SEMINAR INDONESIA BARU (PENDIDIKAN)

MENGUKUR KOMITMEN DAN KAPABILITAS KABINET INDONESIA
BERSATU DALAM MEMBAWA PERUBAHAN BANGSA: BIDANG
PENDIDIKAN
Oleh
Dr. Rochmat Wahab, MA
Pengantar
Bangsa Indonesia menuju ke arah perubahan bangsa secara potensial dan
aktual menghadapi persoalan internal dan eksternal. Secara internal, bangsa
Indonesia masih berada dalam kondisi krisis yang berkepanjangan, terlebih-lebih
terkait dengan kemampuan kerja maupun moral. Secara eksternal, semakin
sengitnya kompetisi global dan masuknya budaya asing yang sangat
bertentangan dengan nilai-nilai bangsa.
Kondisi-kondisi tersebut dapat merupakan tantangan dan hambatan
bangsa Indonesia dalam percaturan hidup di tengah-tengah kehidupan global.
Memang bangsa Indonesia dalam era informasi dewasa ini tidak dapat
menghindarkan diri, namun sebaliknya harus terus mengupayakan dalam
pengembangan diri baik secara individual maupun kolektif.
Keinginan melakukan perubahan - yang menjadi tekad pemerintahan baru
Indonesia - merupakan suatu komitmen yang sangat patut dihargai dan
disambut, terlebih-lebih di bidang pendidikan. Perubahan di bidang pendidikan
dapat menjadi langkah yang sangat strategis, karena menyentuh pada pelaku

perubahan dan pembangunan bangsa menuju Indonesia baru.
Persoalan Pendidikan di Indonesia
Banyak persoalan pendidikan yang dihadapi bangsa Indonesia, yang sungguh
menuntut pemerintah baru dan masyarakat untuk terlibat di dalamnya. Pertama,
keterbatasan akses pendidikan anak bangsa akibat ketidakberuntungan
ekonomis, geografis, budaya, kondisi fisik, dan sebagainya. Terbatasnya akses
pendidikan bagi anak bangsa, tidak hanya karena mahalnya biaya pendidikan,
jauhnya tempat pendidikan, bias gender, melainkan juga kecacatan.
Kedua, rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Rendanya intake,
proses, dan prestasi lulusan, sehingga dapat berpengaruh terhadap kemampuan
lulusan untuk menghadapi kompetisi di tengah-tengah masyarakat, bahkan di
tengah percaturan ekonomi global.
Namun yang jauh lebih penting adalah
rendahnya kualitas pendidikan dapat berpengaruh terhadap kepribadian dan
moralitas bangsa.
Ketiga, rendahnya efisiensi pengelolaan pendidikan karena masih banyak
praktek KKN. Rendahnya efisiensi pengelolaan pendidikan dapat mengurangi
produktivitas pendidikan, sehingga menyebabkan pendidikan berbiaya tinggi,
yang pada akhirnya praktek pendidikan yang terjadi hanya untuk sejumlah kecil
anak bangsa.

*Dibahas pada Seminar Nasional The New Life of Indonesia dengan Tema mengukur Komitmen
dan Kapabilitas Kabinet Indonesia Bersatu dalam membawa Perubahan Bangsa”, yang
diselenggarakan pada Rabu, 1 Desember 2004 di Aula Fakultas Ekonomi UNS.

1

Keempat. masih banyak guru dan dosen yang belum menunjukkan
kualifikasi yang memadai. Akibatnya kualitas proses dan produk pendidikan
kurangh dapat dijamin.
Kelima, para birokrat dan politisi belum menunjukkan political will yang
menggembirakan terhadap pendidikan. Akibatnya pendidikan belum dianggap
sebagai faktor kunci untuk melakukan perubahan bangsa.
Keenam, masih rendahnya kepedulian dan partisipasi para dunia usaha
dan bisnis terhadap pendidikan. Akibatnya pembiayaan pendidikan hanya
bertumpu pada pemerintah dan orangtua. Sungguh berat yang harus ditanggung
oleh masyarakat, padahal stakeholders pendidikan juga para dunia usaha dan
industri.
Menuju Perubahan Bangsa
Perubahan merupakan kata kunci yang sangat penting dan strategis untuk
memberikan jawaban terhadap krisis yang dilanda bangsa Indonesia dewasa ini,

terlebih-lebih kondisi krisis ini nampak masih belum menentu titik akhirnya. Jika
diperhatikan benar sikap `hipokrit` bangsa, terutama para pengambil keputusan
masih lebih menguasai setiap langkah upayanya, di samping memang
penyelesaian krisis bangsa masih bersifat parsial, belum komprehensif.
Paradigma kepemimpinan bangsa memang harus dirubah. Perubahan itu
dapat diwujudkan dalam berbagai hal. Pertama, visi kepemimpinan bahwa
pimpinan bukanlah penguasa, melainkan pelayan, pemegang amanah, dan
khalifah Allah di bumi dan sekaligus sebagai hamba-Nya. Kedua, pimpinan
dipandang bukan hanya sebagai bos atau manager, melainkan leader yang
menjadikan warga negara sebagai subjek. Ketiga, manajemen terbuka menjadi
prinsip dalam mengemban kepemimpinan pada semua level. Keempat,
hubungan antar pimpinan lebih bersifat networking, daripada hirarkhis. Kelima,
pemberdayaan terhadap masyarakat merupakan kunci pembangunan bangsa.
Mengkritisi Visi dan Kebijakan Kabinet Indonesia Baru bidang Pendidikan
Berdasarkan tekad Kabinet Indonesia Bersatu, bahwa Kabinet Indonesia Bersatu
memiliki komitmen untuk melakukan Kontrak Politik. Kontrak politik di antaranya
dapat diwujudkan agenda 100 hari dan agenda jangka menengah, 5 tahun.
1. Agenda 100 hari Depdiknas
a. Kebijakan perbukuan tingkat SD s.d SM yang customer oriented
dengan ketentuan keberlakuan buku teks untuk 5 tahun.

b. Kebijakan SPP dengan sistem subsidi silang, disertai dengan
sistem governance yang baik untuk penarikan, penyimpangan,
penggunan,
pembukuan,
dan
pertanggungjawaban
dana
masyarakat.
c. Bekerja sama dengan pemerintah daerah tertentu memberlakukan
ketentuan Wajib Belajar 12 tahun di daerahnya melalui instrumen
hukum perda.

2

d. Mencanangkan guru sebagai suatu profesi seperti halnya akuntan,
dokter, pengacara, dlsb yang bersetifikat dan bernomor register,
serta memiliki kode etik.
e. Magang kepala sekolah dari daerah tertinggal pada sekolah dari
daerah maju.
f. Resktrurisasi Depdiknas dengan menghilangkan Dirjen Olahraga

dan membagi Dirjen Dikdasmen menjadi Dirjen Dikdas dan
Dikmenum.
Jika memperhatikan enam butir agenda Depdiknas 100 hari nampak
bahwa Menteri belum sepenuhnya memahami persoalan pendidikan
nasional, bahkan yang jauh lebih penting adalah UU RI. No 20 tahun
2003. Ada beberapa hal penting yang patut direnungi, di antaranya:
 Persoalannya bukan soal waktu membikin ketentuan atau atruran yang
menyangkut pengadaan buku, namun substansi yang dpandang
penting dari pengadaan buku. Bahwa kehadiran buku teks tidak bisa
dipisahkan dari kurikulum yang menjadi acuannya. Kurikulum selama
selalu berkisar usianya selama sekitar 10 tahun, tetapi mengapa buku
teks dibatasi hanya lima tahun. Jika terjadi perubahan informasi dan
perkembangan ilmu dan teknologi, akan lebih efisien manakala yang
dilakukan adalah membuat buku atau teks suplemen untuk bagi guru,
bukan melakukan perubahan buku bagi siswa, karena cara ini
memerlukan biaya tinggi.
 Kebijakan SPP sebenarnya hanya berlaku untuk SMA, tetapi untuk SD
dan SMP seharusnya tidak ada, karena sebagai konsekuensi dari
Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun. Baik untuk biaya di sekolah
negeri maupun swasta, biaya pendidikan dasar minimal wajib

ditanggung oleh pemerintah. Jika ada sekolah yang menghendaki
biaya untuk peningkatan proses pendidikan sebagai konsekuensi dari
program dapat dilakukan melaui pembicaraan dengan komite sekolah,
apakah akan terjadi subsidi silang atau apapun cara lainnya yang
dapat diterima oleh orangtua pada khususnya.
 Upaya ini baik sekali untuk mendorong daerah-daerah tertentu yang
sudah berhasil menuntaskan Wajar 9 tahun. Namun jumlah daerah
propinsi dan kabupaten/kota yang sudah berhasil baru dalam hitungan
jari, masih banyak sekali yang belum berhasil. Jika persoalan
pemerataan yang menjadi kepeduliannya, justru perlu dicari alternatif
cara yang dapat mengakselerasi penuntasan Wajar 9 tahun.
 Memantapkan status guru sebagai jabatan profesional bukanlah
merupakan upaya singkat, namun membutuhkan proses yang
panjang. Yang dapat dilakukan untuk jangka pendek hanya yang
bersifat adminitsratif saja, misalkan terkait dengan peraturan
peruindang-undangan yang sudah lama menjadi bahan kajian semua
pihak. Namun sangat disayangkan bahwa konsep UU Guru hanya
lebih terkait dengan aspek kesejahteraan, perlindungan hukum, dan

3






status sosial guru, padahal yang jauh lebih berarti adalah peningkatan
kompetensi dan mutu guru.
Upaya magang kepala sekolah daerah tertinggal ke daerah maju
bukanlah suatu yang baru, karena selama ini sudah ada program
semacam ini, bahkan lebih baik termasuk mengirim kepala sekolah
daerah maju ke daerah tertinggal sebagai upaya pendampingan
langsung. Dengan demikian terjadi sharing dua arah. Tentu saja tidak
menutup kemungkinan antar kepala sekolah di suatu provinsi saja,
karena ada sisi positif yang dapat diambil, yaitu kesamaan latar
belakang sosial dan budaya.
Pembagian Dirjen Dikdasemen menjadi dua direktorat jenderal
mengindikasikan bahwa adanya keterbatasan pemahaman terhadap
otonomi pendidikan yang selama ini sedang berproses. Tugas pokok
dan fungsi Dirjen Dikdasmen yang semula dimiliki pada era
sentralisasi, sebagian besar telah dialihkan ke dinas kota/kabupaten,

sehingga tidak cukup alasan untuk membagu dua dirjen, jika ingin
menghendaki peningkatan efisiensi pengelolaan pendidikan.

2. Agenda Depdiknas 5 tahun ke depan
a. Penyelenggaraan pendidikan jalur formal yang terkait dengan
kondisi institusi dan peserta didik yang didukung oleh kontitusi
yang ada dan rasa keadilan.
b. Penyelenggaraan pendidikan jalur non formal lebih diorientasikan
kepada layanan pendidikan sebagai pengganti, penambah, dan
atau pelengkap pendidikan formal dan tetap berbasis pada
masyarakat.
c. Pendidikan nasional diorientasikan membangun manusia
seutuhnya.
d. Kurikulum dan Standar Kompetensi Nasional diharapkan
mampu mengantar peserta didik memiliki kompetensi sesuai
dengan jenis dan jenjang pendidikannya.
e. Ujian Ahir Nasional masih diperlukan untuk kendalikan mutu,
terutama untuk SD sampai dengan SM.
f. Guru dikembangkan menjadi sebuah profesi profesi seperti halnya
akuntan, dokter, pengacara, dlsb yang bersetifikat dan bernomor

register, serta memiliki kode etik.
g. Untuk mengendalikan mutu proses pendidikan pada jalur dan
jenjang pendidikan manapun, pemerintah bertanggung jawab
menetapkan buku tertentu sebagai buku acuan bagi peserta didik.
h. Setiap lembaga pendidikan mengembangkan sarana perustakaan
sesuai dengan status dan fungsinya.
i. Prasarana dan sarana (selain perpustakaan dan buku) dilakukan
oleh lembaga pendidikan di bawah pengawasan lembaga
perwakilan stakeholders yang relevan.

4

j.

Pembiayaan pendidikan belum berhasil diperjuangkan sebanyak
20% dari konstitusi, sehingga masyarakat diharapkan dapat
memberikan kontribusinya.
k. Pengendalian mutu pendidikan secara menyeluruh dilakukan
melalui penjaminan mutu dan akreditasi.


Jika memperhatikan kebijakan pendidikan nasional 5 tahun ke depan, maka
ada beberapa catatan penting yang perlu diperhatikan, yaitu di antaranya:
 Untuk menghasilkan suatu praktek penyelenggaraan pendidikan
formal perlu ketuntasan dalam pemahaman terhadap kondisi obyektif
peserta didik dan kemampuan institusi.
 Pada prakteknya tidak semua jalur pendidikan non formal mampu
menerapkan misinya, karena tidak semua pelaku pendidikan di
masyarakat memiliki kesanggupan dan tanggung jawab dalam
pelaksanaan pendidikan yang dikelola oleh masyarakat.
 Paradigma membangun manusia, merupakan suatu yang ideal,
tetapi dalam implementasinya ternyata tidak mudah,.
 Kurikulum yang diorentasikan untuk menghasilkan lulusan ynag
kompeten memang sangat penting, namun dalam implementasinya
perlu memungkinkan peserta didik dapat menjadi agen perubahan
dan mampu menyesuaikan dengan tuntutan pembangunan.
 Ujian Akhir Nasional masih dipandang sebagai aspek penting dalam
pengendalian mutu pendidikan, terutama untuk SD sampai dengan
SM. Namun UAN seyogyanya bukan dianggap sebagai satu-satunya
variabel penting dalam penentuan kelulusan, apalagi dikaitkan
dengan rumusan tujuan institusional pendidikan.

 Dalam pengelolaan guru, menjadikan guru sebagai suatu profesi
merupakan upaya yang sungguh terpuji, namun untuk penentuan
keprofesionalan guru, organisasi profesi dewasa ini masih belum
dapat dipercaya sepenuhnya menjadi satu-satunya lembaga
penentu. Dengan demikian Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan masih bisa diberikan kepercayaan untuk mengemban
amanat ini.
 Untuk pengendalian mutu proses pendidikan memang pemerintah
yang didukung tim yang kompeten cukup tepat dapat menentukan
buku teks bagi peserta didik, namun untuk pendidikan tinggi
sepenuhnya berada di tangan dosen yang mengampunya.
 Perjuangan untuk berhasilnya anggaran 20% untuk pendidikan perlu
disikapi secara kritis, karena pada tataran implementasinya perlu
disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsinya. Bisa saja di daerah
tertentu, anggaran yang perlu disiapkan untuk ukuran kualitas
tertentu, cukup tersedia 18%, dari APBD namun di daerah lain,
anggaran yang perlu diapkan untuk ukuran kualitas yang sama perlu
disiapkan sejumlah 25% dari APBD.
 Pengendalian mutu pendidikan perlu terus dilakukan sebagai
pertanggungjawaban terhadap masyarakat. Namun kehadiran misi

5

penjaminan mutu dan akreditasi perlu didukung dengan akuntabilitas
kinerjanya, karena seringkali lebih dipentingkan formalitas
administratifnya saja.

Alternatif Solusi kebijakan bidang Pendidikan
1. Melakukan baseline survey
Baseline survey merupakan upaya yang strategis untuk membangun suat
data base, yang pada akhirnya sangat bermanfaat bagi pembuatan rencana
baik jangka pendek, menengah, maupun, panjang.
2. Rekruitmen dan pembinaan guru
Rekruitmen guru dan tenaga kependikan lainnnya yang dilakukan secara
profesional, sangatlah berarti bagi rekruitmen yang dibangun lebih bersifa
administrative dan politis.
3. Mempercepat launching RPP
Untuk dapat mempercepat implementasi UU Sisdiknas perlu dipercepat
proses penyelesaian draf dan pendeklarasian PP-PP-nya, sehingga dapat
dijadikan pijakan dalam operasional penyelenggaraan pendidikan.
4. Kebijakan UAN
Untuk mengebdalikan mutu pendidikan perlu dilakukan UAN secara
bertanggung jawab.
5. Kurikulum baru
Kurikulum baru yang sudah diujicobakan perlu segera diresmikan dan
dilaunchingkan, sehingga ada kejelasan langkah kegiatan pendidikan di
lapangan
6. Pajak pendidikan
Untuk membantu pengadaan dana pendidikan perlu ada pajak pendidikan
bagi dunia usaha dan inindustri.
7. Pembebasan SPP dan subsidi minimal
Pembebasan SPP perlu dilakukan bagi semua siswa SD dan SMP yang
diwujudkan berupa sumbangan minimal untuki operasional pendidikan,
sedangkan bagi siswa berkemampuan tinggi yang tak mampu secara
finansial perlu dibebaskan SPP-nya.
8. KKN di lingkungan Depdiknas
Untuk menjamin pemerintahan bersih di lingkungan Depdiknas, perlu
dibersihkan praktek-praktek KKN dengan tetap berkoordinasi dengan sektor
lain.

6

9. Pemberantasan Narkoba
Untuk menjamin keberhasilan pendidikan bagi generasi penerus, maka upaya
pemberantasan narkoba di semua lini perlu terus dilakukan secara intensif
dan koordinatif.
Penutup
Ada kesan bahwa pendidikan belum dijadikan panglima dalam program
pembangunan Kabinet Indonesia Bersatu, sehingga belum banyak berharap
bahwa krisis dapat diselesaikan dalam waktu yang dekat, karena manusia
sebagai pelaku pelaku utama pembangunan belum menjadi prioritas dalam
kebijakan dan program Kabinet Indonesia Bersatu. Demikian beberapa pokok
pikiran yang dapat dijadikan bahan untuk men-encorage peserta dalam
menghasilkan ide-ide yang dapat memberikan solusi dalam persoalan
pendidikan yang lebih luas.

7