ringa n Bera roma Nena s. Jurna l
Sa ins da n Teknologi, Vol. 5 No.1:37 -49.

Dokumen yang terkait

M01915

1 1 10