this file 843 1583 1 SM

KESIAPAN AKUNTAN PUBLIK MELAKUKAN AUDIT
PADA LEMBAGA EKONOMI SYARI’AH
Ratno Agriyanto1
Abstract
Along with the development of incorporated company in which the owner no longer manages its
own capital to the business but has been entrusted to someone else to manage, so the presence of
public accountant is more needed. Similarly to the Islamic economic institutions, auditing this
institutions by public accountant is required as well. However, there is possible constraint on the
part of public accountants as they graduated from the non-islamic education. So, the purpose of
this research is to determine how is the level of preparedness of public accountants to audit the
Islamic economic institutions. The methodology used in the research were as follows: (1) data
collection method was by spreading the field survey questionnaire. (2) research population was the
public accountant in the city of Semarang (3) the analysis used in the research was a descriptive
qualitative approach. The result showed that the public accountant is ready to carry out audits
toward the Islamic economic institutions.
Keywords: Readiness Audit, Certified Public Accountants, Institute of Islamic Economics

PENDAHULUAN
Semangat untuk menghidupkan dan menerapkan nilai-nilai Islam didalam kegiatan ekonomi
dan keuangan telah mulai nampak pada masyarakat serta pemerintah, walaupun terdapat sebagian
diantaranya yang masih menjadi penonton yang kritis. Islam adalah sebagai sebuah sistem nilai

dan ekonomi syari’ah tentunya merupakan subsistem dari sistem nilai tersebut yang juga meliputi
akidah dan akhlak. Agar sistem nilai tersebut dapat berfungsi dengan baik dan menjadikan islam
benar-benar sebagai “rahmatan lil’alamin”, maka subsistem-subsistem didalamnya (aqidah, syari’ah,
akhlak) harus dikembangkan secara bersama-sama, saling berinteraksi dan melengkapi satu sama
lain melalui suatu proses yang berkesinambungan. Artinya, ekonomi syari’ah sendiri tidak akan
dapat mewujudkan suatu masyarakat madani tanpa diikuti dengan pengembangan dan penerapan
dibidang akidah serta akhlak kepada semua pelaku ekonomi syari’ah. Contoh konkritnya dibidang
keuangan syari’ah misalnya, pihak yang dituntut untuk berlaku jujur dan adil bukan hanya lembaga
keuangannya saja, tetapi nasabah dan mitra usahanya juga dituntut hal yang sama. Dengan demikian,
tidak akan ada lagi, misalnya, suatu perusahaan yang memiliki lebih dari satu macam Laporan
Keuangan untuk periode waktu yang sama untuk kepentingan yang berlainan. Persoalannya adalah,
apakah perusahaan-perusahaan kita sudah siap dengan konsekwensinya seperti berurusan dengan
kantor pajak?. Kejujuran dan keadilan bukan merupakan monopoli ajaran islam, tetapi merupakan
ajaran universal dan islam adalah agama universal.

1

Dosen Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang
E-mail : [email protected]


Nomor 1I / Edisi II / November 2010

71

Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ekonomi Islam
Perkembangan lembaga ekonomi syari’ah khususnya lembaga keuangan syari’ah dalam 8 tahun
terakhir ini sangat menggembirakan, sebagai contoh jumlah bank syari’ah mengalami peningkatan
dari hanya 5 bank syari’ah (termasuk Unit Usaha Syari’ah/UUS dari bank-bank konvensional) dan
62 kantor cabang pada tahun 2000 menjadi 31 bank syari’ah (termasuk 28 UUS) dengan 602 kantor
cabang dan kantor kas pada akhir Juli 2008. Total dana pihak ketiga telah mencapai Rp.13,585
triliun pada akhir tahun 2005 atau naik menjadi lebih dari 1,30% dibandingkan dengan tahun 2000
sebesar Rp.1,029 triliun. Pada akhir Juli 2008, dana pihak ketiga tersebut telah mencapai Rp.32,898
triliun. Total pembiayaan mencapai Rp. 15,120 triliun pada akhir tahun 2005 atau naik sekitar
1,40% dibandingkan dengan akhir tahun 2000 sebesar Rp.1,271 triliun. Pada akhir Juli 2008, total
pembiayan yang diberikan mencapai Rp.35,190 triliun.2
Lembaga ekonomi syari’ah adalah sebuah lembaga ekonomi yang dalam kegiatan
operasionalnya berpedoman kepada prinsip syari’ah3. Untuk mendukung perkembangan lembaga
ekonomi syari’ah khususnya lembaga keuangan syari’ah pemerintah mengeluarkan beberapa regulasi
khusus yang terkait dengan pengendalian agar keberadaan lembaga keuangan syari’ah tersebut
dapat terus berkembang sehat serta memberikan konstribusi bagi perkembangan ekonomi secara

nasional, beberapa ketentuan tersebut antara lain : (1) Peraturan Menteri Negara Koperasi Dan
Usaha Kecil Dan Menengah Republik Indonesia NOMOR : 39/Per/M.KUKM/XII/2007 Tentang
Pedoman Pengawasan Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah Dan Unit Jasa Keuangan Syari’ah Koperasi,
pasal 7 point c. disebutkan bahwa ketaatan wajib audit bagi KJKS dan UJKS Koperasi yang
mempunyai jumlah volume usaha dalam 1 (satu) tahun paling sedikit Rp.1.000.000.000.,-(satu
miliar rupiah);dan (2) Undang-undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah, pasal 35
point 3 disebutkan bahwa Neraca dan perhitungan laba rugi tahunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) wajib terlebih dahulu diaudit oleh Kantor Akuntan Publik.
Dengan adanya ketentuan tersebut maka lembaga ekonomi syari’ah khususnya lembaga
keuangan syari’ah yang semakin berkembang akan banyak membutuhkan jasa akuntan publik.
Namun dilain pihak seluruh akuntan publik adalah berlatar belakang pendidikan sarjana lulusan
fakultas ekonomi jurusan akuntansi Perguruan Tinggi Negeri Umum atau mempunyai ijazah yang
disamakan4. Dan dimungkinkan pengetahuan mereka tentang lembaga ekonomi syari’ah sangat
terbatas. Oleh karena itu rumusan permasalahan adalah bagaimana kesiapan akuntan publik
mengaudit lembaga ekonomi syari’ah.
Adapun tujuan penelitian adalah: (1). Untuk mengetahui bagaimana tingkat kesiapan akuntan
publik terhadap penugasan audit pada lembaga ekonomi syari’ah (2). Memberikan informasi kepada
pihak-pihak terkait khususnya Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Kantor Akuntan Publik (KAP),
Lembaga Pendidikan Penyelengara Pendidikan Profesi Akuntan, Lembaga Ekonomi Syari’ah tentang
kesiapan akuntan publik dalam mengaudit lembaga ekonomi syari’ah. Sehingga hasil penelitian

ini dapat dijadikan dasar untuk merumuskan kebijakan strategis dimasa yang akan datang. Serta
(3) Bagaimana model strategi pembelajaran yang efektif dan efisien agar akuntan publik dapat
mengaudit lembaga ekonomi syari’ah secara lebih profesional.
TELAAH TEORITIS
1. Akuntan Publik
Profesi akuntan publik dikenal oleh masyarakat dari jasa audit yang disediakan bagi pemakai
informasi keuangan. Timbul dan berkembangnya profesi akuntan publik disuatu negara adalah
sejalan dengan berkembangnya perusahaan serta berbagai bentuk badan hukum perusahaan dinegara
2

Rizqullah (2008) Majalah Bank & Manajemen, Edisi 113, hal 11.
UU No.3/2006 tentang Peradilan Agama pasal 49
4
UU No. 34 tahun 1954 tentang pemakaian gelar akuntan
3

72

Nomor 1I / Edisi II / November 2010


Ratno Agriyanto
tersebut. Jika perusahaan-perusahaan yang berkembang dalam suatu negara masih berskala kecil
dan masih menggunakan modal pemiliknya sendiri untuk membelanjai usahanya, jasa audit yang
dihasilkan oleh profesi akuntan publik belum diperlukan oleh perusahaan – perusahaan tersebut.
Begitu juga jika sebagian besar perusahaan berbadan hukum selain perseroan terbatas (PT) yang
bersifat terbuka, di negara tersebut jasa audit profesi akuntan publik belum terlalu banyak diperlukan
oleh masyarakat usaha.
Dalam perusahaan berbadan hukum perseroan terbatas yang bersifat terbuka, saham perusahaan
dijual kepada masyarakat umum melalui pasar modal, dan pemegang saham sebagai pemilik
perusahaan terpisah dari manajemen perusahaan. Dalam bentuk badan usaha ini, pemilik perusahaan
menanamkan dana mereka di dalam perusahaan dan manajemen perusahaan berkewajiban
mempertanggungjawabkan dana yang dipercayakan kepada mereka. Laporan keuangan perusahaan
di samping digunakan untuk keperluan manajemen perusahaan, juga dimanfaatkan oleh pemilik
perusahaan untuk menilai pengelolaan dana yang dilakukan oleh manajemen perusahaan. Untuk
lebih meyakini tentang kewajaran penyajian laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen maka
diperlukan adanya pihak yang independen untuk menilai kewajaran laporan keuangan. Pihak yang
independen tersebut dinamakan akuntan publik. Struktur hubungan antara akuntan publik dengan
manajemen perusahaan, kreditur, investor, dan pihak luar lain dapat dijelaskan pada gambar 1.
Pemakai Informasi
Keuangan


Pembuat Asersi

Kreditur, Investor
dan Pihak Luar lain

Menyajikan
Manajemen
Perusahaan

Auditor
Independen

Laporan Keuangan
Menyajikan
Laporan Keuangan
Auditan

Mengaudit


Laporan Audit
Profesi Akuntan
Publik

Menyusun

Sumber : Mulyadi, 1998
Gambar 1. Struktur Hubungan Antara Akuntan Publik Dengan Manajemen Perusahaan, Kreditur,
Investor, Dan Pihak Luar Lain.
Dalam perkembangan usahanya, baik perusahaan perorangan maupun berbagai perusahaan
berbentuk badan hukum yang lain tidak dapat menghindarkan diri dari penarikan dana dari pihak
luar, yang tidak selalu dalam bentuk penyertaan modal dari investor, tetapi berupa penarikan
pinjaman dari kreditur. Dengan demikian, pihak–pihak yang berkepentingan terhadap laporan
keuangan perusahaan tidak lagi hanya terbatas pada para pemimpin perusahaan, tetapi meluas
kepada para investor dan kreditur serta calon investor dan calon kreditur.
Di Indonesia, berkembangnya profesi akuntan publik pernah mendapat dorongan dari
pemerintah dalam tahun 1979 sampai dengan 1993, ditandai dikeluarkannya Keputusan Menteri
Keuangan nomor 108/KMK 07/1979 tentang penggunaan laporan pemeriksaan akuntan publik untuk
memperoleh keringanan dalam penentuan pajak perseroan5.
5


Keputusan Menteri Keuangan nomor 108/KMK 07/1979 tentang penggunaan laporan pemeriksaan akuntan publik
untuk memperoleh keringanan dalam penentuan pajak perseroan.

Nomor 1I / Edisi II / November 2010

73

Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ekonomi Islam
2

Lembaga Ekonomi Syari’ah
Istilah lembaga ekonomi syari’ah dapat ditemukan dalam UU No. 3/2006 tentang peradilan
agama, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan ekonomi syari’ah adalah perbuatan atau kegiatan
usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari’ah, antara lain meliputi: Bank syari’ah, Lembaga
keuangan mikro syari’ah, Asuransi syari’ah, Reasuransi syari’ah, Reksadana syari’ah, Obligasi
syari’ah dan surat berharga berjangka menengah syari’ah, Sekuritas syari’ah, Pembiayaan syari’ah,
Pegadaian syari’ah, Dana pensiun lembaga keuangan syari’ah dan Bisnis syari’ah.
Dalam menjalankankan kegiatan transaksinya ekonomi syari’ah mempunyai asas / prinsip
dan karateristik sebagai berikut 6: (1) Asas transaksi syari’ah yang terdiri dari : Pertama.adalah

asas persaudaraan (ukhuwah) esensinya merupakan nilai universal yang menata interaksi sosial
dan harmonisasi kepentingan para pihak untuk memanfaatkan secara umum dengan semangat saling
tolong menolong. Transaksi syari’ah menjunjung tinggi nilai kebersamaan dalam memperoleh
manfaat (sharing economics) sehingga seseorang tidak boleh mendapat keuntungan di atas kerugian
orang lain. Ukhuwah dalam transaksi syari’ah berdasarkan prinsip saling mengenal (ta’aruf), saling
memahami (tafahum), saling menolong (ta’awun), saling menjamin (takaful), saling bersinergi
dan beraliansi (tahaluf). Kedua adalah asas keadilan (‘adalah) esensinya menempatkan sesuatu
hanya pada tempatnya dan memberikan sesuatu hanya pada yang berhak serta memperlakukan
sesuatu sesuai dengan posisinya. Implementasi keadilan dalam kegiatan usaha berupa aturan prinsip
muamalah yang melarang adanya unsur; riba, Kezaliman (merugikan diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan), Maysir (unsur judi dan sifat spekulatif), Gharar (unsur ketidakjelasan), dan Haram
(baik dalam barang maupun jasa serta aktivitas operasional). Ketiga adalah asas Kemaslahatan
(mashlahah) esensinya merupakan segala bentuk kebaikan dan manfaat yang berdimensi duniawi
dan ukrawi, materiil dan spiritual, serta individual dan kolektif. Kemaslahatan yang diakui harus
memenuhi dua unsur yakni kepatuhan syari’ah (halal) serta bermanfaat dan membawa kebaikan
(thayib) dalam semua aspek secara menyeluruh yang tidak kemudharatan. Transaksi syari’ah yang
dianggap bermaslahat harus memenuhi secara keseluruhan unsur-unsur yang menjadi tujuan
ketetapan syari’ah (maqasid syari’ah) yaitu berupa pemeliharaan terhadap ; akidah, keimanan, dan
ketaqwaan (dien), akal (‘aql), keturunan (nasl), jiwa dan keselamatan (nafs) dan harta benda
(mal).Keempat adalah asas keseimbangan (tawazun) esensinya meliputi keseimbangan aspek material dan spiritual, aspek privat dan publik, sektor keuangan dan sektor riil, bisnis dan sosial,

keseimbangan aspek pemanfaatan dan pelestarian. Transaksi syari’ah tidak hanya menekankan
pada maksimalisasi keuntungan perusahaan semata untuk kepentingan pemilik. Akan tetapi pada
semua pihak yang dapat merasakan manfaat adanya suatu kegiatan ekonomi. Kelima adalah asas
universalitas esensinya dapat dilakukan oleh, dengan untuk semua pihak yang berkepentingan (stakeholder) tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan, sesuai dengan semangat kerahmatan
semesta (rahmatan lil alamain).
Implementasi transaksi yang sesuai dengan paradigma dan asas transaksi syari’ah harus memiliki
karateristik dan persyaratan sebagai berikut : (1) Transaksi hanya dilakukan berdasarkan prinsip
saling paham dan saling ridha; (2) Prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang objeknya halal
dan baik (thayib); (3) Uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai, bukan
sebagai komoditas;(4) Tidak mengandung unsur riba; (5) Tidak mengandung unsur kezaliman; (6)
Tidak mengandung unsur maysir; (7) Tidak mengandung unsur gharar; (8) Tidak mengandung
unsur haram; (9) Tidak menganut prinsip nilai waktu dari uang; (10) Transaksi dilakukan berdasarkan
suatu perjanjian yang jelas dan benar serta untuk keuntungan semua pihak tanpa merugikan pihak

6

Ikatan Akuntan Indonesia, Standar Akuntansi Keuangan Tentang Kerangka Dasar Penyusunan Dan Penyajian Laporan
Keuangan Syari’ah, Jakarta : Salemba Empat, 2007, hal. 5

74


Nomor 1I / Edisi II / November 2010

Ratno Agriyanto
lain; (11) Tidak ada distorsi harga melalui rekayasa permintaan (najasy), maupun melalui rekayasa
penawaran (ihtikar) serta (12) Tidak mengandung unsur kolusi dengan suap menyuap (risywah).
Pedoman Akuntansi Syari’ah di Indonesia7 :
Kerangka dasar ini menyajikan konsep yang mendasari penyusunan dan penyajian laporan
keuangan bagi para penggunanya. Tujuan kerangka dasar ini adalah untuk digunakan sebagai acuan
bagi : (1) Penyusun standar akuntansi keuangan syari’ah, dalam melaksanakan tugasnya ; (2)
Penyusunan laporan keuangan, untuk menanggulangi masalah akuntansi syari’ah yang belum diatur
dalam standar akuntansi syari’ah; (3) Auditor, dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan
keuangan disusun sesuai dengan prinsip akuntansi syari’ah yang berlaku umum dan (4) Para
pengguna laporan keuangan, dalam menafsirkan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan
yang disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan syari’ah.
Dalam kerangka ini disebutkan unsur-unsur laporan keuangan antara lain: (1) Komponen
laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan komersial adalah laporan posisi keuangan, laporan
laba – rugi, laporan arus kas, dan Laporan perubahan ekuitas. Dan (2) Komponen laporan keuangan
yang mencerminkan kegiatan sosial adalah laporan sumber dan penggunaan dana zakat, dan Laporan
sumber dan penggunaan dana kebajikan.
Dalam pedoman akuntansi syari’ah di Indonesia meliputi. Pertama. Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) No.101 tentang penyajian Laporan Keuangan Syari’ah. Pernyataan
ini bertujuan untuk mengatur penyajian dan pengungkapan laporan keuangan untuk tujuan umum
(general purpose financial statements) untuk entitas syari’ah. Yang selanjutnya disebut “laporan
keuangan”, agar dapat dibandingkan baik dengan entitas syari’ah periode sebelumnya maupun
dengan entitas syari’ah yang lain. Penyusunan laporan keuangan entitas syari’ah atas dasar akrual
kecuali laporan arus kas dan perhitungan pendapatan untuk tujuan pembagian hasil usaha. Dalam
penghitungan pembagian hasil usaha didasarkan pada pendapatan yang telah direalisasikan menjadi
kas (dasar kas).
Kedua. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.102 tentang Akuntansi murabahah.
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan
transaksi murabahah. Ruang lingkup pernyataan ini berlaku untuk lembaga keuangan syari’ah dan
koperasi syari’ah. Pernyataan ini tidak berlaku untuk obligasi syari’ah (sukuk) yang menggunakan
akad murabahah. Pengertian murabahah adalah akad jual beli barang dengan harga jual sebesar
biaya perolehan di tambah keuntungan yang disepakati dan penjual harus mengungkapkan biaya
perolehan barang tersebut kepada pembeli.
Ketiga. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.103 tentang Akuntansi Salam.
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan
transaksi salam. Ruang lingkup pernyataan ini berlaku untuk entitas yang melakukan transaksi
salam, baik sebagai penjual mapun sebagai pembeli. Pernyataan ini tidak berlaku untuk obligasi
syari’ah (sukuk) yang menggunakan akad salam. Pengertian salam adalah akad jual beli barang
pesanan (muslam fiih) dengan pengiriman di kemudian hari oleh penjual (muslam ilaihi) dan
pelunasannya dilakukan oelh pembeli pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu.
Keempat. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.104 tentang Akuntansi Istishna,
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan
transaksi istishna. Ruang lingkup pernyataan ini berlaku untuk lembaga keuangan syari’ah dan
koperasi syari’ah yang melakukan transaksi istishna baik sebagai penjual maupun sebagai pembeli.

3.

7

Selengkapnya baca, Standar Akuntansi Keuangan , Ikatan Akuntan Indonesia, Jakarta : Salemba Empat, 2007

Nomor 1I / Edisi II / November 2010

75

Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ekonomi Islam
Pernyataan ini tidak berlaku untuk obligasi syari’ah (sukuk) yang menggunakan akad istishna.
Pengertian istishna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan
kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni’) dan penjual
(pembuat (pembuat, shani’). Istishna’ paralel adalah suatu bentuk akad istishna’ antara pemesan
(pembeli, mustashni’) dengan penjual (pembuat, shani’), kemudian untuk memenuhi kewajibannya
kepada mustashni’, penjual memerlukan pihak lain sebagai shani.
Kelima. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.105 tentang Akuntansi
Mudharabah. Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian dan
pengungkapan transaksi mudharabah. Ruang lingkup pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang
melakukan transaksi mudharabah baik sebagai pemilik dana (shahibul maal) maupun pengelola
dana (mudharib). Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi
syari’ah (sukuk) yang menggunakan akad mudharabah. Pengertian Mudharabah adalah akad kerja
sama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana,
sedangkan pihak kedua (pengelola dana) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan dibagi diantara
mereka sesuai kesepakatan edangkan kerugian finansial hanya ditanggung oleh pemilik dana.
Keenam. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.106 tentang Akuntansi
Musyarakah. Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian dan
pengungkapan transaksi Musyarakah. Ruang lingkup pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang
melakukan transaksi musyarakah. Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi
atas obligasi syari’ah (sukuk) yang menggunakan akad musyarakah. Pengertian musyarakah adalah
akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing
pihak memberikan konstribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan
kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana. Dana tersebut meliputi kas
atau aset nonkas yang diperkenankan oleh syari’ah.
Ketujuh. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.59 tentang Akuntansi Perbankan
Syari’ah sub Pengakuan dan Pengukuran Kegiatan Bank Syari’ah Berbasis Imbalan. Pernyataan ini
bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan transaksi kegiatan
bank syari’ah berbasis imbalan. Kegiatan-kegiatan yang menghasilkan ujrah (imbalan), antara lain,
wakalah, hiwalah, dan kafalah. Wakalah adalah akad pemberian kuasa dari muwakil (pemberi
kuasa/nasabah) kepada wakil (penerima kuasa/bank) untuk melaksanakan suatu taukil (tugas) atas
nama pemberi kuasa. Akad wakalah tersebut dapat digunakan, antara lain, dalam pengiriman transfer,
penagihan utang baik kliring maupun inkaso, dan ralisasi L/C. Kafalah adalah akad pemberian
jaminan yang diberikan oleh kaafil (penjamin/bank) kepada makful (penerima jaminan) dan
penjamin bertanggungjawab atas pemenuhan kembali suatu kewajiban yang menjadi hak penerima
jaminan. Kafalah dapat digunakan untuk pemberian jasa bank, antara lain, garansi bank, standby
L/C, pembukaan L/C import, akseptasi, endosemen, aval. Hiwalah adalah pemindahan atau
pengalihan hak dan kewajiban, baik dalam bentuk pengalihan piutang atau utang, dan jasa
pemindahan/pengalihan dana dari satu entitas kepada entitas lain. Adapun herangka berpikir dapat
dijelaskan pada gambar 2 sebagai berikut:

76

Nomor 1I / Edisi II / November 2010

Ratno Agriyanto
Latar blakang Pendidikan

Beroperasi dengan prinsip
Penugasan audit

Akuntan Publik

Lembaga Ekonomi Syari’ah

Terjadi gap kompetensi (keahlian) sehingga terjadi ketidaksiapan dari
pihak akuntan publik

Diketahui kendala atau penyebab terjadinya tingkat gap kompetensi
(keahlian) antara akuntan publik dengan pelaku ekonomi syari’ah

Strategi kebijakan untuk memperkecil gap kompetensi antara akuntan
publik dengan pelaku ekonomi syari’ah

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian
METODE PENELITIAN
Dalam rangka mendukung terlaksananya penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa
metode diantaranya adalah : Untuk memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan, penelitian
ini dilakukan dengan cara menyebar kuesioner serta wawancara. Adapun Metode dan teknik sampling yang digunakan dalam studi ini adalah random sampling atau sistem acak dimana pengambilan
sampel dilakukan secara random atau acak/serampangan. Setiap kantor akuntan publik mendapat
kuota responden sebanyak 6 akuntan publik. Hal ini dilaksanakan dengan pertimbangan peneliti,
bahwa akuntan publik relatif homogen sehingga hirarkhi akuntan publik dalam Kantor Akuntan
Publik diabaikan. Kuisioner akan disebar kepada seluruh Kantor Akuntan Publik yang berada di
kota Semarang berjumlah 12 Kantor Akuntan Publik. Tiap Kantor Akuntan Publik akan disebar
sebanyak 6 buah kuisioner atau seluruhnya berjumlah 72 kuisioner yang peruntukannya diasumsikan
bagi satu orang Auditor Partner, satu orang Auditor Manager, satu orang Auditor Senior, tiga orang
Auditor Yunior pada tiap–tiap Kantor Akuntan Publik.
Sesuai dengan tujuan studi sebagaimana telah disebutkan di atas diantaranya adalah untuk
mengetahui kesiapan akuntan publik dalam mengaudit lembaga ekonomi syari’ah ditinjau dari
pengakuan, pengukuran dan penyajian transaksi syari’ah. Dan bentuk-bentuk hambatan atau kendala
apa sajakah yang dihadapi akuntan publik ketika melaksanakan audit lembaga ekonomi syari’ah.
Serta saran dari akuntan publik agar akuntan publik benar-benar siap untuk melaksanakan audit
pada entitas syari’ah.
Sejalan dengan hal tersebut di atas, maka penyusunan kuesioner dimulai dengan: (a) Gambaran
Umum Akuntan Publik, dalam kelompok ini diharapkan dapat diperoleh informasi umum mengenai
akuntan publik yang dijadikan responden, sehingga tergambar profil responden, (b) Pengetahuan
akuntan publik terhadap kelembagaan, penyajian laporan keuangan dan pengetahuan transaksi
(pengakuan, pengukuran, penyajian) entitas syari’ah, hal ini diharapkan dapat diperoleh informasi
mengenai kekurangan pengetahuan yang seharusnya dimiliki oleh akuntan public,
(c)
Masalah atau kendala, pertanyaan ini merupakan inti dari studi yang akan dilakukan, dan diharapkan
dapat diperoleh informasi mengenai apakah terdapat kendala yang dihadapi akuntan publik dalam
menyatakan pendapat atas kewajaran penyajian laporan keuangan entitas syari’ahdan (d) Saran,

Nomor 1I / Edisi II / November 2010

77

Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ekonomi Islam
jika terdapat masalah atau kendala yang dihadapi oleh akuntan publik dan dalam rangka
meminimalisasi masalah atau kendala yang dihadapi maka pertanyaan ini mencoba menggali tentang
hal-hal yang perlu mendapat perhatian dan perbaikan yang diinginkan akuntan publik dalam rangka
membentuk kesiapan akuntan publik untuk melaksanakan audit pada entitas syari’ah.
Kuesioner penelitian ini mempunyai jawaban tertutup dan terbuka. Untuk jawaban tertutup
dari setiap jawaban responden terdiri dari : (1) “Ya” yang diberi nilai 3; (2) “Lain-lain” yang diberi
nilai 2 dan (3) “Tidak” yang diberi nilai 1
Metode analisis yang digunakan adalah metode “analisis deskriptif dengan pendekatan
kualitatif. Setiap data dan atau informasi yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara kualitatif
untuk mengetahui keterkaitannya dengan permasalahan pokok sehingga pada akhirnya bisa ditarik
suatu kesimpulan secara obyektif. Sedangkan untuk menentukan kesiapan akuntan publik akan di
gunakan skala sebagaimana tercantum pada tabel 1 di bawah ini :
Tabel 1. Nilai Interval Kesiapan Akuntan Publik
Interval

Kategori

1.00 – 1.66
C
1.67 – 2.33
B
2.34 – 3.00
A
Sumber: dikembangkan untuk penelitian

Keterangan
Tidak Siap
Ragu–ragu
Siap

PEMBAHASAN
Pada bagian ini pembahasan atas jawaban kuesioner dari para responden akan dilakukan sesuai
daftar pertanyaan masing-masing, dan selanjutnya melakukan deskripsi dan analisis atas jawaban
responden yang didapat tersebut dengan menitikberatkan bahasan kepada hal-hal yang bersifat
kesiapan akuntan publik dari segi pengetahuan, kendala serta hal-hal yang dharapkan akuntan publik
untuk mengatasi yang dihadapi akuntan publik.
1. Analisis Deskripsi Pengetahuan Tentang Kelembagaan.
Untuk mengetahui penegtahuan akuntan public terhadap jenis-jenis lembaga ekonomi syari’ah
yang dijelaskan pada tabel 2.
Tabel 2 Pengetahuan Akuntan Publik Terhadap Jenis-Jenis Lembaga Ekonomi Syari’ah.
Jawaban
Lain-lain (ragu-ragu)
Ya
Total
Sumber: data penelitian diolah

Frekuensi
6
16
22

Persen
27,3
72,7
100

Pada tabel 2 menunjukkan bahwa sebagaian besar responden atau 16 akuntan publik (72,7%)
adalah menyatakan mengetahui tentang jenis-jenis lembaga ekonomi syari’ah. Sedangkan sisanya
6 akuntan publik (27,3%) menyatakan ragu-ragu mengetahuinya. Adapun pengetahuan akuntan
public terhadap bentuk-bentuk badan hokum lembaga ekonomi syari’ah dapat dijelaskan pada
table 3

78

Nomor 1I / Edisi II / November 2010

Ratno Agriyanto
Tabel 3 Pengetahuan Akuntan Public Terhadap Bentuk-Bentuk Badan Hukum Lembaga
Ekonomi Syari’ah.
Jawaban

Frekuensi

Persen

Tidak
2
9,1
Lain-lain (ragu-ragu)
6
27,3
Ya
14
63,6
Total
22
100
Sumber: data penelitian diolah
Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden atau 14 akuntan publik (63,6%) adalah
menyatakan mengetahui terhadap bentuk-bentuk badan hukum lembaga ekonomi syari’ah.
Sedangkan sisanya masing-masing 6 akuntan publik (27,3%) menyatakan ragu-ragu mengetahuinya.
Serta sisanya 2 akuntan publik (9,1%) menyatakan sama sekali tidak mengetahuinya. Untuk
mengetahui pengetahuan akuntan public tentang adanya kewajiban audit oleh Akuntan Publik
terhadap lembaga ekonomi syari’ah dapat dijelaskan pada tabel 4.
Tabel 4 Pengetahuan Akuntan Publik Terhadap Tentang Adanya Kewajiban Audit Oleh Akuntan
Publik Terhadap Lembaga Ekonomi Syari’ah.
Jawaban

Frekuensi

Persen

Tidak
4
18,2
Lain-lain (ragu-ragu)
6
27,3
Ya
12
54,5
Total
22
100
Sumber: data penelitian diolah
Pada tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar responden atau 12 akuntan publik (54,5%)
adalah menyatakan sudah mengetahui terhadap adanya kewajiban audit lembaga ekonomi syari’ah.
Sedangkan sisanya masing-masing 6 akuntan publik (27,3%) menyatakan ragu-ragu mengetahuinya.
Serta 4 akuntan publik (18,2%) menyatakan sama sekali tidak mengetahuinya. Sedangkan untuk
mengetahui apakah ada ketentuan atau regulasi misal dari Bank Indonesia, Kementerian Koperasi
Usaha Kecil Dan Menengah dll perihal persyaratan Kantor Akuntan Publik yang berhak mengaudit
lembaga ekonomi syari’ah dapat dijelaskan pada tabel 5.
Tabel 5 Pengetahuan Akuntan Public Terhadap Ketentuan Atau Regulasi Tentang Persyaratan
Kantor Akuntan Publik Yang Berhak Mengaudit Lembaga Ekonomi Syari’ah.
Jawaban

Frekuensi

Persen

Tidak
4
18,2
Lain-lain (ragu-ragu)
6
27,3
Ya
12
54,5
Total
22
100
Sumber: data penelitian diolah
Tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar responden atau 12 akuntan publik (54,5%) adalah
menyatakan sudah mengetahui tentang adanya ketentuan yang mengatur persyaratan akuntan publik
melakukan audit lembaga ekonomi syari’ah. Sedangkan sisanya masing-masing 6 akuntan publik
(27,3%) menyatakan ragu-ragu. Serta 4 akuntan publik (18,2%) menyatakan sama sekali tidak
mengetahui. Untuk mengetahui apakah ada landasan syari’ah, landasan konseptual, landasan
operasional atau landasan praktek dalam rerangka prinsip akuntansi syari’ah yang berlaku umum
Nomor 1I / Edisi II / November 2010

79

Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ekonomi Islam
di Indonesia dapat dijelaskan pada tabel 6.
Tabel 6 Pengetahuan Akuntan Publik Terhadap Ada Landasan Syari’ah, Landasan Konseptual,
Landasan Operasional atau Landasan Praktek Dalam Rerangka
Prinsip Akuntansi Syari’ah Yang Berlaku Umum Di Indonesia
Jawaban

Frekuensi

Persen

Tidak
2
9,1
Lain-lain (ragu-ragu)
6
27,3
Ya1
4
63,6
Total
22
100
Sumber: data penelitian diolah
Tabel 6 menunjukkan bahwa sebagian besar responden atau 14 akuntan publik (63,6%) adalah
menyatakan sudah mengetahui tentang adanya landasan syari’ah, landasan konseptual, landasan
operasional atau landasan praktek dalam rerangka prinsip akuntansi syari’ah yang berlaku umum
di Indonesia. Sedangkan sisanya masing-masing 6 akuntan publik (27,3%) menyatakan ragu-ragu
mengetahuinya. Serta 2 akuntan publik (9,1%) menyatakan sama sekali tidak mengetahuinya.
Sedangkan untuk mengetahui pengetahuan akuntan publik terhadap perbedaan komponen laporan
keuangan antara entitas syari’ah dengan entitas konvensional di Indonesia dapat dijelaskan pada
tabel 7.
Tabel .7 Pengetahuan Akuntan Publik Tentang Adanya Perbedaan Komponen Laporan Keuangan
Antara Entitas Syari’ah Dengan Entitas Konvensional di Indonesia
Jawaban

Frekuensi

Persen

Lain-lain (ragu-ragu)
6
27,3
Ya
16
72,7
Total
22
100
Sumber: data penelitian diolah
Pada Tabel 7 menunjukkan bahwa sebagian besar responden atau 16 akuntan publik (72,7%)
adalah menyatakan sudah mengetahui tentang adanya perbedaan komponen laporan keuangan antara
entitas syari’ah dengan entitas konvensional di Indonesia. Sedangkan sisanya 6 akuntan publik
(27,3%) menyatakan ragu-ragu mengetahuinya. Untuk mengetahui pengetahuan akuntan publik
tentang adanya perbedaan asumsi dasar dalam pencatatan transaksi antara entitas syari’ah dengan
entitas konvensional di Indonesia dapat dijelaskan pada tabel 8.
Tabel. 8 Pengetahuan Akuntan Publik Tentang Adanya Perbedaan Asumsi Dasar Dalam
Pencatatan Transaksi Antara Entitas Syari’ah Dengan Entitas Konvensional di Indonesia
Jawaban

Frekuensi

Persen

Tidak
2
9,1
Lain-lain (ragu-ragu)
6
27,3
Ya
14
63,6
Total
22
100
Sumber: data penelitian diolah
Pada tabel 8 menunjukkan bahwa sebagian besar responden atau 14 akuntan publik (63,6%)
adalah menyatakan sudah mengetahui tentang adanya perbedaan asumsi dasar dalam pencatatan
transaksi antara entitas syari’ah dengan entitas konvensional di Indonesia. Sedangkan sisanya yaitu
6 akuntan publik (27,3%) menyatakan ragu-ragu. Dan 2 akuntan publik (9,1%) menyatakan sama
80

Nomor 1I / Edisi II / November 2010

Ratno Agriyanto
sekali tidak mengetahuinya. Untuk mengetahui apakah akuntan publik mengetahui apa yang
dimaksud dengan istilah, karateristik, pengakuan dan pengukuran, serta penyajian transaksi
Murabahah, Salam, Istishna, Mudharabah, Musyarakah, Ijarah, Wadiah, Qardh, Sharf, dan kegiatan
bank berbasis imbalan pada entitas syari’ah dapat dijelaskan pada tabel 9.
Tabel 9 Pengetahuan Akuntan Publik Terhadap Istilah, Karateristik, Pengakuan Dan Pengukuran,
Serta Penyajian Transaksi Murabahah, Salam, Istishna, Mudharabah, Musyarakah, Ijarah,
Wadiah, Qardh, Sharf, Dan Kegiatan Bank Berbasis Imbalan Pada Entitas Syari’ah
Jawaban

Frekuensi

Persen

Tidak
2
9,1
Lain-lain (ragu-ragu)
6
27,3
Ya
14
63,6
Total
22
100
Sumber: data penelitian diolah
Tabel 9 menunjukkan bahwa sebagian besar responden atau 14 akuntan publik (63,6%) adalah
menyatakan sudah mengetahui apa yang dimaksud dengan istilah, karateristik, pengakuan dan
pengukuran, serta penyajian transaksi Murabahah, Salam, Istishna, Mudharabah, Musyarakah, Ijarah,
Wadiah, Qardh, Sharf, dan kegiatan bank berbasis imbalan pada entitas syari’ah.. Sedangkan sisanya
yaitu 6 akuntan publik (27,3%) menyatakan ragu-ragu mengetahuinya. Dan 2 akuntan publik (9,1%)
menyatakan sama sekali tidak mengetahuinya.
2. Kesiapan Akuntan Publik secara umum.
Berdasarkan hasil kompute analisis menggunakan program SPSS diperoleh nilai rata-rata nilai
jawaban responden sebesar 2.48 berada pada interval 2.34 – 3.00 atau berkriteria Siap dapat
dijelaskan pada table 10.
Tabel. 10 Hasil Komputasi Data Tentang Kesiapan Akuntan public secara Umum
N

Max

Min

Mean

22
3.00
1.00
2.48
Sumber: data penelitian diolah
Berdasarkan tabel 10 menunjukkan bahwa secara umum dapat simpulkan bahwa akuntan
publik sudah siap untuk melaksanakan audit pada lembaga ekonomi syari’ah. Namun demikian
kesiapannya belum maksimal karena hanya memperoleh skor 2,48 masih dibawah nilai maksimal
yaitu skor 3.00. Namun demikian dalam implementasinya terdapat beberapa kendala yaitu akuntan
publik berada pada kriteria siap untuk melaksanakan audit pada lembaga ekonomi syari’ah. Namun
demikian kesiapannya belum maksimal hal ini didasarkan pada skor penilaian masih berada di
bawah nilai maksimal. Dibawah ini kendala yang dituliskan akuntan publik pada pertanyaan
terbuka yang terdapat pada kuisioner penelitian. Dimana ditanyakan sebagai berikut; “Berdasarkan
pengalaman Saudara melaksanakan audit lembaga ekonomi syari’ah apakah ada kendala dalam
menyatakan pendapat terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan entitas syari’ah ?”. Setelah
di dilakukan penyelarasan menunjukkan bahwa jawaban responden dapat dijelaskan pada tabel 11.
Tabel. 11 Tanggapan Akuntan Publik Terhadap Kendala Audit Pelaksanaan Audit Pada Lembaga
Ekonomi Syari’ah
Kendala
Frekuensi
Persen
Kurang memahami pengertian istilah syari’ah
14
63,6
Kurang memahami mekanisme transaksi syari’ah
8
36,4
Total
22
100
Sumber: data penelitian diolah
Nomor 1I / Edisi II / November 2010

81

Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ekonomi Islam
Berdasarkan tabel 11 di atas diperoleh kesimpulan bahwa kurang maksimalnya kesiapan akuntan
publik dikarenakan kurang memahami pengertian istilah-istilah syari’ah. Berdasarkan wawancara
secara mendalam diperoleh informasi bahwa banyak diantara akuntan publik yang belum pernah
menempuh pelajaran atau mata kuliah tentang ekonomi syari’ah karena mulai dari sekolah dasar
sampai dengan perguruan tinggi selalu dipendidikan umum.
Mengingat dalam pelaksanaan audit ada beberapa kendala yang dihadapi oleh akuntan publik
maka mereka menuliskan beberapa saran atau solusi untuk menyelesaikan kendala yang selama ini
mereka hadapi. Mereka tuliskan pada jawaban pertanyaan terbuka kuisioner penelitian. Dimana
ditanyakan sebagai berikut; “Berdasarkan kendala yang ditemui apakah ada saran dari Saudara
baik kepada sesama akuntan publik atau entitas syari’ah demi lancarnya proses audit lembaga
ekonomi syari’ah?”. Setelah di selaraskan beberapa jawaban responden diketahui pada table 12.
Tabel. 12 Saran Untuk Menyelesaikan Kendala Yang Dihadapi Akuntan Publik Dalam
Mengaudit Lembaga Ekonomi Syari’ah
Kendala

Frekuensi

Persen

Pelatihan audit lembaga ekonomi syari’ah
20
90,9
Permudah sertifikasi akuntansi syari’ah
.
2
9,1
Total
22
100
Sumber: data penelitian diolah
Berdasarkan tabel 15 dan wawancara secara mendalam dengan beberapa akuntan publik.
Diperoleh informasi model pelatihan yang diharapkan oleh akuntan publik agar dapat lebih siap /
profesional dalam mengaudit lembaga ekonomi syari’ah antara lain mereka menginginkan adanya
suatu workshop atau pelatihan audit terhadap lembaga ekonomi syari’ah. Worshop atau pelatihan
tersebut diharapkan mengahirkan narasumber langsung dari Dewan Syari’ah Nasional atau Majelis
Ulama Indonesia yang dapat menjelaskan perihal pengertian istilah syari’ah serta mekanisme
transaksinya.
Selain adanya pelatihan mereka juga berharap kepada pihak Ikatan Akuntan Indonesia dapat
mempermudah proses sertifikasi akuntan syari’ah kepada akuntan publik. Kemudahan ini misalkan
dari sisi biaya, waktu, dan tempat. Untuk itu ada ide dari para akuntan publik agar proses sertifikasi
akuntansi syari’ah dapat diselenggarakan didaerah dengan menggandeng perguruan tinggi khususnya
perguruan tinggi islam yang relevan. Misalkan kalau di Semarang Ikatan Akuntan Indonesia dapat
menggandeng IAIN Walisongo.
PENUTUP
Berdasarkan hasil analisis terhadap jawaban responden dapat simpulkan hal-hal sebagai
berikut: (1) Tingkat kesiapan akuntan publik. Tingkat kesiapan Akuntan Publik terhadap penugasan
audit pada lembaga ekonomi syari’ah berada pada kriteria siap artinya dengan adanya kewajiban
audit terhadap lembaga ekonomi syari’ah, akuntan publik sudah siap melaksanakannya. Namun
demikian kesiapan akuntan publik tersebut tidak berada pada posisi maksimal artinya masih ada
beberapa hal yang harus diketahui oleh akuntan publik antara lain kurang memahami pengertian
istilah –istilah syari’ah dan kurang memahami mekanisme transaksi syari’ah. Beberapa istilah dan
mekanisme transaksi syari’ah yang sebagian besar tidak dipahami oleh Akuntan Publik antara lain
Qardh, Sharf, Kegiatan bank syari’ah berbasis imbalan. Sedangkan istilah-istilah lain misalkan
Mudharabah, Murabahah, Salam, Istishna relatif sudah banyak diketahui oleh sebagian besar Akuntan
Publik, (2) Model Strategi Pembelajaran. Model strategi pembelajaran yang diharapkan oleh akuntan
publik agar dapat lebih siap / profesional dalam mengaudit lembaga ekonomi syari’ah antara lain
mereka menginginkan adanya suatu workshop atau pelatihan audit terhadap lembaga ekonomi
82

Nomor 1I / Edisi II / November 2010

Ratno Agriyanto
syari’ah. Worshop atau pelatihan tersebut diharapkan mengadirkan narasumber langsung dari Dewan
Syari’ah Nasional atau Majelis Ulama Indonesia yang dapat menjelaskan perihal pengertian istilah
syari’ah serta mekanisme transaksinya.
Berdasarkan kesimpulan disaran kepada beberapa pihak antara lain (1) Akuntan publik Kepada
akuntan publik disarankan agar terus meningkatkan pengetahuanya dalam bidang ekonomi syari’ah
khususnya pemahaman tentang pengertian istilah transaksi syari’ah serta mekanismenya. Karena
pengetahuan tersebut dapat menunjang keahlian akuntan publik dalam melaksanakan audit terhadap
lembaga ekonomi syari’ah.(2) Kalangan Akademik. Kepada kalangan akademik khususnya
penyelenggara program studi akuntansi umum atau penyelenggara pendidikan profesi akuntan dapat
menambahkan mata kuliah tentang fiqih muamalah atau bahkan tambahan bahasa arab. Mata
kuliah tersebut difokuskan pada pemahaman terhadap istilah transaksi syari’ah serta mekanismenya.
Juga diupayakan menjalin kerjasama dengan Ikatan Akuntan Indonesia dalam pelaksanaan sertifikasi
akuntansi syari’ah. (3) Ikatan Akuntan Indonesia. Kepada Ikatan Akuntan Indonesia disarankan
dapat menyelenggarakan pelatihan audit lembaga ekonomi syari’ah, serta dapat mempercepat
pelenggarakan pendidikan sertifikasi akuntansi syari’ah yang mudah dan murah tanpa meninggalkan
kualitas. Misalkan dengan menggandeng perguruan tinggi dalam proses pendidikan sertifikasi
akuntansi syari’ah maupun tempat ujian.serta (4) Peneliti selanjutnya. Kepada peneliti selanjutnya
diharapkan dapat menambah kualitas penelitian ini antara lain dengan menambahkan responden
akuntan publik partner dan manager. Diharapkan juga kepada peneliti lain dapat mengkaji bagaimana
kesiapan lembaga ekonomi syari’ah menghadapi kewajiban audit oleh kantor akuntan publik.
Akhirnya tak ada gading yang retak, kritik serta saran dari pembaca sangat diharapkan oleh peneliti
untuk perbaikan penelitian dimasa yang akan datang.

Nomor 1I / Edisi II / November 2010

83

Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ekonomi Islam

DAFTAR PUSTAKA
Emory, William C, (199), Business Research Methods, Revised Edition, Illionis : Richard D.
Irwin Inc. Homework.
Ikatan Akuntan Indonesia, (2007), Standar Akuntasi Keuangan, Jakarta: Salemba Empat,
Iqbal, Z , (1997), Islamic Financial System, Finance & Develpoment, Islamic Economic Studies, Vol.11,No.2, March
Mulyadi, (1998), Auditing , Jakarta:Salemba Empat.
Peraturan Menteri Negara Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah Republik Indonesia
NOMOR : 39/Per/M.KUKM/XII/2007 Tentang Pedoman Pengawasan Koperasi Jasa Keuangan
Syari’ah Dan Unit Jasa Keuangan Syari’ah Koperasi.
Rahmawati. (1997), Hubungan antara profesionalisme internal auditor dengan kinerja,
kepuasan, komitmen dan keinginan untuk pindah, Tesis, pasca Sarjana UGM, tidak diplublikasikan.
Ramayah, T dan Aizzat Mohd. Nasurdin, (2003), “Job Satisfaction and Organizational Commitment: Differential Effects Ror Men and Women,” Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol.5,No.1,
Januari, hal. 75-90.
Sagie, Abraham dan Moshe Krausz, (2003), What Aspects of The Job Have Most Effect on
Nurse, Human Resource Management Journal, ABI/INFORM Global, Vol.13, No.1, hal.46-62
Shafer, William E, L.Jane Park, dan Woody M Liao, (2002), Profesionalism, OrganizationalProfesional Conflict and Work Outcomes, Accounting, Auditing dan Accountability Journal, Vol.15,
No.1, hal.46-68
Undang-undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah.

84

Nomor 1I / Edisi II / November 2010